DI SUSUN OLEH :
PEMBIMBING
dr. Goldfried P. Sianturi, Sp.S
i
LEMBAR PENGESAHAN
Nilai :
Dokter Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga saya sebagai penulis dapat menyelesaikan “Laporan
Kasus” ini sebagai memenuhi persyaratan mengikuti Persyaratan Kepaniteraan
Klinik Senior di SMF Neurologi RSUD Dr. Pirngadi Medan yang berjudul
“Stroke”.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................i
KATAPENGANTAR............................................................................................ii
DAFTARISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................3
2.1 Definisi..................................................................................................3
2.2 Epidemiologi.........................................................................................3
2.3 Klasifikasi..............................................................................................4
2.4 Patofisiologi...........................................................................................6
2.5 FaktorRisiko..........................................................................................7
2.6 Manifestasi Klinis..................................................................................7
2.7 Diagnosa................................................................................................8
2.8 Diagnosa Banding...............................................................................15
2.9 Penatalaksanaan...................................................................................16
2.10 Komplikasi........................................................................................22
2.11Pencegahan.........................................................................................23
2.12 Prognosis...........................................................................................24
2.13Tugas..................................................................................................25
BAB III PENUTUP............................................................................................26
3.1 Kesimpulan....................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………..27
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
4
dan usia. Sedangkan faktor yang dapat diubah adalah hipertensi, gaya
hidup seperti perilaku merokok, konsumsi alkohol, dan diabetes mellitus.
Faktor risiko stroke pada pasien hipertensi sangat bervariasi (Handayani, 2012;
Stroke Association, 2015)
Stroke merupakan penyebab kematian dan disabilitas utama. Dengan
kombinasi seluruh tipe stroke secara keseluruhan, stroke menempati urutan ketiga
penyebab utama kematian dan urutan pertama penyebab utama disabilitas.
Morbiditas yang lebih parah dan mortalitas yang lebih tinggi terdapat pada stroke
hemoragik dibandingkan stroke iskemik. Hanya 20% pasien yang mendapatkan
kembali kemandirian fungsionalnya.2
Resiko terjadinya stroke meningkat seiring dengan usia dan lebih tinggi
pada pria dibandingkan dengan wanita pada usia berapapun. Faktor resiko mayor
meliputi hipertensi arterial, penyakit diabetes mellitus, penyakit jantung, perilaku
merokok, hiperlipoproteinemia, peningkatan fibrinogen plasma, dan obesitas. Hal
lain yang dapat meningkatkan resiko terjadinya stroke adalah penyalahgunaan
obat, pola hidup yang tidak baik, dan status sosial dan ekonomi yang rendah.3
Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia mengungkapkan bahwa prevalensi
stroke di Indonesia adalah 12,1 per mil dengan angka tertinggi di Provinsi
Sulawesi Utara (17,9%) disusul Provinsi Yogyakarta (16,9%).4
Tujuan dari penatalaksanaan stroke secara umum adalah menurunkan
morbiditas dan menurunkan tingkat kematian serta menurunnya angka kecacatan.
Salah satu upaya yang berperan penting untuk mencapai tujuan tersebut adalah
pengenalan gejala-gejala stroke dan penanganan stroke secara dini dimulai dari
penanganan pra rumah sakit yang cepat dan tepat. Dengan penanganan yang
benar-benar pada jam-jam pertama paling tidak akan mengurangi kecacatan
sebesar 30% pada penderita stroke.1
Tidak bisa dihindarkan bahwa kebanyakan pasien stroke datang dan dilihat
pertama kali oleh klinisi yang belum memiliki pengalaman yang cukup di semua
poin terpenting dalam penyakit serebrovaskular.4
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Stroke dengan defisit neurologis yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh
iskemia atau perdarahan otak.Strokeiskemik disebabkan oleh oklusi fokal
pembuluh darah otak yang menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke
bagian otak yang mengalami oklusi.Munculnya tanda dan gejala fokal atau global
pada strokedisebabkan oleh penurunan aliran darah otak.Oklusi dapat berupa
trombus, embolus, atau tromboembolus, menyebabkan hipoksia sampai anoksia
pada salah satu daerah percabangan pembuluh darah di otak tersebut.
Strokehemoragik dapat berupa perdarahan intraserebral atau perdarahan
subrakhnoid.7
2.2 Epidemiologi
Tingginya angka kejadian stroke bukan hanya dinegara maju saja, tetapi juga
menyerang negara berkembang seperti Indonesia karena perubahan tingkah laku
dan pola hidup masyarakat (Hartanti, 2012). Usia merupakan salah satu faktor
resiko stroke, semakin tua umurnya maka resiko terkena stroke pun semakin
tinggi. Penelitian WHO MONICA menunjukan bahwa insiden stroke bervariasi
antara 48 sampai 240 per10000 per tahun pada populasi usia 45 sampai 54 tahun,
stroke dapat menyerang terutama pada mereka yang mengkonsumsi makanan
berlemak.8
6
64 tahun) dan 23,5% (umur 65 tahun). Kejadian stroke yaitu sebesar 51,6/100.000
penduduk dengan kecacatan yang 1,6% tidak berubah dan 4,3% semakin
memberat. Penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan dan profil usia di
bawah 45 tahun sebesar 11,8%, usia 45-64 tahun 54,2%, dan usia diatas 65 tahun
sebesar 33,5%.5
2.3 Klasifikasi
Stroke dapat dibedakan menjadi stroke iskemik yang biasanya dalam bentuk
persen sekitar (70%-80%) dan hemoragik sekitar (20%-30%).9
a. Stroke iskemik
Stroke iskemik biasanya terjadi akibat kurangnya aliran darah ke otak.
Aliran darah ke otak normalnya adalah 58 mL/100 gram jaringan otak per
menit, jika turun hingga 18 mL/100 gram jaringan otak per menit,
aktivitas listrik neuron akan terhenti meskipun struktur sel masih baik,
sehingga gejala klinis masih reversibel. Jika aliran darah ke otak turun
sampai <10 mL/100 gram jaringan otak per menit, akan terjadi rangkaian
perubahan biokimiawi sel dan membran yang ireversibel membentuk
daerah infark.7 Berdasarkan lokasi penggumpalan stroke iskemik
dibedakan menjadi:
Stroke Iskemik Embolik
Pada embolik tidak terjadi pada pembuluh darah otak, melainkan di
tempat lain seperti di jantung dan sistem vaskular sistemik. Embolisasi
kardiogenik dapat terjadi pada penyakit jantung dengan shunt yang
menghubungkan bagian kanan dengan bagian kiri atrium atau
ventrikel.
Stroke Iskemik Trombus
Terjadi karena adanya penggumpalan pembuluh darah ke otak. Dapat
dibagi menjadi stroke pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri
karotis) merupakan 70% kasus stroke non hemoragik trombus dan
stroke pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus
7
posterior). Trombosis pembuluh darah kecil terjadi ketika aliran darah
terhalang
Vasokonstriksi
Vasoplasma serebrum setelah perdarahan subarakhnoid
b. Stroke hemoragik
Stroke hemoragik disebabkan oleh adanya ruptur arteri, baik intraserebral
maupun subaraknoid. Kira-kira 10% stroke disebabkan oleh perdarahan
intraserebral. Hipertensi, khususnya yang tidak terkontrol, merupakan
penyebab utama. Penyebab lain adalah pecahnya aneurisma, malformasi
arterivena, angioma kavernosa, alkoholisme, diskrasia darah, terapi
antikoagulan, dan angiopati amiloid. Sedangkan pada perdarahan
subaraknoid sebagian besar kasusnya disebabkan oleh pecahnya
aneurisma pada percabangan arteri-arteri besar. Penyebab lain adalah
malformasi arteri vena atau tumor.7
Berdasarkan perjalanan klinis:
Serangan Iskemia Sementara atau Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejala neurologis yang timbul akibat gangguan
peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu kurang dari 24
jam.
Defisit Neurologis Iskemia Sementara atau Reversible Ischemic
Neurological Deficit (RIND).
Gejala neurologis yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih
dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
Stroke Progresif (Progressive Stroke atau Stroke in evolution)
Gejala neurologis makin lama makin berat.
Stroke Komplet (Completed Stroke atau Permanent Stroke)
Gejala klinis sudah menetap.
2.4 Patofisiologi
8
Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus, emboli,
perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (Hypoksia
karena gangguan paru dan jantung). Arterosklerosis sering/cenderung sebagai
faktor penting trhadap otak. Thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik atau
darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau
terjadi turbulensi. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
menyebabkan oedema dan nekrosis diikuti thrombosis dan hypertensi pembuluh
darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian
dibandingkan dari keseluruhan penyakit 9 cerebrovaskuler. Jika sirkulasi serebral
terhambat, dapat berkembang cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia
serebral dapat revensibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversible
dapat anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebtal dapat terjadi oleh karena
gangguan yang bervariasi, salah satunya cardiac arrest..7
Stroke iskemik terjadi akibat oklusi trombotik atau embolik pembuluh darah
otak.Trombosis biasanya mengenai arteri carotis interna, arteri cerebri media, atau
arteri basilaris. Embolus dari jantung, arcus aorta, atau arteri carotis biasanya
menyumbat arteri cerebri media karena pembuluh darah ini mengangkut lebih dari
80% alirah darah ke hemisfer serebrum.10
9
Sedangkan pada stroke hemoragik terjadi adanya ruptur arteri, baik
intraserebral maupun subaraknoid. Perdarahan intraserebral terjadi akibat dari
robeknya dinding pembuluh darah kecil yang sudah rusak akibat dari hipertensi
kronik. Hematoma yang terbentuk akan menyebabkan peningkatan tekanan
intrakranial (TIK). Perdarahan subaraknoid disebabkan oleh pecahnya aneurisma
atau malformasi arteri vena yang perdarahannya masuk ke rongga subaraknoid,
sehingga menyebabkan cairan serebrospinal terisi oleh darah. Darah di dalam
cairan serebrospinal akan menyebabkan vasospasme sehingga menimbulkan
gejala sakit kepala hebat mendadak.9
10
Faktor fisiko yang dapat dimodifikasi :
- Hipertensi, baik sistolik maupun distolik merupakan faktor risiko
dominan untuk terjadinya stroke baik hemoragik maupun
nonhemoragik
- Diabetes melitus, hiperlipidemia
- Keadaan hiperviskositas berbagai kelainan jantung, antara lain
gangguan irama (fibrilasi atrial), infark miokard akut atau kronis,
yang mengakibatkan hipoperfusi (dekompensasi jantung), infeksi
yang disertai vegetasi (endokarditis bakterialis), tumor atrium
- Hipovolemia dan syok terutama pada populasi usia lanjut, dimana
refleks sirkulasi sudah tidak baik lagi.
- Merokok (termaksud perokok pasif), diet tidak sehat: lemak, garam
berlebihan, asam urat, kolesterol, kurang buah.
- Kurang olahraga, kelebihan berat badan.
- obat-obatan: narkoba (kokain), anti koagulansia, anti platelet,
amfetamin, pil kontrasepsi.
11
Manifestasi klinis yang paling umum adalah gejala awal serangan yang
dijumpai terjadi mendadak atau secara tiba-tiba serta defisit neurologis yang
progresif. Defisit neurologis fokal seperti hemiparesis, hemihipestesia, afasia,
disfagia, dan gangguan kesadaran. Pada stroke hemoragik, didapatkan tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial seperti sakit kepala dan penurunan kesadaran.
Pada stroke iskemik gejala klinis biasanya lebih tenang, jarang terdapat tanda-
tanda peningkatan tekanan intrakranial, kecuali jika terjadi oklusi di arteri besar
atau terjadi hipoksia yang cukup berat sehingga menyebabkan edema. Adanya
edema akan meningkatkan tekanan intrakranial, sehingga pasien juga dapat
mengalami sakit kepala dan penurunan kesadaran.9
Pada Arteri Gejala & Tanda
2.8 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis stroke biasanya ditegakkan berdasarkan
anamnesis perjalanan penyakit hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Namun untuk memastikan diagnosa kerja ada dua jenis teknik
pemeriksaan imaging (pencitraan) untuk mengevaluasi kasus stroke atau penyakit
12
pembuluh darah otak (Cerebrovascular Disease/CVD), yaitu Computed
Tomography (CT scan) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI).14
13
Elektrokardiogram (EKG): untuk mengeliminasi adanya infark
miokard atau aritmia jantung
Pencitraan otak: CT atau MRI dengan perfusi dan difusi
Pemeriksaan CT scan merupakan strategi utama yang efektif pada
pencitraan pasien stroke akut tetapi tidak sensitif untuk perdarahan
lama. Secara umum, CT kurang sensitif dibanding MRI, tetapi
keduanya sama-sama spesifik untuk mendeteksi adanya perdarahan
atau tidak.
a. Hipertensi Ensefalopati.
14
normotensi yang tekanan darahnya mendadak naik menjadi 160/100 mmHg.
Sebaliknya mungkin belum terjadi pada penderita hipertensi kronik meskipun
tekanan arteri rata-rata mencapai 200 atau 225 mmHg
Gejala klinik berupa nyeri kepala hebat, mual, muntah, rasa ngantuk dan
keadaan bingung.Bila berlanjut dapat terjadi kejang umum, mioklonus dan
koma.Jarang menyebabkan gangguan saraf fokal seperti hemiparesis, afasia,
kejang-kejang fokal atau kebutaan akibat kelainan retina atau kortikal. Jika
tekanan darah tidak segera diturunkan penderita akan jatuh dalam koma dan
meninggal dalam beberapa jam. Sebaliknya dengan menurunkan tekanan darah
secepatnya secara dini prognosis umumnya baik dan tidak menimbulkan gejala
sisa. Nyeri kepala, bingung, mual, muntah akan cepat menghilang dalam beberapa
jam. Faal ginjal akan membaik dalam beberapa hari. Sedangkan hilangnya pupil
edema akan memerlukan waktu beberapa minggu
b. Hipoglikemia.
Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah (glukosa) secara
abnormal rendah. Dalam keadaan normal, tubuh mempertahankan kadar gula
darah antara 70-110 mg/dL. Gejala terdiri atas dua fase yaitu :11
15
palpitasi, keluar banyak keringat, tremor, ketakutan, rasa lapar dan mual
(glukosa darah turun 50 mg %).
- Fase II yaitu gejala-gejala yang terjadi akibat mulai terjadinya gangguan
fungsi otak. Gejalanya berupa pusing, pandangan kabur, ketajaman mental
menurun, hilangnya keterampilan motorik yanag halus, penurunan
kesadaran, kejang-kejang dan koma ( glukosa darah 20 mg %).
c. TIA ((transient ischemik attack).
2.1.1 Penatalaksanaan
Perlu diperhatikan langkah-langkah dalam diagnosis dan pengobatan stroke
dikenal dengan 8 D dan ABC yaitu:13,15
- 8D:
1. Detection: kenali gejala stroke dengan cepat.
2. Dispatch: cepat dalam mengaktifkan fasilitas emergensi dengan
menelepon ambulans (panggilan darurat).
3. Delivery: antar pasien dengan cepat dan tepat.
4. Door: langsung dibawa ke stroke center.
5. Data: cepat dievaluasi oleh bagian di stroke center.
6. Decision: pengambilan keputusan yang cepat dan tepat oleh ahli
neurologis.
7. Drug: pemberian obat stroke (fibrinolitic therapy).
8. Disposition: cepat dipindahkan ke ruangan yang lebih intensif
- ABC :13
16
A : Airway, artinya mengusahakan agar jalan napas bebas dari segala
hambatan, baik akibat hambatan yang terjadi akibat benda asing maupun
sebagai akibat benda asing maupun sebagai akibat stroknya sendiri
B : Breathing atau fungsi bernapas yang mungkin terjadi akibat gangguan
dipusat napas (akibat stroke) atau oleh karena komplikasi infeksi di
saluran napas.
C : Cardiovascular function, yaitu fungsi jantung dan pembuluh darah.
Seringkali terdapat gangguan irama, adanya trombus, atau gangguan
tekanan darah yang harus ditangani secara cepat.
Pengobatan yang cepat dan tepat diharapkan dapat menekan mortalitas dan
mengurangi kecacatan. (Time is Brain). Tujuan utama pengobatan adalah untuk
memperbaiki aliran darah ke otak secepat mungkin dan melindungi neuron
dengan memotong kaskade iskemik. Pengelolaan pasien stroke akut pada
dasarnya dapat di bagi dalam :15,17
4. Rehabilitasi
17
Pengelolaan umum, pedoman 5 B12,16
1.Breathing : Jalan nafas harus terbuka lega, hisap lendir dan slem agar
oksigenasi baik dan tidak terjadi aspirasi. Pemberian oksigen dianjurkan pada
keadaan dengan saturasi oksigen < 95%.Berikan bantuan ventilasi pada pasien
dengan penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar dengan gangguan jalan
nafas.Pasien stroke iskemik akut yang nonhipoksia tidak memerlukan terapi
oksigen.Intubasi endotracheal tube *ETT) atau laryngeal mask airway (LMA)
diperlukan pada pasien dengan hipoksia (pO2 < 60 mmHg atau pCO2 >
50mmHg), atau syok atau pada pasien dengan risiko aspirasi.Pipa endotrakeal
diusahakan tidak terpasang lebih dari 2 minggu.Jika lebih dari 2 minggu,
disarankan dilakukan trakeostomi. Pemantauan secara terus menerus terhadap
status neurologi, nadi, tekanan darah, suhu tubuh dan saturasi oksigen dianjurkan
dalam 72 jam, terutama pada pasien dengan deficit neurologis yang nyata.
Tekanan darah pada tahap awal tidak boleh segera diturunkan, karena dapat
memperburuk keadaan. Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah
diturunkan sekitar 15% (sistolik maupun diastolik) dalam 24 jam setelah awitan
apabila tekanan darah sistolik (TDS) > 220mmHg atau diastolik > 120 mmHg.
Obat-obat yang dapat dipergunakan Nicardipin (5 mg/jam IV, 2,5 mg/jam tiap
15 menit, sampai 15 mg/jam), Diltiazem (5 mg/jam IV, 2,5 mg/jam tiap 15 menit,
sampai 15 mg/jam), labetalol 10 –80 mg IV bolus tiap 10 menit sampai 300
mg/hari.
Kadar gula darah (GD) yang terlalu tinggi terbukti memperburuk outcome
pasien stroke. Sasaran kadar glukosa darah 80-180 mg/dL. Pemberian insulin
reguler dengan skala luncur dengan dosis GD > 150 – 200 mg/dL 2 unit, tiap
kenaikan 50 mg/dL dinaikkan dosis 2 unit insulin sampai dengan kadar GD > 351
mg/dL dosis insulin 10 unit.
18
3.Brain : Monitor tekanan intrakranial (TIK) harus dipasang pada pasien
dengan GCS <9 dan penderita yang mengalami penurunan kesadaran karena
kenaikan TIK. Sasaran terapi adalah TIK < 20 mmHg. Penatalaksanaan penderita
dengan peningkatan TIK: tinggikan posisi kepala 20-30ᵒ dan osmoterapi atas
indikasi: Manitol 0,25-0,50 gram/kgBB, selama >20 menit diulangi setiap 4-6 jam
dengan target ≤310 mOsm/L. Kalau perlu berikan furosemide dengan dosis inisial
1 mg/kgBB i.v.
Bila terjadi kejang beri antikonvulsan diazepam bolus lambat i.v 5-20 mg dan
diikuti fenitoin loading doose 15-20 mm/kg bolus dengan kecepatan maksimum
50 mg/menit.
4. Bladder : Hindari infeksi saluran kemih bila terjadi retensio urine sebaiknya
dipasang kateter intermitten. Bila terjadi inkontinensia urine, pada laki laki
pasang kondom kateter, pada wanita pasang kateter.
19
Alteplase (recombinant tissue plasminogen activator) (rt-PA)
Indikasi:Terapi trombolitik pada stroke non hemoragik akut. Terapi harus
dilakukan selama 3–4,5 jam sejak onset terjadinya simptom dan setelah
dipastikan tidak mengalami stroke perdarahan dengan CT scan.
C. Antikoagulan:
Heparin, LMWH, heparinoid (untuk stroke emboli)
D. Neuroprotektan.
1) Terapi komplikasi
a. Antiedema : Larutan Manitol 20%
b. Antibiotik, antidepresan, antikonvulsan : Atas indikasi
c. Anti trombosis vena dalam dan emboli paru.
2) Penatalaksanaan faktor resiko
a. Antihipertensi : Fase akut stroke dengan persyaratan tertentu
b. Antidiabetika : Fase akut stroke dengan persyaratan tertentu
c. Antidislipidemi : Atas indikasi.
3) Terapi non medikamentosa
a. Operatif
b. Phlebotomi
c. Neurorestorasi (dalam fase akut) dan rehabilitasi medik
d. Low Level Laser Therpahy (ekstravena/intravena)
20
- Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualasi)
menghindari terjadinya trombus lebih lanjut terdapat dua kelas pengobatan
yang tersedia yaitu anti koagulan dan anti agregasi trombosit.
Jika secara umum, pemberian antikoagulan setelah stroke iskemik akut tidak
bermanfaat.Namun beberapa ahli masih merekomendasikan heparin dosis penuh
pada penderita stroke iskemik akut dengan risiko tinggi terjadi reembolisasi,
diseksi arteri atau stenosis berat arteri katoris sebelum pembedahan. Obat yang
dapat diberikan adalah heparin dengan dosis awal 1.000 u/jam cek APTT 6 jam
kemudian sampai dicapai 1,5 – 2,5 kali kontrol hari ke 3 diganti anti koagulan
oral, Heparin berat molekul rendah (LWMH) dosis 2 x 0,4 cc subkutan monitor
trombosit hari ke 1 & 3 (jika jumlah < 100.000 tidak diberikan), Warfarin dengan
dosis hari I = 8 mg, hari II = 6 mg, hari III penyesuaian dosis dengan melihat INR
pasien.18
Pemberian Aspirin dengan dosis awal 325 mg dalam 24-48 jam setelah awitan
stroke dianjurkan untuk setiap stroke iskemik akut.Namun jika direncanakan
pemberian trombolitik, aspirin jangan diberikan.Pemberian klopidogrel saja, atau
kombinasi dengan aspirin pada stroke iskemik akut tidak dianjurkan, kecuali pada
pasien dengan indikasi spesifik seperti angina pectoris tidak stabil, non Q-wave
MI, atau recent stenting.12
- Proteksi neuronal/sitoproteksi
Pemakaian obat neuroprotektan belum menunjukkan hasil yang efektif, namun
citicolin sampai saat ini masih memberikan manfaat pada stroke akut. Penggunaan
citicolin pada stroke iskemik akut dengan dosis 2 x 1000mg intravena 3 hari dan
dilanjutkan dengan 2 x 1000 mg per oral selama 3 minggu13
3. Penatalaksanaan NonMedikaMentosa.16,18
- Nutrisi pasien diperhatikan : pengkajian gangguan menelan dan tata cara
pemberian nutrisi bila terdapat gangguan menelan. Seringkali pemberian
makanan peroral aktif atau dengan sonde diberikan pada pasien yang
berbaring
- Hidrasi intravena : Koreksi dengan NaCl 0.9% jika hipovolemik
21
- Hiperglikemi : koreksi dengan insulin skala luncur. Bila stabil, beri insulin
reguler subkutan
- Neurorehabilitasi : Secepatnya setelah pasien melewati masa kritis,
stimulasi dini dan fisioterapi gerak anggota badan aktif dan pasif, terapi
wicara untuk pasien dengan gangguan bicara, terapi ocupasi (dilakukan
untuk memperbaiki fungsi kehidupan sehari-hari dalam beraktivitas).
- Rehabilitas Mental : Sebagian besar penderita stroke mengalami masalah
emosional yang dapat mempengaruhi mental mereka, misalnya reaksi
sedih, mudah tersinggung, tidak bahagia, murung dan depresi. Oleh karena
dapat dirujuk untuk di tangani oleh dokter spesialis jiwa.
- Perawatan kandung kemih : kateter menetap hanya pada keadaan khusus
(keasadaran menurun)
2.10 Komplikasi15,19
Komplikasi akut
Komplikasi kronis.
22
-Gangguan sosial-ekonomi
-Gangguan psikologis
-Pasien memiliki resiko penurun kognitif dan dimensia yang semakin
meningkat.
-
2.11 Pencegahan16
Primer
Pencegahan primer pada stroke dilakukan upaya memperbaiki gaya hidup dan
mengatasi berbagai faktor risiko.
23
Anjurkan pasien untuk mempertahankan latihan fisik regular dan
menimbang berat badan
Sekunder
2.12 Prognosis.11,15
24
2.13 Tugas
Tugas :
Jawab :
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
25
Stroke merupakan tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan
fungsi otak fokal atau global, dengan gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih yang dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain
vaskuler. Beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan stroke dibagi menjadi 2
yaitu faktor yang tidak dapat dimodifikasi seperti usia, jenis kelamin, ras, serta
riwayat keluarga stroke/TIA. Faktor yang dapat dimodifikasi seperti hipertensi,
penyakit kardiovaskuler, diabetes, dislipidemia, merokok, obesitas, diet/nutrisi,
serta inaktivitas fisik. Stroke didefinisikan sebagai sindrom klinis yang ditandai
dengan adanya defisit neurologis serebral fokal atau global yang berkembang
secara cepat dan berlangsung selama minimal 24 jam atau menyebabkan kematian
yang semata-mata disebabkan oleh kejadian vaskular, baik perdarahan spontan
pada otak maupun suplai darah yang inadekuat pada bagian otak sebagai akibat
dari adanya aliran darah yang rendah, trombosis atau emboli yang berkaitan
dengan penyakit pembuluh darah, jantung dan darah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anggraini, N. N., 2010. Deteksi Tingkat Pengenalan Gejala Awal Stroke dan
Pengetahuan Cara Penanganan Stroke Pada Masyarakat. Skripsi. Surabaya;
Universitas Airlangga.
2. American heart Association pada jurnal Circulation edisi November 2011.
Download dari http;//circ.ahajournals.org (sitasi 28 November 2012)]
3. Amir, 2010, “Pengetahuan masyarakat tentang stroke masih minim”, Majalah
Antara, Edisi 7 Maret 2010
4. Tsementzis, Sotirios. A Clinician’s Pocket Guide: Differential Diagnosis in
Neurology and Neurosurgery. George Thieme Verlag: New York, 2012.
5. PERDOSSI. Guideline Stroke Tahun 2011. Jakarta: PERDOSSI; 2011. p 14
6. Truelsen T, Begg S, Mathers C. The Global Burden of
CerebrovascularDisease.2000
26
http://www.who.int/healthinfo/statistics/bod_cerebrovasculardiseasestroke.pdf
7. Setyopranoto, I. Stroke : Gejala dan Penatalaksanaan. Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada. 2011.
http://www.kalbemed.com/Portals/6/1_05_185Strokegejalapenatalaksanaan.pd
f
8. Japardi, I. Patofisiologi Stroke Infark Akibat Tromboemboli. Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara; 2002. p 1
9. Stroke Association. 2012. Smoking and the risk of Stroke.Available on
stroke.org.uk
10. IDI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer. Jakarta: IDI; 2014. p 302
11. Fuller G, Manford M. Neurology : An Illustrated Colour Text. 3 rb edition.
London : Elsevier. 2010.
12. Hauser, S L. Harrison’s Neurology in Clinical Medicine. 2nd edition. New
York : Mc Graw Hill. 2010.
13. Ropper, A H. Adam’s and Victor Principle of Neurology. 9 th edition. New
York : Mc Graw Hill. 2014.
14. Aminoff, M J. Clinical Neurology. 9th edition. New York : Mc Graw Hill.
2015.
15. Tanto, C. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II. Ed 4 th. Jakarta : Media
Aesculapius. 2014.
16. Ropper, A H. Adam’s and Victor Principle of Neurology. 10 th edition. New
York : Mc Graw Hill. 2014.
17. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Panduan Praktik Klinis
Neurologi. 2016.
18. Peschillo, S. Frontiers in Neurosurgery : Brain Ischemic Stroke – From
Diagnosis to Treatment. 3rd volume. New York : Bentham Books. 2015.
19. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Panduan Praktik Klinis Bagi
Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. 201
20. Schwab, S. Critical Care of the Stroke Patient. 1st edition. London : Cambrige
University Press. 2014
27
21. Dipiro, J.T., et.al. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Seventh
Edition. Mc-Graw Hill. 2008.
22. Sacco et al., 2013.Migraine and hemorrhagic stroke. A meta-analysis.2013.
23. Johnson CO, Nguyen M, Roth GA, Nichols E, Alam T, Abate D, et al.
Global, regional, and national burden of stroke, 1990–2016: a systematic
analysis for the Global Burden of Disease Study 2016. Lancet Neurol.
2019;18(5):439.
24. Feigin VL, Norrving B, George MG, Foltz JL, Roth GA, Mensah GA.
Prevention of stroke: A strategic global imperative. Nat Rev Neurol
[Internet]. 2016;12(9):501–12. Available from:
http://dx.doi.org/10.1038/nrneurol.2016.107
28