Daftar Isi
Kegiatan Belajar 2:
Pancasila sebagai Pengetahuan Ilmiah …………………………….. 1.23
Latihan ............................................................................................... 1.34
Rangkuman ………………………………….................................... 1.35
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 1.36
Kegiatan Belajar 2:
Asal Mula Pancasila secara Formal ................................................... 2.22
Latihan ............................................................................................... 2.41
Rangkuman ………………………………….................................... 2.42
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 2.44
Kegiatan Belajar 2:
Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia .................... 3.18
Latihan ............................................................................................... . 3.49
Rangkuman …………………………………..................................... 3.49
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 3.50
Kegiatan Belajar 3:
Prinsip Penyelenggaraan Negara ....................................................... 4.18
Latihan ............................................................................................... 4.39
Rangkuman ………………………………….................................... 4.40
Tes Formatif 3 ……………………………..…….............................. 4.40
Kegiatan Belajar 2:
Moralitas Pancasila sebagai Karakter Bangsa Indonesia ................... 5.25
Latihan ............................................................................................... 5.42
Rangkuman ………………………………….................................... 5.43
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 5.44
Kegiatan Belajar 2:
Isi Arti Sila-Sila Pancasila ................................................................. 6.19
Latihan ............................................................................................... 6.44
Rangkuman ………………………………….................................... 6.44
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 6.45
Kegiatan Belajar 2:
Reformasi Pemikiran dan Pelaksanaan Pancasila .............................. 7.24
Latihan ............................................................................................... 7.31
Rangkuman ………………………………….................................... 7.32
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 7.35
KUNCI JAWABAN TES FORMATIF ............................................. 7.38
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 7.39
Kegiatan Belajar 2:
Pancasila sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Teknologi dan
Seni .................................................................................................... 8.24
Latihan ............................................................................................... 8.31
Rangkuman ………………………………….................................... 8.31
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 8.32
Kegiatan Belajar 2:
Pancasila dan Permasalahan HAM ..................................................... 9.11
Latihan ............................................................................................... 9.16
Rangkuman ………………………………….................................... 9.17
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 9.19
Kegiatan Belajar 3:
Pancasila dan Krisis Ekonomi ........................................................... 9.23
Latihan ............................................................................................... 9.25
Rangkuman ………………………………….................................... 9.26
Tes Formatif 3 ……………………………..…….............................. 9.27
PENDAHULUAN
M odul ini adalah bagian pendahuluan yang terdiri atas dua kegiatan
belajar, yaitu pembahasan tentang Ruang Lingkup Pembelajaran Pancasila,
yang meliputi Landasan Pembelajaran dan Pengertian Pancasila
serta pembahasan tentang Pancasila sebagai Pengetahuan Ilmiah.
Anda pada Kegiatan Belajar ke-1 akan mempelajari materi serta akan
mengerjakan tugas tentang landasan pembelajaran dan pengertian Pancasila.
Landasan pembelajaran Pancasila berisi signifikansi pembelajaran, juga
peraturan-peraturan formal yang mendukung diadakannya pembelajaran
Pancasila, yang terdiri atas pembahasan tentang landasan material, formal,
historis, kultural, dan konseptual. Pada pokok bahasan kedua, Anda akan
mempelajari tentang pengertian dari masing-masing sila Pancasila.
Kegiatan belajar ke-2 membicarakan tentang Pancasila sebagai
pengetahuan ilmiah yang terdiri atas pembahasan tentang pengertian,
Pancasila sebagai pengetahuan ilmiah, serta Pancasila sebagai objek studi
ilmiah. Pembahasan tentang Pancasila sebagai objek studi ilmiah akan
disajikan untuk melengkapi bahasan Pancasila sebagai pengetahuan ilmiah
yang akan dibahas dari pendekatan sejarah, yuridis konstitusional, dan
pendekatan filosofis.
Anda dengan materi/bahan ini akan dapat memahami arti pentingnya
pembelajaran Pancasila, dan diharapkan setelah mempelajari Modul 1, Anda
akan:
1. memahami landasan pembelajaran Pancasila;
2. memahami pengertian Pancasila;
3. memahami pengetahuan Pancasila sebagai pengetahuan ilmiah; dan
4. memahami Pancasila sebagai objek studi ilmiah.
1.2 PAnCAsiLA
⚫
3. Landasan Historis
Bangsa Indonesia terbentuk melalui satu proses sejarah yang panjang,
yaitu sejak zaman kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit, sampai datangnya
bangsa Barat yang menjajah Indonesia. Bangsa Indonesia melalui perjalanan
sejarah yang panjang telah menemukan kepribadiannya sendiri, yang di
dalamnya tersimpul sifat, karakter, dan ciri khas bangsa Indonesia. Para
pendiri negara merumuskannya menjadi lima sila yang diberi nama
Pancasila.
4. Landasan Kultural
Setiap bangsa memiliki ciri khas yang berbeda dengan bangsa-bangsa
lain. Bangsa Indonesia memiliki pandangan hidup yang berdasar pada asas
kultural yang bersumber dari kehidupan bangsa Indonesia sendiri. Nilai-nilai
kebangsaan dan kenegaraan yang terkandung di dalam Pancasila diangkat
dari nilai-nilai kulturalnya sendiri, sehingga generasi penerus bangsa perlu
mendalaminya secara dinamis sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman.
5. Landasan Konseptual
Pengertian Filsafat Pancasila dan isi arti sila-sila Pancasila yang umum
universal telah dirumuskan oleh Notonegoro. Konsep Notonegoro tentang
Filsafat Pancasila yang masih perlu dikembangkan adalah kejelasan
pelaksanaannya atau aktualisasinya dalam kehidupan nyata. Permasalahan
pelaksanaan/aktualisasi Pancasila yang penting diperhatikan adalah masalah
konsep pengembangannya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara di masa
sekarang dan yang akan datang. Konsep Notonegoro tentang Filsafat
Pancasila merupakan hasil penelitian dan pemikiran yang berkesinambungan.
Notonegoro terutama meneliti sejarah perkembangan kebangsaan Indonesia
serta notulen rapat-rapat Badan Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan
Indonesia BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Bangsa Indonesia pada akhir abad XX (tahun 1998) mengalami masa
krisis perekonomian yang kemudian berkembang menjadi krisis
multidimensional. Awal abad XXI merupakan momentum yang sangat
menentukan bagi kesiapan bangsa Indonesia untuk menjaga eksistensinya.
Bangsa Indonesia perlu memiliki konsep yang mendasar untuk tetap
mempertahankan nilai-nilai Pancasila sebagai kepribadiannya yang secara
akulturatif akan siap menerima pengaruh nilai-nilai budaya baru. Bangsa
Indonesia perlu menyusun perencanaan dengan pertimbangan-pertimbangan
yang mendasar tentang jalan ke luar mengatasi ancaman disintegrasi akibat
krisis multidimensional dan globalisasi. Pandangan Notonegoro bahwa
Pancasila adalah kepribadian bangsa yang memberi corak dan watak khas
bangsa Indonesia masa lalu, sekarang, dan yang akan datang perlu dijadikan
pertimbangan sebagai sumber bahan dan nilai bagi perencanaan yang
mendasar untuk menjaga eksistensi bangsa Indonesia (Sri Soeprapto,
1997:3).
B. PENGERTIAN PANCASILA
Untuk dapat menjawab soal latihan di atas secara tepat, baca dan pahami
materi Kegiatan Belajar 1 dengan cermat, apabila masih belum paham baca
kembali dan diskusikan dengan teman-teman atau tutor Anda.
RANGKUMAN
TES FORMATIF 1
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1) Mahasiswa diharapkan dapat memahami, menghayati, dan melaksanakan
Pancasila dan UUDRI Tahun 1945 dalam kehidupan sehari-hari sebagai
warga negara RI yang berjiwa Pancasila, juga menguasai pengetahuan
dan pemahaman tentang beragam masalah dasar kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang hendak diatasi dengan
pemikiran yang berlandaskan Pancasila dan UUDRI Tahun 1945.
Pernyataan ini tepatnya adalah ....
A. tujuan pembelajaran Pancasila
B. manfaat perkuliahan Pancasila
C. sumbangan Pancasila bagi pendidikan pada umumnya
D. tujuan di perguruan tinggi
2) Tanggung jawab seseorang warga masyarakat untuk mempelajari dan
mengembangkan Pancasila dapat dikaitkan dengan ....
A. kesempatan yang diperoleh
B. tingkat pendidikan yang dijalani
C. kebebasan yang dimiliki
D. Ijazah yang dimiliki
9) Jika kita mengamati dan meneliti sila ke-4 Pancasila, maka jelaslah
bahwa dalam kegiatan kehidupan bermasyarakat kita menganut ....
A. demokrasi langsung
B. demokrasi tidak langsung
C. demokrasi langsung dan tidak langsung
D. otoriter
10) Berikut ini adalah hal-hal yang sesuai dengan pelaksanaan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, kecuali ....
A. tidak hanya mementingkan masyarakat, tetapi juga boleh
mementingkan pribadi
B. tidak mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan
kelompok sehingga kelompok merupakan hal yang paling utama.
C. keadilan tidak sama dengan pengertian sosialistik dan berbeda
dengan pengertian liberalistik
D. mementingkan golongan dan pribadi
A. PENGETAHUAN ILMIAH
Pengetahuan ilmiah dapat disebut juga dengan istilah ilmu. Ilmu menurut
The Liang Gie (1998: 15) merupakan serangkaian kegiatan manusia dengan
pikirannya dan menggunakan berbagai tata cara sehingga menghasilkan
sekumpulan pengetahuan yang teratur mengenai gejala-gejala alami,
kemasyarakatan, dan perorangan untuk tujuan mencapai kebenaran,
memperoleh pemahaman, dan memberikan penjelasan, atau melakukan
penerapan. Pengertian ilmu dapat dijelaskan dengan tiga segi yakni kegiatan,
tata cara, dan pengetahuan yang teratur sebagai hasil kegiatan.
Pengetahuan dikatakan ilmiah jika memenuhi syarat-syarat ilmiah yakni:
1. berobjek;
2. bermetode;
3. bersistem; dan
4. bersifat universal.
Berobjek berarti memiliki sasaran atau objek material, dan titik perhatian
tertentu atau objek formal. Sasaran disebut juga pokok soal (subject matter)
merupakan sesuatu yang dituju atau dijadikan bahan untuk diselidiki.
Sedangkan objek formal (focus of interest, point of view) merupakan titik
pusat perhatian pada segi-segi tertentu sesuai dengan ilmu yang
bersangkutan. Misalnya jenis pengetahuan yang memiliki objek material
manusia dengan titik pusat perhatian atau objek formalnya tentang jiwa
menimbulkan cabang Psikologi. Suatu objek material dari suatu ilmu
pengetahuan dapat sama, tetapi tentu dibedakan oleh objek formalnya.
Sebagai contoh ilmu kedokteran dengan antropologi budaya, memiliki objek
material manusia, tetapi sudut pandang atau pokok bahasannya tidaklah
sama.
Bermetode atau mempunyai metode berarti memiliki seperangkat
pendekatan sesuai dengan aturan-aturan yang logis. Metode merupakan cara
bertindak menurut aturan tertentu. Metode yang baik akan memudahkan
seseorang mempelajari dan memahami ilmu pengetahuan tersebut. Metode
keilmuan dapat dibedakan menjadi metode keilmuan kuantitatif dan metode
keilmuan kualitatif. Metode keilmuan kuantitatif adalah cara berpikir ilmiah
dengan prosedur kuantitatif, yang berarti bahwa segala sesuatunya
dikuantifikasikan. Orientasinya didasarkan pada matematika-statistika
sebenarnya merupakan salah satu sarana. Metode keilmuan kualitatif
merupakan metode yang berbeda dengan metode kuantitatif sebab metode ini
merupakan cara telaah untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah dan
mengembangkan teori secara kualitatif, misalnya dengan interpretasi,
komparasi, hermeneutik dan sebagainya.
Bersistem atau bersifat sistematis bermakna memiliki kebulatan dan
keutuhan. Bagian-bagian harus merupakan satu kesatuan yang saling
berhubungan dan tidak berkontradiksi sehingga membentuk kesatuan
keseluruhan. Bagian-bagian itu saling berkaitan baik hubungan interrelasi
(saling berhubungan), interdependensi (saling ketergantungan).
Bersifat universal, atau dapat dikatakan bersifat objektif, dalam arti
bahwa penelusuran kebenaran tidak didasarkan oleh alasan rasa senang atau
tidak senang, setuju atau tidak setuju, melainkan karena alasan (bukti) yang
dapat diterima oleh akal. Jadi, kebenarannya universal tidak dibatasi oleh
waktu, ruang, keadaan, kondisi, maupun jumlah tertentu (Soeprapto, 1997:
3).
1. Pendekatan Sejarah
Segi pendekatan sejarah merupakan bahasan yang akan menjelaskan
proses pertumbuhan dan pelembagaan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
(pribadi-masyarakat-negara). Pendekatan sejarah ini perlu mengingat sifat
nilai-nilai Pancasila yang abstrak, sehingga menjadi jelas seakan-akan
konkritlah nilai tersebut dalam pikiran kita.
Konkritisasi hal yang abstrak akan sangat menolong dan memudahkan
kita berpikir. Pendekatan sejarah juga menjembatani jarak waktu dan tempat.
Misalnya kejadian apa dari zaman Sriwijaya dan Majapahit. Sudah dapat
dipastikan bahwa di antara kita tidak ada yang mengetahui kejadian-kejadian
tersebut secara faktual. Ungkapan sejarah akan menjelaskan kejadian-
kejadian itu seakan-akan nyata dalam pikiran kita. Demikianlah kegunaan
sejarah sebagai pengetahuan faktual dalam arti diketahui sendiri melalui
pikiran.
Perlu ditegaskan bahwa pembahasan aspek historis ini bukanlah sama
dengan pelajaran ilmu sejarah murni, tetapi terbatas hanya pada
pengungkapan fakta sejarah yang ada kaitannya langsung dengan proses
pertumbuhan serta pelaksanaan nilai-nilai Pancasila. Dengan kata lain kita
tidak akan mengikuti bagaimana peristiwa terbunuhnya putera mahkota F.
Ferdinand di Sarajewo sebagai permulaan pecahnya Perang Dunia I, ataupun
Hitler Nazi membantai orang-orang Yahudi di Eropa dalam Perang Dunia II,
tetapi hanya membicarakan sejarah yang ada sangkut pautnya dengan
Pancasila.
Pembahasan lebih mendalam mengenai pendekatan sejarah ini dapat Anda
pelajari pada modul ke-2.
3. Pendekatan Filosofis
Masalah pendekatan filosofis ini kita tidak perlu membicarakan seluruh
ilmu filsafat yang sangat luas cakupan dan cabang-cabangnya. Penjelasan
pendekatan filsafati ini sebagai pengantar ke pendekatan filsafat yang akan
dideskripsikan sebagai berikut.
Pengertian filsafat sebagai suatu istilah perlu ditelusuri secara
etimologis. Istilah filsafat memiliki padanan kata falsafah (dalam bahasa
Arab), dalam kosakata bahasa Inggris philosophy. Tinjauan penggunaannya
dalam bahasa Yunani terdapat dua pengertian, tetapi secara semantis
memiliki makna yang sama. Filsafat sebagai kata benda merupakan
perpaduan kata majemuk philos (sahabat, cinta) dan Sophia (pengetahuan
yang bijaksana, kebijaksanaan). Filsafat sebagai kata kerja merupakan
paduan dari philein (mencintai) dan sophos (hikmah, kebijaksanaan). Filsafat
dari pengertiannya sebagai kata kerja adalah cinta kepada pengetahuan yang
bijaksana, sehingga mengusahakannya. Kaelan (1996: 3) menjelaskan, bahwa
istilah filsafat pada mulanya merupakan suatu istilah yang secara umum
dipergunakan untuk menunjukkan suatu usaha menuju kepada keutamaan
mental, the pursuit of mental excellence. Istilah filsafat dalam perjalanan
sejarah yang panjang, sebagai ilmu berguna bagi sikap kritis dan analitis,
sehingga lingkup pengertian filsafat semakin berkembang dan bermacam-
macam. Beberapa pendapat ada yang
menggunakan pengertian filsafat sebagai pandangan hidup, sebagai suatu
kebijaksanaan yang rasional, sekelompok teori dan sistem pemikiran, sebagai
proses kritis dan sistematis dari pengetahuan manusia, dan sebagai usaha
memperoleh pandangan yang menyeluruh. Masing-masing penggunaan
istilah filsafat tersebut memiliki ciri-ciri berpikir yang tertentu.
Kegiatan berpikir adalah aktivitas yang membedakan manusia dengan
makhluk lainnya, namun tidak semua kegiatan berpikir adalah kegiatan
berfilsafat. Kegiatan berpikir filsafati tidak semata-mata ditandai dengan
merenung dan berkontemplasi yang tidak bersangkut paut dengan realitas.
Berpikir secara filsafati senantiasa berkaitan dengan masalah-masalah
manusia yang bersifat aktual dan hakiki. Misalnya dewasa ini banyak orang
menginginkankan demokrasi, maka makna demokrasi dalam arti yang
sesungguhnya dapat ditemukan dengan kontemplasi kefilsafatan. Bagaimana
menciptakan demokrasi yang tidak menimbulkan gejolak, mencari keserasian
antara stabilitas dan dinamika, hubungan antara yang berkuasa dengan rakyat
dan sebagainya. Bidang-bidang ilmu pengetahuan lain juga selalu berkaitan
dengan realitas, seperti bidang ilmu kedokteran, ekonomi. Konskwensinya
berpikir secara kefilsafatan di samping berkaitan dengan ide-ide juga harus
memperhatikan realitas konkret. Ciri-ciri berpikir filsafati antara lain: bersifat
kritis, bersifat terdalam, konseptual, koheren, rasional, komprehensif,
universal, sistematis, spekulatif, bebas dan bertanggung jawab (Kaelan, 1996:
8-13).
Salah satu contoh pendekatan Pancasila dari sisi filsafat yang dapat
diajukan adalah pendekatan etika, sebab etika adalah cabang dari filsafat
yang erat kaitannya dengan moral. Misal, ada ketentuan hukum yang
mewajibkan warga negara membayar pajak (Alhaj, 1998: 13). Kewajiban
tersebut tidaklah kita terima begitu saja sebagai ketentuan yang ditetapkan
oleh penguasa. Jika kita membayar pajak itu dikarenakan hanya alasan mesti
patuh atau terpaksa, maka dapatlah diperkirakan di antara kita akan ada yang
mengingkarinya. Misalnya karena ada kebutuhan lainnya yang kita anggap
sebagai lebih penting daripada membayar pajak. Kasus ini dapat kita
teropong dari ilmu filsafat terutama cabang etika, kita harus kritis dan
mempertanyakan “apa hakikatnya pajak itu, kenapa saya harus membayar
pajak, untuk apa pajak itu dibayar, apa gunanya, bagaimana akibatnya jika
tidak dibayar (akibat bagi saya, masyarakat, dan negara). Dalam
mendiskusikan jawaban tersebut tentulah kita harus sampai pada pemecahan
yang mendasar, misalnya ternyata pajak itu untuk kebaikan kita bersama,
sehingga menyadarkan si wajib pajak untuk
membayar dan pembayaran dilakukan bukan karena rasa takut, rasa terpaksa,
didorong orang lain, tetapi sudah merupakan keputusan pribadi yang otonom,
berdasar hati nurani dan akal budi kita. Bahwa dengan melaksanakan
kewajiban ternyata kita merasa bebas, tidak dikejar-kejar oleh rasa bersalah,
rasa sesal dan lain-lain.
Contoh persoalan penting lain misalnya pengujian secara ilmiah
akademis mengenai kemampuan Pancasila sebagai payung berdirinya negara
dan bangsa Indonesia, lebih-lebih jika ingin dikembangkan ke arah masa
depan yang penuh dengan tantangan-tantangan dan kesempatan-kesempatan,
sebab Pancasila sendiri merupakan bidang moral dan kajian yang memang
berada pada masyarakat Indonesia dalam arti luas. Persoalan pertama, kita
mengetahui Pancasila secara de yure baru dikenal sesudah tanggal 18
Agustus 1945 sebab pada tanggal tersebut Pancasila dimaksudkan secara
eksplisit sebagai dasar negara dalam artian lebih bersifat sosio-politis
daripada yang lain, walaupun secara de facto Pancasila dalam artian nilai-
nilai, sudah berlangsung lama dan hidup dalam masyarakat Indonesia sejak
zaman dahulu. Persoalan kedua adalah kecenderungan orang untuk
membandingkan Pancasila di satu sisi dengan agama di sisi lain bahkan
mempertentangkan keduanya.
Yang pertama, terdapat perbedaan pendapat yang beragam dalam
menamakan Pancasila sebagai suatu falsafah negara ataukah hanya sekedar
persetujuan politik. Sutan Takdir Ali Syahbana (sosialis) menyatakan bahwa
adalah berlebih-lebihan untuk menganggap Pancasila sebagai suatu falsafah
negara karena bukan saja sila-silanya bersifat heterogen, tetapi juga Pancasila
itu sendiri tidak bebas dari kontradiksi dalam dirinya. Semua prinsip-
prinsipnya bukan merupakan suatu kesatuan yang logis, tetapi tinggal terletak
berderai-derai, bahkan Takdir pernah mengatakan bahwa Pancasila hanyalah
kumpulan paham-paham yang berbeda-beda untuk menentramkan semua
golongan pada rapat-rapat BPUPKI. Tetapi pembicaraan ini memilih
Pancasila sebagai dasar negara adalah karena ia merupakan suatu kompromi
politik yang telah menolong bangsa Indonesia dalam menghadapi saat kritis
dan menentukan dalam sejarahnya.
Pernyataan Sutan Takdir tentang Pancasila itu mendapat sambutan
hangat dari wakil-wakil Islam. Hamka (Masyumi misalnya, mengomentari
bahwa seorang sarjana dan sastrawan mengajui paradoksnya Pancasila, tetapi
partainya (sosialis) menerimanya sebagai dasar negara adalah menurut
tafsirnya sendiri, dan tidak keberatan jika sila-silanya ditambah. Dengan
demikian menurut Hamka penerimaan Takdir akan Pancasila sebenarnya
merupakan beban yang dipikulkan partai atas pundaknya sekalipun hal itu
berlawanan dengan hasil renungan bebasnya. Sejalan dengan penilaian
Hamka, Saifuddin Zuhri (NU) mengatakan bahwa bagian pidato Takdir Ali
Syahbana tidaklah perlu dibubuhi komentar karena sudah cukup jelas bahwa
Pancasila masih banyak kekurangan-kekurangan serta di dalamnya
mengandung pertentangan-pertentangan disebabkan tiadanya kebulatan
pikiran, seperti Natsir yang menyayangkan penerimaan Takdir terhadap
Pancasila sebagai dasar negara, padahal sila-silanya masih berderai-derai.
Sikap semacam ini menurut Natsir seharusnya tidak diambil oleh seorang
pemikir terkenal seperti Sutan Takdir Ali Syahbana karena masalah dasar
negara adalah masalah yang sangat serius. Maka Natsir menganggap
Pancasila sebagai sekuler karena sumber-sumber silanya bukanlah wahyu
Allah.
Diskusi di atas jika dipikirkan kembali, orang mungkin akan mengajukan
pertanyaan: Apakah tidak mungkin untuk mereligiuskan Pancasila, yaitu
dengan memberikan kepadanya nilai-nilai transenden tertentu sebagaimana
yang diajarkan dalam agama-agama. Analogi untuk kerja semacam ini
barangkali dapat juga diambilkan dari sejarah permulaan Islam, sekalipun
tidak sepenuhnya persis. Konsep syura misalnya bukanlah ciptaan Islam
untuk pertama kalinya, karena telah ada sebelumnya di Arab, lalu al-Qur’an
mengambil dan mengislamkannya. Apabila diterapkan dalam konteks
Pancasila, maka konversi semacam ini bukanlah sesuatu yang mustahil,
karena sila-silanya dapat juga dijumpai dalam ajaran Islam. Jika sila
Ketuhanan Yang Maha Esa dipercayai sebagai sumber sila-sila yang lain,
maka barangkali masalahnya mendekati penyelesaian. Usaha ke arah itu
sayangnya tidak dilakukan secara serius oleh golongan mana pun. Hubungan
antara kepercayaan kepada Tuhan YME dengan prinsip keadilan sosio-
ekonomis adalah ibarat hubungan antara dua sisi mata uang yang sama. Jika
jalan analisis ini dapat diterima, maka kemudian persoalannya adalah
bersediakah Pancasila untuk menaikkan dirinya dengan mengambil nilai-nilai
moral fundamental seperti diajarkan oleh agama-agama wahyu. Selanjutnya
jika Pancasila hanya seperti apa adanya dengan sila-sila yang berderai-derai,
maka mungkin akan sulit baginya untuk mengklaim dirinya sebagai dasar
negara, falsafah negara. Posisinya hanyalah sebagai sebuah persetujuan
politik bagi aliran-aliran ideologi yang bermacam-macam sebagai mana yang
didalilkan oleh beberapa anggota konstituante.
Pembela Pancasila dalam majelis konstituante yang lain seperti Roeslan
Abdul Gani berbeda pendapat dengan sutan Takdir Ali Syahbana yang
berpendapat bahwa dasar negara adalah suatu metafor. Roeslan Abdul Gani
memandang bahwa dasar negara merupakan suatu prinsip dasar, yang
merupakan jiwa dari seluruh ayat dalam konstitusi dan perundang-undangan
serta peraturan-peraturan lainnya. Ia menolak pendapat yang mengatakan
bahwa Pancasila tidak mempunyai kesatuan logika. Dalam menguatkan
posisi argumennya, Abdul Gani mengutip pendapat Kahin yang mengatakan
bahwa Pancasila adalah sebuah sintesis dari gagasan-gagasan seperti
dijumpai dalam penduduk Indonesia asli. Juga, bersandar pada pendapat
Kahin, Abdul Gani mengatakan bahwa Pancasila adalah suatu filsafat sosial
yang sudah dewasa.
Persoalan kedua, kecenderungan orang membandingkan Pancasila dan
bahkan membandingkannya dengan agama. Sukarno sendiri bahkan telah
mengakui bahwa ia menggali Pancasila itu jauh sebelum kedatangan Islam.
Ini menunjukkan tidak ada keterkaitan yang organis antara agama dengan
Pancasila (Ahmad Syafii Maarif, 1985: 144). Maka bagi Syafii Maarif
Pancasila versi Sukarno itu melulu merupakan refleksi kontemplatif dari
warisan sosiohistoris Indonesia yang kemudian dirumuskan ke dalam lima
prinsip. Termasuk prinsip Ketuhanan menurut jalan pikiran Sukarno ini
bersifat sosiologis, tidak ada kaitan organik dengan doktrin sentral agama
yang mana pun. Dengan kata lain konsep Ketuhanan Sukarno bersifat relatif
sehingga dapat diperas menjadi konsep gotong royong seperti yang
dikemukakan dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia tanggal 1 Juni 1945. Pancasila yang sekarang
berlaku dalam sudut pandang dimensi ideal telah teruji dengan adanya
prinsip-prinsip umum universal yang pasti diterima di dunia. Nilai ketuhanan
pada sila pertama, nilai kemanusiaan sila kedua, dan keadilan dalam sila
kelima merupakan nilai-nilai universal yang pasti diakui sebagai nilai yang
ideal di manapun, sedangkan komitmen untuk mempertahankan negara
memerlukan nilai persatuan dan demokrasi (kerakyatan) yang tercermin
dalam sila ketiga dan keempat. Pancasila oleh karena itu sebaiknya dijadikan
prinsip-prinsip mendasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai
dengan kapasitasnya sebagai dasar dan ideologi negara.
LATIHAN
RANGKUMAN
TES FORMATIF 2
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1) Suatu objek material dari ilmu pengetahuan dapat sama tetapi dapat juga
berbeda dalam hal-hal sebagai berikut, kecuali ....
A. sudut pandang
B. objek formal
C. metodenya
D. universal
4) Pancasila terdiri atas lima sila, sebagai satu keutuhan, adalah ....
A. kesatuan majemuk tunggal
B. kesatuan saling mengkualifikasi
C. kesatuan bhinneka tunggal ika
D. kesatuan majemuk
8) Pengertian filsafat menurut Kaelan yang juga dikutip oleh Ali Mudhofir
adalah ....
A. suatu usaha menuju keutamaan mental, the pursuit of mental
excellence
B. cinta kepada pengetahuan yang bijaksana sehingga
mengusahakannya
C. sekelompok persoalan dapat dipecahkan dengan cara merenung
D. pengetahuan yang bijaksana
Tes Formatif 1
1) A. Tujuan perkuliahan Pancasila adalah untuk memberikan pemahaman,
penghayatan, dan pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 dalam
kehidupan sehari-hari, serta menguasai pengetahuan dan
pemahaman tentang beragam masalah dasar kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2) B. Menjalani pendidikan adalah salah satu cara untuk mempelajari dan
mengembangkan Pancasila.
3) C. Kausal adalah tentang sebab akibat.
4) B. Pengetahuan esensial berhubungan dengan inti sari atau makna
terdalam dari Pancasila.
5) A. Perguruan tinggi memiliki peran yang besar di dalam mempersiapkan
warga masyarakat memasuki kehidupan masa depan.
6) A. Pembelajaran Pancasila mengajarkan cara untuk bersikap dan
berperilaku.
7) B. Sikap anti-Tuhan dan anti-keagamaan adalah sikap yang tidak sesuai
dengan sila pertama.
8) B. chauvinistik adalah paham kebangsaan yang sempit.
9) B. Sila keempat mengandung maksud bahwa Indonesia menganut sistem
demokrasi tidak langsung
10) D. Sikap mengutamakan kepentingan pribadi dan golongan adalah sikap
yang bertentangan dengan makna sila kelima Pancasila.
Tes Formatif 2
1) B. Perbedaan objek formal ilmu pengetahuan menjadi penentu
perbedaan satu ilmu dengan ilmu yang lain.
2) B. Pancasila yang majemuk tunggal adalah bentuk dari Pancasila sebagai
satu sistem.
3) A. Kelima sila Pancasila digali dan dirumuskan dari nilai kehidupan
rakyat Indonesia.
4) A. Kesatuan majemuk tunggal adalah wujud kesatuan dari sila-sila
Pancasila.
5) C. Sila Kedua dijiwai dan diliputi oleh sila pertama, serta menjiwai sila
ketiga, keempat, dan kelima.
6) C. Pendekatan sejarah adalah pendekatan untuk mengungkap fakta.
7) C. Peraturan perundang-undangan secara hierarkhis dijiwai oleh sila-sila
Pancasila.
8) A. Suatu usaha menuju keutamaan mental, the pursuit of mental
excellence
9) A. Kritis adalah salah satu ciri khas filsafat.
10) B. Perbuatan dapat dinilai secara etis jika perbuatan tersebut dilakukan
secara otonom dan bebas.
Daftar Pustaka
Bertens, K. 1989. Filsafat Barat Abad XX, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Misnal Munir, Rizal Mustansir, Encep Syarif Nurdin, 2014, Buku Ajar
Pendidikan Pancasila. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
PENDAHULUAN
K E gi A t A n B E LA J A R 1
Bangsa Indonesia yang menjadi asal mula atau sebab bahan dari
Pancasila sebagai dasar filsafat Negara merupakan suatu hal yang sangat
penting dan perlu dipahami kembali. Unsur-unsur Pancasila telah terdapat di
dalam adat kebiasaan, kebudayaan dan di dalam agama-agama, maka seperti
telah dikatakan dalam uraian yang terdahulu bangsa Indonesia sebenarnya
mempunyai tiga macam fenomena Pancasila, yang kultural, yang religius dan
yang kenegaraan, yang saling memperkuat dan memperkembangkan.
Kesimpulannya adalah bahwa dasar filsafat Negara bangsa Indonesia adalah
Pancasila, karena bawaan dari adat kebiasaan, kebudayaan dan agama-agama
bangsa Indonesia sendiri. Pancasila dijadikan sebagai dasar filsafat Negara,
maka sebenarnya tidak lain dari kesetiaan bangsa Indonesia kepada dirinya
sendiri, mengembangkan pribadinya sendiri, dahulunya dalam adat
kebiasaan, kebudayaan dan agama-agama ketika belum bernegara dan
sesudah bernegara menjadi dasar hidup kenegaraannya, yaitu dengan
melaksanakannya dalam hidup bermasyarakat dan berpemerintahan.
Dasar filsafat negara Indonesia ini secara resmi diberi nama Pancasila
dirumuskan dalam Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik
indonesia Tahun 1945. Walaupun istilah Pancasila tidak disebutkan secara
eksplisit dalam Pembukan tersebut, namun rumusan sila demi sila secara
jelas dicantumkan di dalamnya, sehingga Pembukaan UUD NRI Tahun 1945
disebut sebagai tempat terdapatnya Pancasila. Walaupun demikian di
kalangan masyarakat luas pernah terdapat pelbagai rumusan Pancasila yang
susunannya agak berbeda. Rumusan yang berbeda-beda tentang lima unsur
yang diberi nama Pancasila itu tidak berarti membawa bangsa Indonesia
bergerak menuju arah pertentangan-pertentangan, karena tanpa adanya
rumusan resmi pun di dalam diri bangsa Indonesia atau dalam adat istiadat
bangsa Indonesia sudah ada benih-benih jiwa Pancasila, hanya yang perlu
dicari adalah keseragaman perumusan dan tata urutannya.
Pancasila dengan demikian merupakan inti-inti kesamaan yang terdapat
dalam adat kebiasaan, kebudayaan dan agama-agama bangsa Indonesia, yang
menurut kenyataannya begitu beraneka warna. Tentu masih ada hal-hal yang
merupakan kesamaan, akan tetapi semuanya dapat dikembalikan kepada inti-
inti yang menjadi sila-sila dari Pancasila, yakni Ketuhanan, Kemanusiaan,
Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan. Manusia di dalam hidupnya
mempunyai tiga macam jenis persoalan hidup yang pokok, yaitu hubungan
dengan diri- sendiri, sesama manusia, serta terhadap asal mula segala sesuatu,
yaitu Tuhan. Tiga persoalan pokok dalam hidup ini yang terhadap diri
sendiri, termasuk hubungannya dengan benda, tersimpul dalam sila
kemanusiaan yang adil dan beradab, yang terhadap sesama manusia, yang
mengenai benda pula terutama dalam lingkungan kenegaraan tercantum
dalam sila-sila persatuan, kerakyatan dan keadilan sosial, serta terhadap asal
mula segala sesuatu ialah terkandung dalam sila ketuhanan yang Maha Esa.
Soal-soal hidup yang pokok ini bersifat universal, berlaku untuk semua
orang, lebih-lebih semua orang Indonesia sama, bahkan buat seluruh umat
manusia sama. Meskipun tiga persoalannya sama, tetapi lain perwujudan
dalam jawaban atas soal-soalnya, dan lain pula dalam hal pelaksanaan atau
penjelmaan dari jawaban dan penyelesaian persoalannya.
Keputusan PPKI. sudah tepat, hanya lima sila itu yang dimasukkan
dalam dasar filsafat Negara sebagai inti kesamaan dari segala keadaan yang
beraneka warna, dan juga telah mencukupi, dalam arti pula tidak ada lainnya
yang tidak dapat dikembalikan kepada salah satu sila dari Pancasila.
Asal mula bahan atau causa materialis dari sila-sila Pancasila adalah
yang setepatnya dan sebaik-baiknya ialah bangsa Indonesia sendiri, dalam
arti yang semutlak-mutlaknya ialah dalam hakikat kemanusiaannya yang
kekal dan
tidak berubah. Usaha memahami sejarah Perjuangan bangsa Indonesia akan
membantu pemahaman asal mula Pancasila Dasar Filsafat Negara Republik
Indonesia. Kesimpulannya adalah sejarah Perjuangan bangsa Indonesia dapat
dipakai sebagai titik tolak memahami asal mula Pancasila dasar filsafat
Negara Republik Indonesia.
Ir. Soekarno dalam pidato promosinya di Universitas Gadjah Mada,
ketika menerima gelar Doktor Honoris Causa 19 September 1951
menyatakan, bahwa menolak keterangan promotor bahwa Pancasila adalah
ciptaannya. Ir. Soekarno sekedar “perumus” dari perasaan-perasaan yang
telah lama terkandung bisu dalam kalbu rakyat Indonesia, sekedar menjadi
“pengutara” dari keinginan-keinginan bangsa Indonesia yang turun-temurun.
Ir. Soekarno selanjutnya, dalam Pidato di Surabaya 24 September 1955
mengatakan bahwa ia tidaklah menciptakan Pancasila, sebab baginya suatu
dasar negara ciptaan tidak akan tahan lama. Ir. Soekarno mengajak bangsa
Indonesia untuk meyelami sejarah sedalam-dalamnya. Ir. Soekarno mengakui
bahwa lima mutiara yang terpendam hanya digalinya dari sejarah Indonesia,
yang tadinya lima mutiara itu cemerlang tetapi oleh karena penjajahan asing
yang 350 tahun lamanya, terbenam di dalam bumi Indonesia, sehingga
Soekarno sendiri berkesimpulan bahwa Pancasila diciptakan oleh bangsa
Indonesia sendiri.
Pancasila dan Sejarah Perjuangan bangsa Indonesia tidak dapat dipisah-
pisahkan satu sama lain, bahkan studi Pancasila (terutama asal mula sebagai
dasar filsafat Negara Republik Indonesia) akan lebih proporsional bila
ditelaah dari aspek kesejarahannya (AT Soegito, 1983: 6). Aspek sejarah ini
akan diperdalam dalam kegiatan belajar ke-2.
LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1) Jelaskan dengan bahasa Anda sendiri tentang teori asal mula langsung
dan tidak langsung tentang Pancasila!
2) Jelaskan dan tuliskan secara rinci asal mula langsung dari Pancasila
dasar filsafat negara!
3) Terangkan dan tuliskan asal mula Pancasila secara budaya!
4) Uraikan dengan bahasa Anda sendiri tentang teori nilai budaya!
5) Menurut Clyde Kluckhohn ada 5 masalah mendasar bagi manusia yang
menyangkut budaya, sebutkan dan uraikan dengan bahasa Anda sendiri
pada kertas lain?
Petunjuk Jawaban Latihan
Untuk dapat menjawab soal latihan di atas secara tepat, baca dan pahami
materi Kegiatan Belajar 1 Modul 2 dengan cermat, apabila masih belum
paham baca kembali dan diskusikan dengan teman-teman atau tutor Anda.
RANGKUMAN
TES FORMATIF 1
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
6) Pada saat sekarang, orang yang selalu menuntut hak asasi manusia
merupakan bentuk realisasi pelaksanaan Pancasila. Pernyataan ini ....
A. benar
B. salah
C. ada benarnya, ada salahnya
D. sangat benar
10) Kristalisasi nilai-nilai yang positif dan digali dari bangsa Indonesia dapat
menjelaskan.....Pancasila
A. kedudukan, peran dan fungsi
B. peran dan fungsi
C. fungsi dan kedudukan
D. kedudukan dan peran
Asal mula Pancasila dalam bagian ini lebih dititikberatkan pada aspek
historis, tetapi sangat dibatasi pada sejarah yang berkaitan langsung dengan
Pancasila, sebab untuk membahas sejarah perjuangan bangsa Indonesia
secara lengkap tidak mungkin dilakukan dalam modul singkat ini. Prinsipnya,
memahami dan mempelajari sejarah berarti mendialogkan terus-menerus
antara masa kini dan masa lampau, sehingga dapat mengantarkan manusia
untuk menemukan identitas dirinya. A.T. Soegito (1999: 32) dengan
mengutip beberapa sumber bacaan menjelaskan bahwa mengenal diri sendiri
berarti mengetahui apa yang dapat dilakukannya, dan tak seorang pun akan
tahu apa yang dapat dilakukannya sebelum dia mencoba, satu-satunya
petunjuk yang dapat ditemukan untuk mengetahui sesuatu yang dapat
dilakukan manusia adalah dengan mengetahui kegiatan-kegiatan yang telah
dilakukan manusia terdahulu. Nilai sejarah terletak pada kenyataan bahwa
sejarah mengajarkan apa yang telah dilakukan oleh manusia dan dengan
demikian apa sesungguhnya manusia. Seseorang tanpa mengetahui sejarah
tidak dapat memperoleh pengertian kualitatif dari gejala-gejala sosial yang
ada. Sartono Kartodirdjo secara rinci menjelaskan bahwa fungsi pengajaran
sejarah nasional Indonesia meliputi: (1) membangkitkan perhatian serta minat
kepada sejarah tanah airnya; (2) mendapatkan inspirasi dari ceritera sejarah;
(3) memupuk alam pikiran ke arah kesadaran sejarah; (4) memberi pola
pikiran ke arah kesadaran sejarah; (5) mengembangkan pikiran dan
penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Sejarah yang diajarkan
dengan baik dapat menolong manusia untuk memiliki sifat kritis dan
berperikemanusiaan.
Karena pentingnya sejarah, maka secara lebih khusus perlu dikaji sejarah
perjuangan bangsa Indonesia, lebih khusus lagi yang memiliki kaitan yang
erat dengan Pancasila. Dardji Darmodihardjo dalam memahami sejarah
perjuangan bangsa Indonesia yang terkait dengan Pancasila, mengajukan
kesimpulan bahwa nilai-nilai Pancasila telah menjiwai tonggak-tonggak
sejarah nasional Indonesia yakni (1) cita-cita luhur bangsa Indonesia yang
diperjuangkan untuk menjadi kenyataan; (2) perjuangan bangsa Indonesia
tersebut berlangsung
berabad-abad, bertahap dan menggunakan cara yang bermacam-macam, baik
fisik maupun non fisik, legal-illegal, non dan kooperatif; (3) Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945 merupakan titik kulminasi sejarah perjuangan
bangsa Indonesia yang dijiwai oleh pancasila; (4) Pembukaan UUD NRI
Tahun 1945 merupakan uraian terperinci dari Proklamasi Kemerdekaan 17
Agustus 1945 (yang dijiwai Pancasila); (5) empat pokok pikiran dalam
Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 1945; paham negara persatuan, negara
bertujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, negara
berdasarkan kedaulatan rakyat, negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab; (6) pasal-pasal UUD
NRI Tahun 1945 merupakan uraian terperinci dari pokok-pokok yang
terkadung di dalam Pembukaa UUD NRI Tahun 1945 yang berjiwakan
Pancasila; (7) penafsiran sila-sila Pancasila harus bersumber, berpedoman
dan berdasar kepada Pembukaan dan Batang Tubuh UUD NRI Tahun 1945.
(Dardji Darmodihardjo, 1978: 40). Penting sebagai catatan bahwa untuk
pasal-pasa UUD NRI Tahun 1945 sekalipun dimungkinkan terjadi perubahan
dengan amandemen, tetapi nilai-nilainya nanti tidak boleh bertentangan
dengan Pembukaan UUD NRI 1945 yang berjiwakan Pancasila tersebut. Jadi
tetap menempatkan Pancasila sebagai suatu kesepakatan bersama untuk tetap
berdiri kokohnya eksistensi bangsa dan negara Indonesia.
Pancasila sebagai dasar negara merupakan hasil kesepakatan bersama
yang kemudian disebut sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia. Pancasila
di dalamnya terkandung semangat kekeluargaan sebagai inti ajaran Pancasila.
Pemahaman semangat kekeluargaan untuk mencapai kesepakatan bersama
perlu dipelajari sejarah perumusan Pancasila, sejak masa pengusulan, masa
proklamasi kemerdekaan, sampai dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli
1959, dan selanjutnya upaya untuk melestarikannya.
Rumusan-rumusan Pancasila secara historis dapat dibedakan dalam tiga
kelompok (Bakry, 1998: 20).
1. Rumusan Pancasila yang terdapat dalam sidang-sidang Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang merupakan tahap
pengusulan sebagai dasar negara Republik Indonesia, termasuk Piagam
Djakarta.
2. Rumusan Pancasila yang ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia sebagai dasar filsafat Negara Indonesia yang sangat erat
hubungannya dengan Proklamasi Kemerdekaan.
3. Beberapa rumusan dalam perubahan ketatanegaraan Indonesia selama
belum berlaku kembali rumusan Pancasila yang terkandung dalam
Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.
Piagam Jakarta pada alinea ketiga juga memuat rumusan teks Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia yang pertama berbunyi “Atas berkat rahmat Allah
Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini
menyatakan kemerdekaannya”. Kalimat ini merupakan cetusan hati nurani
bangsa Indonesia yang diungkapkan sebelum Proklamasi kemerdekaan,
sehingga dapat disebut sebagai declaration of Indonesian Independence.
Rumusan secara lengkap mukaddimah Rancangan Mukaddimah Hukum
Dasar atau Piagam Jakarta adalah sebagai berikut:
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh
sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak
sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah
kepada saat yang bebahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat
Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Indonesia, yang merdeka,
besatu adil dan makmur.
Atas berkat rahmat Allah Yang maha Kuasa, dan dengan didorongkan
oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka
rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan Kebangsaan
Indonesia itu dalam suatu Hukum Dasar Negara Indonesia yang terbentuk
dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan Rakyat,
dengan berdasarkan kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban
menjalankan syari’at islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh
Rakyat Indonesia. Piagam Jakarta yang berintikan Pancasila ini merupakan
perjanjian luhur bangsa Indonesia hasil kesepakatan tokoh-tokoh bangsa
Indonesia dari
golongan Islam dan golongan Nasionalis.
Proklamasi
Jakarta, 17 Agustus
1945 Atas nama Bangsa
Indonesia
Soekarno - Hatta
Dekrit 5 Juli 1959 ini kemudian diterima dengan suara bulat oleh Dewan
Perwakilan Rakyat dalam sidangnya pada tanggal 22 Juli 1959, yaitu kembali
ke Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal ini
berarti bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 telah diterima oleh seluruh rakyat Indonesia dengan suara bulat.
4. Rumusan Pancasila dalam Masyarakat
Rumusan Pancasila yang digunakan dengan kembali ke Undang-Undang
Dasar 1945 secara formal adalah seperti yang terkandung dalam Pembukaan
UUDNRI 1945. Akan tetapi kalangan masyarakat luas menggunakan
rumusan lain yang tidak sama seperti dalam Pembukaan UUDNRI 1945
maupun dalam mukaddimah KRIS 1949 dan Mukaddimah UUDS 1950.
Rumusan dalam masyarakat itu sudah ada sebelum Dekrit Presiden 5 Juli
1959, yang dipelajari juga di pendidikan formal. Rumusannya hampir sama
dengan yang terkandung dalam Mukaddimah UUDS 1950, hanya sila
keempat dirumuskan “Kedaulatan Rakyat”. Rumusan keseluruhannya adalah
sebagai berikut:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Perikemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kedaulatan Rakyat
5. Keadilan Sosial.
LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1) Tuliskan 3 kelompok rumusan Pancasila secara historis?
2) Uraikan secara rinci apa yang Anda ketahui tentang masa sidang I dan II
BPUPKI?
3) Uraikan secara rinci apa yang Anda ketahui tentang masa Proklamasi
dan Perubahan UUD 1945?
4) Tuliskan garis besar dinamika Pancasila sebagai dasar negara?
Petunjuk Jawaban Latihan
Untuk dapat menjawab soal latihan di atas secara tepat, baca dan pahami
materi Kegiatan Belajar 2 Modul 2 dengan cermat, apabila masih belum
paham baca kembali dan diskusikan dengan teman-teman atau tutor Anda.
RANGKUMAN
TES FORMATIF 2
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
Tes Formatif 1
1) D. Ditetapkannya Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 sekaligus
ditetapkannya Pancasila sebagai dasar negara
2) B. Causa formalis berhubungan dengan bentuk rumusan dan nama
Pancasila
3) B. Meskipun tidak disebutkan nama Pancasila, namun rumusan sila-sila
Pancasila terdapat dalam pembukaan UUD NRI Tahun 1945.
4) B. Di antara jawaban-jawaban yang lain, hal penulisan sejarah tidak
menunjukkan perhatian soal keadilan.
5) B. Hal yang harus diwujudkan di dalam keberagaman adalah
mewujudkan keharmonisan di antara perbedaan-perbedaan tersebut.
6) C. Pernyataan tersebut benar karena Pancasila menjamin hak asasi
manusia sebagai individu, namun sikap tersebut juga salah ketika
individu tersebut hanya mementingkan hak individunya semata
tanpa memperhatikan hak orang lain.
7) B. Theo-genetis, Socio-genetis, Geo-genetis adalah tiga kecenderungan
mendasar manusia yang dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya.
8) B. Theo-genetis adalah pengakuan akan adanya pengalaman
metaempiris.
9) B. Material, spiritual, jasmani, rohani adalah hal-hal yang berhubungan
dengan susunan kodrat manusia.
10) B. Peran dan fungsi Pancasila adalah sebagai kristalisasi nilai-nilai yang
positif dan digali dari bangsa Indonesia
Tes Formatif 2
1) A. Semangat daerah bukanlah diinspirasi dari nilai-nilai Pancasila
2) C. Sidang BPUPKI adalah saat pertama rumusan Pancasila
diperkenalkan. Sebelum peristiwa tersebut, tidak dapat dilacak
secara pasti kapan rumusan Pancasila diperkenalkan.
3) B. BPUPKI dibentuk pada tanggal 29 April 1945
4) A. Ketua BPUPKI adalah KRT. Radjiman Widyodiningrat
5) C. 10 – 17 Juli 1945 bukanlah waktu sidang BPUPKI
6) B. Usulan rumusan Pancasila yang dikemukakan oleh Muh. Yamin
memiliki kemiripan dengan rumusan yang disusun pada saat Piagam
Jakarta.
7) C. R.P. Soeroso bukanlah penyaji dalam sidang BPUPKI.
8) C. Uang bukanlah syarat berdirinya sebuah negara.
9) A. Ada dua macam versi rumusan sila Pancasila
10) D. Selama penerapan UUDS 1950, Soekarno tidak memimpin kabinet.
Daftar Pustaka
PENDAHULUAN
K E gi A t A n B E LA J A R 1
1. Pengertian sistem
Sistem adalah suatu kesatuan keadaan atau barang sesuatu yang bagian-
bagiannya saling berhubungan secara fungsional dalam rangka mencapai
suatu tujuan bersama (Soemargono, 1983). Pengertian sistem apabila dirinci
memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
a. Kesatuan yang tersusun atas bagian-bagian.
b. Bagian-bagian memiliki fungsi sendiri-sendiri
c. Bagian-bagian saling berhubungan
d. Kesatuannya dimaksudkan untuk mencapai tujuan bersama.
2. Pengertian filsafat
Istilah filsafat memiliki pengertian yang bermacam-macam. Seiring
dengan perkembangan konsep filsafat, pengertian istilah ini juga semakin
berkembang. Pengertian filsafat sebagai suatu istilah perlu ditelusuri secara
etimologis. Istilah filsafat memiliki padanan kata falsafah (dalam bahasa
Arab), dan philosophy dalam kosakata bahasa Inggris. Tinjauan
penggunaannya dalam bahasa Yunani terdapat dua pengertian, tetapi secara
semantis memiliki makna yang sama. Filsafat sebagai kata benda merupakan
perpaduan kata majemuk philos (sahabat, cinta) dan Sophia (pengetahuan
yang bijaksana, kebijaksanaan). Filsafat sebagai kata kerja merupakan
paduan dari philein (mencintai) dan sophos (hikmah, kebijaksanaan). Filsafat
dari pengertiannya sebagai kata kerja adalah cinta kepada pengetahuan yang
bijaksana, sehingga mengusahakannya. Kaelan (1996) menjelaskan, bahwa
istilah filsafat pada mulanya merupakan suatu istilah yang secara umum
dipergunakan untuk menunjukkan suatu usaha menuju kepada keutamaan
mental, the pursuit of mental excellence. Istilah filsafat dalam perjalanan
sejarah yang panjang, sebagai ilmu berguna bagi sikap kritis dan analitis,
sehingga lingkup pengertian filsafat semakin berkembang dan bermacam-
macam. Beberapa pendapat ada yang menggunakan pengertian filsafat
sebagai pandangan hidup, sebagai suatu kebijaksanaan yang rasional,
sekelompok teori dan sistem pemikiran, sebagai proses kritis dan sistematis
dari pengetahuan manusia, dan sebagai usaha memperoleh pandangan yang
menyeluruh. Masing-masing penggunaan istilah filsafat tersebut memiliki
ciri-ciri berpikir yang tertentu.
b. Bersifat terdalam
Yang dimaksud berpikir terdalam adalah sampai ke pengertian tentang
inti mutlak permasalahannya. Berpikir terdalam bukan hanya merumuskan
fakta yang sifatnya khusus dan empiris, namun sampai pada hakikatnya atau
pengertian yang fundamental. Berpikir terdalam akan mengetahui sesuatu
permasalahan sampai pada akarnya, sehingga merupakan pengetahuan yang
sifatnya umum universal (Noor Ms. Bakry, 1994:15)
c. Bersifat konseptual
Perenungan kefilsafatan merupakan kegiatan akal budi dan mental
manusia untuk menyusun suatu bagan yang bersifat konseptual yang
merupakan suatu hasil generalisasi dan abstraksi dari pengalaman-
pengalaman yang sifatnya sangat khusus dan individual (Kattsoff, 1986: 7).
Berpikir konseptual tidak dimaksudkan untuk berpikir yang mengawang-
awang, tetapi berpikir secara terkait dengan masalah-masalah konkret yang
dihadapi oleh umat manusia, dengan membuat konsep-konsep yang jelas dan
tepat mengenai pokok persoalannya. Oleh karena itu tidaklah cukup
menyimpulkan persoalan hanya dengan bukti-bukti yang empiris dan
kuantitatif atau partikular saja (Kaelan, 1986: 9).
d. Koheren
Berpikir secara kefilsafatan juga menuntut adanya sifat koheren yakni
keruntutan. Pemikiran kefilsafatan bukan pemikiran yang acak, kacau, dan
fragmentaris. Runtut berarti tidak ada pertentangan kontradiktif, kontradiksi
interminis dalam rumusan-rumusannya satu sama lain. Sifat koheren tersebut
didukung oleh asas-asas pemikiran logis dalam tata cara penyimpulan
(berdasarkan logika yang memang sejak dulu dikembangkan oleh para filsuf).
e. Bersifat komprehensif
Pemikiran kefilsafatan tidak hanya didasarkan pada suatu fakta yang
khusus dan individual saja yang melahirkan kesimpulan yang khusus dan
individual juga, melainkan pemikiran filsafati ingin sampai pada kesimpulan
yang bersifat umum, sehingga dituntut untuk berpikir secara komprehensif:
menyeluruh (luas). Menyeluruh berarti tidak ada sesuatu pun yang di luar
jangkauannya (Kattsoff, 1986: 12). Misalnya, mengenai objek materi
manusia, jika dipandang salah satu dari aspek-aspeknya, aspek ekonomi, atau
aspek fisik tentulah tidak cukup untuk memaknai manusia, memecahkan
persoalan- persoalan hidup manusia, maka perlu manusia itu direnungkan
dari berbagai segi sehingga kesimpulannya dapat diterima seluas-luasnya
karena sifatnya yang menyeluruh itu.
f. Bersifat Universal
Berpikir kefilsafatan termasuk sebagai suatu upaya untuk mencapai
suatu kesimpulan yang bersifat umum (universal) yang dapat digunakan oleh
manusia pada umumnya, manusia di mana pun, kapan pun, dan dalam
keadaan bagaimanapun.
g. Bersifat spekulatif
Bersifat spekulatif berarti memiliki sifat mereka-reka, menerka,
menduga, tetapi bukan sembarang perekaan. Perekaan yang dimaksud di sini
adalah pengajuan dugaan-dugaan yang masuk akal (rasional) yang
mendahului atau melampaui fakta-fakta. Ini merupakan kegiatan akal budi
manusia dengan melalui kemampuan dalam imajinasi yang berdisiplin
menghadapi persoalan- persoalan yang menuntut pemecahan yang bijaksana.
Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan merenungkan secara
menyeluruh hasil-hasil dari ilmu pengetahuan dan menyatukannya dengan
pengalaman etis keagamaan. Dengan cara demikian diharapkan dicapai
kemajuan-kemajuan
dalam mengembangkan ilmu pengetahuan pada umumnya. Hal ini telah
dibuktikan oleh para filsuf dahulu dengan mengajukan dugaan-dugaan yang
cerdas dan dapat dibuktikan kemudian.
h. Bersifat sistematis
Pemikiran kefilsafatan yang pada dasarnya menuntut keruntutan,
komprehensif dan universal serta tidak bersifat fragmentaris, tidak acak,
merupakan keseluruhan yang bersistem, sistematis. Berpikir sistematis
dimaksudkan bahwa dalam berpikir terdapat bagian-bagian yang senantiasa
berhubungan satu dengan yang lainnya. Sistem adalah suatu kesatuan
keadaan atau barang sesuatu yang bagian-bagiannya saling berhubungan
secara fungsional dalam rangka mencapai suatu tujuan bersama (Soejono
Soemargono, 1983: 6). Pengertian sistem apabila dirinci memiliki unsur-
unsur sebagai berikut:
1) Kesatuan yang tersusun atas bagian-bagian.
2) Bagian-bagian memiliki fungsi sendiri-sendiri
3) Bagian-bagian saling berhubungan
4) Kesatuannya dimaksudkan untuk mencapai tujuan bersama.
LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
Jelaskan pengertian Pancasila sebagai:
1) dasar negara Republik Indonesia
2) pengertian Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum
3) pengertian Pancasila sebagai suasana kebatinan UUD NRI Tahun 1945
4) pengertian Pancasila sebagai sumber cita-cita hukum
Untuk dapat menjawab soal latihan di atas secara tepat, baca dan pahami
materi Kegiatan Belajar 1 Modul 3` dengan cermat mengenai pengertian
system dan filsafat dari Pancasila, apabila masih belum paham baca kembali
dan diskusikan dengan teman-teman atau tutor Anda
RANGKUMAN
TES FORMATIF 1
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1) Yang dimaksud dengan “dasar negara” ialah alas atau fundamen yang,
kecuali ....
A. menjadi landasan operasional penyelenggaran pemerintah-an negara
B. menjadi tumpuan dan memberi kekuatan kepada berdirinya negara
C. menjadi landasan konstitusional penyelenggaraan pemerintahan
negara
D. ditetapkan oleh presiden sebagai kepala pemerintahan negara
10) Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum Indonesia maka ia
tercantum dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 yang terjelma lebih
lanjut di dalam ....
A. Batang Tubuh UUD NRI Tahun 1945
B. pokok-pokok pikiran Pembukaan UUD NRI Tahun 1945
C. perundang-undangan RI
D. alinea IV Pembukaan UUD NRI Tahun 1945
C. PENGEMBANGAN PANCASILA
MELALUI PENYELENGGARAAN
NEGARA
Untuk dapat menjawab soal latihan di atas secara tepat, baca dan pahami
materi Kegiatan Belajar 2 modul 3 mengenai Pancasila sebagai dasar negara,
Pancasila subyektif sebagai kepribadian bangsa, pengembangan Pancasila
melalui penyelenggaraan negara dan undang-undang dengan cermat, apabila
masih belum paham baca kembali dan diskusikan dengan teman-teman atau
tutor Anda.
RANGKUMAN
TES FORMATIF 2
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
7) Pandangan hidup bangsa itu mengandung suatu konsep dasar tentang ....
A. kehidupan yang dicita-citakan
B. garis-garis besar haluan negara
C. sarana hidup bangsa
D. adat atau cara hidup
Tes Formatif 1
1) D. Dasar negara bukan ditetapkan oleh presiden, melainkan oleh para
pendiri negara.
2) A. Haluan negara bukan merupakan hal yang dikontrol oleh prinsip-
prinsip dasar negara.
3) C. Pancasila tidak mengatur tentang penggunaan pertimbangan akal
manusia.
4) C. Sebagai dasar negara, maka Pancasila sekaligus menjadi cita hukum
di Indonesia.
5) A. Pasal-pasal UUD 1945 dijelmakan dalam peraturan hukum dan
peraturan perundangan yang tertulis.
6) A. Pancasila terdapat di dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 alinea
IV.
7) B. Pancasila tidak dapat diubah karena berarti merubah Pancasila berarti
bubarnya negara.
8) C. Pancasila di dalam norma hukum mempunyai kedudukan yang
sifatnya kuat, tetap dan tidak berubah bagi negara yang dibentuk.
9) D. Suasana kebatinan bangsa Indonesia bukan merupakan implikasi dari
kedudukan Pancasila sebagai dasar negara.
10) A. Nilai-nilai Pancasila tercermin di dalam Batang Tubuh UUD NRI
Tahun 1945.
Tes Formatif 2
1) D. Pandangan hidup terdiri atas kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur.
2) A. Menata hubungan diri pribadi manusia itu sendiri
3) C. Pandangan hidup dibutuhkan oleh negara yang ingin berdiri tegak dan
kokoh untuk mengetahui dengan jelas arah tujuan yang ingin
dicapainya.
4) D. Keberadaan pandangan hidup tidak berkaitan secara langsung dengan
lebih cepat atau tidaknya untuk melakukan reformasi di segala
bidang.
5) C. Pandangan hidup masyarakat akan berproses menjadi pandangan
hidup bangsa.
6) D. Pandangan hidup tidak selalu terdiri atas lima unsur atau bagian.
7) A. Pandangan hidup berisi pandangan tentang hidup yang dicita-citakan.
8) D. Pancasila disebut merupakan perjanjian luhur karena mempunyai
makna dan nilai yang sangat tinggi.
9) C. Norma-norma bangsa di dunia adalah ketentuan yang tidak harus
sesuai dengan nilai Pancasila.
10) D. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa tercantum dalam
Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 alinea IV.
Daftar Pustaka
PENDAHULUAN
LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1) Di manakah hakikat inti Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 dan apa
alasannya?
2) Uraikan tentang Pancasila secara formal dan Pancasila secara material!
3) Bagaimana kedudukan Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 berdasarkan
kronologi urutan tertib hukum di Indonesia?
Untuk dapat menjawab soal latihan di atas secara tepat, baca dan pahami
materi Kegiatan Belajar 1 Modul 4 dengan cermat mengenai hubungan
formal Pancasila dan Pembukaan, hubungan material Pancasila dan
Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, apabila masih belum paham baca
kembali dan diskusikan dengan teman-teman atau tutor Anda
RANGKUMAN
Hubungan Secara Formal antara Pancasila dan Pembukaan
UUDNRI 1945: bahwa rumusan Pancasila sebagai dasar negara
Indonesia adalah seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUDNRI
1945; bahwa Pembukaan UUDNRI 1945 berkedudukan dan berfungsi
selain sebagai Mukadimah UUD’45 juga sebagai suatu yang
bereksistensi sendiri karena Pembukaan UUDNRI 1945 yang intinya
Pancasila tidak tergantung pada batang tubuh UUD’45, bahkan sebagai
sumbernya; bahwa Pancasila sebagai inti Pembukaan UUDNRI 1945
dengan demikian mempunyai kedudukan yang kuat, tetap, tidak dapat
diubah dan terlekat pada kelangsungan hidup Negara RI.
Hubungan Secara Material antara Pancasila dan Pembukaan
UUDNRI 1945: Proses Perumusan Pancasila: sidang BPUPKI
membahas dasar filsafat Pancasila, baru kemudian membahas
Pembukaan UUDNRI 1945; sidang berikutnya tersusun Piagam Jakarta
sebagai wujud bentuk pertama Pembukaan UUDNRI 1945.
TES FORMATIF 1
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
4) Hubungan secara formal antara Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 dan
Pancasila dapat disimpulkan sebagai berikut ....
A. bahwa Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 yang intinya Pancasila
tidak bergantung pada batang tubuh UUD NRI Tahun 1945
melainkan sebagai sumbernya
B. bahwa rumusan Pancasila sebagai dasar negara seperti tercantum
pada alinea I-IV Pembukaan UUD NRI Tahun 1945
C. bahwa Pancasila mempunyai kedudukan sebagai pokok kaidah
fundamental bagi negara RI dan negara-negara tetangga
D. bahwa Pancasila sebagai inti Pembukaan UUD NRI Tahun 1945
memiliki kedudukan yang bersifat dinamis
10) Pancasila sebagai pedoman hukum Indonesia meliputi, kecuali sumber ....
A. nilai
B. bahan/materi
C. bentuk/sifat
D. fundamental negara
Kedudukan Hakiki
Pembukaan Undang Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
Untuk dapat menjawab soal latihan diatas secara tepat, baca dan pahami
materi Kegiatan Belajar 2 Modul 4` dengan cermat mengenai pengertian
makna pembukaan dan kedudukan pembukaan UUD NRI tahun 1945,
apabila masih belum paham baca kembali dan diskusikan dengan teman-
teman atau tutor Anda.
RANGKUMAN
TES FORMATIF 2
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
9) Negara Indonesia mengambl nilai, bentuk, bahan, dan sifat dari hukum
kodrat, Tuhan dan hukum etis atau hukum moral maupun hukum
filosofis untuk dijabarkan ke dalam hukum....
A. adat
B. positif
C. alam
D. agama
10) Sesuai makna alinea III Pembukaan UUDNRI Tahun 1945, bangsa
Indonesia menyatakan kemerdekaannya atas kekuatan bangsa Indonesia
sendiri yang ....
A. didukung oleh seluruh rakyat Indonesia dan sebagian dunia
B. digunakan untuk kepentingan rakyat banyak
C. merupakan tindakan suci dan saleh
D. melaksanakan hak kodrat dan moral untuk merdeka
LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1) Jelaskan mengapa penyelenggaraan negara perlu didasarkan pada
Pancasila!
2) Jelaskan tata urutan peraturan perundang-undangan negara Republik
Indonesia! Bagaimana jika ditemukan peraturan yang bertentangan
dengan peraturan di atasnya!
3) Jelaskan yang dimaksud dengan Sistem Pemerintahan menurut Undang
Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945!
Untuk dapat menjawab soal latihan diatas secara tepat, baca dan pahami
materi Kegiatan Belajar 3 Modul 4` dengan cermat mengenai pengertian
penjabaran dasar Negara Pancasila, penyelenggaraan Negara sebagai
aktualisasi Pancasila, Pancasila sebagai Ideologi Nasional, Pancasila sebagai
sumber tertib hukum di indonesia, apabila masih belum paham baca kembali
dan diskusikan dengan teman-teman atau tutor Anda.
RANGKUMAN
TES FORMATIF 3
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
Tes Formatif 1
1) B. Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 adalah dasar bagi adanya tertib
hukum di Indonesia.
2) D. Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 tidak mudah diubah untuk
disesuaikan dengan kebutuhan bangsa dan negara.
3) B. Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 adalah dua substansi yang
sama.
4) A. Pembukaan UUD 1945 yang intinya Pancasila tidak bergantung pada
batang tubuh UUD 1945 melainkan sebagai sumbernya.
5) B. Pancasila di dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 memiliki
kedudukan formal.
6) A. Jika terdapat rumusan yang menyimpang maka sama halnya dengan
mengubah secara tidak sah Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.
7) B. Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 merupakan tertib hukum yang
tertinggi.
8) A. Inti sari pokok kaidah fundamental negara adalah Pancasila.
9) B. Pancasila adalah sumber material dari tertib hukum di Indonesia.
10) D. Pancasila bukanlah sumber fundamental negara.
Tes Formatif 2
1) C. Setiap ketentuan hukum mengikat secara imperatif terhadap siapa pun
bukanlah alasan formal tidak dapat diubahnya Pembukaan UUD
NRI Tahun 1945.
2) A. Proklamasi 17 Agustus 1945 hanya terjadi satu kali dan tidak dapat
diulang kembali.
3) B. Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 adalah pernyataan kemerdekaan
yang terperinci.
4) D. Pernyataan tentang hukum moral dan hukum filosofis terdapat dalam
Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.
5) A. Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 memuat bentuk negara dan
pernyataan tentang pembentukan undang-undang dasar.
6) D. Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 adalah tempat dimuatnya
ketentuan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 secara lebih
terperinci.
7) C. Sumber hukum positif Indonesia
8) D. Hukum filosofis adalah sumber bagi bentuk dan sifat hukum positif
yang ada di Indonesia.
9) B. Hukum positif adalah tempat dijabarkannya hukum kodrat, hukum
Tuhan, dan hukum etis atau hukum alam.
10) D. Pernyataan kemerdekaan 17 Agustus 1945 adalah pernyataan untuk
melaksanakan hak kodrat dan moral untuk merdeka.
Tes Formatif 3
1) C. Dasar Negara
2) A. Manusia
3) D. Moral dan Kerokhanian
4) D. Ontologis
5) A. Monodualis, manusia memiliki sifat sebagai makhluki individu dan
makhluk sosial
6) A. Teleologis, memiliki tujuan dan cita cita yang ingin diwujudkan yaitu
kesejahteraan.
7) B. Relativitas. Ideologi terubuka memiliki dimensi Realitas, Idealitas, dn
Fleksibilitas.
8) D. Dalam Alinea keempat dijelaskan bahwa disusunlah kemerdekaan
kebangsaan itu dalam suatu Undang Undang Dasar.
9) A. Pembukaan UUDNRI Tahun 1945
10) B. UUDNRI 1945, yang mengatur Sistem Pemerintahan Negara
Daftar Pustaka
Ubaedillah A., dan Abdul Rozak, 2000, Demokrasi, Hak Azasi Manusia, &
Masyarakat Madani, ICCE UIN Syarif Hidayatullah. Penerbit Pranada
Group, Jakarta
Mo D u L 5
PENDAHULUAN
Istilah identitas nasional terbentuk oleh dua kata yaitu kata “identitas”
dan “nasional”. Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI menjelaskan
bahwa kata “identitas” berarti “ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang” atau
“jati diri”. Kata “nasional” berarti “bersifat kebangsaan”; “berkenaan atau
berasal dari bangsa sendiri”; “meliputi suatu bangsa”. Berdasarkan makna
yang diambil dari kamus tersebut, Identitas Nasional adalah ciri-ciri atau jati
diri bangsa yaitu “segala perasaan atau sifat-sifat kebangsaan yang berasal
dari bangsa itu sendiri”.
Kesadaran tentang pentingnya Identitas Nasional Indonesia secara
historis mulai muncul setelah banyak pemuda Indonesia yang menjalani
pendidikan di Eropa. Kesadaran tentang pentingnya Identitas Nasional
Indonesia, khususnya pada tahap awal munculnya ditandai dengan
diselenggarakannya Kongres Budi Utomo pada tahun 1908. Kongres Budi
Utomo 1908 diselenggarakan sebagai akibat dari munculnya kesadaran
rakyat Indonesia untuk merdeka dan bersatu sebagai bangsa. Rakyat
Indonesia mulai sadar untuk melepaskan diri dari penjajahan bangsa asing.
Rakyat Indonesia mulai sadar untuk menemukan identitas dirinya sebagai
bangsa yang telah terhambat perkembangannya karena dalam keadaan
terjajah, sehingga muncullah kesadaran untuk bangkit mengatur
kehidupannya sendiri sebagai sebuah bangsa yang bernegara sendiri.
Kesadaran rakyat Indonesia pada tahun 1908 tersebut dikenal dengan masa
Kebangkitan Nasional. Kebangkitan nasional ini telah memberikan semangat
bagi rakyat Indonesia untuk sadar dan bangkit menemukan jati diri sebagai
bangsa dan untuk mengatur masa depannya dengan bernegara sendiri.
Kelanjutan Kongres Budi Utomo adalah kongres-kongres kebudayaan
daerah. Kongres-kongres kebudayaan daerah yang diselenggarakan di masa
Kebangkitan nasional bertujuan mempersiapkan masing-masing daerah untuk
bersatu sebagai bangsa yang merdeka. Kongres Kebudayaan I yang
diselenggarakan di Solo tanggal 5-7 Juli 1918 memang terbatas pada
pengembangan nilai-nilai budaya Jawa, tetapi kemudian disusul oleh
kongres- kongres kebudayaan Sunda, Madura, dan Bali. Kongres-kongres
kebudayaan daerah tersebut kemudian dilanjutkan dengan kongres bahasa
Indonesia dan
kongres pemuda. Kongres bahasa Sunda diselenggarakan di Bandung tahun
1924. Kongers pemuda ke-2 di Jakarta diselenggarakan tahun 1928. Kongres
bahasa Indonesia I diselenggarakan tahun 1938 di Solo. Peristiwa-peristiwa
yang terkait dengan kebudayaan dan kebahasaan melalui kongres telah
memberikan pengaruh positif terhadap penemuan jati diri dan identitas
nasional bangsa Indonesia.
Pembentukan Identitas Nasional melalui pengembangan nilai-nilai
kebudayaan Indonesia telah mulai dilakukan di masa Kebangkitan Nasional
jauh sebelum kemerdekaan. Kongres-kongres kebudayaan tersebut telah
mampu melahirkan kepedulian terhadap unsur-unsur budaya daerah-daerah
lain. Pengalaman kongres-kongres kebudayaan telah banyak memberikan
inspirasi yang mengkristal akan kesadaran berbangsa yang diwujudkan
dengan semakin banyak berdirinya organisasi kemasyarakatan dan organisasi
politik. Sejumlah organisasi kemasyarakatan yang berdiri bergerak dalam
berbagai bidang, seperti bidang perdagangan, keagamaan, hingga organisasi
politik. Tumbuh dan berkembangnya sejumlah organisasi kemasyarakatan
dan politik tersebut menyebabkan semakin kuatnya kesadaran berbangsa.
Pertumbuhan partai politik di nusantara bagaikan tumbuhnya jamur pada
tahun 1920-1930- an. Puncaknya para pemuda yang berasal dari organisasi
kedaerahan berkumpul dalam Kongres Pemuda ke-2 di Jakarta tahun 1928
dan mengumandangkan Sumpah Pemuda. Sumpah Pemuda tersebut telah
menyatakan identitas nasional yang lebih tegas bahwa “Bangsa Indonesia
mengaku bertanah air yang satu, tanah air Indonesia, berbangsa yang satu,
bangsa Indonesia, dan menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”.
Persatuan kebangsaan Indonesia merefleksikan suatu kesatuan dalam
keragaman dan kebaruan dalam kesilaman. Clifford Geertz, mengandaikan
Indonesia ibarat anggur tua dalam botol baru, artinya masyarakat lama dalam
negara baru. Nama Indonesia sebagai nasionalisme politis (political
nationalism) memang baru diperkenalkan sekitar tahun 1920-an, tetapi
tidaklah muncul tanpa benih. Nama Indonesia berakar pada adanya tanah air
beserta elemen-elemen sosial-budaya yang telah ribuan bahkan jutaan tahun
lamanya hadir di Nusantara.
Mohammad Hatta pernah mengatakan, bahwa bagi bangsa Indonesia,
nama Indonesia menyatakan satu tujuan politik, karena melambangkan dan
mencita-citakan satu tanah air pada masa depan. Setiap orang Indonesia akan
berusaha dengan segala tenaga dan kemampuan untuk mewujudkannya.
Kemauan dan kemampuan yang luar bisa diperlukan untuk dapat menyatukan
keluasan teritorial dan kebhinekaan sosio-kultural Indonesia ke dalam
kesatuan entitas negara-bangsa. Sebuah negeri untaian zamrud khatulistiwa,
yang mengikat lebih dari lima ratus suku bangsa dan bahasa, ragam agama,
dan budaya di sepanjang rangkaian tanah air yang membentang dari 6° 08'
LU hingga 11° 15' LS, dan dari 94° 45' BT hingga 141° 05' BT (Latif, 2011).
Negara Kesatuan Republik Indonesia secara geopolitis adalah negara
lautan (archipelago) yang ditaburi oleh pulau-pulau, atau dalam sebutan
umum dikenal sebagai negara kepulauan. Indonesia sebagai negara
kepulauan terbesar di dunia, terdiri atas sekitar 17.508 pulau (citra satelit
terakhir menunjukkan 18.108 pulau), sekitar 6000 di antaranya berpenduduk
(United Nations Environment Program, UNEP, 2003). Lautan menjadi faktor
dominan. Total luas wilayah Indonesia 7,9 juta km2 terdiri atas 3,2 juta km2
merupakan wilayah laut teritorial dan 2.9 juta km2 perairan Zona
Ekonomi Eksklusif (ZEE), dan hanya sebanyak 1,8 juta km2 merupakan
daratan. Luas lautan Indonesia meliputi 2/3 dari total luas wilayah Indonesia.
Panjang pantai 95.180,8 km, sedangkan panjang khatulistiwa 40.070 km,
sehingga panjang pantai Indonesia dua kali lipat lebih dari panjang
khatulistiwa. Letak Indonesia yang strategis, yaitu di titik persilangan
antarbenua dan antarsamudera, membuat kepulauan Indonesia sejak lama
menjadi wadah penyerbukan silang budaya dan peradaban dunia. Indonesia
menampilkan senyawa arkeologi peradaban yang berlapis, tempat unsur-
unsur peradaban purba, tua, modern, dan pasca modern bisa hadir secara
simultan. Bangsa Indonesia adalah bangsa majemuk paripurna (par
excellence). Bangsa Indonesia sungguh
menakjubkan, karena kemajemukan sosial, kultural, dan teritorial dapat
menyatu ke dalam suatu komunitas politik kebangsaan Indonesia (Latif,
2011). Setiap bangsa sebagai bentuk persekutuan hidup yang ingin merdeka
tentu penting memiliki identitas yang berbeda dengan bangsa lain. Setiap
bangsa dan negara yang merdeka dan berdaulat memiliki identitas
nasionalnya agar negara-bangsa tersebut dapat dikenal oleh negara-bangsa
lain dan dapat dibedakan dengan negara-bangsa lain. Negara-bangsa dengan
identitas nasional yang formal dan jelas akan memiliki nilai dan norma untuk
mengatur hidup dan kehidupannya, sehingga akan memiliki kewibawaan dan
kehormatan sebagai bangsa beradab yang sejajar dengan bangsa lain.
Identitas nasional Indonesia akan membedakan bangsa dan warga Indonesia
dengan bangsa dan warga bangsa lain dalam mengatur hidup dan
kehidupannya. Apabila bangsa Indonesia memiliki Identitas Nasional, maka
bangsa lain akan dengan mudah mengenal dan membedakan ciri-ciri bangsa
Indonesia dengan
bangsa lain. Identitas nasional juga sangat berguna untuk menjaga persatuan
seluruh warga bangsa, sehingga sangat berguna untuk menjaga eksistensi dan
kelangsungan hidup negara-bangsa yang bersangkutan.
Koento Wibisono (2005) pernah menyatakan bahwa Identitas Nasional
adalah pengertian yang di dalamnya tersimpul perangkat nilai-nilai budaya
yang mempunyai ciri khas dan membedakan dengan bangsa lain. Identitas
Nasional merupakan konstruksi emosional, intelektual, dan ideologis yang
terus menerus harus dibangun agar tata nilai yang tersimpul di dalamnya
tetap relevan, aktual, dan fungsional; dalam menghadapi zaman yang terus
menerus berkembang dan berubah-ubah.
Identitas Nasional itu penting bagi negara-bangsa Indonesia. Alasan
pentingnya Identitas Nasional tersebut adalah sebagai berikut.
Pertama, agar bangsa Indonesia dikenal oleh bangsa lain. Apabila bangsa
Indonesia sudah dikenal oleh bangsa lain, maka bangsa Indonesia dapat
melanjutkan perjuangan untuk mampu eksis sebagai bangsa sesuai dengan
fitrahnya.
Kedua, identitas nasional bagi negara-bangsa Indonesia sangat penting
bagi kelangsungan hidup negara-bangsa Indonesia. Tidak mungkin negara
dapat hidup sendiri sehingga dapat terus eksis. Setiap negara seperti halnya
individu manusia tidak dapat hidup menyendiri. Setiap negara memiliki
keterbatasan sehingga perlu bantuan/pertolongan negara/bangsa lain. Bangsa
Indonesia penting memiliki identitas nasional di samping agar dikenal oleh
bangsa lain juga untuk saling bantu membantu memenuhi kebutuhan.
Negara Indonesia berhasil melepaskan diri dari kekuasaan asing, lalu
menyatakan kemerdekaannya. Para pendiri negara melalui Proklamasi
Kemerdekaan 17-8-1945 telah menyiarkan atau mengabarkan kepada negara
dan bangsa lain agar mengetahui bahwa di wilayah nusantara telah berdiri
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang merdeka, bersatu,
berdaulat, dengan cita-cita besar menjadi negara yang adil dan makmur.
Bangsa lain sejak Proklamasi Kemerdekaan 17-8-1945 mengenal NKRI
memiliki wilayah yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, dari pulau
Miangas sampai pulau Rote. NKRI memiliki penduduk yang pluralis dengan
jumlah etnis lebih dari 700 dan bahasa daerah lebih dari 200 tetapi memiliki
identitas nasional bahasa Indonesia. NKRI memiliki pemerintahan sendiri
yang dipimpin oleh Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia (yang
pertama, Soekarno – Hatta)
Identitas nasional bangsa Indonesia dalam konteks hubungan
internasional juga telah memiliki dan ditetapkan di dalam Undang-undang
Dasar Negara, yaitu bendera negara adalah sang merah putih, lambang negara
adalah garuda Pancasila, bahasa negara sebagai bahasa persatuan adalah
bahasa Indonesia, dan lagu kebangsaan adalah Indonesia Raya. Identitas
nasional tersebut menjadikan Negara Kesatuan Republik Indonesia akan
semakin kokoh dan semakin dikenal oleh bangsa dan masyarakat dunia.
Ketiga, Identitas Nasional penting bagi kewibawaan negara dan bangsa
Indonesia. Apabila telah saling mengenal Identitas Nasional masing-masing,
maka akan tumbuh pengakuan kedaulatan, rasa saling hormat, saling
pengertian, dan menumbuhkan kepercayaan untuk saling bekerja sama.
Identitas Nasional penting selalu bersifat terbuka, yaitu: sesuai dengan
budaya yang menjadi “akar”/”nilai”, tetapi selalu terbuka untuk diberi
tafsir/bentuk baru sesuai dengan kebutuhan perkembangan zaman.
2. Kepribadian Indonesia
Setiap orang Indonesia mempunyai susunan kepribadian bertingkat,
yaitu mempunyai hakikat kemanusiaan, sebagai penjelmaannya mempunyai
hakikat pribadi kebangsaan Indonesia, sebagai penjelmaan kedua hakikat
tersebut mempunyai hakikat konkret kebangsaan Indonesia, sebagai
penjelmaan ketiga hakikat tersebut memunyai hakikat pribadi perseorangan
dan hakikat konkret perseorangan.
Sila kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung sifat-sifat hakikat
manusia sebagai dasarnya, tersimpul pula sifat-sifat kepribadian Indonesia
atau kepribadian Pancasila. Isi arti unsur hakikat yang tersimpul dalam
Pancasila meliputi tiga macam hakikat, yaitu hakikat abstrak, hakikat pribadi,
dan hakikat konkret.
3. Hakikat Pribadi Indonesia
LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1) Jelaskan pengertian Identitas Nasional!
2) Sebutkan dan jelaskan bentuk-bentuk Identitas Nasional Indonesia!
3) Jelaskan perbedaan maksud dari Pancasila sebagai jati diri bangsa!
4) Buatlah analisis tentang hubungan hirarkhis antara hakikat kemanusiaan
dan hakikat pribadi kebangsaan Indonesia.
5) Buatlah analisis tentang hubungan hirarkhis antara hakikat pribadi
kebangsaan Indonesia dan hakikat konkret kebangsaan Indonesia.
1) Identitas Nasional adalah ciri-ciri atau jati diri bangsa yaitu “segala
perasaan atau sifat-sifat kebangsaan yang berasal dari bangsa itu
sendiri”.
2) (1) Bendera negara adalah Sang Merah Putih; (2) Bahasa nasional atau
bahasa persatuan adalah Bahasa Indonesia; (3) Lagu kebangsaan adalah
Indonesia Raya; (4) Lambang negara adalah Garuda Pancasila; (5)
Semboyan negara adalah Bhinneka Tunggal Ika; (6) Dasar falsafah
negara adalah Pancasila; (7) Konstitusi (Hukum Dasar) Negara adalah
UUD NRI 1945; (8) Bentuk Negara adalah Negara Kesatuan Republik
Indonesia; (9)
Konsepsi Wawasan Nusantara; dan (10) Kebudayaan-kebudayaan daerah
diterima sebagai kebudayaan nasional.
3) Pancasila sebagai jati diri bangsa lebih dimaknai sebagai kepribadian
(sikap dan perilaku) yang mencerminkan lima nilai Pancasila. Pancasila
dipahami bukan rumus atau statusnya tetapi pada isinya, yakni nilai-nilai
luhur yang diakui merupakan pandangan hidup bangsa yang disepakati.
Pancasila sebagai kepribadian yang diwujudkan dalam sikap dan
perilaku akan dapat teramati dan dinilai.
4) Pancasila sebagai jati diri bangsa lebih dimaknai sebagai kepribadian
(sikap dan perilaku) yang mencerminkan lima nilai Pancasila. Pancasila
dipahami bukan rumus atau statusnya tetapi pada isinya, yakni nilai-nilai
luhur yang diakui merupakan pandangan hidup bangsa yang disepakati.
Pancasila sebagai kepribadian yang diwujudkan dalam sikap dan
perilaku akan dapat teramati dan dinilai.
5) Hakikat pribadi kebangsaan dan hakikat konkret kebangsaan merupakan
penjelmaan dari hakikat abstrak manusia. Hakikat pribadi merupakan
penjelmaan langsung dari hakikat abstrak atau hakikat jenis. Hakikat
konkret merupakan penjelmaan langsung dari hakikat jenis dan
penjelmaan tidak langsung hakikat jenis tersebut dengan melalui hakikat
pribadi. Hakikat konkret merupakan penjelmaan langsung hakikat
pribadi.
RANGKUMAN
9) Menurut Hardono Hadi, jati diri itu mencakup tiga unsur sebagaimana
yang tersebut di bawah ini, kecuali....
A. Identitas
B. Kepribadian
C. Keunikan
D. Keistimewaan
B. MULTIKULTURALISME INDONESIA
2. Pemahaman Pluralitas
Paul Edward (dalam Zubair, 2003) menerapkan pemahaman pluralitas
yang perlu dikembangkan dan dimodifikasi sebagai berikut. Pertama, adanya
pemahaman atas relativitas kultural yang konsekuensinya memunculkan
pluralitas kultural. Pluralitas kultural adalah realitas paling elementer dan
oleh karena itu tidak dapat dihindarkan oleh siapapun. Seseorang tidak dapat
memilih lahir pada komunitas etnik tertentu atau ras tertentu. Kulit, wajah,
jenis kelamin, orang tua tak dapat dipilih dan ditentukan, manusia terima jadi
saja hal-hal tersebut. Karena merupakan hal yang tak terhindarkan dari
kehidupan, pada dasarnya seseorang tidak dapat begitu saja memberikan
penilaian baik-buruk atau bahkan benar-salah, semata-mata berdasarkan
perbedaan latar belakang kebudayaan. Manusia tidak dapat
mengartikulasikan dan mengidentifikasikan kebenaran substansial dengan
bahasa kultural. Kesadaran budaya yang berupa penghargaan atas
kemajemukan budaya serta hal ikhwal kebudayaan pada umumnya, tidak bisa
dilihat secara parsial, karena kebudayaan itu sendiri merupakan sebuah
keutuhan sistemik, mulai dari nilai budaya, pandangan hidup, norma, moral,
adat istiadat, hukum, perilaku dan ekspresi kebudayaan. Setiap manusia,
secara individual dan terlebih secara sosial, memiliki kondisi dan pengalaman
yang berbeda, sehingga norma, perilaku serta ekspresi kebudayaannya akan
berbeda pula. Konsekuensi kemajemukan budaya pada dasarnya merupakan
bagian tak terelakkan dari kehidupan manusia.
Kemajemukan budaya secara teoritis dapat dijelaskan sebagai berikut.
Kebudayaan berkembang karena pada dasarnya merupakan jawaban
yang dirasakan paling tepat untuk menghadapi persoalan hidup universal
manusia. Diakui dan disadari bahwa seluruh sub-sistem kebudayaan
merupakan syarat bagi dinamika lahir-batin. Karena masing-masing
masyarakat memiliki persoalan dan pengalaman yang berbeda, manusia satu
sama lain tidak bisa saling memaksakan kehendak begitu saja untuk
menyamakan norma, perilaku dan ekspresi kebudayaan. Tidak ada standar
baku bagi kebudayaan, sehingga tidak boleh ada klaim politik, kekuasaan,
ekonomi atas kebudayaan. Kebudayaan memiliki kedaulatan tersendiri yang
berdasarkan kesinambungan historis dari internal masyarakat itu sendiri,
bukan dari yang lain. Manusia mengembangkan kebudayaan, justru karena
manusia merupakan makhluk yang bertransendensi, suatu kemampuan khas
untuk meningkatkan dirinya selaku makhluk berakal budi. Kebudayaan
memungkinkan manusia memperoleh gerak hominisasi, pemanusiaan
manusia, di lain pihak kebudayaan merupakan proses humanisasi,
peningkatan martabat manusia. Keduanya bermakna spiritual bukan fisikal.
Tak ada yang mampu menyangkal bahwa kebudayaan adalah khas manusia,
pelaku aktif kebudayaan. Manusia menjalankan kegiatannya untuk mencapai
sesuatu yang bernilai baginya dan dengan demikian tugas kemanusiannya
menjadi lebih nyata. Sehingga baik masyarakat “tradisional” maupun
masyarakat “modern” pada dasarnya telah
melewati perjalanan kulturalnya melalui tantangan, masalah, dan akhirnya
menemukan jawaban yang memuaskan melalui proses panjang, Bukan
loncatan-loncatan yang menyimpang dari logika budaya. Indonesia dengan
keragaman kulturalnya harus dikembangkan dengan kesadaran etis kultural
sebagaimana yang diterangkan di atas.
Manusia mengembangkan kebudayaan, justru karena manusia
merupakan makhluk yang bertransendensi, suatu kemampuan khas untuk
meningkatkan dirinya selaku makhluk berakal budi. Kebudayaan
memungkinkan manusia memperoleh gerak hominisasi, pemanusiaan
manusia, di lain pihak kebudayaan merupakan proses humanisasi,
peningkatan martabat manusia. Keduanya bermakna spiritual bukan fisikal.
Tak ada yang mampu menyangkal bahwa kebudayaan adalah khas manusia
sebagai pelaku aktif kebudayaan. Manusia menjalankan kegiatannya untuk
mencapai sesuatu yang bernilai dan dengan demikian tugas kemanusiannya
menjadi lebih nyata. Baik pada masyarakat tradisional maupun masyarakat
modern pada dasarnya telah melewati perjalanan kulturalnya melalui
tantangan, masalah, dan akhirnya menemukan jawaban yang memuaskan
melalui proses panjang, Kebudayaan bukan loncatan-loncatan yang
menyimpang dari logika budaya. Indonesia dengan keragaman kulturalnya
harus dikembangkan dengan kesadaran etis kultural.
Kedua, adalah pemahaman relativitas normatif yang mengantarkan
kepada pemahaman munculnya pluralitas normatif. Pemahaman ini membari
isyarat bahwa perbedaan penafsiran dan pemaknaan terhadap nilai universal
yang sama, dapat terjadi karena perbedaan persepsi. Persepsi tidak mengenal
salah dan benar, karena sudut pandang tidak mengenal baik atau buruk.
Persepsi hanya akan menghadirkan perbedaan yang tidak bersifat mendasar.
Perbedaan dapat terjadi karena ada perbedaan pengalaman, kemampuan dan
juga cara menjawab persoalan. Pluralitas normatif bersifat aksidensial bukan
substansial. Secara universal ada prinsip nilai yang disepakati, namun
perbedaan interpretasi terhadap hal prinsip yang disepakati tak dapat
dihindarkan. Tentu saja dalam hal ini digunakan pendekatan etika sosial
bukan pendekatan dari segi aqidah yang cenderung menutup diri dan hanya
tepat untuk kepentingan internal. Di sinilah pentingnya dialog dan kemitraan
yang secara implisit mengandung komunikasi, dua pihak yang berbeda
namun setara. Munculnya realitas dalam pluralitas agama dan kepercayaan
merupakan contoh pluralitas normatif yang tak dapat dihindarkan pula dari
kehidupan manusia.
Ketiga adalah pemahaman atas relativisme meta-etik yang mengantarkan
pada pemahaman akan adanya pluralitas substantif. Setiap manusia baik
individu maupun komunitas dan bangsa harus memiliki prinsip-prinsip
kebenaran yang diyakini mampu memecahkan masalah yang tentu saja boleh
berbeda dengan komunitas atau bangsa lain. Indonesia memiliki Pancasila
yang secara prinsipial harus diyakini kebenaran ideologisnya oleh bangsa
Indonesia sendiri. Kendatipun tentu saja pemahaman akan adanya perbedaan
yang melahirkan pluralitas substantif dengan bangsa lain tak mungkin juga
dielakkan. Disinilah letak pentingnya mengembangkan kesadaran etika
pluralisme dan multikulturalisme. Tanpa kesadaran tersebut tidak mungkin
membangun kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia yang sangat
majemuk.
Kesadaran multikulturalisme dapat berkembang dengan baik apabila
diterapkan dan diberikan pada generasi muda melalui jalur pendidikan.
Pendidikan sebagai salah satu upaya untuk menanamkan sikap saling
menghargai terhadap perbedaan-perbedaan budaya. Multikulturalisme harus
dapat menyadarkan bahwa tiap budaya mempunyai nilai sendiri, kebenaran
sendiri, sehingga dibutuhkan keterbukaan hati dan pikiran serta pemahaman
akan relativitas budaya.
LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1) Buatlah analisis tentang pentingnya Multikulturalisme di Indonesia.
2) Buatlah penjelasan tentang prinsip-prinsip Multikulturalisme.
3) Berikan penjelasan tentang pengertian globalisasi dan perubahan
kehidupan karena pengaruh globalisasi.
4) Sebutkan pengertian etika Pancasila!
5) Berikan penjelasan tentang fungsi Etika Pancasila dalam menghadapi
masa globalisasi.
Untuk dapat menjawab soal latihan di atas secara tepat, baca dan pahami
materi Kegiatan Belajar 2 Modul 5 dengan cermat mengenai pentingnya
karakter bangsa di era globalisasi, multikulturalisme Indonesia kepribadian
Indonesia dan modernisasi etika Pancasila di era globalisasi, apabila masih
belum paham baca kembali dan diskusikan dengan teman-teman atau tutor
Anda.
RANGKUMAN
Bangsa Indonesia yang terdiri dari pelbagai suku dan agama, sejak
dahulu selalu mengembangkan secara harmonis semua unsur keragaman
adat, budaya, dan keyakinan beragama. Perwujudan unsur-unsur
keragaman hidup di Indonesia tercermin dalam nilai-nilai yang
merupakan pilar-pilar dasar rumusan Pancasila sebagai dasar negara.
Multikulturalisme adalah kesediaan menerima kelompok lain secara
sama sebagai kesatuan, tanpa memerhatikan perbedaan budaya, suku
bangsa, bahasa, dan agama. Sikap dan kesediaan untuk saling menerima
menghargai budaya, nilai, keyakinan yang berbeda tidak dengan
sendirinya akan berkembang. Sikap saling mempengaruhi apabila tidak
diletakkan dalam kerangka saling menghormati dan menghargai, maka
yang akan terjadi adalah konflik dan perpecahan. Prinsip-prinsip dalam
hidup bernegara diperlukan agar sendi-sendi pluralisme dapat menjadi
kekuatan bangsa. Prinsip-prinsip Multikulturalisme yang perlu
dikembangkan adalah prinsip humanitas, prinsip unitas, dan prinsip
kontekstualitas.
Globalisasi sebagai proses integrasi mengarahkan kehidupan dunia
akan semakin menyatu sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Ideologi selaku kekuatan sosial budaya di satu pihak
dapat mempengaruhi dan di pihak lain dapat dipengaruhi globalisasi.
Nasionalisme berfungsi untuk menyeleksi dan menyaring pengaruh
globalisasi yang mengancam eksistensi bangsa serta lembaga-
lembaganya.
Globalisasi akan semakin menantang kesiapan semua bangsa.
Tantangan tersebut berupa kompetisi, demokrasi, liberalisasi ekonomi,
kecanggihan Iptek, dan peningkatan sumber daya manusia. Globalisasi
juga menuntut kesiapan untuk menghadapi dampak negatifnya seperti
krisis nilai, pergeseran sikap hidup, dan pergolakan menuntut kebebasan.
Kehidupan berbangsa yang kokoh dan tidak terpecah belah menjadi
syarat utama bangsa Indonesia dalam menuju kehidupan modern. Bangsa
Indonesia yang sedang mengalami proses-proses perubahan menuju
modernisasi akan melalui gejolak-gejolak sebagai berikut. Pertama,
adaptasi pada nilai-nilai kebudayaan modern. Kedua, kemampuan
menerima, menanggapi, dan memecahkan tantangan lingkungan nasional
dan internasional dengan ciri tuntutan kehidupan yang meningkat.
Ketiga, keadaan sosio kultural yang sesuai, yaitu kesiapan meninggalkan
nilai- nilai lama yang menghambat dan menemukan nilai-nilai baru yang
sesuai dengan perkembangan jaman, yaitu melepaskan ciri-ciri
masyarakat agraris tradisional dan memasuki masyarakat yang dinamis
rasional.
Bangsa Indonesia telah menemukan Pancasila sebagai
kepribadiannya, maka dalam perkembangan untuk menyesuaikan diri
dengan kemajuan jaman harus tetap mempertahankan kepribadian
Pancasila sebagai jati diri bangsa. Pancasila dalam menghadapi
pemikiran dan sikap hidup rasional bangsa-bangsa lain, terutama bangsa
Barat. Pemikiran dan sikap rasional yang ditumbuhkan bagi bangsa
Indonesia harus dilepaskan dari sistem nilai-nilai rasional individualistis
yang menjadi ciri masyarakat modern Barat. Pemikiran dan sikap hidup
rasional yang ditumbuhkan bagi bangsa Indonesia diupayakan untuk
tetap mengutamakan semangat kekeluargaan yang sesuai dengan sistem
nilai Pancasila. Pemikiran dan sikap hidup rasional menjadi ciri baru
yang tidak mengubah ciri batiniah bangsa Indonesia yang
mengutamakan semangat kekeluargaan.
Permasalahan pemberdayaan Pancasila sebagai jati diri bangsa di
dalam menghadapi pengaruh pemikiran dan filsafat dari luar telah
dipikirkan dan diketemukan cara untuk mendapatkan kemanfaatan yang
sebaik-baiknya, yaitu menerima pemikiran baru dari luar tersebut secara
eklektis. Cara eklektis ditempuh dengan melepaskan pemikiran baru
tersebut dari dasar sistem atau aliran filsafat yang bersangkutan dan
selanjutnya diinkorporasikan, yaitu dimasukkan dalam struktur sistem
nilai Pancasila yang substansial. Pemikiran-pemikiran baru dari luar
tersebut diganti dasarnya, yaitu menjadi berdasarkan Pancasila dan
dijadikan unsur yang serangkai dalam struktur sistem nilai Pancasila.
Metode eklektis inkorporasi tersebut dapat menjadi jalan mendekatkan
cara pemikiran, sikap hidup bangsa-bangsa di seluruh dunia yang
mempunyai latar belakang sistem filsafat yang berbeda. Pemikiran dan
sikap hidup rasional dapat dikembangkan sebagai ciri baru bangsa
Indonesia yang tidak mengubah sifat-sifat batin jati diri bangsa
Indonesia.
TES FORMATIF 2
2) Alasan yang paling tepat mengapa kebudayaan dari luar berbahaya bagi
identitas bangsa Indonesia adalah ....
A. Kebudayaan luar membentuk mental bangsa yang tangguh
B. Kebudayaan luar mengandung nilai-nilai yan belum tentu sesuai
dengan kebudayaan bangsa Indonesia
C. Kebudayaan luar selalu membawa kemajuan bagi bangsa Indonesia
D. Kebudayaan luar selalu lebih bagus dari budaya bangsa Indonesia
sendiri.
6) Pluralitas kultural adalah realitas paling elementer dan oleh karena itu
tidak dapat dihindarkan oleh siapapun. Konsekuensi dari pernyataan
tersebut adalah sebagaimana tersebut di bawah ini, kecuali....
A. Seseorang tidak dapat memilih lahir pada komunitas etnik tertentu
atau ras tertentu.
B. Kulit, wajah, jenis kelamin, orang tua tak dapat dipilih dan
ditentukan, manusia terima jadi saja hal-hal tersebut.
C. Pada dasarnya seseorang tidak dapat begitu saja memberikan
penilaian baik-buruk atau bahkan benar-salah, semata-mata
berdasarkan perbedaan latar belakang kebudayaan.
D. Manusia dapat mengartikulasikan dan mengidentifikasikan
kebenaran substansial dengan bahasa kultural.
9) Melepaskan pemikiran baru dari dasar sistem atau aliran filsafat yang
bersangkutan dan selanjutnya diinkorporasikan, yaitu dimasukkan dalam
struktur sistem nilai Pancasila yang substansial disebut dengan....
A. Akulturasi
B. Kolaborasi
C. Eklektis inkorporasi
D. Multikulturalisme
10) Kehidupan berbangsa yang kokoh dan tidak terpecah belah menjadi
syarat utama bangsa Indonesia dalam menuju kehidupan modern karena
bangsa Indonesia yang sedang mengalami proses-proses perubahan
menuju modernisasi akan melalui gejolak-gejolak sebagai berikut.
Kecuali ....
A. Adaptasi terhadap nilai-nilai kebudayaan modern.
B. Kemampuan menerima, menanggapi, dan memecahkan tantangan
lingkungan nasional dan internasional dengan ciri tuntutan
kehidupan yang meningkat.
C. Keadaan sosio kultural yang sesuai, yaitu kesiapan meninggalkan
nilai-nilai lama yang menghambat dan menemukan nilai-nilai baru
yang sesuai dengan perkembangan jaman.
D. Mengadopsi semua nilai yang masuk dan menjadikannya sebagai
pandangan hidup yang baru.
Tes Formatif 1
1) B. Identitas adalah ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang.
2) C. Kesadaran tentang pentingnya identitas nasional muncul ketika rakyat
Indonesia mulai sadar untuk menemukan identitas dirinya sebagai
bangsa yang telah terhambat perkembangannya karena dalam
keadaan terjajah.
3) A. Kongres kebudayaan betujuan untuk mempersiapkan masing-masing
daerah untuk bersatu sebagai bangsa yang merdeka.
4) B. Identitas Nasional bukan bertujuan agar bangsa Indonesia menjadi
bangsa yang paling kuat di antara bangsa-bangsa yang lain.
5) B. Causa materialis Pancasila terdapat di dalam adat kebiasaan,
kebudayaan, dan dalam agama-agama bangsa Indonesia.
6) D. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009
7) A. Kepribadian bangsa atau cultural identity akan mengakibatkan bangsa
bersangkutan menjadi lebih mampu menyerap dan mengolah
pengaruh kebudayaan dari luar sesuai dengan watak dan kebutuhan
kepribadiannya.
8) C. Nilai-nilai yang merupakan hasil buah pikiran dan gagasan dasar
bangsa Indonesia tentang kehidupan yang dianggap baik yang
memberikan watak, corak, dan ciri masyarakat Indonesia.
9) D. Keistimewaan bukan termasuk unsur jati diri menurut P. Hardono
Hadi.
10) B. Setiap orang Indonesia atau yang mengaku sebagai warga negara
Indonesia, maka harus punya pemahaman, bersikap, dan berperilaku
sesuai dengan Pancasila.
Tes Formatif 2
1) C. Lemahnya karakter bangsa adalah salah satu persoalan serius di era
globalisasi.
2) B. Kebudayaan luar berbahaya karena nilai yang terkandung di
dalamnya belum tentu sesuai dengan kebudayaan bangsa Indonesia.
3) D. Pengertian tersebut adalah pengertian pendidikan yang terdapat
dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
4) A. Uraian tersebut tidak termasuk di dalam prinsip penyelenggaraan
pendidikan nasional.
5) C. Ki Hadjar Dewantara
6) D. Pluralitas kultural membawa konsekuensi bahwa manusia tidak dapat
mengartikulasikan dan mengidentifikasikan kebenaran substansial
dengan bahasa kultural.
7) B. Pemikiran rasional yang berkembang di Barat tidak selamanya benar.
Oleh karenanya pemikiran rasional dikembangkan harus dipisahkan
dari sistem nilai-nilai rasional individualistis yang menjadi ciri-ciri
masyarakat modern Barat.
8) B. Uraian tersebut adalah pengertian dari multikulturalisme.
9) C. Eklektis inkorporatif adalah metode untuk melepaskan pemikiran
baru dari dasar sistem atau aliran filsafat yang bersangkutan dan
selanjutnya diinkorporasikan, yaitu dimasukkan dalam struktur
sistem nilai Pancasila yang substansial.
10) D. Sikap menganggap semua nilai yang baru sebagai lebih bagus dan
harus ditiru adalah sikap yang keliru.
Daftar Pustaka
Oesman dan Alfian, 1992, Pancasila Sebagai Ideologi, BP-7 Pusat, Jakarta.
PENDAHULUAN
K E gi A t A n B E LA J A R 1
Asal mula Pancasila sebagai dasar negara dapat dibedakan dua macam,
yaitu asal mula yang langsung dan yang tidak langsung. Asal mula Pancasila
sebagai dasar negara yang langsung adalah semua aktivitas yang
direncanakan untuk mempersiapkan dasar negara bagi negara Indonesia yang
merdeka. Rumusan Pancasila merupakan hasil perenungan jiwa yang dalam
melalui penelitian cipta yang seksama atas dasar pengetahuan dan
pengalaman hidup yang luas. Asal mula Pancasila sebagai dasar negara yang
tidak langsung adalah kenyataan hidup, bahwa unsur-unsur Pancasila yang
sebelum dirumuskan dan disahkan sebagai dasar negara telah terdapat di
dalam adat kebiasaan, kebudayaan, dan agama-agama bangsa Indonesia.
Asal mula setiap hal yang ada dapat dibedakan menjadi empat macam
asal mula atau sebab. Pertama, asal mula atau sebab yang berupa bahan
(causa materialis). Kedua, asal mula atau sebab yang berupa bentuk atau
bangun (causa formalis). Ketiga, asal mula atau sebab yang berupa tujuan
(causa finalis). Keempat, asal mula atau sebab yang berupa karya (causa
effisien).
Asal mula atau sebab langsung bagi Pancasila sebagai dasar negara dapat
dirumuskan dari empat macam sebab tersebut. Pertama, asal mula bahan
(causa materialis) Pancasila adalah unsur-unsur yang terdapat di dalam adat
kebiasaan, kebudayaan, dan dalam agama-agama bangsa Indonesia. Kedua,
asal mula bentuk atau bangun (causa formalis) adalah Ir. Soekarno yang
kemudian bersama-sama dengan Drs. M. Hatta menjadi pembentuk negara.
Asal mula tujuan (causa finalis) adalah sebagai calon dasar filsafat negara.
Ketiga, asal mula sambungan baik dalam arti asal mula bentuk atau bangun
dan asal mula tujuan Pancasila sebagai calon dasar filsafat negara adalah
sembilan orang anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia yang menyusun rencana Pembukaan Undang-
undang Dasar 1945 tempat terdapatnya Pancasila, dan Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang mengesahkan rencana
tersebut dengan perubahan. Keempat, asal mula karya (causa effisien) adalah
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, yaitu yang menjadikan Pancasila
sebagai
dasar filsafat negara, yang sebelumnya sebagai calon dasar filsafat negara
(Notonegoro, 1971, 32-33).
Bangsa Indonesia telah memiliki unsur-unsur yang terdapat di dalam
Pancasila sebelum Proklamasi Kemerdekaan. Unsur-unsur Pancasila
diamalkan di dalam adat istiadat, kebudayaan dalam arti luas, dan agama-
agama. Bangsa Indonesia sudah ber-Pancasila ketika belum bernegara
Republik Indonesia. Meskipun beraneka ragam keadaan-keadaan suku-suku
bangsa dalam hal adat istiadat, kebudayaan dalam arti luas, dan keagamaan,
tetapi di dalamnya terdapat kesamaan unsur-unsur tertentu. Unsur-unsur yang
terdapat dalam Pancasila sudah terdapat sebagai asas-asas adat istiadat,
kebudayaan, agama-agama, dan setelah bernegara ditambahkan kedudukan
baru sebagai asas kenegaraan. Bangsa Indonesia ber-Pancasila dalam tri
prakara, yaitu dalam tiga jenis yang bersama-sama dimiliki, maka tidak ada
pertentangan antara asas Pancasila kenegaraan, adat kebudayaan, dan
religius. Ketiga-tiganya saling memperkuat.
Pancasila sebagai asas kehidupan adalah cita-cita hidup yang seharusnya
diamalkan. Pengamalan Pancasila tidak hanya dalam lapangan hidup
kenegaraan, tetapi juga dalam lapangan adat, kebudayaan, keagamaan,
termasuk lingkungan usaha pihak negara. Sebaliknya pemeliharaan dan
perkembangan adat, kebudayaan, agama-agama tidak boleh bertentangan
dengan hidup kenegaraan (Notonegoro, 1971: 17).
Setiap hal yang ada merupakan suatu keutuhan dalam dirinya sendiri,
mempunyai bangun bentuk tersendiri, susunan tersendiri, sifat-sifat, dan
keadaan tersendiri. Semua sifat-sifat tersebut bersama-sama menjadikan
suatu hal yang bersangkutan terpisah dari hal yang lain, menjadikannya hal
yang tersendiri di luar hal yang lain, dan terpisah dari hal-hal yang lain
tersebut. Setiap hal dan barang sesuatu yang merupakan hal tersendiri selalu
hanya berjumlah satu. Setiap barang sesuatu sebagai hal tersendiri selalu
disertai fakta hanya berjumlah satu, sehingga ada hubungan mutlak antara
ada dan satu. Satu merupakan sifat mutlak setiap hal dan barang sesuatu yang
ada. Hakikat satu adalah tetap terkumpulnya bagian-bagian yang menyusun
sesuatu hal sebagai keutuhan. Apabila bagian-bagian tersebut dipisahkan satu
dari yang lainnya, keutuhannya akan hilang dan halnya akan menjadi tidak
ada. Apabila sifat mutlak satu telah hilang, maka akan menjadi berjumlah
lebih dari satu sesuai jumlah bagian-bagian yang terpisah. Jadi hakikat satu
adalah utuh tidak dapat terbagi. Sifat tidak dapat terbagi tersebut tidak hanya
tentang sesuatu hal yang dalam susunannya tunggal, tetapi juga apabila
sesuatu hal tersebut bersusun terdiri atas bagian-bagian. Pengertian tentang
bagian-bagian tersebut dapat dibedakan menjadi dua macam. Pertama,
bagian-bagian dari sesuatu hal yang dirinya sendiri tidak merupakan sesuatu
barang sendiri, hanya dapat berada sebagai bagian, disebut bagian-bagian
dalam arti batin dan sifat kesatuan hal yang disusunnya adalah kesatuan
dalam arti batin. Kedua, bagian- bagian sesuatu hal yang dalam dirinya
sendiri merupakan keutuhan sendiri, suatu barang sendiri, bersama-sama
sebagai bagian menyusun suatu keutuhan baru dan hanya apabila bersama-
sama dapat melangsungkan suatu hal yang lain tersebut. Kesatuan bagian-
bagian yang dirinya sendiri merupakan keutuhan disebut hubungan kesatuan
dalam arti lahir. Kesatuan dalam arti lahir tidak sampai mengenai hakikat
dirinya, hubungan kesatuan tersebut tidak tergantung adanya sebagai diri
sendiri. Sifat kesatuan suatu hal yang keseluruhannya tersusun atas bagian-
bagian tersebut disebut kesatuan dalam arti lahir. Apabila hubungan
kesatuannya berakhir, maka halnya sebagai keseluruhan juga menjadi tidak
ada lagi. Hal-hal yang menyusun keseluruhan tersebut berhenti menjadi
bagian-bagian, kehilangan ujud, dan sifat yang dahulu dimiliki dalam
kesatuan, kemudian menjadi hal-hal lain dengan memperoleh bentuk sifat
penjelmaan dirinya yang kurang sempurna. Meskipun sesuatu barang dalam
dirinya bersusun, terdiri atas bagian-bagian terlepas dari kedudukan dan
keadaan bagian-bagiannya, baik dalam arti batin maupun dalam arti lahir,
maka sifat kesatuan yang ada tetap mutlak, sehingga sifat tidak dapat terbagi
tetap mutlak pula (Notonegoro, 1980: 110).
Pancasila sebagai dasar negara merupakan satu kesatuan dalam arti
lahiriah yang oleh Notonegoro disebut kesatuan organis. Kesatuan organis
adalah kesatuan sila-sila Pancasila sebagai sistem. Pancasila terdiri atas
bagian-bagian (sila-sila) yang tidak terpisahkan. Sila-sila Pancasila dalam
kesatuan organis tersebut masing-masing mempunyai kedudukan dan fungsi
sendiri-sendiri. Meskipun masing-masing sila mempunyai kedudukan dan
fungsi-fungsi tersendiri, tetapi saling melengkapi dan tidak saling
bertentangan. Masing-masing sila bersatu untuk mewujudkan keseluruhan
dan keseluruhan kesatuannya membina masing-masing sila. Masing-masing
sila dilekati oleh sifat-sifat sila-sila yang lainnya. Sila Ketuhanan Yang Maha
Esa dalam kesatuan organis adalah Ketuhanan yang ber-Kemanusiaan yang
adil dan beradab, ber-Persatuan Indonesia (berkebangsaan), ber-Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /
perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sila
Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah kemanusiaan yang ber-
Ketuhanan Yang Maha Esa, ber-Persatuan Indonesia (berkebangsaan), ber-
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan / perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Sila Persatuan Indonesia adalah persatuan yang ber- Ketuhanan
Yang Maha Esa, ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, ber-Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /
perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sila
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan / perwakilan adalah kerakyatan yang yang ber- Ketuhanan
Yang Maha Esa, ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, ber-Persatuan
Indonesia (berkebangsaan), dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah keadilan
yang ber- Ketuhanan Yang Maha Esa, ber-Kemanusiaan yang adil dan
beradab, ber-Persatuan Indonesia (berkebangsaan), dan ber-Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan.
Susunan sila-sila Pancasila dalam kesatuan organis tersebut adalah
hirarkhis dan mempunyai bentuk piramidal. Urut-urutan lima sila Pancasila
merupakan suatu rangkaian tingkat dalam keluasan isinya. Tiap-tiap sila di
belakang sila lainnya merupakan pengkhususan sila-sila yang di mukanya.
Lima sila Pancasila mempunyai hubungan yang mengikat yang satu dengan
yang lain, sehingga Pancasila merupakan suatu kesatuan yang bulat. Sila
Ketuhanan Yang Maha Esa dalam susunan hirarkhis yang piramidal tersebut
menjadi dasar (jiwa) sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia (Kebangsaan), Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, dan Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab
didasari (dijiwai) sila di mukanya, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemudian mendasari (menjiwai) sila Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan,
dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sila Persatuan Indonesia
didasari (dijiwai) oleh sila di mukanya, yaitu Kemanusiaan yang adil dan
beradab dan Ketuhanan Yang Maha Esa, kemudian mendasari (menjiwai) sila
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan
/ perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sila
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan
/ perwakilan didasari (dijiwai) sila di mukanya, yaitu Ketuhanan Yang Maha
Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, dan Persatuan Indonesia, kemudian
mendasari (menjiwai) sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sila
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia didasari (dijiwai) sila di
mukanya, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan
beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan (Notonegoro, 1974: 31).
Segala hal yang konkret, berwujud, dan berubah tersusun dari unsur
hakikat (substansi) dan kualitas-kualitas. Unsur hakikat merupakan inti
kesamaan semua eksistensi dalam satu genus. Setiap unsur hakikat terdiri
dari bagian inti dan pelengkap. Bagian inti masih berupa potensi bersifat
pasif dan belum berjenis tertentu disebut materia prima. Bagian pelengkap
bersifat aktif dan menentukan bagian inti menjadi bentuk tertentu disebut
forma. Bahan pertama (materia prima) tidak hanya terdapat di dalam pikiran
belaka, karena materia prima merupakan potensi yang senantiasa siap
mendapatkan bentuk yang menentukan. Apabila materia prima telah
ditentukan secara khusus berjenis bentuk tertentu, maka hasilnya akan berupa
hal-hal yang bereksistensi. Pengertian Pancasila yang kefilsafatan adalah
pengertiannya yang abstrak umum univerasal yang berlaku sama untuk
semua manusia. Pengertian Pancasila sebagai dasar negara adalah pengertian
Pancasila yang umum universal yang dilekati atau disifati oleh kualitas-
kualitas tertentu sebagai ciri khas bangsa Indonesia.
Pandangan tentang pengertian Pancasila yang kefilsafatan untuk
merumuskan pengertian kesesuaian antara pengertian hal-hal yang abstrak
umum universal dengan pengertian yang umum kolektif dan khusus konkret.
Pengertian Pancasila yang kefilsafatan dianalisis melalui pengertian hakikat
istilah-istilah pokok sila-sila Pancasila. Istilah-istilah pokok Pancasila adalah
ke-Tuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Masing-
masing istilah terdiri dari suatu kata dasar, yaitu Tuhan, manusia, satu,
rakyat,
dan adil, yang dibubuhi awalan dan akhiran. Empat istilah di antaranya
dibubuhi awalan akhiran ke dan an, sedangkan yang satu istilah dibubuhi
awalan akhiran per dan an. Kedua macam awalan dan akhiran tersebut
mempunyai kesamaan maksud yang pokok, yaitu menjadikan abstrak atau
mujarat kata dasarnya. Tiap-tiap kata tersebut mempunyai arti substansial
yang abstrak artinya tidak berwujud dalam keadaan, tidak dapat ditangkap
dengan pancaindra, tetapi dapat dimengerti adanya melalui pikiran atau akal.
Kata-kata atau istilah-istilah mempunyai arti umum dan arti khusus.
Kata- kata mempunyai arti umum apabila dipergunakan untuk menyebut
lebih dari satu barang atau satu jenis barang. Kata-kata yang dipergunakan
untuk menjadi istilah sila-sila Pancasila termasuk dalam kata-kata yang
mempunyai arti umum. Kata-kata yang mempunyai arti umum dapat
dibedakan antara umum universal dan umum kolektif. Arti umum yang
meliputi jumlah hal yang tidak terbatas, disebut umum universal dan yang
umum kolektif hanya meliputi sejumlah hal yang terbatas, dapat juga disebut
umum penjumlah. Kata-kata yang mempunyai arti umum universal
mempunyai luas yang tidak terbatas dalam hal jumlah, tidak terbatas pada
tempat, dan tidak terbatas pada waktu. Kata-kata yang umum kolektif atau
penjumlah mempunyai keluasan yang terbatas dalam hal jumlah yang
termasuk di dalamnya, juga dalam hal tempat dan waktu. Pengertian umum
universal tersebut isi arti katanya akan tetap tidak berubah, dan tidak dapat
dipengaruhi oleh tempat dan waktu. Istilah-istilah pokok Pancasila, yaitu ke-
Tuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan mempunyai
pengertian yang umum uninersal. Apabila pengertian isi arti kata yang
abstrak umum universal tersebut diterapkan pada sila-sila Pancasila sebagai
dasar filsafat negara, maka sila-sila Pancasila mempunyai kedudukan yang
mutlak, yang terlekat kepada kelangsungan negara yang material dan formal,
sehingga dengan jalan hukum tidak dapat diubah (Notonegoro, 1980: 37-38).
Pengertian umum universal sila pertama Pancasila adalah hakikat Tuhan
sebagai sebab yang pertama dari segala sesuatu atau Causa Prima. Sebab
yang pertama adalah ada yang selama-lamanya atau abadi, ada-Nya
merupakan keharusan dalam arti mutlak, yaitu ada yang mutlak, hanya ada
satu, merupakan asal mula segala sesuatu, segala sesuatu tergantung pada-
Nya. Tuhan mempunyai sifat sempurna dan kuasa, tidak berubah, tidak
terbatas, dan pengatur tata tertib alam, sehingga manusia dalam hubungannya
dengan Tuhan sebagai asal mulanya mempunyai wajib bertaklim dan bertaat
(Notonegoro, 1980: 76).
Pengertian umum universal sila kedua Pancasila adalah hakikat manusia
yang bersusun terdiri dari unsur-unsur jiwa dan tubuh, akal-rasa-kehendak
dalam kesatuan ketunggalan, sifat perseorangan dan makhluk sosial dalam
kesatuan ketunggalan, serta kedudukan kodrat pribadi berdiri sendiri dan
makhluk Tuhan dalam kesatuan ketunggalan. Hakikat manusia adalah
makhluk yang majemuk tunggal atau monopluralis. Pengertian hakikat
manusia yang majemuk tunggal menyimpulkan hubungan kemanusiaan
selengkapnya, yaitu tentang hubungan dengan dirinya sendiri, sesama
manusia dan lingkungan hidupnya, serta dengan Tuhan (Notonegoro, 1980:
90).
Pengertian umum universal sila ketiga Pancasila adalah hakikat satu,
yaitu mutlak utuh tidak terbagi dan mutlak terpisah dari segala sesuatu hal
lainnya. Satu merupakan sifat mutlak setiap hal yang merupakan diri pribadi
atau barang sesuatu sendiri yang mempunyai bangun bentuk tersendiri, unsur
tersendiri, sifat-sifat tersendiri, dan keadaan tersendiri, sehingga terpisah dari
hal lain. Mutlak terpisah adalah mempunyai tempat tersendiri di dalam ruang.
Bangsa Indonesia sebagai keseluruhan orang Indonesia mempunyai tanah air
tersendiri, sehingga mempunyai tempat tersendiri di atas bumi terpisah dari
manusia bangsa lain (Notonegoro, 1980: 103).
Pengertian umum universal sila keempat Pancasila adalah hakikat rakyat,
yaitu keseluruhan penjumlah semua orang warga dalam lingkungan daerah
atau negara tertentu. Negara Indonesia bukan negara untuk satu orang dan
untuk satu golongan, tetapi negara didasarkan atas rakyat, tidak pada
golongan, tidak pada perseorangan. Negara satu buat semua dan semua buat
satu, berdasarkan permusyawaratan dan gotong royong, berdasarkan
kekuasaan yang ada pada rakyat (Notonegoro, 1980: 120).
Pengertian umum universal sila kelima Pancasila adalah hakikat adil,
yaitu dipenuhinya sebagai wajib segala sesuatu yang telah merupakan suatu
hak di dalam hubungan hidup. Kewajiban untuk memenuhi lebih diutamakan
daripada penuntutan hak. Keadilan sosial mengandung hubungan keadilan
segitiga, yaitu antara masyarakat, bangsa, dan negara sebagai pihak yang
mempunyai wajib memenuhi hak terhadap warga-warganya, disebut keadilan
membagi atau distributif. Warga-warga negara sebagai pihak yang
mempunyai wajib memenuhi hak terhadap negara disebut keadilan bertaat
atau legal. Kewajiban memenuhi hak antara sesama warga-warga
masyarakat, bangsa, dan negara disebut keadilan timbal balik atau komutatif
(Notonegoro, 1980: 155).
LATIHAN
Untuk dapat menjawab soal latihan di atas secara tepat, baca dan pahami
materi Kegiatan Belajar 1 Modul 6 dengan cermat mengenai asal mula
Pancasila, landasan keberadaan ontologis-metafisis Pancasila, kesatuan sila-
sila Pancasila,landasan dan sifat dasar Pancasila, apabila masih belum paham
baca kembali dan diskusikan dengan teman-teman atau tutor Anda.
.
RANGKUMAN
TES FORMATIF 1
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
2) Isi arti Pancasila yang dimengerti dari kata-kata sila-sila Pancasila yang
selengkapnya adalah pengertian dari isi arti Pancasila secara ....
A. umum universal
B. umum kolektif
C. khusus konkret
D. semua jawaban salah
4) Arti umum yang hanya meliputi sejumlah hal yang terbatas (spesies)
disebut ....
A. umum universal
B. umum kolektif
C. khusus konkret
D. semua jawaban salah
10) Asal mula bahan Pancasila adalah unsur-unsur yang terdapat di dalam
adat kebiasaan, kebudayaan, dan dalam agama-agama bangsa Indonesia.
Asal mula Pancasila ini adalah penjelasan dari causa ....
A. formalis Pancasila
B. effisien Pancasila
C. materialis Pancasila
D. finalis Pancasila
Isi arti Pancasila dibedakan menjadi tiga, yaitu isi arti umum universal,
isi arti umum kolektif, dan isi arti khusus konkret. Isi arti Pancasila umum
universal dimengerti dari kata-kata pokok sila-sila Pancasila, yaitu
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Isi arti
Pancasila umum kolektif dimengerti dari kata-kata sila-sila Pancasila yang
selengkapnya. Isi arti Pancasila khusus konkret dimengerti dengan
disesuaikan dengan penerapan sila-sila Pancasila untuk bidang-bidang
kehidupan konkret dan perseorangan. Kata-kata yang mempunyai arti umum
dapat dibedakan antara umum universal dan umum kolektif. Kata-kata yang
mempunyai arti umum meliputi jumlah hal yang tidak terbatas, yaitu seluruh
makhluk tunggal jenis (genus), disebut umum universal, misalnya genus
manusia, hewan, tumbuh- tumbuhan, dan kebendaan. Kata-kata yang
mempunyai arti umum yang hanya meliputi sejumlah hal yang terbatas
(spesies) disebut umum kolektif atau dapat juga disebut umum penjumlah,
misalnya kelompok-kelompok kebangsaan.
Pengalaman menunjukkan bahwa semua genus, yaitu setiap manusia,
setiap hewan, setiap tumbuh-tumbuhan, dan setiap benda selalu mengalami
perubahan ujudnya yang tampak. Tubuh manusia berkembang dari bayi
menjadi kanak-kanak, remaja, dewasa, lanjut usia, selalu berubah dalam hal
bentuk, tinggi, kekuatan, kemampuan berpikir, ketajaman rasa, kesadaran,
dan keteguhan kehendak Meskipun segala sesuatu yang tampak pada
manusia selalu berubah, tetapi manusia adalah tetap manusia. Manusia di
dalam dirinya kecuali unsur-unsur yang berubah tersebut ada juga unsur-
unsur yang tetap dan tidak berubah. Setiap hewan, tumbuh-tumbuhan, dan
benda juga mempunyai unsur-unsur yang selalu berubah dan unsur-unsur
yang tetap dan tidak berubah. Masing-masing tetap merupakan hewan,
tumbuh-tumbuhan, dan benda tertentu seperti sediakala. Unsur-unsur yang
tetap dan yang menyebabkan hal yang bersangkutan tetap tidak berubah
merupakan jenis makhluk tertentu adalah unsur hakikat abstrak. Istilah
hakikat abstrak untuk membedakan dengan hakikat konkretnya, yaitu hakikat
pribadi. Hakikat pribadi merupakan sifat/ciri-ciri khusus masing-masing
pribadi sebagai
tambahan yang terlekat kepada hakikat abstraknya artinya ciri-ciri khusus
tersebut akan berlainan dengan ciri-ciri pribadi khusus lainnya.
Apabila dijelaskan lebih lanjut, maka dapat dibedakan antara unsur-
unsur yang tetap terdapat pada hal-hal lainnya yang tunggal jenis, yaitu
unsur-unsur yang sama-sama ada pada segala hal lainnya yang sejenis, yaitu
sama-sama terdapat pada sesama manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan
benda alam. Unsur-unsur umum tersebut yang bersama-sama merupakan
hakikat abstrak dari hal yang bersangkutan juga disebut hakikat jenis yang
umum universal. Unsur-unsur hakikat jenis tersebut bersifat abstrak, karena
meskipun terkandung di dalam objeknya tetapi tidak nampak, tidak maujud
dalam keadaan yang senyatanya secara konkrit (Notonegoro, 1980: 58-59).
Pengertian ada untuk segala hal yang ada dapat dibedakan dalam tiga
macam pengertian, yaitu ada di dalam kenyataan yang sesungguhnya, ada
hanya dalam angan-angan (pikiran) manusia, dan ada dalam kemungkinan.
Ada dalam angan-angan (pikiran) manusia berarti hanya dapat ada di dalam
ilusi (khayalan) atau hanya sebagai konsep yang tidak mungkin dapat
berwujud di dalam kenyataan sesungguhnya. Ada dalam kemungkinan berarti
ada di dalam angan-angan (pikiran) manusia yang akan mungkin terwujud di
dalam kenyataan sesungguhnya. Yang ada di dalam pikiran, yaitu yang hanya
dapat ada di dalam angan-angan maupun yang ada dalam kemungkinan tidak
termasuk dalam pengertian yang sungguh-sungguh ada. Yang sungguh-
sungguh ada meliputi hal-hal konkret yang dapat diamati dengan indra dan
hal- hal abstrak yang tidak dapat diamati oleh indra, tetapi dapat dimengerti
oleh akal.
Konsep tentang unsur-unsur abstrak dalam pengertian kenyataan yang
sungguh-sungguh ada sangat berguna untuk menjelaskan adanya Tuhan,
manusia, satu, rakyat, dan adil, serta adanya bangsa Indonesia. Lima unsur
yang menjadi landasan Pancasila, yaitu hakikat Tuhan, manusia, satu, rakyat,
dan adil bagi bangsa dan negara Indonesia sudah tidak menjadi soal lagi
tentang ada atau tidak adanya. Hakikat Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil
adanya dalam arti di dalam kenyataan sesungguhnya. Adanya bangsa dan
wilayah negara Indonesia dengan memiliki kesatuan juga merupakan
kenyataan yang sesungguhnya (Notonegoro, 1980: 109).
Objek-objek dan hal-hal yang indrawi serta dapat diamati merupakan
kenyataan yang sungguh-sungguh ada, bukan hanya semu atau khayal belaka
mudah dipahami, tetapi juga perlu dipahami bahwa objek-objek dan hal-hal
yang abstrak (hakikat) juga merupakan kenyataan yang sungguh-sungguh
ada.
Pengertian hakikat yang bersifat abstrak akan lebih mudah dipahami dengan
memperhatikan pengalaman sehari-hari. Manusia selalu berada dalam suatu
keadaan dapat dibedakan antara keadaan di sekeliling manusia dan keadaan
pada diri sendiri. Keadaan di sekeliling manusia beraneka ragam ujudnya dan
selalu berubah, tetapi ada suatu hal yang tetap, yaitu manusia sebagai diri
selalu terpisah dengan keadaan di sekelilingnya tersebut. Hal-hal di sekitar
manusia terdiri atas beberapa jenis, yaitu manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan,
benda alam, dan benda bikinan manusia. Manusia terpisah dari segala sesuatu
yang lain tersebut, karena unsur-unsur yang ada secara tetap pada manusia.
Unsur-unsur yang bersama-sama dalam susunan kesatuan tetap secara hakiki
menjadi inti yang menyebabkan manusia merupakan diri. Setiap orang
terpisah dari setiap orang yang lain, terpisah dari setiap hewan, tumbuh-
tumbuhan, benda alam, benda bikinan manusia. Hewan yang satu terpisah
dari yang lainnya. Tumbuh-tumbuhan yang satu terpisah dari yang lainnya.
Suatu hal terpisah dari hal yang lainnya, karena sesuatu hal tersebut
merupakan suatu keutuhan merupakan suatu diri sendiri. Setiap diri tersusun
atas sejumlah unsur-unsur tertentu, yang bersama-sama tersusun dalam suatu
kesatuan. Unsur-unsur yang menjadi inti adanya sesuatu hal dan yang
menyebabkan suatu hal terpisah dari hal yang lain tersebut dinamakan unsur-
unsur hakikat. Unsur-unsur hakikat tersebut dapat dibedakan antara unsur-
unsur abstrak yang menjadikan halnya sebagai kesatuan diri, dan unsur-unsur
yang menyebabkan sebagai diri selalu terpisah dari setiap hal lainnya, disebut
hakikat konkret.
Unsur-unsur hakikat abstrak disebut oleh para pemikir jaman Yunani
Kuno dengan istilah substansi. Pandangan tentang substansi yang bersifat
tetap dijadikan dasar untuk merumuskan pengertian Pancasila yang
substansial. Pengertian Pancasila yang substansial dirumuskan dengan
memilahkan kata- kata pokok sila-sila Pancasila dari bentuk rumusan
lengkapnya. Kata-kata pokok sila-sila Pancasila, yaitu ke-Tuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan adalah substansi bagi
rumusan Pancasila selengkapnya. Kata-kata pokok sila-sila Pancasila
merupakan inti, sedangkan rumusan lengkapnya merupakan wujudnya
setelah mempunyai bentuk sebagai dasar negara. Kata-kata pokok yang
dipergunakan untuk menjadi istilah lengkap sila-sila Pancasila termasuk
dalam kata-kata yang mempunyai arti umum. Kata-kata yang mempunyai arti
umum dapat dibedakan antara umum universal dan umum kolektif. Arti
umum yang meliputi jumlah hal yang tidak terbatas (genus), disebut umum
universal dan yang hanya meliputi sejumlah hal yang terbatas (spesies)
disebut umum kolektif atau dapat juga disebut
umum penjumlah. Kata-kata yang mempunyai arti umum universal
mempunyai luas yang tidak terbatas dalam hal jumlah, tempat, dan waktu.
Kata-kata yang umum kolektif atau penjumlah mempunyai keluasan yang
terbatas dalam hal jumlah yang termasuk di dalamnya, juga dalam hal tempat
dan waktu. Kata-kata pokok sila-sila Pancasila Ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan dan keadilan merupakan kata-kata yang umum
universal, sehingga berlaku untuk semua manusia. Kata-kata atau kalimat
sila- sila Pancasila selengkapnya adalah kata-kata yang umum kolektif. Kata-
kata sila-sila Pancasila selengkapnya yang umum kolektif keluasan
berlakunya terbatas hanya untuk bangsa Indonesia.
Pengertian umum universal tersebut isi arti katanya akan tetap tidak
berubah, dan tidak dapat dipengaruhi oleh tempat dan waktu. Isi arti
Pancasila yang abstrak umum universal merupakan pembatas yang mutlak
bahwa di antara semua isi yang berbeda tersebut terdapat unsur-unsur
kesamaan. Isi arti Pancasila yang abstrak umum universal merupakan inti dan
pembatas isi arti Pancasila yang umum kolektif. Isi arti Pancasila dapat
dibedakan 3 macam dalam 3 tingkatan, yaitu isi arti Pancasila yang abstrak
umum universal, isi arti Pancasila yang umum kolektif, dan sebagai
penjelmaan kedua isi arti tersebut mempunyai isi arti yang konkret
individual.
Setiap hal konkret dan indrawi sebagaimana juga bangsa Indonesia
mempunyai susunan hakikat kepribadian yang bertingkat, yaitu mempunyai
hakikat kepribadian manusia (genus/jenis), sebagai penjelmaannya
mempunyai hakikat kelompok kepribadian kebangsaan (kolektif), dan
sebagai penjelmaan kedua hakikat tersebut mempunyai hakikat konkret
individual (Notonegoro, 1980: 93).
Untuk dapat menjawab soal latihan diatas secara tepat, baca dan pahami
materi Kegiatan Belajar 1 Modul 6 dengan cermat mengenai isi arti Pancasila
yang tetap, isi arti sila-sila Pancasila, apabila masih belum paham baca
kembali dan diskusikan dengan teman-teman atau tutor Anda.
RANGKUMAN
Isi arti Pancasila dibedakan menjadi tiga, yaitu isi arti umum
universal, isi arti umum kolektif, dan isi arti khusus konkret. Isi arti
Pancasila umum universal dimengerti dari kata-kata pokok sila-sila
Pancasila, yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan
keadilan. Isi arti Pancasila umum kolektif dimengerti dari kata-kata sila-
sila Pancasila yang selengkapnya. Isi arti Pancasila khusus konkret
dimengerti dengan disesuaikan dengan penerapan sila-sila Pancasila
untuk bidang-bidang kehidupan konkret dan perseorangan. Sila
Ketuhanan Yang Maha Esa meliputi dan menjiwai empat sila yang lain,
sehingga negara Republik Indonesia meskipun bukan lembaga agama,
tetapi memilik tertib negara dan tertib hukum yang mengenal hukum
Tuhan, hukum kodrat, dan hukum susila (etis). Hakikat manusia yang
monopluralis mengandung bawaan mutlak untuk dijelmakan dalam
perbuatan lahir dan batin, yaitu tabiat saleh, watak saleh, dan pribadi
saleh. Konsep tentang isi arti sila Persatuan Indonesia yang abstrak
umum universal terutama didasarkan kepada pengertian hakikat satu.
Konsep tentang hakikat satu didasarkan pada keterpaduan ajaran bahwa
baik hal- hal dan benda-benda yang kongkrit dan dapat diamati
maupun hal-hal
yang abstrak dan tidak berubah merupakan kenyataan objektif. Konsep
isi arti sila keempat Pancasila yang abstrak umum universal terutama
didasarkan kepada pengertian hakikat rakyat. Konsep Notonegoro
tentang hakikat rakyat didasarkan pada ajaran, bahwa hal-hal dan benda-
benda yang konkret dan dapat diamati merupakan kenyataan objektif.
Konsep isi arti sila kelima Pancasila yang abstrak umum universal
didasarkan kepada pengertian hakikat adil. Konsep tentang hakikat adil
terutama didasarkan pada pandangan bahwa sila kelima merupakan
tujuan empat sila yang mendahuluinya dan pandangannya tentang cita-
cita kefilsafatan demokrasi yang meliputi juga demokrasi sosial
ekonomi.
TES FORMATIF 2
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
2) Pengertian ada untuk segala hal yang ada dapat dibedakan dalam tiga
macam pengertian sebagaimana tersebut di bawah ini. Kecuali ....
A. ada di dalam kenyataan yang sesungguhnya
B. ada hanya dalam angan-angan (pikiran) manusia
C. ada dalam kemungkinan
D. ada dalam ketiadaan
5) Sebab yang pertama hanya ada satu, merupakan asal mula segala
sesuatu, segala sesuatu tergantung pada-Nya, jadi sempurna dan kuasa,
tidak berubah, tidak terbatas, serta pengatur tata tertib alam, sehingga
wajib ditaklimi dan ditaati. Pernyataan tersebut adalah pernyataan
tentang Tuhan sebagai causa ....
A. material
B. formal
C. prima
D. effisien
10) Dipenuhinya sebagai wajib segala sesuatu yang telah merupakan suatu
hak di dalam hubungan hidup adalah pengertian dari ....
A. hak
B. tugas
C. adil
D. wewenang
Tes Formatif 1
1) A. Umum universal.
2) B. Umum kolektif.
3) A. Umum universal.
4) B. Umum kolektif.
5) D. Kata-kata pokok sila-sila Pancasila berlaku untuk seluruh manusia.
6) A. Kata-kata sila-sila Pancasila selengkapnya yang umum kolektif
keluasan berlakunya terbatas hanya untuk bangsa Indonesia.
7) C. Keinginan kodrat.
8) C. Hierarkis piramidal.
9) B. Asal mula langsung.
10) C. Causa materialis Pancasila.
Tes Formatif 2
1) C. Pengertian tersebut adalah pengertian dari isi arti sila-sila Pancasila
secara khusus konkret.
2) D. Ada dalam ketiadaan tidak termasuk dalam kategori pengertian untuk
segala yang ada.
3) D. Adanya bangsa dan wilayah negara Indonesia dengan memiliki
kesatuan juga merupakan kenyataan yang ada dalam kenyataan.
4) A. Substansi adalah unsur-unsur hakikat abstrak.
5) C. Tuhan adalah sebagai causa prima atau sebab pertama.
6) D. Dengan menempatkan kesadaran akan Tuhan sebagai kenyataan
objektif maka kesadaran ke-Tuhanan juga bersifat kesadaran pikir
dan sama nilainya dengan hasil usaha manusia dalam bidang ilmu
pengetahuan.
7) B. Jawaban yang paling tepat adalah setiap perbuatan manusia
menjelmakan unsur-unsur hakikatnya dalam sifatnya majemuk
tunggal atau monopluralis.
8) A. Teori satu sejarah bukan termasuk teori yang menjadi pertimbangan
pentingnya memiliki dasar kesatuan dalam diri bangsa Indonesia.
9) B. Negara Indonesia bukan negara untuk satu orang dan untuk satu
golongan.
10) C. Adil adalah dipenuhinya sebagai wajib segala sesuatu yang telah
merupakan suatu hak di dalam hubungan hidup.
Daftar Pustaka
Bertens, K. 1989. Filsafat Barat Abad XX, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Misnal Munir, Rizal Mustansir, Encep Syarif Nurdin, 2014, Buku Ajar
Pendidikan Pancasila. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Jakarta.
PENDAHULUAN
a. Koheren
Koheren berasal dari bahasa Latin cohaerere berarti “lekat satu dengan
lainnya” artinya satu sila harus terkait erat dengan sila yang lain. Prinsip
koherensi ini dalam pemikiran Notonegoro dikenal sebagai prinsip kesatuan
organis dan tata hubungan sila-sila Pancasila yang bersifat hierarkhis
piramidal. Uraian terdahulu telah mengungkapkan bahwa sila-sila Pancasila
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, karena sifatnya yang
organis. Prinsip ini mengajarkan, bahwa dalam pelaksanaan Pancasila tidak
sempurna jika hanya memilih salah satu sila dengan meninggalkan sila
lainnya, sebagaimana yang pernah terjadi pada masa Orde Lama dengan
memeras-meras Pancasila menjadi tri sila, dan akhirnya menjadi eka sila.
Tata hubungan sila-sila Pancasila yang bersifat hierarkhis piramidal,
artinya tata hubungan Pancasila berjenjang dan membentuk piramida. Sila
pertama mendasari dan menjiwai sila 2, 3, 4, dan 5. Sila ke-2 dijiwai dan
didasari sila 1, dan menjiwai dan mendasari sila ke-3, ke-4, dan ke-5, dan
seterusnya. Penyimpangan yang mencolok yang pernah terjadi adalah ketika
di masa PKI dulu, yang memanipulasi Sila ke-5 demi keadilan yang sama
rata, sama rasa dengan meninggalkan Sila ke-1 yang mengakui adanya
Tuhan.
b. Konsisten
Konsisten (bahasa Latin consistere yang berarti “berdiri bersama”
artinya “sesuai”, “harmoni”, atau “hubungan logis”. Artinya pelaksanaan
Pancasila seharusnya berdiri bersama, sesuai, harmoni dan memiliki
hubungan logis dengan nilai-nilai Pancasila. Sebagai contoh nilai-nilai
Pancasila yang tercermin dalam Pokok-pokok Pikiran Pembukaan UUD 1945
harus dijabarkan secara konsisten ke dalam Batang Tubuh UUD 1945 dan
perangkat hukum di bawahnya.
Contohnya adalah: UUD 1945, oleh sementara pakar hukum dianggap
belum secara konsisten menjabarkan nilai-nilai Pancasila. Buktinya adalah
kekuasaan eksekutif atau Presiden yang berlebihan dibandingkan kekuasaan
lembaga tinggi negara lainnya. Solusi terhadap hal tersebut maka
diusulkanlah amandemen UUD 1945, dan SU MPR 1999 telah menangkap
semangat tersebut dan merealisasikannya dengan melakukan amandemen
UUD 1945 tahap pertama, dan akan dilanjutkan pada tahap-tahap selanjutnya
secara bertahap.
Penyimpangan sering juga terjadi karena secara formal prosedural
Pancasila selalu diakui dan ditulis sebagai landasan ideal dan dasar dari suatu
produk hukum dan kebijakan kenegaraan, namun secara substansial nilai-
nilainya tidak tercermin dalam produk hukum atau kebijakan tersebut.
Contoh dari kasus ini adalah semboyan yang didengung-dengungkan pada
masa Orde Baru bahwa Pembangunan adalah pelaksanaan Pancasila. Namun
berbagai kebijakan pembangunan ternyata secara substansial tidak
mencerminkan cita rasa perlindungan dan keadilan bagi warga negara.
c. Koresponden
Koresponden berasal dari bahasa Latin com berarti “bersama”,
respondere “menjawab” artinya cocoknya praktik dengan teori, kenyataan
dengan ideologi, senyatanya (das sein) dengan seharusnya (das sollen), isi
(material) dan bentuk (formal), dan lain-lain. Contoh kegagalan konsep
pembangunan sentralistik pada masa Orde Baru yang tidak memperhatikan
realitas masyarakat Indonesia adalah plural, baik ditinjau dari berbagai segi
misalnya agama, etnis, geografis dan historis.
Contoh lain adalah tradisi pengambilan sumpah jabatan, yang selalu
dilafalkan akan setia kepada Pancasila dan UUD 1945, dan lain-lain, namun
dalam kenyataan setelah menjabat sumpah itu hanya berhenti dalam kata-kata
tidak tercermin dalam perbuatan. Bangsa Indonesia pada masa lalu banyak
diajarkan kebiasaan berpikir dan bertindak secara formalistik kurang
mempertimbangkan aspek isi atau materinya.
Prinsip ini menuntut ditatanya kembali berbagai tatanan kehidupan
berbangsa dan bernegara agar dapat mencapai tujuan ideal negara. Berbagai
kegagalan pelaksanaan Pancasila ada beberapa kemungkinan jika ditinjau
dari prinsip ini. Kemungkinan pertama, salah satu di antara teori atau
praktiknya yang salah. Kemungkinan kedua, kedua-duanya salah, artinya
teori dan praktiknya salah. Hal ini menyadarkan kita bahwa Pancasila
seharusnya dianggap sebagai nilai-nilai yang dinamis yang senantiasa
berdialog dengan nilai-nilai lain yang sedang tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat. Interaksi antara idealitas dengan realitas, teori dengan praktik ini
justru akan berdampak positif. Satu pihak teori akan berkembang karena
dirangsang dengan data dan fakta baru, lain pihak masalah yang muncul
dalam pengalaman konkret mampu dibantu pemecahannya dengan teori-teori
yang relevan. Kecenderungan lama yang menganggap jika ada kegagalan
dalam pelaksanaan Pancasila dengan mencari kambing hitam atau oknum
kiranya tidak perlu lagi terjadi. Kegagalan harus dimaknai sebagai kritik
atas
ketidaktepatan teori, dan sebaliknya kenyataan yang tidak benar harus ditata
dengan konsep atau teori yang memadai.
2. Pemikiran Akademis
Tidak semua permasalahan mengenai Pancasila dapat dipecahkan
melalui jalur politik kenegaraan semata, melainkan memerlukan jalur lain
yang membantu memberikan kritik dan saran bagi pelaksanaan Pancasila,
jalur itu adalah jalur akademis. Sejarah pemikiran Pancasila menunjukkan
adanya berbagai kompleksitas dan heterogenitas dalam pendekatan
intelektual mengenai Pancasila. Pendekatan intelektual ini dipelopori oleh
Profesor Notonegoro dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, yang
mencoba menjelaskan Pancasila secara ilmiah populer. Langkah ini juga
dilanjutkan oleh Prof. Driyarkara, yang mencoba membahas Pancasila dari
aspek filsafat eksistensialisme, setelah itu mulai bermunculan beberapa
pemikir mengenai Pancasila.
Pranarka (1985: 349) menunjukkan adanya heterogenitas dan
kompleksitas pendekatan intelektual terhadap Pancasila itu disebabkan oleh
pertama, diterapkannya berbagai jenis pengetahuan di dalam upaya
mengetahui dan mendalami Pancasila, sehingga melahirkan berbagai
pendekatan yang sifatnya ideologis, filosofis, teologis, dan ilmiah. Kedua,
ditransplantasikannya ideologi-ideologi lain untuk memahami Pancasila,
misalnya ideologi Marxisme, Ideologi Liberalisme, dan Ideologi Islam.
Ketiga, tidak adanya dukungan konsepsional yang konsisten terhadap
Pancasila, baik sebagai dasar negara, sumber hukum, maupun sebagai
ideologi nasional. Di samping itu belum ada teori mengenai cara objektif
mempelajari Pancasila.
1. Pelaksanaan Objektif
Pelaksanaan objektif adalah pelaksanaan dalam bentuk realisasi nilai-
nilai Pancasila dalam aturan hukum perundang-undangan pada setiap aspek
penyelenggaraan negara, baik di bidang legislatif, eksekutif, maupun
yudikatif, dan semua bidang kenegaraan dan terutama realisasinya dalam
bentuk peraturan perundang-undangan negara Indonesia.
Penyelesaian permasalahan tentang negara dan hukum di bidang Filsafat
Hukum telah memunculkan beberapa macam pendirian. Penyelesaian
permasalahan khusus dalam bidang negara memunculkan tiga pendirian.
Pertama, pandangan yang berpendirian, bahwa manusia dalam bernegara
sepenuhnya terlepas dalam hubungan dengan asal mulanya (Tuhan) dan
sebagai bagian universum artinya sifat manusia dalam bernegara hanya
sebagai diri pribadi berdasar atas kekuasaan dirinya sendiri. Manusia dalam
sifat diri pribadinya hanya sebagai makhluk individu. Kedua, pandangan
yang berpendirian bahwa sifat diri pribadi manusia dalam bernegara hanya
sebagai makhluk sosial. Ketiga, pandangan yang berpendirian bahwa
manusia dalam
sifat diri pribadinya mempunyai sifat kedua-duanya dalam kesatuan
dwitunggal.
Penyelesaian permasalahan khusus dalam bidang hukum telah
memunculkan dua pendapat. Pertama, pandangan yang berpendirian bahwa
di dalam negara hanya ada satu hukum yang mengikat ialah hukum positif
yang diadakan oleh negara dan yang berlaku atas kuasa negara. Kedua,
pandangan yang berpendirian bahwa ada hukum lain di samping atau di atas
hukum positif, yaitu hukum etis (hukum susila), hukum filosofis yang
sifatnya abstrak, hukum kodrat yang tertanam pada diri manusia, dan hukum
yang diberikan oleh Tuhan (Notonegoro, 1955: 10).
Soal-soal pokok Filsafat Hukum pernah dikesampingkan pada abad XIX.
Ilmu hukum dipandang mampu menyelesaikan soal kenegaraan dan hukum
dengan mendasarkan diri atas hukum positif saja. Sikap ilmu hukum ini
akhirnya tidak dapat dilanjutkan, karena dalam semua lapangan hidup timbul
soal-soal yang pemecahannya di luar batas kemampuan hukum positif dan
ilmu hukum, serta hanya mungkin diselesaikan atas dasar ideal, spekulatif,
dan teoritis, yaitu dengan menggunakan hasil-hasil Filsafat Hukum. Ajaran-
ajaran di bidang Filsafat Hukum telah menjadi pedoman dan pegangan yang
fundamental bagi hidup kenegaraan dan hukum positif pada jaman
perubahan- perubahan besar, antara lain ketika di dunia Barat terjadi
pembentukan negara- negara atas dasar agama, pada jaman pemisahan negara
dari agama, dan pada jaman keunggulan demokrasi di Inggris, Perancis,
Amerika Serikat, ketika revolusi di Rusia, jaman nasional sosialis di Jerman,
dan jaman Fasis di Italia (Notonegoro, 1955: 11).
Negara dan tertib hukum di Indonesia perlu menyusun
pertanggungjawaban dan mengusahakan memecahkan soal-soal pokok
kenegaraan dan tertib hukum berdasarkan pengalaman negara-negara lain.
Filsafat Hukum dan Ilmu Hukum di Indonesia perlu menemukan pedoman
dan pegangan yang fundamental bagi hidup kenegaraan dan tertib hukum
Indonesia. Pedoman dan pegangan yang fundamental yang perlu mendapat
perhatian adalah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara tahun 1945,
karena Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara tahun 1945 merupakan
penjelmaan Proklamasi Kemerdekaan bangsa Indonesia. Persoalan utama
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara tahun 1945 yang perlu
diperhatikan adalah tentang isi, tujuan, asal, hakikat, dan kedudukan, serta
tentang kemungkinannya dipergunakan sebagai dasar penyelesaian soal-soal
pokok kenegaraan dan tertib hukum Indonesia ditinjau dari sudut pandang
Filsafat Hukum dan Ilmu Hukum (Notonegoro, 1955: 12).
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara tahun 1945 terdiri atas empat
bagian. Bagian pertama merupakan pernyataan hak segala bangsa atas
kemerdekaan, bagian kedua merupakan pernyataan tentang berhasilnya
perjuangan kemerdekaan Indonesia, bagian ketiga merupakan pernyataan
kemerdekaan rakyat Indonesia, dan bagian keempat mengikrarkan pernyataan
pembentukan pemerintahan negara dengan dasar kerohanian lima sila yang
disebut Pancasila.
Bagian-bagian pertama, kedua, dan ketiga Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara tahun 1945 merupakan pernyataan yang tidak ada hubungan
organis dengan Undang-Undang Dasar Negara tahun 1945. Bagian-bagian
tersebut menguraikan keadaan dan peristiwa yang mendahului terbentuknya
negara Indonesia, sedangkan bagian keempat merupakan pernyataan tentang
keadaan setelah negara Indonesia ada, serta mempunyai hubungan kausal dan
organis dengan Undang-Undang Dasar Negara tahun 1945. Hubungan kausal
dan organis tersebut meliputi beberapa sudut. Pertama, Undang-Undang
Dasar ditentukan akan ada. Kedua, yang akan diatur di dalam Undang-
Undang Dasar adalah tentang pembentukan pemerintah negara, yang
memenuhi berbagai syarat. Ketiga, negara Indonesia berbentuk Republik
yang berkedaulatan rakyat. Keempat, ditetapkannya dasar negara Pancasila.
Susunan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara tahun 1945 tersebut
akan menjadi unsur penting bagi penentuan hakikat dan kedudukannya
(Notonegoro, 1955: 13 ).
Bagian Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara tahun 1945 yang
keempat sebenarnya menjadi Pembukaan dalam arti yang murni bagi
Undang- Undang Dasar Negara tahun 1945. Isi bagian keempat Pembukaan
Undang- Undang Dasar Negara tahun 1945 dapat digolongkan menjadi
empat macam. Pertama, tentang tujuan negara, tercantum dalam kalimat:
untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial. Kedua, tentang ketentuan diadakannya Undang-
Undang Dasar tercantum dalam kalimat: maka disusunlah kemerdekaan
kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia. Ketiga, tentang bentuk negara tercantum dalam kalimat: yang
terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat. Keempat, tentang dasar
kerohanian (filsafat negara) tercantum dalam kalimat: dengan berdasar
kepada Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ perwakilan, serta dengan
mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Penjelasan resmi tentang isi Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
tahun 1945 termuat dalam Berita Republik Indonesia tahun II nomor 7,
seluruhnya mengenai bagian Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
tahun 1945 yang keempat tersebut. Penjelasan yang resmi itu menyebutkan,
bahwa Undang-Undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari hukum
dasar negara itu. Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis,
sedang di samping Undang-Undang Dasar itu berlaku juga hukum dasar yang
tidak tertulis ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam
praktek penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis.
Penjelasan resmi juga menyebutkan, bahwa pokok-pokok pikiran
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara tahun 1945 ada empat macam.
Pertama, negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara tahun 1945
menerima aliran pengertian negara persatuan yang uraiannya tercantum
dalam bagian Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara tahun 1945 yang
kedua. Kedua, negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat. Ketiga, negara berkedaulatan rakyat berdasar atas kerakyatan dan
permusyawaratan / perwakilan. Keempat, negara berdasar atas Ketuhanan
yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Undang-
Undang Dasar Negara harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah
dan lain-lain penyelenggaraan negara untuk memelihara budi pekerti
kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang
luhur. Pokok- pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan Undang-
Undang Dasar Negara Indonesia, mewujudkan cita-cita hukum (Rechtsidee)
yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang tertulis (Undang-
Undang Dasar Negara) maupun hukum yang tidak tertulis. Undang-Undang
Dasar Negara menciptakan pokok-pokok pikiran ini dalam pasal-pasalnya
(Notonegoro, 1955: 24 – 25).
Hakikat dan kedudukan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
tahun 1945 adalah : Pertama, Pembukaan memuat dasar-dasar pokok
kerohanian negara (dalam bagian-bagian pertama, kedua, dan ketiga). Kedua,
daerah negara. Ketiga, asas kerohanian Pancasila. Keempat, ketentuan
tentang asas
politik berupa bentuk negara (bagian keempat). Kelima, saat mulai
berlakunya adalah pada waktu Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
tahun 1945 ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada
tanggal 18 Agustus 1945. Lima faktor tersebut memungkinkan ketentuan
tentang hakikat dan kedudukan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
tahun 1945 menurut syarat-syarat ukuran yang diketemukan dalam Ilmu
Hukum. Pada saat mulai berlakunya Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara tahun 1945 tanggal 18 Agustus 1945 berhentilah berlakunya tertib
hukum yang lama dan timbullah tertib hukum Indonesia.
Tertib hukum ialah keseluruhan peraturan-peraturan hukum dalam
susunan yang hirarkhis dan harus memenuhi empat syarat. Pertama, ada
kesatuan subjek yang mengadakan peraturan-peraturan hukum. Kedua, ada
kesatuan asas kerohanian yang meliputi keseluruhan peraturan-peraturan
hidup. Ketiga, ada kesatuan waktu dalam mana peraturan-peraturan hukum
tersebut berlaku. Keempat, ada kesatuan daerah di mana peraturan-perturan
hukum tersebut berlaku.
Pembagian susunan yang hirarkhis seluruh peraturan-peraturan hukum
dapat diadakan di dalam tertib hukum. Undang-Undang Dasar yang
merupakan hukum dasar negara yang tertulis tidak merupakan peraturan
hukum yang tertinggi, seperti juga dinyatakan dalam penjelasan resmi
Undang-Undang Dasar Negara tahun 1945, karena diterangkan bahwa
Undang-Undang Dasar Negara masih mempunyai dasar-dasar pokok. Dasar-
dasar pokok Undang-Undang Dasar Negara dalam hakikatnya terpisah dari
Undang-Undang Dasar Negara, dinamakan Pokok Kaidah Negara yang
Fundamental (Staatsfundamentalnorm). Pokok kaidah fundamental negara
mengandung tiga syarat mutlak. Pertama, ditentukan oleh pembentuk negara.
Kedua, memuat ketentuan-ketentuan tentang dasar negara. Ketiga, memuat
bukan hanya mengenai soal organisasi negara. Karena Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara tahun 1945 memenuhi persyaratan tersebut, maka
merupakan hakikat Pokok Kaidah Fundamental Negara Indonesia.
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara tahun 1945 mempunyai
kedudukan dua macam terhadap tertib hukum Indonesia. Pertama, menjadi
dasarnya, karena Pembukaan yang memberikan faktor-faktor mutlak bagi
adanya tertib hukum Indonesia. Kedua, memasukkan diri di dalamnya
sebagai ketentuan hukum yang tertinggi sesuai dengan kedudukannya asli
sebagai asas bagi hukum dasar lainnya, baik yang tertulis (Undang-Undang
Dasar Negara) maupun yang
convention, dan peraturan-peraturan hukum lainnya yang lebih rendah
(Notonegoro, 1955: 44 – 45).
Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara tahun 1945
memuat empat hal yang menjadi syarat bagi adanya suatu tertib hukum.
Pertama, adanya suatu pemerintah Republik Indonesia, maka ada kesatuan
subjek atau penguasa. Kedua, adanya Pancasila, maka ada kesatuan asas
kerohanian. Ketiga, dengan disebutkannya seluruh tumpah darah Indonesia,
maka ada kesatuan daerah. Keempat, dengan disebutkannya, disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam bentuk negara, maka timbul suatu
masa baru yang terpisah dari waktu yang lampau dan merupakan jangka
waktu yang berlangsung terus. Jadi, peraturan-peraturan hukum yang ada di
negara Indonesia mulai saat berdirinya negara Indonesia merupakan suatu
tertib hukum ialah tertib hukum Indonesia (Notonegoro, 1959: 15).
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara tahun 1945 menurut sejarah
terjadinya ditentukan oleh pembentuk negara sebagai penjelmaan
kehendaknya yang dalam hakikatnya terpisah dari Undang-Undang Dasar
Negara tahun 1945. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara tahun 1945
menurut isinya memuat asas kerohanian negara (Pancasila), asas politik
negara (Republik yang berkedaulatan rakyat), tujuan negara (melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial), serta menetapkan adanya suatu Undang-Undang
Dasar Negara Indonesia. Jadi Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
tahun 1945 dalam segala sesuatunya memenuhi syarat-syarat mutlak bagi
Pokok Kaidah Negara yang Fundamental. Pokok Kaidah Fundamental
Negara dalam hukum mempunyai hakikat dan kedudukan yang tetap, kuat,
dan tak berubah bagi negara yang dibentuk, sehingga dengan jalan hukum
tidak dapat diubah (Notonegoro, 1959: 17).
Undang-Undang Dasar Negara tahun 1945 mempunyai hubungan
hirarkhis dan organis dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
tahun 1945. Undang-Undang Dasar Negara tahun 1945 mempunyai
kedudukan di bawah dan di dalam lingkungan Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara tahun 1945 merupakan isi penjelmaan asas kerohanian negara,
asas politik negara, dan tujuan negara. Pancasila telah mempunyai bentuk dan
isi formal maupun material untuk menjadi pedoman hidup kenegaraan dan
hukum Indonesia. Seluruh hidup kenegaraan dan tertib hukum Indonesia
didasarkan
atas, ditujukan kepada, dan diliputi oleh Pancasila, asas politik, dan tujuan
negara yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
tahun 1945 (Notonegoro, 1971: 171-175).
Pelaksanaan Pancasila secara objektif ini menurut Notonegoro meliputi:
a. Tafsir Undang-Undang Dasar 1945, harus dilihat dari sudut Pancasila.
b. Pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 dalam undang-undang harus
mengingat dasar-dasar pokok pikiran yang tercantum dalam Pancasila.
c. Interpretasi dan pelaksanaan undang-undang harus mengingat unsur-
unsur yang tercantum dalam Pancasila.
d. Interpretasi dan pelaksanaan undang-undang harus lengkap dan
menyeluruh meliputi semua bidang dan tingkat penguasa, dari pusat
sampai daerah.
e. Seluruh hidup kenegaraan dan tertib hukum Indonesia didasarkan atas
dan ditujukan kepada, serta diliputi oleh asas filsafat dan asas politik
serta tujuan negara yang terkandung dalam pokok-pokok pikiran
Pembukaan UUD 1945.
2. Pelaksanaan Subjektif
Pelaksanaan Pancasila jenis kedua adalah pelaksanaan subjektif, artinya
pelaksanaan dalam pribadi setiap warga negara, setiap individu, setiap
penduduk, setiap penguasa dan setiap orang Indonesia. Notonegoro
menjelaskan, bahwa pelaksanaan Pancasila secara subjektif ini memegang
peranan sangat penting, karena sangat menentukan keberhasilan atau
kegagalan pelaksanaan Pancasila.
Pandangan ini mengacu pada Penjelasan UUD 1945 dinyatakan “...Yang
penting dalam pemerintahan dan dalam hal hidupnya negara ialah semangat,
semangat para penyelenggara negara, semangat para pemimpin
pemerintahan.
Meskipun dibikin Undang-Undang Dasar yang menurut kata-katanya bersifat
kekeluargaan, tetapi pelaksana atau penguasanya bersifat perseorangan, maka
Undang-Undang Dasar tadi tentu tidak ada artinya dalam praktik. Sebaliknya,
meskipun Undang-Undang Dasar itu tidak sempurna, akan tetapi jikalau
semangat para penyelenggara pemerintahan baik, karena bersifat
kekeluargaan, maka Undang-Undang Dasar itu tentu tidak akan merintangi
jalannya negara. Jadi yang paling penting ialah semangat...”.
Pelaksanaan subjektif ini menurut Notonegoro dibentuk secara
berangsur- angsur secara berjenjang melalui proses pendidikan, baik
pendidikan formal, non formal, maupun informal di lingkungan keluarga dan
masyarakat. Hasil yang akan diperoleh berupa jenjang pengetahuan,
kesadaran, ketaatan, kemampuan dan kebiasaan, mentalitas, watak dan hati
nurani yang dijiwai oleh Pancasila.
Pengetahuan yang didapat berupa pengetahuan biasa, pengetahuan
ilmiah, pengetahuan filsafati, kiranya perlu ditambah lagi yaitu pengetahuan
ideologis. Pengetahuan yang memadai diharapkan akan menumbuhkan
kesadaran untuk melaksanakan Pancasila. Jenjang kesadaran akan
mengantarkan manusia pada ketaatan, taat di sini berarti taat hukum, taat
moral dan taat religius. Jika ketaatan sudah diresapi manusia, maka
diharapkan akan muncul kebiasaan, dan kebiasaan yang baik akan
menjadikannya sebagai mental, watak, dan merasuk ke hati nurani.
RANGKUMAN
TES FORMATIF 1
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
10) Praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme dapat terjadi karena Pancasila
tidak dilaksanakan secara ....
A. subjektif
B. objektif
C. subjektif dan objektif
D. individual
A. PENGERTIAN REFORMASI
Reformasi jika ditinjau dari asal katanya berasal dari reformare (Latin)
yang berarti mengubah bentuk, memperbaharui, memperbaiki,
memperbaharui sesuatu setahap demi setahap. Reformasi juga sering
digunakan untuk menerjemahkan istilah reformation yang berakar kata
reform (Inggris) yang berarti membuat atau menjadikan lebih baik dengan
jalan mengubah atau meletakkan secara lebih baik dari sesuatu yang salah
atau jelek (Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English, 1980).
Jadi reformasi secara sempit dapat diartikan sebagai menata kembali keadaan
yang tidak baik menjadi keadaan yang lebih baik.
Reformasi kadang disalahartikan sebagai suatu gerakan demonstrasi
yang radikal, “semua boleh”, penjarahan atau “pelengseran” penguasa
tertentu. Beberapa catatan penting yang harus diperhatikan agar orang tidak
salah mengartikan reformasi, antara lain sebagai berikut.
1. Reformasi bukan revolusi
2. Reformasi memerlukan proses
3. Reformasi memerlukan perubahan dan berkelanjutan
4. Reformasi menyangkut masalah struktural dan kultural
5. Reformasi mensyaratkan adanya skala prioritas dan agenda
6. Reformasi memerlukan arah (Susilo Bambang Yudhoyono, dalam JP
Juni 1999:28)
RANGKUMAN
TES FORMATIF 2
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
5) Tap MPR No. II/MPR/1978 tentang P-4 telah dicabut dengan Tap MPR
No. ....
A. XVII/MPR/1998
B. XVIII/MPR/1998
C. XVII/MPR/1999
D. XVIII/MPR/1999
Tes Formatif 1
1) A. Pancasila memang lemah bukanlah penyebab penyimpangan
pemikiran dan pelaksanaan Pancasila.
2) D. Oportunis bukanlah prinsip yang harus diperhatikan.
3) C. Jalur pemikiran politik kenegaraan dan akademis adalah jalur
pemikiran Pancasila menurut Pranarka
4) B. Mistis bukan termasuk jalur pemikiran Pancasila ditinjau secara
akademis.
5) C. Pelaksanaan Pancasila adalah secara subjektif dan objektif
6) B. Penjelasan UUD NRI Tahun 1945 menekankan pada semangat dan
moral para penyelenggara negara.
7) D. Masalah nama tidak menjadi perdebatan di dalam Pancasila.
8) B. Wajib hukum
9) A. Wajib moral
10) C. Subjektif dan objektif
Tes Formatif 2
1) A. Reformasi adalah revolusi.
2) D. Pemerintah antisipatif dalam menampung saran masyarakat.
3) D. Mengganti Pancasila.
4) D. Kelemahan nilai-nilai Pancasila.
5) B. XVIII/MPR/1998.
6) C. Ideologi terbuka.
7) D. Kedisiplinan yang tinggi dari para penegak hukum.
8) C. Mengamandemen Batang tubuh UUD 1945.
9) D. Dianggap terlalu memberi kekuasaan berlebihan kepada Presiden.
10) B. Sebagai asas organisasi partai politik.
Daftar Pustaka
Hadi Sitia Unggul, SH, 2001, Ketetapan MPR 2001, 2000 dan perubahan I
dan II UUD 1945, Jakarta: Harvarindo.
PENDAHULUAN
M odul ini membahas tentang Pancasila sebagai landasan etis dan moral
bagi pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni di Indonesia.
Modul ini terdiri atas dua kegiatan belajar. Anda pada Kegiatan Belajar ke-1
akan mempelajari dan menjelaskan Landasan pengembangan Ilmu yang
meliputi Landasan Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis. Kegiatan
belajar ke-2 membicarakan dan membahas peranan Pancasila sebagai
landasan pengembangan ilmu, teknologi, dan seni di Indonesia. Kegiatan
belajar 2 terdiri atas pembahasan tentang pengertian etika Pancasila dan
Pancasila
sebagai landasan etis pengembangan ilmu.
Anda setelah mempelajari modul ini diharapkan dapat:
1. menyebutkan landasan dan strategi pengembangan ilmu pengetahuan;
2. memahami landasan ontologi;
3. memahami landasan epistemologi;
4. memahami landasan akssiologi;
5. memahami nilai-nilai Pancasila
6. memahami peranan Pancasila sebagai landasan pengembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni
7. memahami peran etika Pancasila sebagai strategi pengembangan ilmu,
teknologi, dan seni.
8.2 PAnCAsiLA
⚫
K E gi A t A n B E LA J A R 1
A. LANDASAN METAFISIS/ONTOLOGIS.
LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1) Sebutkan tiga landasan filosofis ilmu pengetahuan!
2) Jelaskan pengertian landasan ontologis Pancasila!
3) Jelaskan pengertian landasan epistemologis Pancasila!
4) Jelaskan hubungan antara landasan ontologis Pancasila dengan landasan
aksiologis Pancasila!
5) Jelaskan pengertian dari pandangan aksiologis Pancasila objektivisme
metafisis!
Untuk dapat menjawab soal latihan di atas secara tepat, baca dan pahami
materi kegiatan belajar 1 modul 8 dengan cermat mengenai landasan
metafisis/ontologis, landasan epistemologis Pancasila, landasan aksiologis
Pancasila, landasan aksiologi Pancasila, apabila masih belum paham baca
kembali dan diskusikan dengan teman-teman atau tutor anda.
RANGKUMAN
1. Etika Deontologi
Etika deontologi dalam perspektifnya terhadap perilaku seseorang
menekankan pada motivasi, kemauan yang baik, dan watak yang kuat untuk
melakukannya sebagai kewajiban. Etika deontologi menganggap bahwa
perilaku / tindakan itu dikatakan baik jika memang baik menurut
pertimbangan dari dalam dirinya sendiri dan wajib dilakukan. Apabila
perilaku itu buruk,
maka buruk pula secara moral dan bukanlah kewajiban yang harus dilakukan.
Contohnya adalah tindakan menghargai sesama dan alam merupakan
tindakan yang baik secara moral, maka manusia wajib melakukannya (Keraf,
2006: 9).
2. Etika Teleologis
Etika teleologis menilai suatu perilaku baik jika bertujuan baik dan
menghasilkan sesuatu yang baik atau akibat yang baik, dan buruk jika
sebaliknya. Etika teleologis bersifat situasional (sesuai dengan situasi
tertentu) dan subjektif. Teori ini menganggap perilaku yang baik bisa
berubah sesuai dengan kondisi yang menghasilkan baik pada saat itu. Suatu
tindakan dapat dibenarkan oleh teori ini walau melanggar norma dan nilai
moral sekalipun (Keraf, 2006: 15).
Etika teleologis berdasarkan kepentingannya menggolongkan penilaian
suatu tindakan secara moral menjadi dua, yakni : pertama adalah egoisme
etis. Egoisme etis menilai baik atau buruknya suatu perilaku berdasarkan
akibat bagi pelakunya, dan dibenarkan mengejar kebahagiaan bagi dirinya
sendiri. Kedua adalah utilitarianisme, yang menganggap baik atau buruknya
suatu tindakan berdasarkan akibatnya bagi banyak orang. Hal yang paling
menonjol dari utilitarianisme adalah manfaat bagi sebanyak mungkin orang
yang terlibat dalam tindakan tersebut.
3. Etika Keutamaan
Etika keutamaan (virtue ethics) adalah teori etika yang mengutamakan
pengembangan karakter moral pada setiap individu. Karakter-karakter moral
yang dimaksud adalah nilai dan keutamaan moral, seperti kesetiaan,
kejujuran, ketulusan, dan kasih sayang. Etika keutamaan menganggap orang
bermoral atau berperilaku baik berdasarkan pribadi moralnya, yang terbentuk
oleh pembelajaran dari kenyataan sepanjang hidupnya. Orang yang bermoral
bukanlah orang yang bertindak secara moral baik pada situasi saat itu saja,
melainkan orang berkepribadian moral yang utama atau menonjol,
berprinsip, dan berintegritas yang tinggi (Keraf, 2006: 22). Etika keutamaan
menekankan pada cerita-cerita masyarakat tertentu yang patut untuk dicontoh
perilaku baiknya secara moral. Perilaku baik secara moral tersebut
merupakan teladan yang baik, dan itulah perilaku yang benar menurut etika
keutamaan.
Etika Pancasila adalah Etika Keutamaan yang tersusun dari nilai-nilai
dan keutamaan moral bagi bangsa Indonesia. Nilai-nilai ke-Tuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan terbentuk oleh
pembelajaran dari kenyataan sepanjang sejarah kebangsaan Indonesia yang
panjang. Nilai-nilai Pancasila merupakan buah hasil pikiran-pikiran dan
gagasan dasar bangsa Indonesia tentang kehidupan yang dianggap baik dalam
menghadapi diri sendiri, sesama dan lingkungan hidup, serta ketaatan pada
Tuhan. Nilai-nilai Pancasila adalah tata nilai yang mendukung tata kehidupan
sosial dan tata kehidupan kerohanian bangsa yang memberi corak, watak, ciri
khas masyarakat dan bangsa Indonesia yang membedakannya dengan
masyarakat dan bangsa lain.
Etika Pancasila adalah Etika Teleologis yang berisi pedoman bagi warga
bangsa Indonesia dalam usaha untuk mencapai tujuan hidup berbangsa dan
bernegara di masa depan. Permasalahan bangsa Indonesia dalam
menyesuaikan diri dengan masa modernisasi di masa depan yang penting
mendapat perhatian adalah pengembangan sistem nilai Pancasila. Nilai-nilai
Pancasila yang substansial adalah nilai-nilai utama yang tetap akan menjadi
kepribadian bangsa sepanjang masa. Implementasi nilai-nilai Pancasila di
dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara tahun 1945 akan menjadi
pedoman pokok secara umum kolektif untuk semua warga bangsa dan negara
Indonesia. Implementasi nilai-nilai Pancasila di dalam peraturan-peraturan
resmi kenegaraan harus selalu menampung perubahan sesuai dengan tuntutan
perkembangan jaman modern.
Bangsa Indonesia di masa modernisasi perlu mempunyai kecakapan
menguasai ilmu pengetahuan dan penggunaan hasil teknologi modern.
Bangsa Indonesia juga perlu mempunyai kemampuan berpikir rasional dalam
hal penggunaan sarana dan waktu untuk mencapai kesejahteraan. Pemikiran
rasional yang ditumbuhkan bagi bangsa Indonesia harus dilepaskan dari
sistem nilai-nilai rasional individualistis yang menjadi ciri-ciri masyarakat
modern Barat. Pemikiran rasional yang ditumbuhkan bagi bangsa Indonesia
diupayakan untuk tetap mengutamakan semangat kekeluargaan yang sesuai
dengan sistem nilai Pancasila. Notonegoro secara lebih rinci berpandangan,
bahwa jaman modern adalah jaman yang menuntut persyaratan-persyaratan
sosial yang khusus. Pertama, adanya kombinasi dan pertalian yang erat dari
keseluruhan faktor-faktor fisik dan abstrak untuk setiap permasalahan
nasional, sehingga tidak dimungkinkan lagi berpikir, bersikap, dan bertindak
kompartemental. Kedua, jaman yang serba penuh alat dan produk-produk
teknologi menuntut adanya manusia yang cakap dalam bidangnya. Jaman
modern mempersyaratkan pembedaan keahlian yang luas dan banyak, tetapi
karena tidak dapat berdiri sendiri-sendiri dalam memecahkan persoalan-
persoalan, maka diperlukan koordinasi yang kapabel dan efektif. Ketiga,
adanya jalinan yang semakin erat pemecahan permasalahan antara persoalan
pertambahan penduduk dan persoalan-persoalan ekonomi, politik, sosial
budaya, dan pertahanan keamanan. Keempat, keseluruhan konteks
kemasyarakatan dunia di masa globalisasi mengakibatkan semakin dekatnya
komunikasi antar bangsa dan wilayah, sehingga saling mempengaruhi antar
kelompok-kelompok masyarakat di dunia dengan hasil-hasil kebudayaannya
menjadi lebih intensif. Eksistensi bangsa yang kokoh dipersyaratkan agar
tidak terpecah belah sebagai akibat masuknya nilai-nilai baru yang
bertentangan dengan sistem nilai Pancasila (Notonegoro, 1972: 8).
Kehidupan berbangsa yang kokoh dan tidak terpecah belah menjadi
syarat utama bangsa Indonesia dalam menuju kehidupan modern. Bangsa
Indonesia yang sedang mengalami proses-proses perubahan menuju
modernisasi akan melalui berbagai macam gejolak. Pertama, adaptasi pada
nilai-nilai kebudayaan modern. Kedua, kemampuan menerima, menanggapi,
dan memecahkan tantangan lingkungan nasional dan internasional dengan
ciri tuntutan kehidupan yang meningkat. Ketiga, keadaan sosio kultural yang
sesuai, yaitu kesiapan meninggalkan nilai-nilai lama yang menghambat dan
menemukan nilai-nilai baru yang sesuai dengan perkembangan jaman, yaitu
melepaskan ciri-ciri masyarakat agraris tradisional dan memasuki masyarakat
yang dinamis rasional (Notonegoro, 1972: 9).
Etika Pancasila adalah Etika Deontologis yang menjadi penuntun untuk
menumbuhkan kesadaran ber-Pancasila bagi generasi muda Indonesia masa
sekarang dan masa depan. Pembinaan kehidupan berbangsa yang kokoh
dalam menuju ke masyarakat modern adalah mempersiapkan generasi muda
agar adaptif terhadap nilai-nilai kebudayaan modern dan keadaan sosio
kultural yang sesuai. Generasi muda juga dibawa oleh jalannya waktu
menuju jaman modern tersebut dengan persyaratan-persyaratan individual
dan kelompok yang lebih kompleks. Jaman juga akan membentuk pribadi-
pribadi dan waktu juga akan membebani dengan berbagai persoalan yang
kompleks yang pada gilirannya akan menguji kemampuan generasi muda
menerapkan peranannya sesuai dengan perkembangan masyarakat beserta
persyaratan-persyaratan sosial, kelompok, dan individual yang dituntutnya
(Notonegoro, 1972: 9).
Notonegoro berpandangan bahwa mempersiapkan generasi muda
merupakan salah satu persiapan yang penting bagi pengembangan Pancasila
sebagai kepribadian bangsa. Pengembangan nilai-nilai Pancasila tersebut
dituangkan dalam pola-pola pelaksanaan melalui pendekatan sosialisasi
dengan metode-metode keteladanan, edukasi, komunikasi, dan integrasi.
Generasi muda perlu memperoleh pengetahuan dan pengertian tentang nilai-
nilai Pancasila melalui pendekatan sosialisasi dengan metode-metode
keteladanan, edukasi, komunikasi, dan integrasi. Pendekatan-pendekatan
yang terencana perlu diarahkan untuk pematangan sikap mental generasi
muda pada umumnya, yaitu menumbuhkan ketaatan dan kesadaran ber-
Pancasila. Tujuan pengembangan nilai-nilai Pancasila adalah terwujudnya
ketahanan nasional berlandaskan ideologi negara Pancasila, Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara tahun 1945, dan Undang-Undang Dasar
Negara tahun 1945 dalam kehidupan kenegaraan, kemasyarakatan, serta
pemantapan stabilitas politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan
keamanan.
Nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang diwariskan adalah nilai-nilai dan
prinsip-prinsip yang telah mendapat kesepakatan seluruh rakyat, yaitu nilai-
nilai Pancasila dan nilai-nilai yang terkandung dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara tahun 1945 dan Undang-Undang Dasar Negara tahun
1945. Sila-sila Pancasila masing-masing mengandung nilai-nilai intrinsik
yang substansial, bersifat tetap, dan merupakan kesatuan bulat dengan
susunan hirarkhis piramidal. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pembukaan
Undang- Undang Dasar Negara tahun 1945 adalah : Pertama, negara
persatuan, yaitu negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa
Indonesia. Negara mengatasi segala paham golongan, mengatasi segala
paham perseorangan. Kedua, tujuan negara, yaitu melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial. Ketiga, negara yang berkedaulatan rakyat berdasar
atas kerakyatan dan permusyawaratan / perwakilan. Keempat, negara
berdasar atas ke-Tuhanan yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang
adil dan beradab. Kelima, negara yang merdeka dan berdaulat. Keenam, anti
penjajahan, karena penjajahan tidak sesuai dengan perikemanusiaan.
Undang-Undang Dasar Negara tahun 1945 mewujudkan ciri-ciri instrumental
yang konsisten dengan nilai-nilai Pancasila dan prinsip-prinsip yang
terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara tahun 1945
(Notonegoro, 1972: 19).
B. PANCASILA SEBAGAI LANDASAN ETIS PENGEMBANGAN
ILMU
LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1) Jelaskan pengertian dari aliran rasionalisme!
2) Jelaskan pengertian dari aliran subjektivisme aksiologis!
3) Jelaskan pengertian dari Pancasila sebagai pokok kaidah negara yang
fundamental!
4) Jelaskan syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi pokok kaidah negara
yang fundamental!
5) Jelaskan maksud dari kedudukan Pancasila sebagai landasan etis
pengembangan ilmu pengetahuan!
Untuk dapat menjawab soal latihan diatas secara tepat, baca dan pahami
materi kegiatan belajar 2 modul 8 dengan cermat mengenai pengertian etika
Pancasila, Pancasila sebagai landasan etis pengembangan ilmu, etika dalam
pengertian moralitas, etika dalam pengertian filsafat moral, apabila masih
belum paham baca kembali dan diskusikan dengan teman-teman atau tutor
anda.
RANGKUMAN
TES FORMATIF 2
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
Tes formatif 1
1) A. Landasan ontologis adalah landasan yang membahas tentang
permasalahan objek yang ditelaah ilmu pengetahuan, ujud hakiki
objek ilmu pengetahuan tersebut, hubungan antara objek tersebut
dengan daya tangkap manusia.
2) D. Landasan aksiologis ilmu pengetahuan membahas tentang
permasalahan tujuan penggunaan ilmu pengetahuan, hubungan
antara cara penggunaannya dengan kaidah-kaidah moral, penentuan
objek yang ditelaah ditinjau berdasarkan pilihan-pilihan moral, dan
hubungan antara teknik prosedur operasionalisasi metode ilmiah
dengan norma-norma moral.
3) D. Tuhan dan malaikat tidak dapat diketahui materi dan bentuknya
secara ilmiah.
4) B. Kritisisme adalah aliran epistemologi yang menganggap bahwa
pengetahuan timbul dari kerja sama indra dan akal.
5) A. Landasan aksiologis diperlukan Agar pengetahuan-pengetahuan
ilmiah tentang hidup berkebangsaan dan berkenegaraan dapat
berguna bagi tujuan-tujuan sosial dan dapat dipertanggungjawabkan
secara etis
6) C. Paham tentang kebenaran yang berpendirian bahwa suatu
pengetahuan akan benar apabila yang diungkapkannya merupakan
fakta adalah pengertian dari paham kebenaran korespondensi.
7) C. Pengertian kebenaran pengetahuan juga disesuaikan dengan ukuran
kebenaran pengetahuan yang substansial tersebut.
8) B. Asal mula pengetahuan yang substansial bukan hanya hal-hal yang
abstrak, tetapi juga hal-hal yang konkret.
9) A. Koherensi.
10) D. Objektivisme metafisis.
Tes Formatif 2
1) D. Landasan ideologis.
2) A. Landasan ontologis.
3) B. Landasan epistemologis.
4) D. Idealisme.
5) B. Landasan aksiologis Pancasila diperlukan agar pengembangan
pengetahuan-pengetahuan ilmiah di bidang-bidang kehidupan
bernegara, terutama bidang-bidang hukum, politik, dan sosial
budaya, serta bidang-bidang kehidupan bernegara yang lain tetap
berlandaskan nilai-nilai Pancasila.
6) C. Landasan epistemologis Pancasila telah dapat dirumuskan
berdasarkan pengertiannya yang substantial.
7) B. Metode deduktif.
8) D. Korespondensi.
9) A. Tidak berwujud dalam keadaan, tidak dapat ditangkap dengan
pancaindra dan hanya dapat ditangkap adanya oleh akal.
10) C. Staatsfundamentalnorm tidak hanya diisyaratkan, tetapi juga harus
ditetapkan.
Daftar Pustaka
PENDAHULUAN
K E gi A t A n B E LA J A R 1
LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1) Sebutkan unsur-unsur SARA!
2) Jelaskan yang dimaksud konflik vertikal!
3) Jelaskan yang dimaksud konflik horizontal!
4) Jelaskan bahwa SARA berpotensi memicu konflik!
5) Jelaskan bahwa SARA berpotensi sebagai aset pembangunan bangsa!
6) Apa maksudnya bahwa Pancasila dibangun di atas dasar heterogenitas
dan kompleksitas pemikiran?
7) Jelaskan pasal UUD 1945 yang sangat menjunjung tinggi bahasa daerah,
8) Jelaskan pasal UUD 1945 sangat menjunjung tinggi kebebasan beragama.
9) Mengapa eksklusivisme tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila?
10) Mengapa isu-isu SARA sangat sering digunakan dalam mencapai
kepentingan politik?
TES FORMATIF 1
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
Catatan penting tentang ketetapan MPR tentang HAM ini adalah Tap ini
merupakan upaya penjabaran lebih lanjut tentang HAM yang bersumber pada
UUD 1945 dengan mempertimbangkan Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa.
LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1) Apa pengertian HAM menurut PBB?
2) Kapan Piagam HAM PBB disahkan?
3) Mengapa masalah HAM selalu aktual dewasa ini?
4) Bagaimana pandangan paham universalisme tentang HAM?
5) Bagaimana pandangan paham partikularisme tentang HAM?
6) Bagaimana Pandangan Pancasila dalam menjembatani antara paham
universalisme dan partikularisme HAM?
7) UUD 1945 tidak secara eksplisit menyebut HAM, tetapi dengan sebutan....
8) Selain mengatur hak, Piagam HAM Indonesia juga mengatur adanya
kewajiban, khususnya dalam hal...
9) Indonesia telah mempunyai Piagam HAM dengan dikeluarkan-nya ....
10) Sebutkan hak-hak yang diatur dalam Piagam HAM Indonesia!
1) Hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada kemanusiaan, yang
tanpa hak itu mustahil manusia hidup sebagaimana layaknya manusia.
2) 10 Desember 1948
3) (1) topik HAM merupakan salah satu di antara tiga masalah utama yang
menjadi keprihatinan dunia. Ketiga topik yang memprihatinkan itu
antara lain: HAM, demokratisasi dan pelestarian lingkungan hidup. (2)
Isu HAM selalu diangkat oleh media massa setiap bulan Desember
sebagai peringatan diterimanya Piagam Hak Asasi Manusia oleh Sidang
Umum PBB tanggal 10 Desember 1948. (3) Masalah HAM secara
khusus kadang dikaitkan dengan hubungan bilateral antara negara donor
dan penerima bantuan. Isu HAM sering dijadikan alasan untuk
penekanan secara ekonomis dan politis.
4) Paham universalisme menganggap HAM dapat diberlakukan di mana
saja oleh seluruh bangsa di dunia, karena sifatnya yang universal.
5) Paham partikularisme menganggap HAM terkait dengan sosio-historis
kultural, sehingga harus disesuaikan dengan masing-masing bangsa atau
negara.
6) Pandangan Pancasila mengakui adanya universalitas HAM terutama
dengan nilai-nilai Pancasila yang abstrak umum universal, tetapi untuk
pelaksanaan di Indonesia harus tidak bertentangan dengan nilai-nilai
Pancasila dan UUD 1945.
7) Hak-hak warga negara.
8) Pembelaan negara.
9) Tap MPR No. XVII/MPR/1998
10) a. Hak untuk hidup.
b. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan.
c. Hak mengembangkan diri.
d. Hak keadilan.
e. Hak kemerdekaan.
f. Hak atas kebebasan informasi.
g. Hak keamanan.
h. Hak kesejahteraan.
i. Kewajiban menghormati hak orang.
RANGKUMAN
TES FORMATIF 2
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
9) Selain hak, dalam Piagam PBB juga diatur adanya kewajiban warga
negara yaitu dalam hal ....
A. pendidikan
B. pekerjaan
C. agama
D. pembelaan negara
Pertumbuhan ekonomi yang telah terjadi pada masa Orba ternyata tidak
berkelanjutan karena terjadinya berbagai ketimpangan ekonomi yang besar,
baik antargolongan, antara daerah, dan antara sektor akhirnya melahirkan
krisis ekonomi. Krisis ini semula berawal dari perubahan kurs dolar yang
begitu tinggi, kemudian menjalar ke krisis ekonomi, dan akhirnya krisis
kepercayaan pada segenap sektor tidak hanya ekonomi.
Kegagalan ekonomi ini disebabkan antara lain oleh karena tidak
diterapkannya prinsip-prinsip ekonomi dalam kelembagaan, ketidakmerataan
ekonomi, dan lain-lain. yang juga dipicu dengan maraknya praktik monopoli,
Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme oleh para penyelenggara negara.
LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1) Sebutkan beberapa sebab umum kegagalan ekonomi di Indonesia!
2) Sebutkan di antara beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk
memulihkan krisis ekonomi di Indonesia!
3) Sebutkan pasal UUD 1945 yang secara eksplisit mengatur perekonomian
Indonesia!
4) Sebutkan tiga tiang utama pelaku ekonomi Indonesia!
5) Bagaimana kedudukan individu dan sosial dalam perspektif ekonomi
Pancasila?
6) Mengapa koperasi dianggap paling sesuai dengan sistem ekonomi
Indonesia?
7) Bagaimana aktualisasi sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam
perekonomian di Indonesia?
8) Apa yang dimaksud dengan demokrasi ekonomi dalam perspektif
ekonomi Pancasila?
9) Mengingat dampaknya besar, maka peminjaman utang keluar negeri
dalam GBHN tahun 1999 diatur bahwa pemerintah harus mendapat
persetujuan…
10) Jelaskan mengapa Indonesia menentang berbagai bentuk praktek free
fight liberalisme!
RANGKUMAN
TES FORMATIF 3
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
Tes Formatif 1
1) A. Konflik minoritas dengan mayoritas adalah contoh konflik vertical.
2) A. Konflik minoritas dengan mayoritas.
3) C. Indonesia tidak menunjukkan pluralitas dalam hal dasar negara.
4) C. Sifat eksklusif adalah sifat yang tidak seharusnya dikembangkan di
dalam pluralitas.
5) B. Otonomi daerah diterapkan untuk mengantisipasi terjadinya
disintegrasi.
6) B. Pluralitas agama diatur dalam Pasal 29 Ayat (1) UUD NRI Tahun
1945.
7) D. Ketentuan tentang bahasa daerah diatur dalam penjelasan Pasal 36.
8) C. Pluralitas diakui namun ingin diwadahi dalam kerangka persatuan.
9) D. membela yang lemah adalah sikap yang harus dihindari ketika terjadi
konflik.
10) B. konflik di beberapa daerah terjadi karena masalah agama bercampur
masalah politik, ekonomi, sosial dan budaya
Tes Formatif 2
1) D. Kebebasan melakukan homoseksual bagi orang yang telah dewasa
bukan hak yang diakui di Indonesia.
2) D. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dilakukan pada tanggal 10
Desember 1948.
3) D. Jawaban A dan B salah.
4) A. Universalitas HAM biasanya diperbincangkan pada tataran filosofis.
5) B. Partikularitas HAM biasanya diperbincangkan pada tataran ideologis.
6) C. Pandangan HAM yang sangat partikular biasa ditemukan pada tataran
praktis.
7) C. Di dalam Aturan Peralihan tidak ada penjelasan tentang HAM.
8) D. Kurang antisipatifnya para pendiri negara Indonesia adalah alasan
mengapa aturan tentang HAM tidak diatur secara detail di UUD NRI
Tahun 1945.
9) D. Salah satu kewajiban warga negara adalah melakukan pembelaan
negara.
10) B. Terhadap Piagam HAM PBB negara Indonesia menerima sepanjang
tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
Tes Formatif 3
1) C. Diterapkannya prinsip-prinsip ekonomi bukan merupakan penyebab
dari terjadinya krisis ekonomi.
2) D. Masyarakat luas bukan termasuk pihak yang disebutkan sebagai
pendukung ekonomi.
3) A. Roda perekonomian harus memperhatikan rangsangan sosial dan
moral.
4) B. Kumpulan modal bukan alasan mengapa koperasi cocok dengan
masyarakat Indonesia.
5) D. Jawaban A dan B salah.
6) D. Pinjaman utang harus dengan persetujuan DPR.
7) C. Kurang modal bukan penyebab dari tidak optimalnya BUMN.
8) C. Menjarah harta kekayaan para penjabat yang korupsi bukan upaya
untuk mengatasi krisis ekonomi.
9) B. Pengusaha kecil, menengah, dan koperasi adalah pihak yang harus
diperhatikan dalam pemberdayaan ekonomi.
10) D. Kemakmuran mayoritas bukanlah tujuan dari pembangunan ekonomi.
Daftar Pustaka
PUSTAKA PRIMER
PUSTAKA SEKUNDER