Anda di halaman 1dari 14

Infeksi Neonatus

Infeksi adalah invasi dan multiplikasi mikroorganisme dijaringan tubuh, terutama yang
menyebabkan cedera seluler akibat metabolisme yang kompetitif, toksin, replikasi intraseluler atau
reaksi antigen-antibodi.1 Infeksi merupakan penyebab paling sering dan paling penting dalam morbiditas
selama periode bayi baru lahir. Masa neonatus usia < 28 hari, neonatorum atau bayi baru lahir merupakan
waktu yang sangat rentan pada bayi < 28 hari, yang sedang menyempurnakan penyesuaian fisiologis yang
diperlukan untuk kehidupan ekstra uteri. Infeksi neonatus adalah infeksi yang terjadi pada bayi baru
lahir atau neonatorum yang dapat terjadi pada masa antenatal, perinatal, dan postnatal.2 Langkah
pencegahan infeksi neonatus, antara lain:3

1. Mencegah dan mengobati ibu demam dengan kecurigaan infeksi berat atau intrauterin
2. Mencegah dan mengobati ibu dengan ketuban pecah dini
3. Perawatan antenatal yang baik
4. Mencegah aborsi yang berulang, cacat bawaan
5. Mencegah persalinan premature
6. Melakukan pertolongan persalinan yang bersih dan aman
7. Mencegah asfiksia neonatorum
8. Melakukan resuitasi dengan benar
9. Melakukan tindakan pencegahan infeksi
10. Melakukan identifikasi awal terhadap faktor risiko sepsis dan pengelolaan yang efektif.

Penatalaksanaan infeksi neonatus:2,4

A. Suportif

- Lakukan monitoring cairan dan elektrolit


- Terapi O2 bila ditemukan: sianosis, distres pemapasan, apneu dan serangan kejang. Dan
mengusahakan agar jalan nafas tetap terbuka
- Pemberian cairan dan elektrolit pada keadaan umum yang jelek, diberikan secara parenteral
sesuai dengan umur dan berat badan bayi.
- Bila keadaan umum baik dapat diberikan nutrisi enteral secara bertahap dan parenteral
dikurangi sampai kebutuhan rumatan terpenuhi peroral.
- Bila terjadi SIADH (Syndrome of inappropriate anti diuretik hormon) batasi cairan
- Atasi syok, hipoksia, dan asidosis metabolik.
- Awasi adanya hiperbilirubinemia
- Lakukan transfuse tukar bila perlu
- Pertimbangkan nurtisi parenteral bila pasien tidak dapat menerima nutrisi enteral.

B. Kausatif

Eliminasi kuman merupakan pilihan utama dalam managemen sepsis neonatal. Pada
kenyataannya menentukan kuman secara pasti tidak mudah dan membutuhkan waktu. Untuk
memeroleh hasil yang maksimal pengobatan harus cepat diberikan. Sehingga pengobatan dengan
antibiotika secara empiris terpaksa cepat diberikan untuk menghindarkan berlanjutnya perjalanan
penyakit.
Jadi, segera setelah diagnosis ditegakkan penderita harus diberi antibiotik inisial
antibiotik yang dipilih harus me mpunyai spektrum luas yang diperkirakan bisa mengatasi bakteri gram
positif maupun gram negatif yang paling sering menyebabkan infeksi atau sepsis.
Biasanya antibiotik yang dipilih adalah golongan ampisilin/ kloksasilin/vankomisin dan
golongan aminoglikosid/ sefalosorin. Lamanya pengobatan sangat tergantung pada jenis kuman
penyebab. Pada penderita yang disebabkan oleh kuman gram positif , pemberian antibiotik dian jurkan
selama 10-14 hari, sedangkan pengobatan penderita dengan gram negatif diteruskan sampai 2-3 minggu.

Healthcare-Associated Infections
Berdasarkan sumber infeksi, maka infeksi dapat berasal dari masyarakat/komunitas
(Community Acquired Infection) atau dari rumah sakit (Healthcare-Associated Infections/HAIs). Penyakit
infeksi yang didapat di rumah sakit beberapa waktu yang lalu disebut sebagai Infeksi Nosokomial
(Hospital Acquired Infection). Saat ini penyebutan diubah menjadi Infeksi Terkait Layanan Kesehatan
atau “HAIs”(Healthcare-Associated Infections) dengan pengertian yang lebih luas, yaitu kejadian infeksi
tidak hanya berasaldari rumah sakit, tetapi jugadapat dari fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Tidak
terbatas infeksi kepada pasien namun dapat juga kepada petugas kesehatan dan pengunjung yang tertular
pada saat berada di dalam lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan.
Untuk memastikan adanya infeksi terkait layanan kesehatan (Healthcare Associated
Infections/HAIs) serta menyusun strategi pencegahan dan pengendalian infeksi dibutuhkan pengertian
infeksi, infeksi terkait pelayanan kesehatan (Healthcare-AssociatedInfections/HAIs), rantai penularan
infeksi, jenis HAIs dan faktor risikonya.
1. Infeksi merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen,
dengan/tanpa disertai gejala klinik.Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan (Health Care
Associated Infections) yang selanjutnya disingkat HAIs merupakan infeksi yang terjadi pada
pasien selama perawatan dirumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dimana
ketika masuk tidak ada infeksi dan tidak dalam masa inkubasi, termasukinfeksi dalam rumah
sakit tapi muncul setelah pasien pulang, juga infeksi karena pekerjaan pada petugas rumah
sakit dan tenaga kesehatan terkait proses pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan
kesehatan.
2. Rantai Infeksi(chain of infection) merupakan rangkaian yang harus ada untuk menimbulkan
infeksi. Dalam melakukan tindakan pencegahan danpengendalian infeksi dengan efektif,
perlu dipahami secara cermat rantai infeksi. Kejadian infeksi di fasilitaspelayanan kesehatan
dapat disebabkan oleh 6 komponen rantai penularan, apabila satu mata rantai diputus atau
dihilangkan, maka penularan infeksi dapat dicegah atau dihentikan. Enam komponen rantai
penularan infeksi, yaitu:

- Agen infeksi (infectious agent)

- Reservoir atau wadah tempat/sumber agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang-biak
dan siap ditularkan kepada pejamu atau manusia

- Portal of exit (pintu keluar) adalah lokasi tempat agen infeksi (mikroorganisme)
meninggalkan reservoir melalui saluran napas, saluran cerna, saluran kemih serta
transplasenta

- Metode Transmisi/Cara Penularan adalah metode transport mikroorganisme dari


wadah/reservoir ke pejamu yang rentan

- Portal of entry (pintu masuk) adalah lokasi agen infeksi memasuki pejamu yang rentan
dapat melalui saluran napas, saluran cerna, saluran kemih dan kelamin atau melalui kulit
yang tidak utuh

- Susceptible host (Pejamu rentan) adalah seseorang dengan kekebalan tubuh menurun
sehingga tidak mampu melawan agen infeksi. Faktor yang dapat mempengaruhi
kekebalan adalah umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang
luas, trauma, pasca pembedahan dan pengobatan dengan imunosupresan.5

3. Jenis dan Faktor Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan atau “Healthcare-Associated
Infections” (HAIs)
Jenis HAIs yang paling sering terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan, terutama
rumah sakit mencakup Ventilator associated pneumonia (VAP) Infeksi terkait perawatan
kesehatan atau Healthcare-Associated Infections (HAIs) dianggap sebagai risiko terbesar
yang dihadapi oleh pasien ketika berada di lingkungan rumah sakit. Infeksi yang sering
ditemukan pada penggunaan alat invasif, yaitu infeksi saluran kemih terkait kateterisasi atau
Catheter-Associated Urinary Tract Infection (CAUTI), infeksi aliran darah yang
berhubungan dengan garis pusat atau Central Line-Associated Blood Stream Infection
(CLABSI), infeksi terkait ventilator atau Ventilator-Associated Infection (VAP) dan infeksi
tempat bedah atau Surgical Site Infection (SSI). Risiko pasien terkena HAI naik signifikan di
ICU. Di negara maju sekitar 30% pasien ICU menderita satu episode HAIs. Dan jumlah ini
meningkat 2-3 kali lipat di negara berkembang.6

Ventilator-Associated Pneumonia (VAP) adalah pneumonia yang didapat di rumah


sakit yang terjadi setelah 48 jam pasien mendapat bantuan ventilasi mekanik, baik melalui
pipa endotrakea maupun pipa trakeostomi.7,8,9 Terdapat praktik dasar upaya pencegahan untuk
pasien anak yakni berupa intervensi dengan risiko bahaya yang minimal dan beberapa data
yang menurunkan tingkat VAP : 1) Hindari intubasi jika memungkinkan; 10,11 2) Minimalkan
durasi ventilasi mekanis;12 3) Berikan perawatan mulut secara teratur. American Dental
Association merekomendasikan memulai kebersihan mulut beberapa hari setelah lahir.13 Dua
studi sebelum-sesudah bundel VAP yang menekankan perawatan oral menemukan penurunan
tingkat VAP.14 Bersihkan gusi dengan pad kain kasa setelah setiap makan untuk
menghilangkan plak dan formula residu yang dapat merusak gigi yang erupsi; 15 4) Tinggikan
kepala tempat tidur kecuali secara medis dikontraindikasikan. Sebuah studi sebelum-sesudah
bundel VAP yang mencakup elevasi kepala-dari-tempat tidur yang diamati mengalami
penurunan tingkat VAP;14 5) Jaga sirkuit ventilator. Ubah sirkuit ventilator jika terlihat kotor
atau malfungsi;16,17 5) Pemilhan dan pemeliharaan tabung endotrakeal;6 6) Gunakan closed
in-line suctioning.18
Gambar 1. Closed in-line suctioning

Faktor Risiko HAIs meliputi:

- Umur: neonatus dan orang lanjut usia lebih rentan.

- Status imun yang rendah/terganggu (immuno-compromised): penderita dengan penyakit


kronik, penderita tumor ganas, pengguna obat-obat imunosupresan.

- Gangguan/Interupsi barier anatomis

- Perubahan mikroflora normal: pemakaian antibiotika yang tidak bijak dapat


menyebabkan pertumbuhan jamur berlebihan dan timbulnya bakteri resisten terhadap
berbagai antimikroba.

Metode Pengendalian Infeksi pada Neonatus

1. Prosedur menjaga kebersihan lingkungan dan peralatannya


- Pastikan bahwa rumah sakit membuat dan melaksanakan prosedur rutin untuk pembersihan,
disinfeksi permukaan lingkungan, tempat tidur, peralatan disamping tempat tidur dan
pinggirannya, permukaan yang sering tersentuh dan pastikan kegiatan ini dimonitor
- RS harus mempunyai disinfektan standar untuk menghalau patogen dan menurunkannya secara
signifikan di permukaan terkontaminasi sehingga memutuskan rantai penularan penyakit.
Disinfeksi adalah membunuh secara fisikal dan kimiawi mikroorganisme tidak termasuk spora
- Pembersihan harus mengawali disinfeksi. Benda dan permukaan tidak dapat didisinfeksi sebelum
dibersihkan dari bahan organik (ekskresi, sekresi pasien, kotoran)
- Pembersihan ditujukan untuk mencegah aerosolisasi,menurunkan pencemaran lingkungan. Ikuti
aturan pakai pabrik cairan disinfektan, waktu kontak, dan cara pengencerannya. Disinfektan yang
biasa dipakai RS antara lain, Na hipoklorit (pemutih ), alkohol, komponen fenol,komponen
ammonium quarternary, komponen peroksigen.

Pembersihan area sekitar pasien:


Pembersihan permukaan horisontal sekitar pasien harus dilakukan secara rutin dan tiap
pasien pulang. Untuk mencegah aerosolisasi patogen infeksi saluran napas, hindari sapu, dengan cara
basah (kain basah) Ganti cairan pembersih, lap kain, kepala mop setelahdipakai (terkontaminasi)Peralatan
pembersihan harus dibersihkan, dikeringkantiap kali setelah pakaiMop dilaundry, dikeringkan tiap hari
sebelum disimpan dan dipakai kembali.Untuk mempermudah pembersihan bebaskan areapasien dari
benda-benda/peralatan yang tidak perlu.

2. Hand Hygiene

Cuci tangan adalah salah satu strategi efektif dalam upaya menurunkan angka kejadian infeksi
aliran darah (IAD). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mustarim (2017), dari keseluruhan
analisis data diperoleh bahwa tidak ada perbedaan antara kepatuhan cuci tangan sebelum dan setelah
edukasi. Kepatuhan cuci tangan, baik sebelum maupun setelah edukasi, tertinggi adalah perawat, diikuti
oleh dokter. Sebaliknya, kepatuhan cuci tangan terendah adalah petugas laboratorium. Perbedaan
kepatuhan antara masing-masing pekerjaan kemungkinan juga disebabkan oleh paparan perawat terhadap
pasien yang terus menerus sehingga kesempatan mencuci tangan lebih tinggi daripada profesi lainnya.19
Menurut WHO (2004) kebersihan tangan yang tepat dapat meminimalkan mikro-organisme yang
diperoleh dari tangan selama tugas sehari-hari dan ketika ada kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi,
ekskresi dan peralatan yang terkontaminasi dikenal dan tidak dikenal. Ada enam langkah dalam
kebersihan tangan sebagai berikut :
1) Gosokkan kedua telapak tangan,
2) Gosok punggung tangan kiri dengan telapak tangan kanan, lakukan sebaliknya,
3) Gosokkan kedua telapak tangan dengan jari-jari tangan saling menyilang,
4) Gosok ruas jari tangan kiri dengan ibu jari tangan kanan, lakukan sebaliknya,
5) Gosok ibu jari tangan kiri dengan telapak tangan kanan secara memutar, lakukan sebaliknya,
6) Gosokkan semua ujung jari tangan kanan di atas telapak tangan kiri, lakukan sebaliknya.
Ada lima momen untuk kebersihan tangan yaitu :
1) Sebelum menyentuh pasien,
2) Sebelum prosedur bersih/aseptik,
3) Setelah prosedur atau terpapar cairan tubuh,
4) Setelah menyentuh pasien,
5) Setelah menyentuh lingkungan sekitar pasien.
Sedangkan menurut Depkes RI (2008) penggunaan handrub antiseptik untuk tangan yang bersih
lebih efektif membunuh flora residen dan flora transien. Antiseptik ini cepat dan mudah digunakan serta
menghasilkan penurunan jumlah flora tangan awal yang lebih. Teknik untuk rnenggosok tangan dengan
antiseptik :
1) Tuangkan secukupnya handrub berbasis alkohol untuk dapat mencakup seluruh permukaan tangan dan
jari (kira-kira satu sendok teh),
2) Gosokkan larutan dengan teliti dan benar pada Universitas Sumatera Utara kedua belah tangan,
khususnya diantara jari-jemari dan di bawah kuku hingga kering.

3. Prosedur perawatan rutin untuk mencegah infeksi neonatus20


a. Kebersihan Tangan
- Hindari menyentuh permukaan disekitar pasien agar tangan terhindar kontaminasi patogen
dari dan kepermukaan
- Bila tangan tampak kotor, mengandung bahanberprotein, cairan tubuh, cuci tangan dengan
sabun biasa/antimikroba dengan air mengalir
- Bila tangan tidak tampak kotor, dekontaminasi dengan alcohol handrub
- Sebelum kontak langsung dengan pasien
b. Alat Pelindung Diri (APD) : Sarung tangan, Masker, Kacamata pelindung, pelindung
wajah, gaun
- Pakai bila mungkin terkontaminasi darah, cairantubuh, sekresi, ekskresi dan bahan
terkontaminasi,mukus membran dan kulit yang tidak utuh, kulit utuhyang potensial
terkontaminasi.
- Pakai sesuai ukuran tangan dan jenis tindakan
- Pakai sarung tangan sekali pakai saat merawat pasien langsung
- Pakai sarung tangan sekali pakai atau pakai ulanguntuk membersihkan lingkungan
- Lepaskan sarung tangan segera setelah selesai,sebelum menyentuh benda dan permukaan yang
tidak terkontaminasi ,atau sebelum beralih ke pasien lain
- Pakai bila mungkin terkontaminasi darah, cairantubuh, sekresi, ekskresi dan bahan
terkontaminasi,mukus membran dan kulit yang tidak utuh, kulitutuh yang potensial
terkontaminasi
- Pakai sesuai ukuran tangan dan jenis tindakan
- Pakai sarung tangan sekali pakai saat merawat pasien langsung
- Pakai sarung tangan sekali pakai atau pakai ulanguntuk membersihkan lingkungan
- Lepaskan sarung tangan segera setelah selesai,sebelum menyentuh benda dan permukaan
yangtidak terkontaminasi, sebelum beralih ke pasien lain
- Jangan memakai sarung tangan 1 pasang untuk pasien yang berbeda
- Gantilah sarung tangan bila tangan berpindahdari area tubuh terkontaminasi ke area bersih
- Cuci tangan segera setelah melepas sarung tangan
- Pakailah untuk melindungi konjungtiva, mukus membran mata, hidung, mulut selama
melaksanakan prosedur dan aktifitas perawatan pasien yang berisiko terjadi
cipratan/semprotan dari darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi .
- Pilih sesuai tindakan yang akan dikerjakan
- Masker bedah dapat dipakai secara umum untuk petugas RS untuk mencegah transmisi
melalui partikel besar dari droplet saat kontak erat (<1 m) dari pasien saat batuk/bersin.
- Pakailah selama tindakan yang menimbulkan aerosol walaupun pada pasien tidak diduga
infeksi
- Kenakan gaun ( bersih, tidak steril ) untuk melindungi kulit, mencegah baju menjadi kotor,
kulit terkontaminasi selama prosedur/merawat pasien yang memungkinkan terjadinya
percikan/semprotan cairan tubuh pasien yang memungkinkan terjadinya percikan/semprotan
cairan tubuh pasien .
- Pilihlah yang sesuai antara bahan gaun dan tindakan yang akan dikerjakan dan
perkiraan jumlah cairan yang mungkin akan dihadapi. Bilagaun tembus cairan, perlu dilapisi
apron tahan cairan mengantisipasi semprotan/cipratan cairan infeksius
- Lepaskan gaun segera dan cucilah tangan untuk mencegah transmisi mikroba ke pasien
lain ataupun ke lingkungan .
- Kenakan saat merawat pasien infeksi yang secara epidemiologik penting, lepaskan saat akan
keluar ruang pasien .
- Jangan memakai gaun pakai ulang walaupun untukpasien yang sama
- Bukan indikasi pemakaian rutin masuk ke ruangrisiko tinggi seperti ICU, NICU .

c. Peralatan perawatan pasien


- Buat aturan dan prosedur untuk menampung,transportasi, peralatan yang mungkin
terkontaminasi darah atau cairan tubuh
- Lepaskan bahan organik dari peralatan kritikal, semikritikal dengan bahan pembersih sesuai
dengansebelum di DTT atau sterilisasi
- Tangani peralatan pasien yang terkena darah, cairantubuh, sekresi, ekskresi dengan benar
sehingga kulit dan mukus membran terlindungi, cegah bajuterkontaminasi, cegah transfer
mikroba ke pasienlain dan lingkungan. Pastikan peralatan yang telahdipakai untuk pasien
infeksius telah dibersihkan dantidak dipakai untuk pasien lain. Pastikan peralatansekali pakai
dibuang dan dihancurkan melalui carayang benar dan peralatan pakai ulang diprosesdengan
benar
- Peralatan nonkritikal terkontaminasi didisinfeksisetelah dipakai. Peralatan semikritikal
didisinfeksinatau disterilisasi. Peralatan kritikal harus didisinfeksikemudian
- Peralatan makan pasien dibersihkan dengan air panas dan detergen Bila tidak tampak kotor, lap
permukaan peralatanyang besar (USG, X ray ) setelah keluar ruangan isolasi
- Bersihkan dan disinfeksi yang benar peralatan terapipernapasan terutama setelah dipakai pasien
infeksisaluran napas , dapat dipakai Na hipoklorit 0,05%
- Alat makan dicuci dalam alat pencuci otomatik ataumanual dengan detergen tiap setelah makan.
Benda disposable dibuang ketempat sampah.

4. Maximal Barrier Precautions


Diperkirakan bahwa total 250.000 kasus Infeksi-Aliran-Darah-Terkait-Kateterisasi / Catheter
Related-Bloodstream Infection (CRBSI) terjadi setiap tahun dengan tingkat kematian yang diperkirakan
sebesar 12% -25% untuk setiap infeksi. Berdasarkan Institute for Healthcare Improvement (IHI), institusi
kesehatan dapat secara virtual menghilangkan sumber infeksi utama salah satunya dengan tindakan
Maximal Barrier Precautions.

Gambar 2. Maximal Barrier Precaution

Menurut Institute for Healthcare Improvement (IHI), tindakan Maximal Barrier Precautions atau
pencegahan penghalang maksimal berarti kepatuhan yang ketat terhadap kebersihan tangan dan
mengenakan topi, masker, gaun steril, dan sarung tangan steril. Tutup topi harus menutupi semua rambut
dan masker harus menutup hidung dan mulut dengan erat. Tindakan pencegahan ini sama dengan
prosedur bedah lain yang membawa risiko infeksi. Untuk pasien, menerapkan tindakan Maximal Barrier
Precautions berarti menutup pasien dari kepala hingga ujung kaki dengan tirai steril, dengan hanya
lubang kecil untuk tempat penyisipan.21,22

Setidaknya dua penelitian tentang pemasangan central line insertions telah mendokumentasikan
Mermel
risiko tidak menerapkan tindakan Maximal Barrier Precautions. Pertama, studi et al. menunjukkan
bahwa odds ratio 2,2 kali lebih besar untuk terjadinya infeksi tanpa tindakan Maximal Barrier
Precautions. Kemudian pada penelitia Raad et al. menunjukkan kemungkinan 6,3 kali lebih besar untuk
infeksi tanpa Maximal Barrier Precautions.23
5. Metode Kangguru terhadap Pencegahan Infeksi Neonatus

Bayi atau neonatus yang lahir sebelum waktunya atau prematur dan bayi dengan berat lahir
rendah memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap terjadinya mortalitas dan mobiditas neonatus.,
terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan serta terjadinya pernyakit kronis. Teknologi kesehatan
seperti inkubator dapat meningkatkan kesembuhan bayi dengan risiko tinggi. Namun, peralatan sarat
teknologi tersebut tidak selalu tersedia secara luas pada negara dengan pendapatan rendah dan menengah
dimana 99% kematian neonatus terjadi.24 Metode alterntif yang efektif dan tidak memerlukan banyak
biaya dibutuhkan untuk perawatan neonatal, salah satu diantaranya ialah perawatan metode kangguru.

Perawatan metode kangguru dibandingkan dengan perawatan konvensional dilakukan pada bayi
dengan berat lahir rendah dimana perawatan dengan metode kangguru menurunkan mortalitas sebanyak
36%, selain itu perawatan metode kangguru menurunkan risiko neonatal sepsis, hipotermi, hipoglikemi
dan admisi kembali ke rumah sakit serta peningkatan ASI eksklusif. WHO mendefinisikan metode
kangguru kedalam empat komponen, yaitu, skin to skin antara ibu dan bayi secara dini dan berkelanjutan,
pemberian ASI eksklusif, pemulangan bayi dari sarana kesehatan lebih dini dan pemantauan ketat saat
dirumah.25

6. Pemberian ASI terhadap Pencegahan Infeksi Neonatus

Air Susu Ibu (ASI) melindungi bayi dari infeksi saat system imun bayi belum matang. Agen
protektif pada ASI termasuk antibodi dan protein seperti lactoferine dan lysozyme yang memiliki sifat
antibakteri. ASI mengandung ratusan hingga ribuan molekul bioaktif berbeda yang mampu melindungi
dan melawan infeksi dan inflamasi dan memiliki kontribusi terhadap kematangan system imun,
perkembangan organ dan kolonisasi flora normal. Kolostrum pada ASI memiliki kadar laktosa yang
rendah dan kaya akan komponen imunologis seperti IgA sekretori, lactoferin dan leukosit. Selain itu,
imun dari ibu ikut mengalir pada ASI yang diberikan pada bayi.26

7. Penggunaan Antibiotik yang Rasional dalam Penanggulangan Infeksi Neonatus

WHO mengestimasikan 35% dari empat juta kematain neonatus disebabkan oleh infeksi yang dapat
dicegah. Sepsis dan asfiksia merupakan penyebab utama terjadinya kematian dan Peningkatan
penggunaan antibiotic pada peripartum terjadi di seluruh dunia baik di negara maju dan negara
berkembang. 60 hingga 80% neonatus yang di rawat diruang neonatologi menerima satu atau lebih
antibiotic selama minggu-minggu pertama kehidupan, dimana golongan penisilin, aminoglikosida dan
cephalosporin ialah antibiotik yang paling banyak digunakan.
Pemberian terapi antibiotik inisial untuk neonatus harus digunakan dalam waktu sesingkat mungkin.
Sebelum meresepkan antibiotic untuk neonatus, perlu diingat hal-hal seperti, prinsip dasar penggunaan
antibiotic ialah antibiotic yang bersifat bakterisidal daripada bakteriostatika, keuntungan dan efek
samping harus dipertimbangkan, bayi baru lahir memiliki volume cairan ekstraseluler yang lebih besar
dikarenakan belum matangnya fungsi ginjal dan hepar.27
DAFTAR PUSTAKA

1. Dorland, W.A. kamus saku kedokteran dorland, ed.28. Jakarta : EGC; 2009
2. Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. Infeksi pada bayi baru lahir. Di dalam Wahab S, editor.
Ilmu Kesehatan Anak Nelsson.Jakart a. EGC;1996)
3. Standar Pelayanan Medik 2013 ; “Kesehatan Anak” Dept. Ilmu kesehatan Anak FK-UNHAS.)
4. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku ajar neonatologi. Edisi
2. Jakarta: IDAI. 2008.
5. Peraturan Menteri Kesehatan no.27 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan
6. Warren DK, Kollef MH. Prevention of hospital infection. Microbes Infect. 2005 Feb;7(2):268-74.
7. Yokoe DS, Andersen DJ, Berenholtz SM, et al. Introduction to “A Compendium of Strategies to
Prevent Healthcare-Associ-ated Infections in Acute Care Hospitals: 2014 Updates.” Infect
Control Hosp Epidemiol 2014;35(5):455–459.
8. Magill SS, HellingerW, Cohen J, et al. Prevalence of healthcare-associated infections in acute
care hospitals in Jacksonville, Florida. Infect Control Hosp Epidemiol 2012;33(3):283–291. 7.
9. Thomas BW, Maxwell RA, Dart BW, et al. Errors in admin-istrative-reported ventilator-
associated pneumonia rates: are never events really so? Am Surg 2011;77(8):998–1002.
10. Javouhey E, Barats A, Richard N, Stamm D, Floret D. Non-invasive ventilation as primary
ventilatory support for infants with severe bronchiolitis. Intensive Care Med 2008;34(9):1608–
1614.
11. Yanez LJ, Yunge M, Emilfork M, et al. A prospective, random-ized, controlled trial of
noninvasive ventilation in pediatric acute respiratory failure. Pediatr Crit Care Med
2008;9(5):484– 489.
12. Foronda FK, Troster EJ, Farias JA, et al. The impact of daily evaluation and spontaneous
breathing test on the duration of pediatric mechanical ventilation: a randomized controlled trial.
Crit Care Med 2011;39(11):2526–2533.
13. American Dental Association. Your child’s growing smile. J Am Dent Assoc 2012;143(1):88.
14. Bigham MT, Amato R, Bondurrant P, et al. Ventilator-associ-ated pneumonia in the pediatric
intensive care unit: charac-terizing the problem and implementing a sustainable solution. J
Pediatr 2009;154(4):582e2–587e2.
15. Curley MA, Schwalenstocker E, Deshpande JK, et al. Tailoring the Institute for Health Care
Improvement 100,000 Lives Cam-paign to pediatric settings: the example of ventilator-associated
pneumonia. Pediatr Clin North Am 2006;53(6):1231–1251.
16. Samransamruajkit R, Jirapaiboonsuk S, Siritantiwat S, et al. Effect of frequency of ventilator
circuit changes (3 vs 7 days) on the rate of ventilator-associated pneumonia in PICU. J Crit Care
2010;25(1):56–61. 154.
17. Hsieh TC, Hsia SH, Wu CT, Lin TY, Chang CC, Wong KS. Frequency of ventilator-associated
pneumonia with 3-day ver-sus 7-day ventilator circuit changes. Pediatr Neonatol 2010; 51(1):37–
43.
18. Morrow BM, Mowzer R, Pitcher R, Argent AC. Investigation into the effect of closed-system
suctioning on the frequency of pediatric ventilator-associated pneumonia in a developing country.
Pediatr Crit Care Med 2012;13(1):e25–e32.

19. Mustarim, Rohsiswatmo R. Hubungan Kepatuhan Cuci Tangan Terhadap Kejadian Infeksi Aliran
Darah di Unit Neonatal Sebelum dan Setelah Edukasi. Sari Pediatri. 2017;18(6):443-7
20. Akib Mohammad,Samudra E, Ariyani A, dkk. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan Lainnya. 2007. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

21 O'grady, N.P., Alexander, M., Burns L.A., Dellinger, P., Garland, J., Heard, S.O., Lipsett P.A.,
Masur, H., Mermel, L.A., Pearson, M.L., Raad, I.I., Randolph, A, Rupp, M.E., Saint, S..
Guidelines for the Prevention of Intravascular Catheter-Related Infections, 2011. The Centers for
Disease Control. http://www.cdc.gov/hicpac/pdf/guidelines/bsi-guidelines-2011.pdf. Accessed
May 16, 2011.
22. Getting Started Kit: Preventing Central Line Infections. Institute for Healthcare Improvement,
2004: 1-45.
23. Raad, II, Hohn DC, Gilbreath BJ, et al. Prevention of central venous catheter-related infections by
using maximal sterile barrier precautions during insertion. Infect Control Hosp Epidemiol. Apr
1994;15(4 Pt 1):231-238.
24. Lawn JE, Cousens S, Zupan J; Lancet Neonatal Survival Steering Team. 4 million neonatal
deaths: when? Where? Why? Lancet. 2005;365(9462):891–900
25. Boundy EO, Dastjerdi R, Spiegelman D, et al. Kangaroo Mothe Care and Neonatal Outcomes: A
Meta-analysis. Pediatrics. 2016; 137(1):e20152238
26. Ballard O, Morrow AL. Human Milk Composition: Nutrients and Bioactive Factors. Pediatr
Clin.2013; 60(1): 49-74
27. Haque KN, Waheed KA, Waqar T. Rational Use of Antibiotics for Neonates in Pakistan. Pak
Pediatr. 2013; 37(1); 5-15

Anda mungkin juga menyukai