A. Konsep Audit Bank Syari’ah Dalam film Titanic ketika kapalnya karam maka dia akan menyenggol dari bagian sisi bahu dibawahnya, dari sini terdapat korelasi dengan audit perbankan syari’ah. Contohnya pada bagian teller atau kasir terdapat selisih-selisih teller yang mungkin awalnya masih bisa ditutupi dengan uangnya teller, namun ketika selisih tersebut diaudit oleh auditor maka akan ditelusuri apakah akan ada kemungkinan resiko yang jauh lebih tinggi. Selanjutnya contoh pada bagian marketing sering terjadi mark-up pada nilai transaksi yaitu jaminan dengan harapan nasabah mendapatkan lafon yang lebih tinggi. Ketika satu nasabah ditemukan demikian maka akan ditelusuri portofolio yang mana yang digunakan. Kasus selanjutnya yaitu terdapat marketing yang minta uang kepada nasabah secara diam-diam, suatu saat nasabah akan mengkomplen terkait tindakan marketing ini, hal ini bisa diaudit oleh auditor. Didalam islam audit sudah dijelaskan dalam Al-Quran maupun hadits. Salah satunya dalam surah Al-Hujurat yang mana menjelaskan bahwa ketika seorang karyawan melakukan kesalahan maka kita sebagai auditor harus bersikap su’udzon untuk hal ini. Dalam surah Infithor ayat 10-12 yang menjelaskan bahwa di bahu kiri dan kanan kita ada auditor yaitu kedua malaikat pencatat amal baik dan buruk kita. Dan nanti di audit betul-betul di akhirat, begitupun bagi kita yang kerja di bank segala sesuatu tindakan yang dilakukan harus di audit oleh auditor. Dalam surah Al-Insiqoq juga menjelaskan bahwa setiap audit harus ada rekomendasi, apakah audit ini baik atau tidak yang harus disampaikan oleh auditor kepada top manajemen perusahaan. B. Paradigma Audit Dulu paradigma audit yang digunakan yaitu paradigma polismen, namun sekarang menggunakan strategic partner dimulai dari tahun 2000-an. Strategic partner yaitu diman auditor dibutuhkan oleh audity, auditor juga memberikan rekomendasi kepada pebankan yang sangat bermanfaat untuk pihak manajemen maupun audity. Dalam konsep audit harus membuat bobot resiko, untuk mengukur audit yang mana yang paling beresiko untuk perbankan. Terdapat juga assurance, dimana berfungsi untuk mengecek apakah sudah sesuai prosedur atau belum pembukuannya, selanjutnya yaitu consulting yang berfungsi untuk mengetahui akar permasalahan dari temuan-temuan tersebut. Selanjutnya yaitu mengidentifikasi penyimpagan- penyimpangan dari ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Paradigma audit saat ini akan mengetahui akar permasalahannya, kemudian memberikan solusi dari permasalahan tersebut. Saat ini auditor merupakan pekerjaan yang sangat komprehensif, jadi para auditor harus senantiasa di training. Auditor syari’ah dulu memiliki konsep bahwa yang menjadi auditor yaitu khusus orang-orang yang alumni pondok pesantren dan lainnya, namun auditor syari’ah saat ini bisa juga dari kalangan orang biasa karena saat ini sudah ada DPS (Dewan Pengawas Syari’ah) sebagai back-up untuk para auditor-auditor. Audit Universe merupakan audit yang kita lakukan dari semua aspek atau dari unit-unit keuangan. Dalam perbankan syari’ah pasti ada SOP dan lainnya dan ini harus diaudit oleh auditor dan ini harus diubah 1-2 tahun sekali. Selanjutnya kita lihat apakah SOP ini bisa di praktekkan atau tidak oleh perbankan, SOP ini merupakan salah satu objek dari audit. Objek yang kedua yaitu proses audit dimana harus merujuk pada OJK. Objek selanjutnya yaitu pada SDI, dimana kita mengaudit proses merekrut karyawan dan bagaimana kenaikan gaji karyawan yang tidak dinilai dari grate masing-masing karyawan. Objek selanjutnya yaitu bagaimana cara perbankan mencapai goals yang ingin dicapai dalam satu periode. Selanjutnya yaitu shariah compliance, semua yang kita audit harus sesuai dengan syari’ah dengan berkonsultasi dengan DPS. Terkadang ada beberapa kasus bahwa dalam satu cabang perbankan, bisa sampai dua kali audit oleh auditor karena memiliki resiko yang cukup besar, dan dilakukan satu kali dalam enam bulan. Sebagai auditor syari’ah selalu merujuk pada fatwa DSN MUI. C. Audit Atas Penerapan Konsep Perbakan Syari’ah Perbedaan bank konvensional dan syari’ah. Bank syari’ah sebagai intermediasi jasa keuangan syari’ah, manager investasi, investor dan sosial. Prinsip dasar operasi bank konvensional yaitu bebas nilai, uang sebagai komoditi jadi bisa diperjual belikan. Sedangkan di bank syari’ah tidak bebas nilai, uang sebagai alat tukar bukan komoditi, bunga sebagai basis perhitungan . Kemudian di bank konvensional bagi hasil, jual beli, dan sewa sistemnya bunga, namun di bank syari’ah basisnya mudharabah, musyarakah murabahah, dan ijarah. Di bank konven terdapat pasar uang yang mana hitungannya bunga, namun di bank syari’ah ada pasar uang syari’ah dimana terdapat sukuk syariah, obligasi syari’ah dll. Di bank konvensional tidak memikirkan nasabah untung ataupun rugi, namun di bank syari’ah anatara bank dan nasabah memiliki prinsip keadilan dan kejujuran. Di bank konvensional hanyaada dewan komisaris, namun di bank syari’ah terdapat dewan komisaris, DPS dan DSN. Perbedaan Secara Audit a. Audit syari’ah memegang acuan dari Al-Qur’an dan Hadits, Fatwa DSN, Opini DPS, Undang-undang PSAK syari’ah dan penentuan internal yang merujuk pada ketentuan eksternal. Akad-akad maupun produk pada audit syari’ah yang jelas harus sesuai dengan prinsip syari’ah yaitu berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadits serta meminta opini DPS. Budaya di bank syari’ah harus sesuai budaya yang sesuai syari’ah. b. Audit konvensional hanya merujuk pada undang-undang RI yang basisnya non- syari’ah, kemudian PSAK non-syari’ah dan yang jelas SOP tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadits. Kemudian secara akad dan produk bank konvensional hanya menggunakan hukum positif tidak fokus pada ketentuan dalam Al-Qur’an dan Hadits. Budaya di bank konvensional tidak ada ketentuan yang dijelaskan dalam SOP yang sesuai syari’ah. D. Audit Atas Produk Bank Syari’ah Financing Dari produk ini mengahsilkan produk bagi hasil, ujrah untuk dibagi pada pihak ketiga seperti giro, deposit, dll. Ini merupakan produk unggulan dari bank syari’ah. Kegiatan audit finance merupakan kegiatan audit mulai dari pembiayaan pencairan sampai pembiayaan tersebut lunas. Siklus financing : a. Permohonan nasabah b. Data-data oleh marketing (memvalidasi data-data apakah bisa dilanjutkan atau tidak) c. Informasi dari interview d. Catat e. Verifikasi data f. Proposal oleh nasabah Ketentuan yang harus dibiayai oleh bank syari’ah minimal calon nasabah telah menjalankan usaha selama 2 tahun, sehingga bank dapat menilai apakah calon nasabah tersebut layak mendapat pembiayaan dari bank syari’ah. Murobahah Murobahah yaitu akad jual beli dimana barang yang dibeli harus jelas, apakah ada kerusakan-kerusakannya ataupun yang lainnya. Dalam syari’ah murobahah tidak boleh dilakukan secara persentasi, namun harus real nilai yang dipaparkan. Syari’ah melihat kehalalan dari biaya administrasi harus dilakukan proses pengelompokan untuk menghindari riba. Pada umumnya akad murobahah menggunakan accrual basis. Biaya fee yang di lakukan oleh akad murobahah tidak ada masalah selama nashabah setuju dengan fee tersebut, namun jika nashabah tidak setuju maka tidak boleh ada fee. Tidak boleh ada fee yang dibrikan oleh petugas kepada nashabah, maka audit bisa mengaudit tindakan petugas bank tersebut. Bagi Hasil Bagi hasil dilakukan sesuaiakadyang telah disepakati oleh bank dengan nasabah, apakah menggunakan akad mudharabah ataukah musyarakah. a. Mudharabah, yaitu akad dimana bank 100% menyiapkan dana kemudian nashabah hanya menyumbang skill atau usaha, atau dalam kata lain Mudharabah adalah kerja sama dengan memberikan pinjaman modal kepada mudharib (debitur) dengan perjanjian yang disepakati antara kedua belah pihak demi mendapatkan laba usaha. Seperti produk kredit dalam bank konvensional. b. Musyarakah yaitu bank memberikan dana kemudian ikut campur juga dalam pelaksanaan usaha. Penentuan nisbah bagi hasil sesuai dengan kesepakatan nasabah dan bank. Dengan kata lain musyarakah adalah kerja sama antara dua pihak atau lebih dengan pembagian laba dan kerugian berdasarkan persentase dana yang digunakan untuk modal usaha. Seperti produk pembiayaan untuk usaha dalam bank konvensional. c. Dalam prakteknya, pengakuan pendapatan bagi hasil baik akad mudhorabah maupun musyarakah meggunakan cash basis, dan juga merujuk pada PSAK Syari’ah Kedua akad diatas harus memiliki bukti syirkah, merupakan bukti modal dari bank maupun nashabah. Ada pihak independen yang dapat menilai secara wajar untuk menjadi penilaiindepeen eksternal yang mana disepakati berapa bebannya, kemudian dari situ ditarik kesimpulan berapa syirkah antara bank dan nashabah. Laporan hasil usaha dibuat oleh nasabah, kemudian disetujui oleh bank sesuai dengan bukti syirkah yang telah di tentukan. Akad dibuat secara terpisah, sesuai dengan akad dan ketentuan yang berlaku. Kalau jual beli maka harus menggunakan akad jual beli, begitupun dengan akad- akad yang lainnya sesuai dengan kesepakan kedua belah pihak mau menjalankan usaha sesuai dengan akad yang mana.