Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK PROFESI NERS KEPERAWATAN MATERNITAS

ASUHAN PADA BAYI SEGERA SETELAH LAHIR DENGAN IBU COVID-19

DISUSUN OLEH :

VELISIA DWI PUSPITA ARDI

1611116179

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS RIAU

2020
1. Definisi COVID-19
Coronavirus disease 2019 (COVID-19) merupakan penyakit yang disebabkan oleh
severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) (Felicia, 2020).
Coronavirus merupakan virus RNA strain tunggal positif, berkapsul dan tidak
bersegmen. Coronavirus tergolong ordo Nidovirales, keluarga Coronaviridae.
2. Epidemiologi
Sampai tanggal 8 Oktober 2020 didapatkan sebanyak 36.542.723 kasus di seluruh
dunia dan menyebabkan 1.062.360 orang meninggal akibat COVID-19. Dengan
Amerika Serikat dengan total 7.834.289 kasus. Indonesia dengan 324.658 kasus.
Berdasarkan berita dari Kementerian Kesehatan hingga 30 Mei 2020 terdapat 1.851
kasus pada anak beruasi kurang dari 18 tahun dan terdaapt 29 kematian anak yang
dilaporkan akibat COVID-19. (Kompas, 2020).
3. Etiologi
Bagian ini mendeskripsikan secara singkat kemungkinan-kemungkinan moda
transmisi SARS-CoV-2, termasuk transmisi kontak, droplet (percikan), melalui udara
(airborne), fomit, fekal-oral, melalui darah, ibu ke anak, dan binatang ke manusia.
Infeksi SARSCoV-2 umumnya menyebabkan penyakit pernapasan ringan hingga
berat dan kematian, sedangkan sebagian orang yang terinfeksi virus ini tidak pernah
menunjukkan gejala.
1. Transmisi kontak dan droplet
Transmisi SARS-CoV-2 dapat terjadi melalui kontak langsung, kontak tidak
langsung, atau kontak erat dengan orang yang terinfeksi melalui sekresi seperti air
liur dan sekresi saluran pernapasan atau droplet saluran napas yang keluar saat
orang yang terinfeksi batuk, bersin, berbicara, atau menyanyi. Droplet saluran
napas memiliki ukuran diameter > 5-10 μm sedangkan droplet yang berukuran
diameter ≤ 5 μm disebut sebagai droplet nuclei atau aerosol. Transmisi droplet
saluran napas dapat terjadi ketika seseorang melakukan kontak erat (berada dalam
jarak 1 meter) dengan orang terinfeksi yang mengalami gejala-gejala pernapasan
(seperti batuk atau bersin) atau yang sedang berbicara atau menyanyi; dalam
keadaan-keadaan ini, droplet saluran napas yang mengandung virus dapat
mencapai mulut, hidung, mata orang yang rentan dan dapat menimbulkan infeksi.
Transmisi kontak tidak langsung di mana terjadi kontak antara inang yang rentan
dengan benda atau permukaan yang terkontaminasi (transmisi fomit) juga dapat
terjadi (dibahas di bawah).
2. Transmisi melalui udara
Transmisi melalui udara didefinisikan sebagai penyebaran agen infeksius yang
diakibatkan oleh penyebaran droplet nuclei (aerosol) yang tetap infeksius saat
melayang di udara dan bergerak hingga jarak yang jauh. Transmisi SARS-CoV-2
melalui udara dapat terjadi selama pelaksanaan prosedur medis yang
menghasilkan aerosol (“prosedur yang menghasilkan aerosol”). WHO, bersama
dengan kalangan ilmuwan, terus secara aktif mendiskusikan dan mengevaluasi
apakah SARS-CoV-2 juga dapat menyebar melalui aerosol, di mana prosedur
yang menghasilkan aerosol tidak dilakukan terutama di tempat dalam ruangan
dengan ventilasi yang buruk, Transmisi SARS-CoV-2 – implikasi untuk
kewaspadaan pencegahan infeksi: Pernyataan keilmuan -2- Pemahaman akan
fisika embusan udara dan fisika aliran udara telah menghasilkan hipotesis-
hipotesis tentang kemungkinan mekanisme transmisi SARS-CoV-2 melalui
aerosol.

3. Patogenesis dan Patofisiologi

Kebanyakan Coronavirus menginfeksi hewan dan bersirkulasi di hewan.


Coronavirus menyebabkan sejumlah besar penyakit pada hewan dan
kemampuannya menyebabkan penyakit berat pada hewan seperti babi, sapi, kuda,
kucing dan ayam. Coronavirus disebut dengan virus zoonotik yaitu virus yang
ditransmisikan dari hewan ke manusia. Banyak hewan liar yang dapat membawa
patogen dan bertindak sebagai vektor untuk penyakit menular tertentu. Kelelawar,
tikus bambu, unta dan musang merupakan host yang biasa ditemukan untuk
Coronavirus. Coronavirus pada kelelawar merupakan sumber utama untuk
kejadian severe acute respiratorysyndrome (SARS) dan Middle East respiratory
syndrome (MERS) (PDPI, 2020).

Coronavirus hanya bisa memperbanyak diri melalui sel host-nya. Virus tidak
bisa hidup tanpa sel host. Berikut siklus dari Coronavirus setelah menemukan sel
host sesuai tropismenya. Pertama, penempelan dan masuk virus ke sel host
diperantarai oleh Protein S yang ada dipermukaan virus.5 Protein S penentu utama
dalam menginfeksi spesies host-nya serta penentu tropisnya (Wang, 2020). Pada
studi SARS-CoV protein S berikatan dengan reseptor di sel host yaitu enzim
ACE-2 (angiotensin-converting enzyme 2). ACE-2 dapat ditemukan pada mukosa
oral dan nasal, nasofaring, paru, lambung, usus halus, usus besar, kulit, timus,
sumsum tulang, limpa, hati, ginjal, otak, sel epitel alveolar paru, sel enterosit usus
halus, sel endotel arteri vena, dan sel otot polos.20 Setelah berhasil masuk
selanjutnya translasi replikasi gen dari RNA genom virus. Selanjutnya replikasi
dan transkripsi dimana sintesis virus RNA melalui translasi dan perakitan dari
kompleks replikasi virus. Tahap selanjutnya adalah perakitan dan rilis virus (Fehr,
2015).Berikut gambar siklus hidup virus (gambar 1).

Setelah terjadi transmisi, virus masuk ke saluran napas atas kemudian


bereplikasi di sel epitel saluran napas atas (melakukan siklus hidupnya). Setelah
itu menyebar ke saluran napas bawah. Pada infeksi akut terjadi peluruhan virus
dari saluran napas dan virus dapat berlanjut meluruh beberapa waktu di sel
gastrointestinal setelah penyembuhan. Masa inkubasi virus sampai muncul
penyakit sekitar 3-7 hari (PDPI, 2020).

4. Manifestasi

Infeksi COVID-19 dapat menimbulkan gejala ringan, sedang atau berat.


Gejala klinis utama yang muncul yaitu demam (suhu >380C), batuk dan
kesulitan bernapas. Selain itu dapat disertai dengan sesak memberat, fatigue,
mialgia, gejala gastrointestinal seperti diare dan gejala saluran napas lain.
Setengah dari pasien timbul sesak dalam satu minggu. Pada kasus berat
perburukan secara cepat dan progresif, seperti ARDS, syok septik, asidosis
metabolik yang sulit dikoreksi dan perdarahan atau disfungsi sistem koagulasi
dalam beberapa hari. Pada beberapa pasien, gejala yang muncul ringan, bahkan
tidak disertai dengan demam. Kebanyakan pasien memiliki prognosis baik,
dengan sebagian kecil dalam kondisi kritis bahkan meninggal. Berikut sindrom
klinis yang dapat muncul jika terinfeksi. (PDPI, 2020). Berikut sindrom klinis
yang dapat muncul jika terinfeksi. (PDPI, 2020)

a. Tidak berkomplikasi

Kondisi ini merupakan kondisi teringan. Gejala yang muncul berupa


gejala yang tidak spesifik. Gejala utama tetap muncul seperti demam, batuk,
dapat disertai dengan nyeri tenggorok, kongesti hidung, malaise, sakit kepala,
dan nyeri otot. Perlu diperhatikan bahwa pada pasien dengan lanjut usia dan
pasien immunocompromises presentasi gejala menjadi tidak khas atau
atipikal. Selain itu, pada beberapa kasus ditemui tidak disertai dengan demam
dan gejala relative ringan. Pada kondisi ini pasien tidak memiliki gejala
komplikasi diantaranya dehidrasi, sepsis atau napas pendek.

b. Pneumonia ringan
Gejala utama dapat muncul seperti demam, batuk, dan sesak. Namun
tidak ada tanda pneumonia berat. Pada anak-anak dengan pneumonia tidak
berat ditandai dengan batuk atau susah bernapas

c. Pneumonia berat. Pada pasien dewasa:


1) Gejala yang muncul diantaranya demam atau curiga infeksi saluran napas
2) Tanda yang muncul yaitu takipnea (frekuensi napas: > 30x/menit),
distress pernapasan berat atau saturasi oksigen pasien <90% udara luar.
5. Pencegahan
Pencegahan utama adalah membatasi mobilisasi orang yang berisiko hingga
masa inkubasi. Pencegahan lain adalah meningkatkan daya tahan tubuh melalui
asupan makanan sehat, meperbanyak cuci tangan, menggunakan masker bila
berada di daerah berisiko atau padat, melakukan olah raga, istirahat cukup serta
makan makanan yang dimasak hingga matang dan bila sakit segera berobat ke
RS rujukan untuk dievaluasi. Hingga saat ini tidak ada vaksinasi untuk
pencegahan primer. Pencegahan sekunder adalah segera menghentikan proses
pertumbuhan virus, sehingga pasien tidak lagi menjadi sumber infeksi. Upaya
pencegahan yang penting termasuk berhenti merokok untuk mencegah kelainan
parenkim paru. Pencegahan pada petugas kesehatan juga harus dilakukan dengan
cara memperhatikan penempatan pasien di ruang rawat atau ruang intensif
isolasi. Pengendalian infeksi di tempat layanan kesehatan pasien terduga di ruang
instalasi gawat darurat (IGD) isolasi serta mengatur alur pasien masuk dan
keluar. Pencegahan terhadap petugas kesehatan dimulai dari pintu pertama pasien
termasuk triase. Pada pasien yang mungkin mengalami infeksi COVID-19
petugas kesehatan perlu menggunakan APD standar untuk penyakit menular.
Kewaspadaan standar dilakukan rutin, menggunakan APD termasuk masker
untuk tenaga medis (N95), proteksi mata, sarung tangan dan gaun panjang
(gown).
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah
1) Darah rutin lengkap: pada fase awal dapat ditemukan leukosit
meningkat, normal, atau leukopenia disertai limfopenia. Pada beberapa
kasus didapatkan trombositopenia
2) CRP: normal atau meningkat sementara
3) Prokalsitonin: normal/ meningkat pada fase lanjut
4) Untuk menilai komplikasi lakukan pemeriksaan fungsi hati, fungsi
ginjal, laktat, AGD, elektrolit, glukosa, HIV, dan pemeriksaan lain atas
indikasi.
b. Rontgen
1) Foto toraks:
a) Pada ODP dan PDP tanpa pneumonia tidak rutin dilakukan,
tergantung kondisi pasien dan penilaian dari klinisi.
b) Dilakukan pada PDP pneumonia, kasus probabel dan kasus
konfirmasi.
c) Hasil: sesuai gambaran pneumonia ringan sampai berat
d) Dapat ditemukanefusi pleura.
2) CT-scan toraks
a) Bisa dilakukan jika terindikasi dan kondisi memungkinkan
(pertimbangkan risiko penularan akibat membawa pasien ke ruang
CT-scan).
b) Pada tahap awal didapatkan gambaran multiple small plaques dan
interstitial changes, terutama di daerah perifer. Pada kondisi lanjut
bisa didapatkan bilateral multiple ground-glass opacity dan/atau
infiltrat.
c) Konsolidasi paru bisa didapatkan pada kasus yang berat.
3) Pemeriksaan untuk mendeteksi SARS-CoV-2 dengan metode RT-PCR
dan sequencing
a) Spesimen yang dikirim untuk pemeriksaan mikrobiologi adalah swab
nasofaring, sputum dan serum. Bila memungkinkan: bilasan bronkus,
bronchoalveolar lavage, dan bila menggunakan endotracheal tube
dapat berupa aspirat endotracheal.
b) Pengambilan spesimen nasofaring dan serum
4)Pemeriksaan rapid test
Pemeriksaan rapid test harus berhati-hati dalam
menginterpretasikan hasilnya dengan memperhatikan waktu kontak
dan timbulnya gejala mengingat false negative yang tinggi. Perlu
dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk mengkonfirmasi diagnosis.
5) Pemeriksaan lain yang terindikasi sesuai kondisi pasien
7. Prognosis
Hingga saat ini mortalitas mencapai 2% tetapi jumlah kasus berat mencapai 10%.
Prognosis bergantung pada derajat penyakit, ada tidaknya komorbid dan faktor
usia.
8. Asuhan Bagi Bayi Baru Lahir
a. Bayi baru lahir rentan terhadap infeksi virus COVID-19 dikarenakan belum
sempurna fungsi imunitasnya.
b. Bayi baru lahir dari ibu yang BUKAN ODP, PDP atau terkonfirmasi
COVID-19 tetap mendapatkan pelayanan neonatal esensial saat lahir (0 – 6
jam) yaitu pemotongan dan perawatan tali pusat, Inisiasi Menyusu Dini
(IMD), injeksi vit K1, pemberian salep/tetes mata antibiotik, dan imunisasi
Hepatitis B.
c. Bayi baru lahir dari ibu ODP, PDP atau terkonfirmasi COVID-19:
1) Tidak dilakukan penundaan penjepitan tali pusat (Delayed Chord
Clamping).
2) Bayi dikeringkan seperti biasa.
3) Bayi baru lahir segera dimandikan setelah kondisi stabil, tidak menunggu
setelah 24 jam
4) TIDAK DILAKUKAN IMD. Sementara pelayanan neonatal esensial
lainnya tetap diberikan.
d. Bayi lahir dari ibu hamil HbsAg reaktif dan COVID-19 terkonfirmasi dan
bayi dalam keadaan:
1) Klinis baik (bayi bugar) tetap mendapatkan pelayanan injeksi vitamin
K1 dan tetap dilakukan pemberian imunisasi Hepatitis B serta
pemberian HbIg (Hepatitis B immunoglobulin kurang dari 24 jam).
2) Klinis sakit (bayi tidak bugar atau tampak sakit) tetap mendapatkan
pelayanan injeksi vitamin K1 dan tetap dilakukan pemberian HbIg
(Hepatitis B immunoglobulin kurang dari 24 jam). Pemberian vaksin
Hepatitis B ditunda sampai keadaan klinis bayi baik (sebaiknya
dikonsultasikan pada dokter anak untuk penatalaksanaan vaksinasi
selanjutnya).
e. Bayi baru lahir dari ibu dengan HIV mendapatkan ARV profilaksis, pada usia
6-8 minggu dilakukan pemeriksaan Early Infant Diagnosis(EID) bersamaan
dengan pemberian imunisasi DPT-HB-Hib pertama dengan janji temu.
f. Bayi lahir dari ibu yang menderita sifilis dilakukan pemberian injeksi
Benzatil Penisilin sesuai Pedoman Neonatal Esensial.
g. Bayi lahir dari Ibu ODP dapat dilakukan perawatan RAWAT GABUNG di
RUANG ISOLASI KHUSUS COVID-19.
h. Bayi lahir dari Ibu PDP/ terkonfirmasi COVID-19 dilakukan perawatan di
ruang ISOLASI KHUSUS COVID-19, terpisah dari ibunya (TIDAK
RAWAT GABUNG).
i. Untuk pemberian nutrisi pada bayi baru lahir harus diperhatikan mengenai
risiko utama untuk bayi menyusui adalah kontak dekat dengan ibu, yang
cenderung terjadi penularan melalui droplet infeksius di udara. Sesuai dengan
protokol tatalaksana bayi lahir dari Ibu terkait COVID-19 yang dikeluarkan
IDAI adalah :
1) Bayi lahir dari Ibu ODP dapat menyusu langsung dari ibu dengan
melaksanakan prosedur pencegahan COVID-19 antara lain
menggunakan masker bedah, menjaga kebersihan tangan sebelum dan
setelah kontak dengan bayi, dan rutin membersihkan area permukaan di
mana ibu telah melakukan kontak.
2) Bayi lahir dari Ibu PDP/Terkonfirmasi COVID-19, ASI tetap diberikan
dalam bentuk ASI perah dengan memperhatikan:
a) Pompa ASI hanya digunakan oleh ibu tersebut dan dilakukan
pembersihan pompa setelah digunakan.
b) Kebersihan peralatan untuk memberikan ASI perah harus
diperhatikan.
c) Pertimbangkan untuk meminta bantuan seseorang dengan kondisi
yang sehat untuk memberi ASI.
d) Ibu harus didorong untuk memerah ASI (manual atau elektrik),
sehingga bayi dapat menerima manfaat ASI dan untuk menjaga
persediaan ASI agar proses menyusui dapat berlanjut setelah ibu
dan bayi disatukan kembali. Jika memerah ASI menggunakan
pompa ASI, pompa harus dibersihkan dan didesinfeksi dengan
sesuai.
e) Pada saat transportasi kantong ASI dari kamar ibu ke lokasi
penyimpanan harus menggunakan kantong spesimen plastik.
Kondisi penyimpanan harus sesuai dengan kebijakan dan kantong
ASI harus ditandai dengan jelas dan disimpan dalam kotak wadah
khusus, terpisah dengan kantong ASI dari pasien lainnya.

3) Ibu PDP dapat menyusui langsung apabila hasil pemeriksaan swab


negatif, sementara ibu terkonfirmasi COVID-19 dapat menyusui
langsung setelah 14 hari dari pemeriksaan swab kedua negatif.
j. Pada bayi yang lahir dari Ibu ODP tidak perlu dilakukan tes swab, sementara
pada bayi lahir dari ibu PDP/terkonfirmasi COVID-19 dilakukan
pemeriksaan swab dan sediaan darah pada hari ke 1, hari ke 2 (dilakukan saat
masih dirawat di RS), dan pada hari ke 14 pasca lahir.
k. Setelah 24 jam, sebelum ibu dan bayi pulang dari fasilitas kesehatan,
pengambilan sampel skrining hipotiroid kongenital (SHK) dapat dilakukan
oleh tenaga kesehatan. Idealnya waktu pengambilan sampel dilakukan pada
48 – 72 jam setelah lahir. Untuk pengambilan spesimen dari bayi lahir dari
Ibu ODP/PDP/terkonfirmasi COVID-19, tenaga kesehatan menggunakan
APD level 2. Tata cara penyimpanan dan pengiriman spesimen sesuai dengan
Pedoman Skrining Hipotiroid Kongenital. Apabila terkendala dalam
pengiriman spesimen dikarenakan situasi pandemi COVID-19, spesimen
dapat disimpan selama maksimal 1 bulan pada suhu kamar.
l. Pelayanan kunjungan neonatal pertama (KN1) dilakukan di fasyankes.
Kunjungan neonatal kedua dan ketiga dapat dilakukan dengan metode
kunjungan rumah oleh tenaga kesehatan atau pemantauan menggunakan
media online (disesuaikan dengan kondisi daerah terdampak COVID-19),
dengan melakukan upaya-upaya pencegahan penularan COVID-19 baik dari
petugas, ibu dan keluarga.
m. Periode kunjungan neonatal (KN) yaitu :
1) KN 1 : pada periode 6 (enam) jam sampai dengan 48 (empat puluh
delapan) jam setelah lahir;
2) KN 2 : pada periode 3 (tiga) hari sampai dengan 7 (tujuh) hari setelah
lahir;
3) KN3 : pada periode 8 (delapan) hari sampai dengan 28 (dua puluh
delapan) hari setelah lahir.
n. Ibu diberikan KIE terhadap perawatan bayi baru lahir termasuk ASI ekslusif
dan tanda – tanda bahaya pada bayi baru lahir (sesuai yang tercantum pada
buku KIA). Apabila ditemukan tanda bahaya pada bayi baru lahir, segera
bawa ke fasilitas pelayanan kesehatan. Khusus untuk bayi dengan berat
badan lahir rendah (BBLR), apabila ditemukan tanda bahaya atau
permasalahan segera dibawa ke Rumah Sakit.
o. Penggunaan face shield neonatus menjadi alternatif untuk pencegahan
COVID-19 di ruang perawatan neonatus apabila dalam ruangan tersebut ada
bayi lain yang sedang diberikan terapi oksigen. Penggunaan face shield dapat
digunakan di rumah, apabila terdapat keluarga yang sedang sakit atau
memiliki gejala seperti COVID-19. Tetapi harus dipastikan ada pengawas
yang dapat memonitor penggunaan face shield tersebut.
9. Asuhan Keperawatan Bayi Baru Lahir
a. Pengkajian Keperawatan

2) Pengkajian pada bayi baru lahir menurut Doenges (2001) adalah sebagai
berikut:

1) Sirkulasi

Nadi apical dapat berfluktuasi dari 110 sampai dengan 180x/menit.


Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg
(distolik). Bunyi jantung: lokasi di mediastinum dengan titik
intensitas maksimal tepat dikiri dari midsternum pada ruang
intercostal ketiga atau empat. Murmur bias terjadi selama beberapa
jam pertama kehidupan, tali pusat putih dan bergelatin,
mengandung dua arteri, dan satu vena.

2) Eliminasi

a) Dapat berkemih saat lahir, urin tidak berwarna atau kuning


pucat, dengan 6 sampai 10 popok basah per 24 jam.

b) Abdomen lunak tanpa distensi, bising usu aktif ada beberapa


jam setelah kelahiran.
c) Pergerakan feses meconium dalam 24-48 jam kelahiran.

3) Aktivitas/istirahat

Status sadar mungkin 2-3 jam beberapa hari pertama, bayi tampak
semikoma, saat tidur dalam: meringis atau tersenyum, tidur sehari
rata-rata 20 jam.
4) Makanan/cairan

a) Berat badan 2500-4000 gram

b) Panjang badan 44-55 cm

c) Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai usia gestatis)

d) Penurunan berat badan di awal 5% sampai 10%

e) Mulut: saliva banyak


5) Neurosensori

Tonus otot: fleksi hipertonik dari semua ekstermitas sadar dan aktif.
Mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit pertama
setelah kelahiran (periode pertama reaktifitas). Penampilan simetris
(molding, edema, hematoma). Menangis kuat, sehat, nada sedang
(nada menangis tinggi menunjukan abnormalitas gerak,
hipoglikemia, atau efek narkotik yang memanjang).
6) Pernafasan

Skor APGAR, Menit pertama: Menit kelima: . Skor optimal


harusantara 7 sampai 10. Pernafasan pada bayi baru lahir normal
biasanya 30 sampai 60 x/menit. Pola periodic dapat terlihat. Bunyi
napas bilateral, kadang- kadang krekels umum pada awalnya.
Silindrik torak: kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.

APGAR SCORE

Skor 0 1 2
Appearance Pucat Bedan merah, Seluruh tubuh
ekstermitas biru kemerahan
Pulse Tidak ada <100x/menit >100x/menit
Grimace Tidak ada Sedikit gerakan Menangis,
mimic batuk/bersin

Activity Lumpuh Beberapa fleksi Pergerakan aktif


ekstensi
Respiration Tidak ada Lemah tidak Menangis kuat
teratur

7) Keamanan

Suhu terterang dari 36,5o C sampai 37,5o C. ada verniks (jumlah dan
distribusi tergantung pada usia gestasi). Kulit: lembut, fleksibel,
pengelupasan tangan atau kaki dapat terlihat, warna merah muda
atau kemerahan, mungkin belang- belang menunjukan memar minor
(misalnya kelahiran dengan forcep), peteckie pada kepala atau
wajah (dapat menunjukan peningkatan tekanan berkenan dengan
kelahiran). Bercak nevi telangiktatis (kelopak mata antara alis mata,
atau pada oksipital, atau bercak Mongolia (terutama punggu bawah
dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mungkin ada
(penempatan elektroda internal).
8) Seksualitas

a) Genetalia wanita: lania vagina agak kemerahan atau edema,


tanda vagina/hymen dapat terlihat.
b) Genetalia pria: testis turun, skrotum tertutup dengan rugae,
fimosis biasa terjadi (lubang prepusium sempit).

3) Pengkajian Fisik menurut Babok (2005) adalah sebagai berikut:

1) Postur: Bokong sempurna (frank branch). Kaki lebih lurus dan kaku,
bayi baru lahir akan memperlihatkan posisi didalam Rahim selama
beberapa hari. Tekanan parental pada anggota gerak atau bahu bias
menyebabkan ketidaksimetrisan wajah untuk sementara untuk
menimbulkan tahanan saat ekstermitas eksternal.
2) Tanda-tanda vital: Denyut jantung dan denyut nadi 100x/menit saat
tidur sampai 160x/menit saat menangis, bida tidak teratur untuk
periode singkat terutama setelah menangis. Suhu 36,5o C sampai 37,5o
C, frekuensi napas 30 sampai 50x/menit, tekanan darah bervariasi
sering perubahan tingkat aktivitas terjaga, menangis, dan teratur.
3) Berat: Berat badan 2500 sampai 400 gram. Panjang badan 45 sampai
55 cm. Lingkar kepala 32 sampai 36,5 cm. Lingkar dada 2 cm lebih
kecil dari pada lingkar kepala rata-rata sekitar 30 sampai 33 cm.
Lingkar abdomen membesar setelah bayi diberi makan karena otot
abdomen meregang, ukuran sama dengan lingkar dada.
4) Intergumen: Biasanya merah muda bervariasi pada setiap etnik,
eritema toksium atau neonatorum (ruam pada bayi baru lahir) milia,
tanda lahir bintik Mongolia bayi kulit hitam, keturunan Asia, dan
Amerika asli 70% bayi kulit putih 90% kondisi agak tebal kerak
dipermukaan mengelupas terutama ditangan dan kaki. Hidrasi dan
konsistensi kehilangan berat badan normal setelah lahir sampai
mencapai 10% berat lahir. Pada pengeluaran urin berkemih dalam 24
jam setelah lahir berkemih 6 sampai 10 kali sehari, verniks kaseosa
jumlahnya bervariasi biasanya lebih banyak terdapat pada lipatan kulit
lanugo jumlah bervariasi.

5) Kepala: Kaput suksedanum biasanya memperlihatkan adanya


ekstermitas, palpasi suture: sutura teraba dan tidak menyatu, inspeksi
pola, distribusi, jumlah rambut, raba tekstur keperakan helai rambut
satu-satu menempel datar pada kulit kepala pola pertumbuhan adalah
menuju muka dan leher.
6) Mata: Kedua mata dan jarak antar mata masing-masing 1/3 jarak dari
bagian luar kantus ke bagian luar kantus lain, bentuk dan ukuran
simetris refleks mengedip. Kelopak mata lipatan epikantus merupakan
karakteristik ras yang normal. Bola mata kadang-kadang ada airmata
perdarahaan subkonjungtiva. Pupil ada, ukuran sama, bereaksi
terhadap cahaya. Gerak bola mata strabismus (dimana kondisi mata
yang tidak sejajar atau mistagmu, dimana kondisi mata yang
berguncang secara bersama berirama tanpa disengaja) sementara
sampai bulan ketiga atau keempay, alis mata terpisah (tidak
berhubungan digaris tengah). Hidung terdapat sedikit deformitas
akibat tekanan jalan lahir.
7) Telinga: Ukuran kecil, besar, lentur tuberkel Darwin (nodul pada
belika posterior). Pendengaran berespon terhadap suara dan bunyi
lain.
8) Wajah: Bayi tampak normal raut wajah sesuai letak proposional
terhadap wajah simetris.
9) Mulut: Gerakan bibir simetris, gusi berwarna merah muda, lidah tidak
menonjol bergerak bebas bentuk dan gerakan simetris, palatum
(lunak, keras) palatum lunak utuh palatum keras utuh, uvula digaris
tengah, dagu, celah dagu, refleks

rooting, menghisap respons refleks tergantung pada tingkat


kesadaran dan rasa lapar.
10) Leher: Inspeksi dan palpasi pendek, tebal dikelilingi lipatan kulit tidak
ada selaput (no webbing).
11) Dada: Inspeksi dan palpasi bentuk hamper bulat tebentuk seperti tong,
gerak pernafasan dada simetris, gerak dada dan perut secara sinkron
dengan pernapasan. Putting susu menonjol sudah terbentuk dengan
baik letak simetris, jaringan payudara 3 sampai 10 mm, sekresi suara
palsu.
12) Abdomen: Tali pusat mongering dan tidak berbau, tali pusat tetap
berada ditempatnya selama 24 jam. Bising usus terdengar suara satu
sampai dua jam setelah lahir. Meconium keluar 24 sampai 48 jam
setelah lahir.
13) Genetalia:
Wanita: biasanya edema menutupi labia minora pada bayi cukup
bulan labia minora keluar dari balia mayora.
Laki-laki: kelamin pria meatus diujung penis, ukuran besar edematosa
pendulosa pada bayi cukup bulan, testis tebaba pada setiap sisi,
berkemih dalam waktu 24 jam aliran adekuat jumlah adekuat.

14) Ekstermitas: Memepertahankan posisi di dalam Rahim sikap


semuanya fleksi.
15) Punggung: Tulang punggung lurus dan mudah fleksi. Bayi dapat
mengangkat dan menahan kepala sebentar saat tengkurap.
16) Anus :Pengeluaran meconium dalam 24 jam setelah bayi lahir refleks
berkedut sfingter ani yang baru.
b. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan pada bayi baru lahir menurut Doenges (2001) adalah
sebagai berikut:
1) Resiko tinggi terhadap perubahan suhu tubuh berhubungan dengan
eperdemis tipis dengan pembuluh darah dekat pada kulit.
2) Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
stress akibat dingin, perubahan temperature tubuh
3) Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan kebutuhan kalori tinggi, intake tidak adekuat.
4) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kulit rusak, jaringan
trauma, ketidakadekuatan imunitas yang didapat.
5) Resiko tinggi tehadap cedera berhubungan dengan trauma lahir.

6) Resiko tinggi terhadapp kekurangan volume cairan


berhubungan dengan pemberian makan lambat, keterbatasan masukan
oral.
7) Resiko tinggi terhadap kosntipasi berhubungan dengan ketidakadekuatan
masukan cairan, obstruksi intestinal.
8) Perubahan proses keluarga berhubungan dengan penambahan anggota
keluarga.
c. Perencanaan keperawatan
Perencanaan pada bati baru lahir menurut Doenges (2001) adalah sebagai
beikut: Resiko tinggi terhadap perubahan suhu tubuh berhubungan dengan
eperdemis tipis dengan pembuluh darah dekat pada kulit.
Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan perubahasuhu tidak


terjadi. Kriteria hasil:
1) Mempertahaan kan suhu dalam batas normal (36,5o C – 37,5 o C).
2) Bebas dari tanda-tanda stress dingis/hipotermi.
3) Tidak ada letargi.
4) Membrane mukosa mulut lembab.
5) Badan/akral teraba hangat.
6) Ekstremitas bayi tidak sianosis Rencana tindakan:
1) Kaji keadaan lingkungan terhadap kehilangan termal melalui
konduksi, konveksi, radiasi dan evaporasi.
2) Kaji suhu aksila neonatus, pantau suhu kulit secara continue dengan
alat periksa kulit dengan tepat.
3) Ajarkan atau anjurkan keluarga untuk tetap menjaga kehangatan bayi
(membedong, menutup kaepala dengan kain, menutup tangan dan kaki
bayi dengan sarung tangan dan sarung kaki, mendekap bayinya
menempel dengan kulit ibu).
4) Keringkan kepala bayi dan tubuh bayi baru lahir, balut bayi dengan
selimut hangat.
5) Tempelkan bayi baru lahir dalam lingkungan hangat.
6) Pertahankan suhu lingkungan (25o C).
7) Perhatikan tanda-tanda dehidrasi (misalnya tugor kulit buruk,
membrane mukosa kering, peningkatan suhu, dan fontanel cekung).
8) Hindarkan menempatkan/ meletakan bayi dekat dengan sumber panas
atau dingin.
9) Mandikan bayi pada 6 jam setelah lahir dengan suhu aksila bayi
normal (36,5oC – 37,5 o C).

2) Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan


stress akibat dingin, perubahan temperature tubuh.
Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan resiko kerusakan


pertukaran gas tidak terjadi
Kriteria hasi:
1) Jalan nafas normal.
2) Frekuensi pernafasan dalam batas normal (30-60x/menit).
3) Tidak ada sianosis
4) Tidak ada tanda-tanda distress pernafasan. Rencana tindakan:
1) Kaji apgar score pada menit ke-1 dan menit ke-5 setelah kelahiran.
2) Kaji frekuensi pernafasan.
3) Kaji hubungan antara suhu bayi dan suhu udara sekitar.
4) Perhatikan adanya pernafasan cuping hidung, retraksi dada,
pernafasan mendengkur, krekles.
5) Bersihkan jalan nafas, hisaf nasofaring dengan perlahan sesuai
kebutuhan.
6) Keringkan bayi dengan selimut hangat.
7) Posisikan bayi miring dengan gulungan handuk untuk menyongkong
pungung.
8) Auskultasi bunyi nafas dan bunyi jantung.
9) Observasi dan catat tanda-tanda distress pernapasan (misalnya ngorok,
pernapasan cuping hidung dan tacpinue.
10) Pantau tanda-tanda hipotermi/hipertermia pada bayi.
11) Berikan oksigen sesuai indikasi.
3) Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan kebutuhan kalori tinggi, intake tidak adekuat.
Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan resiko tinggi


terhadap perubahan nutrisi tidak terjadi.
Kriteria hasil :
1) Tidak ada tanda-tanda hipoglikemi.
2) Penurunan BB kurang dari 5-10% BB lahir.
3) ASI keluar banyak. Sekitar 350 cc/24jam.
4) Tidak ada bengkak dan nyeri dipayudara ibu.
5) Ibu bayi dapat memberikan ASI/ menyusui dengan benar.
6) Rencana tindakan :
1) Kaji payudara ibu.
2) Anjurkan kepada ibu bayi untuk memberikan ASI nya sesuka bayi
jangan dibatasi.
3) Anjurkan ibu untuk banyak mengkonsumsi sayur-sayuran hijau dan
buah- buahan.
4) Anjurkan ibu bayi untuk menyusui secara bergantian antara payudara
yang kiri dan kanan.
5) Observasi cara menyusui dan produksi ASI ibu bayi.
6) Observasi bayi terhadap adanya indikasi masalah pemberian makan
(misalnya produksi mukus berlebih terdesak atau menolak makan).
7) Perhatikan reflek menghisap bayi (rooting, sucking, swallowing).
8) Auskultasi bising usus, perhatikan adanya distensi abdomen.
9) Lakukan pemberian makan oral awal dengan 5 – 15 ml air steril.
10) Timbang BB bayi saat menerima dalam ruang perawatan dan setelah
itu setiap hari.

Anda mungkin juga menyukai