Anda di halaman 1dari 12

NAMA : DIAN SARI

NIM : A031171703
RMK AUDIT ENTITAS SYARI'AH

BISNIS LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH


Lembaga Keuangan Syari'ah adalah sebuah lembaga keuangan yang prinsip
operasinya berdasarkan pada prinsip-prinsip syari'ah Islamiah. Operasional lembaga
keuangan Islam harus menghindar dari riba, gharar dan maisir. Hal- hal tersebut sangat
diharamkan dan sudah diterangkan dalam AlQuran dan Al- Hadist. Tujuan utama mendirikan
lembaga keuangan Islam adalah untuk menunaikan perintah Allah dalam bidang ekonomi dan
muamalah serta membebaskan masyarakat Islam dari kegiatan-kegiatan yang dilarang oleh
agama Islam. Untuk melaksanakan tugas ini serta menyelesaikan masalah yang
memerangkap umat Islam hari ini, bukanlah hanya menjadi tugas seseorang atau sebuah
lembaga, tetapi merupakan tugas dan kewajiban setiap muslim. Menerapkan prinsip-prinsip
Islam dalam berekonomi dan bermasyarakat sangat diperlukan untuk mengobati penyakit
dalam dunia ekonomi dan sosial yang dihadapi oleh masyarakat.

Lembaga keuangan Syariah pada operasionalnya memiliki prinsip-prinsip yaitu:


 Prinsip keadilan yaitu berbagi untung atas dasar penjualan riil yang disesuaikan
dengan kontribusi dan risiko masing-masing pihak.

 Prinsip kemitraan yaitu posisi nasabah penyimpan dana, pengguna dana, dan lembaga
keuangan sejajar dengan mitra usaha yang saling sinergi dengan tujuan untuk
memperoleh keuntungan.

 Prinsip transparansi yaitu prinsip yang menekankan bahwa lembaga keuangan Syariah
selalu memberikan pelaporan keuangan secara terbuka dan secara berkesinambungan
agar nasabah penyimpan dana (investor) dapat memantau dan mengetahui kondisi
perihal dananya.

 Prinsip universal yaitu prinsip yang tidak membeda-bedakan agama, ras, suku dan
golongan dalam masyarakat. Hal ini disesuaikan dengan prinsip dalam agama Islam
sebagai rahmatan lil ‘alamin.
Untuk membedakan antara Lembaga Syariah dan Non-Syariah dapat dilihat dari ciri-
ciri khusus lembaga Syariah. Lembaga keuangan Syariah memiliki ciri-ciri yaitu Lembaga
keuangan Syariah diharuskan sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah saat menerima
titipan dan investasi. Hubungan antara pengguna dana, penyimpan dana (investor), dan
lembaga keuangan Syariah sebagai intermediary institution. Hal ini didasarkan pada
kemitraan bukan hubungan antara kreditur dan debitur. Bisnis dalam lembaga ini tidak hanya
dikhususkan atau berpusat pada profit (keuntungan) tetapi juga menguatamakan falah
oriented. Yang dimaksud falah oriented yaitu kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di
akhirat.
MACAM-MACAM AKAD DALAM AKAD LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
A. AKAD TABARRU’
Akad tabarru’ merupakan segala macam perjanjian yang menyangkut transaksi
nirlaba yang tidak mencari keuntungan (not for profit), Akad tabarru’ dilakukan
dengan tujuan tolong-menolong dalam rangka berbuat kebaikan. Dalam akad tabarru’,
pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak mensyaratkan dan mengharapkan
imbalan apapun kepada pihak lainnya, Pada hakekatnya, akad tabarru’ adalah akad
melakukan kebaikan yang mengharapkan balasan dari Allah SWT semata. Contoh
akad-akad tabarru’ adalah qard, rahn, hiwalah, wakalah, kafalah, wadi’ah, hibah,waqf,
shadaqah,hadiah, dll.
Pada dasarnya dalam akad tabarru’ ada dua hal yaitu memberikan sesuatu atau
meminjamkan sesuatu baik objek pinjamannya berupa uang atau jasa.
1. Dalam bentuk meminjamkan uang
Ada tiga jenis akad dalam bentuk meminjamkan uang yakni :
a. Qard, merupakan pinjaman yang diberikan tanpa adanya syarat apapun
dengan adanya batas jangka waktu untuk mengembalikan pinjaman uang
tersebut.
b. Rahn adalah menahan salah satu harta milik sipeminjam sebagai jaminan
atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki
nilai ekonomis, dengan demikian pihak yang menahan memperoleh
jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya
c. Hiwalah, merupakan bentuk pemberian pinjaman uang yang bertujuan
mengambil alih piutang dari pihak lain atau dengan kata lain adalah
pemindahan hak atau kewajiban yang dilakukan seseorang (pihak pertama)
yang sudah tidak sanggup lagi untuk membayarnya kepada pihak kedua
yang memiliki kemampuan untuk mengambil alih atau untuk menuntut
pembayaran utang dari/atau membayar utang kepada pihak ketiga
2. Dalam bentuk meminjamkan Jasa
Ada tiga jenis akad dalam meminjamkan jasa yakni :
a. Wakalah, merupakan akad pemberian kuasa (muwakkil) kepada penerima
kuasa (wakil) untuk melaksanakan suatu tugas (taukil) atas nama pemberi
kuasa. Dapat dilakukan dengan cara kita melakukan sesuatu baik itu
bentuknya jasa , keahlian, ketrampilan atau lainya yang kita lakukan atas
nama orang lain.
b. Wadi’ah, dapat dilakukan dengan cara kita memberikan sebuah jasa untuk
sebuah penitipan atau pemeliharaan yang kita lakukan sebagai ganti orang
lain yang mempunyai tanggungan. Wadi’ah adalah akad penitipan barang
atau jasa antara pihak yang mempunyai barang atau uang dengan pihak
yang diberi kepercayaan dengan tujuan menjaga keselamatan, keamanan,
serta keutuhan barang atau uang tersebut.
Pembagian wadi’ah sebagai berikut :
 Wadi’ah Yad Al-Amanah : Akad Wadiah dimana barang yang
dititipkan tidak dapat dimanfaatkan oleh penerima titipan dan
penerima titipan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau
kehilangan barang titipan selama si penerima titipan tidak lalai.
 Wadi’ah Yad Ad-Dhamanah : Akad Wadiah dimana barang atau
uang yang dititipkan dapat dipergunakan oleh penerima titipan
dengan atau tanpa ijin pemilik barang. dari hasil penggunaan
barang atau uang ini si pemilik dapat diberikan kelebihan
keuntungan dalam bentuk bonus dimana pemberiannya tidak
mengikat dan tidak diperjanjikan.
 Kafalah : Akad pemberian jaminan yang diberikan satu pihak
kepada pihak lain dimana pemberi jaminan bertanggung jawab atas
pembayaran kembali suatu hutang yang menjadi hak penerima
jaminan.
3. Dalam bentuk pemberian
Yang termasuk ke dalam bentuk akad memberikan sesuatu adalah akad-akad :
hibah, wakaf, shadaqah, hadiah, dll. Dalam semua akad-akad tersebut, si pelaku
memberikan sesuatu kepada orang lain. Bila penggunaannya untuk kepentingan
umum dan agama, maka akadnya dinamakan wakaf. Objek wakaf ini tidak boleh
diperjual belikan begitu sebagai aset wakaf. Sedangkan hibah dan hadiah adalah
pemberian sesuatu secara sukarela kepada orang lain.

B. AKAD TIJARAH
Akad Tijarah adalah akad yang berorientasi pada keuntungan komersial (for profit
oriented). Dalam akad ini masing-masing pihak yang melakukan akad berhak untuk
mencari keuntungan. Contoh akad tijarah adalah akad-akad investasi, jual-beli, sewa-
menyewa dan lain – lain. Pembagian akad tijarah dapat dilihat dalam skema akad
dibawah ini.

Pembagian berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang diperoleh akad tijarah dibagi
menjadi dua yaitu Natural Uncertainty Contract (NUC) dan Natural Certainty
Contrats (NCC).
1. Natural Certainty Contracts (NCC)
Natural Certainty Contracts adalah kontrak/akad dalam bisnis yang memberikan
kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah maupun waktunya. Cash flow-nya
bisa diprediksi dengan relatif pasti, karena sudah disepakati oleh kedua belah
pihak yangbertransaksi di awal akad. Kontrak-kontrak ini secara menawarkan
return yang tetap dan pasti. Objek pertukarannya (baik barang maupun jasa) pun
harus ditetapkan di awal akad dengan pasti, baik jumlahnya (quantity), mutunya
(quality), harganya (price), dan waktu penyerahannya (time of delivery). Yang
termasuk dalam kategori ini adalah kontrak-kontrak jual-beli, upah-mengupah,
sewa-menyewa.

Macam – Macam Natural Certainty Contracts (NCC) sebagai berikut :


1. Akad Jual Beli
a. Bai’ naqdan adalah jual beli biasa yang dilakukan secara tunai. Dalam jual
beli ini bahwa baik uang maupun barang diserahkan di muka pada saat
yang bersamaan, yakni di awal transaksi (tunai).
b. Bai’ muajjal adalah jual beli dengan cara cicilan. Pada jenis ini barang
diserahkan di awal periode, sedangkan uang dapat diserahkan pada periode
selanjutnya. Pembayaran ini dapat dilakukan secara cicilan selama periode
hutang, atau dapat juga dilakukan secara sekaligus di akhir periode.
c. Murabahah adalah jual beli dimana besarnya keuntungan secara terbuka
dapat diketahui oleh penjual dan pembeli.
d. Salam adalah akad jual beli barang dengan cara pemesanan dan
pembayaran harga lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu.
e. Istisna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang
tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara
pemesan (Pembeli, Mustashni’) dan penjual (Pembuat, shani’).
2. Akad Sewa-Menyewa
a. Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas suatu barang atau jasa
dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
b. Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) adalah Ijarah yang membuka
kemungkinan perpindahan kepemilikan atas objek ijarahnya pada akhir
periode.
c. Ju’alah adalah akad ijarah yang pembayarannya didasarkan kepada kinerja
objek yang disewa /diupah.
2. Natural Uncertainty Contracts (NUC)
Natural Uncertainty Contracts adalah kontrak/akad dalam bisnis yang tidak
memberikan kepastian pendapatan, baik dari segi jumlah maupun waktunya.
Dalam NUC, pihak-pihak yang bertransaksi saling mencampurkan asetnya (baik
real assets maupun financial assets) menjadi satu kesatuan, dan kemudian
menanggung resiko bersama-sama untuk mendapatkan keuntungan. Di sini,
keuntungan dan kerugian ditanggung bersama. Yang termasuk dalam kontrak ini
adalah kontrak-kontrak investasi. Kontrak investasi ini tidak menawarkan
keuntungan yang tetap dan pasti.

Macam – Macam Natural Uncertainty Contracts (NUC) adalah sebagai berikut:


1. Musyarakah
Menurut Syafi’i Antonio Akad Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua
pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa
keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.
Macam – macam musyarakah :
a. Mufawadha : Akad kerjasama dimana masing-masing pihak memberikan
porsi dana yang sama. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan dan
kerugian ditanggung bersama.
b. Inan : Akad kerjasama dimana pihak yang bekerjasama memberikan porsi
dana yang tidak sama jumlahnya. Keuntungan dibagi sesuai dengan
kesepakatan dan kerugian ditanggung sebesar porsi modal.
c. Wujuh : Akad kerjasama dimana satu pihak memberikan porsi dana dan
pihak lainnya memberikan porsi berupa reputasi. Keuntungan dibagi
sesuai dengan kesepakatan dan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi
modal, pihak yang memberikan dana akan mengalami kerugian kehilangan
dana dan pihak yang memberikan reputasi akan mengalami kerugian
secara reputasi.
d. Abdan : Akad kerjasama dimana pihak-pihak yang bekerjama bersama-
sama menggabungkan keahlian yang dimilikinya. Keuntungan dibagi
berdasarkan kesepakatan dan kerugian ditanggung bersama. dengan akad
ini maka pihak yang bekerjasama akan mengalami kerugian waktu jika
mengalami kerugian.
2. Mudharabah
Mudharabah merupakan akad kerjasama dimana satu pihak menginvestasikan
dana sebesar 100 persen dan pihak lainnya memberikan porsi keahlian.
Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan dan kerugian sesuai dengan porsi
investasi.
Macam – Macam Mudharabah :
a. Mudharabah Mutlaqah : Akad mudharabah dimana dana yang
diinvestasikan bebas untuk digunakan dalam usaha oleh pihak lainnya.
b. Mudharabah Muqayadah : dana yang diinvestasikan digunakan dalam
usaha yang sudah ditentukan oleh pemberi dana.
c. Muzara’ah : Akad Syirkah dibidang pertanian yang digunakan untuk
pertanian tanaman setahun
d. Musaqah : Akad Syirkah di bidang pertanian dimana digunakan untuk
pertanian tanaman tahunan.
e. Mukharabah : Akad Muzara’ah dimana bibitnya berasal dari pemilik tanah
PRAKTIK AUDIT SYARIAH DI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH (LKS)
Audit syariah adalah sebuah proses pemeriksaan sistematis atas kepatuhan seluruh
aktivitas LKS terhadap prinsip syariah yang meliputi laporan keuangan, produk, penggunaan
IT, proses operasi, pihak-pihak yang terlibat dalam aktivitas bisnis LKS, dokumentasi dan
kontrak, kebijakan dan prosedur serta aktvitas lainnya yang memerlukan ketaatan terhadap
prinsip syariah (Sultan, 2007; Yaacob, 2012 dalam Mardiyah dan Mardian, 2015). Tujuan
utama auditing LKS adalah untuk memberikan opini atas laporan keuangan yang disiapkan
manajemen (perusahaan), dalam semua aspek material telah sesuai dengan hukum dan prinsip
syariah, AAOIFI, dan standar akuntansi nasional negara bersangkutan. Dengan kata lain audit
dalam LKS tidak hanya terbatas pada peraturan umum audit finansial tetapi juga pandangan
syariah. Diskusi tentang praktik audit syariah di lembaga keuangan syariah berfokus pada
empat masalah utama audit syariah, yaitu kerangka kerja (framework) audit syariah, ruang
lingkup (scope) audit syariah, independensi (independence) auditor syariah dan kualifikasi
(qualification) auditor Syariah.

2.3 PERENCANAAN DAN PROSEDUR AUDIT


Perencanaan audit adalah total lamanya waktu yang dibutuhkan oleh auditor untuk
melakukan perencanaan audit awal sampai pada pengembangan rencana audit dan
program audit menyeluruh. Keberhasilan penyelesaian perikatan audit sangat ditentukan
oleh kualitas perencanaan audit yang dibuat oleh auditor. Adapun pengertian
perencanaan audit menurut pakar-pakar, yaitu:
a. Menurut standar pekerja lapangan pertama Profesional Akuntan Publik
(SPAP) mensyaratkan adanya perencanaan yang memadai -baiknya dan
menerus selama audit, auditor sebagai penanggung jawab akhir atas audit
dapat mendelegasikan sebagian fungsi perencanaan dan supervise auditnya
dalam kantor akuntan nya (asisten).
b. Menurut Standar Auditing 316 dalam Standar Profesional Akuntan Publik (IAI,
2001) mensyaratkan agar auditing dirancang untuk memberikan keyakinan
memadai atas pendeteksian salah saji yang material dalam laporan keuangan.
Perencanaan menyajikan tujuan yang sama dalam audit seperti dalam perencanaan
pribadi untuk kuliah atau dalam perencanaan bisnis untuk pengembangan produk
baru seperti komputer personal. Dalam setiap hal, perencanaan menghasilkan
pengaturan atas urutan dari bagian-bagian atau langkah-langkah untuk mencapai tujuan
yang diinginkan. Perencanaan audit melibatkan pengembangan suatu strategi menyeluruh
untuk pelaksanaan dan penentuan lingkup audit yang diharapkan.

Perencanaan audit meliputi:


a) Pemahaman atas prinsip dasar syariah, bisnis bank syariah, risiko-risiko yang
ada, struktur manajemen risiko, sistem akun tansi dan pengendalian intern.
b) Penilaian atas risiko bawaan (Inherent risk) dan risiko pengendalian (Control
risk).
c) Penentuan waktu dan prosedur audit yang akan dilaksanakan.
d) Pertimbangan masalah asumsi kelangsungan usaha (Going concern).

Tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam perencanaan auditing agar auditing yang
dilakukan mendapatkan hasil sesuai dengan yang diharapkan yaitu:
o Mempertimbangkan risiko audit.
o Menetapkan strategi audit awal untuk asersi-asersi.
o Mendapatkan pemahaman tentang struktur pengendalian intern klien.

Seperti yang terlihat dalam urutan diatas, tahapan-tahapan yang harus dilakukan:
1. Mendapatkan pemahaman tentang bisnis dan bidang usaha klien.
2. Melaksanakan prosedur dan analitis.
3. Menetapkan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas.
4. Mempertimbangkan risiko audit.
5. Menetapkan strategi audit awal untuk asersi-asersi.
6. Mendapatkan pemahaman tentang struktur pengendalian intern klien.

Prosedur Perencanaan Auditing


Prosedur yang dapat dipertimbangkan oleh auditor dalam perencanaan dan supervisi
biasanya mencakup review terhadap catatan auditor yang berkaitan dengan satuan usaha
dan diskusi dengan staf lain dalam kantor akuntan dan pegawai satuan usaha tersebut.
Beriku beberapa prosedur yang dapat dilakukan :
1. Me-review arsip korespondensi, kertas kerja, arsip permanent, laporan keuangan,
dan laporan audit tahun lalu.
2. Membahas masalah-masalah yang berdampak terhadap audit dengan staf kantor
akuntan yang bertanggung jawab atas jasa non audit bagi satuan usaha.
3. Mengajukan pertanyaan tentang perkembangan bisnis saat ini yang berdampak
terhadap satuan usaha.
4. Membaca laporan keuangan interim tahun berjalan.
5. Membicarakan tipe, luas, dan waktu audit dengan manajemen, dewan komisaris,
atau komite audit.
6. Mempertimbangkan dampak diterapkannya pernyataan standar akuntansi dan
standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia, terutama yang baru.
7. Mengkoordinasikan bantuan dari pegawai satuan usaha dalam penyiapan data.
8. Menentukan luasnya keterlibatan, jika ada, konsultan, spesialis, dan auditor intern.
9. Membuat jadwal pekerjaan audit (time schedule).
10. Menentukan dan mengkoordinasikan kebutuhan staf audit.
11. Melaksanakan diskusi dengan pihak pemberi tugas untuk memperoleh tambahan
informasi tentang tujuan audit yang akan dilaksanakan sehingga auditor dapat
mengantisipasi dan memberikan perhatian terhadap hal-hal yang berkaitan yang
dipandang perlu.

Elemen-elemen Perencanaan Audit


Bagian utama dari perencanaan audit, yaitu perencanaan awal (preplanning),
mendapatkan informasi dasar mengenai klien, mendapatkan informasi mengenai kewajiban
hukum klien, menilai materialitas dan risiko, memahami struktur pengendalian internal
serta menetapkan risiko pengendalian, dan mengembangkan keseluruhan rencana dan
program audit.
1. Perencanaan Awal
Kebanyakan perencanaan awal dibuat pada permulaan kerja audit, sering kali
dalam kantor klien, sejauh hal ini dianggap praktis. Perencanaan awal
menyangkut keputusan apakah akan menerima atau melanjutkan pelaksanaan
audit bagi klien, menilai alasan-alasan klien untuk dilakukannya audit, memilih
staf untuk dilakukannya audit, dan mendapatkan surat penugasan (engagement
letter). Perencanaan awal itu terdiri dari hal-hal berikut ini:
b) Menyelidiki klien baru
Sebelum menerima klien baru, kebanyakan kantor akuntan menyelidiki
perusahaan yang bersangkutan untuk memutuskan apakah klien itu dapat
diterima. Menyelidiki klien baru adalah hal yang penting bagi auditor
sebelum mereka memutuskan untuk menerima atau menolak klien tersebut.
Hal itu dilakukan dengan cara mengevaluasi prospek klien dalam lingkungan
usaha, stabilitas keuangan dan hubungan klien dengan kantor akuntan
terdahulu. Auditor pengganti diwajibkan untuk berhubungan dengan auditor
sebelumnya dan harus mendapatkan izin dari klien sebelum komunikasi
dilakukan.

c) Melanjutkan klien lama


Banyak kantor akuntan publik mengadakan evaluasi terhadap klien setiap
tahun untuk memutuskan apakah ada alasan untuk tidak meneruskan pekerjaan
auditnya. Untuk melanjutkan klien lama juga harus di evaluasi untuk
memutuskan apakah diterima atau tidak dapat dilanjutkan, penyebab tidak
bisa dilanjutkannya pemeriksaan karena perselisihan sebelumnya, jika terjadi
tuntutan hukum terhadap Kantor Akuntan Publik oleh klien.

d) Mengidentifikasi alasan klien untuk diaudit


Dua faktor utama yang mempengaruhi bahan bukti audit yang akan
dikumpulkan adalah siapa pemakai laporan dan maksud penggunaan laporan.
Auditor mungkin akan mengumpulkan lebih banyak bahan bukti audit jika
laporan digunakan secara luas.

e) Staf untuk penugasan


Menentukan staf yang pantas untuk penugasan adalah penting untuk
memenuhi standar auditing yang telah ditetapkan dan meningkatkan efisiensi
audit. Pertimbangan yang mempengaruhi penyusunan staf adalah perlunya
kesinambungan (kontinuitas) dari tahun ke tahun.

e) Memperoleh surat penugasan


Tujuan dibuatnya surat penugasan adalah untuk mengurangi salah pengertian
sehingga harus dibuat secara tertulis. Surat penugasan adalah kesepakatan antara
Kantor Akuntan Publik (KAP) dengan klien, isi dari surat tersebut adalah
menyatakan batasan dari penugasan, batas waktu, dan bantuan akan diberikan
atau daftar rincian yang perlu disiapkan untuk auditor.
2. Memperoleh informasi mengenai latar belakang klien
Auditor harus memiliki tentang ciri-ciri lingkungan kegiatan perusahaan klien
yang akan diaudit yang berguna sebagai acuan dalam menentukan surat penugasan
atau perlu tidaknya prosedur-prosedur audit khusus. Hal-hal yang harus dilakukan
untuk memperoleh informasi sehingga dapat memahami latar belakang klien
adalah dengan cara: Memahami bidang usaha dan industri klien, meninjau pabrik
dan kantor, meninjau kebijakan perusahaan, mengidentifikasi pihak-pihak yang
mempunyai hubungan istimewa, dan mengevaluasi apakah dibutuhkan ahli dari
luar.

3. Memperoleh informasi mengenai kewajiban hukum klien


Faktor-faktor yang menyangkut lingkungan hukum industri klien mempunyai
dampak besar terhadap hasil audit. Pengetahuan auditor untuk menafsirkan fakta
yang berkaitan selama pekerjaan berlangsung akan meyakinkan bahwa
pengungkapan yang semestinya telah dilaksanakan dalam laporan keuangan.
Dalam hal ini dokumen-dokumen hukum yang penting untuk diperiksa oleh auditor
adalah Akta pendirian dan anggaran dasar perusahaan, notulen rapat, dan kontrak.
4. Menilai materialitas dan risiko
Materialitas dan risiko merupakan hal yang penting dalam perencanaan audit dan
dalam perancangan pendekatan audit.

5. Memahami struktur pengendalian internal serta menetapkan risiko


pengendalian.

6. Mengembangkan keseluruhan rencana dan program audit.


Untuk melaporkan serta memberikan pendapat yang tepat maka auditor harus
melakukan wawancara, melakukan pemeriksaan dan meneliti keaslian bukti-
bukti. Guna mempermudah pelaksanaan maka auditor harus menyusun program
yang direncanakan secara logis untuk prosedur-prosedur audit bagi setiap
pemeriksaan. Program pemeriksaan juga merupakan suatu alat pengendalian
dimana pemeriksa dapat menyesuaikan pemeriksaannya dengan anggaran dan
jadwal yang telah ditetapkan dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)
dalam hal ini Ikatan Akuntansi Indonesia (2001:311.3) menyatakan bahwa : sifat,
luas, dan saat pekerjaan yang harus dilaksanakan dan harus membuat suatu
program audit secara tertulis. Program audit membantu auditor dalam memberikan
perintah kepada asisten mengenai pekerjaan yang harus dilakukan. Bentuk program
audit dan tingkat kerincian nya

Anda mungkin juga menyukai