Pendidikan merupakan sarana dalam meningkatkan kualitas suatu bangsa, pada
umumnya kemajuan suatu bangsa tidak lepas dari kemajuan pendidikan disuatu negara. Semakin berkualiats pendidikan disuatu negara maka menentukan kemajuan negara tersebut. Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat begitu memprihatinkan. Hal tersebut dibuktikan dengan data UNESCO (2000) tentang Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) yaitu suatu komposisi dari peringkat pencapaian di bidang pendidikan, kesehatan, dan penghasilan perkapita yang menunjukkan bahwa Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia semakin menurun terutama dibidang pendidikan. Kualitas pendidikan yang rendah dapat dilihat pula berdasarkan daftar kualitas pendidikan negara anggota Organisasi Kerja sama Ekonomi Pembangunan (OECD) yang dirilis Rabu 13 Mei 2015 oleh BCC dan Financial Times. Hasil yang dirilis tersebut menerbitkan perolehan peringkat-peringkat tertinggi sekolah-sekolah global. Dari 76 negara, Indonesia menempati posisi ke-69 atau urutan ke-8 paling bawah, sedangkan Singapura yang menjadi salah satu negara Asia mampu menempati posisi lima teratas. Ketika banyak negara Asia menjulang di daftar buatan OECD, peringkat Indonesia justru jatuh diurutan 69, hanya unggul 7 peringkat dari Ghana yang ada dibawah. Dibandingkan Thailand yang berada diposisi 47, dan Malaysia berada diurutan 52 yang sama-sama berada dalam kawasan negara Asia. Bangsa Indonesia seharusnya mampu belajar dari negara Asia lainnya, jika dilihat putra putri bangsa kita memiliki potensi yang sama besar dengan negara Asia lain jika imbangi dengan potensi lainnya. Berdasarkan tingkat sekolah di Indonesia yang diakui dunia menurut data Balitbang (2003) menunjukkan bahwa dari 149.052 SD di Indonesia ternyata hanya 8 sekolah yang telah mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Year Progran (PYP). Sebanyak 20.918 SMP di Indonesia hanya 8 sekolah pula yang mendapat pengakuan dunia berdasarkan kategori The Middle Years Program (MYP) dan tingkat SMA dari 8.036 SMA hanya 7 sekolah yang mendapat pengakuan dunia berdasarkan The Diploma Program (DP). Data-data tersebut merupakan kabar yang kurang baik yang diterima dunia pendidikan kita, dalam hal ini pemerintah telah mengupayakan berbagai hal dalam memperbaiki kondisi yang demikian, dari dulu hingga sekarang berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas, namun lagi-lagi upaya tersebut belum menorehkan hasil yang signifikan, meskipun dari tahun-ketahun telah mengalami kemajuan. Namun banyak faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan di negeri ini, faktor-faktor tersebut bermacam-macam. Faktor pertama, rendahnya kualitas sarana fisik. Kualitas sarana fisik yang tersedia disekolah di Indonesia sangat buruk, kondisi seperti ini tak asing lagi ditemui di berbagai sekolah, mulai banyaknya sekolah dan perguruan tinggi yang memiliki gedung rusak, ketidak lengkapan buku yang terdapat diperpustakaan, media dan laboratorium yang tidak memenuhi standar, bahkan banyak diantara sekolah dan perguruan tinggi di Indonesia yang belum memiliki gedung sendiri. Hal ini dapat dilihat dari sebuah data yang dikeluarkan oleh suatu media informasi (detik news pada tahun 2009) menyebutkan 146.052 lembaga yang telah menampung sebanyak 25.918.898 siswa, dari data tersebut memiliki ruang kelas hanya senbanyak 866.258, dari seluruh ruang kelas tersebut 42,12% dalam kondisi baik, 34,62% telah mengalami kerusakan cukup ringan, dan sebanyak 23,26% mengalami kerusakan yang berat. Kondisi ynag demikian juag tak jauh beda dialami SMP, MTs, SMA, MA dan SMK. Meskipun jumlah dan prenstasenya tidak sama. Kondisi sarana fisik pendidikan seperti yang dijabarkan diatas cukup buruk dan sangat memprihatinkan, dimana seharusnya sarana fisik dapat menunjang kualitas pendidikan untuk meningkatkan prestasi peserta didik justru sangat mengkhawatirkan. Wajar saja jika pendidikan di Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan dengan negara Asia lainnya, karena memang banyak sekolah di Indonesia dalam kegiatan belajar mengajarnya menggunkaan sarana apa adanya. Faktor kedua, rendahnya kualitas guru. Rendahnya kualitas guru di Indonesia salah satunya disebabkan karena masih banyaknya guru yang belum memiliki keprofesionalisme dalam menjalankan tugasnya sebagaimana terdapat dalam pasal 39 UN no 20/2003. Rendahnya kualitas guru juga disebabkan banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan kompetensi ilmu yang dimilikinya, contohnya guru lulusan sejarah mengajar mata pelajaran PKN di sekolah. Guru-guru tersebut hanya memenuhi jam belajar saja tanpa memperdulikan kualitas pembelajaran yang ia sampaikan. Jadi tak heran jika masih banyak guru yang dinyatakan tidak layak mengajar. Menurut data tahun 2002-2003 presentase kelayakan guru mengajar sangat memprihatinkan ditingkat SD yang dinyatakan layak mengajar hanya 21,07% (negeri) dan 28,94% (swasta), di SMP 54,12% (negeri) dan 60,99% (swasta) dan di SMA 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta) serta ditingkat SMK 55,49% (negeri) dan 58,26% (swasta) yang dinyatakan layak dan sisanya masih belum layak mengajar. Kondisi tersebut tentu saja memprihatinkan guru yang dianggap menjadi titik sentral kemajuan pendidikan namun justru masih memiliki kualitas yang sangat rendah. Faktor ketiga, rendahnya kesejahteraan guru. Kesejahteraan guru ternyata merupakan salah satu penyebab rendahnya kualitas pendidikan di negeri ini. Selama ini gaji guru dianggap masih rendah apalagi gaji guru yang masih berstatus honorer. Rendahnya gaji guru yang tidak sesuai dengan kebutuhan hidup sehari-hari membuat mereka banyak yang mencari pekerjaan sampingan seperti mengajar les, berjualan buku LKS, berjualan pulsa, menjadi tukang ojek. Adanya pekerjaan sampingan tersebut membuat guru tidak berfokus dengan profesinya menjadi pendidik saja, melainkan mereka lebih disibukkan dengan bagaiman mendapatkan kesejahteraan hidup mereka tanpa mengandalkan gaji mereka sebagai guru. Faktor keempat, rendahnya prestasi siswa. Rendahnya prestasi siswa disebabkan karena beberapa hal diatas seperti kurangnya sarana fisik, kualitas dan kesejahteraan guru yang rendah akan sanagat mempengaruhi kualitas belajar mereka menjadi terganggu dan tidak maksimal bahkan menyebabkan turunnya prestasi siswa. Jadi tak dapat dipungkiri jika prestasi siswa di Indonesia masih sangat rendah dibandingkan negara lain, hal ini terlihat dari sedikitnya siswa yang mampu mengikuti lomba tingkat internasional, walaupun ada yang hingga tingkat internasional namun belum mampu menduduki 5 besar, contoh nyatanya saja menurut Trends in Mathematics and Science Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia dalam hal prestasi Matematika berada di rangking 35 dari 44 negara, dan prestasi di bidang Sains berada di rangking 37 dari 44 negara. Hal ini sangat memprihatinkan, dalam hal prestasi siswa negara kita jauh berada dibawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga terdekat. Jika memiliki persiapan yang baik dan ditunjang adanya fasilitas yang bagus dan adanya tenaga pendidik yang berkualitas, pelajar di bangsa kita tentunya mampu untuk bersaing dengan baik ditingkat internasional. Tanpa kita sadari dengan adanya sarana yang terbatas masih banyak pelajar yang mampu bersaing di dunia internasional, apalagi dengan adanya fasilitas yang lengkap. Hal ini merupakan hal yang sangat disayangkan jika putra putri bangsa kita yang memiliki potensi yang membanggakan harus terpuruk dengan kurangnya fasilitas atau penyebab lainnya. Faktor kelima, rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan. Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan di Indonesia merupakan salah satu penyebab yang mengakibatkan terpuruknya kualitas pendidikan di negara ini. Kesempatan memperoleh pendidikan masih belum merata dan cenderung di dominasi oleh SD dan SLTP. Sedangkan untuk layanan pendidikan usia dini di Indonesia masih rendah, untuk itu dalam mengatasi ketidak merataan pendidikan di Indonesia diperlukan suatu strategi dalam mengatasi ketidak meratan tersebut. Faktor keenam, rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan. Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan menyebabkan pengangguran di Indonesia semakin banyak. Hal ini dapat terlihat berdasarkan data Balitbang Depdiknas (1999) yang menyatakan disetiap tahunnya ada sebanyak 3 juta anak putus sekolah disertai dengan kurangnya ketrampilan yang dimilikinya, bayangkan saja jika saat ini kondisi tersebut masih terjadi, ada berapa banyak angka putus sekolah yang terjadi sejak tahun 1999 hingga sekarang? Banyaknya anagka putus sekolah tersebut pada akhirnya banyak yang menjadi pengangguarn atau tidak memiliki pekerjaan yang tepat lantaran mereka tidak memiliki ketrampilan atau bakat yang dimiliki. Faktor ketujuh, mahalnya biaya pendidikan. Pendidikan bermutu itu mahal, kalimat tersebut menjadi hal yang tak asing lagi kita dengar dikalangan masyarakat terutama bagi masyarakat yang tidak mampu. Mahalnya pendidikan dari Taman Kanak- kanak hingga perguruan tinggi, menyebabkan masyarakat banyak yang mengandalkan bantuan dari pemerintah atau beasiswa. Dari bantuan tersebutlah menyebabkan masyarakat tidak dapat memilih sekolah yang bermutu untuk anak-anaknya, bahkan mereka berfikir yang terpenting anak-anak mereka bersekolah tanpa melihat mutu sekolah tersebut. Mahalnya biaya pendidikan juga merupakan alasan terbesar banyaknya angka putus sekolah di Indonesia. Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia dapat di atasi dengan beberapa solusi yaitu: a. Solusi sistemik yaitu solusi yang mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sisten pendidikan. Sistem pendidikan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh sistem ekonomi yang digunakan di negara kita. Maka solusi untuk masalah yang berkaitan dengan pembiayaan seperti rendahnya sarana fisik, kesejahteraan guru dan mahalnya biaya pendidikan dapat dilakukan dengan mengubah atau memperbaiki sistem ekonomi yang ada. b. Solusi teknis, merupakan solusi yang berkaitan langsung dengan pendidikan misalnya menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi guru. Solusi teknis diharapakan dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, solusi yang ditawarkan berupa, meningkatkan kualiatas guru dengan cara meningkatkan kesejahteraan, pemerintah harus membiayai guru untuk melanjutkan pendidikan lebih tinggi lagi, memberikan berbagai pelatiahan untuk meningkatkan kualitas guru, sedang untuk meningkatkan prestasi siswa dapat lakukan dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas dalam memberikan pelajaran menggunakan alat-alat peraga, sarana pendidikan dan lain sebagainya.