Anda di halaman 1dari 280

FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK SEDIAAN GEL EKSTRAK

DAUN BOTTO’-BOTTO’ (Chromolaena odorata L) SEBAGAI


OBAT JERAWAT DENGAN MENGGUNAKAN VARIASI
KONSENTRASI BASIS KARBOPOL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Farmasi
Jurusan Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Alauddin Makassar

Oleh:

MUHAMMAD ASHAR
NIM. 70100112034

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

SAMATA-GOWA

2016
FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK SEDIAAN GEL EKSTRAK
DAUN BOTTO’-BOTTO’ (Chromolaena odorata L) SEBAGAI
OBAT JERAWAT DENGAN MENGGUNAKAN VARIASI
KONSENTRASI BASIS KARBOPOL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Farmasi
Jurusan Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Alauddin Makassar

Oleh:

MUHAMMAD ASHAR
NIM. 70100112034

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

SAMATA-GOWA

2016

ii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Mahasiswa yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Muhammad Ashar

NIM : 70100111034

Tempat/Tgl. Lahir : Sinjai, 13 Oktober 1993

Jurusan : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan


Alamat : Jl. Dg. Tata 1 blok 4

Judul : Formulasi Dan Uji Stabilitas Fisik Sediaan Gel Ekstrak

Daun Botto’-Botto (Chromolaena Odorata L) Sebagai

Obat Jerawat Dengan Menggunakan Variasi Konsentrasi

Basis Karbopol

Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini

benar adalah hasil karya sendiri. Jika dikemudian hari terbukti bahwa ia merupakan

duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya, maka

skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.

Gowa, Juli 2016

Penulis,

MUHAMMAD ASHAR
NIM 70100112034

iii
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi yang berjudul “Formulasi Dan Uji Stabilitas Fisik Sediaan Gel Ekstrak Daun
Botto’-Botto (Chromolaena Odorata L) Sebagai Obat Jerawat Dengan Menggunakan
Variasi Konsentrasi Basis Karbopol” yang disusun oleh Muhammad Ashar, NIM :
70100112034, Mahasiswa Jurusan Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Alauddin Makassar, diuji dan dipertahankan dalam Ujian Sidang
Skripsi yang diselenggarakan pada hari selasa tanggal 25 Agustus 2016 M yang
bertepatan dengan tanggal 22 Dzulqaidah 1437 H, dinyatakan telah dapat diterima
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dalam Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan, Jurusan Farmasi.
Gowa, 25 Agustus 2016 M
22 Dzulqaidah 1437 H

DEWAN PENGUJI

Ketua : Dr.dr. H. Andi Armyn Nurdin, M.Sc. ( ................... )


Sekretaris : Haeria, S.Si., M.Si ( ................... )
Pembimbing I : Isriany Ismail, S.Si., M.Si., Apt. ( ................... )
Pembimbing II : Andi Armisman Edy Paturusi, S.Farm., M.Si., Apt. ( ................... )
Penguji Kompetensi : Hj. Gemy Nastity Handayany, S.Si., M.Si., Apt. ( ................... )
Penguji Agama : Dr. Nurhidayat Muh. Said, M.Ag ( ................... )

Diketahui oleh:
Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Alauddin Makassar,

Dr. dr. H. Andi Armyn Nurdin, M.Sc.


NIP. 19550203 198312 1 001

iv
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah atas nikmat akal dan pikiran yang diberikan serta

limpahan ilmu yang tiada hentinya sehingga penyusun dapat menyelesaikan

penelitian dan penulisan skripsi ini tepat pada waktunya. Shalawat dan salam juga

tak lupa pula kita haturkan kepada Nabi besar junjungan kita Nabi Muhammad saw,

keluarga, dan para sahabat serta orang-orang yang mengikutinya.

Skripsi dengan judul “Formulasi Dan Uji Stabilitas Fisik Sediaan Gel Ekstrak

Daun Botto’-Botto (Chromolaena Odorata L) Sebagai Obat Jerawat Dengan

Menggunakan Variasi Konsentrasi Basis Karbopol” ini disusun sebagai salah satu

syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Jurusan Farmasi, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Penulis

menyadari bahwa tugas akhir ini bukanlah tujuan akhir dari belajar karena belajar

adalah sesuatu yang tidak terbatas.

Dengan selesainya skripsi ini tentunya tak lepas dari dorongan dan uluran
tangan berbagai pihak. Penulis menyadari banyaknya kendala yang dihadapi dalam

penyusunan skripsi ini. Namun berkat doa, motivasi dan kontribusi dari berbagai

pihak, maka kendala tersebut mampu teratasi dan terkendali dengan baik.

Untuk itu penulis menghaturkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

bapak / ibu :

1. Orang tua tercinta, Ayahanda Muhammad Tahir dan Ibunda Baraiyyah , dengan

penuh kasih sayang dan pengorbanan serta dukungan penuhnya baik berupa

v
materi, nasehat, dan doa yang tulus, saudari-saudariku serta keluarga yang

senantiasa memberikan restu dan doa’nya.

2. Prof. Dr. Musafir Pababbari, M.Si., selaku rektor Universitas Islam Negeri (UIN)

Alauddin Makassar.

3. Dr. dr. H. Andi Armyn Nurdin, M.Sc., Dr. Nur Hidayah, S.Kep., Ns., M.Kes., Dr.

Andi Susilawaty, S.Si., M.Kes., dan Dr. Mukhtar Lutfi, M.Pd. sebagai Pimpinan

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Alauddin Makassar.


4. Haeria, S.Si., M.Si. selaku Ketua Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar dan Mukhriani, S.Si.,

M.Si.,Apt selaku Sekretaris Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

5. Isriany Ismail, S.Si., M.Si., Apt. selaku pembimbing pertama yang telah banyak

memberikan bantuan dan pengarahan serta meluangkan waktu dan pikirannya

dalam membimbing penulis

6. Andi Armisman Edy Paturusi, S.Farm., M.Si., Apt. selaku pembimbing kedua

yang telah banyak memberikan bantuan dan pengarahan serta meluangkan waktu

dan pikirannya dalam membimbing penulis.


7. Bapak, Ibu Dosen, serta seluruh Staf Jurusan Farmasi atas curahan ilmu

pengetahuan dan segala bantuan yang diberikan pada penulis sejak menempuh

pendidikan farmasi hingga saat ini.

8. Kakanda Rakhmat Wahyudi S, S.Farm., Apt., Sukri S.Farm dan Anshari Masri,

S.Farm., Apt selaku Laboran Laboratorium Farmasi UIN Alauddin Makassar yang

juga turut meluangkan waktu dan pikirannya dalam membimbing penulis.

vi
9. Teman-teman seperjuangan ISOHID12IS (angkatan 2012) Hikmawati, Qoriatul

Aini, Wahyuni, Nurul Hiayah Abullah, Andi Rasdiyanah dan yang lainnya yang

tidak bisa saya sebutkan satu persatu terima kasih untuk kekeluargaan kalian

selama ini.

10. Kakanda Halogen, Anastesi, Injeksi, Emulsi, Hidrogenasi, Corrigensia,

Effervescent dan adinda Farbion, Galenica dan Pulvis yang tidak bisa saya

sebutkan satu persatu.


Besar harapan saya kiranya skripsi ini dapat bernilai ibadah di sisi Allah

swt. dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Amin.

Samata, Mei 2016

Muhammad Ashar
NIM. 70100112034

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .................................................................................................. i

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ...................................................................... iii

PENGESAHAN SKRIPSI ........................................................................................... iv

KATA PENGANTAR .................................................................................................. v

DAFTAR ISI .............................................................................................................. viii


DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. xii

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xiii

DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xiv

ABSTRAK .................................................................................................................. xv

ABSTRACT ............................................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

A. Latar Belakang ........................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 4

C. Definisi Operasional dan Ruang Lingkup Penelitian ................................. 4

1. Defenisi Operasional ........................................................................... 4


2. Ruang lingkup penelitian .................................................................... 5

D. Kajian Pustaka ............................................................................................ 5

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................. 6

1. Tujuan Penelitian ................................................................................ 6

2. Manfaat Penelitian .............................................................................. 6

BAB II TINJAUAN TEORITIS ................................................................................... 7

A. Uraian Tumbuhan ....................................................................................... 7

viii
1. Klasifikasi ........................................................................................... 7

2. Nama daerah........................................................................................ 7

3. Morfologi ............................................................................................ 7

4. Kandungan kimia ................................................................................ 8

5. Efek Farmakologi ................................................................................ 9

B. Ekstraksi ................................................................................................... 10

1. Pengertian .......................................................................................... 10
2. Mekanisme kerja ekstraksi ................................................................ 10

3. Tujuan ekstraksi ................................................................................. 11

4. Maserasi ............................................................................................. 11

C. Kulit .......................................................................................................... 12

1. Anatomi kulit ..................................................................................... 12

2. Fisiologi kulit ..................................................................................... 13

3. Absobsi obat melalui kulit ................................................................. 15

D. Jerawat....................................................................................................... 15

E. Sediaan Gel .............................................................................................. 18

1. Pengertian .......................................................................................... 18
2. Basis gel ............................................................................................. 18

3. Uraian bahan gel ................................................................................ 19

F. Stabilitas Sediaan ..................................................................................... 20

1. Uji organoleptik ................................................................................. 21

2. Viskositas........................................................................................... 21

3. Pengukuran pH .................................................................................. 22

4. Uji daya sebar .................................................................................... 22

ix
G. Tinjauan Agama ....................................................................................... 22

BAB III METODE PENELITIAN.............................................................................. 26

A. Jenis dan Lokasi Penelitian ...................................................................... 26

1. Jenis penelitian .................................................................................. 26

2. Lokasi penelitian................................................................................ 26

B. Pendekatan Penelitian .............................................................................. 26

C. Populasi Dan Sampel ............................................................................... 26


1. Populasi Penelitian ........................................................................... 26

2. Sampel Penelitian .............................................................................. 26

D. Metode Pengumpulan Data ...................................................................... 27

E. Instrumen Penelitian ................................................................................. 27

1. Alat .................................................................................................... 27

2. Bahan................................................................................................. 27

F. Prosedur Kerja .......................................................................................... 27

1. Pengambilan sampel.......................................................................... 27

2. Pengolahan sampel ............................................................................ 28

3. Ekstraksi sampel................................................................................ 28
4. pembuatan sediaan gel ...................................................................... 28

5. Pengujian stabilitas gel ...................................................................... 29

G. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data ............................................. 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. .. 31

A. Hasil Penelitian ........................................................................................ 31

1. Evaluasi sediaan gel .......................................................................... 31

B. Pembahasan .............................................................................................. 33

x
BAB V PENUTUP ...................................................................................................... 38

A. Kesimpulan............................................................................................... 38

B. Saran ......................................................................................................... 38

KEPUSTAKAAN ....................................................................................................... 39

LAMPIRAN ................................................................................................................ 42

DAFTAR RIWAYAT ................................................................................................. 59

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Struktur kulit ........................................................................................................ 12

2. Tumbuhan Botto’-botto ......................................................................................... 52

3. Preparasi sampel .................................................................................................... 52

4. Ekstraksi sampel .................................................................................................... 53

5. Komposisi sediaan ................................................................................................. 53


6. Sediaan gel ............................................................................................................ 54

7. Homogenitas .......................................................................................................... 54

8. Viskometer broofield DV-E Viscometer ............................................................... 55

9. Uji pH .................................................................................................................... 55

10. Grafik uji daya sebar.............................................................................................. 56

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Skema Kerja ......................................................................................................... 42

2. Perhitungan .......................................................................................................... 45

3. Gambar ................................................................................................................ 52

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Rancangan formula gel ekstrak daun Botto’-botto’ (Chromolaena odorata L) ... 28

2. Hasil pengamatan organoleptis formula gel ......................................................... 31

3. Hasil pengamatan sineresis dan homogenitas sediaan gel ................................... 32

4. Hasil pengamatan pH sediaan gel ........................................................................ 32

5. Hasil pengukuran Viskositas ................................................................................. 32


6. Hasil pengukuran daya sebar ................................................................................. 33

7. Hasil Analisis Statistika Viskositas Rancangan Acak Kelompok ......................... 45

8. Hasil Analisis Varian Viskositas ......................................................................... 46

9. Hasil Uji BNJ Viskositas Sediaan Gel ................................................................. 47

10. Hasil Analisis Statistika pH ............................................................................... 48

11. Hasil Analisis Varian pH .................................................................................... 50

12. Hasil Uji BNJ pH Sediaan Gel ............................................................................ 51

xiv
ABSTRAK

Nama penulis : Muhammad Ashar

NIM : 70100112034

Judul skripsi : Formulasi Dan Uji Stabilitas Fisik Sediaan Gel Ekstrak Daun

Botto’-Botto (Chromolaena Odorata L) Sebagai Obat Jerawat

Dengan Menggunakan Variasi Konsentrasi Basis Karbopol

Telah dilakukan formulasi, uji stabilitas fisik sediaan gel ekstrak daun
botto’-botto (chromolaena odorata l) sebagai obat jerawat dengan menggunakan
variasi konsentrasi basis karbopol. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
stabilitas sediaan gel dan pengaruh konsentrasi terhadap stabilitas sediaan gel basis
karbopol dengan konsentrasi 0,5%, 1%, 1,5%, dan 2%. Uji stabilitas sediaan gel
ditentukan berdasarkan pengamatan organoleptik, homogenitas, viskositas, sineresis,
daya sebar dan pH pada kondisi sebelum dan setelah penyimpanan dipercepat pada
suhu 5ºC dan 35ºC. Pengaruh konsentrasi dan penggunaan pembentuk gel karbopol
terhadap stabilitas sediaan gel ditentukan berdasarkan signifikansi antara F hitung dan
F tabel pada uji pH dan viskositas . Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semua
sediaan dengan basis karbopol menunjukkan stabilitas yang baik pada setiap
konsentrasi terutama pada formula II dengan konsentrasi 1%. Pengaruh konsentrasi
dan penggunaan pembentuk gel karbopol terhadap stabilitas sediaan gel menunjukkan
perbedaan yang tidak signifikan pada uji pH dan sangat berbeda signifikan pada uji
viskositas.

Kata kunci: Gel, Daun Botto’-botto’ (Chromolaena odorata L), Karbopol, Uji
stabilitas

xv
ABSTRACT

Author Name : Muhammad Ashar

NIM : 70100112034

Thesis Title : Formulation, Physical Stability Test of gel preparation of

Chromolaena Odorata L. as an anti-acne using a variation of

type and concentration of Carbopol as gelling agent.

Formulation has been done, Physical Stability Test of Chromolaena Odorata


L. for an anti-acne using a variation of the type and concentration of Carbopol as
gelling agent. This study aims to determine the type and concentration of gelling
agent which has the best physical stability of preparation that used 0,5%, 1%, 1,5%,
and 2% concentration of carbopol Gel formulation stability test has been determined
by observation of the organoleptic, homogeneity, viscosity, syneresis, dispersive
power and pH conditions before and after accelerated storage at a temperature of 5 °
C and 35 ° C. The effect of concentration and used of the gelling agent carbopol in
gel formulation stability has been determined by the significance between the
calculated F and F tables on pH and viscosity. The results of this study indicate that
all preparations with a base of carbopol showed good stability at each concentration,
especially in the formula II with a concentration of 1%. Effect of concentration and
use of gelling agent carbopol on the stability of gel formulation showed no significant
differences in pH and differ significantly in viscosity test.

Key word: Gel, Chromolaena odorata L., Carbopol, Physical Stability Test

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk yang diberi akal dan dipersiapkan untuk

menerima bermacam-macam ilmu pengetahuan dan kepandaian; sehingga dapat

berkreasi (berdaya cipta) dan sanggup menguasai alam dan binatang. Lingkungan

alam mencakup segala materi hidup dan materi bukan hidup yang berada secara
alami di bumi dan salah satu unsur materi hidup di alam adalah tumbuhan.Tumbuhan

merupakan salah satu dari klasifikasi makhluk hidup. Tumbuhan memiliki klorofil

atau zat hijau daun yang berfungsi sebagai media penciptaan makanan dan untuk

proses fotosintesis. Dalam ilmu biologi, tumbuhan termasuk organisme yang disebut

Regnum Plantae yang merupakan organisme multi seluler atau terdiri atas banyak

sel. Hampir semua anggota tumbuhan bersifat autotrof dan mendapatkan energi

langsung dari cahaya matahari melalui proses fotosintesis.

Tumbuhan sangat bermanfaat bagi manusia diantaranya, tumbuhan dapat

membersihkan udara, tumbuhan dapat membuat lingkungan sejuk, tumbuhan juga

dapat dikonsumsi baik sebagai bahan makanan maupun sebagai bahan obat. Khasiat

yang terdapat dalam tumbuhan yang berfungsi sebagai pengobatan juga sangat

beragam tergantung dari senyawa yang terkandung dalam tumbuhan tersebut. Dalam

firman Allah swt:(Q.S. Asy-Syu’ara: 7).

           

Terjemahnya:
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, betapa banyak Kami
tumbuhkan di bumi itu berbagai macam (tumbuh-tumbuhan) yang baik?”
Maksud dari ayat di atas adalah Tuhan menciptakan berbagai macam
tumbuhan di bumi dengan berbagai macam khasiat dan kegunaan. Oleh karena itu,

1
2

tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi ini meneliti dan menemukan

kegunaan-kegunaan dari tumbuhan yang ada tersebut.Tumbuhan yang baik dalam hal

ini adalah tumbuh-tumbuhan yang bermanfaat bagi makhluk hidup, termasuk

tumbuhan yang dapat digunakan sebagai pengobatan.

Tumbuhan daun Botto’-botto’ (Chromolaena odorata L.) adalah tumbuhan

yang biasa digunakan di masyarakat sebagai obat luka agar tidak terjadi infeksi.

Berbagai penelitian juga telah dilakukan, seperti yang dilaporkan Vital (2009)
ekstrak daun Botto’-botto’ (Chromolaena odorata L.) memiliki aktivitas untuk

menghambat bakteri Bacillus subtillis, Staphylococcus aureus dan Salmonella

typimurium. Tumbuhan Botto’-botto’ (Chromolaena odorata L.) memiliki aktivitas

antipasmodik, antiprotozoa, antitripanosoma, antihipertensi, antibakteri, astringen,

diuretic, antiinflamasi dan hepatotropik berdasarkan penjelasan oleh Ngozi (2009).

Informasi penggunaan daun Botto’-botto’ (Chromolaena odorata L.) sebagai

antibakteri menimbulkan dugaan bahwa Botto’-botto’ (Chromolaena odorata L.)

mengandung senyawa yang dapat membunuh bakteri pada jerawat. Hal ini diperkuat

dengan adanya laporan penelitian dari Srisuda (2016) bahwa ekstrak daun Botto’-

botto’ (Chromolaena odorata L.) memiliki aktivitas untuk menghambat bakteri

Bacillus cereus, Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus, Strepthococcus

pyogenes, Propionibacterium acnes, Eschericia coli dan Pseudomonas aeriginosa.

Pada kondisi normal dikulit terdapat Propionibacterium acne, Propionibacterium

granulosum, Staphylococcus epidermidis, dan Malassezia furfur, yang akan

berproliferasi secara cepat selama masa pubertas dan seringkali menyebabkan

timbulnya jerawat (Chomnawang dkk, 2005: 101).

Umumnya sediaan obat jerawat disiapkan dalam bentuk cair atau setengah
padat. Bentuk sediaan setengah padat seperti salep, krim dan gel jadi pilihan untuk
3

penyembuhan yang lebih baik karena memungkinkan waktu kontak obat yang lebih

panjang dan melindungi dari kontaminasi luar. Sediaan obat jerawat dalam bentuk

gel adalah sediaan yang efektif untuk terapi topical. Berdasarkan laporan Nur Ida

(2012) sediaan gel lebih disukai karena pada pemakaian meninggalkan lapisan

tembus pandang, elastis, pelepasan obatnya baik dan penampilan sediaan yang

menarik.

Formulasi sediaan gel ekstrak daun Botto’-botto’ (Chromolaena odorata L.)


sebagai obat jerawat telah diuji aktivitas sediaannya secara in vitro. Menurut

Nurzakiah (2015) dalam penelitiannya, formula gel ekstrak daun botto’-botto’

mempunyai aktivitas sebagai obat jerawat karena memiliki daya hambat yang kuat

pada bakteri Propionibacterium acnes dan Staphylococcus aureus. Formulasi sediaan

menggunakan basis karbopol dengan konsentrasi ekstrak daun Botto’-botto’

(Chromolaena odorata L.) 1%.

Sediaan farmasi yang telah dikembangkan harus melewati tahap pengujian

untuk melihat kestabilannya pada penggunaan ataupun penyimpanan jangka panjang,

termasuk menentukan umur simpan. Pengujian kestabilan tersebut dapat berupa

pengujian kestabilan secara fisika, kimia dan mikrobiologi. Oleh karena itu,

berdasarkan informasi yang diperoleh dari beberapa literatur di atas maka dilakukan

penelitian yang berjudul “Formulasi dan Uji Stabilitas Sediaan Gel Ekstrak Daun

Botto’-botto’ (Chromolaena odorata L.) Sebagai Obat Jerawat dengan Menggunakan

Variasi Konsentrasi Basis Karbopol”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dirumuskan permasalahan

sebagai berikut:
4

1. Apakah sediaan gel ekstrak daun Botto’-botto’ (Chromolaena odorata L.)

dengan pembentuk gel Karbopol dapat stabil selama penyimpanan?

2. Bagaimana pengaruh konsentrasi pembentuk gel Karbopol terhadap

sediaan gel ekstrak daun Botto’-botto’ (Chromolaena odorata L.)?

C. Definisi Operasional dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Definisi Operasional

Pada penelitian ini digunakan beberapa istilah, agar tidak terjadi kekeliruan
penafsiran pembaca terhadap variable-variabel dalam judul, dengan demikian

penjelasan mengenai istilah yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

a. Ekstrak merupakan suatu sediaan pekat yang diperoleh dengan

mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani dengan

menggunakan pelarut yang sesuai

b. Gel didefinisikan sebagai suatu sistem setengah padat yang terdiri dari

suatu disperse yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau

molekul organik yang besar dan saling diserapi cairan (Ansel, 1989: 390)

c. Jerawat adalah peradangan yang disertai dengan penyumbatan pada

saluran kelenjar minyak kulit dan rambut (saluran pilosebacea)

d. Stabilitas sediaan merupakan kemampuan suatu produk untuk

mempertahankan sifat dan karakteristiknya agar sama dengan yang

dimilikinya pada saat dibuat dalam batasan yang ditetapkan sepanjang

periode penyimpanan dan penggunaan.

2. Ruang Lingkup Penelitian

Disiplin ilmu yang terkait dengan penelitian ini adalah formulasi dan

pengaruh konsentrasi bahan pembentuk gel karbopol 940 terhadap stabilitas fisik
5

sediaan gel ekstrak daun Botto’-botto’ (Chromolaena odorata L.) sebagai obat

jerawat.

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka dibahas beberapa temuan hasil peneliti sebelumnya untuk

melihat kejelasan arah, originalitas, kemanfaatan dan posisi dari penelitian ini,

dibandingkan dengan beberapa temuan penelitian yang dilakukan sebelumnya.

Dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Pierangeli G. Vital dan


Windell L. Rivera “Antimicrobial activity and citotoxicity of Chromolaena odorata

(L.f.) King and Robinson and Uncaria perrottetii (A. Rich) Merr. Extracts” Institute

of Biology, College of Science, University of the Philippines, Diliman, Quezon City

1101, Philippines tahun 2009, bahwa ekstrak Botto’-botto’ (Chromolaena odorata

L.) memberikan efek sebagai antimikroba dan antifungi. Penelitian lainnya dilakukan

oleh Igboh M. Ngozi “Chemical Profile of Chromolaena odorata L. (King and

Robinson) Leaves” Departement of Biochemistry, Faculty of Science, Abia State

University, P.M.B., Uturu, Nigeria Tahun 2009, bahwa daun Botto’-botto’

(Chromolaena odorata L.) digunakan sebagai bahan alam dengan khasiat

antipasmodik, antiprotozoa, antibakteri, antifungi, antihipertensi, antiinflamasi dan

astringen.

Penelitian oleh Srisuda Hanphakpoom dan Sukhumapom Krajangsang

“Antimicrobial activity of Chromolaena odorata L. extract against bacterial human

skin infections” Faculty of Science and Technology, Suan Dusit University, Bangkok

1700, Thailand tahun 2016, bahwa daun Botto’-botto’ (Chromolaena odorata

L.)memiliki kandungan senyawa fenol dan flavanoid dan ekstrak daun Botto’-botto’

(Chromolaena odorata L.) mampu menghambat bakteri Bacillus cereus,


6

Staphylococcus epidermidis,Staphylococcus aureus, Strepthococcus pyogenes,

Propionibacterium acnes, Eschericia coli dan Pseudomonas aeriginosa.

Penelitian yang dilakukan oleh Nurzakiah Rasyid “Formulasi dan uji aktivitas

sediaan gel ekstrak daun Botto’-botto’ (Chromolaena odorata L.) sebagai obat

jerawat secara in vitro” Fakultas Ilmu Kesehatan, UIN Alauddin Makassar tahun

2015 bahwa formulasi gel ekstrak daun Botto’-botto’ (Chromolaena odorata L.)

mempunyai aktivitas sebagai obat jerawat pada bakteri Propionibacterium acnes dan
Staphylococcus aureus.

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka dapat ditetapkan

tujuan dari penelitian ini antara lain:

a. Mengetahui stabilitias sediaan gel ekstrak daun Botto’-botto’

(Chromolaena odorata L.) dengan menggunakan pembentuk gel

Karbopol.

b. Mengetahui pengaruh konsentrasi dan penggunaan pembentuk gel

Karbopol yang tepat terhadap stabilitas sediaan gel ekstrak daun Botto’-

botto’ (Chromolaena odorata L.) sebagai obat jerawat.

2. Manfaat Penelitian

a. Hasil penelitian ini memberikan data ilmiah mengenai stabilitas sediaan

gel ekstrak daun Botto’-botto’ (Chromolaena odorata L.) sebagai obat

jerawat dengan menggunakan pembentuk gel Karbopol.

b. Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan sebelum memproduksi secara

massal sediaan gel ekstrak daun Botto’-botto’ (Chromolaena odorata L.)


sebagai obat jerawat dengan menggunakan pembentuk gel Karbopol.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Uraian Tumbuhan

1. Klasifikasi (Waterhouse, B.M, 2002: 29)

Regnum : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae

Subkelas : Asteridae

Ordo : Asterales

Famili : Asteraceae

Genus : Chromolaena

Spesies : Chromolaena odorata L

2. Nama Daerah

Chromolaena odorata (L.) dikenal di Indonesia dan Negara lain dengan nama

yang berbeda. Di Makassar khususnya, spesies ini dikenal dengan beberapa nama,

seperti Botto’-botto’, Laruna dan Gondrong-gondrong. Beberapa daerah lain

misalnya, memiliki nama tersendiri, Kopasanda di Maros, Ki Rinyuh di Sunda,

Tekelan di Jawa, Siam Weed atau Jack in the Bush di Inggris. (Prawiradiputra, 2007:

46)

3. Morfologi

Botto’-botto’ termasuk keluarga Asteraceae atau Compositae. Daunnya oval,

bagian bawah lebar, makin ke ujung makin runcing. Panjang daun 6-10 cm dan lebar

3-6 cm. tepi daun bergerigi, menghadap ke pangkal. Letak daun berhadap-hadapan.

7
8

Karangan bunga terletak di ujung cabang. Setiap karangan terdiri atas 20-35 bunga.

Warna bunga putih.

Botto’-botto berbunga pada musim kemarau, perbungaannya serentak selama

3-4 minggu. Pada saat biji masak, tumbuhan mongering. Pada saat itu biji pecah dan

terbang terbawa angin. Kira-kira satu bulan setelah awal penghujan, potongan

batang, cabang dan pangkal batang bertunas kembali. Biji-biji yang jatuh ke tanah

mulai berkecambah sehinhgga dalam waktu dua bulan kecambah dan tunas-tunas
telah mendominasi area.

Tumbuhan ini sangat cepat tumbuh dan berkembang biak. Karena cepat

perkembangbiakan dan pertumbuhannya, gulma ini cepat membentuk komunitas

sehingga dapat menghalangi tumbuhnya tumbuhan lain. Botto’-botto’ dapat tumbuh

pada ketinggian 1000-2800 m dpl, tetapi di Indonesia banyak ditemukan di dataran

rendah (0-500 m dpl) seperti di kebun karet dan kelapa serta di padang

penggembalangan (Prawidiputra, 2007: 47)

4. Kandungan Kimia

Kandungan kimia yang terdapat dalam daun Botto’-botto’ (Chromolaena

odorata L.) menurut laporan Ngozi (2009) yaitu alkaloid, flavanoid, tanin dan

saponin. Berdasarkan literature yang berbeda, skrining fitokimia pada sampel daun

Botto’-botto’ (Chromolaena odorata L.) yang dilakukan oleh Harbone (1973) dan

Sofowora (1980). Mereka menyaring beberapa senyawa kimia kelompok pada

sampel, berupa alkaloid, glikosida sianogen, flavonoid (auron, kalcon, flavon, and

flavonol), fitat, saponin, dan tanin. Determinasi kuantitatif pada senyawa fitat,

saponin, dan tanin dipublikasi dengan metode relevan oleh Asosiasi Kimia Analisis

Resmi tahun 2006.


9

Flavonoid umumnya lebih mudah larut dalam air atau pelarut polar

dikarenakan memiliki ikatan dengan gugus gula. Flavonoid terutama berupa senyawa

yang larut dalam air dan senyawa aktifnya dapat diekstraksi dengan etanol 70%

(Harbone, 1987).

Senyawa flavonoid merupakan golongan senyawa polifenol yang bersifat

sebagai antimikroba. Golongan fenolik ini diduga menjadi salah satu komponen yang

bertanggung jawab menghambat pertumbuhan mikroba uji. Meskipun komponen


senyawa fenol sendiri masih tergolong luas, sehingga belum dapat dipastikan

senyawa spesifik apa yang memiliki aktivitas antimikroba. Cara kerja senywa fenol

dalam membunuh mikroorganisme yaitu dengan mendenaturasi protein sel, senyawa

flavonoid diduga memiliki mekanisme kerjanya mendenaturasi protein sel bakteri

dan merusak membran sel tanpa dapat diperbaiki lagi (Pelczar, 2008: 260).

Pada tumbuhan, flavonoid sebagai antimikroba dapat membentuk kompleks

dengan protein ekstraseluler dinding sel. Selain itu flavonoid yang bersifat lipofilik

dapat merusak membran mikroba. Terpena atau terpenoid memiliki aktivitas sebagai

antimikroba. Mekanismenya tidak sepenuhnya diketahui, akan tetapi diduga senyawa

ini bekerja pada pengrusakan membran oleh senyawa lipofilik (Cowan, 1999: 564-

582).

5. Efek Farmakologi

Dilaporkan oleh Ngozi (2009) bahwa dalam pengobatan tradisional, botto’-

botto’ digunakan sebagai bahan alam yang berkhasiat antipasmodik, antiprotozoa,

antibakteria, antifungi, antihipertensi, antiinflamasi, astringen, antitripanosoma,

diuretic dan bahan hepatrotopik.


10

B. Ekstraksi

1. Pengertian

Ekstraksi adalah proses penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari

bagian tanaman obat, hewan atau biota laut. Zat-zat aktif tersebut terdapat didalam

sel, namun sel tanaman dan hewan berbeda demikian pula ketebalannya, sehingga

diperlukan metode ekstraksi dan pemilihan pelarut tertentu dalam mengekstraksinya

(Dirjen POM, 1995: 59).


2. Mekanisme Kerja Ekstraksi

Umumnya zat aktif yang terkandung dalam tanaman maupun hewan lebih

larut dalam pelarut organik. Pelarut organic akan menembus dinding sel dan masuk

ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan terlarut sehingga

terjadi perbedaan konsentrasi antara zat aktif di dalam sel dan pelarut organic di luar

sel. Larutan dengan konsentarsi tinggi akan berdifusi ke luar sel dan proses ini

berulang terus sampai terjadi kesetimbangan antara konsentrasi zat aktif di dalam sel

dan di luar sel sel (Depkes RI, 2000: 43).

Pada proses ekstraksi dapat dibedakan menjadi 2 fase yaitu :

a. Fase pembilasan. Pada saat cairan ekstraksi kontak dengan material

simplisia maka sel-sel yang rusak atau tidak utuh lagi akibat operasi penghalusan

langsung bersentuhan dengan bahan pelarut. Dengan demikian komponen sel yang

terdapat di dalamnya lebih mudah diambil atau dibilas. Oleh karena itu, dalam fase

pertama ekstraksi ini, sebafgian bahan aktif telah berpindah ke dalam bahan pelarut.

Semakin halus serbuk simplisia, akan semakin optimal proses pembilasannya.

b. Fase ekstraksi. Yang lebih kompleks adalah proses selanjutnya, oleh karena

itu bahan pelarut untuk melarutkan komponen dalam sel yang tidak terluka harus
mampu mendesak masuk lebih dulu ke dalamnya. membrane sel yang mengering di
11

dalam simplisia mula-mula harus diubah kondisinya sehingga memungkinkan bahan

pelarut masuk ke bagian dalam sel. Hal ini terjadi melalui pembengkakan, dimana

membrane mengalami pembesaran volume akibat masuknya sejumlah molekul bahan

pelarut. Dengan mengalirnya bahan pelarut ke dalam ruang sel, protoplasma akan

membengkak dan bahan kandungan sel akan terlarut sesuai dengan tingkat

kelarutannya. Bahan kandungan sel akan terus masuk ke dalam cairan di sebelah luar

samapi difusi melintasi membran mencapai keseimbangan yakni pada saat


konsentrasi antara larutan di sebelah dalam dan sebelah luar sel sama besar (Rudolf

Voight, 1995: 562-564).

3. Tujuan Ekstraksi

Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam

bahan alam baik dari tumbuhan, hewan dan biota laut dengan pelarut organic

tertentu, dinding sel akan masuk dalam rongga sel yang mengandung zat aktif

(Dirjen POM, 1986: 9)

4. Maserasi

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederahana karena dilakukan

dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan

menembus dinding sel dan masuk ke dalam rngga sel yang mengandung zat aktif.

Zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan dan zat

aktif di dalam sel dan di luar sel maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa

ini berulang-ulang kali terjadi kesetimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel

dan di dalam sel (Dirjen POM, 1986: 10).


12

C. Kulit

1. Anatomi Kulit

Secara histologis kulit tersusun atas 3 lapisan utama yaitu: (a) lapisan dermis

atau kutikel, (b) lapisan dermis, (c) lapis subkutis (hypodermis). Tidak ada garis

tegas yang memisahkan antara dermis dan subkutis. Subkutis ditandai dengan adanya

jaringan ikat longgar dan sel-sel yang membentuk jaringan lemak. Lapis epidermis

dan dermis dibatasi oleh taut dermoepidermal (dermoepidermal junction) yang


berbeda, irregular, dengan cones, ridges dan cord. Gambar struktur kulit dapat dilihat

pada Gambar 1.2. berikut ini :

Gambar 1. Struktur kulit (Sumber: Subowo, 1992)

Struktur kulit dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu: (Anwar Effionora,

2012; 190-192).

a. Epidermis

Eidermis merupakan jaringan epitel berlapis pipih, dengan sel epitel yang
mempunyai lapisan tertentu. Lapisan ini terdiri dari lima lapisan yaitu stratum
13

germinativum, stratum spinosum, stratum granulosum, stratum lusidum dan stratum

corneum.

b. Dermis

Dermis merupakan jaringan ikat fibroelastis, dimana didalamnya didapatkan

banyak pembuluh darah, pembuluh-pembuluh limfa, serat-serat saraf, kelenjar

keringat, dan kelenjar minyak, yang masing-masing mempunyai arti fungsional

untuk kulit itu sendiri. Lapisan ini jauh lebih tebal daripada epidermis. Terbentuk
oleh jaringan elastis dan vibrosa padat dengan elemen seluler, kelenjar, dan rambut

sebagai edneksa kulit.

c. Subkutis

Lapisan ini merupakan kelanjuta dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar

berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti

terdesak ke pinggir karena sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel ini membentuk

kelompokyang dipisahkan satu dengan yang lainnya oleh trabekula dan vibrosa.

Lapisan sel lemak disebut panikulus adiposa, berfungsi sebagai cadangan makanan.

Dilapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan saluran getah

bening. Tebal jaringan lemak tidak sama, bergantung pada lokasi, di abdomen 3 cm,

sedangkan didaerah kelopak mata dan penis sangat tipis. Lemak ini juga berfungsi

sebagai bantalan.

2. Fisiologi Kulit (Anwar Effionora, 2012: 192-193)

Faal kulit sangat kompleks dan berkaitan satu dengan yang lainnya didalam

tubuh manusia, dengan berbagai fungsi antara lain :

a. Fungsi proteksi

Kulit melindungi bagian dalam tubuh manusia terhadap gangguan fisik


maupun mekanik. Gangguan tersebut dapat ditanggulangi dengan adanya bantalan
14

lemak subkutis, tebalnya lapisan kulit dan serabut penunjang yang berfungsi sebagai

pelindung bagian luar tubuh. Gangguan sinar ultraviolet diatasi oleh sel melanin

yang menyerap sebagian sinar tersebut. Gangguan kimia ditanggulangi dengan

adanya lemak permukaan kulit yang berasal dari kelenjar palit kulit yang mempunyai

pH 4,5-6,5.

b. Fungsi ekskresi

Kelenjar-kelenjar pada kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna atau


sisa metabolisme dalam tubuh. Sebum yang diproduksi kelenjar palit kulit

melindungi kulit dan menahan penguapan yang berlebihan sehingga kulit tidak

menjadi kering.

c. Fungsi pengindra (sensori)

Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. Badan

ruffini yang terletak di dermis, menerima rangsangan dingin, dan ransangan panas

diperankan oleh badan krause. Badan Taktil Meissner yang terletak di papil dermis

menerima rangsangan rabaan, demikian pula badan Merkel-Renvier yang terletak di

epidermis.

d. Fungsi pengaturan suhu tubuh (Termoregulasi)

Kulit melakukan peran ini dengan cara mengeluarkan keringat dan

mengerutkan otot dinding pembuluh darah kulit. Pada suhu tubuh meningkat kelenjar

kulit mengeluarkan banyak keringat kepermukaan kulit dan dengan punguapan

keringat tersebut terbuang pula panas tubuh. Mekanisme termoregulasi ini diatur oleh

sistem saraf simpatis yang mengeluarkan zat perantara asetilkolin.

e. Fungsi pembentukan pigmen (melanogenesis)

Sel pembentukan pigmen kulit (melanosit) terletak di lapisan basal epidermis.


Sel ini berasal dari rigi saraf, jumlahnya 1:10 dari sel basal. Jumlah melanosit serta
15

jumlah dan besarnya melanin yang terbentuk menentukan warna kulit. Pajanan sinar

matahari memengaruhi produksi melanin. Bila pajanan bertambah produksi melanin

akan meningkat.

3. Absorbsi obat Melalui Kulit (Ansel, 2008: 490)

Mekanisme kerja obat terjadi ketika bertemu dengan reseptor yang sesuai

dengan senyawa komponen dalam obat itu. Absorbsi obat melalui kulit merupakan

upaya untuk menghantarkan senyawa dalam obat untuk bertemu dengan reseptornya
yang ada di kulit tanpa harus melewati saluran gastrointestinal (peroral). Absorbsi

bahan dari luar kulit menuju hingga ke bawah kulit yang tercakup dalam aliran

darah, disebut absorbsi perkutan. Umunya, absorbsi perkutan dari bahan obat ada

pada preparat dermatologi, seperti cairan, gel, salep, krim dan pasta yang tidak hanya

tergantung pada sifat kimia fisika dari bahan obat apa saja, tapi juga pada sifat

apabila dimasukkan ke dalam bahan pembawa dalam sediaan farmasetik.

D. Jerawat

1. Pengertian

Jerawat adalah penyakit peradangan kronis yang umumnya terjadi pada unit

pilosebasea. Ditandai dengan pembentukan komedo non-inflamasi dan papula

inflamasi, pustule, nodul, dan kista. Jerawat sangat umum dan biasanya dimulai

selama masa remaja tetapi biasanya dimulai untuk pertama kalinya pada usia 12-24.

Jerawat dialami oleh remaja dengan kejadian sebesar 16-80% (wanita) 29-90% (pria)

dan juga dialami oleh orang dewasa 3-6% (wanita) dan 5-12% (pria) (Isriany ismail,

2013: 115-116).

Acne vulgaris merupakan penyakit radang menahun dari apparatus

pilosebacea, lesi paling sering dijumpai pada wajah, dada, dan punggung. Kelenjar
yang meradang dapat membentuk papul kecil warna merah muda, yang kadang kala
16

mengelilingi komedo yang kadang tampak hitam pada bagian tengahnya, atau

membentuk postule atau kista, penyebab tak diketahui, tetapi telah ditemukan banyak

faktor, termasuk stress, faktor herediter, hormon, obat dan bakteri, khususnya

Propionibacterium acne dan Stapylococcus epidermidis yang berperan dalam

etiologi (Sukandar, 2008: 944).

2. Mekanisme terjadinya jerawat

Pada kulit yang semula dalam kondisi normal, sering kali terjadi penumpukan
kotoran dan sel kulit mati karena kurangnya perawatan kebersihan dan pemeliharaan,

khususnya pada kulit yang memiliki tingkat produksi minyak yang tinggi, salah

satunya karena perubahan hormon (peningkatan endrogen). Peningkatan jumlah dan

jenis kotoran kulit menjadi penyebab folikel rambut menjadi tersumbat. Sel kulit

mati, kotoran dari lingkungan eksternal, sisa-sisa metabolisme, dan minyak yang

dihasilkan oleh kelenjar sebasea yang menumpuk tersebut menjadi sumber nutrisi

bagi mikroorganisme kulit (Isriany Ismail, 2013:116).

Faktor-faktor penyebab timbulnya jerawat, dan beberapa macam,yaitu

sebagai berikut:

1. Adanya sumbatan dipori-pori kulit oleh sebum yang berubah menjadi

padat.

2. Peningkatan produksi sebum akibat pengaruh hormonal, kondisi fisik,

dan psikologis. Jika disertai sumbatan dimuara kelenjar sebasea, aliran keluar sebum

akan terbendung.

3. Peningkatan populasi dan aktivitas Propionibacterium acne dan karena

bakteri ini terdapat dibawah muara kelenjar sebasea dan suka makan lemak sebum.

4. Reaksi radang akibat serbuan sel darah putih kesekitar kelenjar sebasea
yang sedah mengalami bendungan dan akhirnya pecah. Isi lemak sebum tumpah rua
17

kedalam jaringan kulit jangat atau dermis, dan dianggap benda asing sehingga

memancing serbuan sel darah putih ketempat tersebut (Sukandar, 2008: 944-945).

5. Kulit kotor, misalnya pada kulit muka, bila tidak bersih tentu debu akan

bertambah tebal, apabila kotoran tersebut dibawa tidur. Dengan debu yang

mengandung bakteri, jelas akan mengganggu kesehatan dan kecantikan kulit.

6. Makanan yang merangsang, misalnya makanan yang pedas-pedas,

berlemak, coklat.
7. Genetik (keturunan), secara umum keluarga yang banyak jerawat, anak-

anaknya pun berjerawat pula

8. Kesalahan dalam penggunaan kosmetik, penggunaan kosmetik yang

menyalahi aturan pakai, misalnya tidur tanpa membersihkan make up, perawatan

tidak sesuai dengan jenis kulit atau tidak cocok dengan kulit

9. Peralihan usia remaja, biasanya pada saat ini produksi hormon sedang

diseimbangkan dengan perkembangan tubuh. Disebabkan hal ini jerawat jadi

tumbuh.

10. Mestruasi (haid), pada waktu mestruasi biasanya fungsi hormon tidak

seimbang sehingga tumbuh jerawat

11. Alergi terhadap makanan, bila alergi terjadi akibat makanan atau zat

protein karbohidrat dan lemak, maka akan memperburuk kondisi kulit sehingga

timbul peradangan

12. Iklim tropis, iklim yang panas akan meransang kegiatan yang

berlebihan dari kelenjar lemak dalam jumlah yang berlebihan bila tidak cepat dirawat

menyebabkan kulit jadi kotor dan jerawat mudah tumbuh

13. Gangguan metabolisme, adalah pertukaran zat tubuh, menyebabkan


peredaran darah dan getah bening kurang lancar, sehingga sel-sel tidak mendapat
18

makanannya yang cukup dan tidak mampu melancarkan pengeluaran sisa-sisa zat

pembakaran (Rostamailis, 2005: 109-110).

E. Sediaan Gel

1. Pengertian

Gel didefinisikan sebagai suatu system setengah padat yang terdiri dari suatu

dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik

yang besar dan saling diresapi cairan (Ansel. 1989: 390)


Idealnya pemilihan bahan pembentuk gel (geling agent) pada sediaan farmasi

dan kosmetik harus inert, aman dan tidak bereaksi dengan komponen lain.

Penambahan gelling agent dalam gel perlu dipertimbangkan yaitu tahan selama

penyimpanan dan tekanan tube selama pemakaian. Beberapa gel terutama

polisakarida alami peka pada derajat microbial. Penambahan bahan pengawet perlu

untuk mencegah kontaminaswi dan hilangnya karakter gel dalam kaitannya dengan

mikrobial.

2. Basis Gel

Berdasarkan komposisinya, basis gel dapat dibedakan menjadi basis gel

hirofobik dan basis gel hidrofilik.

a. Basis gel hidrofobik

Basis gel hidrofobik terdiri dari partikel-partikel anorganik. Apabila

ditambahkan ke dalam fase pendipersi, bilamana tebal, hanya sedikit sekali interaksi

antar kedua fase. Berbeda dengan bahan hidrofilik, bahan hidrofobik tidak secara

spontan menyebar, tetapi harus dirangsang dengan prosedur yang khusus (Ansel,

1989: 392-393).
19

b. Basis gel hidrofilik

Basis gel hidrofilik umumnya adalah moleku-molekul organik yang besar dan

dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase pendispersi. Istilah

hidrofilik berarti suka pada pelarut. Pada umumnya karena daya tarik menarik pada

pelarut dari bahan-bahan hidrofilik kebalikan dari tidak adanya daya tarik menarik

dari bahan hidrofobik, sistem koloid hidrofilik biasanya lebih mudah untuk dibuat

dan memiliki stabilitas yang lebih besar (Ansel, 1989: 392)


3. Uraian Bahan Gel

Formulasi sediaan gel farmasetika melibatkan beberapa bahan untuk

mendukung pembuatannya. Komposisi yang utama adalah bahan yang digunakan

untuk membentuk basis gel, baik dari partikel anorganik atau organik. Berikut uraian

bahan yang digunakan pada sediaan gel pada umumnya:

a. Karbopol

Karbopol adalah polimer asam akrilat yang berupa hasil silang dengan salah

satu allyl sukrosa atau allyl eter dari pentaeritritol. Karbopol digunsksn dalam

sediaan cair dan semisolid sebagai rheologi modifiers, termasuk krim, gel, lotion dan

salep yang digunakan untuk sediaan mata, rectal, topical dan vaginal. Karbopol

warna putih, halus seperti benang, asam dan higroskopik yang sedikit berbau.

Konsentrasi karbopol sebagai bahan pembentuk gel 0,5%-2,0% (Rowe, 2009: 110).

Karbopol mengembang jika didispersikan dalam air dengan adanya zat-zat

alkali seperti trietanolamin atau disopropanolamin untuk membentuk sediaan

semipadat (Lachman, 2007: 1119)

b. Gliserin

Gliserin digunakan pada formulasi seidaan topical dan kosmetik, yang


umumnya sebagai humektan dan emolien. Gliserin juga digunakan pada sediaan gel
20

yang encer maupun tidak. Konsentrasi gliserin sebagai humektan adalah sekitar 30%

(Rowe, 2009: 283).

c. Trietanolamin (TEA)

Senyawa ini tidak berwarna atau kuning pucat, kental dan sedikit berasa

ammonia. Trietanolamin umumnya digunakan pada formulasi sediaan topical sebagai

bahan pemberi basa (Rowe, 2009: 754).

d. Metil paraben
Metal paraben digunakan sebagai pengawet antimikroba pada sediaan

kosmetik, makanan dan sediaan farmasetika. Biasa digunakan sendiri atau

dikombinasi dengan paraben lainnya. Konsentrasi metal paraben sebagai pengawet

pada sediaan topikal 0,02%-0,3% (Rowe, 2009: 442)

Metil paraben digunakan dalam preparat cair dan preparat setengah padat

untuk mencegah pertumbuhan jamur (Ansel, 1989: 145)

F. Stabilitas Sediaan

Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk atau kosmetik

untuk bertahan dalam batas spesifikasi yang ditetapkan sepanjang periode

penyimpanan dan penggunaan untuk menjamin identitas, kekuatan, kualitas, dan

kemurnian produk tersebut. Sediaan obat/kosmetik yang stabil adalah suatu sediaan

yang masih berada dalam batas yang dapat diterima selama periode penyimpanan

dan penggunaan, dimana sifat dan karakteristiknya sama dengan yang dimilikinya

pada saat dibuat (Joshita, 2008).

Tujuan pemeriksaan kestabilan obat/ kosmetik adalah untuk menjamin bahwa

setiap bahan obat yang didistribusikan tetap memenuhi persyaratan yang ditetapkan

meskipun sudah cukup lama dalam penyimpanan. Pemeriksaan kestabilan digunakan


sebagai dasar penentuan batas kadaluarsa dan cara-cara penyimpanan yang perlu
21

dicantumkan dalam label (Lachman, 1994). Pemeriksaan kestabilan suatu sediaan

juga bertujuan untuk memilih formulasi dan sistem penutupan wadah yang sesuai

(berdasarkan stabilitas), menentukan massa edar dan kondisi penyimpanan,

menegaskan massa edar yang telah ditetapkan dan untuk membuktikan bahwa tidak

ada perubahan yang terjadi dalam formulasi atau proses pembuatan yang dapat

memberikan efek merugikan pada stabilitas obat. Ketidakstabilan formulasi dapat

dilihat dari perubahan penampilan fisik, warna, rasa, dan tekstur dari formulasi
tersebut (Syahputri, 2005: 58).

Berikut ini adalah beberapa macam uji stabilitas fisik gel, yaitu:

1. Uji organoleptik

Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses

pengindraan. Pengindraan diartikan sebagai suatu proses fisio-psikologis, yaitu

kesadaran atau pengenalan alat indra akan sifat-sifat benda karena adanya

rangsangan yang diterima alat indra yang berasal dari benda tersebut. Pengindraan

dapat juga berarti reaksi mental (sensation) jika alat indra mendapat rangsangan

(stimulus). Pengukuran terhadap nilai terhadap nilai / tingkat kesan, kesadaran dan

sikap disebut pengukuran subyektif atau penilaian subyektif. Disebut penilaian

subyektif karena hasil penilaian atau pengukuran sangat ditentukan oleh pelaku atau

yang melakukan pengukuran (Soekarto, Soewarno. 1981).

2. Viskositas

Pengujian viskositas ini dilakukan untuk mengetahui besarnya suatu

viskositas dari sediaan, dimana viskositas tersebut menyatakan besarnya tahanan

suatu cairan untuk mengalir. Makin tinggi viskositas maka makin besar tahanannya

(Voigt, 1994: 381).


22

Pengujian viskositas bertujuan untuk menentukan nilai kekentalan suatu zat.

Semakin tinggi nilai viskositasnya maka semakin tinggi tingkat kekentalan zat

tersebut (Martin et al., 1993).

3. Pengukuran pH

Digunakan untuk mengetahui pH gel, apakah sesuai dengan pH kulit yaitu 5-

6,5 (Voigt, 1994: 381).

4. Uji daya Sebar


Daya sebar merupakan kemampuan penyebaran gel pada kulit. Penentuannya

dilakukan dengan perlakuan sampel gel dengan beban tertentu diletakkan dipusat

antara lempeng gelas, dimana lempeng sebelah atas dalam interval waktu tertentu

dibebani anak timbangan di atasnya. Permukaan penyebaran yang dihasilkan dengan

meningkatkan beban, merupakan karakteristik daya sebar. Daya sebar yang baik

akan menjamin pelepasan bahan obat yang memuaskan (Voigt, 1994: 381). Daya

sebar gel yang baik yaitu antara 5 sampai 7 cm (Garg et al., 2002)

G. Tinjauan Agama

Saat ini, tanaman obat menjadi salah satu alternatif obat yang dipilih oleh

masyarakat luas. Hal ini karena tanaman obat tidak mempunyai efek samping yang

besar bila dibandingkan dengan obat modern yang terbuat dari bahan kimia sintetis.

Selain itu, tanaman obat pun semakin populer dengan makin meluasnya informasi

dan penanganan medis secara tradisonal yang ditayangkan di televisi sehingga

membuat masyarakat luas makin tertarik untuk mencoba dan memanfaatkan tanaman

obat. Allah SWT berfirman dalam Q.S Thaha/20:53

               

   


23

Terjemahnya:
(Tuhan) yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan bagimu, dan
yang menjadikan jalan-jalan di atasnya bagimu, dan yang menurunkan air
(hujan) dari langit. “Kemudian Kami tumbuhkan dengannya (air hujan itu)
berjenis-jenis aneka macam tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam
(Kementerian agama, 2011: 436).
Ayat-ayat diatas menyatakan: Dia, yakni Allah, yang telah menjadikan bagi

kamu, sebagian besar bumi sebagai hamparan bagi manusia yang terbentang luas

untuk dipergunakan sebagai tempat tinggal, bangun, tidur dan bepergian dengan

bebas kemana-mana dan menjadikan sebagian kecil lainnya gunung-gunung untuk


menjadi kestabilan bumi dan Dia, yakni (Tuhan) yang telah menjadikan bagi kamu

di bumi itu jalan-jalan yang mudah kamu tempuh, dan menurunkan dari langit air,

yakni hujan, sehingga tercipta sungai-sungai dan danau maka kami tumbuhkan

dengannya, yakni dengan perantara hujan itu, berjenis-jenis tumbuhan yang

bermacam-macam jenis, bentuk, rasa, warna dan manfaatnya (Shihab, 604-605).

Allah SWT. Menumbuhkan di bumi beranekaragam tanaman untuk

kebutuhan makhluk hidup. Hal ini disebutkan dalam Firman Allah SWT. Dalam Al-

Qur’an Q.S. Al-An’am : 99 yaitu:

               

             

                

Terjemahnya :
“Dan Dialah yang menurunkan air dari langit, lalu Kami Tumbuhkan dengan
air itu segala macam tumbuh-tumbuhan, maka Kami keluarkan dari tumbuh-
tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami Keluarkan dari tanaman yang
menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang kurma, mengurai tangkai-
tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula)
zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya
pada waktu berbuah, dan menjadi masak. Sungguh, pada yang demikian itu
ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman.”
24

Ayat diatas menegaskan bahwa Dan Dia juga bukan selain-Nya yang telah

menurunkan air, yakni dalam bentuk hujan yang deras dan bayak dari langit, lalu

kami, yakni Allah, mengeluarkan, yakni menumbuhkan disebabkan olehnya, yakni

akibat turunya air itu, segala macam tumbuh-tumbuhan, maka kami keluarkan

dirinya, yakni dari tumbuh-tumbuhan itu, tanaman yang menghijau. yakni dari

tanaman yang menghijau itu, butir yang saling bertumpuk, yakni banyak padahal ia

hanya satu biji atau benih (Shihab, 2009: 574).


Penyakit merupakan suatu musibah bagi hamba-Nya yang tidak bersyukur

dan ujian bagi hamba-Nya yang sabar dan sholeh sesuai dengan yang ditetapkan oleh

Allah SWT atas hamba-hamba-Nya. Sesungguhnya musibah itu bermanfaat bagi

manusia, dan Allah SWT menjadikan sakit yang menimpa mereka sebagai

penghapus dosa dari kesalahan mereka.

Rasulullah SAW mengajarkan bahwa Allah swt adalah Zat Yang Maha

Menyembuhkan sebagaimana dalam firman-Nya Q.S. Al-Asy-syu’ara/ 26 : 80

    

Terjemahnya:
“Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku” (Departemen
agama RI, 2009 : 371).
Secara bahasa yasyfini berarti menyembuhkan aku. Subjek dari kata kerja ini

adalah Allah. Dengan demikian, ayat di atas maknanya adalah Allah yang

menyembuhkan aku. Ini merupakan isyarat bahwa yang memberikan kesembuhan itu

adalah Allah. Selain itu, ungkapan ini juga merupakan isyarat bahwa sumber segala

anugerah adalah Allah swt. Penggunaan kata idza/ apabila diawal, mengandung

makna suatu keniscayaan. Selain itu, perlu pula ditegaskan bahwa penyembuhan

yang dimaksud bukan berarti upaya manusia untuk memperoleh kesembuhan tidak
diperlukan lagi. Dalam masalah ini, banyak hadis Nabi Muhammad yang
25

menganjurkan umatnya untuk berobat agar sembuh dari penyakit yang dideritanya.

Ungkapan pada ayat ini dimaksudkan untuk menyatakan bahwa sebab dari segala

sebab adalah Allah swt. (Kementrian Agama RI, 2009: 93)

Sebagaimana diriwayatkan oleh Abi Hurairah RA bahwa Rasulullah

bersabda:

‫ال لِ ُك ِّل َد ٍاء َد َواءٌ فَِإ َذا‬


َ َ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم أَنَّهُ ق‬ ِ ِ ِ
َ ‫َع ْن َجاب ٍر َع ْن َر ُِسول اللَّه‬
)َ ‫يب َد َواءُ الدَّاء بََرأنِإ ْذ ِن اللَّ ِه َعَّز َو َج َّل (رواه مسلم‬ َ
ِ‫أ‬
‫ُص‬
Artinya :
Dari Jabir dari Rasulullah SAW bersabda: Setiap penyakit ada obatnya, maka
apabila didapati obat yang cocok untuk menyembuhkan sesuatu penyakit itu akan
hilang dengan seizin Allah Azza wajallah (HR. Muslim).
Allah SWT telah memberitahukan kepada manusia, bahwa obat itu tidak

banyak diketahui oleh semua orang. Oleh karenanya, yang diketahui oleh orang yang

tahu dan tidak diketahui orang yang tidak mengetahuinya. Selain itu, hal ini tidak

menafikan tawakal kepada Allah bagi yang menyakini, bahwa kesembuhan tersebut

berasal dari Allah dan atas kekuasaan-Nya. Obat tidak dapat menyembuhkan secara

zatnya, tetapi berdasarkan kekuasaan Allah SWT. Sesungguhnya, sebuah obat dapat

menjadi penyakit bilamana Allah menghendakinya. Hal ini berdasarkan isyarat yang

terkandung dalam pernyataan Nabi di atas “Dengan seizin Allah”. Poros dari semua

itu adalah takdir dan kehendak Allah SWT, sehingga berobat tidak menafikan
tawakal. Demikian pula dengan berbagai macam usaha menghindari berbagai hal

yang membahayakan, do’a meminta kesembuhan, menghindari mudarat, dan

sebagainya (Ya’qub, 2009: 96).

Setiap apa yang diciptakan oleh-Nya kemudian diperuntukkan kepada

manusia sebagai khalifah di muka bumi ini. Ini bukan berarti bahwa manusia boleh

dengan seenaknya atau semaunya menggunakan apa yang telah diciptakan-Nya itu
melainkan untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Lokasi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimentatif.

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di laboratorium Biologi Farmasi, Fakultas


Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar untuk melaksanakan proses

ekstraksi daun Botto’-botto’ (Chromolaena odorata L.). Selanjutnya penelitian

dilanjutkan pada laboratorium Farmasetika Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan UIN Alauddin Makassar untuk formulasi sediaan gel dan uji stabilitas

sediaan.

B. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian ini berupa eksperimentatif yang dimaksudkan untuk

mengetahui stabilitas sediaan gel ekstrak daun Botto’-botto’ (Chromolaena odorata

L.) sebagai obat jerawat dengan menggunakan pembentuk gel Karbopol yang telah

dilakukakn uji aktivitas sediaan pada penelitian sebelumnya


C. Populasi dan Sampel

1. Populasi Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh daun tanaman yang dapat

mengobati jerawat di Samata, Kecamatan Sombaopu, Kabupaten Gowa.

2. Sampel Penelitian

Sampel yang digunakan adalah daun Botto’-botto’ (Chromolaena odorata L.)

yang diperoleh di Samata, Kecamatan Sombaopu, Kabupaten Gowa.

26
27

D. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan oleh peneliti untuk

memperoleh data yang dibutuhkan. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam

penelitian ini adalah observasi. Observasi merupakan teknik pengumpulan data

dengan melakukan pengamatan terhadap proses yang sedang berlangsung. Observasi

dilakukan dengan cara mengamati dan melakukan pencatatan hasil secara teliti.

E. Instrumen Penelitian
1. Alat

Alat-alat yang digunakan antara lain; gelas arloji, gelas ukur, lumpang dan

stamfer, tangas air, timbangan analitik, lemari pendingin, oven, rotary evaporator,

pot, vial, viscometer brookfield “DV-E Viscometer”, pH-meter “PH-009(I)A” dan

termometer.

2. Bahan

Bahan yang digunakan, yaitu sampel daun Botto’-botto’ (Chromolaena

odorata L.), air suling, aluminium foil, etanol 96%, gliserin, karbopol, metil paraben,

dan trietanolamin.

F. Prosedur Kerja
1. Pengambilan Sampel

Sampel daun Botto’-botto’ (Chromolaena odorata L.) diperoleh di Samata,

Kecamatan Sombaopu, Kabupaten Gowa. Pengambilan sampel dilakukan pada pagi

hari (08.00-10.00 WITA), daun yang digunakan adalah seluruh daun yang tidak rusak

dan berjamur.
28

2. Pengolahan Sampel

Daun Botto’-botto’ (Chromolaena odorata L.) yang telah diambil, dicuci

hingga bersih dengan air mengalir, dikeringkan tanpa terkena sinar matahari langsung

kurang lebih tiga hari, dikeringkan dalam lemari pengering.

3. Ekstraksi Sampel

Simplisia daun Botto’-botto’ (Chromolaena odorata L.) dimasukkan ke dalam

wadah maserasi, direndam dengan etanol 96% hingga simplisia terendam secara
merata. Wadah maserasi ditutup dan disimpan selama 1 x 24 jam di tempat terlindung

dari sinar matahari dan sesekali diaduk. Selanjutnya disaring dan dipisahkan antara

filtrate dan residunya.

Ampas diekstraksi kembali dengan penyari yang baru dengan jumlah yang

sama. Hal ini terus dilakukan hingga cairan penyari tampak bening (3 kali). Ekstrak

etanol yang diperoleh kemudian dikumpulkan dan dipekatkan dengan cairan penyari

dalam rotavapor 400C. ekstrak sampel selanjutnya dibebas etanolkan.

4. Pembuatan Sediaan Gel

a. Rancangan Formula

Tabel 1. Rancangan formula gel ekstrak daun Botto’-botto’ (Chromolaena


odorata L.)

Formula/Konsentrasi (%)
Bahan Keterangan
I II III IV

Sampel ekstrak 1 1 1 1 Zat aktif

Karbopol 0,5 1 1,5 2 Basis gel

TEA 1 1 1 1 Pemberi basa

Gliserin 30 30 30 30 Humektan
29

Metil Paraben 0,2 0,2 0,2 0,2 pengawet

Air Suling Ad 300 Ad 300 Ad 300 Ad 300 Pelarut

b. Pembuatan Formula

Sediaan gel dengan basis karbopol dikerjakan dengan cara karbopol

dikembangkan dalam air suling di gelas piala, didiamkan hingga mengembang selama

1 x 24 jam. Kemudian ditambahkan TEA lalu dihomogenkan. Selanjutnya

ditambahkan metil paraben yang sebelumnya telah dilarutkan dengan air suling panas

suhu 900C, diaduk hingga homogen. Ekstrak dicampur dengan gliserin, dicampur ke

dalam basis, dihomogenkan. Ditambahkan sisa air ke dalam basis, dan dihomogenkan

kembali.

5. Pengujian Stabilitas Gel

Pelaksanaan uji stabilitas pada sediaan gel sebagai obat jerawat dilakukan

sebelum dan setelah penyimpanan dipercepat, yaitu penyimpanan pada suhu 50C dan

350C secara bergantian setiap 48 jam (1 siklus) selama 10 siklus. Jenis evaluasi

stabilitas fisik yang dilakukan, yaitu:

a. Organoleptis

Pemeriksaan organoleptis meliputi pengamatan kejernihan, warna dan bau.

Gel yang stabil harus menunjukkan karakter yang sama berupa kejernihan, warna dan

bau yang sama setelah penyimpanan dipercercepat.

b. Homogenitas

Sediaan gel yang dihasilkan dioleskan pada sekeping kaca kemudian diamati

apakah terdapat bagian-bagian yang tidak tercampurkan dengan baik. Gel yang stabil

harus menunjukkan susunan yang homogen baik sebelum maupun setelah

penyimpanan dipercepat.
30

c. Pengukuran viskositas

Viskositas diukur dengan menggunakan viscometer Brookfield DV-E

viscometer.

d. Uji daya sebar

Sampel gel dibebani anak timbangan diatasnya dengan beban tertentu di atas

kertas berpetak ukuran 1 mm kemudian dihitung luas penyebaran gel.

e. Sineresis
Uji sineresis dilakukan dengan mengamati apakah terbentuk lapisan cairan di

permukaan gel setelah penyimpanan dipercepat. Gel yang stabil tidak boleh

menunjukkan sineresis.

f. pH

Pengukuran pH dilakukan terhadap sediaan gel yang telah dibuat sebelum dan

setelah diberi kondisi penyimpanan dipercepat yaitu pada suhu 5°C dan 35°C masing-

masing selama 12 jam sebanyak 10 siklus. Pengukuran pH dilakukan dengan

menggunakan pH meter.

G. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data

1. Teknik Pengolahan
Pengujian sampel yang diperoleh didasarkan atas ada tidaknya perubahan

yang terjadi pada sediaan sebelum dan setelah penyimpanan dipercepat.

2. Analisis Data

Data dari hasil evaluasi kestabilan gel dikumpulkan, ditabulasi dan dianalisis

statistik.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Sediaan yang dibuat terdiri dari empat formula gel dengan konsentrasi

basis karbopol yang berbeda namun sama-sama menggunakan jenis ekstrak daun

Botto’-Botto’ (Chromolaena odorata L.) dengan konsentrasi 1%. Hasil evaluasi

stabilitas fisik sediaan gel secara fisika yang meliputi pengamatan organoleptis,

PH, homogenitas, sinaresis, viskositas dan daya sebar pada sediaan gel jerawat

ekstrak daun botto’-botto’ (Chromolaena odorata L.) yang telah dibuat adalah

sebagai berikut:

1. Pengamatan Organoleptik

Tabel 2. Hasil pengamatan organoleptis formula Gel

Formula Pengamatan

Krim Sebelum Penyimpanan Setelah Penyimpanan

Warna Bau Kenampakan Warna Bau Kenampakan

Hijau Khas Hijau Khas


I Jernih Jernih
tua ekstrak tua ekstrak

Hijau Khas Hijau Khas


II Jernih Jernih
tua ekstrak tua ekstrak

Hijau Khas Hijau Khas


III Jernih Jernih
tua ekstrak tua ekstrak

Hijau Khas Hijau Khas


IV Jernih Jernih
tua ekstrak tua ekstrak

31
32

2. Pengamatan Sineresis dan Homogenitas

Tabel 3. Hasil Pengamatan Sinaresis dan Homogenitas Sediaan Gel

Pengamatan

Formula Sebelum Penyimpanan Setelah Penyimpanan


Gel Sinaresis Homogenitas Sinaresis Homogenitas

I - Homogen - Homogen

II - Homogen - Homogen

III - Homogen - Homogen

IV - Homogen - Homogen

3. Pengamatan pH sediaan Gel

Tabel 4. Hasil Pengamatan pH Sediaan Gel

Formula Pengamatan

Gel Sebelum Penyimpanan Setelah Penyimpanan

I 7,7 7,1

II 7,4 5,9

III 6,8 5,5

IV 6,9 5,3

4. Pengamatan Viskositas Gel

Tabel 5. Hasil Pengamatan Viskositas Formula Gel (cP)

Sebelum Setelah
Formula Gel
penyimpanan Penyimpanan

I 9200 9190

II 9223.33 9196.66

III 9340 9285

IV 9440 9410
33

5. Pengamatan Daya Sebar Sediaan Gel

Tabel 6. Hasil Pengamatan Daya Sebar

Formula Beban SebelumPenyimpanan Setelah Penyimpanan

Gel (g)

sebaran(cm2) R2 Sebaran R2

(cm2)

0 2,87 3,93

2 5,47 0.9963 6,36 0.9836

I 4 7,34 7,79

6 9,62 9,33

0 4,02 2,52

2 4,14 0,9973 3,16 0.9981

II 4 4,23 3,72

6 4,34 4,25

0 2,52 3,11

2 2,75 0.9939 3,43 0.9634

III 4 2,92 3,58

6 3,09 4,04

0 2,35 3,01

2 2,59 0.9972 3,34 0.9985

IV 4 2,80 3,67

6 2,99 3,95

B. Pembahasan

Proses pembuatan sediaan yang ditujukan sebagai obat anti jerawat dari
ekstrak daun Botto’-botto’ (Chromolaena odorata) ini telah dipilih sebagai
34

sediaan dalam bentuk gel dengan segala pertimbangan.

Dalam prinsipnya bahan pembawa dalam sediaan farmasi disyaratkan

untuk tidak mempengaruhi efek bahan aktif, tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa

pembawa dapat memberi pengaruh pada difusi bahan aktif dari pembawa menuju

sisi aksi, serta stabilitas bahan yang tinggi dalam pembawa, yang secara terpisah

atau bersamaan dapat menyebabkan sediaan lambat atau tidak memberikan efek.

Begitupun dalam stabilitas fisik sediaan gel sangat tergantung pada jenis

dan konsentrasi pembawa (gelling agent) yang digunakan. Kemampuan bahan

pembentuk gel ini dalam memerangkap cairan sangat tergantung dari konsentrasi

yang digunakan. Oleh karena itu penentuan formula gel ekstrak tanaman ini

dilakukan dengan pengujian stabilitas fisik sediaan gel dengan berbagai kosentrasi

basis karbopol.

Pada sediaan farmasi salah satunya adalah gel, kestabilan suatu zat

merupakan faktor yang harus diperhatikan, mengingat sediaan ini biasanya di

produksi dalam jumlah besar dan memerlukan waktu yang lama dalam

penggunaannya. Dengan melakukan uji stabilitas fisik dapat diketahui pengaruh

lingkungan terhadap parameter-parameter stabilitas fisik sediaan seperti

pengamatan organoleptis, viskositas, daya sebar, homogenitas, pH, dan sinaresis.

Pengamatan organoleptis pada semua sedian gel dengan semua

perbandingan konsentrasi yang ada menunjukan pengamatan sebelum dan sesudah

penyimpanan tidak memiliki perubahan yang berarti. Yaitu dengan warna hijau

tua dan beu khas ekstrak serta penampakan yang jernih pada formula I, II, III, dan

IV, ini menunjukkan bahwa pengamatan dalam parameter sediaan ini dikatakan

stabil baik sebelum maupun setelah penyimpanan, atau komponen dalam sediaan

selama penyimpanan tidak mengalami reaksi antara bahan yang satu dengan yang

lain, sehingga tidak tejadi tanda-tanda reaksi dari perubahan warna, kenampakan
35

dan bau.

Sinaresis tidak terjadi pada semua formula sediaan gel sehingga bisa

dikatakan sediaan tampak stabil. Sinaresis adalah pelepasan cairan dari struktuk

gel, hal ini dapat terjadi karena konsentrasi gelling agent yang digunakan tidak

mampu mempertahankan cairan didalam struktur gelnya. Terjadi sinaresis adalah

salah satu tanda tidak stabilnya sediaan farmasi secara fisika.

Pengamatan homogenitas sediaan pada semua konsentrasi memberikan

hasil yang baik yaitu tampak homogen dan stabil dari semua sediaan gel yang

diuji, keadaan ini menunjukan semua sediaan dianggap stabil dalam parameter

homogenitas baik sebelum maupun setelah penyimpanan.

Uji viskositas dilakukan untuk mengetahui besarnya suatu viskositas dari

sediaan, dimana nilai viskositas tersebut menyatakan besarnya tahanan suatu

cairan untuk mengalir . Makin tinggi nilai Viskositas maka makin besar daya

tahan untuk mengalir. Pengukuran viskositas gel menggunakan Viscometer

Brokfield (DV-E Viscometer) dengan menggunakan spindle no 7 pada kecepatan

50 rpm. Hasil pengamatan menggambarkan F hitung > F tabel, visikositas sediaan

sangat berbeda segnifikan antara tiap formula gel. Pada F Tabel 1% F hitung < F

tabel, namun pada F Tabel 5% F hitung > F tabel, sehingga viskositas sediaan

berbeda signifikan sebelum dan setelah penyimpanan.

Pada pengamatan perbedaan pH dengan perbandingan konsentrasi

karbopol menunjukkan F hitung < F tabel yang berarti bahwa pH dari setiap

sediaan tidak berbeda segnifikan antara formula I, II, III dan IV. Sedangkan

pengamatan perbedaan pH antara kondisi sebelum dan sesudah penyimpanan

menunjukkan F hitung > F tabel yang berarti bahwa pH dari setiap sediaan sangat

berbeda segnifikan sebelum dan setelah penyimpanan. Ini menunjukkan bahwa

sediaan tidak stabil pada parameter ini, atau terjadi reaksi didalam sediaan selama
36

penyimpanan yang dapat mempengaruhi pH sediaan. Tetapi dari keempat formula

dengan pengukuran sebelum dan sesudah perlakuan gel yang paling memenuhi

adalah formula II dan III yaitu dengan konsentrasi 1% dan 1,5% mengalami

kelebihan tersendiri dimana sebelum perlakuan memiliki pH 7,4 dan 6,8

kemudian setelah perlakuan 5,9 dan 5,5. Mengingat pH kulit adalah 5-6,5. Ini

menunjukaan sediaan ini sangat nyaman saat digunakan.

Uji daya sebar sediaan dilakukan untuk mengetahui besarnya gaya yang

diperlukan gel untuk menyebar pada kulit atau untuk mengetahui kemampuan

menyebar sediaan gel saat dioleskan pada kulit. Dari pengamatan dengan

menggunakan analisis grafik, menunjukan formula II dan IV yang paling

memenuhi syarat kestabilan dan kelayakan daya sebar pada sediaan gel, yaitu saat

sebelum penyimpanan memiliki nilai Regresi 0,9973 dan 0,9972 dengan

mengikuti grafik linear begitupun pada kondisi setelah penyimpanan dengan nilai

Regresi 0,9981 dan 0,9985. Kemudian parameter lain untuk menentukan kstabilan

sediaan ditunjukkan dengan konsistennya grafik pada perlakuan sebelum dan

sesudah penyimpanan. Hal ini di tunjukkan pada sediaan formula II dan IV

karena nilai regresi kedua sediaan masih 0,99 yang berarti memiliki nilai Regresi

yang hampir mendekati I, ini menunjukan penggunaan sediaan yang amat nyaman

pada pengolesan sediaan dikulit.

Umat manusia sebagai khalifah diperintahkan oleh Allah Swt untuk

memperhatikan bumi dan seisinya serta memanfaatkannya dengan sebaik

mungkin, tidak terkecuali tumbuhan. Tumbuhan atau herba mempunyai banyak

manfaat karena dapat digunakan sebagai penunjang bagi kehidupan manusia.

Tumbuhan bahkan merupakan bahan pangan, sandang dan papan. Karenanya,

manusia diperintahkan untuk meneliti dan menemukan kegunaan-kegunaan dari

berbagai macam tumbuhan tersebut. Tumbuhan yang berbagai macam jenisnya


37

juga digunakan sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit.

Seperti halnya dalam penelitian ini yang menunjukkan bahwa daun botto’-

botto’ (Chromolaena odorata L.) dapat stabil dalam bentuk sediaan gel dengan

menggunakan basis karbopol pada berbagai konsentrasi. Pemanfaatan herba

botto’-botto’ (Chromolaena odorata L.) yang sebagaimana mestinya, salah

satunya sebagai obat jerawat adalah tidak lain sebagai bentuk kesyukuran

terhadap ciptaan Allah Swt itu sendiri. Sehingga lebih didalami dengan salah

satunya adalah pembuatan sediaan dalam bentuk gel yang insyaAllah dapat

bermanfaat bagi umat manusia.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap sediaan Gel

yang mengandung ekstrak daun Botto’-Botto’ (Chromolaena Odorata L), maka

dapat disimpulkan bahwa :

1. Gel dengan menggunakan basis karbopol pada berbagai konsentrasi

memiliki kestabilan fisik yang baik namun kestabilan sediaan yang lebih baik

dibandingkan dengan sediaan yang lain ada pada formula II yang menggunakan

konsentrasi 1% basis karbopol.

2. Pengaruh konsentrasi karbopol sebagai basis gel dalam sediaan gel jerawat

ekstrak etanol daun Botto’-botto’ tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap

pH sediaan tetapi sangat berpengaruh secara signifikan terhadap viskositas

sediaan gel.

3. Dalam pandangan Islam bahwa sediaan Gel yang mengandung ekstrak

daun Botto’-Botto’ (Chromolaena Odorata L), dapat digunakan sebagai salah satu

alternatif pengobatan luka selama halal dan baik (Halalan toyiban).

B. Saran

Disarankan untuk dilakukan pengujian stabilitas fisika dengan

menggunakan gelling agent yang berbeda atau melakukan uji stabilitas kimia

maupun mikrobiologinya.

38
KEPUSTAKAAN

Al-Qur’an Dan Terjemahannya

Ansel, Howard C. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI Press. 2008

Anwar, Effionora. Eksipien Dalam Sediaan Farmasi Karakterisasi dan Aplikasi.


Jakarta: Dian Rakyat, 2007.

Cowan, M.M. Plant Product as Antimicrobial Agents. Oxford. Miamy

Depkes RI. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (I) Jilid II. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI Dan Kesejahteraan Sosial RI Badan Penelitian Dan
Pengembangan Kesehatan. 2000.

Dirjen POM. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Depkes RI. 1979

Dirjen Pom. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Depkes Ri. 1995.

Garg, A., D. Aggarwal, S. Garg, dan A. K. Sigla. Spreading of Semisolid


Formulation. USA: Pharmaceutical Technology, 2002

Hanphakpoom, Srisuda dan Sukhumapom Krajangsang. Antimicrobial activity of


Chromolaena odorata L. extract against bacterial human skin infections.
Faculty of Science and Technology, Suan Dusit University, Bangkok 1700,
Thailand. 2016

Harborne, J. B. Metode Fitokimia. Bandung: ITB , 1987

Ida, Nur dan Sitti Fauziah Noer. Uji Stabilitas Fisik Gel Ekstrak Lidah Buaya (Aloe
vera L). Program Studi Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Islam Makassar. 2012

Ismail, isriyani., dkk. 2013. Pengembangan Formulasi Sediaan Gel Ekstrak Daun
Botto’-Botto’ (Chromolaena odorata (L.) King & H.E Robins) Sebagai Obat
Luka. Fakultas Kesehatan, Jurusan Farmasi. Makassar: Universitas Islam
Negeri Alauddin.

Joshita D. Kestabilan obat. Jakarta: Universitas Indonesia, 2008. Available from


http://www.repository.ui.ac.id. Accessed on January 6th, 2016.

Lachman L., Liberman HA dan Kaning JL. Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi
Ketiga. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. 2007

Ngozi, Igboh M., Jude, Ikewuchi C. and Catherine, Ikewuchi C. Chemical Profile of
Chromolaena odorata L. (King and Robinson) Leaves. Pakistan Journal of
Nutrition 8. 2009

39
40

Pelczar, Michael J. And Chan. E. C. S. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Terjemahan oleh


Hadioetomo, Ratna Sari dkk. Jakarta: Universitas Indonesia, 2008.

Prawiradiputra, Bambang R. Ki Rinyuh (Chromolaena odorata L.) R. M. King & H.


Robinson): Gulma Padang Rumput yang Merugikan. Bogor: Balai Penelitian
Ternak. 2007

Raina. Ensiklopedi Tanaman Obat Untuk Kesehatan. Yogyakarta: Absolut Jogja,


2011.

Rasyid, Nurzakiyah. Formulasi dan uji aktivitas sediaan gel ekstrak daun Botto’-
botto’ (Chromolaena odorata L.) sebagai obat jerawat secara in vitro.
Fakultas Ilmu Kesehatan, UIN Alauddin Makassar. 2015
Rowe, Raymond C., Paul JS, Marian EQ. Handbook of Pharmaceutical Excipients
Sixth Edition. USA: The Pharmaceutical Press. 2009

Septiningsih, Erna. Efek Penyembuhan luka bakar ekstrak etanol 70% daun papaya
(Carica papaya) dalam sediaan gel pada kulit punggung kelinci. Skripsi
sarjana, Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2008

Shihab, M.Q. Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur'an. Jakarta:
Penerbit Lentera Hati, 2001.

Soekarto., Soewarno T. Penilaian Organoleptik, Untuk Industri Pangan dan Hasil


Pertanian. Institut Pertanian Bogor: PUSBANGTEPA / Food Technology
Development Center, 1981

Subowo. Histologi umum. Jakarta: PT.Bumi Aksara, 1992.

Sukandar, Elin Yulinah,Dkk. Iso Farmakoterapi. Jakarta: Pt. Isfi Penerbitan. 2009.

Syahputri, Mimi. Pemastian Mutu Obat: Kompendium Pedoman & Bahan-Bahan


terkait Vol.1. Jakarta: EGC, 2005
University, 1999.

Vital, P.G, dan Rivera, W.L. Antimicrobial activity and citotoxicity of Chromolaena
odorata (L.f.) King and Robinson and Uncaria perrottetii (A. Rich) Merr.
Extracts. Journal of medical Plants Research, Volume 3. 2009

Voight, Rudolf. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press. 1995

Waterhouse, B. M and Zeimer, O. On the Brink: The Status of Chromolaena odorata


in northern Australia. In Proceddings of The Fifth International Workshop on
Biological Control and Management of Chromolaena odorata. 2002
Ya’qub, M. Husain. Berobatlah Kepada Allah. Solo: Pustaka Iltizam, 2009.
41

Werayut, P., Chomnawang, M.T., Gritsanapan, W., Anti-acne inducing bacteria


activity and α-mangostin content of Garcinia mangostana fruit rind
extractsfrom different provenience, Songklanakarin J. Sci. Technol, 2005.
LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran1. Skema Kerja

1. Penyiapan sampel

Daun Botto’-botto’ (Chromolaena odorata L.)

Dimaserasi dengan etanol 96%

Rotavapor
Ekstrak Ampas
etanoldiekstraksi
Dibebasetanolkan

Ekstrak etanol kental

Ekstrak bebas etanol

42
43

2. Pembuatansediaan gel

Karbopol

Gelas piala
Di kembangkan dengan air suling

Di diamkan hingga mengembang


selama 1x24 jam

Trietanolamin

Homogenkan

Metil paraben yang sebelumnya telah


dilarutkan dalam air panas

Ekstrak dan gliserin

Dihomogenkan

Tambahkan sisa air

Dihomogenkan

Sedian Gel
44

3. Uji Stabilitas Fisik

Sediaan Gel

Uji Stabilitas Fisik

Organoleptik Viskositas pH Sineresis Homogenitas


nit

Analisis Data
45

Lampiran 2. Perhitungan

Tabel 7. Hasil Analisis Statistika Viskositas Rancangan Acak Kelompok


Viskositas
Kondisi Total Rata-rata
I II III IV
Sebelum Penyimpanan 9200 9223,33 9340 9440 37203.33 9300.833
Setelah Penyimpanan 9190 9196,66 9285 9410 37081.66 9270.415
Total 18390 18419.99 18625 18850 74284.99 18571.25
Rata-rata 9195 9209.995 9312.5 9425 37142.5 9285.624

Faktor Koreksi =

= = 689782467.4

JK Total (JKT) =∑ – FK
= (9200)2 + (9223,33)2+…. (9410)2 – 689782467.4

= 689852996.4 – 689782467.4

= 70529.03199

JK Gel (JKG) = – FK

= 689782467.4
= 689850628.3 – 689782467.4

= 68160.8875

JK Kondisi = - FK

= – 689782467.4
= 689784317.9 – 689782467.4

= 1850.44861

JK Galat (JKT) = JK Total – (JK Gel + JK Kondisi)


= 70529.03199 – (68160.8875 + 1850.44861)

= 70529.03199 – 70011.33615

= 517.6958374
46

Derajat Bebas Total = (4 x 2) – 1

=7

Derajat Bebas Perlakuan =4–1

=3

Derajat Bebas Kondisi =2–1

=1

Derajat Bebas Galat =7–3–1

=3

Tabel 8. Hasil Analisis Varian Viskositas


Rumus FT
DB JK KT Fh
Varian 5% 1%
Perlakuan 3 68160.8875 22720.29585 131.6620351 10,13 34,12
Kondisi 1 1850.44861 1850.44861 10.72318035 9,28 29,46
Galat 3 517.6958374 172.5652791
Total 7

Keterangan :

a. F hitung < F tabel, tidak berbeda signifikan.


b. F hitung > F tabel 5%, berbeda signifikan
c. F hitung > F tabel 1%, sangat berbeda signifikan

Kuadrat Tengah (KT)

KT perlakuan =

= 22720.29585

KT Galat =

=
47

= 172.5652791

F hitung perlakuan =

= 131.6620351

F hitung kondisi =

= 10.72318035

Uji Nyata Jujur


1. BNJα = q(p,v,α)


BNJ 5% = q(4; 3; 0,05)

BNJ 5% = 6,83 = 22.430


2. BNJα = q(p,v,α)

BNJ 1% = q(4; 3; 0,01)

BNJ 1% = 12,7 = 41.708

Tabel. 9. Hasil Uji BNJ Viskositas sediaan Gel

Beda Nyata Dengan


Formula Rata-Rata I II III IV
9195 9209.995 9312.5 9425

9195 0
48

9209.995 14,995 0

9312.5 117,5 102,505 0

9425 230 215,005 112,5 0

BNJ 5% = 22.430 BNJ 1% = 41.708

Keterangan : Sangat Signifikan

Signifikan

Non signifikan

Tabel 10. Hasil Analisis Statistika pH


pH
Kondisi Total Rata-rata
I II III IV
Sebelum Penyimpanan 7,7 7,4 6,8 6,9 28.8 7,2
Setelah Penyimpanan 7,1 5,9 5,5 5,3 23.8 5.95
Total 14,8 13,3 12,3 12,2 52,6 13,15
Rata-rata 7,4 6,65 6,15 6,1 26,3 6,575

Faktor Koreksi =

= = 345.845

JK Total (JKT) =∑ – FK
= (7,7) + (7,4)2+…. (5,3)2 – 345.845
2

= 351.46 – 345.845

= 5.615
49

JK Gel (JKG) = – FK

– 345,845
=
= 348.03 – 345.845

= 2.185

JK Kondisi =

= – 345.845

= 348.97 – 345.845

= 3.125

JK Galat (JKG) = JK Total – (JK Gel + JK Kondisi)


= 5.615 – (2.185 + 3.125)

= 5.615 – 5.31

= 0.305

Derajat Bebas Total = (4 x 2) – 1

=7

Derajat Bebas Perlakuan =4–1

=3

Derajat Bebas Kondisi =2–1

=1

Derajat Bebas Galat =7–3–1

=3
50

Tabel 11. Hasil Analisis Varian pH


Rumus FT
DB JK KT Fh
Varian 5% 1%
Perlakuan 3 2.185 0.728333 7.163934 10,13 34,12
Kondisi 1 3.125 3.125 30.7377 9,28 29,46
Galat 3 0.305 0.101667
Total 7

Keterangan :

a. F hitung < F tabel, tidak berbeda signifikan.


b. F hitung > F tabel 5%, berbeda signifikan
c. F hitung > F tabel 1%, sangat berbeda signifikan

Kuadrat Tengah (KT)

KT perlakuan =

= 0.728333

KT Galat =

= 0.101667

F hitung perlakuan =

= 7.163934

F hitung kondisi =
51

= 30.7377

Uji Nyata Jujur


1. BNJα = q(p,v,α)


BNJ 5% = q(4; 3; 0,05)

BNJ 5% = 6,83 = 0.544


2. BNJα = q(p,v,α)

BNJ 1% = q(4; 3; 0,01)

BNJ 1% = 12,7 = 1.012

Tabel. 12. Hasil Uji BNJ Viskositas sediaan Gel

Beda Nyata Dengan


I II III IV
Formula Rata-Rata
7,4 6,65 6,15 6,1

7,4 0

6,65 1

6,15 1,25 1

6,1 1,3 1 0,05

BNJ 5% = 0.544 BNJ 1% = 1.012

Keterangan : Sangat Signifikan

Signifikan

Non signifikan
52

Lampiran 3. Gambar

Gambar 2. Tumbuhan Botto’-botto’ (Chromolaena odrata L)

(a) (b) (c)

Gambar 3. Preparasi sampel (a) sortasi kering (b) dikeringkan (c) diserbukkan
53

(a) (b) (c)

Gambar 4. Ekstraksi sampel (a) Maserasi (b) Penyarian (c) penguapan


menggunakanalat rotary evaporator

(a) (b) (c)

(d) (e)

Gambar 5. Komposisi sediaan (a) ekstrak etanol daun Botto’-botto’ (b) Karbopol

(c) Metilparaben (d) Gliserin (e) Trietanolamin


54

(a) (b) (c) (d)

Gambar 6. Sediaan Gel (a) formula I (b) formula II (c) formula III (d) formula IV

I II III IV I II III IV

(a) (b)

Gambar 7. Homogenitas (a) sebelum penyimpanan dipercepat (b) setelah

Penyimpanan dipercepat
55

Gambar 8. Viskometer Brookfield DV-E Viscometer

(a) (b) (c) (d)

Gambar 9. Uji pH (a) formula I (b) formula II (c) formula III (d) formula IV
56

Formula I
15

luas sebaran 10

5 Series1
Linear (Series1)
0
0 2 4 6 8 y = 1.106x + 3.007
bobot beban R² = 0.9963

formula II
4.4
luas sebaran

4.3
4.2
Series1
4.1
Linear (Series1)
4
0 2 4 6 8 y = 0.0525x + 4.025
bobot beban R² = 0.9973

formula III
4
luas sebaran

3
2
Series1
1
Linear (Series1)
0
0 2 4 6 8
y = 0.094x + 2.538
bobot beban
R² = 0.9939
57

formula IV
4

luas sebaran
3
2
Series1
1
Linear (Series1)
0
0 2 4 6 8 y = 0.1065x + 2.363
bobot beban R² = 0.9972

(a)

Formula I
10
Luas sebaran

8
6
4 Series1
2
Linear (Series1)
0
0 2 4 6 8 y = 0.8815x + 4.208
bobot beban R² = 0.9836

Formula II
5
luas sebaran

4
3
2 Series1
1
Linear (Series1)
0
0 2 4 6 8 y = 0.2875x + 2.55
R² = 0.9981
bobot beban
58

Formula III
5
4
luas sebaran
3
2 Series1
1
Linear (Series1)
0
0 2 4 6 8 y = 0.147x + 3.099
bobot beban R² = 0.9634

Formula IV
5
4
luas sebaran

3
2 Series1
1
Linear (Series1)
0
0 2 4 6 8 y = 0.1575x + 3.02
R² = 0.9985
bobot beban

(b)
Gambar 10. Grafik uji daya sebar (a) sebelum penyimpanan dipercepat (b) setelah
penyimpanan dipercepat
BIOGRAFI
Muhammad Ashar lahir pada tanggal 13 Oktober 1993 di

Kabupaten Sinjai “Bumi Panrita Kitta”. Anak kelima

sekaligus anak terakhir dari pasangan Muhammad Tahir dan

Baraiyyah.

Memulai karir pendidikan SD pada tahun 2000 di

SDN 3 Sinjai, melanjutkan pada jenjang sekolah menengah

pertama di SMP 1 Sinjai pada tahun 2006, melanjutkan pada

jenjang sekolah atas di SMA 1 Sinjai.

Tak hanya berakhir sampai disitu penulis melanjutkan pendidikannya disalah

satu Perguruan Tinggi islam yang terkenal di Makassar yaitu Universitas Islam

Negeri Alauddin Makassar Jurusan Farmasi. Disinilah dia mengenal teman-teman

yang begitu solidnya yang diberi nama angkatan “ISOHID12IS”, juga kakanda dan

adinda yang sangat berperan penting di Farmasi Universitas Islam Negeri Alauddin

Makassar. Maka dari itu, Penulis senantiasa berharap ridho Allah membawanya lebih

lapang dalam mengais ilmu pengetahuan juga ilmu agama hingga tiba ujung

hayatnya.

59
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERBEDAAN PENGGUNAAN GLISERIN, PROPILENGLIKOL, DAN MADU


SEBAGAI BAHAN HUMAKTAN TERHADAP SIFAT FISIS SEDIAAN BATH GEL
EKSTRAK BUAH ALPUKAT (Persea americana Mill.)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan

memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi

Oleh:
DENI YUDA ADI SAPUTRA
M 3509014

DIPLOMA 3 FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
SURAKARTA
2012

i
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir saya yang berjudul “PENGARUH
GLISERIN, PROPILENGLIKOL, DAN MADU TERHADAP SIFAT FISIS SEDIAAN
BATH GEL EKSTRAK BUAH ALPUKAT (Persea americana Mill.) ” adalah hasil
penelitian saya sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh
gelar apapun di suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini
dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari dapat ditemukan adanya unsur penjiplakan maka gelar yang telah

diperoleh dapat ditinjau dan/ dicabut.

Surakarta, 30 Juli 2012

Deni Yuda Adi Saputra


M3509014

commit to user

iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERBEDAAN PENGGUNAAN GLISERIN, PROPILENGLIKOL, DAN MADU


SEBAGAI BAHAN HUMAKTAN TERHADAP SIFAT FISIS SEDIAAN BATH GEL
EKSTRAK BUAH ALPUKAT (Persea americana Mill.)
DENI YUDA ADI SAPUTRA
Jurusan D3 Farmasi, Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret

INTISARI

Buah alpukat dimanfaatkan sebagai kecantikan karena mengandung berbagai


vitamin, mineral, dan kandungan gizi lainnya. Humaktan merupakan bahan yang
berpengaruh terhadap stabilitas sediaan bath gel. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
perbedaan penggunaan propilenglikol, gliserin, dan madu sebagai humaktan dalam sediaan
bath gel ekstrak buah alpukat.
Penelitian ini dilakukan dengan pembuatan ekstrak buah alpukat secara maserasi
dengan etanol 95% selama 3 hari. Pembuatan sediaan bath gel ekstrak buah alpukat dengan
tiga formula menggunakan bahan humaktan gliserin (FI), propilenglikol (FII), dan madu
(FIII). ketiga formula dilakukan uji organoleptis dan uji sifat fisis sediaan bath gel meliputi
pH, viskositas, daya lekat, dan daya sebar yang diamati selama 28 hari. Data yang diperoleh
dibandingkan dengan acuan standar dan dianalisa menggunakan statistik dengan uji
Kolmogorov-Smirnov, jika data terdistribusi normal dilanjutkan dengan uji Anova satu
jalan dengan taraf kepercayaan 95%. Untuk uji kesukaan dianalisa menggunakan uji
Friedmen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sifat fisis dari sediaan bath gel sesuai dengan
parameter standar. Penggunaan bahan humaktan propilenglikol, gliserin, dan madu
memberikan pengaruh terhadap sifat fisis bath gel ekstrak buah alpukat. Berdasarkan uji
kesukaan , formula III dengan penambahan humaktan madu paling disukai dari segi warna,
kekentalan, banyaknya busa, kesan bersih dengan nilai daya lekat 5,43 detik, viskositas
13000 cps dan pH 6,38

Kata kunci : bath gel, gliserin, propilenglikol, madu

commit to user

iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DEFERENCE OF USAGE GLYCERIN, PROPYLENGLYKOL, AND HONEY AS


HUMECTAN ABOUT PHYSICAL PROPERTIES OF EXTRACT AVOCADO
(Persea americana Mill.) BATH GEL
DENI YUDA ADI SAPUTRA
Department of Pharmacy, Faculty of Mathematic and Science
Sebelas Maret University

ABSTRACT

Avocado used as a beauty because contains many vitamins, minerals, and oils.
Humaktan a material effect on the stability of the preparation bath gel. The research aims
to determine the difference of usage propilenglikol, glycerin, and honey as humectan about
avocado extract bath gel.
The research was done by making an avocado extract is macerated with 95%
ethanol for 3 days. Manufacture of bath gel preparations avocado extract with three
formulas using humectan glycerine (FI), propylenglikol (FII), and honey (FIII). The
preparation of the bath gel from three formulas do by organoleptis test and preparation test
bath gel physical properties include pH, viscosity, adhesion, and the spread were observed
for 28 days. The data obtained were compared with parameter standards and analyzed using
the statistical Kolmogorov-Smirnov test, if normally distributed data followed by the one
way ANOVA test with 95% confidence level. Top reference test was analyzed using the
Friedmen.
The results showed the physical properties of the bath gel that is formed in
accordanced with the parameter standard. The use of humectan propylenglycol, glycerin,
and honey to give effect to extract physical properties of avocado bath gel. Based on the
test's favorite bath gel formula III can be concluded that the addition of honey humaktan
most preferred in terms of color, viscosity, amount of foam, which has a clean impression
adhesion 5,43 s, viscosity 13000 cps, and ph value of 6.38.

Key words: bath gel, glycerine, propylenglikol, honey

commit to user

v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

MOTTO

Jadikanlah suatu masalah sebagai senjata untuk memantapkan diri menuju

masa depan yang lebih baik (Anomim).

Seseorang yang optimis akan melihat adanya kesempatan dalam setiap

malapetaka, sedangkan orang pesimis melihat malapetaka dalam setiap

kesempatan (Anonim).

commit to user

vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERSEMBAHAN

Tugas Akhir ini Kupersembahkan untuk :

Bapak dan Ibu tercinta, kakak dan kekasih tersayang.

commit to user

vii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tugas Akhir dengan

judul “PERBANDINGAN PENAMBAHAN GLISERIN, PROPILENGLIKOL, DAN

MADU SEBAGAI BAHAN HUMAKTAN TERHADAP SIFAT FISIS SEDIAAN BATH

GEL EKSTRAK BUAH ALPUKAT (Persea americana Mill.)” dengan baik.

Penyusunan Tugas Akhir merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh

gelar Ahli Madya Farmasi pada jurusan D3 Farmasi di Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam penulisan laporan Tugas

Akhir ini penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan hasil yang

terbaik. Dan tak mungkin terwujud tanpa adanya dorongan, bimbingan, semangat, motivasi

serta bantuan baik moril maupun materiil, dan do’a dari berbagai pihak. Karena itu penulis

pada kesempatan ini mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc.(Hons), Ph.D, selaku Dekan Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Ahmad Ainurofiq, M.Si., Apt, selaku ketua program studi D3 Farmasi Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

3. Estu Retnaningtyas, STP., M.Si., selaku pembimbing akademik.

4. Anang Kuncoro R. S., S.Si., Apt., selaku pembimbing tugas akhir atas segala

ketulusan, kesabaran dan keikhlasannya dalam memberikan arahan, pengertian, saran,

dan ilmunya yang tiada tara nilainya.

5. Segenap dosen pengajar dan staff jurusan D3 Farmasi yang telah banyak memberikan
commit to user
ilmu dan pelajaran berharga.

viii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

6. Seseorang yang telah mendampingi dan memberikan dukungan, motivasi, kesabaran,

perhatian, dan kasih sayangnya selama ini.

7. Teman-teman seperjuangan D3 Farmasi, atas kerjasamanya selama masa-masa kuliah.

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu dalam

Tugas Akhir ini.

Penulis berharap semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada

umumnya dan dapat menjadi bekal bagi penulis dalam pengabdian Ahli Madya Farmasi di

masyarakat pada khususnya.

Surakarta, Juli 2012

Penulis

commit to user

ix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………..….... i

HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………..……….. ii

HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................... iii

INTISARI ........................................................................................................... iv

ABSTRACT ......................................................................................................... v

HALAMAN MOTTO ........................................................................................ vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ vii

KATA PENGANTAR ………………………………………….…………..… viii

DAFTAR ISI ………………………………………………….……………..... xi

DAFTAR LAMPIRAN............……………………………….............……….. xiii

DAFTAR TABEL ....…………………………………………...…………..… xiv

DAFTAR GAMBAR ....……………………………………………………..… xv


DAFTAR SINGKATAN ................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah……………………….....................……….. 1


B. Perumusan Masalah ............................................................................ 2
C. Tujuan Penelitian……………………………….…...................…….. 3
D. Manfaat Penelitian ……………………………..………..................... 4

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka.....................................………………..…..……….. 5
commit to user
1. Klasifikasi alpukat.. ......................……………………..………..... 5

x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2. Habitat Tubuhan................ .............................................................. 5

3. Nama daerah................ …...........…………………….…..……….. 6

4. Morfologi Tumbuhan........... .......................................................... 6

5. Kandungan Kimia Alpukat ............................................................. 7

6. Manfat Tanaman….......…………….…..……................…............ 8

B. Ekstrak …........................………………….………….... ..................... 9

C. Bath gel ......................................................................……..………......11

D. Monografi Bahan....................................................................................15

E. Kerangka Pemikiran................................................................................19

F. Hipotesis..................................................................................................21

BAB III METODE PENELITIAN

A. Kategori penelitian dan rancangan penelitian ...............…..………… 22

B. Metode Penelitian ……....…………………………..………................ 22

C. Tempat Penelitian................................................................................ 23

D. Alat dan Bahan ………………..................………………….……….. 23

1. Alat yang digunakan ....................................................................... 23

2. Bahan yang digunakan .................................................................... 23

E. Tahap penelitian................................................................................... 23

1. Identifikasi Sampel .................................................................... 23

2. Pembuatan Simplisia .....................…………..……………… 24

3. Maserasi .................................................................................. 24

4. Uji kualitatif ekstrak ............................................................. 24

F. Formula ..........................…………….………………....................... 25

commit to user
G. Uji Sifat Fisis Gel..............................……………..…….……........... 26

xi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

1. Uji Organoleptis .......................………….…………................ 26

2. Uji Daya sebar ……………………….................…………....... 26

3. Uji Daya Lekat …….............…………………..……………...... 26

4. Uji Viskositas …………………………..…......………............ 27

5. Uji pH................................................................................... ....... 27

6. Uji Hedonik/Kesukaan................................................................. 28

H. Analisa Data ..………………………..….............................….......... 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Determinasi Tanaman……………….................................................. 29

B. Pembuatan Ekstrak Buah Alpukat …………..................………......... 29

C. Hasil Organoleptis Ekstrak Buah Alpukat……................................... 30

D. Pembuatan Sediaan Bath gel ekstrak buah alpukat…………………... 30

E. Hasil Pengujian Bath gel………..............…………………….....…....H31


1. Pengamatan Organoleptis............................................................. 31
2. pH................................................................................................. 33
3. Viskositas..................................................................................... 35
4. Daya sebar..................................................................................... 38
5. Daya lekat..................................................................................... 39
6. Kesukaan/hedonik........................................................................ 41

BAB V. KESIMPULAN ................................................................................... 48

A. Kesimpulan .............................………………………..…………....... 48

B. Saran ........................................…………..….……............................. 48

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 49

LAMPIRAN ....................................................................................................... 50

commit to user

xii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Bath Gel.................................................................. 50


Lampiran 2. Formula dan Perhitungan Bahan..................................... 51
Lampiran 3. Diagram Alir ..................................................................53
Lampiran 4. Hasil Determinasi Buah Alpukat . ................................... 55
Lampiran 5. Hasil Pemeriksan Ekstrak Daging
Buah Alpukat ...................................................................56
Lampiran 6. Hasil Pemeriksaan Sifat Fisis Sediaan Bath Gel ..............57

commit to user

xiii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR TABEL

Tabel I. Standar sabun mandi cair menurut SNI .........…....…...............…….… 14

Tabel II . Formula Bath gel .......................................…….........….................... 25

Tabel III. Hasil Pengamatan secara Organoleptis Ekstrak Buah Alpukat.......... 30

Tabel IV. Hasil uji kandungan gizi ekstrak buah alpukat .................................. 30

Tabel V. Hasil Pengamatan Organoleptis Bath gel.............................................. 31

Tabel VI. Hasil Uji Homogenitas Bath gel........................................................ 32

commit to user

xiv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Hasil Bath gel ekstrak Buah alpukat...................…...............……. 31


Gambar 2. Grafik pH bath gel .......................................................................... 33
Gambar 3. Grafik Viskositas bath gel................................................................ 35
Gambar 4. Grafik Daya Sebar bath gel..........………........................................ 38
Gambar 5. Grafik Daya Lekat bath gel...……................................................... 39
Gambar 6. Diagram Warna Bath gel................................................................ 42

Gambar 8. Diagram Kekentalan Bath gel......................................……........... 43


Gambar 8. Diagram Banyaknya busa Bath gel................................................ 45
Gambar 9. Diagram Kesan bersih Bath gel....................................................... 46

commit to user

xv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR SINGKATAN
cps = centipoise
FI = Formula I
FII = Formula II
FIII = Formula III
HPMC = Hidroksi Propil Metil Selulosa
mg = miligram
ml = mililiter
kg = kilogram
o
C = Celcius

commit to user

xvi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Buah Alpukat adalah komoditi holtikultura yang sangat dikenal di

masyarakat. Buah ini mengandung lemak yang tinggi, rasanya langu seperti minyak

ikan. Buah alpukat tidak hanya dimakan, tetapi juga dibuat minuman seperti juice

dan diberi sirup atau penyedap lainnya.

Penggunaan alpukat sebagai bahan non pangan masih jarang dilakukan

orang. Namun dikalangan wanita, buah alpukat telah dimanfaatkan sebagai masker

wajah. Adanya kandungan minyak/lemak pada alpukat memungkinkan bagi

komoditi tersebut dikembangkan menjadi salah satu sumber minyak nabati bagi

keperluan industri non pangan seperti kosmetika, sabun, dan krim wajah (Retnasari,

2000). Buah Alpukat dapat memberikan nutrisi untuk kulit, dan juga bisa

memudarkan warna kulit yang tidak merata atau dengan kata lain memutihkan

kulit yang mengandung vitamin, seperti vitamin A, vitamin B, vitamin C, dan

vitamin E dan lemak nabati. Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh

Wardhana dkk (2009) menggunakan ekstrak alpukat 0,4% (b/b) terhadap sediaan

moisturizing gel telah memberikan efek menghaluskan dan melembabkan kulit.

Bath gel alpukat yang diformulasikan dengan madu belum pernah

diproduksi di pasaran. Kondisi tersebut mendukung dikembangkannya produk

baru berupa bath gel alpukat madu. Menurut SNI (1996), sabun mandi cair

merupakan sediaan pembersih kulit berbentuk cair yang terbuat dari bahan sabun

dengan penambahan bahan-bahan yang diinginkan. Bath gel memiliki


commit to user

1
perpustakaan.uns.ac.id 2
digilib.uns.ac.id

beberapa keuntungan dari pada sabun mandi padat. Hal ini disebabkan oleh

persepsi konsumen bahwa bath gel lebih higienis, praktis dalam

penggunaan, dan menghasilkan lebih banyak busa.

Formulasi dari sediaan bath gel itu sendiri antara lain terdiri dari

gelling agent, surfaktan, bahan pengawet, bahan pelembab, bahan penstabil,

bahan pensuspensi (suspending agent), dan bahan pengharum. Dalam

pembuatan bath gel juga dipengaruhi oleh bahan pelembab yang digunakan, bahan

pelembab digunakan untuk menjaga kelembaban sediaan baik dalam wadah

ataupun pemakaiannya pada kulit. Bahan pelembab itu sendiri kebanyakan

memakai bahan kimia seperti propilenglikol, gliserin, sorbitol, namun

terdapat bahan dari alam yang dapat digunakan dalam bath gel sebagai bahan

humaktan, salah satunya adalah madu.

Gliserin merupakan humaktan atau pelembab yang mampu mengikat air

dari udara dan dapat melembabkan kulit pada kondisi atmosfer sedang atau

kondisi kelembaban tinggi. Penambahan bahan seperti gliserin menunjukkan tidak

ada ikatan dengan kulit dan mudah dibilas (Murphy, 1978). Propilenglikol

digunakan sebagai bahan pelembab yang akan mempertahankan kandungan air

dalam sediaan sehingga sifat fisik dan stabilitas sediaan selama penyimpanan

dapat dipertahankan. Propilenglikol memiliki stabilitas yang baik pada PH 3-6

(Allen,2002). Propilenglikol dan gliserin merupakan bahan humaktan sintetis dan

pada umumnya digunakan sebagai humaktan. Madu merupakan salah satu

produk yang memiliki banyak manfaat untuk kesehatan dan kecantikan.

Penggunaan madu sebagai kosmetik sangat baik untuk perawatan kulit (Afsyah,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 3
digilib.uns.ac.id

2005). Madu bersifat sangat higroskopis, yaitu mudah menyerap air dari udara

sekitarnya, karena itu dapat digunakan sebagai humaktan (pelembab). Sifat

higroskopis ini disebabkan karena madu merupakan larutan gula yang sangat

jenuh (Gojmerac, 1983). Menurut Krell (1996), sifat madu yang higroskopis

menyebabkan madu banyak digunakan sebagai komponen atau bahan

tambahan baik pada produk makanan ataupun produk lainnya.

B. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah pada penelitian ini

adalah :

1. Bagaimana perbedaan penggunaan gliserin, propilenglikol, dan madu sebagai

bahan tambahan humaktan terhadap sifat fisis sediaan bath gel ekstrak

buah alpukat?

2. Bahan tambahan humaktan mana yang memberikan kestabilan yang baik

terhadap sifat fisis sediaan bath gel ekstrak alpukat??

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui perbedaan penggunaan gliserin, propilenglikol, dan

madu sebagai bahan tambahan humaktan terhadap sifat fisis sediaan bath

gel ekstrak buah alpukat.

2. Untuk mengetahui bahan tambahan humaktan yang memberikan

kestabilan yang baik terhadap sifat fisis sediaan bath gel ekstrak alpukat.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 4
digilib.uns.ac.id

D. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Diperoleh informasi tentang sifat fisis sediaan bath gel ekstrak buah

alpukat dengan bahan pelembab gliserin, propilenglikol, dan madu.

2. Menambah dan meningkatkan prespektif peneliti khususnya yang berkaitan

tentang ilmu pengetahuan dan teknologi pemanfaatan buah alpukat.

3. Meningkatkan daya guna ekstrak buah alpukat sebagai sediaan bath gel.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Alpukat

1. Klasifikasi Alpukat (Persea americana Mill)

Sistematika tumbuhan alpukat sebagai berikut (Depkes RI, 2001) :

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Ranuculales

Suku : Lauraceae

Marga : Persea

Famili : Persea americana Mill.

Spesies : Persea americana Mill.

2. Habitat Tumbuhan

Alpukat (Persea americana Mill) berasal dari Amerika Tengah.

Tumbuhan ini masuk ke Indonesia sekitar abad ke-18. Alpukat tumbuh liar di

hutan-hutan, banyak juga ditanam di kebun dan pekarangan yang lapisan

tanahnya gembur dan subur serta tidak tergenang air. Tumbuh di daerah tropik

dan subtropik dengan curah hujan antara 1.800 mm sampai 4.500 mm tiap tahun.

Pada umumnya tumbuhan ini cocok dengan iklim sejuk dan basah. Tumbuhan

tidak tahan terhadap suhu rendah maupun tinggi. Di Indonesia tumbuh pada

ketinggian tempat antara 1 m sampai 1000 m di atas permukaan laut

(Depkes RI, 1978). commit to user

5
perpustakaan.uns.ac.id 6
digilib.uns.ac.id

3. Nama daerah

Di Indonesia, alpukat banyak dikenal dengan berbagai nama diantaranya,

alpuket atau alpukat (Jawa Barat), alpokat (Jawa Timur/Jawa Tengah), buah

pokat/jamboo pokat (Batak), advokat/pookat (Lampung), dan apuket/jambu

wolanda (Sunda) (Indriani dan Suminarsih, 1997).

4. Morfologi Tumbuhan

Pohon alpukat tingginya 3 m sampai 10 m, berakar tunggang, batang

berkayu, bulat, warnanya coklat, dan banyak bercabang. Daun tunggal letaknya

berdesakan di ujung ranting, bentuknya memanjang, ujung dan pangkal runcing.

Tepi rata kadang-kadang agak menggulung ke atas. Bunganya majemuk,

buahnya buah buni, bentuk bola atau bulat telur, warnanya hijau atau hijau

kekuningan. Buah jika sudah masak lunak, warnanya hijau, dan kekuningan

(Yuniarti, 2008).

Buah alpukat memiliki biji yang berkeping dua, sehingga termasuk

dalam kelas Dicotyledoneae. Biji bulat seperti bola, keping biji putih

kemerahan. Kepingan ini mudah terlihat apabila kulit bijinya dilepas atau

dikuliti. Kulit biji umumnya mudah lepas dari bijinya. Pada saat buah masih

muda, kulit biji itu menempel pada buahnya. Bila buah telah tua, biji akan

terlepas dengan sendirinya. Umumnya sifat ini dijadikan sebagai salah satu tanda

kematangan buah. Buah yang berbentuk panjang mempunyai biji yang lebih

panjang dibanding biji yang terdapat di dalam buah yang bentuk bulat.

Walaupun demikian, semua bijicommit


alpukat mempunyai kesamaan, yaitu bagian
to user
perpustakaan.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id

bawahnya agak rata dan kemudian membulat atau melonjong (Indriani dan

Suminarsih, 1997).

5. Kandungan Kimia Alpukat

a. Flavonoid

Flavonoid merupakan sekelompok besar senyawa polifenol tanaman yang

tersebar luas dalam berbagai bahan makanan dan dalam berbagai

konsentrasi. Flavonoid berupa senyawa larut air. Dapat diekstraksi dengan

etanol 70% dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak dikocok dengan

eter minyak bumi. Flavonoid berupa senyawa fenol, karena itu warnanya

berubah bila ditambah basa atau amonia. Umunya terdapat dalam tumbuhan,

terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon flavonoid yang merupakan

bentuk kombinasi glikosida. Flavonoid adalah senyawa antioksidan yang

berpotensi lebih kuat dibandingkan dengan vitamin C dan vitamin E

(Harborne, 1987).

b. Tanin

Tanin tersebar dalam setiap tanaman berpembuluh. Tanin dapat bereaksi

dengan protein membentuk kopolimer mantap yang tidak larut air. Tanin

adalah senyawa yang terdapat pada daun, buah, akar, dan batang. Tanin juga

digunakan sebagai penolak hewan pemakan tumbuhan karena rasanya sepat

(Harborne, 1987).

c. Alkaloid

Alkaloid merupakan senyawa yang bersifat basa yang mengandung satu

atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagian dari sistem
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id

siklik. Alkaloid yang terkandung dalam daun atau buah rasanya pahit di

lidah serta mempunyai efek fisiologi kuat terhadap manusia. Alkaloid

seringkali beracun tetapi juga banyak mempunyai kegiatan fisiologi yang

menonjol (Harborne, 1987).

d. Saponin

Saponin adalah senyawa aktif yang menimbulkan busa bila dikocok.

Saponin pada konsentrasi rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah.

Saponin dapat bekerja sebagi mikroba. Larut dalam air dan etanol, tetapi

tidak larut dalam eter (Robinson, 1995).

6. Manfaat Tanaman

Bagian tanaman alpukat yang banyak dimanfaatkan adalah buahnya

sebagai makanan buah segar. Selain itu pemanfaatan buah alpukat yang biasa

dilakukan masyarakat Eropa adalah digunakan sebagai bahan pangan yang diolah

dalam berbagai masakan. Manfaat lain dari buah alpukat adalah untuk bahan

dasar kosmetik.

Alpukat biasanya digunanakan untuk skin care product. Alpukat banyak

sekali manfaatnya terutama dalam kecantikan. Alpukat mengandung banyak

vitamin untuk whitening product, mineral untuk care product dan minyak alami

untuk skin product. Alpukat banyak mengandung vitamin A, C dan E, zat besi,

potassium, niasin, asam pantotenik serta protein yang tidak terdapat dalam buah

untuk skin whitening dan sebagai pelembab atau skin care. Untuk memperoleh

manfaat lebih baik diperlukan sari buah alpukat dengan ekstraksi secara maserasi

menggunakan etanol 95% (wardhana, 2009).


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id

B. Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat

aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang

sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau

serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah

ditetapkan (Anonim, 1995).

Atas dasar sifatnya, ekstrak dapat dikelompokkan menjadi :

a. Ekstrak encer (ekstractum tenue)

Memiliki konsistensi seperti madu dan dapat dituang.

b. Ekstrak kental (ekstractum spissum)

Dalam keadaan dingin liat dan tidak dapat dituang. Kandungan airnya

mencapai 30%.

c. Ekstrak kering (ekstractum siccum)

Memiliki konsistensi kering dan dapat digosokkan. Kandungan airnya tidak

lebih dari 5%.

d. Ekstrak cair (ekstractum liquidum)

Dalam hal ini diartikan sebagai ekstrak cair yang dibuat sedemikian rupa

sehingga satu bagian simplisia sesuai dengan dua bagian (kadang-kadang

satu bagian) ekstrak cair (Voigt, 1994).

1. Cairan Penyari

Kriteria cairan penyari yang baik haruslah memenuhi syarat antara lain:

murah dan mudah didapat, stabil secara kimia dan físika, bereaksi netral, tidak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id

mudah menguap dan tidak mudah terbakar, juga selektif yaitu hanya menarik zat

berkhasiat (Anonim, 1986).

Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari

bahan obat dan daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan

kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna (Ansel, 1989).

2. Metode pembuatan ekstrak

Metode pembuatan ekstrak yang umum digunakan antara lain

maserasi, perkolasi, dan soxhletasi. Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa

faktor seperti sifat dari bahan mentah obat dan daya penyesuaian dengan tiap

metode ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna

(Ansel, 1981).

a. Maserasi

Maserasi (macerase = mengairi, melunakkan) adalah cara ekstraksi yang

paling sederhana (Voigt, 1984). Maserasi merupakan proses yang paling

tepat untuk simplisia yang sudah halus dan memungkinkan direndam hingga

meresap dan melunakkan susunan sel, sehingga zat-zatnya akan larut. Obat

yang akan diekstraksi biasanya ditempatkan pada wadah atau bejana yang

bermulut lebar bersama menstrum yang telah ditetapkan lalu bejana ditutup

rapat isinya dikocok berulang-ulang kemudian disaring (Ansel, 1981).

Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif

yang mudah larut dalam cairan penyari. Cairan penyari yang digunakan

dapat berupa air, etanol, air-etanol atau pelarut lain. Keuntungan cara

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan sederhana

mudah diusahakan (Anonim, 1986).

b. Perkolasi

Perkolasi merupakan proses penyarian serbuk simplisia dengan pelarut

yang cocok dengan melewatkan secara perlahan-lahan melewati suatu

kolom, serbuk simplisia dimasukkan dalam perkolator. Cara penyarian ini

dengan mengalirnya cairan melalui kolom dari atas ke bawah melalui celah

untuk keluar dan ditarik oleh gaya berat seberat cairan dalam kolom (Ansel,

1995).

c. Soxhletasi

Soxhletasi merupakan salah satu metode ekstraksi dengan menggunakan

pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus

sehingga terjadi ekstraksi yang kontinu dengan jumlah pelarut relative

konstan dengan adanya pendingin balik (Anonim, 2000). Kekurangan dari

metode ini adalah waktu yang dibutuhkan untuk ekstraksi cukup lama

sehingga kebutuhan energinya tinggi. (Voigt, 1994).

C. BATH GEL

Bath gel merupakan salah satu sediaan kosmetika yang berfungsi untuk

membersihkan tubuh, memberikan keharuman, dan rasa segar serta

menghaluskan dan melembutkan kulit (Imron, 1985). Sabun mandi pertama kali

digunakan di Sumeria 4500 tahun yang lalu. Pada awalnya lemak tumbuhan dan

bubuk kayu digunakan sebagai pembersih kulit dan baju. Kemudian penggunaan

sabun mandi meluas ke seluruh pelosok dunia melalui perdagangan dan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

penyebaran agama sejak ditemukannya bahan pembersih yang disebut

sapo. Bahan tersebut digunakan sebagai pembersih dan penyembuh luka

oleh seorang tabib Yunani (Wasiatmadji, 1997). Pada abad ke-8 produksi sabun

mandi mulai berkembang di kota pelabuhan Italia dan Sanova (Mitsui, 1997).

Kotoran pada kulit umumnya berasal dari minyak, lemak dan keringat.

Zat- zat tersebut sukar larut dalam air karena bersifat non polar. Sabun

dibutuhkan untuk melunturkan kotoran-kotoran pada kulit. Kotoran akan terikat

pada bagian molekul sabun yang non polar yaitu gugus R, sedangkan bagian

gugus lainnya yang bersifat polar yaitu gugus COONa akan mengikat air

sehingga kotoran dapat lepas karena akan kotoran terikat pada sabun dan

sabun terikat pada air (Bird,1997).

Menurut Jellinek (1970), sabun adalah campuran garam-garam sodium

dari asam stearat, asam palmitat, dan asam oleat yang mengandung sedikit

komponen asam miristat dan asam laurat. Dari berbagai jenis agen pembersih

saat ini sabun merupakan sediaan pembersih yang telah digunakan sejak lama.

Bentuk sabun secara umum dibagi menjadi dua yaitu sabun padat dan

sabun cair. Bahan-bahan yang digunakan dalam sabun mandi cair terdiri

dari bahan dasar dan bahan tambahan. Sabun mandi cair adalah sediaan

pembersih kulit berbentuk cair yang dibuat dari bahan dasar sabun atau

detergen dengan penambahan bahan lain yang digunakan untuk mandi tanpa

menimbulkan iritasi kulit (SNI, 1996).

Sediaan kosmetika mandi terdiri dari beberapa jenis, antara lain bath

salts, bubble bath powders, bath tablets, bath oil, dan bubble bath. Bath salts
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

terdiri dari garam organik atau campuran dari bermacam-macam garam

organik yang berwarna dan beraroma. Bath tablets atau tablet mandi

mengandung asam organik kristalin (asam sitrat) yang ditambahkan sodium

karbonat atau bikarbonat. Setelah diletakkan dalam air, tablet akan mengeluarkan

karbondioksida yang disertai efek effervescent. Bath tablets juga mengandung

garam yang mampu melepaskan oksigen di dalam air. Oksigen tersebut

berfungsi menyegarkan kulit (Fadhillah, 2008).

Bubble bath powders mengandung surfaktan dalam bentuk bubuk

yang menghasilkan busa dalam jumlah besar. Bath oils tidak larut dalam air

sehingga akan menyebar dan membentuk lapisan tipis. Bubble bath

mengandung surfaktan yang mampu menghasilkan busa yang sangat

banyak dan pembusaan yang stabil (Jellinek,1970). Menurut Imron (1985),

bubble bath dapat dijumpai dalam berbagai macam bentuk seperti serbuk,

granula atau manik-manik, larutan, gel, tablet, kapsul Kristal, dan batang.

Bath gel merupakan salah satu bentuk dari bubble bath karena bahan dasarnya

menggunakan surfaktan yang mampu menghasilkan busa yang sangat banyak

dan pembusaan yang stabil.

Sabun mandi yang baik harus memenuhi standar mutu dan parameter

yang ditetapkan. Syarat mutu produk sabun mandi menurut SNI (1996), dapat

dilihat pada Tabel I.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id

Tabel I. Standar sabun mandi cair menurut Standar Nasional Indonesia (SNI)

Jenis Uji Persyaratan Mutu


Organoleptik: Cairan
Bentuk homogen
Bau Khas
Warna Khas
pH 6–8
Bobot jenis relatif, 25oC 1.01 – 1.10

Cemaran mikroba
(Angka Lempeng Total) Maks 1 x 105

Sumber : SNI, 1996

Surfaktan merupakan bahan utama dalam memformulasikan bath

gel. Surfaktan memiliki gugus hidrofobik dan hidrofilik dalan satu

molekul. Keberadaan surfaktan (surface active agent) yang dominan dalam

formula bath gel menyebabkan bath gel termasuk dalam produk yang dapat

menurunkan tegangan permukaan. Surfaktan merupakan senyawa aktif penurun

tegangan permukaan (surface active agent) yang digunakan sebagai bahan

penggumpal, pembasah, pembusaan, emulsifier, dan komponen bahan adhesif

yang telah diaplikasikan secara luas pada berbagai bidang industri (Georgou et

al., 1992).

Dalam formulasi bath gel, kekentalan dapat mempengaruhi tampilan akhir

produk yang akan mempengaruhi keinginan konsumen untuk menggunakannya.

Kekentalan dari produk bath gel dapat diperoleh dengan cara menambahkan

bahan pengental. Bahan pengental berguna sebagai peningkat kekentalan dan

mencegah pengendapan bahan-bahan aktif yang terdapat dalam produk

(Suryani et. al., 2000).

Viskositas yang tinggi sering menjadi hal yang penting untuk


commit to user
stabilitas produk maupun penanganan suatu produk kosmetika (Williams
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

and Schmitt, 2002). Stabilitas yang baik akan diperoleh dengan adanya

penambahan stabilizer. Tujuan penambahan stabilizer adalah untuk

meningkatkan viskositas dari medium pendispersi. Dengan peningkatan

kekentalan, gerakan droplet fasa terdispersi menjadi lambat sehingga

mencegahnya bergabung satu sama lain (Suryani et.al.,2000). Jellinek (1970)

juga mengatakan bahwa penambahan stabilizer bertujuan untuk mengurangi efek

degradasi dari sabun. Stabilizer bekerja dengan cara menggantikan lemak yang

hilang dalam pencucian atau mengurangi efek degradasi dari sabun yaitu

menghilangnya lemak yang melekat pada kulit.

D. Monografi Bahan

1. Hidroksi Propil Metil Selulosa (HPMC)

Hidroksipropil metil selulosa (HPMC) yang merupakan derivat sintetis

selulosa dan termasuk dalam basis hidrofilik (Kibbe, 2004). Digunakan basis gel

hidrofilik karena daya sebar pada kulit baik, efeknya mendinginkan, tidak

menyumbat pori-pori kulit, mudah dicuci dengan air dan pelepasan obatnya baik

(Voigt, 1984). HPMC merupakan suatu selulosa non ionik yang tersedia dalam

viskositas dan jenis yang bermacam-macam. Substitusi metil memberi HPMC satu

ciri yang unik, kekuatan dari gel dan suhu dimana gel terbentuk (60-90°C)

tergantung pada substitusi polimer dan konsentrasinya dalam air (Lieberman et al.,

1998). HPMC biasanya digunakan dalam sediaan oral dan topikal (Kibbe, 2004).

HPMC merupakan basis gel yang bersifat netral, tahan terhadap pengaruh asam

dan basa, stabil pada pH 3-11, tahan terhadap serangan mikroba dan tahan panas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id

HPMC (CH3CH(OH)CH2) secara luas digunakan sebagai suatu eksipien didalam

formulasi pada sediaan topikal dan oral dibandingkan dengan metil selulosa,

HPMC menghasilkan cairan lebih jernih, HPMC juga digunakan sebagai

pengemulsi, agent penyuspensi, dan agent pengstabil dalam sediaan salep dan gel.

Pemeriaannya adalah serbuk hablur putih tidak berasa ditak berbau. Larut dalam

air dingin, membentuk koloid yang merekat tidak larut dalam klorofrom, etanol

95% dan eter tetapi dapat larut dalam campuran etanol dan diklorometana.

2. Sodium Lauril Sulfat (SLS)

Sodium Lauril Sulfat (SLS) merupakan surfaktan anionik yang paling

banyak digunakan untuk kosmetika atau produk-produk perawatan diri. SLS

memiliki pH 7-9, mudah mengental dengan garam dan menunjukan kelarutan

yang baik dalam garam. Kompatibilasi SLS terhadap kulit dan mata dapat

diterima pada kebanyakan aplikasi dan bisa ditingkatan melalui kombinasi dengan

surfaktan sekunder yang tidak terlalu kuat (Williams and Schmitt, 2002).

Pembentukan busa (foaming) diperoleh dari kombinasi dua surfaktan yang saling

mendukung (Jellinek, 1970).

3. Madu

Madu merupakan pemanis alami yang memiliki berbagai macam

khasiat. Madu adalah zat manis yang dihasilkan oleh lebah madu, berasal dari

nektar bunga yang berkembang atau dari sekresi tanaman yang dikumpulkan oleh

lebah, kemudian diubah bentuk dan dikombinasikan dengan zat khusus yang ada

pada tubuh lebah, selanjutnya di simpan hingga masak dalam sel-sel madu

(Crene, 1990). Penyusun utama madu adalah fruktosa (38.2%) dan glukosa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

(31%), sedangkan air adalah penyusun ketiga terbesar. Madu mengandung

disakarida (7.2%) yang tersusun atas dua monosakarida yang terikat bersama,

oligosakarida (4.2%) yang mengandung tiga gula sederhana namun umumnya

tersusun atas monosakarida, disakarida, dan polisakarida (National Honey

Board, 2001). Menurut Sihombing (1997), madu memiliki kandungan air

(17.2%), energi 304 kal/100 g, protein (0.3%), karbohidrat (82.3%), lemak (0.0%),

dan abu (0.2%). Madu bersifat sangat higroskopis, yaitu mudah menyerap air

dari udara sekitarnya, karena itu dapat digunakan sebagai humaktan

(pelembab). Sifat higroskopis ini disebabkan karena madu merupakan larutan

gula yang sangat jenuh (Gojmerac, 1983). Menurut Krell (1996), sifat madu

yang higroskopis menyebabkan madu banyak digunakan sebagai komponen

atau bahan tambahan baik pada produk makanan ataupun produk lainnya. Di

dalam madu terkandung asam-asam organik seperti asam siringat (asam 3,5-

dimetoksi-4-hidroksibenzoat),metil siringat (asam 3,4,5-trimetoksibenzoat) serta

asam 2-hidroksi-3-fenilpropionat. Seperti selama ini diketahui, asam-asam benzoate

adalah penghambat pertumbuhan bakteri dan jamr yang efektif (Ika Puspitasari,

2007). Rumus ki m i a m a d u a d a l a h C 6H12O6

4. Gliserin (Glycerine anhydrous)

Gliserin merupakan humaktan atau pelembab yang mampu mengikat air dari

udara dan dapat melembabkan kulit pada kondisi atmosfer sedang atau kondisi

kelembaban tinggi. Penambahan bahan seperti gliserin menunjukkan tidak ada

ikatan dengan kulit dan mudah dibilas (Murphy, 1978). Pemeriannya adalah

berwarna putih, rasa tawar seperti lendir,hampir tak berbau,bentuk bulat , butir.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

kelarutannya dapat bercampur dengan air dan dengan etanol 95%, praktis tidak

larut dalam kloroform dalam eter dan dalam minyak lemak dan dalam minak

menguap.titik lebur 18oC, titik didih 290 oC, stabilitasnya higroskopis dengan

adanya udara dari luar (mudah teroksidasi), mudah terdekomposisi dengan adanya

pemanasan, mengkristal dalam suhu rendah, kristal tidak akan mencair sampai

dengan suhu 20 oC akan timbul ledakan jika dicampur dengan bahan teroksidasi

(Anonim,1979). Gliserol merupakan tryhydric alcohol C2H5(OH)3 atau 1,2,3-

propanetriol. Struktur kimia dari gliserol adalah sebagai berikut :

(anonim,1979)

5. Propilenglikol (1,2-propanediol)

Propilenglikol digunakan sebagai bahan pelembab yang akan

mempertahankan kandungan air dalam sediaan sehingga sifat fisik dan stabilitas

sediaan selama penyimpanan dapat dipertahankan. Propilenglikol memiliki

stabilitas yang baik pada PH 3-6 (Allen,2002). pemeriannya adalah cairan jernih

tidak berwarna, lengket, tidak berbau, rasa manis agak tajam menyerupai gliserin.

kelarutannya dapat bercampur dengan aseton, kloroform dan etanol 95%, gliserin,

air, dan larut dalam 6 bagian eter. tidak dapat bercampur dengan eter minyak

tanah atau minyak lemak, tapi dapat melarutkan beberapa minyak.stabilitasnya di

temperatur dingin dan dalam wadah tertutup baik propilenglikol stabil, tapi dalam

temperatur tinggi dan tempat terbuka mudah teroksidasi dan menghasilkan produk
commit to user
seperti propionaldehid, asam laktat, asam piruvat, dan asam asetat. Propilenglikol
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

stabil secara kimia ketika dicampur dengan etanol 95%, gliserin, atau air.

Propilenglikol adalah senyawa higroskopis sehingga harus disimpan dalam wadah

tertutup baik, terlindung dari cahaya di tempat yang dingin dan kering

(Anonim,1979). Struktur kimia propilenglikol :

CH3 – CH (OH) – CH2OH (anonoim,1979)

6. Metil Paraben (Nipagin)

Metil paraben mengandung tidak kurang 99,0% dan tidak lebih dari 101,0%

C8H8O3. Pemerian serbuk hablur halus, putih, hampir tidak berbau, tidak

mempunyai rasa, kemudian agak membakar diikuti rasa tebal. Kelarutan larut

dalam 500 bagian air 20 bagian air mendidih, dalam 3,5 bagian etanol 95%, dan

dalam 3 bagian aseton, mudah larut dalam eter dan dalam larutan alkali

hidroksida, larut dalam 60 bagian gliserol P panas, dan dalam 40 bagian minyak

lemak nabati panas, jika didinginkan larutan tetap jernih, berfungsi sebagai

preservatif dan zat pengawet (Anonim,1979).

E. KERANGKA PEMIKIRAN

Penggunaan alpukat sebagai bahan non pangan masih jarang digunakan, namun

dikalangan wanita buah alpukat telah dimanfaatkan sebagai masker wajah. Adanya

kandungan minyak/lemak pada alpukat memungkinkan bagi komoditi tersebut

dikembangkan menjadi salah satu sumber minyak nabati bagi keperluan industri non

pangan seperti kosmetika, sabun, dan krim wajah (Retnasari,2000).

Gel merupakan suatu sistem semi padat


commit terdiri dari suspensi yang dibuat dari
to user
perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh

suatu cairan. Gel umumnya cair dan mengandung sedikit atau tanpa lilin

digunakan terutama pada membran mukosa sebagai pelicin atau basis. Formulasi

dari sediaan bath gel itu sendiri antara lain terdiri dari gelling agent/bahan

berkhasiat, surfaktan, bahan pengawet, bahan pelembab, bahan penstabil,

bahan pensuspensi (suspending agent), dan bahan pengharum. Dalam

pembuatan bath gel juga dipengaruhi oleh bahan pelembab yang digunakan, bahan

pelembab digunakan untuk menjaga kelembaban sediaan agar tetap stabil.

Gliserin merupakan humaktan atau pelembab yang mampu mengikat air dari

udara dan dapat melembabkan kulit pada kondisi atmosfer sedang atau

kondisi kelembaban tinggi. Madu bersifat sangat higroskopis, yaitu mudah

menyerap air dari udara sekitarnya, karena itu dapat digunakan sebagai

humaktan (pelembab). Propilenglikol digunakan sebagai humaktan yang

mempertahankan kandungan air dalam sediaan sehingga sifat fisis dan

stabilitas dalam penyimpanpan an dapat dipertahankan. Mekanisme kerja dari

humaktan yaitu menjaga stabilitas sediaan gel yang terbentuk dengan cara

mengabsorbsi lembab dari lingkungan dan mengurangi penguapan air dari

sediaan dan secara tidak langsung humaktan juga dapat mempertahankan

kelembapan kulit agar tidak kering. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian

tentang pengaruh penggunaan propilenglikol, gliserin, dan madu sebagai bahan

humaktan terhadap sifat fisis sediaan bath gel ekstrak buah alpukat.

Penelitian meliputi 3 tahap, yaitu tahap pertama adalah pembuatan sediaan

bath gel sediaan ekstrak buah alpukat dengan bahan pelembab gliserin, tahap
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

kedua pembuatan sediaan bath gel sediaan ekstrak buah alpukat dengan bahan

pelembab propylen glikol dan tahap ketiga pembuatan sediaan bath gel d sediaan

ekstrak buah alpukat dengan bahan pelembab madu. Selanjutnya dilakukan

pengujian beberapa uji sifat fisik bath gel. Uji sifat fisik dari bath gel itu sendiri

meliputi uji organoleptis , uji pH, uji viskositas, uji daya sebar, uji daya lekat, dan

uji kesukaan (hedonik). Pengamatan dalam pengujian bath gel ini dilakukan

selama 4 minggu.

F. HIPOTESIS

1. Perbedaan penggunaan gliserin, propilenglikol, dan madu sebagai bahan

pelembab diduga dapat mempengaruhi sifat fisis sediaan bath gel ekstrak

buah alpukat.

2. Penggunaan propilenglikol sebagai bahan humaktan diduga memberikan

kestabilan yang baik terhadap sifat fisis sediaan bath gel ekstrak buah

alpukat.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Kategori penelitian dan rancangan penelitian

Kategori yang digunakan dalam penelitian ini adalah katagori penelitian

eksperimental laboratorium, dalam penelitian ini digunakan 3 macam variabel

yaitu :

a) Variabel bebas : variabel yang tercakup dalam hipotesis penelitian

dan berpengaruh atau mempengaruhi variabel tergantung. Pada penelitian

ini variabel bebasnya adalah penggunaan bahan pelembab gliserin,

propilenglikol, madu.

b) Variabel tergantung : variabel yang tercakup dalam hipotesis penelitian

dan keragamannya dipengaruhi oleh variabel lain. Variabel tergantung

dalam penelitian ini uji organoleptis, uji viskositas, uji PH, uji daya sebar,

dan uji daya lekat.

c) Variabel terkendali : jumlah bahan, metode, dan alat yang digunakan

dan cara pembuatan bath gel

B. Metode penelitian

Metode penelitian yang dilakukan adalah eksperimental laboratorium

untuk memperoleh data hasil. Penelitian meliputi 3 tahap, yaitu tahap pertama

adalah pembuatan sediaan bath gel dari sediaan ekstrak daging buah alpukat

dengan bahan pelembab gliserin, tahap kedua pembuatan sediaan bath gel dari

sediaan ekstrak daging buah alpukat dengan bahan pelembab propilenglikol dan

commit
tahap ketiga pembuatan sediaan bath to user
gel dari sediaan ekstrak daging buah alpukat

22
perpustakaan.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

dengan bahan pelembab madu. Perbedaan antara ketiga tahap terletak pada

penggunaan bahan pelembab bath gel. Selanjutnya dilakukan penelitian

melakukan beberapa uji sifat fisik bath gel.

C. Tempat Penelitian

Tempat penelitian dilakukan di laboratorium Tekonologi Farmasi D3

Farmasi FMIPA UNS mulai bulan April-Juli 2012.

D. Alat Dan Bahan

1. Alat yang digunakan

Pisau, Oven Dryer, Blender, Aluminium Foil, Perangkat Ekstraksi,

Erlenmeyer, Termometer (YENACO), Timbangan analitik, PH meter

(EUTECH), viscometer (RION VT-04), Rotary evaporator (STUART), serta

peralatan gelas lainnya

2. Bahan yang digunakan dalam percobaan adalah :

Daging Buah Alpukat, Madu, Sodium Lauril Sulfat (Teknis), HPMC (Teknis),

Gliserol (Teknis), Propilenglikol (Teknis), Aquades(Teknis)

E. Tahap penelitian

1. Identifikasi Sampel

Buah alpukat (Persea americana Mill) yang akan digunakan dalam

penelitian ini sebelumnya dideterminasi dahulu untuk memastikan bahwa buah

yang digunakan benar-benar Buah alpukat (Persea americana Mil). Determinasi

akan dilakukan di Universitas Setia Budi, Surakarta.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

2. Pembuatan Simplisia

Sampel yang digunakan dalam percobaan adalah daging buah alpukat yang

dibeli di pasar buah. Setelah sampel terkumpul kemudian dibersihkan dari

pengotor, dicuci sampai bersih, lalu dirajang kasar. Daging buah alpukat

dikeringkan dalam alat pengering pada suhu 50oC selama 6 hari. Daging alpukat

kering yang dihasilkan selanjutnya dihaluskan dengan rnenggunakan blender dan

siap diekstraksi.

3. Maserasi

Daging buah alpukat yang sudah dihaluskan ditimbang 500 g selanjutnya

di ekstraksi dengan cara maserasi dengan menggunakan pelarut etanol 95% di

masukkan toples kaca selama 3 hari sambil sekali-kali diaduk-aduk. Selanjutnya

sari etanol 95% dipisahkan dengan cara penyaringan. Ekstrak etanol dipekatkan

dengan rotary evaporator dengan suhu 60o C dengan kecepatan 5 rpm selama ± 7

jam lalu dipindahkan ke dalam cawan penguap lalu dipanaskan dengan suhu 60o C

Juga selanjutnya dihentikan setelah mendapatkan ekstrak kental

4. Analisis kandungan ekstrak

Ekstrak alpukat yang dihasilkan di uji kualitatif untuk mengetahui

kandungan yang ada di dalam ekstrak tersebut

a. Identifikasi Karbohidrat

Sejumlah ekstrak ditambah pereaksi Fehling A, Fehling B, dan larutan

NaOH, kemudian dipanaskan. Reaksi positif ditunjukan dengan adanya

perubahan warna menjadi merah setelah dipanaskan (Wardhana dkk, 2009).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id

b. Identifikasi Lemak

Sejumlah ekstrak ditambahkan pereaksi Lieberman – Burchard. Reaksi

positif ditunjukkan dengan adanya perubahan warna menjadi ungu

(Wardhana dkk, 2009).

c. Identifikasi Protein

Sejumlah ekstrak ditambahkan pereaksi Ninhidrin 2%. Perubahan warna

menjadi violet menunjukkan reaksi positif untuk protein (Wardhana dkk,

2009).

d. Identifikasi vitamin C

Sejumlah ekstrak ditambahkan dan FeCl 3. reaksi positif ditunjukkan

dengan terbentuknya warna ungu hitam (Wardhana dkk, 2009).

F. Formula

Tabel II. Formula


Nama Bahan FI FII FIII
Ekstrak alpukat 0,4% 0,4% 0,4%
Sodium Lauril Sulfat 3% 3% 3%
HPMC 4% 4% 4%
Gliserin 6% - -
Propilen glikol - 6% -
Madu - - 6%
Nipagin 0,2% 0,2% 0,2%
Aquades Ad 50 Ad 50 Ad 50
Dalam persen (b/b)

Keterangan :

Ekstrak buah alpukat 0,4% dalam tiap formulasi (Wardhana,2009)

Formula I : penambahan humaktan gliserin

Formula II : penambahan humaktan propilenglikol

Formula III : penambahan humaktan madu

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id

G. Uji Sifat Fisis Gel

1. Uji Organoleptis

Uji organoleptis meliputi warna, bau, dan bentuk yang dapat diamati secara

visual dengan panca indra. Pengamatan organoleptis juga dilakukan pada

hari ke 1, hari ke-7, hari ke-14, hari ke-21, hari ke-28 selama penyimpanan

2. Uji Daya Sebar

Uji daya sebar ditentukan dengan cara berikut : bath gel ekstrak alpukat

hasil formulasi sebanyak 0,5 gram diletakkan dengan hati-hati di atas kertas

grafik yang dilapisi cawan petri, dibiarkan selama (15 detik) dan luas daerah

yang diberikan oleh sediaan dihitung kemudian tutup lagi dengan petri yang

diberi beban tertentu masing-masing 5, 10, 15 dan 20 g dan dibiarkan

selama 60 detik, pertambahan luas yang diberikan oleh sediaan dapat

dihitung.

3. Uji Daya Lekat

Uji daya lekat dilakukan dengan menimbang 0,5 gram bath gel ekstrak

alpukat lalu diletakkan di kaca objek, lalu ditutup dengan kaca objek

satunya selanjutnya diberi beban 1kg diatasnya selama 5 menit, setelah itu

diikat dengan 2 statif yang berbeda. Dimana salah satu ujung dari ikatan

kaca objek tersebut diberi pemberat 60 gram, kemudian sediaan yang

dihasilkan dioleskan pada salah satu kaca objek dan ditutup dengan kaca

objek yang lain.diposisikan sehingga kedua tali yang mengikat kedua kaca

objek tersebut menegang lalu melepaskan pemberatnya. Dihitung waktu

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id

yang diperlukan kedua kaca objek untuk melepaskan perlekatannya. Adapun

syarat waktu daya lekat yang baik adalah tidak kurang dari 4 detik.

4. Uji Viskositas

Uji viskositas gel dilakukan dengan alat viskometer. Viskometer dipasang

pada klemnya dengan arah horizontal atau tegak lurus dengan arah klem.

Rotor kemudian dipasang viskotester dengan menguncinya berlawanan arah

dengan jarum jam. Mangkuk diisi sampel gel yang akan diuji, rotor

ditempatkan tepat berada ditengah-tengah yang berisi gel , kemudian alat

dihidupkan dan ketika rotor mulai berputar jarum penunjuk viskositas secara

otomatis akan bergerak menuju ke kanan, kemudian stelah stabil viskositas

dibaca pada skala dari rotor yang digunakan. Pengujian viskositas

digunakan untuk mengetahui besarnya suatu viskositas dari suatu sediaan,

dimana viskositas tersebut menyatakan besarnya tahanan suatu cairan untuk

mengalir. Makin tinggi viskositas maka makin besar tahanannya. Pengujian

viskositas pada sediaan gel formula, dan formula kontrol menggunakan

viskometer. Pengujian dilakukan pada hari ke 1, hari ke-7, hari ke-14, hari

ke-21, hari ke-28 selama penyimpanan.

5. pH

Pengukuran pH dilakukan dengan mencelupkan pHmeter pada sediaan gel.

Pengukuran pH dilakukan pada hari ke 1 setelah sediaan jadi, dan hari ke-7,

hari ke-14, hari ke-21, hari ke-28 selama penyimpanan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id

6. Uji kesukaan

Penilaian dilakukan berdasarkan warna, kekentalan, banyaknya busa, dan

kesan bersih terhadap 20 responden.

H. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan 2 cara :

a. Data yang diperoleh dari pengujian dibandingkan dengan persyaratan yang

terdapat dalam Farmakope Indonesia dan kepustakaan lainnya.

b. Pendekatan statistik

Data yang diperoleh dianalisis dengan statistik menggunakan progam SPSS

17 menggunakan uji Kolmogorov-smirnov, jika data terdistribusi normal

diuji menggunakan ANOVA dengan taraf kepercayaan 95%, kemudian

dillengkapi uji LSD (Least Significant Difference). Untuk uji terhadap

responden meliputi uji kesukaan warna, kelengketan, banyaknya busa, kesan

bersih dianalisis menggunakan uji non parametrik yaitu uji Freadman.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan penggunaan gliserin,

propilenglikol, dan madu sebagai bahan tambahan humaktan terhadap sifat fisis

sediaan bath gel ekstrak buah alpukat dan dapat mengetahui bahan humaktan

yang memberikan kestabilan yang baik terhadap sifat fisis sediaan bath gel

ekstrak alpukat.

A. Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman merupakan salah satu bagian terpenting dalam suatu

penelitian dengan menggunakan bahan alam. Determinasi ini bertujuan untuk

mengetahui kebenaran tanaman yang akan digunakan dalam penelitian, sehingga

kesalahan saat pengumpulan bahan dapat dihindari. Hasil determinasi yang telah

dilakukan di Laboratorium Morfologi Sistematika Tumbuhan Universitas Setia

Budi, berdasarkan acuan dari buku Flora untuk Sekolah di Indonesia karangan

Dr.C.G.G.J Van Steenis menyatakan bunga yang digunakan dalam penelitian ini

adalah benar-benar daging buah alpukat (Persea americana Mill). Hasil

determinasi buah alpukat (Persea americana Mill) dapat dilihat pada Lampiran 4.

B. Pembuatan Ekstrak Buah Alpukat (Persea americana Mill)

Buah alpukat yang dikeringkan diperoleh rendemen sebanyak 8,79% (b/b)

dari 8 kg daging buah alpukat basah. Pengeringan ini dimaksudkan agar simplisia

lebih stabil secara mikrobiologi dan pelarut yang digunakan untuk ekstraksi lebih

sedikit dan efisien. Proses ekstraksi secara maserasi digunakan pelarut etanol 95%

agar kandungan minyak nabaticommit to user


dan vitamin-vitamin dapat terambil secara

29
perpustakaan.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id

optimal.Ekstrak kental yang diperoleh sebanyak 13,6% (b/b) dari 500 g simplisia

daging buah alpukat kering.

C. Hasil Organoleptis Ekstrak Buah Alpukat (Persea americana Mil)

Dari ekstraksi yang dilakukan kemudian didapatkan ekstrak buah alpukat.

Selanjutnya dilakukan pengamatan secara organoleptis. Pengamatan dilakukan

untuk mengetahui warna, bau, pH, dan rendemen ekstrak yang diperoleh dari 500

mg simplisia daging buah alpukat kering.

Tabel III. Hasil Pengamatan secara Organoleptis Ekstrak Buah Alpukat


Pengamatan Hasil
pH 5,59
Bau Khas alpukat
Warna Hijau kehitaman
Rendemen 13,6%

Untuk mengetahui kandungan dalam ekstrak buah alpukat dilakukan analisis

kandungan meliputi identifikasi adanya kandungan karbohidrat, protein, lemak,

dan vitamin C. Hasil analisis kandungan dari ekstrak buah alpukat dapat dilihat

pada tabel berikut.

Tabel IV. Hasil analisis kandungan ekstrak buah alpukat


No Identifik Pereaksi Hasil
1 asi
Karbohidrat Fehling A + Fehling B + NaOH+ H 2 SO 4 +
2 Protein Ninhidrin, dipanaskan selama 3 menit +
3 Lemak Lieberman- Burchard +
4 Vitamin C FeCl3 +
Keterangan :
+ : Ada kandungan
- : Tidak ada kandungan

D. Pembuatan Sediaan Bath gel Ekstrak Buah Alpukat

Bath gel ekstrak alpukat (Persea americana Mil) dibuat dalam 3 (tiga)
commit to user
formulasi dengan variasi bahan tambahan humaktan yaitu gliserin, propilenglikol,
perpustakaan.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id

dan madu. Untuk bath gel ekstrak alpukat dengan penambahan gliserin,

propilenglikol, dan madu dapat dilihat pada Gambar 1.

Formula I Formula II Formula III


Formulasi 1 : Menggunakan bahan humaktan gliserin
Formulasi 2 : Menggunakan bahan humaktan propilenglikol
Formulasi 3 : Menggunakan bahan humaktan madu
Gambar 1. Hasil Bath gel ekstrak buah alpukat

E. Hasil Pengujian Bath gel

1. Pengamatan Organoleptis

Hasil pengamatan bath gel selama 4 minggu dapat dilihat pada Tabel V.

Hari Formulasi Gel


ke- FI FII FIII
Bau Warna Bentuk Bau Warna Bentuk Bau Warn Bentuk
a
0 KA +++ GJ KA ++ GJ KA + GJ
7 KA +++ GJ KA ++ GJ KA + GJ
14 KA +++ GJ KA ++ GJ KA + GJ
21 KA +++ GJ KA ++ GJ KA + GJ
28 KA +++ GJ KA ++ GJ KA + GJ
Keterangan: FI: Formulasi I KA: Khas Alpukat GJ : Gel Jernih
FII: Formulasi II + : Kuning agak pekat
FIII: Formulasi III ++ : Kuning pekat
+++ : Kuning sangat pekat
Pengujian homogenitas bath gel ditunjukkan pada Tabel VI.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 32
digilib.uns.ac.id

Tabel VI. Hasil Uji Homogenitas Bath gel


Formulasi Pengamatan bath gel (Hari ke)
0 7 14 21 28
FI - - - - -
FII - - - - -
FIII - - - - -
Keterangan: FI: Formula I (-) : Homogen, tidak ada perubahan
FII: Formula II (+) : Tidak homogen, ada perubahan
FII: Formula III

Pengujian organoleptis bath gel bertujuan untuk mengetahui perubahan secara

organoleptis selama proses penyimpanan dari minggu ke minggu. uji organoleptis

meliputi warna, bau, dan bentuk yang dapat diamati secara visual dengan panca

indra. Pengamatan organoleptis juga dilakukan pada hari ke-0, hari ke-7, hari ke-

14, hari ke-21, dan hari ke-28 selama proses penyimpanan. Hasil pengamatan ini

menunjukkan bahwa dari ketiga formulasi terdapat perbedaan warna, untuk

formula I kuning sangat pekat, formula II kuning pekat, formula III kuning agak

pekat tetapi tidak ada perubahan pada warna, bau, bentuk sediaan dan tetap

homogen selama pengamatan 4 minggu. Hasil ini menunjukkan bahwa sediaan

bath gel ekstrak alpukat secara organoleptis dari pengamatan pada hari ke-0

sampai pengamatan hari ke-28 tidak mengalami perubahan yang meliputi bau,

warna, bentuk sediaan, dan homogenitasnya. Secara organoleptis sediaan bath gel

ini tidak mengalami perubahan secara fisik selama proses penyimpanan sampai

hari ke-28.

2. pH

Nilai pH rata-rata dari bath gel yang dihasilkan berdasarkan

penambahan gliserin, propilenglikol, dan madu dapat dilihat pada Gambar 2.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 33
digilib.uns.ac.id

Gambar 2. Grafik pengaruh gliserin, propilenglikol, dan madu terhadap pH sediaan bath
gel ekstrak buah alpukat (Persea americana Mil)

pH merupakan salah satu syarat mutu dari bath gel. Hal ini karena jika

pH bath gel terlalu tinggi atau terlalu rendah maka dapat merusak kulit.

Produk kosmetik yang memiliki pH sangat tinggi atau sangat rendah dapat

membahayakan daya absorbsi kulit sehingga menyebabkan kulit teriritasi,

oleh sebab itu pH dari produk-produk kosmetik sebaiknya dibuat sesuai

dengan pH kulit, yaitu antara 4,5 sampai 7,0 (Wasiatmadja, 1997). Sedangkan

untuk sediaan bath gel pH antara 6 sampai 8 (Anonim, 1996).

Dilihat dari gambar di atas dari ketiga formula sudah memenuhi standar

pH sediaan bath gel yaitu antara 6,38 sampai 7,59 dari pengamatan hari ke-0

sampai hari ke-28. Dari ketiga formula mengalami penurunan dimungkinkan

karena pengaruh penambahan ekstrak yang digunakan, formula II yang

menggunakan bahan humaktan propilenglikol memiliki pH yang paling tinggi dari

commit to user
kedua formula lainnya hal ini dikarenakan propilenglikol bersifat basa. pH gel
perpustakaan.uns.ac.id 34
digilib.uns.ac.id

lebih baik dalam suasana basa dimaksudkan agar tidak mengiritasi kulit karena

pH kulit cenderung asam dan untuk melarutkan lemak asam pada kulit. Formula

III dengan bahan humaktan madu menghasilkan sediaan bath gel dengan pH yang

paling rendah hal ini dikarenakan karena sifat bahan humaktan yang bersifat

asam. Dari hasil uji statistik terhadap penurunan PH formula I selama proses

pengamatan hari ke-0 sampai hari ke-28 menunjukkan penurunan yang signifikan,

dengan hasil signifikansi sebesar 0,00 < 0,05 sehingga hipotesa nol ditolak dan

menunjukan penurunan yang signifikan. Formula II selama menunjukkan

penurunan yang signifikan, dengan hasil signifikansi sebesar 0,001 < 0,05

sehingga hipotesa nol ditolak dan menunjukan penurunan yang signifikan.

Formula III menunjukkan penurunan yang signifikan, dengan hasil signifikansi

sebesar 0,00 < 0,05 sehingga hipotesa nol ditolak dan menunjukan penurunan

yang signifikan. Dilihat dari pH ketiga formula, formula II dengan penambahan

humaktan propilenglikol mempunyai pH yang paling baik.

Selanjutnya data tersebut diuji secara analisis statistik, menggunakan

pengujian Kolmorgov-Smirnov untuk mengetahui data tersebut terdistribusi secara

normal atau tidak. Pada pengujian ini digunakan acuan menggunakan nilai

signifikansi, dimana nilainya lebih besar dari 0,05 maka Ho diterima dan dapat

disimpulkan data terdistribusi secara normal. Kemudian dilanjutkan dengan uji

ANOVA satu jalan dengan taraf kepercayan 95% dari pengamatan hari ke-0, ke-7,

ke-14, ke-21, dan ke-28 menunjukkan perbedaan yang signifikan dari ketiga

formula tersebut, dari hasil uji statistik diperoleh signifikansi sebesar 0.000 <

0.05. Dilanjutkan dengan uji Pos Hoc Test menggunakan pengujian LSD untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 35
digilib.uns.ac.id

mengetahui perbedaan pH antar formula memiliki perbedan yang bermakna atau

tidak, dari data yang dianalisa didapatkan hasil pengujian yaitu : nilai signifikansi

antara formula I dan formula II, formula I dan III, formula II dan III adalah 0,000

yang nilainya kurang dari 0,05 sehingga diketahui bahwa perbedaan antar formula

tersebut memiliki perbedaan yang bermakna, sehingga penambahan bahan

humaktan propilenglikol, gliserin, dan madu memberikan pengaruh terhadap pH

sediaan bath gel (Hasil uji statistik dapat dilihat pada Lampiran 2).

3. Uji Viskositas

Viskositas rata-rata dari bath gel yang dihasilkan berdasarkan

penambahan bahan humaktan gliserin, propilenglikol, dan madu yang

ditambahkan ke dalam bath gel dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Data hasil

uji viskositas dapat dilihat pada Gambar 3.

30000
27000
25000 26000
25000
23000 23000
22000
Viskositas (cps)

20000 20000 20000


19000 19000
18000 18000
17000
15000 15000
13000
FI
10000
F II
5000 F III

0
0 7 14 21 28
Waktu (Hari)
F I : Menggunakan bahan humaktan gliserin
F II : Menggunakan bahan humaktan propilenglikol
F III : Menggunakan bahan humaktan madu

Gambar 3. Grafik pengaruh gliserin, propilenglikol, dan madu terhadap viskositas


sediaan bath gel ekstrak buah alpukat (Persea americana Mil)

Analisis viskositas dapat commit to userinformasi sifat fisik bath gel dan
memberikan
perpustakaan.uns.ac.id 36
digilib.uns.ac.id

menentukan kestabilan suatu produk selama penyimpanan. Menurut Williams dan

Schmitt (2002), viskositas untuk produk-produk cair dan busa mandi berada

pada kisaran 400 cps – 4000 cps, Sedangkan untuk viskositas sediaan bath gel

pada kisaran 500 cps – 28000 cps (Anonim, 1996).

Dilihat dari gambar di atas dari ketiga formula sudah memenuhi standar

viskositas sediaan bath gel yaitu FI 23000 cps sampai 27000 cps, FII 18000 cps

sampai 22000 cps, FIII 13000 cps sampai 19000 cps dari pengamatan hari ke-0

sampai hari ke-28. Dari grafik dapat dilihat bahwa semakin lama disimpan,

sediaan bath gel ekstrak alpukat mempunyai kecenderungan mengalami

penurunan nilai viskositas dikarenakan pengaruh humaktan dalam

mempertahankan ikatan antar gelling agent, ketika ikatan antar gelling agent

putus maka viskositas akan turun. Namun, nilai viskositas tersebut masih

berada dalam kisaran standar rentang viskositas bath gel yang ada. Viskositas dari

bath gel ini termasuk tiksotropi tipe aliran dilatan karena viskositas bath gel ini

jika didiamkan akan berubah lebih padat, tetapi jika dilakukan pengadukan

viskositas akan menurun atau kembali seperti semula.

Dari ketiga formula mengalami penurunan, formula I yang menggunakan

bahan humaktan gliserin memiliki viskositas paling tinggi, Formula III

menghasilkan sediaan bath gel dengan viskositas yang paling rendah hal ini

dikarenakan penambahan madu sebagai bahan humaktan, madu bersifat

higroskopis dan madu memiliki kandungan air berlebih dari pada bahan humaktan

lainnya sehingga viskositas yang terbentuk paling rendah. Dari hasil uji statistik

terhadap penurunan viskositas formula l selama proses pengamatan hari ke-0


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 37
digilib.uns.ac.id

sampai hari k-28 menunjukkan penurunan yang signifikan, dengan hasil

signifikansi sebesar 0,002 < 0,05 sehingga hipotesa nol ditolak dan menunjukan

penurunan yang signifikan. Formula II menunjukkan penurunan yang signifikan,

dengan hasil signifikansi sebesar 0,00 < 0,05 sehingga hipotesa nol ditolak dan

menunjukan penurunan yang signifikan. Formula III menunjukkan penurunan

yang signifikan, dengan hasil signifikansi sebesar 0,00 < 0,05 sehingga hipotesa

nol ditolak dan menunjukan penurunan yang signifikan.

Selanjutnya data tersebut diuji secara analisis statistik, menggunakan

pengujian Kolmorgov-Smirnov untuk mengetahui data tersebut terdistribusi secara

normal atau tidak. Pada pengujian ini digunakan acuan menggunakan nilai

signifikansi, dimana nilainya lebih besar dari 0,05 maka Ho diterima dan dapat

disimpulkan data terdistribusi secara normal. Kemudian dilanjutkan dengan uji

ANOVA satu jalan dengan taraf kepercayan 95% dari pengamatan hari ke-0, ke-7,

ke-14, ke-21, dan ke-28 menunjukkan perbedaan yang signifikan dari ketiga

formula tersebut, dari hasil uji statistik diperoleh signifikansi sebesar 0.000 <

0.05. dilanjutkan dengan uji Pos Hoc Test menggunakan pengujian LSD untuk

mengetahui perbedaan viskositas antar formula memiliki perbedan yang bermakna

atau tidak, dari data yang dianalisa didapatkan hasil pengujian yaitu nilai

signifikansi antara formula I dan formula II, formula I dan 3, formula II dan 3

adalah 0,000 yang nilainya kurang dari 0,05 sehingga diketahui bahwa perbedaan

antar formula tersebut memiliki perbedaan yang bermakna, Sehingga penambahan

bahan humaktan propilenglikol, gliserin, dan madu memberikan pengaruh

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 38
digilib.uns.ac.id

terhadap viskositas sediaan bath gel yang dihasilkan. (Hasil uji statistik dapat

dilihat pada Lampiran 3).

4. Daya sebar

Daya sebar dari bath gel yang dihasilkan berdasarkan penambahan bahan

humaktan gliserin, propilenglikol, dan madu yang ditambahkan ke dalam bath

gel dapat dilihat pada diagram dibawah ini. Data hasil uji daya sebar dapat

dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Diagram pengaruh gliserin, propilenglikol, dan madu terhadap daya sebar
sediaan bath gel ekstrak buah alpukat (Persea americana Mil)

Pengujian daya sebar ini digunakan untuk mengetahui kecepatan

penyebaran gel pada kulit.

Dilihat dari gambar di atas dari ketiga formula mengalami penambahan

luas diameter dengan adanya penambahan beban 5, 10, 15, 20 g. Daya sebar dari

ketiga formula dapat dilihat pada F II dan III hampir sama. F III mempunyai luas

diameter yang paling besar sementara F I mempunyai luas diameter yang paling
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 39
digilib.uns.ac.id

kecil, hal ini dikarenakan viskositas dari formula tersebut sehingga menyebabkan

sediaan bath gel dengan viskositas tinggi lebih sulit dalam mengalir dan gaya

kohesifitas antara gelling agent juga semakin besar sehingga menyebabkan daya

sebarnya menjadi lebih kecil dibandingkan dengan sediaan bath gel yang memiliki

viskositas yang lebih rendah. Daya sebar yang semakin luas akan semakin baik

kerja sediaan bath gel dalam membersihkan pada kulit dan semakin mudah

digunakan.

5. Daya lekat

Daya lekat dari bath gel yang dihasilkan berdasarkan penambahan bahan

humaktan gliserin, propilenglikol, dan madu yang ditambahkan ke dalam bath

gel dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Diagram pengaruh gliserin, propilenglikol, dan madu terhadap daya lekat
sediaan bath gel ekstrak buah alpukat (Persea americana Mil)

Pengujian daya lekat digunakan untuk mengetahui kemampuan gel

melekat pada kulit. Adapun syarat waktu daya lekat yang baik adalah tidak kurang
commit
dari 4 detik (Nevi, 2006). Dilihat daritogambar
user di atas dari ketiga formula
perpustakaan.uns.ac.id 40
digilib.uns.ac.id

mengalami penurunan waktu daya lekat selama proses penyimpanan hari ke 0

sampai ke 28. Tetapi ketiga formula tersebut masih memenuhi standart Waktu

daya lekat yaitu tidak kurang dari 4 detik. F I mempunyai daya lekat yang lebih

besar dibandingkan F II dan F III, ini dikarenakan viskositas dari formula I juga

tinggi dan sudah sesuai dengan teori yang menyatakan semakin besar viskositas

suatu sediaan, semakin besar pula daya lekatnya. Tetapi ini berbanding terbalik

dengan waktu daya lekat formula II yang mempunyai daya lekat yang rendah dari

pada formula III. Ini dikarenakan sifat fisis dari bahan humaktan propilenglikol.

Dari hasil uji statistik terhadap penurunan daya lekat formula I selama proses

pengamatan hari ke-0 sampai hari k-28 menunjukkan penurunan yang signifikan,

dengan hasil signifikansi sebesar 0,00 < 0,05 sehingga hipotesa nol ditolak dan

menunjukan penurunan yang signifikan. Formula II selama menunjukkan

penurunan yang signifikan, dengan hasil signifikansi sebesar 0,001< 0,05

sehingga hipotesa nol ditolak dan menunjukan penurunan yang signifikan.

Formula III menunjukkan penurunan yang tidak signifikan, dengan hasil

signifikansi sebesar 0,080< 0,05 sehingga hipotesa nol diterima dan menunjukan

penurunan yang tidak signifikan. Dapat disimpulkan bahwa formula I dengan

penambahan humaktan gliserin memiliki sifat yang paling baik dibandingkan

dengan formula II dan III apabila dilihat dari nilai daya lekatnya. Karena, semakin

lama gel melekat di kulit maka semakin baik gel tersebut melarutkan lemak dan

kotoran dalam kulit.

Selanjutnya data tersebut diuji secara analisis statistik, menggunakan

pengujian Kolmorgov-Smirnov untuk mengetahui data tersebut terdistribusi secara


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 41
digilib.uns.ac.id

normal atau tidak. Pada pengujian ini digunakan acuan menggunakan nilai

signifikansi, dimana nilainya lebih besar dari 0,05 maka Ho diterima dan dapat

disimpulkan data terdistribusi secara normal. Kemudian dilanjutkan dengan uji

ANOVA satu jalan dengan taraf kepercayan 95% dari pengamatan hari ke-0, ke-7,

ke-14, ke-21, dan ke-28 menunjukkan perbedaan yang signifikan dari ketiga

formula tersebut, dari hasil uji statistik diperoleh signifikansi sebesar 0.000 < 0.05

Sehingga penambahan bahan humaktan propilenglikol, gliserin, dan madu

memberikan pengaruh terhadap daya lekat sediaan bath gel yang dihasilkan.

(Hasil uji statistik dapat dilihat pada Lampiran 4)

6. Uji Kesukaan (Hedonik)

Uji hedonik atau uji kesukaan ini dilakukan untuk mengetahui

penerimaan responden terhadap bath gel ekstrak alpukat yang dihasilkan. Uji

hedonik merupakan salah satu uji penerimaan, dimana dalam uji ini responden

diminta untuk mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau

ketidaksukaannya terhadap produk yang dihasilkan (Rahayu, 2001).

Pada uji kesukaan ini melibatkan 20 responden yaitu mahasiswa dari

jurusan farmasi maupun mahasiswa jurusan lain. Responden rata-rata berumur 21

tahun sampai 25 tahun. Responden memberikan penilaian terhadap warna,

kekentalan, banyaknya busa, dan kesan bersih terhadap bath gel yang

dihasilkan.

a. Warna

Penilaian hedonik terhadap warna dilakukan dengan menilai warna bath

gel yang dihasilkan secara visual oleh responden. Tingkat kesukaan yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 42
digilib.uns.ac.id

tinggi mewakili warna yang paling disukai responden. Hasil penilaian kesukaan

responden terhadap warna bath gel yang dihasilkan dapat dilihat pada

Gambar 6.

Gambar 6. Diagram pengaruh gliserin, propilenglikol, dan madu terhadap warna


sediaan bath gel ekstrak buah alpukat (Persea americana Mil)

Rata- rata tingkat respon responden terhadap warna bath gel yang

dihasilkan berkisar antara 4,55 – 5,5 (antara netral dan agak suka). Dari

tingkat penilaian responden terhadap kesukaan warna bath gel ekstrak alpukat

yang tinggi adalah pada bath gel dengan penambahan humaktan madu (F III)

dengan rata- rata 5,5. Untuk F III, madu yang digunakan adalah madu sumbawa

berwarna putih yang dapat mempengaruhi warna dari bath gel menjadi kuning

yang tidak terlalu pekat dibandingkan dari F I dan F III. Responden lebih

menyukai warna bath gel yang tidak terlalu pekat. Urutan tingkat kesukaaan

pada warna bath gel adalah F III 5,5 ; F I 4,9 ; F II 4,55. jadi dapat disimpulkan

bahwa F III mempunyai rata-rata penilaian terhadap warna yang paling baik
commit to user
dan paling disukai.
perpustakaan.uns.ac.id 43
digilib.uns.ac.id

Hasil uji Friedman pada taraf α = 0.05 (Lampiran 6) menunjukkan bahwa

nilai signifikansi 0.002 < 0.05. Jadi faktor penambahan bahan humaktan

berpengaruh nyata pada kesukaan responden terhadap warna bath gel yang

dihasilkan, dengan kata lain responden memberikan respon yang berbeda untuk

setiap perlakuan.

b. Kekentalan

Penilaian hedonik terhadap kekentalan bath gel yang dihasilkan

dilakukan dengan cara menuangkan bath gel ke dalam tangan. Tingkat kesukaan

yang tinggi mewakili kekentalan yang paling disukai responden. Hasil

penilaian kesukaan responden terhadap kekentalan bath gel yang

dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 6. Diagram pengaruh gliserin, propilenglikol, dan madu terhadap kekentalan


sediaan bath gel ekstrak buah alpukat (Persea americana Mil)

Rata-rata tingkat respon responden terhadap kekentalan bath gel yang

dihasilkan berkisar antara 4,25 – 4,95 (netral). Dari tingkat penilaian


commit to user
responden terhadap kesukaan kekentalan bath gel ekstrak alpukat yang tinggi
perpustakaan.uns.ac.id 44
digilib.uns.ac.id

adalah pada bath gel dengan penambahan humaktan madu (F III) dengan rata-

rata 4,95. Responden lebih menyukai kekentalan bath gel yang tidak terlalu

kental atau bisa dibilang yang mempunyai nilai viskositas yang paling rendah.

ini berkaitan dengan mudah tidaknya bath gel tersebut di tuang kedalam tangan,

bath gel yang tidak terlalu kental atau yang mempunyai nilai viskositas paling

rendah, lebih mudah dituang. Tingkat kesukaan yang kedua adalah F II, ketiga

adalah F I. Urutan tingkat kesukaaan pada kekentalan bath gel adalah F III 4,95

; F II 4,6 ; F I 4,25. jadi dapat disimpulkan bahwa F III mempunyai rata-rata

penilaian terhadap kekentalan yang paling baik dan paling disukai.

Dari hasil pengamatan diketahui bahwa responden tidak menyukai bath

gel yang terlalu kental. Namun dari hasil uji Friedman pada taraf α = 0.05

(Lampiran 6) menunjukkan bahwa nilai signifikansi 0.127 > 0.05. Jadi faktor

penambahan bahan humaktan tidak berpengaruh nyata pada kesukaan

responden terhadap kekentalan bath gel yang dihasilkan, dengan kata lain

responden memberikan respon yang hampir sama untuk setiap perlakuan

c. Banyaknya busa

Penilaian kesukaan terhadap banyaknya busa dari bath gel cair yang

dihasilkan dilakukan dengan cara menilai banyaknya busa yang dihasilkan bila

bath gel digosok-gosokkan pada tangan yang basah. Tingkat kesukaan yang

tinggi mewakili banyaknya busa dan kelembutan busa yang dihasilkan.

Hasil penilaian kesukaan responden terhadap warna bath gel yang dihasilkan

dapat dilihat pada Gambar 7

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 45
digilib.uns.ac.id

Gambar 7. Diagram pengaruh gliserin, propilenglikol, dan madu terhadap banyaknya


busa sediaan bath gel ekstrak buah alpukat (Persea americana Mil)

Rata-rata tingkat respon responden terhadap banyaknya busa bath gel

yang dihasilkan berkisar antara 2,59 – 5 (antara tidak suka dan agak suka).

Dari tingkat penilaian responden terhadap kesukaan banyaknya busa bath gel

ekstrak alpukat yang tinggi adalah pada bath gel dengan penambahan humaktan

madu (F III) dengan rata- rata 5. Responden lebih menyukai bath gel yang

mempunyai busa yang banyak. Urutan tingkat kesukaaan pada banyaknya busa

bath gel adalah F III 5,7 ; F II 4,45 ; F I 2,9. Jadi dapat disimpulkan bahwa F III

mempunyai rata-rata penilaian terhadap banyaknya busa yang paling baik dan

paling disukai.

Hasil uji Friedman pada taraf α = 0.05 (Lampiran 6) menunjukkan bahwa

nilai signifikansi 0.000 < 0.05. Jadi faktor penambahan bahan humaktan

berpengaruh nyata pada kesukaan responden terhadap banyaknya busa bath gel

yang dihasilkan, dengan kata lain responden memberikan respon yang berbeda
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 46
digilib.uns.ac.id

untuk setiap perlakuan.

d. Kesan bersih

Pengujian kesukaan terhadap kesan bersih bath gel yang dihasilkan

dilakukan dengan menilai kesan bersih pada kulit setelah pembilasan

dengan air. Hasil penilaian kesukaan responden terhadap kesan bersih bath

gel yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 6. Diagram pengaruh gliserin, propilenglikol, dan madu terhadap kesan bersih
sediaan bath gel ekstrak buah alpukat (Persea americana Mil)

Rata-rata tingkat respon responden terhadap kesan bersih bath gel yang

dihasilkan berkisar antara 4,75 – 5,7 (antara netral dan agak suka). Dari

tingkat penilaian responden terhadap kesukaan pada kesan bersih bath gel

ekstrak alpukat yang tinggi adalah pada bath gel dengan penambahan humaktan

madu (F III) dengan rata- rata 5,7. Urutan tingkat kesukaaan pada kesan bersih

bath gel adalah F III 5,7 ; F I 4,8 ; F II 4,75. jadi dapat disimpulkan bahwa F III
commit to kesan
mempunyai rata-rata penilaian terhadap user bersih yang paling baik dan
perpustakaan.uns.ac.id 47
digilib.uns.ac.id

paling disukai.

Hasil uji Friedman pada taraf α = 0.05 (Lampiran 6) menunjukkan bahwa

nilai signifikansi 0.029 < 0.05. Jadi faktor penambahan bahan humaktan

berpengaruh nyata pada kesukaan responden terhadap kesan bersih bath gel

yang dihasilkan, dengan kata lain responden memberikan respon yang berbeda

untuk setiap perlakuan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Berdasarkan penelitian terdapat perbedaan signifikan penggunaan gliserin,

propilenglikol, dan madu sebagai bahan humaktan dalam hal viskositas,

pH, daya lekat, dan daya sebar

2. Penggunaan propilenglikol sebagai bahan humaktan memberikan

kestabilan yang baik terhadap sifat fisis sediaan bath gel ekstrak alpukat

3. Penggunaan madu sebagai bahan humaktan lebih disukai dalam hal warna,

kekentalan, banyaknya busa dan kesan bersih

B. Saran

Dari kesimpulan di atas penulis menyarankan perlu adanya penelitian lebih

lanjut mengenai optimasi bahan humaktan propilenglikol dan madu pada

sediaan bath gel ekstrak buah alpukat.

commit to user

48
OPTIMASI FORMULA GEL EKSTRAK KAYU SECANG (Caesalpinia
sappan L.) MENGGUNAKAN KOMBINASI KARBOPOL
DAN NA CMC SERTA GLISERIN DENGAN
METODE SIMPLEX LATTICE DESIGN

TESIS

Oleh:

Andi Nur Ilmi Adriana


SBF 081510107

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2017
OPTIMASI FORMULA GEL EKSTRAK KAYU SECANG (Caesalpinia
sappan L.) MENGGUNAKAN KOMBINASI KARBOPOL
DAN NA CMC SERTA GLISERIN DENGAN
METODE SIMPLEX LATTICE DESIGN

TESIS
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai
derajat SarjanaStrata-2
Program Pascasarjana Ilmu Farmasi
Minat Farmasi Sains

Oleh:

Andi Nur Ilmi Adriana


SBF 081510107

HALAMAN JUDUL

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2017

i
PENGESAHAN TESIS

berjudul

OPTIMASI FORMULA GEL EKSTRAK KAYU SECANG (Caesalpinia


sappan L.) MENGGUNAKAN KOMBINASI KARBOPOL
DAN NA CMC SERTA GLISERIN DENGAN
METODE SIMPLEX LATTICE DESIGN

Oleh:

Andi Nur Ilmi Adriana


SBF 081510107

Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Tesis


Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi
Pada tanggal: .....................

Mengetahui,
Fakultas Farmasi
Universitas Setia Budi
Dekan.
Pembimbing

Dr. Mimiek Murrukmihadi, S.U., Apt Prof. Dr. R.A. Oetari, SU., MM., Apt

Pembimbing Pendamping,

Dr. Rina Herowati, M.Si., Apt.

Penguji:

1. Dr. Gunawan Pamudji W, M.Si., Apt ...............

2. Dr. Jason Merari P, M.Si., Apt ................

3. Dr. Rina Herowati, M.Si., Apt ...............

4. Dr. Mimiek Murrukmihadi, SU., Apt ..................

ii
HALAMAN PERSEMBAHAN

Kupersembahkan kepada Allah AWT, segala puji dan syukur atas segala

rahmat dan karuniaNya yang senantiasa diberikan kepada hamba,

dan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW,

sebagai Rahmatanlilalamin

Ayahanda tercinta Andi Muh Adnas BA dan Ibunda

tercinta Andi Ratnawati S.Pd atas doa dan

harapan yang tulus senantiasa dipanjatkan

kehadirat Allah SWT dalam

mengiringi setiap langkah.

Pendampingku Muhdar Bahtiar atas kesabaran dan dorongan semangat

yang senantiasa diberikan serta semua adik-adikku

sebagai sumber segala inspirasi hidup

iii
PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil pekerjaan saya sendiri dan

tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar megister di

suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau

pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara

tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Saya siap menerima sanksi baik secara akademis maupun hukum apabila

tesis ini merupakan jiplakan dari penelitian atau karya ilmiah atau skripsi orang

lain.

Surakarta,………………

Andi Nur Ilmi Adriana

iv
KATA PENGANTAR

Alhamdulilah, segalah puji dan syukur bagi Allah SWT yang maha

pengasih dan maha penyayang atas semua rahmat dan hidayah-Nya sehingga

sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini guna mencapai gelar megister farmasi

dai Universitas Setia Budi. Tesis ini berjudul “OPTIMASI FORMULA GEL

EKSTRAK KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L.) MENGGUNAKAN

KOMBINASI KARBOPOL DAN NA CMC SERTA GLISERIN DENGAN

METODE SIMPLEX LATTICE DESIGN” Dengan harapan dapat memberi

manfaat bagi pembaca dan dapat memberikan tambahan pengetahuan di bidang

farmasi khususnya dalam bidang pengobatan tradisional.

Pada kesempatan ini, dengan kerendahan hati saya mengucapkan banyak

terimakasih kepada:

1. Dr. Djoni Tarigan, MBA., selaku Rektor Universitas Setia Budi, yang telah

memberi kesempatan dan fasilitas kepada penulis.

2. Prof. Dr. R.A. Oetari, SU., MM., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Setia Budi.

3. Dr. Mimiek Murrukmihadi, S.U., Apt selaku Dosen Pembimbing utama yang

telah memberikan bantuan berupa bimbingan serta saran dalam menyelesaikan

tesis ini.

4. Dr. Rina Herowati, M.Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing pendamping yang

telah meluangkan waktu, perhatian dan keikhlasnnya dalam memberikan

ilmu danbimbingan sehingga tesis ini terselesaikan.

v
5. Bapak Dr. Gunawan Pamudji W, M.Si., Apt dan bapak Dr. Jason Merari P,

M.Si., Apt yang telah banyak menyediakan waktu untuk menguji dan

memberikan saran dan kritik demi kesempurnaan tesis ini.

6. Bapak dan Ibu dosen, Bapak dan Ibu laboran, staf, karyawan dan karyawati

Universitas Setia Budi.

7. Ayah, Ibu, serta keluarga besarku yang selalu mendoa’kan, memberikan

kepercayaan, kasih sayang, dan dukungan baik moral maupun material yang

tiada hentinya.

8. Asisten pembimbing di Laboratorium Fitokimia USB, Surakarta

9. Asisten pembimbing di Laboratorium tekhnologi sediaan farmasi USB,

Surakarta

10. Perpustakaan Universitas Setia Budi beserta karyawan dan karyawati.

11. Teman-teman S2 Farmasi angkatan 2014, terima kasih atas dukungan.

12. Kiki, Wulan, kak meli, kak Yoga, kenup dan teman-teman yang lain yang

selalu setia menjadi sahabat terbaik yang banyak membantu selama

pembuatan tugas ini.

13. Teristimewa pacar tercinta yang selalu sabar menanti dengan dorongan

semangat yang tak henti selama pembuatan tugas ini.

14. Semua pihak yang telah membantu penulis sampai tugas ini selesai.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan karena

keterbatasan dan pengalaman penulis. Segala bentuk saran dan kritik yang bersifat

membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata penulis berharap semoga apa

vi
yang telah penulis kemukakan ini akan berguna bagi penulis pada khususnya, dan

bagi pembaca pada umumnya.

Surakarta, …………………

Penulis

vii
DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i

PENGESAHAN TESIS .......................................................................................... ii

HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ iii

KATA PENGANTAR ............................................................................................ v

DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii

DAFTAR TABEL ................................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xi

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii

INTISARI............................................................................................................. xiv

ABSTRACT .......................................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1


A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 4
D. Kegunaan Penelitian ........................................................................ 4
E. Keaslian Penelitian .......................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 6


A. Kosmetik.......................................................................................... 6
1. Uraian Kosmetik....................................................................... 6
2. Stabilitas Kosmetik................................................................... 7
B. Kulit ................................................................................................. 8
C. Gel ................................................................................................. 10
1. Penggolongan gel ................................................................... 10
1.1. Berdasarkan jumlah fasenya ............................................ 11
1.2. Berdasarkan karakteristik cairan yang ada dalam gel ..... 11
1.3. Berdasarkan bahan pembentuk gel. ................................. 11
D. Monografi Bahan ........................................................................... 14
1. Carbopol ................................................................................. 14
2. Carboxymethylcellulose ......................................................... 16
3. Gliserin ................................................................................... 17
4. Methylis parabenum (metil paraben) ..................................... 17
5. Trietanolamin ......................................................................... 18

viii
E. Tanaman ekstrak kayu secang (Caesalpinia sappan L.) ............... 19
1. Taksonomi Secang ................................................................. 19
2. Keterangan botani tanaman secang ........................................ 19
3. Kegunaan ................................................................................ 19
4. Kandungan kimia ................................................................... 20
F. Pemisahan Senyawa ...................................................................... 21
1. Pengertian ekstrak .................................................................. 21
2. Metode penyarian ................................................................... 21
3. Maserasi.................................................................................. 22
4. Sokhletasi ............................................................................... 23
5. Perkolasi ................................................................................. 23
6. Penyari .................................................................................... 23
G. Simplex lettice design.................................................................... 24
H. Landasan teori ............................................................................... 28
I. Hipotesis ........................................................................................ 29

BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 30


A. Populasi dan Sampel...................................................................... 30
1. Populasi .................................................................................. 30
2. Sampel .................................................................................... 30
B. Variabel Penelitian ........................................................................ 30
1. Identifikasi variabel utama ..................................................... 30
2. Klasifikasi variabel utama ...................................................... 30
3. Definisi operasional variabel utama ....................................... 31
C. Bahan dan Alat .............................................................................. 32
1. Bahan ...................................................................................... 32
2. Alat ......................................................................................... 32
D. Jalannya Penelitian ........................................................................ 32
1. Determinasi simplisia kayu secang ........................................ 32
2. Pembuatan serbuk herba kayu secang .................................... 32
3. Pembuatan ekstrak etanol kayu secang .................................. 33
4. Standarisasi ekstrak ................................................................ 33
4.1 Penentuan susut pengeringan ........................................... 33
4.2 Identifikasi kandungan kimia ekstrak etanol kayu secang 33
E. Pembuatan Gel............................................................................... 34
1. Formula. ................................................................................. 34
2. Penentuan formula optimum .................................................. 36
3. Pembuatan gel dari formulasi optimum ................................. 36
4. Pengujian stabilitas fisik gel optimum ekstrak kayu secang .. 37
4.1 Uji Organoleptis. .............................................................. 37
4.3 Uji Homogenitas Gel. ....................................................... 37
4.4 Uji Viskositas Gel. ........................................................... 37
4.5 Uji Daya Sebar Gel........................................................... 38
4.6 Uji Daya Lekat Gel........................................................... 38
4.7 Uji pH Gel. ....................................................................... 38
4.8 Uji Iritasi........................................................................... 39

ix
F. Analisis Hasil................................................................................. 40
G. Skema Rencana Prosedur Penelitian ............................................. 41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................... 43


1. Hasil determinasi kayu secang ............................................... 43
2. Pengeringan bahan dan pembuatan serbuk ............................ 43
3. Penetapan kadar air ............................................................... 43
4. Hasil pembuatan ekstrak etanol kayu secang ......................... 44
5. Identifikasi kandungan senyawa dalam kayu secang ............. 44
6. Karakteristik ekstrak............................................................... 46
7.1. Viskositas ........................................................................ 47
7.2. Daya sebar ....................................................................... 48
7.3. Daya lekat ........................................................................ 49
7.4 Uji pH ............................................................................... 49
8. Penentuan profil sifat fisik gel kayu secang ........................... 46
8.1. Uji viskositas ................................................................. 50
8.2. Daya sebar ....................................................................... 51
8.3. Daya lekat ........................................................................ 53
8.4 pH. .................................................................................... 55
9. Penetapan Profil Formula Optimum....................................... 57
10. Uji Normalitas ........................................................................ 58
10.1 Hasil Uji Levene’s (Homegenitas). ................................ 59
10.2 Hasil pengujian independen sampel t –tes ..................... 59
11. Hasil pengujian stabilitas fisik gel kayu secang optimum ..... 61
11.1. Organoleptis .................................................................. 61
11.2. Homogenitas .................................................................. 63
11.3 Viskositas ....................................................................... 63
11.4 Daya Sebar ..................................................................... 65
11.5 Daya Lekat ..................................................................... 66
11.6.Uji pH ............................................................................. 67
12. Hasil pengujian iritasi gel optimum kayu secang pada kulit
kelinci ..................................................................................... 68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 70


A. Kesimpulan .................................................................................... 70
B. Saran .............................................................................................. 70

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 71

LAMPIRAN .......................................................................................................... 75

DAFTAR TABEL
Tabel Halaman

x
Tabel 1. Identifikasi dengan KLT ......................................................................... 34

Tabel 2. Penentuan aras tinggi dan aras rendah faktor pencampuran ................... 35

Tabel 3. Rancangan formula berdasarkan Simplex Lattice Design ....................... 35

Tabel 4. Formula gel antioksidan kayu secang ..................................................... 35

Tabel 5. Hasil identifikasi KLT ekstrak kayu secang ........................................... 44

Tabel 6. Hasil pemeriksaan karaketristik ekstrak etanol kayu secang merah ....... 46

Tabel 7. Profil sifat fisik gel untuk penentuan formula optimum ......................... 47

Tabel 8. Kolmogorov-Smirnov ............................................................................. 58

Tabel 9. Data Hasil Pengujian Independen Sample T-Tes ................................... 59

Tabel 10. Hasil organoleptis gel optimum kayu secang ....................................... 61

Tabel 11. Hasil Pengamatan Homogenitas ........................................................... 63

Tabel 12. Tabel Sifat Fisik Formula Optimum ..................................................... 67

DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman

xi
Gambar 1. Rumus bangun carbopol ...................................................................... 15

Gambar 2. Rumus bangun carboxymethylcellulose .............................................. 16

Gambar 3. Rumus bangun gliserin ........................................................................ 17

Gambar 4. Rumus bangun metil paraben .............................................................. 18

Gambar 5. Rumus bangun trietanolamin .............................................................. 18

Gambar 6. Simplex Lettice Design model Model Linear ...................................... 25

Gambar 7. Simplex lattice design model special cubic untuk 3 ............................ 26

Gambar 8. Skema rencana pembuatan ekstrak kayu secang ................................. 41

Gambar 9. Skema penentuan formulasi optimum gel kayu secang ...................... 42

Gambar 10. Identifikasi KLT kayu secang ........................................................... 45

Gambar 11. Model grafik analisis viskositas ........................................................ 51

Gambar 12. Model grafik analisis daya sebar ....................................................... 53

Gambar 13. Model grafik analisis daya lekat........................................................ 54

Gambar 14. Model grafik analisis pH ................................................................... 56

Gambar 15. Diagram desirability .......................................................................... 57

Gambar 16. Model grafik analisis formula optimum ............................................ 58

xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman

Lampiran 1. Hasil determinasi kayu secang........................................................ 76

Lampiran 2. Rajangan kayu secang dan gel kayu secang .................................. 78

Lampiran 3. Data pembuatan serbuk kayu secang .............................................. 80

Lampiran 4. Hasil pengujian sifat fisik gel Kayu secang .................................... 81

Lampiran 5. Data penetapan kadar susut pengeringan ........................................ 83

Lampiran 6. Data pembuatan ekstrak etanol kayu secang .................................. 84

Lampiran 7. Perhitungan Rf flavonoid dan tanin ................................................ 85

Lampiran 8. Rancangan formula sediaan gel kayu secang secara Simplex Lattice
Design ............................................................................................. 87

Lampiran 9. Lampiran hasil pengamatan uji iritasi............................................. 88

Lampiran 10. Data analisis uji-t gel ekstrak kayu secang ..................................... 89

Lampiran 11. Perhitungan uji iritasi pada kulit kelinci ......................................... 91

Lampiran 12. Lampiran Uji Hedonik .................................................................... 93

xiii
INTISARI

Tanaman secang (Caesalpinia sappan L.) diduga memiliki khasiat sebagai


antioksidan. Penggunaan kayu secang untuk pemakaian topikal kurang praktis,
sehingga dibuat sediaan gel. Kemudian gel dilakukan optimasi dengan metode
Simplex Lattice Design agar dihasilkan formula yang optimum sehingga
dihasilkan gel yang stabil. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kombinasi
gelling agentkarbopol dan CMC serta humektan gliserin yang dapat menghasilkan
formula optimal pada sediaan gel kayu secang.
Ekstrak dengan penyari etanol 96% berupa ekstrak yang digunakan untuk
dibuat sediaan gel menggunakan basis carbopol 940, CMC dan gliserin sehingga
didapat 13 formula, lalu dioptimasi berdasarkan sifat fisik viskositas, daya lekat,
pH dan daya sebar. Metode optimasi Simplex Lattice Design menggunakan
program design- expert 8.0.6.1.
Kombinasi optimum antara carbopol 940 CMC dan gliserin sebagai basis
pada pembuatan gel ekstrak kayu secang (Caesalpinia sappan L.) dengan metode
Simplex Lattice Design yaitu carbopol 6,1 %, CMC 34,4 % dan gliserin 14,4%.
Hasil uji-t viskositas, daya lekat, daya sebar menunjukkan tidak ada beda
signifikan.Waktu penyimpanan berpengaruh terhadap stabilitas fisik gel dimana
viskositas gel cenderung menurun selama satu bulan penyimpanan dan gel
menyebabkan iritasi pada kulit kelinci.

Kata kunci: Kayu secang, carbopol 940, CMC, gliserin, Simplex Lattice Design.

xiv
ABSTRACT

Secang Plant (Caesapalpinia sappan L.) allegedly has the efficacy as an


antioxidant. The use of Secang wood for topical use is less practical, so gel
preparation is made. Then the gel is optimized by Simplex Lattice Design method
to produce an optimum formula to produce a stable gel. This research aims to
determine the combination of gelling agent carbopol and CMCand humectant
glycerin which can produce optimal formula on gel preparation of Secang wood.

Extract with 96% penyari ethanol in the form of extract which used for gel
preparation using carbopol 940, CMC and glycerine base to obtain 13 formula,
then it optimized based on physical properties of viscosity, adhesion, pH and
spreading. Simple Lattice Design optimization method using design-expert
program 8.0.6.1.

The optimum combination of carbopol 940 CMC and glycerin as a base on


the manufacture of Secang wood gel extract (Caesalpinia sappan L.) using Simple
Lattice Design method those are carbopol 6.1%, 34.4%, and glycerin 14.4%. The
result of t-test of viscosity, adhesion, and spreading showed no significant
difference. The storage time affects the physical stability of the gel where the gel
viscosity tends to decrease for one month of storage.

Keyword: secang plant, carbopol 940,CMC, glycerin, Simplex Lattice Design.

xv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Permintaan tanaman yang berkhasiat sebagai obat yang digunakan sebagai

produk kesehatan, suplemen makanan dan kosmetika pada negara maju ataupun

berkembang semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena adanya pengakuan

bahwa produk dari bahan alam tidak toksik, memiliki sedikit efek samping,

mudah didapatkan dan harga yang terjangkau. Selain itu juga diperoleh data

bahwa produk dari bahan alam memiliki aktifitas biologis yang lebih luas serta

batas keamanan lebih tinggi dibandingkan obat sintetik (Kataky & Handique,

2010).

Salah satu tanaman di Indonesia yang berkhasiat sebagai antioksidan adalah

kayu secang (Caesalpinia sappan L.) yang merupakan tanaman famili

Caesalpiniaceae yang banyak ditemui di Indonesia. Kayu secang secara empiris

diketahui memiliki banyak khasiat penyembuhan dan sering dikonsumsi oleh

masyarakat sebagai minuman kesehatan. Kayu secang memiliki kandungan

senyawa berupa brazilin (C16H14O5), sappanin (C12H12O4), brazilein, minyak

atsiri seperti D-α-felandrena, asam galat, osinema, dan damar. Berdasarkan hasil

penelitian Wetwitayaklung et al., (2005), kayu secang memiliki daya antioksidan

secara in vitro dan in vivo pada ekstrak yang sederhana. Kayu secang sebagai

antioksidan memiliki nilai IC50 8,86 ppm (Sufia & Harlia, 2014). Daya

antioksidan yang tinggi pada kayu secang karena kandungan brazilinnya.

1
2

Formulasi ekstrak kayu secang dalam sediaan gel dalam basis carbopol

dan Na CMC digunakan untuk meningkatkan efektivitas penggunaan ekstrak kayu

secang pada kulit. Gliserin dapat berfungsi sebagai pengawet, antimikroba,

emolien, humektan, dan meningkatkan viskositas (Rowe et al 2006).

Gel kadang-kadang disebut jeli, didefinisikan sebagai sediaan semipadat

terdiri atas suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul

organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Gel dapat diformulasikan

dengan beberapa macam basis. Basis gel yang dapat digunakan dalam bidang

kosmetik dan farmasi salah satunya adalah polimer karboksivinil yaitu carbopol.

Carbopol merupakan gel hidrofilik yang konsentrasi kecil dapat berfungsi sebagai

basis gel dengan kekentalan yang cukup (Saifullah & Kuswahyuning, 2008)

Sediaan gel dipilih karena mudah mengering, membentuk lapisan film yang

mudah dicuci dan memberikan rasa dingin di kulit.

Dalam penelitian ini ekstrak kayu secang (Caesalpinia sappan L.) yang

mengandung brazilien yang mempunyai efek antioksidan dibuat sediaan gel

dengan kombinasi karbopol dan Na CMC sebagai Gelling agent serta Gliserin

sebagai Humektan selain dari pada itu di gunakan pula beberapa macam bahan

antara lain Metil paraben sebagai pengawet.

Keuntungan penggunaan CMC-Na sebagai basis gel diantaranya adalah

memberikan viskositas stabil pada sediaan. Namun, penggunaan CMC-Na sebagai

basis gel dapat membentuk larutan koloida dalam air yang dapat membuat gel

menjadi tidak jernih karena menghasilkan dispersi koloid dalam air yang ditandai

munculnya bintik-bintik dalam gel (Rowe et al, 2006). Selain itu, sediaan gel
3

berbasis CMC-Na memiliki diameter penyebaran yang lebih kecil dibanding gel

berbasis karbopol. Penambahan basis gel berupa karbopol diharapkan dapat

memperbaiki kekurangan tersebut, sehingga gel yang dihasilkan menjadi jernih

dan diharapkan memiliki daya sebar yang baik. Kombinasi CMC-Na dan karbopol

yang tepat pada proporsi tertentu diharapkan akan menghasilkan gel yang

diharapkan. Berdasarkan (Rowe et al, 2006), kadar CMC-Na yang digunakan

sebagai basis gel adalah 3-6%, sedangkan karbopol adalah 0,5-2%.

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mendapatkan kombinasi

karbopol dan CMC-Na serta gliserin yang menghasilkan formula dengan sifat

fisik optimal adalah SLD (Simplex Lattice Design). Keuntungan dari metode ini

adalah praktis dan cepat karena merupakan penentuan formula dengan coba-coba

(trial and error) (Amstrong & James, 1996). Metode SLD dapat digunakan untuk

optimasi formula pada berbagai jumlah komposisi bahan yang berbeda.

Berdasarkan pertimbangan di atas, maka dilakukan penelitian dengan tujuan

mengetahui formula optimum gel kayu secang berdasarkan metode SLD (Simplex

Lattice Design)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka diajukan

permasalahan dalam penelitian ini meliputi:

1. Bagaimanakah pengaruh kombinasi karbopol dan Na CMC serta Gliserin

terhadap sifat fisik gel ekstrak kayu secang?


4

2. Berapakah kombinasi karbopol dan Na CMC serta Gliserin dalam gel ekstrak

etanol kayu secang untuk mendapatkan sifat fisik optimum dengan metode

Simplex Lattice Design ?

3. Apakah formula optimum gel ekstrak etanol kayu secang memiliki stabilitas

fisik yang meliputi uji daya lekat, daya sebar, pH dan viskositas?

4. Apakah formula gel ekstrak kayu secang dapat menyebabkan iritasi?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh kombinasi karbopol dan Na CMC serta Gliserin

terhadap sifat fisik gel ekstrak kayu secang.

2. Untuk mengetahui berapakah kombinasi karbopol dan Na CMC serta Gliserin

dalam gel ekstrak kayu secang dengan metode Simplex Lattice Design.

3. Mengetahui stabilitas fisik formula optimum gel ekstrak kayu secang.

4. Mengetahui apakah formula gel ekstrak kayu secang aman berdasarkan uji anti

iritasi.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan untuk

pengembangan pemanfaatan ekstrak etanol kayu secang (Caesalpinia sappan L.)

sebagai kosmetik tradisional (sediaan gel) dan dapat memberikan perkembangan

ilmu pengetahuan di bidang kesehatan sebagai antioksidan.


5

E. Keaslian Penelitian

Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Maulina & Sugihartini, 2015) Kulit

buah manggis telah terbukti memiliki efek anti inflamasi dan mempercepat

proliferasi fibroblas yang berhubungan dengan efek menyembuhkan luka bakar.

Oleh karena itu perlu diformulasikan dalam bentuk sediaan gel untuk

mempermudah dalam penggunaannya. Formulasi gel membutuhkan gelling agent

agar menghasilkan gel yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis

gelling agent yang akan memberikan sifat fisik gel dan aktivitas mengobati luka

bakar yang paling baik. Terdapat tiga formula gel yang dirancang dengan

perbedaan jenis gelling agent yaitu : FI (gelling agent karbopol); FII (gelling agent

CMC Na); FIII (gelling agent tragakan). Sediaan gel yang diperoleh diuji

organoleptis, homogenitas, pH, daya sebar, daya lekat, konsistensi dan efek

menyembuhkan luka bakar.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan bahan utama ekstrak kayu

secang (Caesalpinia sappan L.) untuk membuat sediaan gel antioksidan dengan

kombinasi karbopol dan Na CMC sebagai Gelling agent serta Gliserin sebagai

Humektan untuk mendapatkan stabilitas fisik yang baik meliputi daya lekat, daya

sebar, pH dan viskositas dengan menggunakan metode Simplex Lattice Design.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kosmetik

1. Uraian Kosmetik

Kosmetika adalah sediaan yang digunakan pada bagian luar tubuh manusia

dan membran mukosa dengan tujuan untuk membersihkan, mengharumkan dan

memodifikasi bagian tersebut sesuai yang diinginkan. Sinar UV yang bersumber

dari sinar matahari merupakan musuh utama kecantikan dalam proses penuaan

dini. Dua faktor yang sangat berperan dalam penuaan, antara lain faktor internal

dan faktor eksternal. Faktor internal sangat sulit dicegah karena akan terbentuk

secara alami. Faktor eksternal dapat ditanggulangi dengan memakai pelembab

yang mengandung antioksidan (Hernani dan Rahardjo 2005).

Kosmetika berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti berhias. Bahan

yang digunakan dalam kosmetik dapat menggunakan bahan alam seperti herbal

maupun bahan sintetik selama digunakan secara aman. Pengertian kosmetik

adalah sediaan atau paduan bahan yang siap digunakan pada bagian luar badan

(epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin luar), gigi dan rongga mulut

untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampilan, melindungi

supaya dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan

untuk mengobati atau menyembuhkan penyakit (Anonim, 2009). Kosmetika

diharapkan mampu menghasilkan suatu perubahan baik dalam struktur maupun

faal sel kulit. Misalnya, perubahan susunan sel kulit yang tua ke arah yang lebih

6
7

muda, atau perubahan produksi kelenjar keringat yang membentuk minyak pada

permukaan kulit (Wasitaatmadja, 1997). Kosmetika dicampur dengan bahan-

bahan yang berasal dari obat tropikal yang dapat mempengaruhi struktur dan faal

kulit. Bahan-bahan tersebut misalnya anti jerawat (sulfur, resorsin), anti jasad

renik (heksaklorofen), anti pengeluaran keringat (aluminium klorida), plasenta,

atau hormon (estrogen). Bahan-bahan inilah yang dikenal sebagai kosmetik atau

kosmeto-medik (Wasiatatmadja, 1997).

Berdasarkan penggolongan kosmetika Direktorat Jenderal POM

Departemen Kesehatan RI yang dikutip dari berbagai karangan ilmiah tentang

kosmetika membagi kosmetika dalam preparat untuk bayi, preparat untuk mandi,

preparat untuk mata, preparat wangi-wangian. preparat untuk rambut, preparat

untuk rias (make up), preparat untuk pewarna rambut, preparat kebersihan mulut,

preparat untuk kebersihan badan, preparat untuk kuku, preparat untuk cukur,

preparat untuk perawatan kulit, preparat untuk proteksi sinar matahari

(Wasitaatmadja, 1997).

2. Stabilitas Kosmetik

Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk obat atau

kosmetik untuk bertahan dalam batas spesifikasi yang diterapkan sepanjang

periode penyimpanan dan penggunaan untuk menjamin identitas, kekuatan,

kualitas, dan kemurnian produk. Sedangkan definisi sediaan kosmetik yang stabil

adalah suatu sediaan yang masih berada dalam batas yang dapat diterima selama

periode waktu penyimpanan dan penggunaan, dimana sifat dan karateristiknya

sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat (Djajadisastra, 2007)


8

Ketidakstabilan fisika dari sediaan ditandai dengan beberapa perubahan

yaitu perubahan warna, timbul bau, perubahan atau pemisahan fase, pecahnya

emulsi, pengendapan suspensi atau caking, perubahan konsistensi, pertumbuhan

kristal, terbentuknya gas dan perubahan fisik lainnya. Kestabilan dari suatu emulsi

ditandai dengan tidak adanya penggabungan fase dalam, tidak adanya creaming,

dan memberikan penampilan, bau, warna, dan sifat-sifat fisik lainnya yang baik.

Ketidakstabilan fisik suatu emulsi atau suspensi dapat dipengaruhi oleh faktor-

faktor yang mempengaruhi kestabilan kimia dari bahan pengemulsi (emulgator),

suspending agent, antioksidan, pengawet dan bahan aktif.

B. Kulit

Kulit merupakan lapisan pembungkus tubuh dan organ terbesar ditubuh

(sekitar 15% dari total berat badan dewasa) (Kanitakis, 2002. Rostamailis, 2005).

Fungsi utama kulit antara lain melindungi dari gangguan secara fisika, kimia dan

biologi, mencegah kehilangan air dan kelembapan dalam tubuh, memegang

peranan dalam pengaturan suhu, mengurangi efek radiasi UV, organ sensoris dan

sintetis vitamin D3 (Gawkrodger, 2002).

Kulit terbagi dari tiga lapisan epidermis, dermis dan jaringan subkutan.

Epidermis adalah lapisan kulit paling terluar. Epidermis mengandung keratinosit

yang berfungsi untuk mensintesis keratin. Lapisan ini sangat penting dari segi

kosmetik karena memberikan tekstur kulit dan kelembaban. Dermis mengandung

kolagen dan melanosit yang menghasilkan pigmen melanin yang bertanggung

jawab atas warna kulit. Paparan sinar dengan panjang gelombang dalam rentang
9

UV-A akan merangsang pembentukan melanin, yang berfungsi sebagai lapisan

pelindung pada kulit. Jaringan subkutan mengandung sel-sel lemak yang disebut

liposit. Ketebalan masing-masing lapisan bervariasi tergantung pada lokasi

ditubuh(Anonim, 2009) (Kanitakis, 2002)

Kulit dapat mengalami pengaruh lingkungan luar seperti sinar matahari

(Rostamailis, 2005).Sinar ultra violet (UV) dapat digolongkan menjadi UV A

dengan panjang gelombang diantara 320-400 nm, UV B dengan panjang

gelombang 290-320 nm dan UV C dengan panjang gelombang 100-290 nm.

Semua Sinar UV A diemisikan ke bumi, sedangkan sinar UV B sebagian

diemisikan ke bumi (terutama yang panjang gelombang mendekati UV A). Sinar

UV B dengan panjang gelombang lebih pendek dan sinar UV C tidak dapat

diemisikan ke bumi karena diserap lapisan ozon di atmosfir bumi. Lapisan ozon

yang diatmosfer rusak, sinar UV B yang masuk ke bumi akan semakin banyak

(Anonim, 2009).

Pemaparan sinar matahari berlebihan dapat membahayakan kulit manusia,

karena kerusakan kulit dapat terjadi segera setelah pemaparan, yaitu berupa

eritema atau kulit terbakar yang merupakan gejala terjadinya degradasi sel dan

jaringan. Kerusakan kulit yang terjadi dalam pemaparan jangka panjang akan

memberikan efek yang bersifat kumulatif akibat pemamparan sinar matahari

berlebihan dalam jangka waktu tertentu, antara lain adalah penuaan dini kulit dan

kemungkinan kanker kulit (Lowe at al, 1990).

Kulit manusia telah memiliki sistem perlindungan alamiah terhadap efek

sinar matahari yang merugikan dengan cara penebalan stratum korneum dan
10

pigmentasi kulit. Sistem perlindungan alamiah tidak efektif untuk menahan

kontak dengan sinar matahari yang berlebih sehingga diperlukan perlindungan

tambahan, seperti menggunakan sediaan tabir surya. Indonesia sebagai negara

tropis dengan pemaparan sinar matahari yang cukup tinggi sangat membutuhkan

sediaan kosmetik yang berperan sebagai tabir surya (Anonim, 1985).

C. Gel

Kata gel diturunkan dari kata gelatin dan bila dilacak dari bahasa Latin,

yaitu gelu yang berarti beku dan galare, berarti pembekuan atau pengentalan. Kata

ini mengindikasikan suatu keadaan berbentuk cairan seperti padatan yang tidak

mengalir, namun elastik dan memiliki beberapa sifat seperti suatu cairan

(T.N.Saifullah dan Kuswahyuning, 2008).

Dalam farmakope, gel kadang-kadang disebut jeli, didefinisikan sebagai

sediaan semipadat terdiri atas suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang

kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Gel dapat

digunakan untuk obat yang diberikan secara topikal atau dimasukkan ke dalam

lubang tubuh (T.N.Saifullah dan Kuswahyuning, 2008). Beberapa keuntungan

sediaan gel (Voigt, 1994) adalah: kemampuan penyebarannya baik pada kulit,

efek dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari kulit, tidak ada

penghambatan fungsi rambut secara fisiologis, kemudahan pencuciannya dengan

air yang baik dan pelepasan obatnya baik.

1. Penggolongan gel

Gel dapat dibedakan menjadi beberapa golongan sebagai berikut :


11

1.1. Berdasarkan jumlah fasenya. Gel dibedakan menjadi gel fase

tunggal dan gel fase ganda. Gel tunggal merupakan gel yang banyak digunakan

dalam farmasi dan kosmetik karena berbentuk semipadat, tingkat kejernihan

tinggi, mudah diaplikasikan dan mudah dhilangkan. Gel fase tunggal dapat dibuat

dari bahan pembentuk gel seperti tragakan, gelatin, metil selulosa, Na-

karboksimetil selulosa, Na-alginat, carbomer, dan polivinil alkohol. Gel fase

ganda adalah gel yang massanya terdiri dari jaringan partikel kecil yang terpisah.

Contoh gel fase ganda adalah bentonit magma, gel aluminium hidroksida, gel

aluminium fosfat, gel aluminium karbonat (T.N.Saifullah dan Kuswahyuning,

2008).

1.2. Berdasarkan karakteristik cairan yang ada dalam gel. Gel

dibedakan menjadi gel hidrofobik dan gel hidrofilik. Basis gel hidrofobik

(oleogel) umumnya mengandung paraffin cair dan polietilen atau minyak lemak

dengan bahan pembentuk gel koloidal silika atau aluminium atau zinc sabun.

Basis gel hidrofilik (hidrogel) umumnya terdiri atas air, gliserol, atau

propilenglikol dengan bahan pembentuk gel seperti tragakan, starch, turunan

selulosa, polomer karboksivinil, dan magnesium-aluminium silikat (T.N.Saifullah

dan Kuswahyuning, 2008).

1.3. Berdasarkan bahan pembentuk gel. Gel dibedakan menjadi gel

organik dan gel anorganik. Gel anorganik biasanya berupa gel fase ganda,

misalnya gel aluminium hidroksida dan bentonit magma. Gel organik biasanya

berupa gel fase tunggal dan mengandung polomer sintetik maupun alami sebagai
12

bahan pembentuk gel, misalnya karbopol, tragakan (T.N.Saifullah dan

Kuswahyuning, 2008).

Xerogel, yaitu gel padat dengan kadar solven yang rendah. Xerogel dapat

dibuat melalui penguapan solven sehingga meninggalkan matrik gel. Xerogel

dapat membentuk struktur gel kembali dengan penambahan suatu bahan yang

dapat mengembangkan matrik gel. Contoh xerogol adalah gelatin kering, selulosa

kering dan polistirene (T.N.Saifullah dan Kuswahyuning, 2008).

Berdasarkan komposisinya, dasar gel dapat dibedakan menjadi dasar gel

hidrofobik dan dasar gel hidrofilik (Ansel, 2012).

1.3.1 Dasar gel hidrofobik. Dasar gel hidrofobik terdiri dari partikel-

partikel anorganik. Apabila ditambahakan ke dalam fase pendispersi, hanya ada

sedikit sekali interaksi antara kedua fase tersebut dan tidak secara spontan

menyebar pada fase pendispersi (Ansel, 2012). Dasar gel hidrofobik antara lain

petrolatum, mineral oil/gel polietilen, plastibase, alumunium stearat, carbowax.

1.3.2 Dasar gel hidrofilik. Dasar gel hidrofilik umunya adalah molekul-

molekul organik yang besar dan dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul

dari fase pendispersi. Sifat sistem koloid hidrofilik biasanya lebih mudah untuk

dibuat dan memiliki stabilitas yang lebih besar (Ansel, 2012). Dasar gel hidrofilik

antara lain bentonit, veegum, silika, pektin, tragakan, metil selulosa, karbomer.

Sifat fisik dan kimia gel akan dipengaruhi oleh penambahan reaktan, pH,

suhu, dan kondisi usia pengendapan gel. Gel harus memenuhi persyaratan kontrol

kualitas yang telah ditetapkan, antara lain :


13

1.3.3 Organoleptis. Organoleptis biasa dilakukan dengan

mendeskripsikan warna, kejernihan, transparansi, kekeruhan, dan bentuk sediaan.

Uji organoleptis dilakukan untuk melihat tampilan fisik sediaan dengan cara

melakukan pengamatan terhadap bentuk, warna, dan bau dari sediaan yang telah

dibuat.

1.3.4 Homogenitas. Homogenitas gel dapat diuji dengan mengoleskan gel

pada sebuah kaca objek. Gel yang homogenitasnya baik tidak mengandung

butiran-butiran kasar saat dioleskan di kaca objek. Uji homogenitas juga dapat

dilakukan secara visual dengan cara melihat bentuk atau penampakan dan adanya

daya agregat setelah gel berada dalam wadah. Syarat homogenitas adalah tidak

boleh mengandung bahan kasar yang dapat teraba.

1.3.5 pH. Nilai pH menunjukkan derajat keasaman suatu bahan. Nilai pH

idealnya sama dengan pH kulit atau tempat pemakaian. Hal ini bertujuan untuk

menghindari iritasi. pH normal kulit manusia berkisar antara 4,5-6,5 (Ansel,

2012).Pengukuran pH dapat dilakukan menggunakan pH universal yang dicelup

dengan sedikit gel selama tiga detik, kemudian dikibas-kibas dan ditunggu tiga

detik. Hasil pengukuran dibandingkan dengan kisaran pH sesuai perubahan warna

yang terjadi pada kertas pH.

1.3.6 Viskositas. Viskositas adalah besaran yang menyatakan suatu

tahanan cairan untuk mengalir, semakin tinggi viskositas maka semakin besar

kekuatan yang supaya cairan tersebut mengalir dengan laju tertentu. Viskositas

dipengaruhi oleh suhu, umumnya viskositas akan semakin berkurang dengan

meningkatnya suhu. Viskositas menentukan sifat sediaan dalam hal campuran dan
14

sifat alirnya, pada saat diproduksi, dimasukkan ke dalam kemasan, serta sifat-sifat

penting pada saat pemakaian, seperti konsistensi, daya sebar, daya lekat dan

kelembaban. Selain itu, viskositas juga akan mempengaruhi stabilitas fisik dan

ketersediaan hayatinya.

1.3.7 Daya sebar. Daya sebar merupakan kemampuan suatu sediaan untuk

disebarkan pada kulit dan kemudahan dari sediaan tersebut untuk dapat dioleskan

pada kulit tanpa membutuhkan penekanan yang kuat, hal ini berkaitan dengan

kenyamanan pada saat pemakaian. Penentuan daya sebar dilakukan dengan

ekstensometer. Sejumlah tertentu gel diletakkan di pusat antara dua lempeng

glass, kemudian diberi beban selama interval waktu tertentu.Selanjutnya luas area

penyebaran yang terjadi akibat peningkatan beban diukur, nilai luas area ini

menggambarkan karakteristik daya sebar gel tersebut (Voight, 1995). Daya sebar

sediaan semipadat berkisar pada diameter 3-5 cm.

1.3.8 Daya lekat. Daya lekat gel berhubungan dengan lamanya kontak

antara gel dengan kulit dan kenyamanan penggunaan gel. Gel yang baik mampu

memberikan waktu kontak yang efektif dengan kulit sehingga efek yang

diharapkan dapat tercapai.

D. Monografi Bahan

1. Carbopol

Carbopol merupakan resin dari carbomer. Sinonim dari carbopol antara lain:

acritamer; acrylic acyd polymer; carboxy polymethylene; polyacrylic acid;

carboxyvynil polymer; pemulen; Ultrez. Carbopol berbentuk serbuk halus putih,

sedikit berbau khas, higroskopis, memiliki berat 1,76-2,08 g/ cm3 dan titik lebur
15

pada 2600C selama 30 menit. Larut dalam air, etanol dan gliserin satu gram

carbopol dinetralisasi kira-kira 0,4 g sodium hidroksida selama preparasi gel,

larutan harus digerakkan secara perlahan-lahan secara merata sampai tercipta

gelembung udara. Carbopol bersifat stabil, higroskopik, penambahan temperatur

berlebih dapat mengakibatkan kekentalan menurun sehingga mengurangi

stabilitas.

Gambar 1. Rumus bangun carbopol

Carbopol 941 memiliki viskositas 4.000-11.000 digunakan sebagai bahan

pengental yang baik, viskositas tinggi, sering digunakan dalam gel, krim, salep.

Aplikasi pada formulasi farmasetika atau teknologi yaitu carbopol bisa digunakan

dalam formulasi farmasetika bentuk cair atau semi padat sebagai suspending

agent atau peningkatan viskositas. Carbopol juga digunakan sebagai emulsifying

agent pada sediaan emulsi O/W untuk pemakaian luar, digunakan pada kosmetik

secara terapeutik (Rowe et al, 2006).

Carbopol digunakan sebagai basis gel karena bersifat non toksik dan tidak

menimbulkan reaksi hipersensitif ataupun reaksi-reaksi alergi terhadap

penggunaan obat secara topikal. Carbopol dapat menghasilkan viskositas yang

tinggi pada konsentrasi yang rendah serta bekerja secara efektif pada kisaran pH

yang luas (Rowe et al, 2006).


16

2. Carboxymethylcellulose

Turunan selulosa termasuk golongan polimer semi sintetik. Turunan

selulosa yang banyak digunakan sebagai bahan pembentuk gel misalnya

carboxymethylcellulose, hidroksipropil selulosa dan metil selulosa. Perbedaan

metil selulosa dan natrium karboksimetil selulosa dapat larut dalam air dingin

maupun air panas (Voigt, 1995).

Gambar 2. Rumus bangun carboxymethylcellulose(Ditjen, 1981)

Karboksimetil selulosa merupakan polomer anionik. Proses pembuatan

gelnya memerlukan suatu kation, biasanya menggunakan natrium (Na). CMC-Na

larut dalam air maupun campuran air-gliserin. Gel dengan medium air stabil pada

pH 2-10, tetapi rentan terhadap mikroba. Kelarutan dari CMC mudah terdispersi

dalam air membentuk koloidal, tidak larut dalam etanol (95%) P dalam eter P dan

dalam pelarut organik lain (Ditjen, 1979).

Keuntungan CMC adalah stabil pada suhu 1000C dalam waktu yang lama

tanpa mengalami koagulasi (Voigt, 1995). Natrium karboksimetilselulosa

mengandung 6,5% dan tidak lebih dari 9,5% natrium dihitung terhadap zat yang

telah dikeringkan, berupa serbuk atau butiran putih atau kuning gading, tidak

berbau atau hampir tidak berbau dan higroskopis (Ditjen, 1995). Fungsi dari
17

CMC-Na adalah sebagai coating agent, penstabil, gelling agent, suspending

agent,desintegrant pada tablet dan kapsul, bahan pengisi tablet, meningkatkan

viskositas dan water absorbsing agent (Rowe et al 2006).

3. Gliserin
Gliserin mengandung tidak kurang dari 95,0% C3H8O3. Kegunaannya

sebagai humektan, pelarut. Penyimpanannya dalam wadah tertutup rapat (Ditjen,

1981).

Gambar 3. Rumus bangun gliserin(Ditjen, 1981)

Glycerolum atau gliserin atau gliserol mempunyai bobot molekul 92,09

dengan rumus molekul C3H8O3. Pemerian gliserin merupakan cairan jernih seperti

sirup yang tidak berwarna, berasa manis, berbau khas lemah, higroskopis dan

netral terhadap lakmus. Gliserin dapat bercampur dengan air dan dengan etanol,

tidak larut dalam kloroform dalam eter dalam minyak lemak dan dalam minyak

menguap (Anonim, 1995).

4. Methylis parabenum (metil paraben)


Metil paraben atau sering dikenal dengan nama nipagin mempunyai berat

molekul 152,15 dengan rumus molekul C8H8O3. Pemerian; serbuk hablur halus,

putih, hampir tidak berbau, tidak mempunyai rasa kemudian agak membakar

diikuti rasa tebal (Anonim 1986).


18

Gambar 4. Rumus bangun metil paraben

Larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih, 3,5 bagian

etanol (95%) P dan dalam larutan alkali hidroksida P; mudah larut dalam eter P

dan dalam 60 bagian gliserol P panas dan dalam 40 bagian lemak minyak nabati

panas, jika didinginkan larutan tetap jernih. Khasiat dari metil paraben adalah

sebagai zat tambahan sekaligus pengawet sediaan (Anonim, 1986).

5. Trietanolamin
Trietanolamin memliliki bobot jenis 1,120 sampai 1,128, indeks bias 1,481

sampai 1,486. Kegunaanya sebagai zat tambahan dan penyimpanannya dalam

wadah tertutup rapat dan terlindung dari cahaya (Anonim, 1980).

Gambar 5. Rumus bangun trietanolamin(Ditjen, 1981)

Trietanolamin atau TEA mempunyai rumus molekul N(C2H4OH)3.

Trietanolamin merupakan cairan agak kental, tidak berwarna sampai kuning muda

dan bau amoniak dan bersifat agak higroskopis. Kelarutan TEA: dapat bercampur

dengan air dan dengan etanol; larut dalam kloroform (Anonim, 1986).
19

E. Tanaman ekstrak kayu secang (Caesalpinia sappan L.)

1. Taksonomi Secang
Klasifikasi tanaman secang adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Diotyledonae
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Genus : Caesalpinia
Spesies : Caesalpinia SappanL.
2. Keterangan botani tanaman secang
Kayu secang merupakan tumbuhan yang biasa tumbuh di daerah tropis dan

biasa dijumpai sebagai tanaman pagar serta hidup pada ketinggian 500-1000 m

diatas permukaan laut. Tanaman secang memiliki klasifikasi yaitu termasuk ke

dalam familia caesalpiniaceae, genus Caesalpinia L., dan dengan nama ilmiah

Caesalpinia sappan L (Anonim, 1985; Tjitrosoepomo, 1994).

3. Kegunaan
Di daerah tropis pada umumnya, tanaman secang biasa dipergunakan

sebagai pewarna makanan, kosmetik, cat dan memiliki potensi aksi farmakologi.

Tanaman secang banyak mengandung tanin yang baik untuk menyamak barang

dari kulit dan memiliki kegunaan lain seperti mengobati TBC, luka, antidiare,

analgetik, antipiretik, penyakit kulit, desinfektan, tonikum, dan rematik

(Anonim,1985; Rudjiman, 1995). Menurut Heyne (1987), kayu secang

dipergunakan untuk menyembuhkan penyakit yang berkaitan dengan peredaran

darah seperti memar, murus darah, muntah darah dan sebagainya. Di Thailand
20

kayu secang dipergunakan dalam pewarna makanan, garmen dan kosmetik. Juga

telah diketemukan bahwa ekstrak kayu secang memiliki aktivitas antioksidan serta

menunjukkan pengaruh yang signifikan dalam menurunkan daya hidup

spermatozoa (Wetwitayaklung et al, 2005).

4. Kandungan kimia

Bila batang tanaman secang dipotong kemudian diambil kulitnya maka

akan diperoleh kayu yang berwarna merah kecoklatan yang diberi nama sappan

(Wallis, 1955). Kayu secang mengandung zat warna, asam galat, asam tanat,

sedikit minyak atsiri, resin, tanin dan polifenol (Perry, 1980; Sugati dan

Hutapea,1991). Kayu secang memiliki kandungan senyawa berupa brazilin

(C16H14O5), sappanin (C12H12O4), brazilein, minyak atsiri seperti D-α-felandrena,

asam galat, osinema, dan damar.

Berdasarkan hasil penelitian Wetwitayaklung et al., (2005). Komponen

utama dari ekstrak kayu secang telah diketahui yaitu dalam bentuk komponen

fenolik, dan terdiri dari 4 macan sub tipe struktur yaitu sub tipe brazilin, kalkon,

protosapanin, dan homoisoflavonoid. Diantaranya derivat protosapanin seperti

protosapanin B dan isoprotosapanin B, 10-Ometilprotosapanindan 10-O-

metilisoprotosapanin, sama pula halnya dengan protosapanin E1 dan protosapanin

E2 merupakan suatu pasangan epimer. Sementara itu epimer homoisoflavonoid

seperti sapanol dan episapanol, 4-Ometilsapanoldan 4-O-metilepisapanol, 3-O-

metilsapanol dan 3-O metilepisapanol telah dapat diisolasi dari kayu secang.

Terakhir telah diisolasi pula senyawa baru dari kayu secang dan

teridentifikasi sebagai 3-benzilkroman yang merupakan turunan dari 3’-deoksi-4-


21

O-metilepisapanol, dan dengan komponen lainnya dalam kayu secang yaitu

:protosapanin A, sapankalkon, sapanon, asam palmitat, (+)-(8S,8’S)-

bisdihidrosiringenin, brazilein, 3-deoksisapankalkon, (+)-lioniresinol, 3-

deoksisapanon B, protosapanin B, isoprotosapanin B, 3'-O-metilbrazilin dan

brazilin (Fu et al, 2008).

F. Pemisahan Senyawa

1. Pengertian ekstrak
Ekstrak adalah sediaan padat yang diperoleh dengan mengestraksi zat aktif

dari simplisia nabati atau hewan menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian

semua atau hampir semua pelarut diusapkan dan massa atau serbuk yang tersisa

diperlakukan sehingga memenuhi baku yang ditetapkan. Pembakuan ekstrak

dimaksudkan agar zat berkhasiat untuk diatur dosisnya. Sediaan ekstrak dapat

distandarisasikan zat berkhasiatnya, sedangkan kadar zat berkhasiat dalam

simplisia sukar dan beragam (Ditjen, POM 1979)

2. Metode penyarian

Penyaringan merupakan pemindahan massa zat aktif yang semula berada

dalam sel, ditarik oleh cairan penyari sehingga terjadi larutan zat aktif dalam

cairan penyari. Penyarian akan bertambah baik bila permukaan serbuk simplisia

yang bersentuhan dengan cairan penyari makin luas (Ditjen, POM,1986). Sistem

pelarut yang digunakan dalam ekstraksi harus dipilih berdasarkan kemampuannya

dalam melarutkan jumlah yang maksimal dan zat aktif seminimum mungkin bagi

unsur yang tidak diinginkan (Ansel, 2012).


22

Metode penyarian yang digunakan tergantung pada wujud dan kandungan

zat dari bahan yang akan disari. Metode dasar penyarian adalah maserasi,

perkolasi, dan soxhletasi. Pemilihan terhadap ketiga metode di atas disesuaikan

dengan kepentingan dalam memperoleh sari (Harbone, 1987).

3. Maserasi
Maserasi (Macerase: Mengairi, melunakkan) adalah cara ekstraksi yang

sederhana. Maserasi disimpan terlindungi dari cahaya langsung (mencegah reaksi

yang dikatalisis cahaya atau perubahan warna) dan dikocok kembali. Waktu

maserasi diperlukan kurang lebih 5 hari untuk memungkinkan berlangsungnya

proses yang menjadi dasar dari cairan (melarutnya bahan simplisia dari yang

rusak yang terbentuk pada penghalusan ekstraksi (difusi) bahan kandungan dari

sel yang masih utuh. Keadaan diam selama maserasi menyebabkan turunnya

perpindahan bahan aktif (Voight, 1995).

Cairan maserasi dan cairan yang diperoleh melalui perasan disatukan

dengan mencuci sisa perasan dengan bahan ekstraksi, sisa kandungan bahan

ekstraktif dan untuk menyeimbangkan kembali kehilangan akibat penguapan yang

terjadi pada penyaringan dan pengepresan. Hasil ekstraksi disimpan dalam kondisi

dingin beberapa hari, lalu cairannya dituang dan disaring (Voigt, 1994).

Proses maserasi dilakukan sebagai berikut: 10 bagian simplisia atau

campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok dimasukkan kedalam suatu

bejana, kemudian dituang 75 bagian penyari, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari

terlindung dari cahaya matahari sambil sesekali diaduk. Campuran tersebut

diserkai selama 5 hari, diperas, dicuci ampasnya dengan cairan penyari sampai

diperoleh 100 bagian. Maserasi dipindah dalam bejana tertutup dan dibiarkan
23

ditempat yang sejuk, terlindung dari cahaya selama dua hari, maserasi

dienaptuangkan atau disaring, kemudian maserasi disuling atau diuapkan pada

tekanan rendah pada suhu tidak lebih dari 50°C sampai konsistensi yang

dikehendaki (Ditjen POM, 1986).

4. Sokhletasi

Sokhletasi merupakan salah satu metode ekstraksi cara panas dengan

menggunakan pelarut yang selalu baru umumnya dilakukan dengan alat khusus

sehingga sehingga ekstraksi yang kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan

dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM, 1986).

5. Perkolasi

Perkolasi adalah cara penyaring yang dilakukan dengan mengalirkan

cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prinsip perkolasi

adalah serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang bagian

bawah diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui

serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif dari sel-sel yang dilalui

sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya

beratnya sendiri dan cairan diatasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang

cenderung untuk menahan. Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut

perkolator. Bentuk perkolator ada tiga macam yaitu perkolator berbentuk tabung,

perkolator berbentuk paruh dan perkolator berbentuk corong (Ditjen POM, 1986).

6. Penyari

Pelarut adalah cairan yang digunakan untuk ekstraksi. Pemilihan pelarut

yang digunakan dalam ekstraksi dari bahan obat tertentu berdasarkan daya larut
24

yang aktif, zat yang tidak aktif serta zat yang tidak diinginkan tergantung perparat

yang digunakan (Ansel, 2012)

Etanol tidak menyebabkan pembengkakan membran sel dan memperbaiki

stabilitas bahan obat terlarut. Keuntungan lain, etanol mampu mengendapkan

albumin dan menghambat kerja enzim. Umunya yang digunakan sebagai cairan

pengestraksi adalah campuran bahan pelarut yang berlainan, khususnya campuran

etanol-air.

Farmakope Indonesia penetapkan sabagai cairan penyari adalah air, etanol,

etanol-air, atau eter. Etanol dipertimbangkan sebagai penyari karena lebih selektif,

kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas tidak beracun, netral,

absorbsinya baik, etanol dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan

dan panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit (Ditjen POM, 1986).

Etanol dapat melarutkan alkaloid basa, minyak menguap, glikosida,

kurkumin, kumarin, antrakinon, flavanoid, streoid, damar, dan klorofil lemak,

malam, tanin, dan saponin hanya sedikit larut. Zat pengganggu yang terlarut

hanya terbatas. Untuk meningkatkan penyarian biasanya menggunakan campuran

etanol dan air dimana perbandingannya tergantung pada bahan dicari (Anonim,

1986.).

G. Simplex Lettice Design

Suatu formula merupakan campuran dari beberapa komponen. Setiap

perubahan fraksi dari salah satu komponen dari campuran akan merubah

sedikitnya satu variabel atau bahkan lebih fraksi komponen lain. Jika Xi

adalah fraksi dari komponen I dalam campuran fraksi, maka:


25

0 ≤ Xi ≥ 1 i =1,2,…..,q ……………………………………….(1)

Campuran akan mengandung sedikitnya I komponen dan jumlah fraksi dari

semua komponen adalah tetap (=1), ini berarti:

X1 + X2 + ….. + Xq = 1 ……………………………………………….(2)

Area yang menyatakan semua kemungkinan kombinasi dari komponen-

komponen dapat dinyatakan oleh interior dan garis batas dari suatu gambar

dengan q tiap sudut dan q-1 dimensi. Simplex Lattice Design yang paling

sederhana adalah simplex dengan 2 variabel atau komponen, seperti yang

dapat terlihat pada gambar 6.

Gambar 6. Simplex Lettice Design model Model Linear (Bolton & Bon, 2004)

Y = B1(A) + B2(B) + B12(A)(B) …………………………………….(3)

Atau

Y = Ba(A) + Bb(B) + Bab(A)(B) ……………………………………..(4)

Atau

Y = b1X1 + b2X2 + b12X1X2 …………………………………………...(5)

Y = respon

(A)(B) = proporsi A dan B

B1, B2, B12 = koefisien yang diperoleh dari hasil percobaan


26

Semua fraksi dari kombinasi dua campuran dapat dinyatakan sebagai

garis lurus. Jika ada 3 komponen (q=3), maka akan dinyatakan sebagai dua

dimensi dengan 3 sudut yaitu merupakan gambar segitiga sama sisi (model

special cubic) seperti terlihat pada gambar 3. Panjang tiap sisi segitiga

menggambarkan ukuran 3 komponen sebagai suatu fraksi dar keseluruhan

komponen.

Gambar 7. Simplex lattice design model special cubic untuk 3 (Mandlik, Saugat, & Deshpande,
2012)

Tiap sudut segitiga sama sisi tersebut menyatakan komponen murni atau

presentase maksimum komponen itu, dengan atau tanpa adanya dua

komponen lain atau pada konsentrasi minimumnya. Titik A menyatakan

formula yang hanya mengandung komponen A atau presentase maksimum

komponen A dengan atau tanpa komponen B dan C pada konsentrasi

minimum. Garis AC menyatakan semua kemungkinan campuran A dan C.

Titik D menyatakan campuran 0,5 komponen A dan 0,5 komponen C, dan

atau komponen B pada konsentrasi minimumnya. Yang harus diperhatikan

adalah ketiga sisi segitiga harus mempunyai skala yang sama (Bolton & Bon,

2004).
27

Hubungan fungsional antara respon (variabel tergantung) dengan

komposisi (variabel bebas) dinyatakan dengan persamaan:

Y = b1X1 + b2X2 + b3X3 + b12X1X2 + b23X2X3 + b13X1X3 + b123X1X2X3 …(6)

Y = respon

X1, X2, X3 = fraksi dari tiap komponen

b1, b2, b3 = koefisien regresi dari X1, X2, X3

b12, b13, b23 = koefisien regresi dari X1 – X2, X1 – X3, X2 – X3

b123 = koefisien regresi dari X1 – X2 – X3

Dalam persamaan di atas tidak terdapat b0 (intersep) yang merupakan suatu

konstanta dari suatu titik potong, karena dalam model segitiga sama sisi ini

tidak dimungkinkan adanya suatu titik potong.

Untuk q = 3, maka persamaan (2) berubah menjadi:

X1 + X2 + X3 = 1 ………………………………………………………(7)

Berdasarkan persamaan (7) didapat X3 = 1 – (X1 + X2) dan jika disubstitusikan

ke persamaan (6) menjadi:

Y = B1 X1 + B2 X2 + B3 [1 – (X1 + X2)] + B12 X1 X2 + B13 X1 [1- (X1 + X2)] +

B23 X2 [1 – (X1 + X2)] + B123 X1 X2 [1 – (X1 + X2)] ……………..(8)

Jika persamaan (8) diubah dalam bentuk persamaan kuadrat dengan

basis X2 maka:

( - B23 – B123 X1) X22 + (B2 – B3 + B12 X1 – B13 X1 + B23 – B23 X1 + B123 X1 –

B123 X12) X2 + (B1 X1 + B3 – B3 X1 + B13 X1 – B13 X12) – Y = 0 ……....(9)

Dengan dikaitkan pada Y = ax2 + bx + c, maka:

a = - B23 – B123 X1
28

b = B2 – B3 + B12 X1 – B13 X1 + B23 – B23 X1 + B123 X1 – B123 X12

c = B1 X1 + B3 – B3 X1 + B13 X1 – B13 X12 – Y

Koefisiean diketahui dari perhitungan regresi dan Y adalah respon yang

diinginkan. Nilai X1 ditentukan maka nilai X2 dapat dihitung, akan didapatkan

2 nilai X2 dan dicari X2 yang memenuhi syarat yaitu memenuhi persamaan (1)

dan (8) dengan kata lain X2 digunakan untuk mencari nilai X3 dengan

persamaan (8). Setelah semua nilai didapatkan dimasukkan ke dalam segitiga

maka akan didapatkan contour plot yang diinginkan (Armstrong, 2009).

H. Landasan teori

Untuk memudahkan dalam penggunaan ekstrak kayu secang maka dapat

dibuat sediaan gel. Kombinas dua gelling agent yaitu Karbopol dan Na CMC

serta gliserin sebagai humektan. Penggunaan CMC-Na sebagai basis gel dapat

membentuk larutan koloida dalam air yang dapat membuat gel menjadi tidak

jernih karena menghasilkan dispersi koloid dalam air yang ditandai munculnya

bintik-bintik dalam gel (Rowe et al, 2006). Selain itu, sediaan gel berbasis

CMC-Na memiliki diameter penyebaran yang lebih kecil dibanding gel berbasis

karbopol.

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mendapatkan kombinasi

karbopol dan CMC-Na serta gliserin yang menghasilkan formula dengan sifat

fisik optimal adalah SLD (Simplex Lattice Design). Keuntungan dari metode ini

adalah praktis dan cepat karena merupakan penentuan formula dengan coba-coba

(trial and error) (Amstrong & James, 1996). Metode SLD dapat digunakan untuk

optimasi formula pada berbagai jumlah komposisi bahan yang berbeda.


29

Berdasarkan pertimbangan di atas, maka dilakukan penelitian dengan tujuan

mengetahui formula optimum gel kayu secang berdasarkan metode SLD (Simplex

Lattice Design.

Pada penelitian ini digunakan CMC Na dan Karbopol yang berfungsi

sebagai agen penstabilisasi dan gelling agent (Rowe, 2006) Gelling agent

merupakan bahan yang dapat meningkatkan viskositas dan stabilitas sediaan,

memberikan karakteristik sifat alir serta memberikan struktur internal yang

kompleks. Gliserin digunakan sebagai humektan yang dapat menjaga kandungan

air pada sediaan dan dapat menjaga kelembaban kulit. Sebagian besar sediaan

menggunakan humektan karena berfungsi menjaga kelembaban dengan menarik

air dari udara, sehingga gel yang dibuat dengan kombinasi carbopol, CMC dan

gliserin memiliki stabilitas fisik yang baik.

I. Hipotesis

Hipotesis yang dapat di susun dari penelirtian ini adalah

1. Gel ekstrak etanol kayu secang dengan kombinasi Carbopol, Na CMC dan

gliserin memberikan sifat fisik yang optimum.

2. Gel ekstrak etanol kayu secang dengan kombinasi carbopol, Na CMC dan

gliserin memberikan sifat fisik optimum dengan metode Simplex Lattice

Design.

3. Formula optimum gel ekstrak etanol kayu secang dengan kombinasi Carbopol,

Na CMC dan gliserin memiliki stabilitas fisik yang baik.

4. Formula optimum gel ekstrak etanol kayu secang dengan kombinasi carbopol,

Na CMC dan gliserin aman terhadap parameter uji iritasi.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah semua gel ekstrak kayu secang (Caesalpinia sappan L.)

dengan kombinasi karbopol dan Na CMC sebagai basis gel serta gliserin sebagai

pengawet yang berbeda-beda konsentrasinya.

2. Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah kayu secang yang di

dikumpulkan dari daerah Tawangmangu Surakarta, Jawa Tengah pada bulan

Agustus 2016.

B. Variabel Penelitian

1. Identifikasi variabel utama


Variabel utama dalam penelitian ini adalah proporsi dari gel ekstrak kayu

secang (Caesalpinia sappan L.) dengan kombinasi karbopol dan Na CMC sebagai

basis gel serta gliserin sebagai pengawet yang dioptimasi dengan metode simplex

lattice design.Pengujian stabilitas fisik gel dengan berbagai pengujian.

2. Klasifikasi variabel utama


Variabel bebas utama dalam penelitian ini diklasifikasi dalam berbagai

variabel antara lain variabel bebas, variabel kendali dan variabel tergantung.

Variabel bebas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah variabel yang

sengaja direncanakan diteliti pengaruhnya terhadap variabel tergantung. Variabel

30
31

bebas dari penelitian ini adalah kombinasi karbopol dan Na CMC sebagai basis

gel serta gliserin sebagai pengawet dalam 13 formula gel ekstrak kayu secang

(Caesalpinia sappan L.) dengan metode Simplex Lettice Design.

Variabel tergantung adalah pusat persoalan yang merupakan kriteria

penelitian ini. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah stabilitas fisik gel

yaitu viskositas, pH, daya lekat gel dan daya sebar gel.

Variabel terkendali yang dimaksud dalam penelitian ini adalah variabel

yang dianggap berpengaruh selain variabel bebas. Variable terkendali dalam

penelitian ini adalah proses pembuatan sediaan gel, peralatan yang digunakan,

pengujian iritasi gel kayu secang pada kelinci, kualitas bahan dan penelitian

3. Definisi operasional variabel utama

Pertama, kayu secang dikumpulkan dari daerah Tawangmangu Surakarta,

Jawa Tengah pada bulan Agustus 2016.

Kedua, Ekstrak etanol kayu secang yang diperoleh dengan memaserasi

serbuk kayu secang dengan etanol 96%, kemudian diuapkan dengan rotary vacum

evaporator hingga diperoleh ekstrak kental.

Ketiga, gel ekstrak etanol kayu secang adalah hasil pencampuran ekstrak

kayu secang (Caesalpinia sappan L.)dengan basis gel.

Keempat, viskositas adalah ukuran dari ketahanan fluidan yang diubah

baik dengan tekanan maupun tegangan. Viskositas digunakan untuk mengukur

daya kekentalan gel. Semakin kental gel, semakin melekat pada kulit.

Kelima, aktivitas antioksidan adalah efek yang ditimbulkan dari gel

ekstrak kayu secang (Caesalpinia sappan L.) sebelum dan sesudah dibuat sediaan

gel.
32

C. Bahan dan Alat

1. Bahan
Bahan utama yang digunakan adalah kayu secang merah yang diperoleh

dari Tawamangu Karang Anyer Jawa Tengah, bahan kimia yang digunakan jika

tidak dinyatakan lain berkualitas farmasetik (Pharmaceutical grade) yang

didapatkan dari Brataco, Indonesia. Bahan kimia tersebut adalahetanol 96%,

Carbopol, Na CMC, gliserin, trietanolamin, metil paraben, air suling.

2. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca gram kasar,

neraca gram halus, disc mill, gelas ukur, beaker glass, Erlenmeyer, tabung reaksi,

corong kaca, ayakan no 40, oven, botol maserasi, wadah gel, viscometer Rion

VT-04, mortir dan stamfer, alat uji daya lekat, alat uji daya sebar, water bath,

vakum rotary evaporator dan alat uji pH.

D. Jalannya Penelitian

1. Determinasi simplisia kayu secang


Tahap pertama penelitian ini adalah menetapkan kebenaran sampel kayu

secang berkaitan dengan ciri-ciri morfologis yang ada pada tanaman kayu secang

terhadap kepustakaan dan dibuktikan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional Tawamangu.

2. Pembuatan serbuk herba kayu secang

Sebanyak 3 kg kayu secang merah (Caesalpinia sappan L.) yang telah

kering setelah dioven diserbuk dengan mesin penyerbuk, kemudian diayak dengan

ayakan no 40. Serbuk yang tidak terayak dihaluskan lagi sampai semua serbuk
33

terayak. Setelah itu serbuk ditimbang lagi untuk menentukan perhitungan bobot

persen kering terhadap bobot basah.

3. Pembuatan ekstrak etanol kayu secang

Ekstrak dibuat dengan cara maserasi dengan menggunakan etanol 96%.

Satu bagian serbuk kering kayu secang dimasukkan kedalam maserator, ditambah

10 bagian etanol 96%, direndam selama 6 jam sambil sekali-kali diaduk,

kemudian didiamkan sampai 24 jam. Maserat dipisahkan dan proses diulangi

dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Semua maserat dikumpulkan dan

diuapkan dengan penguap vakum hingga diperoleh ekstrak kental. Rendemen

yang diperoleh ditimbang dan dicatat.

Rendemen: tidak kurang dari 9%

4. Standarisasi ekstrak
4.1 Penentuan susut pengeringan. Sejumlah 0,1 g ekstrak ditimbang

dalam krus porselen bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 1050C

selama 30 menit dan telah ditera. Diratakan dengan menggoyangkan hingga

merupakan lapisan setebal 10 – 15 mm dan dikeringkan pada suhu penetapan

hingga bobot tetap, tutupnya dibuka, dibiarkan krus dalam keadaan tertutup dan

mendingin dalam desikator hingga suhu kamar, kemudian dicatat bobot tetap yang

diperoleh untuk menghitung persentase susut pengeringannya

4.2 Identifikasi kandungan kimia ekstrak etanol kayu secang.

Identifikasi senyawa dengan KLT pada penelitian kali ini dilakukan pada

ekstrak kayu secang. Kromatografi lapis tipis (KLT) dilakukan untuk mengetahui
34

kandungan kimia yang terdapat pada ekstrak kayu secang. Senyawa yang

diidentifikasi yaitu flavonoid, dan tanin.

Tabel 1. Identifikasi dengan KLT


Senyawa Fase diam Fase gerak Pereaksi Hasil Daftar
semprot pustaka pustaka
Flavonoid Silika gel n- butanol : Larutan sitro Kuning Hartanti
GF 254 asam asetat : air borat 2008
(4 : 1 :5)
Tanin Silika gel n- heksan: etil FeCl3 1% Kuning Depkes
GF 254 asetat (3 : 7) kehitaman 1987

E. Pembuatan Gel

Gel ekstrak kayu secang pada penelitian ini dibuat berdasarkan formula

acuan yang telah di cantumkan dibawah ini.

1. Formula.

Formula acuan (Saifullah 2008)

Carbopol 941 0,5 %

Gliserin 10 %

Trietanolamin 0,5 %

Pengawet q.s

Aquadest ad 30 ml

Formula rancangan Gel ekstrak kayu secang sebagai berikut

Ekstrak etanolik kayu secang 3g


Carbopol 0,5 - 4,5 g
Na CMC 3–7 g
Gliserin 9 – 13 g
Trietanolamin 0.15 g
Metil Paraben 0,06 g
Air Suling Ad 30 ml
35

Setelah membuat rancangan formula berdasarkan acuan yang telah

ditentukan maka untuk mendapatkan formula yang akan ditentukan secara

otomatis oleh Software Design Expert Versi 8.0.6.1, maka sebelumnya harus

menentuakan batas bawah dan batas atas dari ketiga faktor pencampuran, setelah

batas atas dan batas bawah di tentukan dan dimasukkan kedalam aplikasi Software

Design Expert Versi 8.0.6.1, maka secara otomatis rancangan formula

berdasarkan Simplex Lattice Design akan muncul baru bisa ditentukan konsentrasi

bahan dari masing-masing formula.

Tabel 2. Penentuan aras tinggi dan aras rendah faktor pencampuran

Kode nilai sebenarnya (persen dalam formula)


Nilai2 Carbopol Na CMC Gliserin
0 0,5 (1%) 3 (4%) 9 (15%)
1 4,5 (2%) 7 (5%) 13 (25%)
Catatan
0 = batas bawah = minimum
1 = batas atas = maksimum

Tabel 3. Rancangan formula berdasarkan Simplex Lattice Design


Bahan / gel
Run Carbopol Na CMC Gliserin
(X1) (X2) (X3)
1 0,5 0 0,5
2 0 1 0
3 0,167 0,167 1,667
4 0,333 0,333 0,333
5 0 0 1
6 1 0 0
7 0,667 0,167 0,167
8 0 1 0
9 1 0 0
10 0,5 0,5 0
11 0,167 0,667 0,167
12 0 0 1
13 0 0,5 0,5
X1 = Carbopol X2 = Na CMC X3=Gliserin
Tabel 4. Formula gel antioksidan kayu secang

Bahan Formula (mg)


F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9 F10 F11 F12 F13
Ekstrak kayu 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
secang
Carbopol 2,5 0,5 1,17 1,83 0,5 4,5 3,17 0,5 4,5 2,5 1,17 0,5 0,5
Na CMC 3.00 7 3,67 4,33 3 3 3,67 7 3 5 5,67 3 5
Gliserin 11 9 11,67 10,33 13 9 9,67 9 9 9 9,67 13 11
Trietanolamin 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15
Metil paraben 0,06 0,06 0, 06 0, 06 0, 06 0,06 0,06 0, 06 0,06 0, 06 0, 06 0, 06 0, 06

Aquadest ad 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

Total 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

35
36

Cara pembuatan gel. Karboksimetilselulosa dikembangkan ke dalam

aquadest panas 20 kalinya pada beaker glass. Nipagin dilarutkan dengan aquadest

dalam mortir dan ditambahkan gliserin, diaduk sampai homogen. Carbopol 940

ditambahkan pada campuran tersebut sambil terus diaduk dengan cepat. Hasil

pengembangan CMC dan trietanolamin ditambahkan ke dalam campuran,

kemudian diaduk dengan pengadukan ringan sampai diperoleh massa gel yang

transparan. Ditambahkan ekstrak kayu secang dan sisa aquadest ke dalam

campuran, lalu diaduk sampai didapatkan sediaan gel yang homogen.

2. Penentuan formula optimum

Formula optimum dipilih berdasarkan nilai total respon yang paling besar.

Total respon dapat dihitung dengan rumus :

R total = R1 + R2 + R3 +….+ Rn

R1,2,3,…,n adalah respon dengan parameter yang kita tentukan sesuai dengan

desain yang kita inginkan. Bobot R1R2R3 dan seterusnya ditentukan oleh peneliti

dengan jumlah bobot total yang sama dengan 1. Pada penelitian ini digunakan 3

respon dari sifat fisik gel yang dianggap penting yaitu daya lekat gel (detik), daya

sebar gel (cm), dan viskositas (dPas).

3. Pembuatan gel dari formulasi optimum


Karboksimetilselulosa dikembangkan ke dalam aquadest panas 20 kalinya

pada beaker glass. Nipagin dilarutkan dengan aquadest dalam mortir dan

ditambahkan gliserin, diaduk sampai homogen. Carbopol 940 ditambahkan pada

campuran tersebut sambil terus diaduk dengan cepat. Hasil pengembangan CMC

dan trietanolamin ditambahkan ke dalam campuran, kemudian diaduk dengan

pengadukan ringan sampai diperoleh massa gel yang transparan. Ditambahkan


37

ekstrak kayu secang dan sisa aquadest ke dalam campuran, lalu diaduk sampai

didapatkan sediaan gel yang homogen.

4. Pengujian stabilitas fisik gel optimum ekstrak kayu secang

4.1 Uji Organoleptis. Uji organoleptis gel meliputi uji warna, bau

dankonsistensi gel untuk mengetahui secara fisik keadaan gel. Pemeriksaan

organoleptis dilakukan untuk mendiskripsikan warna, bau dan konsistensi dari

sediaan gel yang sudah bercampur dengan basis, sediaan yang dihasilkan

sebaiknya memiliki warna yang menarik, bau yang menyenangkan dan kekentalan

yang cukup agar nyaman dalam penggunaan. Pengujian dilakukan setelah sediaan

gel dibuat dalam satu hari (Voigt 1995).

4.3 Uji Homogenitas Gel. Ekstrak kayu secang yang telah dibuat sediaan

gel diuji homogenitasnya dengan dioleskan pada sekeping kaca atau bahan

transparan yang cocok. Homogenitas ditunjukkan dengan tidak adanya butiran

kasar pada sediaan. Pengujian dilakukan setelah sediaan gel dibuat dalam satu

hari.

4.4 Uji Viskositas Gel. Pengukuran viskositas gel dilakukan dengan

menggunakan alat, viscotester VT-04E (Rion CO, Ltd). Rotor dipasang pada

viskoseter dengan menguncinya berlawanan arah dengan jarum jam. Cup diisi

sampel gel yang akan diuji, setelah itu tempatkan rotor berada ditengah-tengah

cup yang berisi gel, kemudian alat dihidupkan. Rotor mulai berputar dan jarum

penunjuk viskositas secara otomatis akan bergerak menuju kekanan, kemudian

setelah stabil viskositas dibaca pada skala dari rotor yang digunakan (Anief,

1988).
38

4.5 Uji Daya Sebar Gel. Uji ini dilakukan dengan menggunakan alat-alat

seperti sepasang cawan petri, anak timbang gram dan stop watch kemudian

dilakukan dengan cara menimbang 0,5 g gel, diletakkan dengan kaca yang

lainnya, diletakkan kaca tersebut di atas massa gel dan dibiarkan 1 menit.

Diameter gel yang menyebar (dengan mengambil panjang rata-rata diameter dari

beberapa sisi) diukur, kemudian ditambahkan 50 g, 100 g, 150 g, 200 g, sebagai

bahan tambahan, setiap penambahan beban didiamkan selama 1 menit sesudah itu

dicatat diameter gel yang menyebar seperti sebelumnya. Pengujian dilakukan

setelah sediaan gel dibuat dalam satu hari. (Voigth, 1994).

4.6 Uji Daya Lekat Gel. Uji ini dilakukan dengan menggunakan alat-

alatseperti alat tes melekat gel. Dua gelas obyek, stopwatch, anak timbangan gram

dan dilakukan dengan cara melekatkan gel secukupnya di atas gelas obyek yang

lain di atas tersebut kemudian ditekan dengan beban 500 g selama 5 menit

kemudian pasang obyek gelas pada alat tes kemudian dilepaskan beban berat 20 g

dan dicatat waktu sampai kedua obyek tersebut terlepas diulangi cara di atas pada

masing-masing formula sebanyak 5 kali. Pengujian dilakukan setelah sediaan gel

dibuat dalam satu hari. (Miranti, 2009).

4.7 Uji pH Gel. Uji ini dilakukan dengan menggunakan alat pH meter

dengan cara sebanyak 1 gram sediaan diencerkan dengan aquadestilata hingga 10

mL. Diambil sediaan dan ditempatkan pada tempat sampel PH meter, kemudian

ditunggu sampai indikator PH meter stabil dan menunjukan nilai PH yang konstan

(Haisyah, 2012).
39

4.8 Uji Iritasi. Pada penelitian ini dilakukan pengujian iritasi primer

terhadap hewan uji kelinci untuk mengetahui tingkat keamanan apakah gel kayu

secang layak digunakan atau tidak. Oleh karena itu sebelum dilakukan

pengamatan terlebih dahulu hewan uji atau kelinci dicukur dengan menggunakan

pisau cukur dengan membuat kotak berukuran 2 x 2 cm dipunggung kelinci.

Setelah itu punggung kelinci dibersihkan pelan-pelan dengan aquadest. Setelah

punggung kelinci di bersihkan lalu kulit kelinci diolesi dengan gel kayu secang

sesuai dengan dosis yang ditentukan dimana punggung kiri dan kanan kelinci

pertama pada kotak 1 di oleskan gel sebanyak 1 kali, pada kotak II dioleskan gel

sebanyak 2 kali, sedangkan pada kotak III dioleskan gel sebanyak 3 kali.

Sedangkan pada punggung kiri dan kanan kelinci kedua pada kotak IV dioleskan

gel sebanyak 4 kali, pada kotak ke V dioleskan zat uji sebanyak 5 kali, sedangkan

pada kotak VI sebagai kontrol yaitu gel tanpa ekstrak kayu secang. Kemudian

kotak-kotak tersebut dilapisi dengan kasa steril untuk menjaga agar hewan uji

tidak dapat menelan senyawa zat uji yang diberikan. Setelah itu dilakukan

pengamatan gejala toksik selama 3 hari.

Dalam uji iritasi primer ada dua macam pengamatan yaitu pengamatan

kualitatif dan pengamatan kuantitatif. Pengamatan kualitatif dilakukan dengan

melihat gejala toksik iritasi primer dengan melihat timbul tidaknya eritema dan

edema setelah terpejamoleh tiap formula. Sedangkan untuk analisis kuantitatif

dilakukan dengan mengelompokan eritema dan edema kedalam skor-skor yang

sesuai.

Skor etitema : 0= tidak ada eritema ; 1= eritema ringan (diameter

<25,00 mm) ; 2= eritema sedang (diameter antara 25,10-30,00 mm) ; 3=


40

eritema kuat (diameter antara 30,10-35,00) ; 4= eritema parah (diameter

>35,10 mm). Skor udem : 0= tidak ada udem ; 1= uden ringan (ketebalan

<1mm) ; 2= udem sedang (ketebalan 1,10-2,00 mm) ; 3= udem parah (ketebalan

>2,00 mm) (Sukandar, 2006 : 126).

F. Analisis Hasil

Data hasil uji viskositas, daya sebar dan daya lekat semua pada metode

Simplex Lattice Design dianalisis dengan menggunakan Software Design Expert

Versi 8.0.6.1 untuk mendapatkan formula optimum. Dari formula optimum

dilanjutkan uji kesusaian Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui apakah data

percobaan formula optimum terdistribusi normal atau tidak. Data yang

terdistribusi normal dilanjutkan uji-t satu sampel dengan taraf kepercayaan 95%

untuk mengetahui perbedaan antara prediksi sifat fisik formula optimum dengan

sifat fisik formula optimum hasil percobaan. Perbandingan sifat fisik sediaan

antara awal pembuatan dan setelah penyimpanan formula optimum gel ekstrak

etanolik kayu secang ini dilakukan analisa menggunakan uji-t dua sampel

berpasangan dengan taraf kepercayan 95% yang digunakan untuk menentukan

stabilitas dari gel pengujian dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 17.
41

G. SkemaRencana Prosedur Penelitian

Kayu Secang
Disortasi dan dicuci
Dikeringkan
Diserbuk dengan mesin
penyerbuk
Diayak dengan ayakan
no.40

Uji kadar air


Serbuk kayu secang
Maserasi dengan etanol
96%
Disaring dengan kain
pemeras
Residu Filtrat

Diuapkan pada vacum


rotary evaporator
dengan suhu 400C

Ekstrak kental

Uji kandungan
kimia

Ekstrak dipakai untuk


pembuatan gel

Gambar 8. Skema rencana pembuatan ekstrak kayu secang


42

Ekstrak kayu secang

Run Run Run Run Run Run Run Run Run Run Run Run Run
I II III IIV V VI VII VIII IX X XI XII XIII

Gel Etanol Kayu Secang

Uji Sifat Fisik 1. Viskositas


2. Daya sebar
3. Daya lekat
4. Uji pH
Optimasi

Formula optimum

Uji Sifat Fisik gel

1. Uji organoleptis
2. Uji homogenitas
3. Viskositas
4. Daya sebar
Analisis data 5. Daya lekat
6. Uji pH
7. Uji iritasi
Kesimpulan 8. Uji hedonik

Gambar 9. Skema penentuan formulasi optimum gel kayu secang


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil determinasi kayu secang


Determinasi dimaksudkan untuk menghindari kesalahan dari tanaman

yang digunakan dalam penelitian. Determinasi berdasarkan pustaka Backer, C.A

dan Brink R.C.B. (1965). Determinasi tanaman dilakukan untuk mengetahui

keshhbenaran tanaman yang diambil, mencocokkan diri dengan morfologi

tanaman yang akan diteliti dengan kunci determinasi dan menghindari kesalahan

pengumpulan bahan.

Hasil determinasi kayu secang (Caesalpinia sappan L) yang diperoleh dari

Laboratorium Morfologi Sistematik Tumbuhan, Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional Tawamangu sebagai berikut:

1a – 2b – 3b – 4a – 5b – 6a– 7b familia 28. Caesalpinia.

1a - 2b - 3b - 5b - 7b – 8a Caesalpinia sappan L.

2. Pengeringan bahan dan pembuatan serbuk


Berat kayu secang basah adalah 7000 gram didapat serbuk kayu secang

sebesar 3000 mg. Data tersebut diperoleh rendemen serbuk buah apel kering

terhadap berat buah apel basah adalah sebesar 42,8 %. Data hasil pengeringan dan

perhitungan rendemen dapat dilihat pada lampiran 4.

3. Penetapan kadar air


Penetapan kadar air serbuk simplisia dilakukan untuk mengetahui kadar

kelembaban suatu bahan. Penetapan kadar air serbuk simplisia menggunakan alat

Moisture Balance. Prinsip kerja alat ini yaitu terjadinya pemanasan serbuk

43
44

kemudian terjadi penguapan sampai bobot serbuk konstan. Hal ini dilakukan agar

menghindari rusaknya serbuk simplisia karena kelembaban yang tinggi.

Kelembaban yang tinggi dapat memudahkan pertumbuhan jamur dan bakteri serta

perubahan kimia yang dapat merusak simplisia. Batas maksimal kadar air dalam

serbuk adalah 8,8%. Hasil penetapan kadar susut pengeringan yang didapat

sebesar 7,46%. Data penetapan kadar susut pengeringan dapat dilihat pada

lampiran 5.

4. Hasil pembuatan ekstrak etanol kayu secang


Serbuk kayu secang sebanyak 1800 gram dan diperoleh ekstrak kental

sebesar 300 gram. Prosentase rendemen yang didapat yaitu 54 %. Data hasil

pembuatan ekstrak etanol kayu secang dapat dilihat pada lampiran 6.

5. Identifikasi kandungan senyawa dalam kayu secang


Uji identifikasi kandungan senyawa dalam penelitian ini meliputi uji

flavonoid, dan tanin. Hasil identifikasi dapat dilihat pada tabel .

Tabel 5. Hasil identifikasi KLT ekstrak kayu secang


Fase Hasil
Senyawa Fase gerak Pustaka Rf
diam percobaan

n- butanol :
Silika gel Cokelat
Flavonoid asam asetat : air Kuning 0,28
GF 254 kemerahan
(4 : 1 :5)

Silika gel
n- heksan : etil Kuning Merah
Tanin GF 254 0,88
asetat (3 : 7) kehitaman kecokelatan
45

Flavonoid Deeteksi sinar uv 254 nm

Tanin Deteksi sinar uv 254 nm

Gambar 10. Identifikasi KLT kayu secang

Dari hasil identifikasi ini bisa disimpulkan bahwa ekstrak kayu secang

mengandung, flavonoid, dan tanin sebagai senyawa antioksidan dan ekstrak yang

digunakan benar- benar ekstrak kayu secang.


46

6. Karakteristik ekstrak

Karakteristik ekstrak etanol kayu secang merah dilakukan dengan upaya

menjamin produk akhir ekstrak etanol kayu secang merah mempunyai nilai

parameter tertentu yang konstan dan ditetapkan.

Tabel 6. Hasil pemeriksaan karaketristik ekstrak etanol kayu secang merah


Standar mutu menurut
Sampel Parameter Hasil Uji %
Farmakope Herbal
Kayu Kental, merah Kental, kuning
Secang Organoleptik kecokelatan, khas, kecokelatan, khas, agak
Merah agak pahit dan Pekat pahit dan pekat
Susut Pengeringan 7,84% Tidak lebih dari 8,8%

Dari tabel 6 dapat dilihat hasil pemeriksaan organoleptik ekstrak, diperoleh

hasil bahwa ekstrak kayu secang merah berkonsistensi kental, berwarna merah

cokelat tua, berbau khas dan berasa agak pahit.

Tujuan pemeriksaan susut pengeringan adalah untuk memberi batas

maksimal tentang besarnya zat aktif yang hilang pada proses pengeringan. Susut

pengeringan ekstrak kayu secang sebesar 7,48%. Nilai tersebut kurang dari 8,8%,

batas yang ditentukan oleh Farmakope Herbal. Susut pengeringan yang hilang

pada suhu 105 0C selain air juga senyawa-senyawa lain yang mudah menguap..

7. Penentuan profil sifat fisik gel kayu secang

Hasil dari masing- masing uji sifat fisik campuran bahan akan didapatkan

profil sifat fisik campuran bahan dari persamaan dan perhitungan berdasarkan

Simplex Lattice Design dengan menggunakan program design- expert 8.0.6.1.

Hasil yang didapat akan digunakan untuk menentukan formula optimum.

Tabel di bawah menunjukkan hasil sifat fisik gel yang didasarkan pada

viskositas, daya lekat, pH dan daya sebar. Profil sifat fisik gel ini selanjutnya
47

dibuat acuan untuk menentukan formula optimum dengan menggunakan metode

Simplex Lattice Design yang menggunakan program Design Expert.

Tabel 7. Profil sifat fisik gel untuk penentuan formula optimum


Daya Sebar Daya Lekat
Formula Viskositas (dPas pH
(cm) (detik)
1 260,0±38,9 3,33±0,14 26,0±4,9 4,24±0,15
2 190,0±41,8 4,23±0,07 13,0±2,9 4,17±0,17
3 210,0±41,8 3,13±0,05 19,0±2,9 4,17±1,33
4 310,0±61,4 3,02±0,02 39,0±7,4 4,65±0,32
5 160,0±42,1 3,96±0,05 10,0±1,1 4,16±0,02
6 230,0±40,8 2,62±0,15 21,0±2,7 4,15±0,03
7 290,0±61,0 3,05±0,08 13,0±2,9 4,26±0,08
8 190,0±41,8 4,23±0,07 13,0±2,9 4,17±0,17
9 230,0±40,8 2,62±0,15 21,0±2,7 4,15±0,03
10 260,0±38,9 3,17±0,06 16,0±2,7 4,26±0,05
11 240,0±41,8 3,25±0,05 19,0±3,5 4,19±0,02
12 160,0±42,1 3,96±0,05 10,0±1,1 4,16±0,02
13 190,0±41,8 3,85±0,09 15,0±3,9 4,15±0,02

7.1. Viskositas gel kayu secang. Viskositas suatu gel mempengaruhi efek

yang akan ditimbulkan, gel yang yang terlalu encer menyebabkan waktu lekat

yang singkat sehingga efektivitas penghantaran zat aktif menjadi rendah

sebaliknya jika viskositas sediaan gelnya kental, maka semakin lama gel akan

melengkat pada kulit, semakin lama juga waktu penetrasi obat ke dalam kulit

sehingga absorpsi obat optimal. Hasil pengamatan uji viskositas gel dapat dilihat

pada tabel 7.

Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan unuk

mengalir, makin tinggi viskositas, akan makin besar tahanannya. Pada penelitian

ini didapatkan viskositas yang berbeda pada tiap formula yang dapat dilihat pada

tabel 7. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan konsentrasi carbopol 940 dan

gliserin yang terkandung pada tiap formulanya. Semakin banyak carbopol 940
48

yang ditambahkan akan menaikkan viskositas. Hal ini dikarenakan carbopol 940

baik dalam menaikkan viskositas.

Viskositas sediaan gel yang dihasilkan menunjukkan bahwa semakin

tinggi konsentrasi karbopol, maka viskositas sediaan gel semakin meningkat.

Peningkatan jumlah gelling agent dapat memperkuat matriks penyusun gel

sehingga mengakibatkan kenaikan viskositas (Zatz & Kushla, 1996)

7.2. Daya sebar gel kayu secang. Uji daya sebar dimaksudkan agar untuk

mengetahui apakah sediaan gel ini dapat menyebar dengan baik atau tidak.

Semakin luas penyebaran maka semakin mudah diaplikasikan pada kulit sehingga

absrobsi pada kulit semakin maksimal. Dalam penelitian ini digunakan nilai daya

sebar yang didapat dari rata- rata nilai daya sebar gel yang diberi beban 99,1106

gram yang didiamkan selama 1 menit. Hasil uji daya sebar dapat dilihat pada tabel

7.

Dari tabel di atas didapat daya sebar yang berbeda tiap formulanya. Daya

sebar yang paling bagus adalah pada formula 5 dan 12. Hal ini dikarenakan pada

formula tersebut ditambahkan sedikit carbopol 940 sehingga viskositas gel rendah

dan daya sebarnya bagus. Pemberian karbopol dengan konsentrasi tinggi akan

meningkatkan viskositas gel, sedangkan daya sebar gel sangat berpengaruh oleh

viskositas sehingga semakin tinggi viskositas maka diameter daya sebar sediaan

akan semakin kecil, maka pemberian karbopol dengan konsentrasi rendah akan

menurunkan viskositas sehingga diameter daya sebar gel semakin besar (Mursyid,

2014)
49

7.3. Daya lekat gel kayu secang. Uji daya lekat sediaan dimaksudkan

agar dapat mengetahui daya lekat gel terhadap kulit. Dalam penelitian ini

dilakukan dengan 5 kali replikasi untuk masing- masing formula. Hasil

pengukurannya dapat dilihat pada tabel 17.

Lamanya melekat gel merupakan kemampuan gel untuk melekat dan

melapisi permukaan kulit sewaktu digunakan agar dapat berfungsi maksimal

sehingga dengan pengukuran lamanya melekat gel dapat dilihat kemampuan

melekat gel pada daerah pemakaiannya.

Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 7 memperlihatkan bahwa formula

4 memiliki daya lekat yang kuat karena semakin tinggi konsentrasi karbopol maka

semakin besar daya lekat yang dihasilkan. Faktor yang mempengaruhi daya lekat

gel adalah jumlah dan kekuatan matriks gel. Semakin banyak dan kuat matriks

gel maka daya lekatnya akan meningkat dengan mekanisme putusnya ikatan

hidrogen yang terjadi antara polimer (karbopol) dengan air segingga ikatan antara

sesama rantai polimer semakin kuat. (Zatz & Kushla, 1996)

Dari tabel di atas didapatkan daya lekat yang berbeda tiap formulanya.

Semakin besar daya lekat gel semakin bagus. Daya lekat paling baik adalah pada

formula VI dan IX.

7.4 Uji pH gel kayu secang. pengukuran pH dilakukan bertujuan untuk

mengetahui apakah gel yang difomulasikan telah sesuai dengan pH kulit atau

tidak. Nilai pH dari sediaan topikal harus berada dalam kisaran pH balance yang

sesuai dengan kulit yaitu 4,5-6,5. Nilai pH tidak boleh terlalu asam karena dapat

menyebabka iritasi kulit, dan tidak boleh terlalu basa karena dapat menyebabkan

kulit bersisik (Supomo et al, 2014). Pada hasil pengukuran pH awal sediaan gel
50

kayu secang ternyata ke 13 sediaan gel memiliki nilai 4,15 – 4,65 ternyata nilai

pH sediaan gel hanya satu sediaan yang masuk kisaran pH balance mungkin

dikarenakan pengaruh konsentrasi karbopol yang mempengaruhi nilai pH sediaan

gel.

Hasil pengamatan uji pH gel yang dapat dilihat pada tabel 7 menunjukkan

bahwa gel optimum kayu secang merah bersifat asam karena hasil yang didapat

kurang dari 7. Hasil pengukuran ini menunjukkan bahwa sediaan gel belum

hampir memenuhi kriteria kulit, yaitu dalam interval 4,5 – 6,5. Hasil pengamatan

terhadap uji pH gel optimum dapat dilihat pada tabel 7

8.1. viskositas. Berdasarkan data tabel di atas didapatkan persamaan

viskositas dari persamaan Simplex Lattice Design dengan menggunakan program

Design Expert sebagai berikut :

Y = +231 (A) + 189 (B) + 156 (C) + 204 (A) (B) + 247 (A) (C) + 36 (B) (C) +

1286 (A) (B) (C)

Keterangan :
Y = respon viskositas
(A) = Proporsi carbopol 100%
(B) = Proporsi CMC 100%
(C) = Proporsi Gliserin 100%
(A)(B) = Proporsi Carbopol dan CMC
(A) (C) =Proporsi Carbopol dan Gliserin
(B) (C) = Proporsi CMC dan Gliserin
(A) (C) (C) = Proporsi Carbopol, CMC dan Gliserin

Dari persamaan di atas didapatkan data bahwa meningkatnya proporsi

carbopol akan meningkatkan viskositas (231), meningkatnya proporsi CMC akan

meningkatkan viskositas (189), meningkatnya proporsi Gliserin akan menaikkan

viskositas (156), proporsi antara Carbopol dan CMC akan menaikkan viskositas

(204), proporsi Carbopol dan Gliserin akan menaikka viskositas (247), proporsi
51

CMC dan Gliserin akan meningkatkan viskositas (36) dan proporsi dari ketiga

faktor akan menaikkan viskositas (1286) .

Berdasarkan data pada tabel di atas didapatkan profil viskositas dari

persamaan Simplex Lattice Design dengan menggunakan program, digambarkan

sebagai berikut :

Gambar 11. Model grafik analisis viskositas

Gambar di atas menunjukkan bahwa semakin banyak proporsi carbopol,

semakin banyak CMC dan semakin sedikit gliserin yang ditambahkan dalam

formula akan menaikkanviskositas gel. Dari hasil pengukuran viskositas sediaan

gel kayu secang merah melalui persamaan Simplex Lattice Designdapat diperoleh

kesimpulan bahwa semakin tinggi konsentrasi karbopol, maka viskositas sediaan

gel semakin meningkat (Banu dkk, 2013). Peningkatan jumlah gelling agentdapat

memperkuat matriks penyusun gel sehingga mengakibatkan kenaikan viskositas

(Zatz & Kushla, 1996)

8.2. Daya sebar. Berdasarkan data pada tabel di atas didapatkan

persamaan Simplex Lattice Design dengan menggunakan program Design Expert


52

sebagai berikut :

Y = +2.67 (A) + 3.06 (B) + 3.93 (C) + 1,95 (A) (B) + 0,30 (A) (C) + 1,49 (B) (C)

– 34,22 (A) (B) (C)

Keterangan :
Y = respon viskositas
(A) = Proporsi carbopol 100%
(B) = Proporsi CMC 100%
(C) = Proporsi Gliserin 100%
(A)(B) = Proporsi Carbopol dan CMC
(A) (C) = Proporsi Carbopol dan Gliserin
(B) (C) = Proporsi CMC dan Gliserin
(A) (C) (C) = Proporsi Carbopol, CMC dan Gliserin

Dari persamaan di atas didapatkan data bahwa meningkatnya proporsi

carbopol akan meningkatkan daya sebar (2,67), meningkatnya proporsi CMC

akan meningkatkan sebar (3,6), meningkatnya proporsi Gliserin akan

meningkatkan daya sebar (3,93), proporsi antara Carbopol dan CMC akan

meningkatkan daya sebar (1,95), proporsi Carbopol dan Gliserin akan menaikkan

daya sebar (0,30), proporsi CMC dan Gliserin akan meningkatkan daya sebar

(1,49) dan proporsi dari ketiga faktor akan menurunkandaya sebar (34,22) .

Berdasarkan data pada tabel di atas didapatkan profil daya sebar dari

persamaan Simplex Lattice Design dengan menggunakan program, digambarkan

sebagai berikut :
53

Gambar 12. Model grafik analisis daya sebar

Gambar di atas menunjukkan bahwa semakin sedikit proporsi carbopol

semakin semakin banyak CMC dan semakin sedikit proporsi gliserin yang

ditambahkan dalam tiap formula akanmeningkatkan daya sebar gel. Dari hasil

pengukuran daya sebar gel kayu secang merah dari persamaan Simplex Lattice

Design dapat diperoleh kesimpulan bahwa konsentrasi CMC sangat berpengaruh

terhadap daya sebar gel. Salah satu faktor yang mempengaruhi daya sebar gel

adalah jumlah dan kekuatan matriks gel. Semakin banyak dan kuat matriks gel

yang bertanggung jawab terhadap terbentuknya matriks gel adalah gelling agent.

Dengan demikian konsentrasi gelling agent akan menambah dan memperkuat

matriks gel (Zatz & Kushla, 1996). Oleh karena itu dominan yang menentu respon

daya sebar adalah Na CMC.

8.3. Daya lekat. Berdasarkan data pada tabel di atas didapatkan persamaan

daya lekat dari persamaan Simplex Lattice Design menggunakan program Design

Expert sebagai berikut :


54

Y = +20,98 (A) + 12,74 (B) + 9,40 (C) – 5,72 (A) (B) + 38,28 (B) (C) + 8,86 (B)

(C) + 397,87 (A) (B) (C)

Keterangan :
Y = respon viskositas
(A) = Proporsi carbopol 100%
(B) = Proporsi CMC 100%
(C) = Proporsi Gliserin 100%
(A)(B) = Proporsi Carbopol dan CMC
(A) (C) = Proporsi Carbopol dan Gliserin
(B) (C) = Proporsi CMC dan Gliserin
(A) (C) (C) = Proporsi Carbopol, CMC dan Gliserin

Dari persamaan di atas didapatkan data bahwa meningkatnya proporsi

carbopol akan meningkatkan daya lekat (20,98), meningkatnya proporsi CMC

akan meningkatkan daya lekat (12,74), meningkatnya proporsi Gliserin akan

meningkatkan daya lekat (9,40), proporsi antara Carbopol dan CMC akan

mengurangi daya lekat (5,72), proporsi Carbopol dan Gliserin akan meningkatkan

daya lekat (38,28), proporsi CMC dan Gliserin akan meningkatkan daya lekat

(8,86) dan proporsi dari ketiga faktor akan meningkatkan daya lekat (397,87) .

Berdasarkan data tabel di atas didapatkan profil daya lekat dari persamaan

Simplex Lattice Design, digambarkan sebagai berikut :

Gambar 13. Model grafik analisis daya lekat


55

Gambar di atas menunjukkan bahwa semakin banyak proporsi carbopol

semakin banyak CMC dan semakin sedikit proporsi gliserin yang ditambahkan

dalam formula akan menaikkan daya lekat gel. Dari pengujian daya lekat gel kayu

secang merah dengan persamaan Simplex Lattice Design dapat diperoleh

kesimpulan bahwa jenis gelling agent sangat berpengaruh terhadap daya lekat

yaitu karbopol itu di karenakan penambahan karbopol dapat meningkatkan

viskositas (lebih kental) sehingga dapat meningkatkan waktu perlekatan gel (Lena

& Nining, 2015)

Faktor yang mempengaruhi daya lekat gel adalah jumlah dan kekuatan

matriks gel. Semakin banyak dan kuat matriks gel maka daya lekatnya akan

meningkat dengan mekanisme putusnya ikatan hidrogen yang terjadi antara

polimer (karbopol) dengan air segingga ikatan antara sesama rantai polimer

semakin kuat. (Zatz & Kushla, 1996)

8.4 pH. Berdasarkan data pada tabel di atas didapatkan persamaan daya

lekat dari persamaan Simplex Lattice Design menggunakan program Design

Expert sebagai berikut :

Y = +4,15 (A) + 4,16 (B) + 4,15 (C) + 0,30 (A) (B) + 0,23 (B) (C) – 0,21 (B) (C)

+ 7,80 (A) (B) (C)

Keterangan :
Y = respon viskositas
(A) = Proporsi carbopol 100%
(B) = Proporsi CMC 100%
(C) = Proporsi Gliserin 100%
(A)(B) = Proporsi Carbopol dan CMC
(A) (C) =Proporsi Carbopol dan Gliserin
(B) (C) = Proporsi CMC dan Gliserin
(A) (C) (C) = Proporsi Carbopol, CMC dan Gliserin
56

Dari persamaan di atas didapatkan data bahwa meningkatnya proporsi

carbopol akan meningkatkan pH (4,15), meningkatnya proporsi CMC akan

meningkatkan pH (4,16), meningkatnya proporsi Gliserin akan meningkatkan pH

(4,15), proporsi antara Carbopol dan CMC akan meningkatkan pH (0,30),

proporsi Carbopol dan Gliserin akan meningkatkan pH (0,23), proporsi CMC dan

Gliserin akan menurunkan pH (0,21) dan proporsi dari ketiga faktor akan

meningkatkan pH (7,80) ..

Berdasarkan data tabel di atas didapatkan profil pH dari persamaan

Simplex Lattice Design, digambarkan sebagai berikut :

Gambar 14. Model grafik analisis pH

Gambar di atas menunjukkan bahwa semakin banyak proporsi carbopol

semakin banyak CMC dan semakin sedikit proporsi gliserin yang ditambahkan

dalam formula akan menaikkan pH. Dari pengujian pH gel kayu secang merah

dengan persamaan Simplex Lattice Design dapat diperoleh kesimpulan bahwa

penambahan CMC dan karbopol dapat berpengaruh terhadap nilai pH gel kayu

secang merah dikarenakan gelling agentkarbopol bersifat asam dan penambahan


57

ekstrak dapat menurunkan nilai pH sebab gelling agent CMC memiliki pH 6,5-8,5

(Ditjen, 1995)

8. Penetapan Profil Formula Optimum

Optimasi gel dalam penelitian ini didasarkan pada pengujian terhadap uji

viskositas, uji daya lekat, dan uji daya sebar menggunakan program design- expert

8.0.6.1.

Gambar 15. Diagram desirability

Nilai desirability merupakan nilai fungsi tujuan optimasi yang

menunjukkan kemampuan program untuk memenuhi keinginan berdasarkan

kriteria yang ditetapkan. Kisaran nilai desirability antara 0 sampai 1,0. Nilai

desirability yang semakin mendekati nilai 1,0 menunjukkan semakin sempurna.

Tujuan optimasi bukan untuk memperoleh nilai desirability 1,0, tetapi untuk

mencari kondisi terbaik yang mempertemukan semua fungsi tujuan (Raissi &

Farzani, 2009)
58

Gambar 16. Model grafik analisis formula optimum

Berdasarkan program didapatkan formula optimum yang diprediksi dari

daerah optimum tersebut dengan komposisi carbopol 1,83 g, CMC 4,33 g dan

gliserin 10,34 g. Dari program ditemukan nilai optimum dengan desirability 0.85.

Program juga memprediksi untuk respon viskositas sebesar 294,35 dPas, daya

sebar sebesar 3,33 cm, daya lekat sebesar 29,97 detik, dan pH sebesar 4,47.

9. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui normal atau tidaknya sebaran

distribusi data yang digunakan dalam penelitian. Uji normalitas sebaran data dapat

dilihat pada nilai signifikansi atau probabilitas > 0,05 maka data berdistribusi

normal.

Tabel 8. Kolmogorov-Smirnov
Probability
Model Z Kriteria Kesimpulan
(p)

Daya Sebar 0,705 0,703 Data Berdistribusi Normal

Daya Lekat 0,869 0,436 Data Berdistribusi Normal


P> α (0,05)
Viskositas 0,758 0,614 Data Berdistribusi Normal

H 0,795 0,552 Data Berdistribusi Normal


59

Sumber : Data sekunder yang diolah oleh peneliti (2017)

Dari tabel di atas diketahui bahwa nilai signifikansi atau probabilitas >

0,05 maka dapat disimpulkan sebaran data berdistribusi normal.

10.1 Hasil Uji Levene’s (Homegenitas). Pengujian levene’s test

(homogenitas) dilakukan sebagai syarat untuk menentukan hasil yang akan dibaca

pada kolom hasil pengujian independent sample t-test

Berdasarkan hasil pengujian levene’s test diketahui bahwa keempat

variabel yang diamati, yaitu: daya sebar, daya lekat, viskositas, dan pH memiliki

nilai probabilitas > 0,05, menunjukkan bahwa keempat variabel amatan yang

diteliti memiliki data yang homogen atau memiliki syarat yang terpenuhi (Equal

Variance Assumed).

10.2 Hasil pengujian independen sampel t –tes. Pengujian independen t-

test dilakukan untuk menguji perbedaan nilai daya sebar, daya lekat, viskositas,

dan pH antara kelompok prediksi dan percobaan pada tingkat minimum. Adapun

hasil selengkapnya adalah sebagai berikut:.

Tabel 9. Data Hasil Pengujian Independen Sample T-Tes

t-test for Equality of Means


95% Confidence
Sig.(2- Mean Interval of the
Variabel T df tailed) Difference Mean Difference Difference
Upper Lower
0,0989
Daya Sebar -0,833 8 0,429 -0,056 0,0672 -0,21097 7
-
Daya Lekat -15,514 8 0 -22,122 1,4259 25,41013 18,834
-
Viskositas 12,824 8 0 -132,46 10,3293 156,2794 108,64
-
pH -5,476 8 0,001 -0,864 0,15778 -1,22785 0,5002
60

Berdasarkan hasil pengujian pada table di atas, menunjukkan bahwa tidak

terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok prediksi dan percobaan pada

Daya Sebar Gel Kayu Secang. Hal tersebut dapat dilihat pada nilai t hitung sebesar -

0,833 dengan nilai probabilitas sebesar 0,429 > 0,05, yang berarti tidak terdapat

perbedaan signifikan antara dua kelompok perlakuan tersebut.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan daya

lekat antara kelompok prediksi dan percobaan pada gel kayu secang, hal tersebut

dapat di lihat pada perolehan nilai thitung sebesar -15,514 dengan nilai probabilitas

sebesar 0,000 < 0,05. Hasil pengujian menunjukkan bahwa daya lekat pada

kelompok percobaan memiliki nilai mean sebesar 41,5520 lebih baik

dibandingkan pada kelompok prediksi yang memiliki nilai mean sebesar 19,4300.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan

viskositas antara kelompok prediksi dan percobaan pada gel kayu secang, hal

tersebut dapat di lihat pada perolehan nilai thitung sebesar -12,824 dengan nilai

probabilitas sebesar 0,000 < 0,05. Hasil pengujian menunjukkan bahwa viskositas

pada kelompok percobaan memiliki nilai mean sebesar 376,0000 lebih baik

dibandingkan pada kelompok prediksi yang memiliki nilai mean sebesar

243,5400.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan pH

antara kelompok prediksi dan percobaan pada gel kayu secang, hal tersebut dapat

di lihat pada perolehan nilai thitung sebesar -5,476 dengan nilai probabilitas sebesar

0,001 < 0,05. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pH pada kelompok percobaan
61

memiliki nilai mean sebesar 5,0400 lebih baik dibandingkan pada kelompok

prediksi yang memiliki nilai mean sebesar 4,1760.

10. Hasil pengujian stabilitas fisik gel kayu secang optimum

Gambar sediaan gel optimum

Demikan hasil uji stabilitas fisik gel formula optimum yang telah

dilampirkan pada gambar di atas.

11.1. Organoleptis gel formula optimum. Organoleptis dilakukan untuk

mendiskripsikan warna,bau, dan konsistensi. Hasil pengamatan terhadap uji

organoleptis gel optimum dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10. Hasil organoleptis gel optimum kayu secang


Waktu
Warna Bau Konsistensi
Pemeriksaan
Hari Pertama Orange Kemerahan Essens Rose Semi Solid Sangat kental
Hari ke 8 Merah Cerah Essens Rose Semi Solid Kental
Hari ke 15 merah agak gelap Essens Rose Semi Solid Kental
Hari ke 22 merah agak gelap Essens Rose semi solid kental

Hasil pengamatan organoleptis gel optimum kayu secang menunjukkan

bahwa gel memiliki warna merah , berbau khas minyak mawar sebagai pewangi,

dan konsistensinya agak kental.


62

Berdasarkan tabel 15 menunjukkan hasil pengamatan organoleptis gel

optimum kayu secang merah memiliki warna orange kemerahan dari hari pertama

pembuatan dan berubah warna menjadi merah cerah pada hari ke 8 dan pada hari

ke 15 dan hari ke 22 berubah menjadi agak gelap, warna merah pada gel

disebabkan kandungan Zat Braziline pada ekstrak yang merupakan zat warna dari

kayu secang yang mengandung antioksidan dan perubahan stabilitas warnanya

sangat berpengaruh pada penyimpanan, brazilin membentuk warna merah jika

terkena sinar matahari dan dapat terjadi perubahan secara lambat karena pengaruh

cahaya, sehingga brazilin harus disimpan pada tempat yang gelap (Fu et al, 2008).

Jadi cahaya yang sangat mempengaruhi perubahan warna kayu secang menajadi

gelap setelah penyimpanan selama 22 hari.

Warna sediaan yang dihasilkan tidak transparan seperti gel pada

umumnya tapi menurut Formularium Kosmetika Indonesia warna sediaan gel

tidak harus transparan, masih diperbolehkan hingga buram. (Suardi et al, 2009).

Sedangkan bau khas mawar itu berasal dari essens Rose yang ditambahkan

sebagai pewangi pada sediaan gel kayu secang merah. Dan konsistensi gel

optimum kayu secang merah berpengaruh pada penyimpanan dari hari pertama

pembuatan yang memiliki konsistensi semi solid sangat kental berubah menjadi

semi solid kental pada pemeriksaan minggu ketiga dan keempat. Berdasarkan

hasil pengamatan sediaan gel kayu secang merah mengalami perubahan warna

dan perubahan konsistensi sehingga dapat dismpulkan sediaan gel kayu secang

merah tidak stabil secara fisik.


63

11.2. Homogenitas gel formula optimum. Uji homogenitas gel dilakukan

untuk mengetahui apakah ekstrak kayu secang dan semua bahan dalam sediaan

sudah homogen atau belum. Hasil pengamatan terhadap uji homogenitas gel

optimum didapatkan gel yang homogen. Semakin baik homogenitas gel maka

akan didapatkan dosis gel yang sama dan merata dalam pemakaiannya.

Tabel 11. Hasil Pengamatan Homogenitas


Waktu Pemeriksaan Homogenitas
Hari pertama Homogen, tidak menunjukkan adanya gumpalan
Hari ke 8 Homogen, tidak menunjukkan adanya gumpalan
Hari ke 15 Homogen, tidak menunjukkan adanya gumpalan
Hari ke 22 Homogen, tidak menunjukkan adanya gumpalan

Hasil pemeriksaan homogenitas pada sediaan gel menunjukkan bahwa

sediaan gel tidak memperlihatkan butir-butir kasar pada saat sediaan dioleskan

pada plat kaca. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan yang dibuat mempunyai

susunan yang homogen. Gel yang dihasilkan tetap homogen selama penyimpanan

22 hari sehingga dapat dikatakan sediaan gel stabil. Susunan gel dikatakan

homogen bila terdapat persamaan warna yang merata dan tidak ditemukan

partikel-partikel yang berbeda (Titaley et al, 2014)

11.3 Viskositas gel formula optimum. Pengujian stabilitas fisik gel

optimum kayu secang didasarkan pada perubahan viskositas gel. Ketidakstabilan

gel ditunjukkan dengan berubahnya viskositas dari gel tersebut. Pengujian ini

dilakukan dengan melihat viskositas gel dari waktu pembuatan dan setelah

penyimpanan dengan suhu ruangan berkisar 25oC sampai dengan hari ke 22.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa viskositas gel formula optimum

cenderung menurun. Hal ini menunjukkan bahwa gel optimum sudah dalam
64

keadaan tidak stabil. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya viskositas yang

menurun dari hari pertama sampai pada hari ke 22.

Berdasarkan pengukuran viskositas sediaan gel kayu secang merah yang

dihasilkan bahwa viskositas sediaan mengalami penurunan dari hari pertama

pembuatan hingga hari ke 22 pembuatan, hal ini dapat disebabkan karena

keluarnya cairan yang terjerat dalam gel akibat adanya kontraksi matriks dalam

gel. Penurunan viskositas gel secara drastis juga dapat disebabkan sediaan gel

menunjukkan karakteristik yaitu syneresis yang merupakan keluarnya cairan yang

terjerat dalam gel sehingga memungkinkan cairan bergerak menuju permukaan,

oleh karena itu sediaan akan mengalami penurunan viskositas. Berkurangnya

kekentalan gel dapat juga disebabkan karena faktor luar seperti suhu ruangan

selama penyimpanan (Wathoni et al, 2009)

Pada tabel 12, menunjukkan formula gel optimum dari hari pertama

pembuatan sampai hari ke 22, mengalami perubahan viskositas yaitu semakin

lama disimpan maka viskositasnya juga semakin turun, tetapi tingkat

penurunannya tidak terlalu jauh dari viskositas awal. Penurunan viskositas

tersebut kemungkinan dapat disebabkan karena adanya pengaruh polimer terhadap

perubahan suhu dimana ketika suatu gel disimpan pada suhu panas akan

membentuk bola (disentangle) mengakibatkan viskositas gel semakin menurun

(Mursyid, 2014). Berkurangnya kekentalan gel dapat disebabkan oleh faktor luar

seperti suhu ruang selama waktu penyimpanan (Wathoni et al, 2009).


65

11.4 Daya Sebar gel formula optimum . Pengujian daya sebar dilakukan

untuk kemampuan gel dapat menyebar pada kulit dan dengan cepat memberikan

efektivitasnya (Voight, 1995)

Hasil uji daya sebar sediaan gel kayu secang memperlihatkan daya sebar

memperlihatkan daya sebar yang berbeda dan mengalami peningkatan daya sebar

yang signifikan dari hari pertama sampai hari ke 22 penyimpanan. Sediaan gel

juga menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik antara daya sebar dengan

viskositas, semakin besar viskositas sediaan, maka daya sebarnya menjadi

semakin kecil. Semakin besar daya sebar sediaan gel, maka akan semakin

terpenetrasi pada kulit dan menunjukkan efektivitasnya.

Parameter data sebar sediaan gel yang baik yaitu 5-7 cm (Garg et al, 2002)

sedangkan daya sebar gel pada formula optimum antara 3,51-4,61 cm yang

menunjukkan bahwa sediaan tidak memenuhi persyaratan. Hal ini disebabkan

galling agent CMC Na dimasukkan ke dalam air, Na +lepas dan terganti dengan

ion H+dan membentuk CMCH yang akan meningkatkan viskositas (Bochek et al,

2002) , sehingga gel yang berbasis CMC Na memiliki diameter penyebaran yang

lebih kecil.

Pada tabel 12, menunjukkan bahwa diameter daya sebar formula gel

optimum kayu secang dari hari pertama pembuatan sampai hari ke 22, mengalami

perubahan yang cenderung meningkat, hal ini kemungkinan dapat disebabkan

karena adanya pengaruh polimer terhadap perubahan suhu dimana ketika suatu gel

disimpan pada suhu panas akan membentuk bola (disentangle)mengakibatkan

viskositas gel semakin menurun, dan daya sebar gel sangat dipengaruhi oleh
66

viskositas sehingga semakin tinggi viskositas maka diameter daya sebar sediaan

akan semakin kecil (Mursyid, 2014).

11.5 Daya Lekat gel formula optimum. Uji daya lekat bertujuan untuk

mengetahui waktu yang dibutuhkan gel tersebut untuk menempel pada kulit dan

mengetahui pengaruh penyimpanan terhadap daya lekat gel tersebut.

Hasil uji daya lekat selama 22 hari penyimpanan, sediaan gel mengalami

penurunan daya lekat. Secara umum. Kemampuan gel melekat pada kulit dapat

mempengaruhi efek terapi yang dihasilkan. Semakin lama sediaan melekat pada

kulit, maka efek terapi yang diberikan oleh sediaan akan lebih lama sebab sediaan

akan lebih lama kontak dengan kulit (Ansel, 2012).

Pada tabel 12, menunjukkan bahwa waktu daya lekat formula gel optimum

kayu secang dari hari pertama pembuatan sampai hari ke 22, mengalami

perubahan yang cenderung menurun. hal ini kemungkinan dapat disebabkan

karena penurunan viskositas yang disebabkan sediaan gel menunjukkan

karakteristik yaitu syneresis yang merupakan proses keluarnya cairan untuk

bergerak menuju permukaan, oleh karena itu sediaan akan mengalami penurunan

viskositas selama penyimpanan sehingga sangat mempengaruhi perlekatan karena

semakin kental gel maka perlekatannya juga akan semakin lama (Banu et al,

2013).

Hasil pengujian daya lekat menunjukkan bahwa daya lekat gel optimum

kayu secang meliputi antara 27-41 detik selama waktu pemeriksaan. Syarat untuk

daya lekat sediaan topikal adalah tidak kurang dari 4 derik, (Ulaen et al, 2012).

Hal ini menunjukkan sediaan gel memenuhi persyaratan daya lekat.


67

11.6.Uji pH gel formula optimum. Pengukuran pH sediaan gel optimum

kayu secang merah menggunakan pH indikator universal.

Pengujian pH dilakukan untuk mengukur pH (derajat keasaman) sediaan

dan untuk mengetahui apakah sediaan sudah memenuhi syarat pH yang sesuai

dengan kondisi pH kulit yaitu 4,5-6,5 (Aulton, 1988). Pada pengamatan pH yang

dilakukan setiap minggu selama 4 minggu menghasilkan gel yang memiliki pH

antara 4,4-5 yang mengalami perubahan selama penyimpanan dapat dilihat pada

tabel 12. Sediaan yang dihasilkan bersifat asam, pH yang bersifat terlalu asam

dapat menyebabkan iritasi sedangkan pH yang terlalu basa menyebabkan kulit

bersisik.

Pada tabel 12, menunjukkan bahwa uji pH formula gel optimum kayu

secang dari hari pertama pembuatan sampai hari ke 22 mengalami penurunan,

penurunan nilai pH tersebut dapat disebabkan faktor lingkungan seperti suhu dan

penyimpanan yang kurang baik (Banu et al, 2013).

Tabel 12. Tabel Sifat Fisik Formula Optimum


Macam Uji Waktu Pemeriksaan
Hari 1 Hari 8 Hari 15 Hari 22
Viskositas
(dPas) 376± 21,23 328± 21,67* 310±26,45* 272±21,67*
Daya Sebar
(cm) 3,51± 0,16 3,89± 0,17* 4,21± 0,06* 4,61± 1,90*
Daya Lekat
(Detik) 41,5± 2,69 36,5± 3,06* 29,8± 1,17* 27,4± 3,28*
pH 5± 0,33 4,6± 0,24* 4,5± 0,16* 4,4 ± 0,20*
Keterangan :
*: Berbeda signifikan terhadap pengujian minggu sebelumnya ( ˂ 0,05 )
68

Dari hasil uji statistika formula gel optimum menunjukkan semua

pengujian selama setiap minggu dalam rentan 22 hari memiliki perbedaan yang

bermakna setiap minggunya.

11. Hasil pengujian iritasi gel optimum kayu secang pada kulit kelinci
Lampiran 9 menunjukkan bahwakelinci pertama pada kulit normal

maupun kulit lecet selama pemeriksaan terjadi eritema dan edema, sementara pada

kelinci kedua kulit normal maupun kulit lecet terjadi eritema dan edema yang

disebabkan oleh zat aktif yang mengandung polifenol yang bersifat asam (Oktaf,

2013). Sehingga dapat menyebabkan iritasi ringan pada kulit. Sementara pada

kontrol negatif (Basis gel tanpa zat aktif) tidak terjadi eritema maupun edema

pada kulit normal berbeda dengan kulit lecet pada pemeriksaan hari terakhir

terjadi eritema dan edema, hal ini disebabkan zat tambahan gel berupa

Trietanolamin yang dapat menyebabkan iritasi ringan (Bochek et al, 2002).

Dari hasil perhitungan indeks iritasi primer pada kelinci pertama yaitu 1

yang merupakan iritasi sangat sedikit atau hampir tidak ada, sedangkan pada

kelinci kedua yaitu 2 yang merupakan iritasi sedikit. Jadi dapat disimpulkan

ternyata zat uji yang digunakan yaitu sediaan gel kayu secang dapat

mengakibatkan iritasi (edema/eritema sedikit) pada kulit. Pada kulit lecet ketika

pencukuran, kemungkinan kulit kelinci ada yang tergores sehingga kulit yang

terluka ini berarti barier pertama dari kulit terganggu dan kulit yang lecet memang

menyebabkan permeabilitas meningkat yang pada akhirnya malah diabsorbsi

secara perkutan, padahal penggunaan ini adalah ditujukan untuk topikal.


69

Penyebab terjadinya iritasi pada kelinci setelah pngujian selama tiga hari

adalah sediaan gel yang bersifat asam yang tidak balance dengan standart pH kulit

antara 4,5-6,5 (Aulton, 1988). Apabila sediaan gel terlalu asam dari pH kulit maka

akan dikhawatirkan akan mengiritasi kulit tetapi jika terlalu basa maka

dikhawatirkan kulit akan terlalu kering (Tranggono, 2007).


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pertama, kombinasi optimum antara carbopol 940, CMC dan gliserin

sebagai basis pada pembuatan gel ekstrak kayu secang (Caesalpinia sappan L.)

dapat memberi pengaruh yang baik terhadap sifat fisik gel.

Kedua, Kombinasi antara carbopol, CMC dan Gliserin sebagai basis pada

pembuatan gel kayu secang (Caesalpinia sappan L.) dengan metode Simplex

Lattice Design yaitu carbopol 1,83 g, CMC 4,33 g dan Gliserin 10,34 g.

Ketiga, Formula gel optimum kayu secang tidak stabil dalam penyimpanan

selama 22 hari setelah pembuatan.

Keempat, Formula optimum gel kayu secang menyebabkan iritasi pada

kulit kelinci ditandai dengan edema dan eritema.

B. Saran

Pertama, perlu dilakukan penelitian secara in vivo dan in vitro untuk

membuktikan aktivitas antioksidan dari ekstrak kayu secang.

Kedua, perlu dilakukan optimasi dengan metode lain seperti metode design

factorial.

70
DAFTAR PUSTAKA

Amstrong, N, & James, K. 1996. Pharmaceutical Experimental Design and


Interpretation,. London: Taylor & Francis Publiser.

Anonim. 1985. Cara Pembuatan Simplisia. Jakarta: Departemen Kesehatan


Republik Indonesia.

Anonim. 1979. Cermin Dunia Kedokteran. Edisi Khusus (Fakultas Kedokeran


Universitas Sumatra Utara). Kalbe Farma.

Ansel, H. 2012. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi IV. Terjemahan Dari


introduction to Pharmacetical Dosage Form oleh Farida Ibrahim. Jakarta:
UI Press.

Batubara, I., Siti, & Wulan, T. 2013. Effectiveness of Anti-Acne Cream of Sappan
Wood (Caesalpinia sappan) Against Propionibacterium acnes on Rabbit
Skin. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia ISSN 1693-1831 , 175-181.

Bolton, S. 1997. pharmaceutical statistics : Pravtical and clinical aplication Edisi


III. New york: Marcel Dekker, Inc.

Bolton, S., & Bon, C. 2004. Pharmaceutical Statistics. New york: Marcel Dekker,
Inc.

Damron, M. 2003. Klasifikasi Makhluk Hidup : Mamalia. Jakarta: Gramedia


Pustaka Utama.

Ditjen, P. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan


Indonesia.

Ditjen, P. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan


Republik Indonesia.

Ditjen, P. 2001. Inventarsi Tanaman Obat Indonesia (I) Jilid 2. Jakarta:


Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Ditjen, P. 1981. Kodeks Kosmetika Indonesia Volume I. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.

Ditjen, P. 1986. Kodeks Kosmetika Indonesia Volume II. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia .

71
72

Ditjen, P. 2009. Naturakos, Volume IV. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan
Makanan.

Ditjen, P. 1986. Sediaan Galenik. Jakarta: Departemen Kesehatan Indonesia.

Djajadisastra, J. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta: PT.


Gramedia Pustaka Utama.

Elfahmi, Woerdenbag, H., & Kayser, O. 2014. Indonesian traditional herbal


medicine towards rational phytopharmacological use. Journal of Herbal
Medicine , 4(2),51-73.

Fessenden, R., & Fessenden, J. 1994. Kimia Organik. Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Fu, L., Huang, X., Lai, Z., Hu, Y., & Liu, H. 2008. A New 3-Benzylchroman
Derivative from Sappan Lignum (Caesalpinia sappan). Molecules 2008 ,
13, 1923-1930 DO10.3390/molecules13081923,.

Garg, A., Aggar, Wal, D., Garg, S., & Singla, A. 2002. Spreading of semisolid
Formulatio: An Update. Pharmaceutical technology., P.84.102.
www.prarmtgech.com , 134.

Gawkrodger, D. 2002. Dermatology, An Illustrated Colour Text. 3rd ed.


Edinburgh: Churchill Livingstone.

Ghosal, M., & Mandal, P. 2012. Phytochemical screening and antioxidant


activities of two selected ‘Bihi’ fruits used as vegetables in Darjeeling
Himalaya. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences .

Harbone, Y. B. 1987. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis


Tumbuhan. Diterjemahakan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwaug
Soediro. Bandung: Penerbit ITB.

Kanitakis, J. 2002. Anatomy, histology and immunohistochemistry of normal


human skin. European Journal of Dermatology , 12 :390–401.

Kataky, A., & Handique, P. 2010. A brief overview on Andrographis paniculata


(Burm. f) Nees., a high valued medicinal plant: Boon over synthetic drugs.
Asian J Sci Techno , 6, 113-118.

Kim, C. 2005. Advanced Pharmaceutics : Physicochemical Principles,. CRC Press


LLC, Florida , 214-235.

Lachman, L., Lierberman, H., & Kanig, J. 1994. Teori dan Praktek Farmasi
Industri. III ed. . Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, .UI Press.
73

Loomis, T. 1978. Toksikologi dasar. Jogjakarta: IKIP semarang Press.

Lu, F. 1995. Toksikologi dasar dasar dan penelitian resiko (terjemahan)


Nugroho Edisi ke 2. Jakarta: UI Press.

Marinova, G., & Batchvarov, V. 2011. Evaluation of Methods for Determination


of the Free Radical Scavenging Activity by DPPH. Bulgarian Journal of
Agricultural Science , 17(1).

Maulina, L., & Sugihartini, N. 2015. Formulation Gel Ethanolic Extract Of


Pericarp Mangosten (Garcinia mangostana L.) With Variation Of Gelling
Agentas Wound Healling Dosage Form. Pharmaҫiana, Vol. 5, No. 1, , 43-
52.

Miranti, L. 2009. Pengaruh Konsentrasi Minyak Atsiri Kencur (Kaempferia


galangae) Dengan Basis Salep Larut Air Terhadap Sifat Fisik Salep dan
Daya Hambat Bakteri Staphylococcus aureus Secara In vitro. Surakarta:
Fakultas Farmasi Universitas Muhamadiyah.

Oktaf, R. 2013. Identifikasi Senyawa Aktif dalam Ekstrak Etanol Kayu Secang
(Caesalpinia sappan. L.). Prosiding Semirata FMIPA Universitas
Lampung , 215.

Rostamailis. 2005. Penggunaan Kosmetik, Dasar Kecantikan & Berbusana yang


Serasi. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Rowe, R., Sheskey, P., & Waller, P. 2006. Handbook of Pharmaceutical


Excipients. Edisi keempat. Washington DC: Pharmaceutical Press and
American Pharmacist Associations..

Saifullah, T., & Kurniawan, D. 2009. Teknologi Sediaan Farmasi. Edisi Pertama.
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press.

Saifullah, T., & Kuswahyuningsih, R. 2008. Teknologi & Formulasi Sediaan


Semipadat. Yogyakarta: Laboratorium Teknologi Farmasi Fakultas
Farmasi Universitas Gadjah Mada.

Sufia, & Harlia. 2014. Uji Aktivitas Antioksidan Dan Sitotoksisitas campuran
Metanol Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.) Dan Kulit Kayu Manis
(Cinnamomum burmannii B). Jurnal Kimia Khatulistiwa , 132.

Toselli, L. 2008. Panduan Lengkap Manikur Dan Pedikur. Terjemahan A


Comprete Guide to Manicure and Pedicure. Jakarta: Penerbit PT
Gramedia.
74

Tranggono, R. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta:


Penerbit Pustaka Utama.

Voigt, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Diterjemahkan oleh


Soendani Soendani Noerrono, Edisi V, Cetakan Kedua, Universitas
Gadjah Mada Press. Yogyakarta: Hlm 366-367.

Wasitaatmadja, S. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: UI Press.


75

LAMPIRAN

L
A
M
P
I
R
A
N
76

Lampiran 1. Hasil determinasi kayu secang


77
78

Lampiran 2.Rajangan kayu secang dan gel kayu secang

Rajangan kayu secang

Ekstrak kayu secang


79

Formula gel

Gel formula optimum

Hari Pertama Hari Ke 8 Hari ke 22

Stabilitas Gel Formula Optimum


80

Lampiran 3. Data pembuatan serbuk kayu secang


Simplisia Bobot basah (g) Bobot kering (g) Rendemen (%)
Kayu Secang 7000 1800 25,7
Perhitungan rendemen

berat kering
rendemen = 100
berat basah

= 100 = 25,7%
7000
81

Lampiran 4. Hasil pengujian sifat fisik gel Kayu secang


Hasil viskositas sediaan gel kayu secang

Viskositas (dPas)
Formula Mean SD
Rep 1 Rep 2 Rep 3 Rep 4 Rep 5
I 280 250 300 200 280 260 38,98
II 150 200 250 200 150 190 41,83
III 200 200 250 150 250 210 41,83
IV 250 380 250 350 350 310 61,48
V 100 150 200 180 200 160 42,19
VI 250 180 250 200 280 230 40,86
VII 350 400 380 300 250 290 61,07
VIII 150 200 250 200 150 190 41,83
IX 250 180 250 200 280 230 40,86
X 280 250 200 280 300 260 38,98
XI 250 200 250 300 200 240 41,83
XII 100 150 200 180 200 160 42,19
XIII 150 200 250 150 200 190 41,83

Hasil daya sebar sediaan gel kayu secang

Daya sebar
Formula Mean SD
Rep 1 Rep 2 Rep3 Rep 4 Rep 5
I 3,45 3,53 3,23 3,21 3,26 3,33 0,14
II 4,17 4,23 4,25 4,35 4,15 3,02 0,07
III 3,15 3,1 3,05 3,2 3,17 3,13 0,05
IV 2,17 3,0 2,28 2,54 2,31 2,46 0,09
V 3,95 3,97 4 4,05 3,9 3,96 0,05
VI 2,85 2,71 2,53 2,48 2,53 2,62 0,15
VII 2,97 2,98 3,05 3,15 3,13 3,05 0,08
VIII 4,17 4,23 4,25 4,35 4,15 3,02 0,07
IX 2,85 2,71 2,53 2,48 2,53 2,62 0,15
X 3,05 3,18 3,19 3,21 3,22 3,17 0,06
XI 3,25 3,18 3,28 3,33 3,25 3,25 0,05
XII 3,95 3,97 4 4,05 3,9 3,96 0,05
XIII 3,95 3,81 3,73 3,84 3,95 3,85 0,09
82

Hasil daya lekat sediaan gel kayu secang

Daya Lekat (Cm)


Formula Mean SD
Rep1 Rep 2 Rep3 Rep4 Rep5
I 25 20 30 32 23 26 4,94
II 10 12 11 15 17 13 2,91
III 20 18 15 25 17 19 3,8
IV 30 40 35 40 50 39 7,41
V 9 10 11 12 11 10 1,14
VI 23 20 18 20 25 21 2,77
VII 25 30 31 28 25 27 2,77
VIII 10 12 11 15 17 13 2,91
IX 23 20 18 20 25 21 2,77
X 15 15 13 20 18 16 2,77
XI 25 20 17 16 21 10 3,56
XII 9 10 11 12 11 19 1,14
XIII 10 13 15 18 20 15 3,96

Hasil uji pH sediaan gel kayu secang

Uji pH
Formula Mean SD
Rep 1 Rep 2 Rep 3 Rep 4 Rep 5
I 4,18 4,2 4,53 4,16 4,16 4,24 0,15
II 4,11 4,23 4,2 4,18 4,15 4,17 0,04
III 4,1 4,13 1,18 4,2 4,25 4,17 1,33
IV 4,71 5,05 4,53 4,78 4,18 4,65 0,32
V 4,18 4,18 4,13 4,15 4,17 4,16 0,02
VI 4,13 4,17 4,13 4,21 4,12 4,15 0,03
VII 4,31 4,25 4,18 4,21 4,38 4,26 0,08
VIII 4,11 4,23 4,2 4,18 4,15 4,17 0,04
IX 4,13 4,17 4,13 4,21 4,12 4,15 0,03
X 4,25 4,21 4,18 4,21 4,31 4,26 0,05
XI 4,17 4,18 4,21 4,23 4,17 4,19 0,02
XII 4,18 4,18 4,13 4,15 4,17 4,16 0,02
XIII 4,11 4,15 4,17 4,15 4,18 4,15 0,02
83

Lampiran 5. Data penetapan kadar susut pengeringan


Simplisia Penimbangan (g) Susut pengeringan (%) Rata- rata (%)

2,00 8
Kayu secang 2,00 7 7,46
2,00 7,4
84

Lampiran 6.Data pembuatan ekstrak etanol kayu secang


Simplisia Bobot serbuk (g) Bobot ekstrak (g) Rendemen (%)
Kayu secang 600 243,3609 40,6
Perhitungan rendemen

berat ekstrak
rendemen = 100
berat serbuk

= 100 = 40,6%
600
85

Lampiran 7. Perhitungan Rf flavonoid dan tanin

Flavanoin Deteksi sinar uv 254 nm

Tanin Deteksi sinar uv 254 nm


86

Perhitungan Rf

1. Flavonoid

sampel
x 1,4
1. Rf= y = =0,28
5

Pembanding (rutin)

x
Rf= = =0,46
y 5

3. Tanin

sampel
x 4
2. Rf= y = =0,94
5

Pembanding (serbuk tanin murni)

x
Rf= = =0,96
y 5
87

Lampiran 8. Rancangan formula sediaan gel kayu secang secara Simplex


Lattice Design

Formula (g)
Bahan F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9 F10 F11 F12 F13
Ekstrak kayu
secang 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Carbopol 2,50 0,50 1,17 1,83 0,50 4,50 3,17 0,50 4,50 2,50 1,17 0,50 0,50
Na CMC 3.00 7,00 3,07 4,33 3,00 3,00 3,67 7,00 3,00 5,00 5,67 3,00 5,00
Gliserin 11,00 9,00 11,67 10,33 13,00 9,00 9,67 9,00 9,00 9,00 9,67 13,00 11,00
Trietanolamin 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15
Metil paraben 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06
Aquadest ad 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
Total 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
88

Lampiran 9. Lampiran hasil pengamatan uji iritasi


Hasil Pengamatan pengujian iritasi
Waktu
Kelinci pemeriksaan
Jam ke Jam ke Jam ke
24 48 72
Kelinci pertama dengan kulit
normal Eritema I 0 0 1
II 0 0 1
III 0 0 1
Edema I 0 0 2
II 0 0 1
III 0 0 1
Kelinci pertama dengan kulit
lecet Eritema I 1 1 1
II 1 1 1
III 1 1 1
Edema I 0 1 1
II 0 0 1
III 0 0 1
Kelinci kedua dengan kulit
normal Eritema IV 0 0 1
V 0 0 1
VI 0 0 0
Edema IV 0 0 1
V 0 0 1
VI 0 0 0
Kelinci kedua dengan kulit
lecet Eritema IV 1 0 1
V 1 1 1
VI 1 1 0
Edema IV 1 0 1
V 1 1 1
VI 1 1 0
Skor
0 : Tanpa edema/eritema
1 : Edema/eritema sangat sedikit atau hampir tidak ada
2 : Edema/eritema sedikit
I : 1 x oles
II : 2 x oles
III : 3 x oles
IV : 4 x oles
V : 5 x oles
VI : Kontrol (-)
89

Lampiran 10. Data analisis uji-t gel ekstrak kayu secang

NPar Tests

One-Sample Kol mogorov-Smirnov Test

Day a Sebar Day a Lekat Viskositas pH


N 10 10 10 10
Normal Paramet ers a,b Mean 3,4520 30,4910 309,7700 4,6080
St d. Dev iation ,10443 11,85149 71,49049 ,51253
Most Extreme Absolute ,223 ,275 ,240 ,251
Dif f erences Positiv e ,223 ,275 ,240 ,251
Negativ e -,176 -,240 -,213 -,178
Kolmogorov -Smirnov Z ,705 ,869 ,758 ,795
Asy mp. Sig. (2-tailed) ,703 ,436 ,614 ,552
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated f rom data.

T-Test
Group Statistics

Std. Error
Kelompok N Mean Std. Deviation Mean
Daya Sebar Prediksi 5 3,4240 ,02408 ,01077
Percobaan 5 3,4800 ,14832 ,06633
Daya Lekat Prediksi 5 19,4300 1,69862 ,75964
Percobaan 5 41,5520 2,69826 1,20670
Viskositas Prediksi 5 243,5400 14,26436 6,37921
Percobaan 5 376,0000 18,16590 8,12404
pH Prediksi 5 4,1760 ,10714 ,04792
Percobaan 5 5,0400 ,33615 ,15033
90

Independent Samples Test


Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Sig. Interval of the
Mean Std. Error
F Sig. t df (2- Difference
Difference Difference
tailed)
Upper Lower
Daya Equal
Sebar variances 4,181 ,075 -,833 8 ,429 -,05600 ,06720 -,21097 ,09897
assumed
Equal
variances
-,833 4,211 ,449 -,05600 ,06720 -,23895 ,12695
not
assumed
Daya Equal
Lekat variances ,893 ,372 -15,514 8 ,000 -22,12200 1,42590 -25,41013 -18,83387
assumed
Equal
variances
-15,514 6,740 ,000 -22,12200 1,42590 -25,52025 -18,72375
not
assumed
Viskos Equal
- -
itas variances ,090 ,772 -12,824 8 ,000 -132,46000 10,32930
156,27940 108,64060
assumed
Equal
variances - -
-12,824 7,574 ,000 -132,46000 10,32930
not 156,51466 108,40534
assumed
pH Equal
variances 2,470 ,155 -5,476 8 ,001 -,86400 ,15778 -1,22785 -,50015
assumed
Equal
variances
-5,476 4,804 ,003 -,86400 ,15778 -1,27461 -,45339
not
assumed
91

Lampiran 11. Perhitungan uji iritasi pada kulit kelinci


Perhitungan uji iritasi pada kulit kelinci I

eritema kulit normal 24 jam + eritema kulit normal 72 jam


Rata-rata eritema normal=
2

= = 1,5
2

edema kulit normal 24 jam + edema kulit normal 72 jam


Rata-rata edema normal=
2

= =2
2

eritema kulit lecet 24 jam + eritema kulit lecet 72 jam


Rata-rata eritema l =
2

= =3
2

edema kulit lecet 24 jam + edema kulit lecet 72 jam


Rata-rata edema lecet=
2

= = 1,5
2

eritema kulit normal + eritema kulit lecet


ndeks eritema primer=
2

= = 2,25
2

edema kulit normal + edema kulit lecet


ndeks edema primer=
2

= = 1,75
2
92

Perhitungan uji iritasi pada kulit kelinci II

eritema kulit normal 24 jam + eritema kulit normal 72 jam


Rata-rata eritema normal=
2

= =1
2

edema kulit normal 24 jam + edema kulit normal 72 jam


Rata-rata edema normal=
2

= =2
2

eritema kulit lecet 24 jam + eritema kulit lecet 72 jam


Rata-rata eritema lecet=
2

= = 1,5
2

eritema kulit lecet 24 jam + eritema kulit lecet 72 jam


Rata-rata eritema normal=
2

= =1
2

eritema kulit normal + eritema kulit lecet


ndeks eritema primer=
2

= = 1,25
2

edema kulit normal + edema kulit lecet


ndeks edema primer=
2

= = 1,5
2
93

Lampiran 12. Lampiran Uji Hedonik


Tabel Uji Kesukaan

Tekstur Warna Aroma


Kurang Tidak kurang tidak kurang tidak
Respon Suka suka suka suka suka suka suka suka suka
1 √ √ √
2 √ √ √
3 √ √ √
4 √ √ √
5 √ √ √ √
6 √ √
7 √ √ √
8 √ √ √
9 √ √ √
10 √ √ √
11 √ √ √
12 √ √ √
13 √ √ √
14 √ √ √
15 √ √ √
16 √ √ √
17 √ √ √
18 √ √ √
19 √ √ √
20 √ √ √

Jumlah 8 6 6 8 7 5 8 6 6

Keterangan:
Suka :3
Kurang suka : 2
Tidak suka :1
94

Viskositas
NPar Tests

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum


viskositas 20 320.00 41.802 250 400

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

viskositas
N 20
a,,b
Normal Parameters Mean 320.00
Std. Deviation 41.802
Most Extreme Differences Absolute .164
Positive .134
Negative -.164
Kolmogorov-Smirnov Z .731
Asymp. Sig. (2-tailed) .659
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.

Oneway
Test of Homogeneity of Variances
Viskositas
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.110 3 16 .953

ANOVA
Viskositas

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.


Between Groups 24840.000 3 8280.000 15.847 .000
Within Groups 8360.000 16 522.500
Total 33200.000 19
95

Multiple Comparisons
Dependent Variable:viskositas
(I) (J) Mean 95% Confidence Interval
formula formula Difference Std.
1 1 (I-J) Error Sig. Lower Bound Upper Bound
*
Tukey HSD 1 2 42.000 14.457 .046 .64 83.36
*
3 60.000 14.457 .004 18.64 101.36
*
4 98.000 14.457 .000 56.64 139.36
*
2 1 -42.000 14.457 .046 -83.36 -.64
3 18.000 14.457 .609 -23.36 59.36
*
4 56.000 14.457 .007 14.64 97.36
*
3 1 -60.000 14.457 .004 -101.36 -18.64
2 -18.000 14.457 .609 -59.36 23.36
4 38.000 14.457 .078 -3.36 79.36
*
4 1 -98.000 14.457 .000 -139.36 -56.64
*
2 -56.000 14.457 .007 -97.36 -14.64
3 -38.000 14.457 .078 -79.36 3.36
*
LSD 1 2 42.000 14.457 .010 11.35 72.65
*
3 60.000 14.457 .001 29.35 90.65
*
4 98.000 14.457 .000 67.35 128.65
*
2 1 -42.000 14.457 .010 -72.65 -11.35
3 18.000 14.457 .231 -12.65 48.65
*
4 56.000 14.457 .001 25.35 86.65
*
3 1 -60.000 14.457 .001 -90.65 -29.35
2 -18.000 14.457 .231 -48.65 12.65
*
4 38.000 14.457 .018 7.35 68.65
*
4 1 -98.000 14.457 .000 -128.65 -67.35
*
2 -56.000 14.457 .001 -86.65 -25.35
*
3 -38.000 14.457 .018 -68.65 -7.35
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Homogeneous Subsets
Viskositas

Subset for alpha = 0.05

formula 1 N 1 2 3
a
Tukey HSD 4 5 272.00

3 5 310.00 310.00

2 5 328.00

1 5 370.00

Sig. .078 .609 1.000


Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
96

Daya Sebar

NPar Tests
Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum


daya Sebar 20 4.0095 .46750 3.31 4.81

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

daya Sebar
N 20
a,,b
Normal Parameters Mean 4.0095
Std. Deviation .46750
Most Extreme Differences Absolute .142
Positive .142
Negative -.102
Kolmogorov-Smirnov Z .637
Asymp. Sig. (2-tailed) .812
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.

Oneway
Descriptives
daya Sebar
95% Confidence
Interval for Mean
Std.
Deviatio Lower Upper
N Mean n Std. Error Bound Bound Minimum Maximum
1 5 3.5160 .16727 .07481 3.3083 3.7237 3.31 3.77
2 5 3.6900 .17889 .08000 3.4679 3.9121 3.51 3.91
3 5 4.2140 .06986 .03124 4.1273 4.3007 4.13 4.31
4 5 4.6180 .16162 .07228 4.4173 4.8187 4.41 4.81
Total 20 4.0095 .46750 .10454 3.7907 4.2283 3.31 4.81

ANOVA
daya Sebar

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.


Between Groups 3.789 3 1.263 55.522 .000
Within Groups .364 16 .023
Total 4.152 19
97

Multiple Comparisons
Dependent Variable:daya Sebar
(I) (J) Mean 95% Confidence Interval
formula formula Difference Std.
1 1 (I-J) Error Sig. Lower Bound Upper Bound
Tukey 1 2 -.17400 .09538 .298 -.4469 .0989
HSD *
3 -.69800 .09538 .000 -.9709 -.4251
*
4 -1.10200 .09538 .000 -1.3749 -.8291
2 1 .17400 .09538 .298 -.0989 .4469
*
3 -.52400 .09538 .000 -.7969 -.2511
*
4 -.92800 .09538 .000 -1.2009 -.6551
*
3 1 .69800 .09538 .000 .4251 .9709
*
2 .52400 .09538 .000 .2511 .7969
*
4 -.40400 .09538 .003 -.6769 -.1311
*
4 1 1.10200 .09538 .000 .8291 1.3749
*
2 .92800 .09538 .000 .6551 1.2009
*
3 .40400 .09538 .003 .1311 .6769
LSD 1 2 -.17400 .09538 .087 -.3762 .0282
*
3 -.69800 .09538 .000 -.9002 -.4958
*
4 -1.10200 .09538 .000 -1.3042 -.8998
2 1 .17400 .09538 .087 -.0282 .3762
*
3 -.52400 .09538 .000 -.7262 -.3218
*
4 -.92800 .09538 .000 -1.1302 -.7258
*
3 1 .69800 .09538 .000 .4958 .9002
*
2 .52400 .09538 .000 .3218 .7262
*
4 -.40400 .09538 .001 -.6062 -.2018
*
4 1 1.10200 .09538 .000 .8998 1.3042
*
2 .92800 .09538 .000 .7258 1.1302
*
3 .40400 .09538 .001 .2018 .6062
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Homogeneous Subsets
daya Sebar

Subset for alpha = 0.05


formula
1 N 1 2 3
a
Tukey HSD 1 5 3.5160

2 5 3.6900

3 5 4.2140

4 5 4.6180

Sig. .298 1.000 1.000


Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
98

Daya Lekat

NPar Tests
Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum


daya lekat 20 33.8805 6.20020 23.18 45.15

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

daya lekat
N 20
a,,b
Normal Parameters Mean 33.8805
Std. Deviation 6.20020
Most Extreme Differences Absolute .163
Positive .163
Negative -.103
Kolmogorov-Smirnov Z .727
Asymp. Sig. (2-tailed) .666
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Oneway
Descriptives
daya lekat
95% Confidence Interval for
Mean
Std.
N Mean Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Min Max
hari ke 1 5 41.5520 2.69826 1.20670 38.2017 44.9023 38.12 45.15
hari ke 8 5 36.5940 3.06394 1.37024 32.7896 40.3984 32.14 40.25
hari ke 15 5 29.8820 1.17513 .52553 28.4229 31.3411 28.17 31.21
hari ke 22 5 27.4940 3.28851 1.47067 23.4108 31.5772 23.18 31.28
Total 20 33.8805 6.20020 1.38641 30.9787 36.7823 23.18 45.15

ANOVA
daya lekat

Sum of Squares df Mean Square F Sig.


Between Groups 614.952 3 204.984 28.407 .000
Within Groups 115.454 16 7.216
Total 730.406 19
99

Multiple Comparisons
Dependent Variable:daya lekat
Mean 95% Confidence Interval
(J) Difference
(I) formula1 formula1 (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
*
Tukey hari ke 1 hari ke 8 4.95800 1.69893 .045 .0973 9.8187
HSD *
hari ke 15 11.67000 1.69893 .000 6.8093 16.5307
*
hari ke 22 14.05800 1.69893 .000 9.1973 18.9187
*
hari ke 8 hari ke 1 -4.95800 1.69893 .045 -9.8187 -.0973
*
hari ke 15 6.71200 1.69893 .006 1.8513 11.5727
*
hari ke 22 9.10000 1.69893 .000 4.2393 13.9607
*
hari ke 15 hari ke 1 -11.67000 1.69893 .000 -16.5307 -6.8093
*
hari ke 8 -6.71200 1.69893 .006 -11.5727 -1.8513
hari ke 22 2.38800 1.69893 .514 -2.4727 7.2487
*
hari ke 22 hari ke 1 -14.05800 1.69893 .000 -18.9187 -9.1973
*
hari ke 8 -9.10000 1.69893 .000 -13.9607 -4.2393
hari ke 15 -2.38800 1.69893 .514 -7.2487 2.4727
*
LSD hari ke 1 hari ke 8 4.95800 1.69893 .010 1.3564 8.5596
*
hari ke 15 11.67000 1.69893 .000 8.0684 15.2716
*
hari ke 22 14.05800 1.69893 .000 10.4564 17.6596
*
hari ke 8 hari ke 1 -4.95800 1.69893 .010 -8.5596 -1.3564
*
hari ke 15 6.71200 1.69893 .001 3.1104 10.3136
*
hari ke 22 9.10000 1.69893 .000 5.4984 12.7016
*
hari ke 15 hari ke 1 -11.67000 1.69893 .000 -15.2716 -8.0684
*
hari ke 8 -6.71200 1.69893 .001 -10.3136 -3.1104
hari ke 22 2.38800 1.69893 .179 -1.2136 5.9896
*
hari ke 22 hari ke 1 -14.05800 1.69893 .000 -17.6596 -10.4564
*
hari ke 8 -9.10000 1.69893 .000 -12.7016 -5.4984
hari ke 15 -2.38800 1.69893 .179 -5.9896 1.2136
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

daya lekat

Subset for alpha = 0.05

formula1 N 1 2 3
a
Tukey HSD hari ke 22 5 27.4940

hari ke 15 5 29.8820

hari ke 8 5 36.5940

hari ke 1 5 41.5520

Sig. .514 1.000 1.000


Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
100

pH

NPar Tests
Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum


pH 20 4.6200 .45026 3.20 5.40

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

pH
N 20
a,,b
Normal Parameters Mean 4.6200
Std. Deviation .45026
Most Extreme Differences Absolute .195
Positive .129
Negative -.195
Kolmogorov-Smirnov Z .872
Asymp. Sig. (2-tailed) .433
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.

Oneway

ANOVA
pH

Sum of Squares df Mean Square F Sig.


Between Groups 1.564 3 .521 3.646 .035
Within Groups 2.288 16 .143
Total 3.852 19
101

Multiple Comparisons
Dependent Variable:pH
Mean 95% Confidence Interval
Difference Std.
(I) formula 1 (J) formula 1 (I-J) Error Sig. Lower Bound Upper Bound
Tukey hari ke 1 hari ke 8 .40000 .23917 .369 -.2843 1.0843
HSD
hari ke 15 .50000 .23917 .198 -.1843 1.1843
*
hari ke 22 .78000 .23917 .023 .0957 1.4643
hari ke 8 hari ke 1 -.40000 .23917 .369 -1.0843 .2843
hari ke 15 .10000 .23917 .975 -.5843 .7843
hari ke 22 .38000 .23917 .412 -.3043 1.0643
hari ke 15 hari ke 1 -.50000 .23917 .198 -1.1843 .1843
hari ke 8 -.10000 .23917 .975 -.7843 .5843
hari ke 22 .28000 .23917 .653 -.4043 .9643
*
hari ke 22 hari ke 1 -.78000 .23917 .023 -1.4643 -.0957
hari ke 8 -.38000 .23917 .412 -1.0643 .3043
hari ke 15 -.28000 .23917 .653 -.9643 .4043
LSD hari ke 1 hari ke 8 .40000 .23917 .114 -.1070 .9070
hari ke 15 .50000 .23917 .053 -.0070 1.0070
*
hari ke 22 .78000 .23917 .005 .2730 1.2870
hari ke 8 hari ke 1 -.40000 .23917 .114 -.9070 .1070
hari ke 15 .10000 .23917 .681 -.4070 .6070
hari ke 22 .38000 .23917 .132 -.1270 .8870
hari ke 15 hari ke 1 -.50000 .23917 .053 -1.0070 .0070
hari ke 8 -.10000 .23917 .681 -.6070 .4070
hari ke 22 .28000 .23917 .259 -.2270 .7870
*
hari ke 22 hari ke 1 -.78000 .23917 .005 -1.2870 -.2730
hari ke 8 -.38000 .23917 .132 -.8870 .1270
hari ke 15 -.28000 .23917 .259 -.7870 .2270
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Homogeneous Subsets
pH

Subset for alpha = 0.05

formula 1 N 1 2
a
Tukey HSD hari ke 22 5 4.2600

hari ke 15 5 4.5400 4.5400


hari ke 8 5 4.6400 4.6400
hari ke 1 5 5.0400

Sig. .412 .198


Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
102

Oneway
Descriptives
pH
95% Confidence
Interval for Mean
Std. Std. Lower Upper
N Mean Deviation Error Bound Bound Min Max
hari ke 1 5 5.0400 .33615 .15033 4.6226 5.4574 4.50 5.40
hari ke 8 5 4.6400 .24083 .10770 4.3410 4.9390 4.30 4.90
hari ke 15 5 4.5400 .16733 .07483 4.3322 4.7478 4.30 4.70
hari ke 22 5 4.2600 .61074 .27313 3.5017 5.0183 3.20 4.70
Total 20 4.6200 .45026 .10068 4.4093 4.8307 3.20 5.40

ANOVA
pH

Sum of Squares df Mean Square F Sig.


Between Groups 1.564 3 .521 3.646 .035
Within Groups 2.288 16 .143
Total 3.852 19
103

Multiple Comparisons
Dependent Variable:pH
Mean 95% Confidence Interval
(I) (J) formula Difference Std.
formula 1 1 (I-J) Error Sig. Lower Bound Upper Bound
Tukey hari ke 1 hari ke 8 .40000 .23917 .369 -.2843 1.0843
HSD
hari ke 15 .50000 .23917 .198 -.1843 1.1843
*
hari ke 22 .78000 .23917 .023 .0957 1.4643
hari ke 8 hari ke 1 -.40000 .23917 .369 -1.0843 .2843
hari ke 15 .10000 .23917 .975 -.5843 .7843
hari ke 22 .38000 .23917 .412 -.3043 1.0643
hari ke hari ke 1 -.50000 .23917 .198 -1.1843 .1843
15
hari ke 8 -.10000 .23917 .975 -.7843 .5843
hari ke 22 .28000 .23917 .653 -.4043 .9643
*
hari ke hari ke 1 -.78000 .23917 .023 -1.4643 -.0957
22
hari ke 8 -.38000 .23917 .412 -1.0643 .3043
hari ke 15 -.28000 .23917 .653 -.9643 .4043
LSD hari ke 1 hari ke 8 .40000 .23917 .114 -.1070 .9070
hari ke 15 .50000 .23917 .053 -.0070 1.0070
*
hari ke 22 .78000 .23917 .005 .2730 1.2870
hari ke 8 hari ke 1 -.40000 .23917 .114 -.9070 .1070
hari ke 15 .10000 .23917 .681 -.4070 .6070
hari ke 22 .38000 .23917 .132 -.1270 .8870
hari ke hari ke 1 -.50000 .23917 .053 -1.0070 .0070
15 hari ke 8 -.10000 .23917 .681 -.6070 .4070
hari ke 22 .28000 .23917 .259 -.2270 .7870
*
hari ke hari ke 1 -.78000 .23917 .005 -1.2870 -.2730
22 hari ke 8 -.38000 .23917 .132 -.8870 .1270
hari ke 15 -.28000 .23917 .259 -.7870 .2270
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Homogeneous Subsets
pH

Subset for alpha = 0.05

formula 1 N 1 2
a
Tukey HSD hari ke 22 5 4.2600 34e
hari ke 15 5 4.5400 4.5400
hari ke 8 5 4.6400 4.6400
hari ke 1 5 5.0400

Sig. .412 .198


Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
104

Uji Hedonik

Tekstur

Chi-Square Test

Frequencies

Tekstur

Observed N Expected N Residual

Tidak suka 6 6.7 -.7

Kurang suka 6 6.7 -.7

suka 8 6.7 1.3

Total 20

Test Statistics

Tekstur
a
Chi-Square .400

df 2

Asymp. Sig. .819

a. 0 cells (,0%) have


expected frequencies less
than 5. The minimum
expected cell frequency is
6,7.
105

Warna

Chi-Square Test

Frequencies

Warna

Observed N Expected N Residual

Tidak suka 5 6.7 -1.7

Kurang suka 7 6.7 .3

Suka 8 6.7 1.3

Total 20

Test Statistics

Warna
a
Chi-Square .700

df 2

Asymp. Sig. .705

a. 0 cells (,0%) have


expected frequencies less
than 5. The minimum
expected cell frequency is
6,7.
106

Aroma

Chi-Square Test

Frequencies

Aroma

Observed N Expected N Residual

Tidak suka 5 6.7 -1.7

Kurang suka 6 6.7 -.7

Suka 9 6.7 2.3

Total 20

Test Statistics

Aroma
a
Chi-Square 1.300

df 2

Asymp. Sig. .522

a. 0 cells (,0%) have


expected frequencies less
than 5. The minimum
expected cell frequency is
6,7.
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 5 No. 3 AGUSTUS 2016 ISSN 2302 - 2493

FORMULASI SEDIAAN GEL MINYAK ATSIRI DAUN SEREH


(Cymbopogon citratus) SEBAGAI ANTISEPTIK TANGAN

Noriko Manus1), Paulina V. Y. YamLean1), Novel S. Kojong1)


1)
Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT Manado, 95115

ABSTRACT

Lemongrass (Cymbopogon citratus) is a plant known to produce essential oil. The essential oil
produced from the leaves of the Lemongrass has many benefits and one of them is as antiseptic
properties. The objective of this study is to compose a formula and then examine the effectiveness of hand
antiseptic properties in gel produced from the leaves of Lemongrass essential oils (Cymbopogon citratus)
in three different concentration formula, which are: 5%, 10% and 15% with CMC-Na as the gel base.
Tests performed on three gel formulations include physical properties among others organoleptic test,
pH, homogeneity, spreading test, consistency and effectiveness of antiseptic. Antiseptic effectiveness
testing was conducted using a modified replica using handsanitizer Carex® (positive control), base gel
(negative control) and gel formulation of 5%, 10% and 15%. The resulting data of antiseptic test was
analyzed using One Way Anova method with 95% of trustworthy level. The resulting gel shows that the
essential oil of the Lemongrass leaves is able to be formulated to a gel form which meets the test
parameter, among others organoleptic test (semisolid, clear and typical scent of Lemongrass), scale of
pH 6 is still in the interval scale which is safe for skin, homogeneity with no visible coarse upon such gel
formula, spreading test level around 5,1-5,5 shows semisolid consistency which is very convenient to use
and consistency test in which the separation phase did not occur. Gel which contains 15% of essential oil
of the Lemongrass leaves showed the decrease of best average number of colony which is 8.

Keywords: Lemongrass leaves, essential oil, antiseptic gel, replica method

ABSTRAK

Sereh (Cymbopogon citratus) merupakan tanaman penghasil minyak atsiri. Minyak atsiri yang
terkandung dalam Sereh memiliki khasiat salah satunya sebagai antiseptik. Penelitian ini bertujuan untuk
membuat formulasi serta menguji efektivitas antiseptik tangan dari sediaan gel minyak atsiri daun Sereh
(Cymbopogon citratus) dengan tiga variasi konsentrasi, yakni 5%, 10% dan 15% dengan CMC-Na
sebagai basis gel. Pengujian yang dilakukan terhadap ketiga formulasi meliputi sifat fisik gel yaitu,
pengujian organoleptik, pH, homogenitas, daya sebar, konsistensi serta efektivitas antiseptik. Pengujian
efektivitas antiseptik dilakukan dengan metode replika yang dimodifikasi menggunakan handsanitizer
Carex® (kontrol positif), basis gel (kontrol negatif) dan sediaan gel 5%, 10%, 15%. Data pengujian
antiseptik yang diperoleh dianalisis dengan One Way Anova dengan taraf kepercayaan 95%. Hasil
pengujian menunjukkan bahwa gel yang dihasilkan memenuhi parameter uji, diantaranya uji organoleptik
(semipadat, jernih dan bau khas Sereh), pH 6 yang masih dalam interval aman pH kulit, homogenitas
dengan tidak terlihat adanya butiran kasar terhadap semua formulasi gel, uji daya sebar yang berkisar 5,1-
5,5 menunjukkan konsistensi semisolid yang sangat nyaman dalam penggunaan dan uji konsistensi
dengan tidak terjadi pemisahan fase. Gel minyak atsiri daun Sereh memiliki efektivitas antiseptik pada
konsentrasi 15% yang memperlihatkan adanya penurunan rata-rata jumLah koloni yang paling baik yakni
8.

Kata kunci : daun Sereh, minyak atsiri, gel antiseptik, uji replika

85
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 5 No. 3 AGUSTUS 2016 ISSN 2302 - 2493

PENDAHULUAN sebagai antiseptik ialah Sereh (Cymbopogon


Kesehatan merupakan suatu aspek citratus). Minyak atsiri yang terkandung
yang sangat penting bagi kehidupan dalam Sereh memiliki khasiat sebagai
manusia. Memelihara kebersihan tangan analgesik, antidepresi, diuretik, deodoran,
merupakan salah satu upaya dalam menjaga antipiretik, insektisida, tonik, antiradang,
kesehatan tubuh. Namun, kesadaran fungisida, antiparasit, antibakteri dan
masyarakat Indonesia terhadap pentingnya antiseptik (Agusta, 2000).
kebersihan tangan sering kali masih kurang. Selama ini, belum ada penelitian
Masyarakat tidak sadar bahwa dalam mengenai pengujian minyak atsiri daun
beraktivitas, tangan seringkali Sereh sebagai antiseptik, sedangkan
terkontaminasi dengan bakteri (Anonim, aktivitas antibakteri yang tujuannya sama
2011). yakni untuk menghambat dan membunuh
Bakteri berpotensi menjadi patogen bakteri telah banyak dilaporkan. Oleh karena
jika jumLahnya melebihi batas dan akan itu, penulis tertarik untuk membuat
menjadi bahaya bagi manusia. Kemunculan formulasi serta menguji efektivitas
bakteri yang melebihi batas dapat antiseptik tangan dari sediaan gel minyak
disebabkan oleh berbagai cara salah satunya atsiri daun Sereh (Cymbopogon citratus)
ialah kurangnya kebiasaan mencuci tangan. dengan tiga variasi konsentrasi.
Pada kondisi tertentu, sering kali keberadaan
air dan sabun menjadi kendala karena tidak METODOLOGI PENELITIAN
tersedianya sarana untuk membersihkan Alat dan Bahan
tangan. Sehingga seiring perkembangan Peralatan yang digunakan ialah
zaman kebiasan mencuci tangan telah timbangan analitik, aluminium foil, corong
teralihkan dengan bahan antiseptik pisah, erlenmeyer, batang pengaduk, spatula,
(Lindawati et al., 2014). gelas ukur, gelas piala, pot gel, cawan
Bahan antiseptik yang umum porselin, hot plate, pH meter universal, kaca
digunakan dalam suatu sediaan salah preparat, cawan petri, pipet tetes,
satunya ialah alkohol. Alkohol merupakan mikropipet, tabung reaksi, autoklaf, Laminar
senyawa yang mudah terbakar dan Air Flow, inkubator, centrifugal, lemari
pemakaian berulang sebagai sediaan pendingin, sarung tangan, alat desitilasi uap,
pembersih tangan dapat menyebabkan colony counter.
kekeringan dan iritasi pada kulit (Block, Bahan yang digunakan ialah daun
2001). Oleh karena itu, diperlukan gel Sereh, CMC-Na, Gliserin, Propilenglikol,
antiseptik tangan yang berbahan dasar atau Aquadest, Etanol 70%, Nutrient Agar (NA),
mengandung bahan alam yang aman apabila Na2SO4 anhidrat.
diaplikasikan pada telapak tangan secara Jenis penelitian ini ialah penelitian
berulang. eksperimen laboratorium, dengan sampel
Salah satu bahan alam yang dapat minyak atsiri daun Sereh yang dibuat
menggantikan alkohol sebagai bahan aktif dengan tiga variasi konsentrasi 5%, 10% dan
serta memiliki potensi untuk dikembangkan 15%. Rata-rata jumLah koloni bakteri

86
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 5 No. 3 AGUSTUS 2016 ISSN 2302 - 2493

dianalisis secara statistik dengan uji One konsentrasi, yaitu 5%, 10% dan 15% yang
Way Anova. dapat dilihat pada Tabel 1.

Pembuatan Gel Antiseptik


Pada penelitian ini dibuat sediaan gel
antiseptik tangan dengan tiga variasi

Tabel 1. Formulasi Gel Antiseptik Minyak Atsiri Daun Sereh

Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi


Komponen Basis Gel
5% 10% 15%

Minyak Atsiri
- 0,5 mL 1 mL 1,5 mL
Sereh
CMC-Na 0,25 g 0,25 g 0,25 g 0,25 g
Gliserin 1 mL 1 mL 1 mL 1 mL
Propilenglikol 0,5 mL 0,5 mL 0,5 mL 0,5 mL
Aquadest ad 10 mL 10 mL 10 mL 10 mL

Cara pembuatan yakni semua bahan


yang digunakan ditimbang terlebih dahulu Sterilisasi Alat
sesuai dengan formulasi. Pembuatan gel Sterilisasi alat dilakukan sebelum
antiseptik tangan dari minyak atsiri Sereh semua peralatan digunakan, yaitu dengan
dengan konsentrasi 5% dilakukan dengan cara membungkus semua peralatan dengan
cara CMC-Na sebanyak 0,25 g, aluminium foil kemudian dimasukan dalam
dikembangkan di cawan porselin dengan Autoklaf pada suhu 121°C dengan tekanan
sedikit aquadest panas, kemudian dilakukan 15 Psi selama 15 menit. Alat yang tidak
pengadukan secara terus-menerus sehingga tahan panas tinggi disterilisasi dengan
terdispersi sempurna dan terbentuk basis gel. alkohol 70%.
Selanjutnya, ditambahkan gliserin 1 mL,
propilenglikol 0,5 mL dan sisa aquadest Pembuatan Media Nutrient Agar (NA)
hingga bobot gel menjadi 10 mL dengan Pembuatan media dilakukan dengan
cara terus dilakukan pengadukan hingga cara, bahan-bahan untuk media disiapkan.
terbentuk gel dan ditambahkan minyak atsiri Sebanyak 6 g Nutrient Agar (NA) ditimbang
dengan konsentrasi 5%. Untuk pembuatan kemudian dilarutkan dengan aquadest
gel dengan konsentrasi 10% dan 15% sebanyak 300 mL dalam erlenmeyer
dilakukan dengan cara yang sama dengan kemudian ditutup dengan alumunium foil.
pembuatan gel antiseptik minyak atsiri Selanjutnya dipanaskan sambil diaduk
Sereh. Setelah itu, ketiga formulasi gel menggunakan batang pengaduk hingga
disimpan pada tempat yang gelap dan dingin mendidih. Kemudian disterilkan dalam
selama semalaman. autoklaf pada suhu 121°C dengan tekanan

87
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 5 No. 3 AGUSTUS 2016 ISSN 2302 - 2493

15 Psi selama 15 menit. Kemudian dituang dibuat apakah terjadi pemisahan antara
ke dalam cawan petri. bahan pembentuk gel dengan pembawanya
yaitu air. Pengujian konsistensi
Evaluasi Sediaan menggunakan pengujian centrifugal test
1. Pengujian Organoleptik dimana sampel gel disentrifugasi pada
Pengamatan dilihat secara langsung kecepatan 3800 rpm selama 5 jam kemudian
bentuk, warna dan bau dari gel yang dibuat. diamati perubahan fisiknya (Djajadisastra,
Gel biasanya jernih dengan konsistensi 2009).
setengah padat (Ansel, 1989).
2. Pengujian pH Pengujian Antiseptik
Penentuan pH sediaan dilakukan Uji efektivitas antiseptik dilakukan
dengan menggunakan stik pH Universal dengan metode Replika yang dimodifikasi
yang dicelupkan ke dalam sampel gel yang dengan cara sebagai berikut:
telah diencerkan. Setelah tercelup dengan
sempurna, pH Universal tersebut dilihat 1. Kontrol Positif dan Negatif
perubahan warnanya dan dicocokkan dengan Telapak tangan dicuci bersih
standar pH Universal. pH sediaan gel harus dengan air yang mengalir, kemudian
sesuai dengan pH kulit yaitu 4,5-6,5 dikeringkan. Dipipet sebanyak 1 mL
(Tranggono et al., 2007). handsanitizer Carex® (kontrol positif)
3. Pengujian Homogenitas yang diteteskan pada jari telunjuk,
Pengujian homogenitas dilakukan kemudian diratakan secara zig-zag di atas
dengan cara sampel gel dioleskan pada media padat Nutrient Agar (NA) dan
sekeping kaca atau bahan transparan lain didiamkan selama 1 menit. Selanjutnya
yang cocok, sediaan harus menunjukkan media diinkubasi pada suhu 37°C selama
susunan yang homogen dan tidak terlihat 24 jam. Setelah diinkubasi, jumLah
adanya butiran kasar (Anonim, 1985). koloni bakteri dihitung menggunakan
4. Pengujian Daya Sebar colony counter. Replikasi dilakukan
Sebanyak 0,5 g sampel gel diletakkan sebanyak 3 kali ulangan. Untuk kontrol
di atas kaca bulat berskala, kaca lainnya negatif dilakukan dengan cara yang sama
diletakkan di atasnya dan dibiarkan selama 1 menggunakan basis gel.
menit. Diameter sebar gel diukur. 2. Sediaan Uji
Setelahnya ditambahkan 150 g beban Telapak tangan dicuci bersih
tambahan dan didiamkan selama 1 menit dengan air yang mengalir, kemudian
lalu diukur diameter yang konstan. Menurut dikeringkan. Dipipet sebanyak 1 mL gel
Garg et al. (2002), daya sebar 5-7 cm dengan konsentrasi 5% yang diteteskan
menunjukkan konsistensi semisolid yang pada jari telunjuk, kemudian diratakan
sangat nyaman dalam penggunaan. secara zig-zag di atas media padat
5. Pengujian Konsistensi Nutrient Agar (NA) dan didiamkan
Dilakukan dengan mengamati selama 1 menit. Selanjutnya media
perubahan konsistensi dari sediaan gel yang diinkubasi pada suhu 37°C selama 24

88
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 5 No. 3 AGUSTUS 2016 ISSN 2302 - 2493

jam. Setelah inkubasi, jumLah koloni HASIL DAN PEMBAHASAN


bakteri dihitung menggunakan colony Hasil ekstraksi dengan cara destilasi
counter. Perlakuan yang sama dilakukan uap dan air daun Sereh sebanyak 3000 g
terhadap gel dengan konsentrasi 10% dan dengan pelarut aquadest diperoleh
15%. Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali rendemen sebesar 0,45% b/v.
ulangan pada masing-masing konsentrasi.

Tabel 2. Hasil Pengujian Organoleptik Gel Minyak Atsiri Daun Sereh

Jenis Gel Bentuk Warna Bau


Basis Gel Semipadat Jernih Tidak berbau
Gel minyak atsiri 5% Semipadat Jernih Bau khas Sereh
Gel minyak atsiri 10% Semipadat Jernih Bau khas Sereh
Gel minyak atsiri 15% Semipadat Agak keruh Bau khas Sereh

Tabel 3. Hasil Pengujian pH Gel Minyak Atsiri Daun Sereh

Jenis Gel pH
Basis Gel 6
Gel minyak atsiri 5% 6
Gel minyak atsiri 10% 6
Gel minyak atsiri 15% 6

Tabel 4. Hasil Pengujian Homogenitas Gel Minyak Atsiri Daun Sereh

Jenis Gel Homogenitas


Basis gel Homogen, tidak ada butiran kasar
Gel minyak atsiri 5% Homogen, tidak ada butiran kasar
Gel minyak atsiri 10% Homogen, tidak ada butiran kasar
Gel minyak atsiri 15% Homogen, tidak ada butiran kasar

Tabel 5. Hasil Pengujian Daya Sebar Gel Minyak Atsiri Daun Sereh

Jenis Gel Daya Sebar (cm)


Basis gel 5,1
Gel minyak atsiri 5% 5,5
Gel minyak atsiri 10% 5,5
Gel minyak atsiri 15% 5,4

89
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 5 No. 3 AGUSTUS 2016 ISSN 2302 - 2493

Tabel 6. Hasil pengujian Konsistensi Gel Minyak Atsiri Daun Sereh

Jenis Gel Homogenitas

Basis gel Tidak terjadi pemisahan fase


Gel minyak atsiri 5% Tidak terjadi pemisahan fase
Gel minyak atsiri 10% Tidak terjadi pemisahan fase
Gel minyak atsiri 15% Tidak terjadi pemisahan fase

Tabel 7. Hasil Pengujian Antiseptik

JumLah Koloni Bakteri


Perlakuan
Ulangan Ulangan Ulangan
Rata-rata
I II III
Handsanitizer Carex®
5 1 5 3
(kontrol positif)
Basis Gel (kontrol negatif) 200 200 200 200
Gel minyak atsiri 5% 104 70 67 80
Gel minyak atsiri 10% 28 12 15 18
Gel minyak atsiri 15% 8 7 9 8
(jernih) dan memiliki bau khas Sereh.
Pembahasan Semakin tinggi penambahan konsentrasi
Pembuatan gel antiseptik dari minyak minyak atsiri Sereh, maka semakin kuat bau
atsiri daun Sereh menggunakan CMC-Na yang dihasilkan dan warna gel semakin
sebagai basis gel. Propilenglikol digunakan keruh, hal ini ditunjukkan pada gel pada
sebagai humektan yang akan konsentasi 15%, dan sesuai dengan
mempertahankan kandungan air dalam parameter uji menurut Ansel (1989), gel
sediaan sehingga sifat fisik dan stabilitas biasanya jernih dengan konsistensi setengah
sediaan selama penyimpanan dapat padat. Sedangkan bau khas sereh yang
dipertahankan. Gliserin juga berfungsi tercium berasal dari senyawa bergugus
sebagai humektan atau penahan lembab fungsi aldehida, yakni sitral sebagai
yang dapat meningkatkan daya sebar senyawa utama minyak Sereh (Carbajal et
sediaan dan melindungi sediaan dari al., 1989).
kemungkinan menjadi kering. Pengukuran pH gel minyak atsiri
Pengujian organoleptik meliputi daun Sereh bertujuan untuk melihat
bentuk, warna dan bau dari sediaan gel. keamanan sediaan agar tidak mengiritasi
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kulit ketika diapilasikan. Nilai pH yang
semua formulasi gel yang dihasilkan dihasilkan oleh semua sediaan gel memiliki
berbentuk semipadat, tidak berwarna pH 6, sehingga dapat dikatakan aman karena
90
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 5 No. 3 AGUSTUS 2016 ISSN 2302 - 2493

masih sesuai dengan interval pH kulit yakni sebanyak 200. JumLah rata-rata penurunan
4,5-6,5 (Tranggono et al., 2007). koloni terjadi dengan semakin tinggi
Pengujian konsistensi dari ketiga konsentrasi minyak atsiri daun Sereh yang
formulasi sediaan menunjukkan susunan terdapat dalam formulasi gel antiseptik
yang homogen (tidak adanya butiran kasar). tangan. Pada konsentrasi gel 10%
Hal ini sesuai dengan persyaratan sediaan menghasilkan rata-rata penurunan jumLah
harus menunjukkan susunan yang homogen koloni yang signifikan dibandingkan dengan
dan tidak terlihat adanya butiran kasar gel konsentrasi 5%. Sehingga, dapat dilihat
(Anonim, 1985). bahwa pada konsentrasi gel minyak atsiri
Pengujian daya sebar memiliki tujuan 10% telah memiliki efektivitas antiseptik
untuk melihat kemampuan menyebarnya gel dan diikuti dengan semakin tingginya
pada permukaan kulit dimana diharapkan konsentrasi gel 15% yang mampu menekan
gel mampu menyebar dengan mudah pada dan menurunkan jumLah koloni. Sehingga,
saat diaplikasikan pada telapak tangan. Daya konsentrasi gel 15% merupakan gel dengan
sebar yang dihasilkan pada formulasi gel efektivitas antiseptik yang paling baik. Hal
dengan konsentrasi 5% yaitu 5,5 cm, ini dikarenakan adanya sitral sebagai
konsentrasi 10% 5,5 cm dan pada komponen utama minyak atsiri daun Sereh
konsentrasi 15% 5,4 cm. Menurut Garg et yang memiliki aktivitas antibakteri sehingga
al. (2002), daya sebar 5-7 cm menunjukkan berpotensi juga sebagai antiseptik.
konsistensi semisolid yang sangat nyaman Analisis data dari hasil pengujian
dalam penggunaan. Sehingga, dapat antiseptik dilakukan dengan pengujian
dikatakan ketiga formulasi sediaan gel yang statistik One Way Anova digunakan sebagai
dihasilkan memenuhi persyaratan daya dasar pengambilan keputusan dari suatu
sebar. hipotesis. Hipotesis dalam penelitian ini
Pengujian konsistensi menunjukkan berupa H0 yakni gel minyak atsiri daun
bahwa semua sediaan gel tidak terlihat Sereh dengan konsentrasi 5%, 10% dan 15%
adanya pemisahan fase. Hal ini berarti tidak memiliki efektivitas sebagai antiseptik
sediaan gel yang dihasilkan tetap stabil dan tangan dan H1 yakni gel minyak atsiri daun
tidak terpengaruh gaya gravitasi untuk Sereh dengan konsentrasi 5%, 10% dan 15%
penyimpanan selama setahun (Djajadisastra, memiliki efektivitas sebagai antiseptik
2009). tangan. Pengambilan keputusan untuk
Hasil pengujian antiseptik sediaan gel memilih hipotesis yang diterima dan
minyak atsiri daun Sereh 5% memiliki rata- hipotesis yang ditolak didasarkan pada
rata koloni sebanyak 80, sediaan gel minyak perbandingan F hitung dan F tabel, dengan
atsiri 10% sebanyak 18 koloni dan sediaan syarat jika F hitung kurang dari F tabel maka
gel minyak atsiri 15% sebanyak 8 koloni. H0 diterima, H1 ditolak. Apabila F hitung
Pengujian pada handsanitizer Carex® lebih besar dari F tabel maka H0 ditolak, H1
(kontrol positif), rata-rata sebanyak 3 koloni diterima. Dari hasil uji One Way Anova
dan pada basis gel (kontrol negatif) berdasarkan data konsentrasi, kontrol dan
menghasilkan rata-rata jumLah koloni jumLah koloni diperoleh nilai F hitung

91
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 5 No. 3 AGUSTUS 2016 ISSN 2302 - 2493

206,629 sig. 000 dan diperoleh F tabel


bernilai 3,48, sehingga F hitung lebih dari F SARAN
tabel (206,629 > 3,48). Perlu dilakukan analisis dan isolasi
Berdasarkan analisis tersebut, dengan terhadap senyawa murni yang bersifat
demikian hipotesis yang diterima ialah H1 sebagai antiseptik pada daun Sereh.
yakni gel minyak atsiri daun Sereh dengan Selanjutnya, perlu dilakukan modifikasi
konsentrasi 5%, 10% dan 15% memiliki basis gel dalam formulasi untuk
efektivitas sebagai antiseptik tangan. memperbaiki fisik sediaan dan penambahan
bahan pengawet untuk memperluas
KESIMPULAN spektrum antimikroba sehingga dapat
Berdasarkan hasil penelitian, dapat memperpanjang masa simpan.
disimpulkan bahwa:
1. Minyak atsiri daun Sereh (Cymbopogon DAFTAR PUSTAKA
citratus) dapat diformulasikan menjadi
sediaan gel yang memenuhi parameter Agusta, A. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan
uji, diantaranya uji organoleptik Tropika Indonesia. Penerbit ITB.
(semipadat, jernih dan bau khas Sereh) Bandung.
merupakan karakteristik gel serta bau
khas dari Sereh itu sendiri, uji pH yang Anonim. 1985. Formularium Kosmetika
masih dalam interval aman pH kulit Indonesia. Departemen Kesehatan.
yaitu 4,5-6,5, homogenitas dengan tidak Jakarta.
terlihat adanya butiran kasar terhadap
Anonim. 2011. Situasi Diare di Indonesia,
semua formulasi gel, uji daya sebar
Buletin Jendela Data dan Informasi
yang berkisar 5,1-5,5 menunjukkan
Kesehatan. Kementerian Kesehatan
konsistensi semisolid yang sangat
Republik Indonesia. ISSN 2088-
nyaman dalam penggunaan, juga uji
270X.
konsistensi dengan tidak terjadi
pemisahan fase. Ansel, H. C. 1989. Pengantar Bentuk
2. Sediaan gel minyak atsiri daun Sereh Sediaan Farmasi. Cetakan I. UI
(Cymbopogon citratus) memiliki Press. Jakarta.
efektivitas antiseptik terlihat dengan
adanya penurunan rata-rata jumLah Block, S. 2001. Disinfection, Sterilization
koloni dibandingkan dengan kontrol and Preservation. 4th Edition.
negatif. Peningkatan konsentrasi 15% Williams and Wilkins p. Hal. 26.
menunjukkan jumLah penurunan koloni
Carbajal, D., Casaco, A., Arruzazabala, L.,
bakteri yang lebih baik dibandingkan
Gonzalez, and Tolon, Z. 1989.
dengan konsentrasi 5% dan 10%, tetapi
Pharmacological study of
masih belum dapat melebihi kontrol
Cymbopogon citratus leaves. J
positif dalam penurunan jumLah koloni.
Ethnopharmacol. 25(1):103-107.

92
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 5 No. 3 AGUSTUS 2016 ISSN 2302 - 2493

Djajadisastra, J., Mun’im, A. dan Desi, N. P.


2009. Formulasi Gel Topikal dari
Ekstrak Nerii folium dalam Sediaan
Antijerawat. Jurnal Farmasi
Indonesia. 4: 210-216.

Garg, A., Aggarwal, D., Garg, S., and Sigla,


A. K. 2002. Spreading of Semisolid
Formulation: An Update.
Pharmaceutical Technology. 84-102.

Lindawati, E., Lestarie, N., Nurlaela, E.,


Rival, M.A. dan Maryati, S. 2014.
Inovasi “Kewangi” Sebagai Gel
Antiseptik Alami dari Minyak Atsiri
Kemangi (Ocimum canum). Laporan
Akhir Pekan Kreativitas Mahasiswa.
IPB. Bogor.

Maswadeh, H., Semreen, M., and Naddaf,


A. 2006. Anti-inflammatory Activity
of Achillea and Ruscus Topical Gel
On Carragenan-induced Paw Edema
in Rats. Acta Poloniae
Pharmaceutica-Drug Research.
63(4): 277-280.

Tranggono, Retno, I., Latifah. dan Fatimah.


2007. Buku Pegangan Ilmu
Pengetahuan Kosmestik. PT.
Gamedia Pustaka Utama. Jakarta.

93
Artikel Riset Jurnal Kefarmasian Indonesia
Vol.5 No.2-Agustus. 2015:74-82
p-ISSN: 2085-675X
e-ISSN: 2354-8770

Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Sediaan Gel Ekstrak


Daun Ketepeng Cina (Cassia alata L.)

Formulation and Physical Stability of Cassia alata L. Leaf Extract Gel

Nutrisia Aquariushinta Sayuti *


*
Jurusan Jamu, Poltekkes Kemenkes Surakarta
E-mail: nutrisayuti@gmail.com

Diterima: 24 Juni 2015 Direvisi: 26 Juli 2015 Disetujui: 28 Agustus 2015

Abstrak
Daun ketepeng cina (Cassia alata L.) mengandung flavonoid yang memiliki efek antiinflamasi, antialergi,
antioksidan dan antifungi. Penggunaannya secara tradisional memerlukan waktu penyiapan yang lama sehingga
perlu formulasi sediaan yang lebih praktis dan awet dalam penyimpanan. Sediaan gel dipilih dalam formulasi
karena mudah mengering, membentuk lapisan film yang mudah dicuci dan memberikan rasa dingin di kulit.
Komponen gel berpengaruh pada stabilitas gel. Uji stabilitas fisik perlu dilakukan untuk memastikan kualitas,
keamanan dan manfaat gel memenuhi spesifikasi yang diharapkan serta stabil selama penyimpanan. Penelitian
ini bertujuan untuk membuat formula gel dan mengetahui stabilitas fisik gel ekstrak daun ketepeng cina. Desain
penelitian ini adalah eksperimental laboratorium. Formula optimum gel ditentukan berdasarkan variasi
konsentrasi natrium karboksimetil selulosa (CMC-Na). Gel yang memenuhi kriteria homogenitas, konsistensi,
pH dan daya sebar ditetapkan sebagai formula optimum. Stabilitas fisik formula optimum diuji dengan
organoleptik, homogenitas, uji pH, uji daya sebar dan uji viskositas. Gel yang memenuhi kriteria penerimaan
adalah gel ektrak etanol ketepeng cina dengan konsentrasi CMC-Na 3% sehingga ditetapkan sebagai formula
optimum. Hasil uji stabilitas gel formula optimum tidak menunjukkan adanya perubahan pH, warna, bau dan
rasa, namun gel mengalami perubahan bentuk, viskositas dan daya sebar. Formula optimum dengan konsentrasi
CMC-Na 3%. yang dihasilkan kurang stabil selama 8 minggu penyimpanan pada suhu 40 °C
Kata kunci: Formula gel; Ekstrak daun ketepeng cina; Stabilitas fisik

Abstract
Cassia alata L. leaf contains flavonoids which have anti-inflammatory, anti-allergy, antioxidants and antifungal
effects. The traditional application of it requires long preparation time so we need a formulation with more
practical and durable storage is needed. Gel formulation was chosen because it is easy to dry, forming an easy
to wash film layer and give a sense of cold on the skin. Gel components affect the stability of the gel. Physical
stability is analyzed to ensure that the formulated gel’s quality, safety and benefits meet the specifications and
survive during storage. This study aimed to create a gel formula and analysed its physical stability test of
Cassia alata L. leaf extract gel. Research design adopted in this study was an experimental laboratory.
Optimum gel formula determined by variations in the concentration of sodium carboxymethyl celulose (CMC-
Na). Gel that meet the criteria of homogeneity, consistency, pH and spreadibility was set as the optimum
formula. Physical stability of optimum formula was analyzed by organoleptic, homogeneity test, pH test,
viscosity test and spredability test. Gel that meets the acceptance criteria are Cassia alata L. leaf extract gel
with CMC-Na concentration of 3% those determined as the optimum formula. Stability analysis of optimum
formula didn’t show any changes in pH, color, smell and taste, although it changes of the shape, viscosity and
spreadibility were found. The optimum formula gel obtained by the concentration of CMC-Na 3%. results were
less stable during the 8 weeks of storage at a temperature of 40°C.
Keywords: Gel formulation; Cassia alata L. extract; Physical stability

74
Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Gel (Nutrisia A.S)

PENDAHULUAN
Penyakit kulit merupakan suatu tumbukan daun pada kulit yang sakit.
penyakit yang menyerang pada permu- Proses penyiapan membutuhkan waktu
kaan tubuh dan disebabkan oleh berbagai yang lama sehingga perlu dibuat formulasi
macam penyebab seperti bakteri, virus dan yang lebih praktis dalam bentuk sediaan
jamur. Salah satu penyakit kulit adalah gel. Gel adalah sediaan semipadat yang
panu (Pityriasis versicolor) yaitu penyakit terdiri dari suspensi yang dibuat dari
kulit yang disebabkan oleh jamur partikel anorganik yang kecil atau molekul
Malassezia furfur. Penyakit yang disebab- organik yang besar terpenetrasi oleh suatu
kan oleh jamur seperti panu lebih sering cairan.7 Sediaan gel dipilih karena mudah
ditemukan di daerah yang beriklim panas.1 mengering, membentuk lapisan film yang
Secara umum infeksi jamur dibeda- mudah dicuci dan memberikan rasa dingin
kan menjadi infeksi jamur sistemik dan di kulit.8
infeksi jamur topikal. Jenis obat yang Formulasi gel dilakukan secara trial-
digunakan untuk mengatasi panu adalah error dengan modifikasi konsentrasi bahan
obat topikal misalnya suspensi selenium pembentuk massa gel (gelling agent)
sulfida 2,5% dalam bentuk lotio 2-3 kali sehingga didapatkan formula optimal gel
sehari selama seminggu. Penggunaan obat ekstrak daun ketepeng cina. Penambahan
digunakan dengan cara digosokkan pada bahan pembentuk masa gel dilakukan
lesi dan didiamkan 15-30 menit sebelum untuk mendapatkan karakteristik sediaan
mandi.2 Beberapa tanaman obat telah sesuai dengan spesifikasi/ parameter
dikembangkan untuk mengatasi infeksi kriteria yang diharapkan. Penggunaan jenis
jamur topikal. Hal ini juga didukung oleh dan konsentrasi bahan tambahan maupun
tren back to nature yang semakin ekstrak yang berbeda akan mempengaruhi
berkembang di masyarakat. Efek samping kestabilan fisik suatu sediaan sehingga uji
yang ditimbulkan oleh pengobatan stabilitas fisik terhadap formula optimum
tradisional hampir tidak ada. Pengobatan perlu dilakukan terhadap gel ketepeng
dengan cara herbal lebih mudah dilakukan cina. Uji stabilitas fisik dilakukan untuk
dan biasanya bahan-bahannya sangat menjamin sediaan memiliki sifat yang
mudah diperoleh di sekitar kita.3 sama setelah sediaan dibuat dan masih
Salah satu tanaman untuk mengatasi memenuhi parameter kriteria selama
panu yaitu ketepeng cina (Cassia alata L.). penyimpanan. Ketidakstabilan fisika dari
Uji aktivitas antijamur ekstrak etanol daun sediaan gel ditandai dengan adanya
ketepeng cina menunjukkan bahwa pada pemucatan warna atau munculnya warna,
dosis 100 mg dan 200 mg, ekstrak tersebut timbul bau, perubahan, atau pemisahan
efektif menghambat pertumbuhan Candida fase, sineresis, perubahan konsistensi,
albicans, Microsporum canis dan terbentuknya gas dan perubahan fisik
Trichopyton mentagrophyte dibandingkan lainnya. Untuk memperoleh nilai
Ketokonazole 200 mg sebagai kontrol kestabilan suatu sediaan farmasetika
positif.4 atau kosmetik dalam waktu yang
Efek farmakologis yang dimiliki oleh singkat, maka dapat dilakukan dengan
ketepeng cina diantaranya sebagai uji stabilitas dipercepat. Pengujian ini
pencahar, obat cacing, penghilang gatal – bertujuan untuk mendapatkan formulasi
gatal dan obat kelainan kulit yang optimum gel ketepeng cina dan stabilitas
disebabkan oleh parasit.5 Daun ketepeng fisiknya pada waktu sesingkat mungkin
cina memiliki kandungan penting seperti dengan cara menyimpan sampel pada
alkaloid, saponin, tanin, flavonoid dan kondisi yang dirancang untuk
antrakuinon.6 Cara pemakaian daun mempercepat terjadinya perubahan yang
ketepeng cina secara tradisional dengan biasanya terjadi pada kondisi normal. Jika
menggosokan atau menempelkan hasil hasil pengujian suatu sediaan pada uji

75
Jurnal Kefarmasian Indonesia. 2015;5(2):74-82

dipercepat selama 3 bulan diperoleh hasil glikol, gliserin, metiparaben, air suling
yang stabil, maka sediaan tersebut stabil (grade farmasi).
pada penyimpanan suhu kamar selama
setahun. Uji stabilitas pada suhu tinggi Pembuatan ekstrak etanol daun
dilakukan pada suhu 40±2°C selama 8 ketepeng cina
minggu, kemudian dilakukan pengamatan Daun ketepeng cina dikeringkan
organoleptis dan pengukuran pH setiap 2 menggunakan oven selama 2 jam dengan
minggu.9 suhu 50o-60oC. Daun kering disortasi,
Berdasarkan latar belakang di atas kemudian dijadikan serbuk dan diayak
maka peneliti melakukan penelitian dengan mesh no. 40, ditimbang sebanyak
tentang formulasi dan uji fisik sediaan gel 300 gram. Serbuk dibagi menjadi 6 bagian,
dari ekstrak daun ketepeng cina.Tujuan masing-masing bagian dilarutkan dalam
penelitian ini adalah membuat formula gel etanol 95% sebanyak 350 ml kemudian
ekstrak daun ketepeng cina dan menguji ditutup, dibiarkan selama 5 hari dan
stabilitas fisiknya dalam penyimpanan dilakukan pengadukan setiap harinya.
pada suhu 40°C selama 8 minggu. Selanjutnya disaring, ampas diremaserasi
selama 1 hari supaya penarikan ekstraksi
METODE lebih sempurna. Ekstrak yang diperoleh
dikumpulkan dan dipekatkan pada
Desain penelitian ini adalah
evaporator dan diuapkan di waterbath
eksperimental laboratorium. Kegiatan yang
dilakukan adalah pembuatan ekstrak etanol hingga memperoleh ekstrak kental. 10
daun ketepeng cina secara maserasi,
pembuatan sediaan gel dan penentuan
formula optimum gel dengan konsentrasi
ekstrak etanol Ketepeng cina 5% b/b,
Hasil ektrak dilakukan tes bebas alkohol
menyimpan sediaan gel hasil formula
dengan reaksi esterifikasi yaitu memanas-
optimum pada climatic chamber dengan
kan 0,1 gram ekstrak dengan asam asetat
suhu 400C, kemudian uji fisik sediaan gel
dan asam sulfat pekat.
formula optimum setiap 2 minggu sekali
selama 8 minggu. Uji fisik yang dilakukan
meliputi uji organoleptik, uji homogenitas, Pembuatan sediaan dan penentuan
uji pH, uji daya sebar, dan uji viskositas. formula optimumgel ekstrak daun
. ketepeng cina
Gel ekstrak etanol daun Ketepeng
Alat dan bahan
cinadibuat dari ekstrak daun ketepeng
Alat yang digunakan dalam penelitian
cinadan zat tambahan. Komposisi
ini adalah oven, mesin penyerbuk, ayakan
formulasi gel disusun berdasarkan metode
mesh 40, rotary evaporator (Ika),
trial-error pada tahap praformulasi.
timbangan analitik (Ohaus), magnetic
Menurut Hamzah, formula standar gel
stirrer (Corning PC 420-D), beaker glass
dengan basis CMC-Na mempunyai
(Pyrex), object glass (Sail brand), pH-
susunan sebagai berikut :11
meter (Hanna), kaca bulat berdiameter,
jangka sorong, viskometer (Rion VT-03F), R/ CMC-Na 5%
climatic chamber (Memert). Gliserin 10%
Bahan yang digunakan adalah daun Propilenglikol 5%
ketepeng cina yang dibudidayakan di Aquades ad 100
kebun tanaman obat Jurusan Jamu,
Poltekkes Kemenkes Surakarta, Jawa Formula tersebut digunakan dalam uji
Tengah. Bahan kimia yang digunakan praformulasi I gel ekstrak daun ketepeng
adalah etanol 95%, CMC-Na, propilen- cina dengan ditambahkan ekstrak
konsentrasi 5% kemudian dilakukan

76
Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Gel (Nutrisia A.S)

evaluasi berupa uji homogenitas, 70°C ditambah metil paraben sampai larut.
konsistensi, pH dan daya sebar. Hasil Propilenglikol dan gliserin dicampur
evaluasi praformula I ditunjukkan oleh kemudian ditambahkan ke campuran
Tabel 1 dibawah ini: CMC-Na dan metilparaben kemudian
Tabel 1. Hasil evaluasi praformula gel ditambahkan ekstrak yang sudah dicairkan,
ekstrak daun C.alata L diaduk secara kontinu hingga terbentuk
Evaluasi Parameter Hasil gel.
Kriteria
Tabel 2.Komposisi praformula gel ekstrak
Homogenitas Homogen Tidak
daun ketepeng cina II
Homogen
Bahan Konsentrasi(%) Manfaat
Konsistensi Kental Lunak Kaku
pH 4,5 - 6,5 6,00 ± 0,40 I II III
Ekstrak daun 5 5 5 Zat Aktif
Daya Sebar 5 – 7 cm 3,07 ± 0,15 cm
Ketepeng cina
CMC-Na 3 4 5 Gelling agent
Konsistensi dan daya sebar belum Propilenglikol 15 15 15 Humektan
memenuhi parameter daya sebar gel yang Gliserin 10 10 10 Humektan
baik. Studi literatur dilakukan terhadap Metil paraben 0,25 0,25 0,25 Pengawet
Aquadest ad 100 100 100 Pembawa
beberapa jurnal formulasi gel dengan
Keterangan :
CMC-Na sebagai gelling agent. Penelitian I : Formula dengan konsentrasi CMC-Na 3%
formulasi gel dengan CMC-Na menurut II: Formula dengan konsentrasi CMC-Na 4%
Shukr and Metwally (menunjukkan bahwa III: Formula dengan konsentrasi CMC-Na 5%
daya sebar yang dihasilkan gel konsentrasi
CMC-Na 2% dan 3% adalah 12 – 15 cm. 12 Uji Stabilitas
Zat aktif dalam penelitian tersebut berbeda Formula optimum gel ekstrak etanol
dengan penelitian ini maka perlu dilakukan daun ketepeng cinadiuji stabilitasnya
penyesuaian formula. Konsentrasi CMC- dengan memperhatikan warna, bentuk,
Na sebagai suspending agent berkisar 3- bau, rasa, homogenitas, pH, daya sebar dan
6%.13 Dalam kondisi biasa, propilenglikol viskositas selama penyimpanan pada suhu
stabil dalam wadah yang tertutup baik dan 400C, diamati perubahannya setiap 2
bila dicampur dengan gliserin, air, atau minggu selama 8 minggu.14
alkohol. Data klinis telah menunjukkan Uji homogenitas dilakukan dengan
reaksi iritasi kulit pada pemakaian propilen cara mengoleskan 3 bagian atas, tengah
glikol dibawah 10% dan dermatitis dan bawah dari gel pada kaca transparan.
dibawah 2%. Konsentrasi propilenglikol Homogenitas ditunjukkan dengan tidak
sebagai humektan dalam sediaan topikal adanya butiran kasar pada sediaan.Uji pH
setara dengan 15%. Daya simpan dilakukan untuk melihat tingkat keasaman
propilenglikol meningkat dengan sediaan gel untuk menjamin sediaan gel
penambahan metilparaben.13 Berdasarkan tidak menyebabkan iritasi pada kulit.15 pH
studi literatur disusunlah 3 formula dengan sediaan yang memenuhi kriteria pH kulit
konsentrasi CMC-Na yang berbeda yaitu dalam interval 4,5-6,5.16,17
kemudian dilakukan evaluasi berupa uji Uji daya sebar dilakukan untuk
homogenitas, pH dan daya sebar. Formula menjamin pemerataan gel saat
yang memenuhi parameter kriteria dipilih diaplikasikan pada kulit.15 Gel ditimbang
sebagai formula optimum. Formula sebanyak 0,5 gram kemudian diletakkan
tersebut dilihat pada Tabel 2. Gel dibuat ditengah kaca bulat berskala. Di atas gel
dengan cara melarutkan ekstrak daun diletakkan kaca bulat lain atau bahan
ketepeng cina dalam sebagian Aquadest transparan lain dan pemberat sehingga
kemudian dipanaskan pada suhu 50°C. berat kaca bulat dan pemberat 150 gram,
CMC-Na dipanaskan dengan sisa didiamkan selama 1 menit, kemudian
Aquadest diatas magnetic stirrer dengan dicatat diameter penyebarannya. Daya
kecepatan pengadukan 400 rpm dan suhu sebar gel yang baik antara 5-7 cm.17,18,19

77
Jurnal Kefarmasian Indonesia. 2015;5(2):74-82

Pengukuran viskositas dilakukan menjaga kestabilan sediaan. CMC-Na


dengan menempatkan sampel dalam dapat digunakan sebagai gelling agent
viskometer hingga spindel terendam. dalam sediaan gel ekstrak daun ketepeng
Spindel diatur dengan kecepatan 50 rpm.20 cina karena memiliki stabilitas yang baik
pada suasana asam dan basa (pH 2-10).
Analisis Data Propilenglikol digunakan sebagai
Data yang diperoleh diolah secara humektan yang akan mempertahankan
statistik menggunakan software SPSS. kandungan air dalam sediaan sehingga
Analisis yang dilakukan adalah uji sifat fisik dan stabilitas sediaan selama
normalitas (Shapiro-Wilk) dan uji penyimpanan dapat dipertahankan.
homogenitas (uji Levene). Untuk melihat Propilenglikol memiliki stabilitas yang
hubungan antara kelompok perlakuan, baik pada pH 3-6.22 Bagian yang sangat
dilakukan analisis varian satu arah berpengaruh terhadap kualitas fisik dari
(ANOVA) jika data terdistribusi normal sediaan gel adalah gelling agent dan
dan homogen. Jika data berdistribusi tidak humektan. Gelling agent akan membentuk
normal, maka dilakukan analisis Kruskal- jaringan struktural yang merupakan faktor
Wallis. yang sangat penting dalam sistem gel.
Humektan menjaga kestabilan sediaan gel
HASIL DAN PEMBAHASAN dengan cara mengabsorbsi lembab dan
mengurangi penguapan air dari sediaan.
Simplisia daun ketepeng cina yang
telah dihaluskan memiliki bentuk serbuk Metil paraben berfungsi sebagai
halus dengan warna hijau dan rasa pahit. pengawet karena sediaan gel memiliki
kandungan air tinggi yang dapat
Dari 900 gram daun ketepeng cina
menyebabkan terjadinya kontaminasi
diperoleh 367 gram serbuk. Kadar air
simplisia daun ketepeng cina adalah 2% mikroba.23 Penggunaan minyak atsiri dan
telah memenuhi standar (<10%). Kadar air pengawet dalam sediaan farmasi dapat
digunakan sebagai antimikroba pada
> 10 % akan menyebabkan terjadinya
konsentrasi optimum.24 Dalam penelitian
proses enzimatik dan kerusakan oleh
mikroba sehingga pada penyimpanan ini tidak digunakan minyak atsiri karena
waktu lama dapat merubah kandungan ekstrak ketepeng cina juga mempunyai
kemampuan sebagai pengawet alami.
kimia yang telah terbentuk.21
Ekstraksi daun ketepeng cina Berdasarkan penelitian yang dilakukan
dilakukan dengan metode maserasi dingin oleh Kurniawan,25 mengenai aktivitas
pengawet ekstrak ketepeng cina pada
menggunakan pelarut etanol 95% untuk
sediaan sirup herbal tomat, ekstrak
menghindari terjadinya peruraian senyawa
karena panas. Hasil akhir ekstraksi ketepeng cina dengan konsentrasi 20
diperoleh ekstrak kental berwarna hijau mg/ml mampu mengawetkan sirup herbal
tomat dalam jangka waktu 1 sampai 2
kehitaman, berasa pahit dan memiliki
bulan. Hal inilah yang mendasari tidak
aroma khas daun ketepeng cina. Rendemen
ekstrak 13,49 %. Ekstrak sudah bebas dari dipergunakannya minyak atisiri untuk
pelarut etanol 95% ditunjukkkan dengan mengawetkan gel. Kadar air gel lebih
rendah dari sirup sehingga penambahan
tidak terbentuknya bau ester yang khas
metilparaben sudah dapat meningkatkan
dari alkohol pada uji esterifikasi.
Dalam pembuatan gel, ekstrak daun aktivitas ekstrak ketepeng cina untuk
ketepeng cina berfungsi sebagai bahan mengawetkan sediaan gel. Kemampuan
daun ketepeng cina dalam mengawetkan
aktif. CMC- Na berfungsi sebagai gelling
ini disebabkan karena kandungan senyawa
agent. Propilenglikol dan gliserin
berfungsi sebagai humektan yang akan

78
Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Gel (Nutrisia A.S)

Tabel 3. Hasil evaluasi praformula gel ekstrak daun ketepeng cina II


Evaluasi Parameter Hasil
Kriteria I II III
Homogenitas Homogen Homogen* Homogen* Tidak Homogen
Konsistensi Kental lunak Kental lunak* Kental lunak* Kaku
pH 4,5 - 6,5 5,58±0,02* 5,87±0,14* 6,05±0,28*
Daya Sebar 5 – 7 cm 5,60±0,26 cm* 4,77±0,24 cm 3.99±0.03 cm

Keterangan :
I : Formula dengan konsentrasi CMC-Na 3%
II: Formula dengan konsentrasi CMC-Na 4%
III: Formula dengan konsentrasi CMC-Na 5%
*: sesuai dengan parameter kriteria

dalam daun ketepeng cina yaitu tanin, ketetapan parameter sehingga dipilih
saponin, alkaloid, steroid, terpenoid, menjadi formula optimum.Gel formula I
flavonoid, karbohidrat, dan antrakuinon dibuat kembali dengan jumlah yang
yang berpotensi sebagai antibakteri dan mencukupi untuk dilakukan uji stabilitas
antijamur.4 Hasil evaluasi praformula II fisik.
dapat dilihat pada Tabel 3. Uji stabilitas yang dilakukan pada
Susunan gel dikatakan homogen bila penelitian ini adalah uji stabilitas pada
terdapat persamaan warna yang merata dan suhu tinggi yaitu pada suhu 40°C selama
tidak ditemukan partikel-partikel yang 8 minggu. Pengamatan dilakukan setiap 2
berbeda.26 Konsistensi, derajat keasaman minggu mulai minggu ke-0, ke-2, ke-4, ke-
dan daya sebar gel berkaitan dengan 6 dan ke-8.Gel dinyatakan stabil jika tidak
kenyamanan pemakaian. Sediaan gel terdapat perbedaan signifikan terhadap
diharapkan memiliki konsistensi, derajat hasil parameter yang diamati setiap 2
keasaman dan daya sebar sesuai dengan minggu dilihat dari nilai p-value> 0,05.
parameter kriteria. Konsistensi gel yang Pengamatan pada minggu ke-0 adalah
lunak menyebabkan gel lebih mudah pengamatan sesaat setelah formula
merata, mudah terserap di kulit dan optimum dibuat. Pengamatan terdiri dari
berkesan lembut di kulit daripada gel yang organoleptik, homogenitas, pH, viskositas,
kaku. Konsistensi gel berhubungan dengan daya sebar. Hasil uji stabilitas dapat
viskositas dan daya sebarnya. pH gel yang dilihat pada Tabel 4.
baik adalah pH yang hampir sama atau Viskositas gel dipengaruhi oleh
mendekati pH kulit yang berkisar antara konsentrasi CMC-Na. Dalam sistem gel,
4,5– 6,5.15 Apabila sediaan gel terlalu asam CMC-Na bertanggungjawab terhadap
dari pH kulit dikhawatirkan akan terbentuknya matriks gel. Selama
mengiritasi kulit tetapi apabila terlalu basa penyimpanan, CMC-Na dapat mengalami
maka kulit dikhawatirkan akan kering.16 kerusakan yang menyebabkan perubahan
Hasil daya sebar sediaan gel termasuk viskositas gel.26 Hal ini dapat disebabkan
dalam standar SNI yaitu antara 5,54-6,08 oleh suhu dan kemasan yang kurang
cm. Daya sebar gel yang baik antara 5-7 kedap sehingga gel menyerap uap air dari
cm. Semakin besar daya sebar yang luar dan menambah volume air dalam gel.
diberikan, maka kemampuan zat aktif Penambahan bahan-bahan lain seperti
untuk menyebar dan kontak dengan kulit propilenglikol dan gliserin yang
semakin luas.14 Hasil evaluasi formula I konsistensinya cair, dapat menurunkan
telah menunjukkan kesesuaian dengan viskositas sediaan gel.27

79
Jurnal Kefarmasian Indonesia. 2015;5(2):74-82

Tabel 4. Hasil uji stabilitas fisik sediaan gel ekstrak daun ketepeng cina
Hasil p-
Pengujian
Minggu ke-0 Minggu ke-2 Minggu ke-4 Minggu ke-6 Minggu ke-8 value
Organoleptik
a. Warna Hijau Kehitaman Hijau Kehitaman Hijau Kehitaman Hijau Kehitaman Hijau Kehitaman
b. Bau Khas aromatis Khas aromatis Khas aromatis Khas aromatis Khas aromatis
c. Rasa Pahit Pahit Pahit Pahit Pahit
d. Bentuk Kental Cair Cair Cair Cair
Homogenitas Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen
pH 5,07±0,21 5,00±0,17 5,00±0,20 5,03±0,15 4,97±0,12 0,931
Viskositas 189,67±0,58 m.Pas 169,20±0,72 m.Pas 163,63±0,90 m.Pas 110,03±0,42 m.Pas 94,30±0,61 m.Pas 0,009*
Daya sebar 5,56±0,06 cm 5,70±0,03 cm 5,94±0,06 cm 6,09±0,11 cm 6,34±0,08 cm 0,000*

Keterangan :
Data pH, viskositas dan daya sebar yang tercantum adalah nilai mean ± SD
*Terdapat perbedaan hasil pengujian yang signifikan setiap 2 minggu

Data pengujian daya sebar gel formula pengaruh perbedaan konsentrasi ketiga
optimum menunjukkan bahwa semakin bahan tambahan gel tersebut terhadap
lama penyimpanan daya sebar gel semakin stabilitas fisiknya.
meningkat. Uji normalitas data daya sebar
menggunakan Shapiro-wilk menunjukkan
bahwa data berdistribusi normal (p-value
0,577 > 0,05) sehingga untuk mengetahui
kestabilan daya sebar gel dilakukan analisa
One way anova dan didapatkan p-value
0,000 yang artinya terdapat perbedaan
daya sebar dalam pengamatan setiap 2
minggu sehingga dapat disimpulkan daya
sebar sediaan tidak stabil selama
penyimpanan 8 minggu pada suhu 400C.
Respon viskositas gel berbanding
terbalik dengan daya sebar, semakin
rendah nilai viskositas maka semakin
tinggi nilai daya sebar. Hubungan antara Gambar 1. Grafik hubungan viskositas dan
viskositas dan daya sebar dapat dilihat daya sebar
pada Gambar 1.
Dalam penelitian Mappa15, menun- KESIMPULAN
jukkan bahwa daya sebar gel yang kurang Formula optimum gel ekstrak daun
baik disebabkan karena viskositas CMC-
ketepeng cina diperoleh pada formula yang
Na yang terlalu tinggi. Saat CMC-Na mengandung 3% CMC-Na sebagai gelling
dimasukkan ke dalam air, Na+ lepas dan agent. Gel ekstrak daun ketepeng cina
diganti dengan ion H+ dan membentuk formula optium tidak stabil dalam
HCMC yang akan meningkatkan penyimpanan pada suhu 40°C selama 8
viskositas. Perbandingan konsentrasi minggu.
antara gliserin, propilenglikol dan CMC-
Na juga menentukan kestabilan viskositas
dan daya sebar sediaan gel sehingga perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai

80
Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Gel (Nutrisia A.S)

SARAN 10. Indonesia. Farmakope herbal indonesia


Edisi I, Jakarta. Departemen Kesehatan;
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut 2008.
mengenai pengaruh perbedaan konsentrasi 11. Hamzah M, Mazwadeh. Anti-
antara gliserin, propilenglikol dan CMC- inflammatory activity of achillea and
Na terhadap stabilitas fisiknya. ruscus topical gel on carrageenan-induced
paw edemain rats. Acta Poloniae
UCAPAN TERIMA KASIH Pharmaceutical Drug Research. 2006;63
(4):277-80.
Penulis mengucapkan terima kasih 12. Shukr MH, Metwally GF. Evaluation of
kepada Tri Asti Wijayanti; Titik Lestari., topical gel bases formulated with
S.Kep, Ns, M.Sc dan Agus Kirwanto S.Pd, variousessential oils for antibacterial
MA yang telah memberikan bantuan activity against methicillin-resistant
selama berjalannya penelitian. Staphylococcus aureus. Tropical Journal
of Pharmaceutical Research. 2013;12
DAFTAR RUJUKAN (6):877-84
13. Rowe, Raymond C. Hand book of
1. Susanto RC, Ari M, G.A Made. Penyakit pharmaceutical excipients, 6th Edition,
kulit dan kelamin. Yogyakarta: Nuha USA: Pharmaceuticals Press and The
Medika; 2013 American Pharmacist Association. 2009.
2. Mansjoer A, Suprohaita WI, Wardhani 14. Niazi SK. Handbook of pharmaceutical
W, Setiowulan. Kapita selekta manufacturing formulations:semisolid
kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid 2. Jakarta: products. Florida. CRC Press LLC; 2004.
Media Aesculapius; 2000 15. Mappa T, Edy HJ, Kojong N. Formulasi
3. Suparni A. Wulandari. Herbal nusantara. gel ekstrak daun sasaladahan (Peperomia
1001 ramuan radisional asli Indonesia. pellucida (L.) H.B.K) dan uji
Yogyakarta: Rapha Publishing; 2012 efektivitasnya terhadap luka bakar pada
4. Timothy SY, Wazis CH, Adati Rg and kelinci (Oryctolagus cuniculus).Jurnal
Maspalma ID. Antifungal activity of Ilmiah Farmasi. 2013;2(2):49-55.
aqueous and ethamolic leaf extracts of 16. Tranggono IR , Latifah. Buku pegangan
Cassia alata Linn. Journal of Applied ilmu pengetahuan kosmetika. Jakarta: PT.
Pharmaceutical Science. 2012;2(7):182- Gramedia Pustaka Utama; 2007
85. 17. Garg A, Aggarwal D, Garg S, Sigla AK.
5. Hariana H, Arief. Tumbuhan obat dan Spreading of semisolid formulation: an
khasiatnya. Jilid 2. Jakarta: Penebar update. Pharmaceutical Tecnology. 2002;
Swadaya; 2011. 9(2):84-102.
6. Anonim. 100 Top tanaman obat 18. Kaur LP. Garg R. Gupta GD.
Indonesia. Tawangmangu. Kementerian Development and evaluation of topical
Kesehatan Republik Indonesia. gel of minoxidil from different polymer
Karanganyar: Balai Besar Penelitian dan bases in aplication of alopecia.
Pengembangan Tanaman Obat dan Obat International Journal of Pharmacy and
Tradisional; 2011 Pharmaceutical Sciences. 2010;2(3):43-7.
7. Ansel HC. Pengantar bentuk sediaan 19. Nurlaela E, S. Nining, Ikhsanudin A.
farmasi.Edisi Keempat. Jakarta: UI Press; Optimasi komposisi tween 80 dan span 80
2008. sebagai emulgator dalam repelan minyak
8. Panjaitan EN, A. Saragih, dan D. Purba. atsiri daun sere (Cymbopogon citrates
Formulasi gel dari ekstrak rimpang jahe (D.C) Stapf) terhadap nyamuk Aedes
merah (Zingiber officinale Roscoe). aegeypti betina pada basis vanishing
Journal of Pharmaceutics and cream dengan metode simplex lattice
Pharmacology. 2012;1(1): 9-20. design. Jurnal Ilmiah Kefarmasian.
9. Djajadisastra J, A. Mun’im, dan Dessy 2012;2(1):41-54.
NP. Formulasi gel topikal dari ekstrak 20. Septiani S, Wathoni N, Mita SR.
Nerii folium dalam sediaan anti jerawat. Formulasi sediaan masker gel antioksidan
Jurnal Farmasi Indonesia. 2009; 4(4):210- dari ekstrak etanol biji melinjo (Gnetum
6.

81
Jurnal Kefarmasian Indonesia. 2015;5(2):74-82

gnemon Linn.). Jurnal Universitas 24. Sari GWP, Supartono. Ekstraksi minyak
Padjadjaran. 2011;1(1):4-24. kenanga (Cananga odorata) untuk
21. Estiasih T, Ahmadi. Teknologi pembuatan skin lotion penolak serangga.
pengolahan pangan, edisi 1 cetakan 2. Jurnal MIPA. 2014;37(1);62-70.
Jakarta: Bumi Aksara; 2011. 25. Kurniawan D, Wahyuningrum R, Dhiani
22. Dwiastuti. Pengaruh penambahan CMC BA. Pengawet alami ekstrak etanol daun
(carboxymethyl cellulose) sebagai gelling ketepeng cina (Cassia alata Linn) pada
agent dan propilen glikol sebagai sediaan sirup herbal tomat. Acta
humektan dalam sediaan gel sunscreen Pharmaciae Indonesia. 2012;1(1);16-21.
ekstrak kering polifenol teh hijau 26. Titaley S, Fatimawali, Lolo WA.
(Camellia sinensis L.). Jurnal Penelitian. Formulasi dan uji efektivitas sediaan gel
2010;13(2):227-40. ekstra etanol daun mangrove api-api
23. Arikumalasari, Dewantari, Wijayanti. (Avicennia marina) sebagai antiseptik
Optimasi hpmc sebagai gelling agent tangan. Pharmacon. 2014;3(2):99-106.
dalam formula gel ekstrak kulit buah 27. Ida N, Noer SF. Uji stabilitas fisik gel
manggis (Garcinia mangostana L.). ekstrak lidah buaya (Aloe vera L.).
Jurnal Farmasi Udayana. 2013;2(3);145- Majalah Farmasi dan Farmakologi,
51. 2012;6(2):79-84.

82

Anda mungkin juga menyukai