Anda di halaman 1dari 10

Manajemen Resiko Klinis

Instalasi Gawat Daruratdengan Infeksi Nosokomial

OLEH :
Aura Aisya Ariaputri
NPM. 20090316050

Dosen :
Dr. Boy S, dr., MARS

Untuk memenuhi salah satu tugas magister manajemen


konsentrasi manjemen rumah sakit

PROGRAM PASCASARAJANA
MAGISTER MANAJEMEN RUMAH SAKIT
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2017
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pelayanan kesehatan merupakan suatu upaya yang dilakukan dalam sebuah
individu atau kelompok dalam sebuah organisasi, bertujuan untuk memelihara atau
menjaga kesehatan  dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan juga menyembuhkan
penyakit, serta mengembalikan kesehatan sebuah individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat. Depkes RI (2009) pun mengungkapkan pendapatnya seputar pengertian
pelayanan kesehatan, yaitu “setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara
bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat.
Pelayanan kesehatan diberikan mulai dari layanan kesehatan primer sampai lanjutan
dalan hal ini rumah sakit.
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Pelayanan Kesehatan Paripurna adalah
pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan
medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut. Para
petugas kesehatan bertugas di unit gawat darurat 24 jam sehari. Semua pasien yang
masuk ke rumah sakit harus melewati UGD kemudian dilihat dalam hal
kegawatdaruratan pasien yang akan dilayani sesuai urutan prioritas gawat daruratnya.
Sebagai tenaga kesehatan baik dokter maupun perawat yang bekerja di unit
gawat darurat sangat beresiko tinggi tertularnya penyakit. Tenaga kesehatan di unit
gawat darurat merupakan lini terdepan yang 24 jam berinteraksi dengan pasien dalam
memberikan pelayanan kesehatan (Elvia, 2013). Penularan penyakit dapat melalui
udara, cairan tubuh seperti muntah, air seni bahkan lewat peralatan medis yang
digunakan. Infeksi nosokomial atau yang kini dikenal dengan Healthcare Associated
Infections (HAIs) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat penting.
Infeksi nosokomial berhubungan dengan peningkatan angka kesakitan dan kematian,
peningkatan lama perawatan, peningkatan biaya kesehatan akibat lamanya
perawatan, diagnosis dan pengobatan. Selain itu, tingginya kejadian infeksi
nosokomial menimbulkan citra buruk sebuah rumah sakit dan penurunan jumlah
konsumen. Dampak buruk infeksi nosokomial tidak hanya itu, tetapi juga membawa
dampak hukum, dimana terjadi tuntutan pengadilan yang membawa kerugian
material dan immaterial.
Karena itulah pengendalian infeksi di rumah sakit sangat krusial, mengingat
dampak dari infeksi terkait perawatan di rumah sakit berimplikasi pada perpanjangan
masa rawat inap, kelumpuhan jangka panjang, meningkatnya resistensi
mikroorganisme terhadap antimikroba, beban finansial tambahan yang cukup besar
bagi pasien dan keluarganya, serta meningkatnya jumlah kematian.
Berdasarkan pengamatan oleh otoritas kesehatan publik, kepatuhan dalam
menjalankan kebersihan tangan oleh tenaga kesehatan hanya sekitar 30-50 %.
Permasalahan ini merupakan isu yang harus dihadapi dan ditangani oleh fasilitas-
fasilitas kesehatan di manapun, termasuk di Indonesia. Kemampuan untuk mencegah
transmisi infeksi di rumah sakit, dan upaya pencegahan infeksi adalah tingkatan
pertama dalam pemberian pelayanan yang bermutu.
Penggunaan APD merupakan salah satu bagian dari usaha tenaga kesehatan
untuk menyediakan lingkungan yang bebas dari infeksi sekaligus sebagai upaya
perlindungan diri dan pasien terhadap penularan penyakit. Seorang tenaga kesehatan
diharapkan mempunyai motivasi untuk berperilaku mencegah terjadinya infeksi
nosokomial. Penyusunan prosedur tetap atau standart operasional prosedur yang
mengatur tentang APD di rumah sakit, akan mengurangi risiko seorang tenaga
kesehatan tertular oleh penyakit sehingga keselamatan kerja akan lebih terjamin dan
pemberian pelayanan akan lebih bermutu karena dilakukan sesuai standart operasional
yang ada selain itu juga dapat memberikan sanksi tegas bagi mereka yang tidak patuh
terhadap kebijakan yang ditetapkan.
Di Rumah Sakit Umum Daerah Sumedang berdasarkan pengalaman yang
terjadi bahwa seringnya paparan kontak terjadi dengan pasien infeksi. Kejadian ini
membuat semua petugas kesehatan yang bertugas saat pasien tersebut masuk unit
gawat darurat dan selama pasien mendapat perawat di rawat inap harus vaksinasi.
Semuanya berjumlah hampir 10 orang petugas kesehatan per shiftnya meliputi dokter,
perawat maupun mahasiswa perawat. Selain itu, walaupun bagus sudah adanya
fasilitas-fasilitas penunjang seperti handwrab, air mengalir dengan sabun yang
terkadang habis dan harus menunggu petukas logistik mengisi, tempat sampah non
medis dan medis yang memadai kadangpun masih sering tercampur, namun
pemisahan jarum bekas sudah terorgansir dengan baik dipisahkan pada tempatnya. Di
ugd seringkali ada beberapa petugas kesehatan yang belum menggunakan Alat
Pelindung Diri belum sesuai dengan ketentuan penggunaan APD namun tidak pernah
dilaporkan mengenai dengan jelas mengenai angka kejadian infeksi yang pernah
terjadi pada petugas kesehatan. Angka kejadian tinggi tertularnya infeksi nosokomial
sangat menjadi perhatian pihak rumah sakit sehingga perlu diakannya pencegahan dan
kontrol terhadap pengendalian infeksi terutama di IGD sebagai pintu utama sebuah
rumah sakit.

1.2 Tahapan Manajemen Resiko klinis


Resiko klinis yang sering terjadi di IGD salah satunya adalah adanya Infeksi
Nosokomial, yaitu infeksi yang terjadi saat dirawat di Rumah Sakit. Jelasnya pada
saat masuk Rumah Sakit, pasien tersebut belum mengalami infeksi atau tidak dalam
masa inkubasi kuman tertentu. Infeksi terjadi 3 x 24 jam setelah dirawat di RS atau
infeksi pada lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh mikroorganisme berbeda dengan
mikroorganisme saat masuk, selain itu infeksi ini juga dapat disebabkan atau di bawa
oleh tenaga medis rumah sakit yang kurang memperhatikan kebersihan diri maupun
kebersihan dalam tindakan medis.
1. Identifikasi
Mengetahui kriteria infeksi nosokomial terlebihdahulu, bERDASARKAN (Depkes
RI, 2003), yaitu:
a)      Waktu mulai dirawat tidak didapat tanda-tanda klinik infeksi dan tidak sedang
dalam masa inkubasi infeksi tersebut.
b)      Infeksi terjadi sekurang-kurangnya 3x24 jam (72 jam) sejak pasien mulai
dirawat.
c)      Infeksi terjadi pada pasien dengan masa perawatan yang lebih lama dari waktu
inkubasi infeksi tersebut.
d)     Infeksi terjadi pada neonatus yang diperoleh dari ibunya pada saat persalinan
atau selama dirawat di rumah sakit.
e)      Bila dirawat di rumah sakit sudah ada tanda-tanda infeksi dan terbukti infeksi
tersebut didapat penderita ketika dirawat di rumah sakit yang sama pada waktu yang
lalu, serta belum pernah dilaporkan sebagai infeksi nosokomial.
2. Analisis
Menganalisis darimana berasalnya (penyebab) adanya infeksi nosokomial bisa
menjangkit pasien maupun petugas kesehatan yang berada di IGD.
Penularan kuman penyebab infeksi nosokomial dapat terjadi melalui:
1)      Infeksi sendiri (self infection) yaitu: infeksi nosokomial berasal dari penderita
sendiri (flora endogen) yang berpindah ke tempat atau bagian tubuh lain, seperti
kuman Escherichia coli dan staphylococcus aureus, kuman tersebut dapat berpindah
melalui benda yang dipakai, seperti linen atau gesekan tangan sendiri.
2)      Infeksi silang (cross infection) yaitu: infeksi nosokomial terjadi akibat
penularan dari penderita atau orang lain di rumah sakit.
3)      Infeksi lingkungan (environmental infection) yaitu infeksi yang disebabkan
kuman yang didapat dari bahan atau benda di lingkungan rumah sakit.

Setelah itu harus memastikan jenis-jenis dari infeksi itu sendiri


a)      Bakteriemia
Bakteriemia adalah keadaan pasien dengan menunjukkan demam tinggi setelah 3x24
jam dirawat di rumah sakit dengan suhu mencapai 38,5oC. Dikatakan bakteriemia
nosokomial apabila terjadi tindakan invasif di rumah sakit seperti pemasangan infus,
lumbal fungsi dan kateterisasi.
b)      Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kemih terjadi setelah dilakukan tindakan keteterisasi buli-buli dan
tindakan invasif pada system reproduksi.
c)      Infeksi luka operasi
Infeksi luka operasi dikatakan infeks nosokomial bila keadaan pra bedah dan selama
pembedahan terjadi infeksi pada luka operasi.
d)     Infeksi hepatitis akut
Timbul setelah 2  minggu dirawat inap atau atau 6 bulan setelah keluar dari rumah
sakit. Dengan tanda-tanda klinik yang khas yaitu kenaikan SGOT, SGPT dan billirubi.
e)      Infeksi saluran cerna
Infeksi saluran cerna yang terjadi diruang rawat inap dengan tanda dan gejala seperti
mencret dengan atau tanpa muntah, nyeri perut, dan disertai demam.
f)       Infeksi saluran napas bagian bawah
Infeksi ini terjadi setelah 3x24 jam sejak mulai dirawat gejala demam 38,8oC,
lekositosis, batuk dengan dahak dan ditemukan ronki basah.

3. Pengendalian
Terdapat beberapa prosedur dan tindakan pencegahan infeksi nosokomial.
Tindakan ini merupakan seperangkat tindakan yang didesain untuk membantu
meminimalkan resiko terpapar material infeksius seperti darah dan cairan tubuh lain
dari pasien kepada tenaga kesehatan atau sebaliknya. Menurut Zarkasih, pencegahan
infeksi didasarkan pada asumsi bahwa seluruh komponen darah dan cairan tubuh
mempunyai potensi menimbulkan infeksi baik dari pasien ke tenaga kesehatan atau
sebaliknya. Kunci pencegahan infeksi pada fasilitas pelayanan kesehatan adalah
mengikuti prinsip pemeliharaan hygene yang baik, kebersihan dan kesterilan dengan
lima standar penerapan yaitu:
a. Mencuci tangan untuk menghindari infeksi silang. Mencuci tangan merupakan
metode yang paling efektif untuk mencegah infeksi nosokomial, efektif mengurangi
perpindahan mikroorganisme karena bersentuhan
b. Menggunakan alat pelindung diri untuk menghindari kontak dengan darah atau
cairan tubuh lain. Alat pelindung diri meliputi; pakaian khusus (apron), masker,
sarung tangan, topi, pelindung mata dan hidung yang digunakan di rumah sakit dan
bertujuan untuk mencegah penularan berbagai jenis mikroorganisme dari pasien ke
tenaga kesehatan atau sebaliknya, misalnya melaui sel darah, cairan tubuh, terhirup,
tertelan dan lain-lain.
c. Manajemen alat tajam secara benar untuk menghindari resiko penularan penyakit
melalui benda-benda tajam yang tercemar oleh produk darah pasien. Terakit dengan
hal ini, tempat sampah khusus untuk alat tajam harus disediakan agar tidak
menimbulkan injuri pada tenaga kesehatan maupun pasien.
d. Melakukan dekontaminasi, pencucian dan sterilisasi instrumen dengan prinsip yang
benar. Tindakan ini merupakan tiga proses untuk mengurangi resiko tranmisi infeksi
dari instrumen dan alat lain pada klien dan tenaga kesehatan
e. Menjaga sanitasi lingkungan secara benar. Sebagaiman diketahui aktivitas
pelayanan kesehatan akan menghasilkan sampah rumah tangga, sampah medis dan
sampah berbahaya, yang memerlukan manajemen yang baik untuk menjaga keamanan
tenaga rumah sakit, pasien, pengunjung dan masyarakat.
4. Telaah Akibat
Infeksi di rumah sakit atau infeksi nosokomial merupakan persoalan serius yang
menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung kematian pasien. Walaupun
beberapa kejadian infeksi nosokomial tidak menyebabkan kematian pasien, namun
menyebabkan pasien dirawat lebih lama akibatnya pasien harus membayar lebih
mahal. Infeksi nosokomial yang dikenal dengan Healthcare Associated Infections
(HAIs) dapat terjadi melalui penularan dari pasien kepada petugas, dari pasien ke
pasien lain, dari pasien kepada pengunjung atau keluarga maupun dari petugas kepada
pasien.
5. Menghilangkan Penyebab
Penanggulangan hingga sebab dari munculnya infeksi nosokomial ini dapat menurun
angka kejadiannya yaitu :
Prosedur Pelaksanaan Penanggulangan Infeksi Nosokomial Secara Umum
A.    Cuci Tangan
Tehnik mencuci tangan yang baik merupakan satu-satunya cara yang paling penting
untuk mengurangi penyebaran infeksi.Dengan cara menggosok tangan dengan sabun
atau deterjen dan air kuat kuat selama 15 detik dan dibilas baik baik sebelum dan
sesudah memeriksa penderita,sudah cukup .Namun bila selama merawat
penderita,tangan terkena darah,sekresi luka,bahan bernanah,atau bahan yang lain yang
di curigai maka harus di cuci selama 2 sampai 3 menit dengan menggunakan bahan 
cuci antiseptic.
B.     Asepsis
Asepsis adalah penghinderaan atau pencegahan penularan dengan cara meniadakan
mikroorganisme yang secara potensial berbahaya.Tujuan asepsis ialah mencegah atau
membatasi infeksi.di rumah sakit digunakan 2 konsep asepsis yaitu asepsis medis dan
bedah.Asepsis Medis meliputi segala praktek yang di gunakan untuk menjaga agar
para petugas medis,penderita dan lingkungan terhindar dari penyebab infeksi,seperti
cuci tangan,sanitasi dn kebersihan lingkungan rumah sakit itu hanyalah beberapa
contok asepsis medis.Asepsis Bedah meliputi cara kerja yang mencegah masuknya
mikroorganisme ke dalam luka dan jaringan penderita.Maka dari itu dalam asepsis
bedah semua alat kesehatan harus berprinsip steril,lingkungan harus bersanitasi,dan
juga flora mikroba di udara harus di saring lewat filter berefisiensi tinggi.
C.    Disinfeksi dan Sterilisasi di Rumah Sakit
Banyak rumah sakit mempunyai pusat penyediaan yaitu tempat kebanyakan peralatan
dan suplai dibersihkan serta di sterilkan.Hasil proses ini di monitor oleh
laboratorium.mikrobiologi secara teratur.Kecenderungan rumah sakit untuk
menggunakan alat alat serta bahan yang di jual dalam  keadaan steril dan sekali
pakai.karena dapat mempersingkat waktu tanpa harus mensterilkan alat,tetapi juga
dapat mengurangi pemindah sebaran patogen melalui infeksi silang.  
D.    Sanitasi Lingkungan Rumah Sakit
Tujuan sanitasi lingkungan adalah membunuh atau menyingkirkan pencemaran atau
mikroba dari permukaan.Untuk mengevaluasi prosedur dan cara-cara untuk
mengurangi pencemaran,dilakukan pengambilan contoh mikroorganisme sewaktu-
waktu dari permukaan lantai.
E.     Pengawasan Infeksi
Ialah pengamatan dan pengawasan serta pencatatan secara sistematik terjadinya
penyakit menular,ini merupakan dasar bagi usaha pengendalian aktif.Identisifikasi
dan evaluasi masalah-masalah infeksi nosokomial dan pengembangan serta penilaian
pengendalian efektif hanya dapat dicapai denagn adanya pengawasan teratur terhadap
infeksi-infeksi semacam itu pada penderita.
F.     Pengawasan Penderita atau Pasien
Pengawasan infeksi penderita di mulai ketika masuk rumah sakit dengan menyertakan
kartu data infeksi di dalam catatan medis penderita.Data yang di kumpulkan setiap
hari mengenai biakan dari laboratorium mikrobiologi serta dari hasil inspeksi
laboratoris dan klinis di catat pada setiap kartu data infeksi setiap penderita.
G.    Pengawasan Pekerja Rumah Sakit
Pemeriksaan fisik harus merupakan persyaratan bagi  semua petugas rumah sakit,dan
catatan imunisasi harus diperiksa.Bila tidak tercatat,maka imunisasi terhadap penyakit
polio,tetanus,difteri,dan campak harus di isyaratkan.Petugas yang menunjukkan hasil
positif pada uji tuberculin harus diperiksa dengan sinar x di bagian dada untuk
menentukan kemungkinan adanya tuberculosis aktif.
H.    Pengawasan Lingkungan Rumah Sakit
Bila perawat pengendalian infeksi menemukan satu atau lebih kasus infeksi
baru,maka mungkin diperlukan banyak biakan dari penderita,petugas dan lingkungan
untuk menemukan sumber patogen dan lalu meniadakanya.
6. Pencegahan Kerugian
penanganan Infeksi Nosokomial Rumah Sakit dengan Metode Universal Precautions
1.Sterilisasi, Desinfeksi, Antiseptik dan Dekontaminasi
2.Kewaspadaan Universal dan Tes Laboratorium.
3.Kewaspadaan Universal pada Pengelolaan Alat Tajam
4.Kewaspadaan Universal di Unit tertentu & Unit Intravaskular.
5.Tindakan Prophylaxis pada Kecelakaan Kerja
6.Surveilance
7. Pengurangan Kerugian
Akan adanya kerugian pada pihak rumah sakit apabila tenaga kesehatan pula yang
terjangkit infeksi nosokomial karna kelalaiannya senidir ataupun kurang kesadaran
untuk menjaga diri sendiri dari terpaparnya infeksi yang begitu banyak dilingkungan
rumah sakit terutama di IGD. Sehingga tindakan-tindakan atau review ataupun
pelatihan dasar mengenai PPI harus dilakukan paling tidak 6 bulan sekali. Dan juga
tentunya fasilitas ataupun logitik mengenai APD dan lainnya harus dapat disediakan
dari pihak rumah sakit dengan sebaik-baiknya. Lebih baik banyak uang meneluarkan
biaya logitik yntuk mencegah adanya penularan infeksi nosokomial dibandingkan
harus terkena tuntutan maupun kurangnya tenga medis yang bekerja di sebuah IGD.
8. Alih Resiko
Resiko pekerjaan yang umum dihadapi oleh Dokter ataupun perawat kesehatan adalah
kontak dengan darah dan cairan tubuh sewaktu memberikan perawatan kepada pasien.
Darah dan cairan tubuh ini dimungkinkan membawa patogen yang merugikan.
Paparan dari patogen ini meningkatkan resiko tertularnya infeksi penyakit. Sehingga
dalam konteks ini alih resiko yang bisa diambil dengan benar-benar
meminimalisasikan angka kejadian infeksi nosokomial dengan pencegahan-
pencegahan yang ada.
Daftar Pustaka

1. Depkes. (2009). Rumah Sakit menurut UUD No 44 Tahun 2009 [online].;


[diakses pada tanggal 18 mei 2017]. Available
at:http://www.depkes.go.id/downloads/UU_No._44_Th_2009_ttg_Rumah_Sa
kit.pdf
2. KARS. Buku Pedoman Akreditasi Rumah Sakit 2012. Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi.
3. Putra U. 2012. Hubungan tingkat pengetahuan dan sikap dengan perilaku
penggunaan alat pelindung diri pada mahasiswa profesi Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia.
4. Anonymous. 2011. Pentingnya Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit [online].
Diakses pada tanggal 18 Mei 2017. Availabe
at:http://www.tribunnews.com/kesehatan/2011/12/12/pengendalian-infeksi-di-
rumah-sakit.
5. MANAJEMEN RISIKO DI RUMAH SAKIT (PDF Download Available).
Available from:
https://www.researchgate.net/publication/298649240_MANAJEMEN_RISIK
O_DI_RUMAH_SAKIT [accessed May 18, 2017].

Anda mungkin juga menyukai