Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keperawatan didunia menjadi acuan dasar bagi perawat dalam
melakukan perubahan mendasar pada kegiatan profesinya. Pada awalnya,
pekerjaan perawat merupakan pekerjaan vokasional tapi saat ini bergeser
menjadi pekerjaan professional. Perawat yang dahulu berfungsi sebagai
perpanjangan tangan dokter, dan bagian dari tujuan pelayanan klinis, tetapi
sekarang berkesempatan memiliki pelayanan keparawatan mandiri sebagai
upaya mencapai tujuan asuhan keperawatan.
Ketika perawat melakukan praktik keperawatan, diwajibkan untuk
menjunjung asas etik dan profeonalisme. Bagi perawat, asas etik adalah salah
satu pondasi yang sangat penting dalam membuat hubungan baik dengan
semua pihak dalam memberi pelayanan keperawatan. Adanya hubungan yang
baik dengan semua pihak yang berperan dalam pemberian pelayanan
kesehatan membuat kemudahan untuk mencapai tujuan bersama, yaitu
kepuasan dan kesembuhan pasien. Interaksi yang dilakukan perawat kepada
pasien sangat diperlukan dalam pemberian asuhan keperawatan.
Dalam pelaksanaan pemberian asuhan keperawatan, masalah yang
masih sering muncul salah satunya adalah kegagalan keperawatan, kegagalan
keperawatan yang dilakukan perawat sering dianggap sebagai kelalaian atau
malpraktik oleh pasien. Namun dalam beberapa kasus ternyata tidak semua
kegagalan keperawatan yang dilakukan perawat merupakan kelalaian atau
kesalahan. Untuk itu dalam makalah ini kami akan membahas tentang
permasalahan tentang kegagalan keperawatan dilihat dari segi hukum
kesehatan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pelayanan Keperawatan
Perawat adalah profesi yang sifat pekerjaannya selalu berada dalam
situasi yang menyangkut hubungan antar manusia, terjadi proses interaksi
serta saling memengaruhi dan dapat memberikan dampak terhadap tiap-tiap
individu yang bersangkutan.1
Menurut hasil Lokakarya Keperawatan Nasional Tahun 1983,
perawat adalah suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu pelayanan bio,
psiko, sosio dan spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu,
keluarga, dan masyarakat baik yang sakit maupun sehat yang mencakup
seluruh siklus hidup manusia.2
Sebagai suatu profesi perawat mempunyai kontrak sosial dengan
masyarakat, yang berarti masyarakat memberikan kepercayaan bagi perawat
untuk terus menerus memelihara dan meningkatkan mutu pelayanan yang
diberikan. Peraturan Menteri Kesehatan No. HK. 02. 02 /MENKES /148 I
/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat. Pasal 1 ayat (1)
menjelaskan defenisi perawat adalah seorang yang telah lulus pendidikan
perawat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pada proses
hubungan antara perawat dengan pasien, pasien mengutarakan masalahnya
dalam rangka mendapatkan pertolongan yang artinya pasien mempercayakan
dirinya terhadap asuhan keperawatan yang diberikan.3

B. Kewenangan dan Tugas Perawat


Pada Pasal 15 Kepmenkes RI No. 1293/Menkes/SK/XI/2001
menjelaskan bahwa terdapat batasan kewenangan yaitu pertama,
melaksanakan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, penetapan
diagnosa keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan keperawatan dan
evaluasi keperawatan. Tindakan perawat sebagaimana meliputi intervensi
keperawatan, observasi keperawatan, Pendidikan, konseling kesehatan.4
Selain itu, dalam Pasal 29 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2014 tentang
keperawatan juga menjelaskan tugas dan wewenang perawat dalam
melakukan praktik yaitu pemberi asuhan keperawatan, penyuluh dan konselor
bagi klien, pengelola pelayanan keperawatan, peneliti keperawatan, pelaksana
tugas berdasarkan pelimpahan wewenang dan/atau, pelaksana tugas dalam
keadaan keterbatasan tertentu.5
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan harus sesuai dengan
standar asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi. Dan
pelayanan tindakan medis hanya dapat dilakukan berdasarkan perintah tertulis
dari dokter. Selan itu, ada kewajiban yang harus diingat oleh perawat yaitu:
1. Menghormati hak pasien.
2. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani.
3. Menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
4. Memberikan informasi.
5. Meminta pesetujuan tindakan yang akan dilakukan.
6. Melakukan catatan perawatan dengan baik.4
Walaupun begitu, tetap ada pengecualian terhadap kewenangan
yang berlandaskan pada Pasal 15. Pengecualian tersebut bermaksudkan untuk
memberi perlindungan hukum yang luas dalam penyelenggaraan dan
pelayanan kesehatan oleh perawat. Ketentuan pengecualian tersebut terdapat
dalam Pasal 20 yaitu pertama, dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa
seseorang atau pasien, perawat berwenang untuk melakukan pelayanan
kesehatan diluar kewenangannya.4

C. Kegagalan Dalam Keperawatan


Dalam praktiknya banyak masalah yang timbul dalam pelaksanaan
keperawatan. Salah satunya kegagalan dalam pelaksanaan keperawatan yang
terkadang dianggap sebagai kelalaian atau tindakan malpraktik oleh sebagian
orang.
Salah satu kasuh yang sering timbul masalah hukum salah satunya
adalah kegagalan pemberian infus oleh perawat terhadap pasien balita dengan
dehidrasi berat di sebuah desa terpencil yang pada akhirnya membuat balita
meninggal dunia. Hal ini yang sering membuat orang menganggap bahwa
perawat sudah melakukan kelalaian dalam melaksanakan tugas, bahkan tidak
jarang banyak yang menganggap perawat sudah melakukan tindakan
malpraktik.
Pada kasus ini perawat memiliki kewenangan dalam melakukan
tindakan pemberian cairan melalui infus dikarenakan kondisi yang darurat
sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2014 pasal 20 yang mengatakan bahwa
dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa seseorang atau pasien, perawat
berwenang untuk melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangannya.
Dan sesuai dengan Undang-Undang No. 38 Tahun 2014 tentang
Keperawatan pasal 37 disebutkan selama perawat melakukan tindakan
keperwatan sesuai dengan dengan standar keperawatan, membuat informed
consent sebelum melakukan tindakan, membuat dokumentasi asuhan
keperawatan, memberikan informasi yang lengkap jujur, benar, dan jelas.
Kasus ini tidak bisa dikatakan sebagai tindakan yang melanggar hukum
maupun etik.
Ketika perawat dapat melaksanakan kewajibannya dengan baik,
maka perawat dapat memperoleh haknya sebagaimana yang dijelaskan dalam
Pasal 36 Undang-Undang No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan yang
mengemukakan bahwa "Perawat berhak memperoleh perlindungan hukum
sepanjang melaksanakan kewajibannya sesuai dengan standar pelayanan
keperawatan, mendapatkan informasi yang benar, lengkap dan jujur dari
pasien atau keluarganya mengenai kondisi atau penyakit pasien, agar perawat
tidak melakukan kesalahan/kelalaian dalam menentukan diagnosa penyakit
pasien dan tidak salah menentukan obat yang akan diberikan padanaya,
menolak keinginan pasien yang tidak sesuai dengan standar pelayanan
keperawatan serta perawat berhak mendapatkan imbalan jasa dari pelayanan
yang diberikan oleh pasien dan memperoleh fasilitas kerja sesuai dengan
standar".
DAFTAR PUSTAKA

1. Suhaemi ME. Etika keperawatan aplikasi pada praktik. Jakarta: EGC; 2014.

2. Praptianingsih S. Kedudukan hukum keperawatan dalam upaya pelayanan


kesehatan di rumah sakit. Jakarta: Raja Grafindo Persada; 2007.
3. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan menteri kesehatan
republik indonesia nomor HK.02.02/menkes/148/I/2010 tentang izin dan
penyelenggaraan praktik perawat [Internet]. Jakarta; 2010. Available from:
https://www.nber.org/papers/w15827.pdf
4. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan menteri kesehatan No.
1239/menkes/sk/xi/2001 tentang registrasi dan praktik perawat. Jakarta;
2001 p. 1–23.
5. Presiden Republik Indonesia. Undang-undang republik indonesia nomor 32
tahun 2014 tentang keperawatan. 2014.

Anda mungkin juga menyukai