Anda di halaman 1dari 12

Origin of Moslem Mindset

A. Open Your Mind

Kalian pernah gak sih melihat orang yang baru belajar agama, terus berani
menyalahkan orang lain? Sampai-sampai, para ulamapun dikomen sama dia? Atau
pernah gak menasihati orang lain, tapi malah kalian yang dimarahi? Pernah juga gak
mendengar banyak ustadz-ustadz yang omongannya aneh dan gak masuk akal? Dan
yang terpenting, pasti kalian pernah merasakan malasnya beribadah? Kalau kalian
pernah merasakannya atau malah sedang kalian rasakan, maka kalian beruntung telah
membaca e-book ini.

Kalian pasti tahu, kita ini sedang ada di masa yang modern, era nya
modernisasi. Di mana segala hal sudah benar-benar maju. Penemuan demi penemuan
telah dilakukan agar hidup kita menjadi lebih mudah lewat teknologi. Bukan hanya
teknologinya, manusianya pun kini ikut berkembang. Tak dapat dibantah bahwa
manusia memang jago beradaptasi mengikuti zamannya.

Lihat saja kita-kita yang sekarang disebut dengan generasi "milenial." Kita
sering disebut-sebut masih muda dan punya banyak potensi. Kita seringkali dianggap
penting karena memiliki kreatifitas dan inovasi yang tak terbatas. Kita juga memiliki
semangat yang tinggi. Sehingga, kita menjadi satu-satunya harapan bagi masa depan
bangsa. Pertanyaannya, benarkah demikian? Kita yang sehari-harinya cuma rebahan,
menjadi harapan di masa depan?

Pada kenyataannya, kita sangat mudah "terlena" dengan kehidupan yang


modern ini. Buktinya, kita seringkali terjebak dalam suatu masalah dan tidak tahu
bagaimana cara menyelesaikannya. Kita juga sering kesulitan dalam menjalani
tantangan hidup sehingga kita mudah tersesat dan putus asa. Lantas, kenapa bisa
begitu?

Ternyata, selama ini kita sering melupakan sesuatu. Sesuatu yang teramat
penting bagi kehidupan kita. Ialah "pedoman hidup" kita, yang akan menuntun kita
dikala susah maupun senang. Tak lain dan tak bukan, ialah agama kita, agama Islam.

Melihat hal itu, Pendiri Ponpes PPI AL-Halim sekaligus Founder Kaila Group,
A Milki Muhammad Faisal, S. Si, M. Si, merasa resah. Beliau merasa harus ada yang
menjembatani antara kehidupan duniawi dengan kehidupan ukhrowi. Sesuatu yang
dapat menyelaraskan antara kesibukan kita di dunia dengan kehidupan beragama.

Dari sini, lahirlah MOSLEM MINDSET. Sebuah solusi yang a Milki tawarkan
bagi kita kaum pemuda yang sedang tersesat. A Milki berharap, Moslem Mindset ini
akan menjadi solusi masa depan kita. Tak hanya di Indonesia, melainkan di seluruh
dunia. Lantas, apa sih itu Moslem Mindset?

Moslem Midset
Moslem Mindset adalah pola pikir yang sesuai dengan Al-Qur'an dan As-
Sunnah. Yang mana, pola pikir itu diajarkan oleh Rasulullah SAW kepada para
sahabatnya. Yang kemudian diajarkan lagi oleh para sahabat kepada para tabi'in, lalu
diajarkan lagi kepada tabit-tabi'in, lalu diajarkan lagi pada para ulama salafushaleh,
lalu terus diajarkan secara turun temurun hingga sampai kepada ulama akhirul zaman,
lantas sampai dan diajarkan oleh guru-guru kepada kita.

Sederhananya, Rasulullah SAW adalah uswah hasanah bagi kita. Sebagai


seorang PMpegangan kita dalam menjalani hidup di dunia ini.

Moslem Mindset bertugas menjembatani semua itu agar bisa diterima dan
dicerna dengan baik oleh kita, generasi milenial. Tujuannyapun sederhana. Agar kita
dapat menjalani hidup kita dengan baik dan benar. Agar kita menjadi bagian yang
diakui oleh Rasul SAW di hari akhir nanti. Sukses dunia juga di akhirat. Kalau kalian
ingin seperti itu, maka bersiap-siaplah dan "open your mind."

B. Problematika Kaum Milenial

Tak dapat dipungkiri, dibalik kemewahan dan kemajuan di era modern ini,
kita tengah dikurung berbagai masalah yang menghantui kehidupan kita. Begitu
banyak masalah-masalah yang harus kita hadapi. Mungkin kita juga bisa
merasakannya sendiri dengan melihat keadaan di sekitar kita.

Di sini, a Milki telah membuat sebuah rumusan yang dikenal dengan 3


Problems of Moslem atau disingkat 3 PM. Ketiga pokok permasalahan itu merupakan
inti dari setiap permasalahan yang kita miliki.

Adapun isi ketiga pokok masalah itu,

 Pertama, “Kita sebagai umat muslim tidak menganggap ilmu agama sebagai
solusi dalam kehidupan sehari-hari,”

 Kedua, “Ilmu agama yang tengah kita pelajari saat ini tidak terstruktur
sistematis,”

 Ketiga, “Kita sebagai umat muslim melakukan sesuatu bukan karena


perintahnya, melainkan karena siapayang memerintahkannya.”

Apabila ketiga pokok masalah itu telah selesai, maka masalah-masalah kecil
lainnya pun akan hilang dengan sendirinya. Namun, jika ketiga pokoknya masih ada,
maka masalah-masalah kecil lainnya justru akan berdatangan semakin banyak.

Satu dari sekian banyak masalah kecil itu adalah masalah pada "mental" kita.
Mungkin kalian sempat mendengar kisah ini. Beberapa waktu lalu, sempat terjadi
kasus pembunuhan seorang ibu tua yang dilakukan oleh wanita muda. Yang ternyata,
wanita itu adalah anak kandungnya sendiri.

Moslem Midset
Entah motif apa yang membuat si anak membunuh ibunya seperti itu. Mungkin
kita sendiri juga pernah merasa marah kepada ibu kita, misalnya ketika kita dikekang
atau ketika berbeda pendapat. Hanya saja, tak ada sedikitpun pikiran untuk
membunuh orang yang telah melahirkan kita ke dunia. Namun, bukan itu masalah
yang sebenarnya. Melainkan reaksi dari para "netizen" Indonesia.

Netizen di negeri ini malah berbondong-bondong mendukung wanita muda tadi.


Malah, wanita itu kini menjadi idola tersendiri bagi kaum muda. Entah apa alasan
mereka sebenarnya, yang jelas wanita itu memang terlihat "cantik dan unyu."

Terlepas dari semua itu, pada dasarnya manusia memang memiliki kecenderungan
atau apa yang kita sebut sebagai rasa suka. Salah satu kecenderungan kita, kita
cenderung menyukai keindahan. Entah itu kecantikan maupun ketampanan. Se-alim
apapun kita, kita pasti menyukai wanita cantik dan lelaki yang tampan.

Hal itu adalah hal yang manusiawi bagi kita. Makanya, banyak dari kita yang
menyukai artis-artis, k-popers, atau atlet yang tubuhnya sempurna.

Hanya saja, kita harus bersikap "adil" dalam segala hal. Dalam kasus tadi, kalau
kita ingin memberi dukungan agar dia bertaubat misalnya, ya berilah dukungan
sewajarnya. Jangan sampai kita memberi dukungan hanya karena melihat
kecantikannya saja.

Masalahnya, ketika ada orang yang "gak ganteng" menurut penilaian kita
tersandung kasus narkoba, netizen malah beramai-ramai menghujat orang itu.
Berbeda ketika lagi-lagi ada wanita cantik yang terkena kasus yang sama, netizen
beramai-ramai memberi dukungan pada wanita itu.

Memang tidak masalah kita mendukung orang yang kita sukai. Namun
masalahnya, apakah hal itu dibenarkan oleh agama?

Di dalam dasar hokum negara kita saja, Pancasila sila ke 2 berbunyi,


"Kemanusiaan yang adil dan beradab." Kata kunci yang kita ambil di sini adalah
"adil" yang mana agama kita juga mengajarkan keadilan. Agama mengajatkan kita
untuk bersikap adil kepada siapapun, tanpa pandang bulu. Apalagi hanya melihat
penampilan fisik seseorang.

Selain masalah yang itu, terdapat masalah lain yang tengah generasi milenial
hadapi. Kita memiliki kecenderungan yang lain, yaitu "mengikuti kecenderungan
orang lain." Lah, bagaimana maksudnya?

Belakangan ini kita diramaikan dengan "Odading Mang Oleh." Terkesan nyeleneh,
memang. Tapi nyatanya, video nyeleneh itu telah menjadi sebuah fenomena. Bahkan,
kehidupan orang yang viral itu telah berubah menjadi lebih cemerlang. Sedangkan
Odading Mang Oleh kebanjiran pelanggan. Kenapa ya, bisa begitu?

Moslem Midset
Semua itu berasal dari sikap kita yang mudah ikut terbawa arus. Generasi milenial
itu latah dengan sesuatu yang "viral." Kesannya, generasi Milenial itu memiliki
pemikiran yang sangat pendek. Asalkan lagi viral, kita pasti mengikutinya.

Padahal, sangat penting bagi kita untuk bisa menimbang-nimbang sesuatu. Agama
mengajarkan kita "berpikir sebelum bertindak." Apalagi, anak-anak muda yang
katanya terpelajar. Seharusnya kita bisa memilah dan memilih. Mana yang sekiranya
bisa membantu masa depan kita, dan mana yang sekedar main-main saja.

Tak masalah jika sekali-dua kali kita bersenang-senang. Apalagi ketika hal tadi
dapat mengasah kreatifitas dan inovasi kita. Kita bisa mengambil hal positifnya.
Masalahnya, ketika sesuatu yang nyeleneh dijadikan gaya hidup kita. Memangnya
kita mau menjadi "generasi nyeleneh," bagaimana nasib masa depan bangsa kita?

Nah, permasalahan itu masuk ke dalam pokok permasalahan pertama. Coba kalian
sadari, kalau saja sejak awal kita sudah memprioritaskan agama di atas segalanya, kita
tidak akan “bobrok” seperti ini.

Makanya, teramat penting bagi kita untuk mempelajari Moslem Mindset ini. Di
mana kita harus mulai membuka pemikiran kita. Menyadari berbagai permasalahan
yang sebenarnya ada pada diri kita sendiri.

Pada bab awal materi Moslem Mindset, kita diajarkan untuk membuka pikiran
menyadari kesalahan kita terlebih dahulu. Karena kalau pikiran kita tertutup, dan kita
tidak menyadari kesalahan kita, bagaimana kita bisa memperbaiki diri kita?

Ibaratnya sebuah motor, kalau kita tidak sadar akan adanya kerusakan pada motor
kita, kita pasti akan memakainya terus. Tahu-tahu, di tengah jalan motor kita mogok.
Andai saja kita memeriksa motor kita terlebih dahulu, kita pasti memperbaikinya
sebelum motor kita terlanjur rusak. Dengan begitu, kita telah mengamalkan pepatah
"Sedia payung sebelum hujan."

C. Kesenjangan Ilmu

Adapun masalah lain yang tengah kita hadapi adalah "kesenjangan ilmu
agama." Menurut a Milki, metodologi dalam ilmu agama itu sangatlah penting.
Mengingat bahwa ilmu agama adalah ilmu yang berasal dari Wahyu Allah, Al-Qur'an
dan al-Hadits.

Masalahnya, anak muda zaman sekarang sangat suka belajar secara otodidak.
Mereka belajar dengan memanfaatkan kemajuan teknologi dan informasi yang sudah
pesat. Singkatnya, mereka belajar lewat internet, yang tidak jelas referensinya dan
tidak tahu dari mana sumbernya.

Moslem Midset
Tidak masalah jika kita bisa belajar banyak hal lewat internet. Akan tetapi,
tidak semua dapat kita pelajari lewat internet. Khusus bil khususnya yaitu ilmu agama.
Mengapa demikian?

Ilmu agama mengenal yang namanya sanad. Sederhananya, dari mana kita
mendapat ilmu tersebut, dan siapa yang mengajarkannya. Tentu bahaya jika ilmu
yang kita pelajari ternyata tidak sesuai dengan ajaran Rasul SAW. Kita akan sesat dan
menyesatkan. Tentunya, kita tidak mau hal itu terjadi, bukan?

Makanya, Moslem Mindset mengajarkan kita harus menuntut ilmu yang


terstruktur dan sistematis. Memangnya, apa itu terstruktur dan sistematis?

Secara singkat, terstruktur artinya ilmu agama yang kita peroleh itu dapat
dipertanggung jawabkan sanadnya hingga ke Rasul SAW. Sedangkan sistematis
artinya ilmu yang kita pelajari itu sesuai tahapan dan kebutuhan kita.

Masalahnya, kita hidup di era modern, era industri 4.0. Di mana berbagai
informasi seliweran dengan bebas melalui internet. Berbagai informasi bisa dengan
mudah kita dapatkan lewat mesin pencarian. Tinggal ketik beberapa kata, tekan enter,
secara ajaib munculah informasi yang ingin kita ketahui.

Akibatnya, ilmu agama pun dengan mudah dapat disebar luaskan. Lalu,
siapapun bisa membacanya dengan bebas lewat internet. Sebagian besar ilmu agama
itu mungkin bisa dibilang terstruktur, namun biasanya cenderung tidak sistematis.
Karena kajian ilmu yang mereka bagi melalui berbagai media seperti Youtube dan
Instagram, kebanyakan hanya berupa potongan-potongan saja. Sehingga, terdapat
bagian-bagian mendasar dari kajian tersebut kita lompati. Hanya sedikit ulama yang
membuat konten berupa kajian yang sistematis. Apalagi jika konten itu dibuat oleh
ulama jadi-jadian. Bukan hanya sistematis, terstrukturpun tidak.

Akan tetapi, kita harus mewaspadai akan adanya kajian ilmu agama yang tidak
terstruktur sama sekali. Biasanya, kajian seperti ini melahirkan pemikiran-pemikiran
radikal yang jelas telah melenceng dari ajaran bawaan Rasul SAW. Kajian yang tak
terstruktur dan sistematis akan membuat pendengarnya salah kaprah. Pola pikir yang
seharusnya diperbaiki, malah diracuni oleh pemikiran-pemikiran yang berbahaya.

Munculnya berbagai gerakan melenceng bahkan cenderung terorisme, telah


diyakini oleh para cendekiawan muslim bahwasanya hal tersebut akibat mereka
mempelajari ilmu agama dengan semena-mena. Dimulai dari hal yang paling kecil, di
mana mereka membaca terjemahan Qur'an dan Hadits, lalu menafsirkannya dengan
akal pikiran mereka sendiri. Tanpa sistematika yang jelas, tanpa referensi yang cukup.

Pada akhirnya, terjadilah salah tafsir, lalu mereka mengalami "gagal paham"
terhadap makna sebenarnya dari ayat-ayat tersebut. Jika itu terjadi, maka akan yang
akan terjadi selanjutnya adalah "malpraktek agama." Bayangkan saja ada orang yang
membaca buku kedokteran, kemudian ia membuat praktek. Apa yang akan terjadi?

Moslem Midset
Sehingga munculah gerakan lanjutan seperti bom bunuh diri, gerakan anti
pemerintah, juga gerakan radikalis yang menghalalkan kucuran darah muslim yang
berbeda paham dengan golongannya. Tentunya, hal ini merupakan akibat dari orang-
prang dengan semangat beragama mengkaji ilmu yang tidak terstruktur dan sistematis.
Mereka dapat membahayakan bukan hanya kaum muslim ahlusunnah, namun juga
jutaan umat manusia lainnya.

Di sini, kita menyadari permasalahan kedua, di mana ilmu yang dipelajari


tidaklah terstruktur dan sistematis. Ibaratnya, ketika naik tangga, kalian langsung
loncat ke tangga paling atas. Pastinya kalian akan jatuh, mengingat kalian bukanlah
Ironman dan tak pernah digigit laba-laba mutan.

Makanya, A Milki, guru kita bersama, selalu mengingatkan bahwa sholeh itu
tidak bisa instan. Kita harus melewati banyak proses dan ujian. Para ulama saja perlu
bertahun-tahun untuk menjadi seorang yang paham ilmu agama. Sedangkan kita,
Cuma sekali-dua kali ngaji langsung berani menyalahkan orang lain. Apa kata
Malaikat Izrail?

D. Mindset Effect

Segala sesuatu di dunia ini pasti ada sumbernya. Air, panas, tanah, cahaya, buah,
makanan, dan benda-benda lainnya memiliki sumbernya masing-masing. Air berasal
dari sumber mata air. Panas berasal dari reaksi atom yang bergesekan. Buah berasal
dari pohon. Cinta berasal dari tatapan mata. Seperti itulah.

Begitupun dengan masalah. Masalah tidak muncul tiba-tiba seperti jinnya


Aladdin muncul dari lampu ajaibnya. Masalah itu timbul dari sesuatu yang kita sebut
sebagai sumbernya. Kita harus bisa mencari sumber pernasalahan itu. Dan Moslem
Mindset mengajarkan kita, bahwasanya sumber dari permasalahan itu adalah diri kita
sendiri. Kenapa demikian?

Semua pasti ada sebab-akibatnya. Contohnya saja, ketika kita sakit, siapa yang
kita salahkan? Biasanya kita akan menyalahkan cuaca, virus, atau bakteri yang
menyebabkan kita sakit. Padahal, bisa saja kita sakit itu karena kita tidak menjaga
pola hidup kita. Jika saja pola hidup kita sehat, maka virus-virus penyakit, bakteri,
dan lain sebagainya tidak akan dengan mudah menyakiti sistem imun tubuh kita.
Bukankah demikian, para calon dokter?

Lalu, ketika kita bertengkar dengan teman kita, biasanya masalahnya hanya
karena salah paham saja. Maka, di sini sumber masalahnya adalah komunikasi yang
buruk. Kalau saja kita memperbaiki pola komunikasi kita, seharusnya kita bisa
menghindari terjadinya kesalahpahaman itu.

Moslem Midset
Setiap orang dari kita pasti memiliki permasalahan dalam hidupnya. Ada saja
masalah yang datang setiap harinya. Masalah yang dialami setiap orang itu berbeda-
beda. Namun tetap saja, sumbernya pasti sama, yakni diri kita sendiri, lebih tepatnya
pola pikir kita. Nah, coba renungkan apa saja masalah yang sering muncul
menghantui hidup kalian, lalu coba saja kalian dalami, dan cari sumber masalahnya.
Pasti kalian bisa menemukannya.

Intinya, diri kita sendirilah penyebab dari masalah-masalah yang kita hadapi.
Bisa juga dibilang karena pola perilaku kita, dan lebih tepatnya adalah POLA PIKIR
kita. Mengapa demikian?

Moslem Mindset memiliki tagline sendiri, yakni "Pola perilakumu tergantung


pola pikirmu, dan pola pikirmu tergantung apa yang tengah kau kaji saat ini." Moslem
Mindset sendiri lebih berfokus pada pola berpikir kita ketika berada dalam suatu
keadaan. Di mana kita harus sesuai dengan apa yang Rasul SAW inginkan, yakni
menjadi seorang yang bermanfaat bagi, seorang yang "Rahmahmatan lil 'alamin."
Lantas, kenapa harus pola pikir?

Sesuai dengan tagline tadi, terdapat dua kalimat kunci di dalamnya, yakni (i)
pola perilaku kita itu tergantung pola pikir kita, dan (ii) pola pikir kita itu tergantung
apa yang tengah kita kaji saat ini.

Poin pertama menjelaskan, setiap perilaku kita, kebiasaan kita, juga cara kita
dalam memandang sesuatu, semua itu tergantung pola pikir kita. Pokoknya, apapun
yang kalian lakukan itulah pola pikirmu. Seseorang yang pola pikirnya buruk, atau
pikirannya selalu negatif, ia akan memandang segala sesuatunya seolah buruk dan
berbahaya bagi dirinya.

Sebaliknya, seorang yang berpola pikir positif, ia akan memandang sesuatu


seolah bisa menjadi kesempatan yang baik bagi dirinya. Nah, kedua hal ini seringkali
dibuktikan oleh para motivator di seluruh dunia. Ketika kita berpikiran positif, maka
seluruh energi di alampun akan berubah menjadi positif, begitu katanya. Tentunya,
hal itu sangat benar sekali dan bisa kalian coba sendiri.

Akhlak itu seperti refleks kita. Ketika kita tersandung, kata apa yang kita
ucapkan pertama kali? Nah, itulah akhlak kita. Kalau kita ingin akhlak kita baik,
maka perbaikilah pola pikir kita.

Nah, poin pertama sudah paham, kan?

Selanjutnya, poin kedua menerangkan bahwa pola pikir itu timbul dari kajian
yang sedang kita ikuti saat ini. Bisa dikatakan, ini adalah kelanjutan dari poin
sebelumnya. Lantas, yang dikatakan kajian itu bisa jadi adalah pengajian tempat kita
menuntut ilmu, sekolah tempat kita belajar, dan juga lingkungan. Sederhananya, pola

Moslem Midset
pikir itu muncul dari apa saja yang diajarkan kepada kita. Ilmu apa saja yang kita
pelajari, itulah yang akan menjadi pola pikir kita.

Walau sebenarnya, pengajian atau sekolah bisa dikatakan adalah tempat yang
paling tepat untuk menanamkan pola pikir. Kenapa? Karena tujuan kita pergi ke
tempat itu kan memang untuk belajar. Maka di sana, diri kita akan lebih terbuka
terhadap ilmu yang akan diajarkan kepada kita. Dengan begitu, segala informasi baru
yang masuk dengan mudah akan tercerna kedalam bawah sadar kita. Pendeknya, pola
pikir kita akan lebih cepat terbentuk ketika kita memang berniat untuk belajar.

Lalu, kenapa pengajian adalah tempat paling berpengaruh dalam membentuk


pola pikir kita? Selain dari yang telah dijelaskan tadi, kita memiliki budaya agamis
yang tinggi. Yang mana, agama pasti kita jadikan pedoman utama dalam menjalani
kehidupan kita. Agama itu lebih sakral dan efektif.. Artinya, apapun yang muncul dari
agama kita, pasti kita yakini kebenarannya.

Tentu hal ini berkaitan dengan definisi dari pola pikir sendiri. Menurut Moslem
Mindset, pola pikir adalah cara kita memandang sesuatu dan kita yakini kebenarannya.
Yang berarti, pola pikir kita akan selalu kita anggap yang paling benar. Nah, pastinya
paling pas itu jika pola pikir menurut agama-lah yang kita anggap paling benar, dan
ajarannya itu sesuai dengan apa yang Rasul SAW ajarkan.

Kesimpulannya, segala permasalahan yang ada dalam hidup kita ini bersumber
dari dalam diri kita, lebih tepatnya adalah pola pikir kita. Lantas bagaimana cara
untuk memperbaiki segala masalah itu? Ya perbaiki saja sumbernya, yaitu pola pikir
kita. Dan bagaimana cara kita memperbaiki pola pikir kita? Maka jawabannya adalah
dengan memberbaiki pola kajian kita. Lalu, bagaimana cara memperbaiki pola kajian
kita? Jawabannya ada di kajian Moslem Mindseti. Makin penasaran, kan?

E. The Goal

Dalam melakukan sesuatu, seseorang pasti memiliki tujuannya. Bersekolah


tujuannya mencari ilmu. Makan tujuannya mengisi energi bagi tubuh kita. Bahkan
berkedip saja pasti ada tujuannya, yang ternyata adalah untuk menjaga kelembaban
mata kita. Tidak mungkin kan ada orang yang ditanya, "Apa tujuan kamu sekolah?"
Dia menjawab, "Aku masuk sekolah itu tidak sengaja. Dulu, aku melihat banyak
anak-anak berkumpul di sini, aku gabung saja. Eh, ternyata buat daftar sekolah,
jadinya aku ikut." Sangat-sangat tidak logis, bukan?

Begitupun dalam memperlajari ilmu dalam buku ini, alangkah baiknya kita
mengetahui apa tujuan dari ilmu tersebut. Dengan mengetahui tujuan suatu ilmu, kita
akan memiliki beberapa keuntungan. Salah satunya, kita akan semakin yakin akan

Moslem Midset
pentingnya mempelajari ilmu itu. Dengan begitu, kita akan semakin fokus dan
bersemangat. Lantas, apa tujuan kita mempelajari Moslem Mindset?

Dari pembahasan sebelumnya, kita tentu masih ingat bahwa Moslem Mindset
adalah pola pikir yang sesuai Al-Qur'an dan Al-Hadits yang diajarkan Rasul SAW
kepada para sahabatnya, kemudian diajarkan lagi oleh sahabat kepada para tabi'in,
kemudian diajarkan lagi kepada tabit-tabi'in, kemudian ke para ulama salafushalih,
lalu ke para ulama akhir zaman, hingga sampai ke guru-guru kita saat ini.

Lalu apa yang diajarkan oleh Rasul SAW? Tentunya, Nabi tidak hanya
mengajarkan Aqidah dan bagaimana cara kita beribadah, melainkan juga mengajarkan
Akhlak yang baik. Bahkan, sebelum diutus menjadi Rasul pada usia ke 40, Nabi SAW
telah mengajarkan akhlak yang sangat terpuji kepada masyarakat. Sehingga
diberikannya gelar Al-Amin kepada beliau.

Semuanya memang harus kita pelajari. Namun jauh sebelum itu, kita harus
memiliki kerangka yang kokoh, sebagai persiapan kita dalam rangka berjihad
menuntut ilmu. Dan di sanalah peranan Moslem Mindset. Di mana A Milki
menginginkan santri-santriatnya dibekali kerangka yang kokoh dan tak tergoyangkan
ketika hendak mengarungi derasnya arus kehidupan ini.

Singkatnya, tujuan kita memperlajari Moslem Mindset adalah untuk mempelajari


ilmu-ilmu paling mendasar dan sesuai kebutuhan agar kelak semasa hidup kita tak
pernah lepas dari rel ahlusunnah, ajaran yang sesuai dengan ajaran Rasul SAW.

A Milki sendiri mengambil pokok bahasan Moslem Mindset dari kitab terkenal
karangan idolanya, yaitu Abu Hamid bin Muhammad al Ghazali. Kitabnya itu
bernama Al-Ihya 'Ulumuddin. Dari sana, a Milli sadar bahwa seorang muslim perlu
memiliki fondasi "ceker ayam" yang kokoh agar tidak mudah tergoda zaman, juga
agar tidak tersesat dan keluar dari apa yang Rasulullah ajarkan. Atau dalam kata lain,
sebelum kita belajar menjadi seorang muslim, kita harus mengenali seperti apa
muslim itu. Jangan sampai terjadi, kita ingin belajar menjadi muslim yang baik tapi
kenyataannya malah seperti ganteng-ganteng serigala. Baik, tampan, tapi garang.

Kembali ke pembahasan, Moslem Mindset diharapkan dapat membuka pola pikir


kita menjadi seorang muslim yang sebenarnya. Nah, bagaimanakah seorang muslim
itu seharusnya?

A Milki tidak bermaksud membentuk aliran agama yang baru. Karena,


sesungguhnya muslim yang dimaksud bahkan telah dicontohkan oleh Rasul SAW.
Seorang muslim yang bermanfaat bagi sesama, rahmatan lil 'alamin. Seorang muslim
yang menjadi manusia terbaik yang menurut sebuah riwayat, orang terbaik itu adalah
orang yang dirindukan kehadirannya. Maka di sini Moslem Mindset mengenalkannya

Moslem Midset
kembali kepada kita dan menyesuaikannya dengan generasi milenial. Mengapa harus
demikian repotnya?

Di zaman sekarang, kita mulai dikhawatirkan dengan munculnya rumor "Islam


Phobia" di beberapa belahan dunia. Hal ini terjadi karena maraknya kasus kekerasan
yang mengatasnamakan Islam. Mereka yang mengaku muslim sejati, namun
mengotori nama Islam sendiri. Padahal kita tahu, Islam yang Rasul ajarkan tidak akan
berbuat seperti itu.

Entah apa maksud mereka sebenarnya, yang jelas dapat dikatakan bahwa mereka
telah gagal mengikuti ajaran Rasul SAW. Yang mana beliau ketika pertama kali
diangkat menjadi seorang Nabi dan Rasul, Allah memberinya bekal berupa ayat Al-
Qur'an yang berbunyi, Iqra'. Yang artinya, bacalah. Menurut beberapa ulama,
maknanya juga berarti "pelajarilah dengan ilmu." Bukti bahwa di awal masa
kenabiannya, Rasul SAW diberi ilmu, dan bukannya pedang. Artinya, muslim sejati
akan lebih mengutamakan adab dan ilmu diatas peperangan dan kekerasan.

Sesuatu yang harus kita khawatirkan, ketika "gagal faham" dalam membangun
pola pikir ternyata berakibat sangat fatal. Bukan hanya bagi dirinya sendiri, melainkan
menjadi pukulan telak bagi seluruh umat muslim di dunia.

Dengan mempelajari Moslem Mindset, kita akan dikenalkan dengan Islam yang
sebenarnya. Sesuai dengan pokok permasalahan yang ketiga, di mana kita selama ini
mengerjakan sesuatu ketika kita tahu “siapa” yang memerintahkannya. Jika kita tidak
tahu sama sekali “siapa” nya, maka jelas semangat beragama kita akan lembek.
Apalagi di tingkat selanjutnya, di mana ketika kita belum mengenal Allah, maka tak
heran ibadah kita masih malas-malasan.

Karena itulah amat penting bagi kita untuk memperlajari Moslem Mindset.
Diharapkan kita dapat membangun pola pikir kita agar sesuai dengan apa yang Rasul
SAW ajarkan. Kelak, semoga kita semua diakui sebagai bagian dari umatnya di hari
akhir nanti. So, tunggu lanjutan materi dari Moslem Mindset ini, ya. Semoga
bermanfaat.

Moslem Midset
Profil Penulis

Milki Muhammad Faisal S. Si, M. Si, atau akrab disapa a


Milki adalah seorang Konseptor, Pengajar, sekaligus
Wirausahawan dari Cianjur. Beliau lahir tanggal 18 April tahun
1988. Masa kecilnya dihabiskan di kampung halamannya,
Bojongherang bersama keluarga besar kakeknya K.H. Raden
Halim. Beliau sudah menikah dan menjadi seorang ayah dengan 2
anak.

Beliau sempat mengenyam pendidikan pesantren di Madrasan Tsanawiyah


Tanwiriyah Cianjur. Kemudian, beliau melanjutkan masa pendidikannya di SMAN 1
Cianjur Angkatan 2003-2006. A Milki mendapatkan gelar sarjana pertama pada tahun
2006-2012 di Universitas Pendidikan Indonesia jurusan Matematika, kemudian
meneruskan studi S2 Administrasi Pendidikan Menara Siswa di Bogor tahun 2014-
2016.

Kini, a Milki bergerak di bidang pendidikan yakni sebagai Pengasuh Ponpes Al-
Halim. Beliau juga merupakan Founder Moslem Mindset dan Dakwah bil Business.
Di bidang kewirausahaan, A Milki adalah Pemilik Kedai Ladanya, sebuah Kedai
Makanan Cepat Saudi bertema Jepang di kawasan Joglo, Cianjur.

A Milki juga terkenal aktif di masyarakat. Beliau merupakan Pengurus Lembaga


Kajian Ekonomi Syariah MUI Kab. Cianjur, Bendahara Lembaga Perekonomian
Nahdhotul Ulama, Pengurus Bidang Ekonomi Ikatan Cendikiawan Muslim se-
Indonesia(ICMI) Wilayah Jawa Barat, serta Ketua Bidang Pengembangan Bisnis
Ekonomi Kreatif dan Kewirausahaan Masyarakat Ekonomi Syariah(MESI)Cianjur.

Buku ini merupakan buku pertama yang beliau luncurkan. Rencananya, beliau
akan menulis part-part berikutnya dari sekuel Moslem Mindset ini. Untuk
mendapatkan informasi lebih lengkap tentang A Milki maupun Moslem Mindset,
silahkan kunjungi kami di akun Instagram @amilki.kaila dan akun facebook Amilki
Muhammad Faisal.

Moslem Midset

Anda mungkin juga menyukai