NPM: 1102018021
Kel: A-10
LO 2 MM MALPRAKTEK
2.1 DEFINISI MALPRAKTEK
Secara harfiah “mal” yang artinya “salah”, sedangkan “praktik” mempunyai arti “pelaksanaan” atau
“tindakan”, sehingga malpraktik berarti pelaksanaan atau tindakan yang salah. Arti malpraktik secara
medis adalah kelalaian seorang dokter menggunakan tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan
berdasarkan ukuran yang lazim orang lain dalam mengobati pasien dengan ukuran standar di
lingkungan yang sama.
Sedangkan menurut Yunanto, A dan Helmi (2009) mengungkapkan bahwa istilah
malpraktek berasal dari kata malpractice yang pada hakikatnya adalah kesalahan dalam
menjalankan profesi yang timbul sebagai akibat adanya kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan
dokter.
B. Peraturan Hukum
1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Pasal-pasal didalam KUHP yang terkait dengan malpraktik medik, yaitu:
a. Pasal 263 dan 267 KUHP (Membuat Surat Keterangan Palsu)
b. Pasal 290 KUHP (Melakukan Pelanggaran Kesopanan)
c. Pasal 299 KUHP (Mengobati seorang wanita dengan memberitahukan atau menimbulkan
harapan bahwa kandungannya dapat digugurkan)
d. Pasal 322 KUHP (Membuka Rahasia)
e. Pasal 304 KUHP (Pembiaran / Penelantaran)
f. Pasal 306 KUHP (Apabila tindakan penelantaran tersebut mengakibatkan kematian)
g. Pasal 322 KUHP (Membocorkan rahasia profesi)
h. Pasal 333 KUHP (Dengan sengaja dan tanpa hak telah merampas kemerdekaan seseorang)
i. Pasal 344 KUHP (Euthanasia)
j. Pasal 347 KUHP (Sengaja melakukan abortus tanpa persetujuan wanita yang
bersangkutan)
k. Pasal 348 KUHP (Sengaja melakukan abortus dengan persetujuan)
l. Pasal 349 KUHP (Membantu atau melakukan tindakan abortus provocatus criminalis)
m. Pasal 359 KUHP (Kelalaian yang menyebabkan kematian)
n. Pasal 360 KUHP (Kelalaian yang menyebabkan luka / cacat)
o. Pasal 386 KUHP (Memberi atau menjual obat palsu)
p. Pasal 531 KUHP (Tidak memberi pertolongan pada orang yang berada dalam keadaan
bahaya)
1. Cara langsung
Pembuktian suatu tindakan tenaga medis dianggap lalai apabila telah memenuhi tolak ukur 4D , yaitu:
a) Duty of Care (kewajiban): kewajiban profesi, dan kewajiban akibat kontrak dengan pasien. Dalam
hubungan perjanjian tenaga kesehatan dengan pasien, tenaga kesehatan harusbertindak berdasarkan :
Berarti pelanggaran kewajiban tersebut, sehinga mengakibatkan timbulnya kerugian kepada pasien
artinya tidak memenuhinya standard profesi medik. Penentuan bahwa adanya penyimpangan dari
standard profesi medik adalah sesuatu yang harus didasarkan atas fakta-fakta secara kasuistis yang
harus dipertimbangkan oleh para ahli dan saksi ahli.
c) Damage (kerugian)
Berarti kerugian yang diderita pasien itu harus berwujud dalam bentuk fisik, financial, emosional atau
berbagai kategori kerugian lainnya.
2. Cara tidak langsung
Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi pasien, yakni dengan mengajukan
fakta-fakta yang diderita olehnya sebagai hasil layanan perawatan (doktrin res ipsa loquitur).
LO 3 MM RESIKO MEDIS
3.1 DEFINISI
Resiko medis terdiri dari kata “resiko” dan “medis”. Resiko (risk) mengandung pengertian
kemungkinan terjadinya sesuatu yang tidak baik dikemudian hari; situasi yang dapat membahayakan
atau mempunyai hasil yang tidak baik.
Sedangkan kata Medis yang dimaksudkan adalah tindakan medis yang dilakukan dokter,
yaitu: “suatu tindakan yang dilakukan terhadap pasien berupa diagnostik atau terapeutik”. Apabila
digabungkan, resiko medis dapat dimaknai sebagai suatu keadaan yang tidak dikehendaki baik oleh
pasien maupun oleh dokter atau dokter gigi sendiri, setelah dokter atau dokter gigi berusaha
semaksimal mungkin dan juga standar profesi, standar pelayanan medis dan standar profesional
prosedur telah terpenuhi, namun kecelakaan itu tetap terjadi.
LO 4 MM INFORMED CONSENT
4.1 DEFINISI INFROMED CONSENT
Informed Consent dapat di definisikan sebagai pernyataan pasien atau yang sah mewakilinya
yang isinya berupa persetujuan atas rencana tindakan kedokteran yang diajukan oleh dokter setelah
menerima informasi yang cukup untuk dapat membuat persetujuan atau penolakan. Persetujuan
tindakan yang akan dilakukan oleh Dokter harus dilakukan tanpa adanya unsur pemaksaan.
Informed Consent menurut Permenkes No.585 / Menkes / Per / IX / 1989, Persetujuan
Tindakan Medik adalah Persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar
penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat
Anatomis serta Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh Manusia (PP 18/1981). Pasal 15 PP 18/1981:
“(1) Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat atau jaringan tubuh manusia diberikan oleh calon
donor hidup, calon donor yang bersangkutan terlebih dahulu diberitahu oleh dokter yang merawatnya,
termasuk dokter konsultan mengenai sifat operasi, kibat-akibatnya, dan kemungkinan yang dapat
terjadi; (2) Dokter sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus yakin benar, bahwa calon donor yang
bersangkutan telah menyadari sepenuhnya arti dari pemberitahuan tersebut.”
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290/ MENKES/ PER/ II/ 2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran (Permenkes 290/ 2008). Pasal 2 Permenkes 290/2018:
“(1) Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan;
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan secara tertulis maupun lisan;
(3) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan
yang diperlukan tentang perlunya tindakan kedokteran dilakukan.
4. UU Tenaga Kesehatan
Pasal 68 ayat (1) UU Tenaga Kesehatan:
“Setiap tindakan pelayanan kesehatan perseorangan yang dilakukan oleh Tenaga Kesehatan harus
mendapat persetujuan.”
Informed consent dapat dibagi menjadi 2 (dua) bentuk, yakni Informed consent yang dinyatakan
secara tegas atau dapat dinyatakan dengan lisan.
Bentuk-bentuk malpraktek:
a. Tidak punya keahlian (jahil)
Melakukan praktek pelayanan kesehatan tanpa memiliki keahlian, baik tidak memiliki
keahlian sama sekali dalam bidang kedokteran, atau memiliki sebagian keahlian tapi bertindak diluar
keahliannya. Orang yang tidak memiliki keahlian di bidang kedokteran kemudian nekat membuka
praktek, telah disinggung oleh Nabi SAW dalam sabda beliau:
ْ ِطبْ قَب َلْ َذ ِل َْك فَ ُه َوْ َضاZُمن تَ َط َّب َبْ َولَ ْم يُعلَ ْم ِمن ُْْه
َِمن ْ
“Barang siapa yang mengobati orang sakit dan sebelumnya tidak diketahui memiliki keahlian,
maka ia bertanggung jawab” (HR. Abu Dawud no.4575, an-Nasai’ no.4845 dan Ibnu Majah no. 3466.
Hadits hasan. Lihat Silsilah al-Ahadits ash- Shahihah no. 635)
b. Menyalahi prinsip-prinsip ilmiah (mukhalafatul ushul al-‘ilmiyyah)
Yang dimaksud dengan prinsip ilmiah adalah dasar-dasar dan kaidah-kaidah yang telah baku
dan biasa dipakai oleh para dokter, baik secara teori maupun praktek, dan harus dikuasai oleh dokter
saat menjalani profesi kedokteran.
c. Ketidaksengajaan (khatha’)
Adalah suatu tindakan / kejadian tanpa ada maksud pelaku dalam melakukannya. Misalnya,
tangan dokter bedah terpeleset sehingga ada anggota tubuh pasien yang terluka. Bentuk malpraktek
ini tidak membuat pelakunya berdosa, tapi ia harus bertanggung jawab terhadap akibat yang
ditimbulkan sesuai dengan yang telah digariskan Islam dalam bab jinayat, karena ini termasuk jinayat
khatha’ (kejahatan tidak sengaja)
d. Sengaja menimbulkan bahaya (i’tidd’)
Maksudnya adalah membahayakan pasien dengan sengaja. Ini adalah bentuk malpraktek yang
paling buruk. Biasanya pembuktiannya dilakukan dengan pengakuan pelaku, meskipun juga faktor
kesengajaan ini dapat diketahui melalui indikasi-indikasi kuat yang menyertai terjadinya malpraktek
yang sangat jelas.
Pembuktian Malpraktek
Dalam dugaan malpraktek, seorang hakim bisa memakai bukti-bukti yang diakui oleh syariat sebagai
berikut:
a. Pengakuan pelaku malpraktek (iqrar).
Iqrar adalah bukti yang paling kuat, karena merupakan persaksian atas diri sendiri, dan ia lebih
mengetahuinya. Apalagi dalam hal yang membahayakan diri sendiri, biasanya pengakuan ini
menunjukkan kejujuran.
b. Kesaksian ( syahadah ).
Untuk pertanggungjawaban berupa qishash dan ta'zir, dibutuhkan kesaksian dua pria yang adil. Jika
kesaksian akan mengakibatkan tanggung jawab materiil, seperti ganti rugi, dibolehkan kesaksian satu
pria ditambah dua wanita. Adapun kesaksian dalam hal-hal yang tidak bisa disaksikan selain oleh
wanita, seperti persalinan, dibolehkan persaksian empat wanita tanpa pria.
c. Catatan medis.
Yaitu catatan yang dibuat oleh dokter dan paramedis, karena catatan tersebut dibuat agar bisa
menjadi referensi saat dibutuhkan. Jika catatan ini valid, ia bisa menjadi bukti yang sah.