Anda di halaman 1dari 2

Kriteria Dalam melakukan Resensi Seni

Tury Barnett menyederhanakan kriteria penilaian dalam melakukan resensi karya seni menjadi
empat kriteria, yaitu realisme, ekspresionisme, formalisme dan instrumentalisme.
1. Kriteria Realisme
Pada kriteria realisme, karya seni dianggap baik secara estetis jika mampu menggambarkan alam
semesta dengan keberagamannya secara akurat atau tepat. Pandangan ini telah bedangsung sejak
lama, yaitu sejak zaman Yunani Kuno. Seperti pandangan mimesis, karya seni dianggap sebagai
cerminan, refleksi, dan imitasi kebenaran yang sudah ada di dunia. Keindahan semacam ini lebih
mencerminkan adanya sifat objektivitas yang ukuran-ukuran kriterianya sama untuk semua
orang. Tingkat kemiripan antara objek yang digambar dan objek yang dituangkan dalam gambar
dan dapat diamati secara kasat mata adalah aspek yang digunakan sebagai dasat resensi. 
2. Kriteria Formalisme 
Resensi dengan kriteria formalisme lebih mendasarkan kualitas nilai pada penyusunan unsur-
unsur rupa dalam sebuah karya pada sebuah komposisi yang indah semata, tanpa mengaitkan
dengan simbolisme. Sebuah karya seni dianggap bermutu apabila karya tersebut lahir hanya
demi seni itu sendiri. Form atau wujud adalah satu-satunya kriteria untuk menilai karya seni.
Kaum formalis berpendapat bahwa nilai estetis bersifat otonom dan tak terikat dengan nilai-nilai
lain, seperti agama, ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Seni tak berurusan sama sekali dengan
moralitas, agama, politik, atau wilayah aktivitas manusia apa pun. Sering kali kriteria ini sangat
relevan dalam mengulas karya abstrak. 
3. Kriteria Ekspresionisme 
Resensi dengan kriteri ekspresionisme berpandangan bahwa karya seni memiliki kualitas
keindahan jika ungkapan visual karya Iebih memancarkan nilai-nilai ekspresi dan emosi yang
kuat serta jelas dari seniman atau penciptanya. Oleh karena itu. keindahan tidak terletak pada
bentuk yang realis atau memiliki akurasi ketepatan yang tinggi terhadap alam. Orang yang
melakukan resensi dengan kriteria ini harus memiliki kepekaan atau sensibilitas yang kuat untuk
bisa menilai kualitas karya. Kehidupan batin para seniman dan perasaan-perasaan mereka
tentang pengalaman-pengalaman kehidupan sosial, pribadi. politik, dan budaya dipandang
sebagai sumber-sumber potensial bagi karya mereka. 
4. Kriteria Instrumentalisme
Resensi dengan kriteria pandangan instrumentalisme adalah penilaian kualitas karya berdasarkan
tingkat pengaruh sebuah karya seni dalam memengaruhi publik agar bertindak sesuai dengan
nilai-nilai makna yang terkandung dalam sebuah karya. Hal tersebut sejalan dengan ajaran
Tolstoy yang menyatakan bahwa hakikat seni harus memengaruhi tingkah laku manusia. Seni
adalah suatu kekuatan yang harus mengedepankan tingkah laku estetis yang tinggi sehingga
publik berkehidupan yang lebih baik. Dalam sejarah pemerintahan kemerdekaan, seni sering
digunakan sebagai pembakar semangat perjuangan dalam melawan penjajah. 

5. Kriteria Craftmanship
Penilaian seni juga dapat dilakukan dengan memperhatikan tingkat craftsmanship atau
penguasaan teknik dan keterampilan. Semakin rumit tingkat pembuatan sebuah karya seni dan
semakin sempurna teknik produksi yang digunakan, nilai dan kualitas karya tersebut akan
semakin tinggi. Hal-hal yang sangat rumit, kecil, dan mendetail dapat membuat seseorang kagum
karena terkesan unik dan sangat langka. Banyak sekali kerajinan di Indonesia yang dibuat dan
dikerjakan dengan teknik yang sangat rumit dan detail. Contohnya, berbagai produk seni ukir
Jepara menjadi sangat mahal harganya karena memiliki bentuk ukiran yang sangat indah dan
detail, serta memiliki permukaan yang halus dan lembut. Contoh lainnya adalah berbagai
kerajinan batik dari berbagai wilayah di Indonesia yang menjadi sangat bernilai karena dibuat
dengan teknik manual dan produksi yang cukup panjang. 

Anda mungkin juga menyukai