Anda di halaman 1dari 30

SARKOMA

Paper ini dibuat untuk melengkapi persyaratan mengikuti


kepaniteraan klinik senior di bagian Bedah RSU dr. Pirngadi
Medan.

DI SUSUN OLEH :
IMAM SURYA WARDANA
NPM : 71200891006

PEMBIMBING
dr. FERNANDO SILALAHI, Sp. B

SMF BEDAH
RSUD Dr. PIRNGADI
MEDAN
2021

1
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi persyaratan
Kepaniteraan Klinik Senior di bagian SMF Penyakit dalam Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi
Medan dengan judul “SARKOMA”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar – besarnya kepada dr.
Fernando Silalahi, Sp. B, yang telah memberikan bimbingan dan arahannya selama mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di bagian SMF Bedah Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan
dalam membantu menyusun makalah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini memiliki banyak kekurangan baik dari
kelengkapan teori maupun penuturan bahasa, karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Harapan penulis semoga makalah ini dapat memberi manfaat dan menambah pengetahuan serta
dapat menjadi arahan dalam mengimplementasikan ilmu kedokteran dalam praktek di
masyarakat.

Medan, 11 Agustus 2021

Imam Surya Wardana

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................... i

DAFTAR ISI........................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................... 1

PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................ 2

2.1 Sarkoma Jaringan Lunak........................................................................................ 2

2.1.1 Definisi....................................................................................................2

2.1.2 Epidemiologi .......................................................................................... 2

2.1.3 Etiologi.................................................................................................... 3

2.1.4 Klasifikasi .............................................................................................. 7

2.1.5 Diagnosis ................................................................................................ 9

2.1.6 Penatalaksanaan .....................................................................................12

2.2 Sarkoma Tulang......................................................................................................17

2.2.1 Epidemiologi sarkoma tulang..................................................................17

2.2.2 Diagnosis.................................................................................................17

2.2.3 Klasifikasi................................................................................................18

2.2.4 Diagnosis & Follow Up...........................................................................25

BAB III KESIMPULAN........................................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................27

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Berbagai sarkoma termasuk sarkoma tulang (osteosarkoma dan kondrosarkoma),


sarkoma Ewing, tumor neuroektodermal primitif perifer dan sarkoma jaringan lunak yang
paling sering terjadi.(1)

Sarkoma jaringan lunak adalah sekelompok tumor langka yang muncul dari jaringan
mesenkim, dengan diferensiasi heterogen. Diseluruh dunia, tingkat insiden antara 1,8 dan 5,0
kasus per 100.000 orang per tahun, perkiraan jumlah kasus baru dan kematian akibat sarkoma
jaringan lunak di Amerika Serikat pada tahun 2015 dilaporkan masing – masing 11.930 dan
4.870.(2)

Sarkoma jaringan lunak dapat terjadi dimana saja di tubuh, tetapi sebagian berasal dari
ekstremitas (59%), trunk (19%), retroperitoneum (15%), atau kepala dan leher (9%). Saat ini,
lebih dari 50 jenis histologis jaringan lunak sarkoma telah diidentifikasi tetapi yang paling
umum adalah histiocytoma fibrosa ganas (28%), leiomyosarcoma (12%), liposarcoma (15%),
sarkoma sinovial (10%) dan tumor selubung saraf perifer ganas (6%). Rhabdomyosarcoma
adalah sarkoma jaringan lunak yang paling umum pada masa kanak – kanak.(1)

Pencitraan radiologis sangat penting untuk menentukan tingkat penyebaran tumor


lokal penyakit, memandu biopsi dan membantu diagnosis. The American Joint Commitee on
Cancer (AJCC) adalah sistem grade untuk sarkoma jaringan lunak di dasarkan pada derajat
keganasan, ukuran tumor dan kedalaman serta adanya metastasis jauh atau nodal. Namun,
kriteria ini tidak berlaku untuk sarkoma visceral, sarkoma Kaposi, dermatofibrosarkoma atau
tumor desmoid.(1)

Penilaian akurat pretreatment sangat penting untuk pengobatan sarkoma jaringan


lunak. Tumor ini diterapi dengan operasi wide excisional dan radioterapi yang dilanjutkan
dengan penggunaan kemoterapi telah disediakan untuk penyakit lanjut. Kemajuan dalam
perawatan multidisipliner telah meningkatkan evaluasi dan perawatan pasien dengan penyakit
ini.(3)
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sarkoma Jaringan Lunak

2.1.1 Definisi

Sarkoma Jaringan Lunak (SJL) adalah kelompok tumor yang langka dan heterogen,
timbul pada jaringan ikat yang secara embriologis berasal dari mesenkim. Ada lusinan subtipe
yang timbul dari tulang rawan, otot, pembuluh darah, saraf dan lemak. Sarkoma merupakan
<1% dari semua neoplasma, yang sering mengakibatkan keterlambatan diagnosis.(4)

2.2.2 Epidemiologi

Sarkoma jaringan lunak (SJL) merupakan jenis tumor yang sangat jarang ditemukan
dengan insiden adalah 1% pada orang dewasa dan mencapai 7-10% pada anak-anak dan
dewasa muda. SJL dapat terjadi pada semua umur tetapi banyak terdapat pada usia
pertengahan. Tumor ini banyak menyebabkan kematian pada usia 14-29 tahun. Sekitar
setengah dari seluruh jumlah pasien SJL dengan grade sedang sampai tinggi menyebabkan
metastasis yang memerlukan pengobatan sistemik.(5)

Di USA didapatkan 8.680 kasus baru sarcoma dan 3.660 kasus diperkirakan
meninggal pada tahun yang sama.(1) SJL terjadi sekitar 1% dari semua jenis kaganasan.
Insiden tumor jinak sekitar 100 kali lipat dari jumlah kaganasan yang ada. Kira-kira sebesar
40% tumor berlokasi di ekstremitas bawah (Tabel 1). Tempat lain seperti ekstremitas atas
(20%), trunk (10%), retroperitoneum (20%), dan head and neck region (10%).(3)

Saat ini, lebih dari 50 jenis histologis sarkoma jaringan lunak telah diidentifikasi
(Tabel 2), tetapi kebanyakan malignant fibrous histiocytoma (28%), leiomyosarcoma (12%),
liposarcoma (15%), sarkoma sinovial (10% ) dan malignant peripheral nerve sheath tumors
(6%). Rhabdomyosarcoma adalah sarkoma jaringan lunak yang paling umum pada anak.(1)

2
Tabel 1. Distribusi SJL.(3)

Tabel 2. Subtipe histologi pada SJL.(1)

2.1.3 Etiologi(6)

Meskipun ada beberapa defek genetik dan faktor lingkungan yang telah terkait dengan
perkembangan sarkoma, sebagian besar sarkoma bersifat sporadis dan idiopatik. Etiologi
sebagian besar sarkoma masih belum diketahui.

1. Faktor Genetik

3
Defek genetik yang dapat menyebabkan terjadinya sarkoma dapat dibagi menjadi 2
kelompok : (Tabel 3) (1) simple karyotypic defects, dan (2) complex karyotypic defects.
Simple karyotic defects terdiri dari penyakit translokasi kromosom spesifik yang
menyebabkan fungsi gen (dan protein) abnormal yang memfasilitasi perkembangan
sarkoma.
Sarkoma yang berhubungan dengan simple karyotic defects termasuk sarkoma Ewing,
rabdomiosarcoma, dan sarkoma sinovial. Pada sarkoma Ewing, simple karyotic defects
terjadi dari fusi domain pengikatan DNA FLI 1 (faktor transkripsi) dengan domain
transaktivasi EWSR1 (faktor transkripsi lain).
Sebaliknya, complex karyotypic defect menyebabkan gangguan pada siklus sel gen dan
ketidakstabilan genetik yang parah. Sarkoma dengan complex karyotypic defect
cenderung terjadi pada pasien yang lebih tua, dan memiliki frekuensi mutasi p53 dan
retinoblastoma (Rb). LMS, LPS, angiosarcoma dan osteosarcoma adalah contoh dari
tumor tersebut. Sarkoma dengan complex karyotypic defect juga dapat terjadi sebagai
keganasan sekunder setelah terapi radiasi sebelumnya.
Defek genetik germline terlihat pada sindrom genetik (Tabel 4). Dalam sebuah review,
sekitar 3% dari SJL terkair dengan sindrom genetik. Median usia didiagnosis adalah 37
pada pasien dengan sindrom genetik, secara signifikan lebih muda dibandingkan pada
populasi sporadis dengan usia rata – rata diagnosis 53.

4
Tabel 3. Tipe defek genetik yang dapat menyebabkan perkembangan sarkoma.(6)

Tabel 4. Sindroma genetik dan asosiasinya dengan sarkoma.

2. Paparan Radiasi
Radiasi dapat meningkatkan resiko dalam perkembangan sarkoma. Mereka dengan
paparan radiasi termasuk korban bom atom dan pasien yang sebelumnya diobati dengan
terapi radiasi. Dalam Life Span Study dari korban bom atom Jepang di Hiroshima dan
Nagasaki, peningkatan kasus sarkoma tulang (terutama osteosarcoma) dan SJL (paling
sering leimyosarcoma) telah dilaporkan.
Pada tahun 1948, kriteria diagnostik untuk sarkoma yang diinduksi radiasi, yang
kemudian di modifikasi oleh Arlen dkk (Tabel 5). Secara singkat, diagnosis memerlukan
terapi radiasi sebelumnya dengan sarkoma yang timbul setidaknya 3 tahun kemudian.

5
Kanker sebelumnya yang paling umum terkait dengan sarkoma akibat radiasi adalah
kanker payudara dan limfoma non-Hodgkin; oleh karena itu, sarkoma sekunder ini
cenderung terjadi pada dinding dada atau ekstremitas atas. Kanker sebelumnya yang
umum lainnya adalah kanker prostat.
Sebagian besar sarkoma ini high grade dan umumnya merupakan sarkoma pleomorfik
yang tidak berdiferensiasi, angiosarcoma, undifferentiated spindle cell carcinoma, atau
leiomiosarcoma. Liposarkoma, biasanya merupakan subtipe histologi SJL yang umum,
lebih jarang terjadi pada pasien sarkoma yang diinduksi radiasi.
Periode laten antara penerimaan terapi radiasi dan perkembangan sarkoma secara
umum adalah sekitar 16 tahun.

Tabel 5. Modifikasi kriteria Cahan: diagnosa sarkoma yang di induksi radiasi.

3. Faktor Lingkungan lainnya


Hubungan terkuat dalam lingkungan untuk perkembangan sarkoma adalah paparan
radiasi yang sudah dijelaskan di atas. Namun, faktor lingkungan lainnya telah diperiksa.
Paparan vinyl chloride telah ditemukan dalam meningkatkan resiko angiosarcoma.
Vinyl chloride digunakan dalam industri plastik secara ekstensif pada 1970-an. Periode
latensi rata – rata dari paparan perkembangan angiosarkoma adalah 36 tahun.
Paparan pekerjaan lainnya telah diperiksa dalam epidemiologi studi di Eropa,
menunjukkan peningkatan resiko perkembangan sarkoma tulang pada tukang besi, tukang
kayu, tukang batu dan pembuat alat, meskipun tidak ada bahan kimia tertentu yang
diindentifikasi atau terlibat.

6
Akhirnya, virus tertentu, terutama dalam imunosupresi telah terlibat dalam
perkembangan SJL. Yang paling terkenal adalah hubungan antara sarkoma Kaposi dan
virus herpes, yang juga dikenal sebagai HPV 8 pada pasien dengan HIV. Sarkoma Kaposi
juga terlihat pada pasien yang mengalami imunosupresi tanpa adanya infeksi HIV,
termasuk pasien pasca transplantasi dan jarang bahkan pasien dengan kolitis ulserativa
yang diobati dengan agen imunosupresif.
Secara khusus, insiden sarkoma Kaposi ditemukan meningkat pada pasien pasca
transplantasi ginjal selama imunosupresi tetapi tidak setelah kegagalan transplantasi,
ketika imunosupresi berkurang atau berhenti.
Ada juga laporan langka tentang hubungan antara virus Epstein-Barr dan tumor otot
polos, termasuk LMS yang juga tampaknya terkait dengan imunosupresi.

2.1.4 Klasifikasi

Klasifikasi SJL :

No. Jaringan Asal Bentuk Maligna


1. Fibrous Fibrosarcoma
2. Fibrohistiocytic Malignat fibrous histiocytoma
3. Lipomatous Liposarcoma
4. Smooth muscle Leimyosarcoma
5. Skeletal muscle Rhabdomyosarcoma
6. Blood vessel Angiosarcoma
7. Lymph vessel Lymphangiosarcoma
8. Perivascular Malignant hemangio pericytoma
9. Synovial Synovial sarcoma
10. Paraganglionic Malignant paragnglioma
11. Mesothelial Malignant schwannoma
12. Extra skeletal cartilaginous Extraskeletal chondrosarcoma
and osseus Extraskeletal osteosarcoma
13. Pluripotential Malignant mesechymoma
mesenchymal
14. Neural - Neuroblastoma
- Extraskeletal Ewing’s sarcoma
15. Miscellaneous - Alveolar soft part sarcoma
- Epithelioid sarcoma
- Malignant extra renal rhabdoid tumor
- Desmoplastic small cell tumor
Tabel 6. Klasifikasi SJL. (4)

7
Sistem Staging untuk SJL (AJCC, edisi ke – 6)

Tabel 7. Sistem Staging berdasarkan AJCC.(1)

Grade histologis penting terutama untuk mengenal perilaku STJ. Grade yang banyak
digunakan berdasarkan Costa dkk., NCI dan sistem FNCLCC (Federation Nationale des
Centres de Lutte Le Cancer/French Federation of Cancer Centers Sarcoma Group). Grade
berdasarkan tipe histologis, tumor nekrosis, peliomorfism, dan jumlah mitosis.(1)

Grade penting perannya untuk memprediksi metastasis jauh (Grade tinggi 


metastasis jauh) dan mempunyai prognosis yang lebih buruk. Dikatakan sistem FNCLCC
secara univariat dan multivariat lebih baik dalam memprediksi kemungkinan terjadinya
metastasis jauh.(1)

8
Beberapa jenis sistem stadium digunakan pada managemen STS. Stadium klinis TNM
yang paling banyak digunakan adalah dari American Joint Committee on Cancer
(AJCC)/International Union against Cancer (UICC) yang penting untuk penentuan
regrouping untuk menentukan prognosis.(1)

2.1.5 Diagnosis

Manifestasi klinis sebagian besar sarkoma jaringan lunak ditentukan berdasarkan


lokasi anatomis (keadalaman dalam kaintannya dengan fascia), subtipe histologis dan tingkat
agresivitas, dan ukuran. Pola metastasis yang dominan adalah hematogen, terutama ke paru –
paru. Metastasis kelenjar getah bening jarang terjadi kecuali dalam beberapa subtipe
histologis termasuk epiteloid sarkoma, rhabdomiosarcoma pediatrik, clear cell sarcoma,
agiosarcoma, dan yang lebih jarang, sarkoma sinovial dan myxofibrosarcoma.

SJL paling sering muncul sebagai massa tanpa gejala. Sarkoma ekstremitas dapat
muncul sebagai DVT, terutama pada pasien tanpa faktor resiko yang signifikan untuk
trombosis. Tumor di ekstremitas distal umumnya lebih kecil, sedangkan tumor di ekstremitas
proksimal dan retroperitoneum dapat tumbuh cukup besar.

Tumor sering tumbuh secara sentrifugal dan dapat menekan struktur normal
sekitarnya. Penyebaran tumor pada tulang atau neurovascular bundles menghasilkan nyeri,
edema, dan pembengkakan. Sangat jarang, tumor menyebabkan gejala GI obstruktif atau
gejala neurologis yang berhubungan dengan kompresi lumbal atau saraf panggul. Seringkali
massa ekstremitas ditemukan setelah peristiwa traumatis pada lesi yang sudah ada
sebelumnya.

Diagnosis banding pada massa jaringan lunak yang harus dipertimbangkan adalah
lipoma (yang 100 kali lebih umum dari sarkoma), limfangioma, leimioma, neurinoma,
karsinoma primer atau metastatik, melanoma, dan limfoma.

Lesi kecil superficial (<5cm) yang baru atau tidak membesar dapat dilakukan
observasi, Massa yang membesar dan >5cm atau sedalam fasica harus dievaluasi dengan
riwayat, pencitraan, dan biopsi.(7)

9
Pemeriksaan Penunjang

Pencitraan diagnostik harus dilakukan sebelum tindakan invasif dilakukan untuk


menghindari kemungkinan pembengkakan atau perdarahan jaringan lunak yang dapat
memperumit interpretasi gambar.

Pretreatment pencitraan diagnostik sangat membantu untuk menentukan ukuran dan


anatomi lokasi tumor dan kedekatannya dengan struktur sekitarnya; penyebarannya; petunjuk
biopsi perkutan; dan menentukan apakah tumor jinak atau ganas dan low grade atau high
grade.

Radiografi berguna dalam evaluasi primary bone tumor tetapi tidak dalam evaluasi
SJL esktremitas kecuali ada keterlibatan tulang yang mendasari dari tumor jaringan lunak
yang berdekatan. MRI adalah teknik pencintraan yang direkomendasikan untuk SJL
ekstremitas, sedangkan CT paling berguna untuk mengevaluasi retroperitoneal, intra-
abdominal, dan trunkal sarkoma.

CT pada dada harus dilakukan untuk menilai metastasis paru pada pasien dengan
tumor high grade yang lebih besar dari 5cm. CT pada abdomen/panggul harus dilakukan pada
pasien myxoid round cell liposarcomas, leimiosarcoma, sarkoma epiteloid atau angiosarcoma
karena kecenderungannya untuk bermetastasis ke perut dan/atau panggul. MRI otak harus
dipertimbangkan untuk pasien dengan alveolar soft part sacroma dan angiosarcoma kaerena
kecenderungannya untuk bermetastasis ke otak.

Ultrasonografi mungkin memiliki peran diagnostik pada pasien SJL yang tidak dapat
menjalani MRI. Ultrasonografi juga dapat menjadi tambahan yang berguna untuk MRI ketika
temuan MRI tidak pasti dan untuk menggambarkan struktur vaskular yang berdekatan.
Akhirnya, ultrasonografi dapat digunakan untuk pengawasan pasca operasi dan untuk
memandu biopsi.(7)

10
Gambar 1. Wanita usia 69 tahun dengan leimiosarcoma melibatkan vena cava inferior.(7)

Teknik Biopsi :

1. Fine – Needle Aspiration Biopsy : memiliki akurasi diagnostik yang lebih rendah (60-
90%) dari Core Needle Biopsy dan seringkali tidak cukup untuk menetapkan diagnosis
histologis spesifik dan grade. Namun FNAB adalah prosedur pilihan untuk
mengkonfirmasi atau mengesampingkan adanya fokus metastasis atau rekuren lokal.
2. Core Needle Biopsy : aman, akurat dan ekonomis dan telah menjadi teknik pilihan untuk
mendiagnosis lesi jaringan lunak. Dupuy dkk menumukan bahwa Core Needle Biopsy
memiliki akurasi 93% pada 221 pasien dengan neoplasma muskuloskeletal. Sampel
diperoleh dari Core Needle Biopsy biasanya cukup untuk beberapa tes diagnostik, seperti
mikroskopis elektron, analisis sitogenetik dan flow cytometry. Tingkat komplikasi yang
dilaporkan < 1%.
3. Incisional Biopsy : open surgical biopsy adalah standar emas untuk mencapai jaringan
yang memadai untuk diagnosis histologi spesifik dan definitif. Pedoman
merekomendasikan biopsi insisional ketika Core Needle Biopsy tidak dapat menghasilkan
jaringan yang memadai untuk diagnosis atau bila temuan pada Core Needle Biopsy tidak
terdiagnosis. Kerugian dari biopsi insisional termasuk kebutuhan untuk menjadwalkan
prosedur, kebutuhan akan anastesi umum dan biaya tinggi.
4. Excisional Biopsy : dapat dilakukan untuk ekstremitas (dangkal) atau lesi truncal yang
mudah diakses (<3cm). Namun, biopsi eksisi jarang memberikan keuntungan
dibandingkan teknik biopsi lainnya.(7)

11
2.1.6 Penatalaksanaan(8)

Prosedur terapi dibedakan atas lokasi SJL, yaitu :


A. Ekstremitas
B. Viseral/retroperitoneal
C. Bagian tubuh lain
D. SJL dengan metastasis jauh

A. Ekstremitas
Pengelolaan SJL di daerah ekstremitas sedapat mungkin haruslah dengan tindakan
“the limb-sparing operation” dengan atau tanpa terapi adjuvant (radiasi/kemoterapi).
Tindakan amputasi harus ditempatkan sebagai pilihan terakhir. Tindakan yang dapat
dilakukan selain tindakan operasi ialah dengan kemoterapi intra arterial atau dengan
hyperthermia dan limb perfusion.

1. SJL pada ekstremitas yang resektabel


Untuk SJL yang masih operabel/resektabel, eksisi luas yang dilakukan adalah eksisi
dengan curative wide margin yaitu eksisi pada jarak 5 cm atau lebih dari zona reaktif
tumor yaitu daerah yang mengalami perubahan warna di sekitar tumor yang terlihat pada
inspeksi, yang berhubungan dengan jaringan yang vaskuler, degenerasi otot, edema, dan
jaringan sikatrik.

 Untuk SJL ukuran  5 cm dan gradasi rendah, tidak ada tindakan ajuvan setelah eksisi luas
 Bila SJL ukuran > 5 cm dan gradasi rendah, perlu ditambahkan radioterapi eksterna
sebagai terapi ajuvan
 Untuk SJL ukuran 5-10 cm dan gradasi tinggi perlu ditambahkan radioterapi eksterna atau
brakhiterapi sebagai terapi ajuvan
 Bila SJL ukuran > 10 cm dan gradasi tinggi, perlu dipertimbangkan pemberian kemoterapi
preoperatif dan postoperatif disamping pemberian radioterapi eksterna atau brakhiterapi.

12
Bagan Pengelolaan SJL Ekstremitas Resektabel

Diagnosis Klinis Onkologis


Diagnosis Histopatologis
Gradasi / Stadium

SJL Yang Resektabel

Gradasi Tinggi Gradasi Rendah

Eksisi Luas
Eksisi Luas

> 10 cm 5-10 cm > 5 cm  5 cm

BT/RE BT/RE RE Observasi

Kemoterapi BT : Brakhiterapi
pre/post op.
RE : Radiasi Externa

Bila terdapat metastasis pada kelenjar limfe regional maka dilakukan diseksi kelenjar limfe
regional

2. SJL pada ekstremitas yang tidak resektabel


Ada 2 pilihan yang dapat dilakukan, yaitu :
 Sebelum tindakan eksisi luas terlebih dahulu dilakukan radioterapi preoperatif atau neo
ajuvan kemoterapi sebanyak 3 kali
 Pilihan lain ialah dilakukan terlebih dahulu eksisi kemudian dilanjutkan dengan radiasi
post operatif atau kemoterapi

13
Eksisi yang dapat dilakukan :
 Eksisi wide margin yaitu 1 cm di luar zona reaktif
 Eksisi marginal margin yaitu pada batas pseudo capsul.
 Eksisi intralesional margin yaitu memotong parenchim tumor atau debulking, syarat
harus membuang massa tumor > 50 % dan tumornya harus berespon terhadap radioterapi
atau kemoterapi.

Perlu diperhatikan bahwa khusus untuk SJL yang tidak ada respon terhadap radioterapi atau
khemoterapi dapat dipertimbangkan tindakan amputasi.

Bagan Pengelolaan SLJ Pada Ekstremitas Yang Tidak Resektabel

Diagnosis Klinis Onkologis


Diagnosis Histopatologis
Gradasi/Stadium

SJL Yang Tidak Resektabel

Radioterapi preoperatif Eksisi


Neoajuvan terapi

Eksisi Radioterapi post operatif


Kemoterapi Ajuvan

14
3. SJL pada ekstremitas yang residif
Bila masih resektabel dilakukan eksisi luas dilanjutkan terapi ajuvan
radioterapi/kemoterapi. Untuk kasus residif yang tidak resektabel dilakukan amputasi.

B. SJL di daerah viseral/retroperitoneal

Jenis histopatologi yang sering ditemukan adalah liposarcoma dan leiomyosarcoma.


Bila dari penilaian klinis/penunjang ditegakkan diagnosis SJL viseral/retroperitoneal harus
dilekukan pemeriksaan tes fungsi ginjal dan pemeriksaan untuk menilai pasase usus. Sebelum
operasi dilakukan “persiapan kolon” untuk kemungkinan dilakukan reseksi kolon. Modalitas
terapi yang utama untuk SJL viseral/retroperitoneal adalah tindakan operasi.

Bagan Pengelolaan SLJ Viseral / Retroperitoneal

Diagnosis Klinis + Pemeriksaan Penunjang =


SJL Viseral / Retroperitoneal

Eksisi Luas Radikal Eksisi tidak Radikal

Gradasi Gradasi Gradasi Kemoterapi Ajuvan


Rendah Tinggi Tinggi dan atau Radioterapi
< 10 cm ≥ 10 cm

Observasi

Bila SJL telah menginfiltrasi ginjal dan dari tes fungsi ginjal diketahui ginjal
kontralteral dalam kondisi baik, maka tindakan eksisi luas harus disertai dengan tindakan
nefrektomi. Dan bila telah menginfiltrasi kolon maka dilakukan reseksi kolon.

15
Seringkali tindakan eksisi luas yang dilakukan tidak dapat mencapai reseksi radikal
karena terbatas oleh organ-organ vital seperti aorta, vena cava dan sebagainya, sehingga
tindakan yang dilakukan tidak radikal dan terbatas pada pseudokapsul. Untuk kasus yang
demikian perlu dipikirkan terapi ajuvan berupa kemoterapi dan/atau radioterapi.

Setelah dilakukan pemerikasaan laboratorium/pemeriksaan penunjang, ditegakkan


diagnosis SJL viseral/retroperitoneal, kemudian dilakukan eksisi luas.

C. SJL di bagian tubuh lain

 Bila tumor masih resektabel, dilakukan eksisi umumnya dengan marginal margin
dilanjutkan dengan radioterapi ajuvan.
 Bila tumor tidak resektabel dilakukan radioterapi pre operatif dilanjutkan
dengan eksisi marginal margin.
 Bila tidak memungkinkan untuk tindakan eksisi luas maka dilakukan radioterapi
primer atau kemopterapi.
 Pada SJL di kepala dan leher yang tidak mungkin dilakukan eksisi luas maka dapat
diberikan kemoradiasi.

D. SJL dengan metastasis jauh

Bila lesi metastasis tunggal masih operabel dan resektabel dapat dilakukan tindakan
eksisi maka dilakukan kemoterapi dengan doxorubicin sebagai obat tunggal atau dengan
kemoterapi kombinasi, yaitu doxorubicin + ifosfamide, terutama untuk pasian dengan status
performance yang baik.

Obat-obat kombinasi yang lain adalah :

 Doxorubicin + Dacarbazine
 CyVADIC
 Doxorubicin + Ifosfamide + Mesna + Dacarbazine.

16
2.2 Sarkoma Tulang
2.2.1 Epidemiologi sarkoma tulang
Tumor tulang primer jarang terjadi, terhitung <0,2% dari tumor ganas yang terdaftar di
database EUROCARE. Tumor yang berbeda memiliki pola kejadian yang berbeda.
Osteosarcoma dan Ewing sarcoma (ES) memiliki tingkat yang relatif tinggi insiden pada
dekade kedua kehidupan, sementara chondrosarcomas lebih sering terjadi pada kelompok usia
yang lebih tua. Osteosarcoma adalah kanker tulang primer yang paling sering (insiden: 0,2-
0,3/100.000/tahun). Insidennya adalah lebih tinggi pada remaja (0,8-1,1/100.000/tahun pada
usia 15-19), di mana itu menyumbang >10% dari semua kanker padat. Laki-laki-rasio
perempuan adalah 1,4:1. Faktor risiko terjadinya osteosarcoma termasuk terapi radiasi
sebelumnya, Paget penyakit tulang, dan kelainan germline seperti Sindrom Li-Fraumeni,
sindrom Werner, Rothmund-Sindrom Thomson, Sindrom Bloom, dan Keturunan
retinoblastoma.
Ewing Sarkoma adalah keganasan osteolitik berderajat tinggi yang ditemukan oleh
James Ewing pada tahun 1921. ES berasal dari sel neuroektodermal primitif. ES adalah
keganasan primer tulang terbanyak ketiga setelah myeloma multipel dan osteosarkoma. Selain
dari tulang, ES dapat pula berasal dari jaringan lunak.. Usia rata-rata pada diagnosis adalah 15
tahun dan ada kecenderungan laki-laki 1,5/1. ES di diagnosis pada orang kulit putih di bawah
usia 25 tahun pada insiden 0,3/100.000 per tahun, tetapi sangat jarang pada populasi Afrika
dan Asia. Sekitar 25% pasien memiliki ES tulang panggul, sedangkan 50% memiliki tumor
ekstremitas. Juga tulang rusuk dan tulang belakang sering terkena. ES mungkin melibatkan
tulang apa saja dan (lebih jarang pada anak-anak) jaringan lunak. Chondrosarcoma adalah
tulang yang paling sering terjadi sarkoma dewasa. Insidennya sekitar 0.2/100.000 per tahun,
dengan usia paling umum saat diagnosis adalah antara 30 dan 60 tahun dan rasio pria-wanita
adalah 1. Chondroma jarang terjadi; timbul dengan insiden 0,5/ juta penduduk per tahun.

2.2.2 Diagnosis sarkoma tulang


Adanya nyeri non-mekanis yang persisten pada tulang manapun berlangsung lebih
dari beberapa minggu harus menimbulkan kekhawatiran untuk segera melakukan pemeriksaan
lebih lanjut. Pembengkakan hanya akan muncul jika tumor telah berkembang melalui korteks
dan distensi periosteum. Mengenai diagnosis banding, tumor tulang ganas pada anak-anak

17
mungkin bingung dengan tumor jinak atau pada orang dewasa dengan penyakit metastasis,
keduanya yang melebihi jumlah tumor tulang ganas primer. NS kemungkinan diagnosis tumor
tulang yang dicurigai terkait dengan usia. Sebelum usia 5 tahun, lesi tulang yang destruktif
paling sering terjadi biasanya neuroblastoma metastatik atau eosinofilik granuloma; di atas 5
tahun, seringkali merupakan sarkoma tulang primer; setelah 40 tahun, cenderung menjadi
metastasis atau myeloma. Sarkoma tulang seringkali sulit dikenali sebagai ganas oleh dokter,
ahli radiologi serta ahli patologi.

2.2.3 Klasifikasi sarkoma tulang

A. Osteosarcoma
Osteosarkoma didefinisikan sebagai suatu neoplasma dimana jaringan osteoid
disintesis oleh sel-sel ganas. Tidak terdapat batasan minimal dari jumlah matriks tulang yang
diperlukan untuk menglasifikasikan suatu tumor sebagai osteosarkoma.
Penyakit ini mempunyai corak variasi radiologik dan histologik yang luas. Sebagian
tumor tumbuh pada permukaan tulang, sedangkan yang lain terbatas pada kavum meduler.
Beberapa muncul dari tulang normal (de novo osterosarcoma), sedangkan yang lain timbul
dari penyakit Paget atau setelah radiasi (osteosarkoma sekunder). Umumnya tumor ini
merupakan lesi soliter, namun walaupun jarang pernah dilaporkan kasus dengan osteosarkoma
multifokal. Tumor ini dapat juga secara primer terjadi ekstraskeletal. Keadaan ini sangat
jarang ditemukan dan yang dilaporkan kurang dari 50 kasus.

18
Tumor tulang ganas yang paling umum di masa kanak-kanak dan remaja adalah
osteosarcoma. Ini mewakili 15% dari semuanya tumor tulang primer dan 0,2% dari semua
tumor ganas di anak-anak. Ada sedikit lebih banyak anak laki-laki yang terkena daripada anak
perempuan. Insiden puncak pada dekade kedua tahun hidup. Sekitar 80% osteosarkoma
terjadi di ekstremitas, dengan situs yang paling umum adalah distal femur, tibia proksimal,
dan humerus proksimal. Sekitar 80% kasus memiliki tumor terlokalisasi pada presentasi
sedangkan sisanya hadir paling sering dengan metastasis paru. Pada anak dengan
osteosarkoma, sekitar 3% membawa mutasi garis germinal di p53, dengan sebagian besar
memiliki riwayat keluarga yang menunjukkan sindrom LiFraumeni. Insiden osteosarcoma
telah meningkat sekitar 1,4% per tahun selama 25 tahun.

Manisfestasi klinik
Umumnya gejala klinik terjadi beberapa minggu sampai bulan setelah timbulnya
penyakit ini. Gejala awal relatif tidak spesifik seperti nyeri dengan atau tanpa teraba massa.
Nyeri biasanya dilukiskan sebagai nyeri yang dalam dan hebat, yang dapat dikelirukan
sebagai peradangan.
Pemeriksaan fisik mungkin terbatas pada massa nyeri, keras, pergerakan terganggu,
fungsi normal menurun, edema, panas setempat, teleangiektasi, kulit diatas tumor hiperemi,
hangat, edema, dan pelebaran vena. Pembesaran tumor secara tiba-tiba umumnya akibat
sekunder dari perdarahan dalam lesi. Fraktur patologik terjadi pada 5-10% kasus. Tumor ini
dapat tumbuh pada tulang manapun, tetapi umumnya pada tulang panjang terutama distal
femur, diikuti proksimal tibia dan proksimal humerus dimana growth plate paling proliferatif.
Pada tulang panjang sering pada bagian metafisis (90%) kemudian diafisis (9%), dan jarang
pada epifisis.
Osteosarkoma bertumbuh cepat dengan ekspansi lokal, doubling time sekitar 34 hari.
Penyebaran hematogen paling sering terjadi pada awal penyakit dan biasanya ke paru-paru
dan tulang sedangkan metastasis ke kelenjar limfe jarang. Penyebaran transartikuler juga
jarang dan dapat terjadi pada sendi dengan mobilitas rendah. Pada stadium lanjut, berat badan
umumnya menurun dan menjadi kaheksia. Penanganan osteosarkoma dilakukan melalui
pendekatan dari banyak segi, termasuk kemoterapi dengan asumsi bahwa semua kasus
mempunyai metastasis pada waktu didiagnosis dan kemudian diikuti dengan operasi.

19
Paru-paru merupakan tempat tersering dari metastasis tumor ini. Pada waktu
didiagnosis sekitar 10-20% kasus telah terdapat metastasis paru. Dari kasus yang meninggal
karena penyakit ini, 90% telah mempunyai metastasis paru, tulang, dan otak. Terdapat laporan
mengenai metastasis pada paru dan pleura yang terjadi 4 tahun setelah diamputasi
osteosarkoma tibia. Dengan demikian, selain pemeriksaan paru untuk deteksi metastasis, perlu
juga pemeriksaan torakostomi untuk menilai keadaan pleura.

Gambaran radiologik
Osteosarkoma mempunyai gambaran radiologik yang sangat bervariasi. Tumor konvensional
yang khas berupa tumor besar, destruktif, batas tidak jelas, serta campuran massa litik dan
blastik yang melampaui korteks dan membentuk tumor jaringan lunak besar. Pada sebagian
tumor seluruhnya litik seperti sering terlihat pada varian teleangiektasi, sedangkan lainnya
dengan mineralisasi difus membentuk massa sklerotik padat. Bagian perifer dari lesi biasanya
paling sedikit mengalami mineralisasi dan komponen jaringan lunak mempunyai corak
radiodensitas halus cloud like. Massa tumor merusak dan menembus korteks, serta secara
mekanik mengangkat periosteum dan membentuk tulang reaktif disebut segitiga Codman.
Pemeriksaan radiologik memberikan informasi penting untuk rencana bedah reseksi tumor.

Penatalaksanaan
Dalam penanganan osteosarkoma modalitas pengobatannya dapat dibagi atas dua
bagian yaitu dengan kemoterapi dan dengan operasi.

20
Kemoterapi
Kemoterapi merupakan pengobatan yang sangat vital pada osteosarkoma, terbukti
dalam 30 tahun belakangan ini dengan kemoterapi dapat mempermudah melakuan prosedur
operasi penyelamatan ekstremitas (limb salvage procedure) dan meningkatkan survival rate
dari penderita. Kemoterapi juga mengurangi metastase ke paru-paru dan sekalipun ada,
mempermudah melakukan eksisi pada metastase tersebut.
Regimen standar kemoterapi yang dipergunakan dalam pengobatan osteosarkoma
adalah kemoterapi preoperatif (preoperative chemotherapy) yang disebut juga dengan
induction chemotherapy atau neoadjuvant chemotherapy dan kemoterapi postoperatif
(postoperative chemotherapy) yang disebut juga dengan adjuvant chemotherapy.
Kemoterapi preoperatif merangsang terjadinya nekrosis pada tumor primernya,
sehingga tumor akan mengecil. Selain itu akan memberikan pengobatan secara dini terhadap
terjadinya mikro-metastase. Keadaan ini akan membantu mempermudah melakukan operasi
reseksi secara luas dari tumor dan sekaligus masih dapat mempertahankan ekstremitasnya.
Pemberian kemoterapi postoperatif paling baik dilakukan secepat mungkin sebelum 3 minggu
setelah operasi.
Obat-obat kemoterapi yang mempunyai hasil cukup efektif untuk osteosarkoma
adalah: doxorubicin (Adriamycin ® ), cisplatin (Platinol ® ), ifosfamide (Ifex ® ), mesna
(Mesnex ®), dan methotrexate dosis tinggi (Rheumatrex ® ). Protokolstandar yang digunakan
adalah doxorubicin dan cisplatin dengan atau tanpa methotrexate dosis tinggi, baik sebagai
terapi induksi (neoadjuvant) atau terapi adjuvant. Kadang-kadang dapat ditambah dengan
ifosfamide. Dengan menggunakan pengobatan multi-agent ini, dengan dosis yang intensif,
terbukti memberikan perbaikan terhadap survival rate sampai 60 – 80%.
Operasi
Saat ini prosedur Limb Salvage merupakan tujuan yang diharapkan dalam operasi
suatu osteosarkoma. Maka dari itu melakukan reseksi tumor dan melakukan rekonstrusinya
kembali dan mendapatkan fungsi yang memuaskan dari ektermitas merupakan salah satu
keberhasilan dalam melakukan operasi. Dengan memberikan kemoterapi preoperatif
(induction = neoadjuvant chemotherpy) melakukan operasi mempertahankan ekstremitas
(limb-sparing resection) dan sekaligus melakukan rekonstruksi akan lebih aman dan mudah,
sehingga amputasi tidak perlu dilakukan pada 90 sampai 95% dari penderita osteosarkoma.

21
Dalam penelitian terbukti tidak terdapat perbedaan survival rate antara operasi amputasi
dengan limb-sparing resection. Amputasi terpaksa dikerjakan apabila prosedur limb-salvage
tidak dapat atau tidak memungkinkan lagi dikerjakan.
Setelah melakukan reseksi tumor, terjadi kehilangan cukup banyak dari tulang dan
jaringan lunaknya, sehingga memerlukan kecakapan untuk merekonstruksi kembali dari
ekstremitas tersebut. Biasanya untuk rekonstruksi digunakan endo-prostesis dari methal.
Prostesis ini memberikan stabilitas fiksasi yang baik sehingga penderita dapat menginjak
(weight-bearing) dan mobilisasi secara cepat, memberikan stabilitas sendi yang baik, dan
fungsi dari ekstremitas yang baik dan memuaskan. Begitu juga endoprostesis methal
meminimalisasi komplikasi postoperasinya dibanding dengan menggunakan bone graft.

B. Ewing sarcoma
Sarkoma Ewing/ Ewing Sarcoma (ES) merupakan jenis tumor yang memiliki derajat
keganasan tinggi dan berasal dari sel neural primitif. ES merupakan keganasan pada tulang
tersering nomor dua yang ditemukan pada anak. Kasus ES lebih sering ditemukan pada ras
kulit putih dibandingkan dengan di Asia.

Diagnosis
Gambaran klinis
Pada umumnya ES berkembang sangat cepat. Lesi pada skeletal cenderung akan
berkembang menjadi tumor berukuran besar dan menyatu dengan jaringan lunak dalam
beberapa minggu. Gejala awal yang seringkali ditemukan adalah nyeri ringan yang hilang
timbul namun akan berkembang sangat cepat menjadi nyeri hebat dan memerlukan analgetik.
Nyeri pada tumor tulang belakang dan pelvis biasanya disertai parestesia. Pertumbuhan tumor
akan menimbulkan edema dan inflamasi pada lokasi lesi. Adakalanya tumor ukuran besar
pada area pelvis, spinal maupun femoral tidak diketahui dalam waktu lama dikarenakan massa
tumor terletak di bagian dalam sehingga sulit diraba atau tumor berkembang ke kanal medula
dari tulang panjang tanpa perluasan ke luar korteks tulang. Gejala lain yang sering ditemui
antara lain demam, anemia, penurunan nafsu makan dan berat badan.

Pemeriksaan Laboratorium

22
Pemeriksaan yang bisa dilakukan antara lain pemeriksaan darah lengkap, kadar laktat
dehidrogenase (LDH) dan alkali fosfatase (ALP). Pada kasus ES seringkali ditemukan gejala
inflamasi non spesifik seperti peningkatan laju endap darah (LED), leukositosis dan
peningkatan kadar LDH.
Pemeriksaan Radiologis
Foto Polos
Diagnosis tumor ganas tulang primer biasanya ditegakkan dengan melihat adanya
osteolisis dan reaksi periosteal. ES biasanya menunjukan gambaran onion skin pada diafisis
dari tulang panjang. Gambaran sunburst juga dapat ditemukan walaupun lebih jarang jika
dibandingkan dengan gambaran yang sering ditemui pada kasus osteosarkoma.
CT-Scan
Pemeriksaan CT scan merupakan pilihan teknik pencitraan terbaik yang digunakan
untuk melihat destruksi tulang yang diakibatkan oleh ES. Selain itu pemeriksaan CT scan
dada juga dapat dilakukan untuk menilai ada tidaknya metastasis paru.
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI biasanya digunakan untuk melihat perluasan lokal dari tumor termasuk ekspansi
tumor ke intramedula serta hubungan lesi dengan jaringan di sekitarnya yang dapat
menentukan stadium serta perencanaan target pembedahan. Pada ES, MRI banyak digunakan
untuk mengevaluasi respons tumor terhadap tatalaksana yang diberikan.

Stadium
ES sebagai lesi derajat tinggi dapat digolongkan menjadi tumor stadium II yang dapat
dibagi lagi sesuai dengan perluasan dan pertumbuhan lokal tumor. Lesi stadium IIA adalah
lesi yang terbatas pada 1 kompartemen dengan batas lesi yang jelas, sedangkan lesi IIB adalah
lesi yang meluas ke luar kompertemen asalnya. Lesi dikatakan stadium III jika ditemukan
adanya metastasis, terlepas dari ukuran ataupun derajat keganasan tumor. Pada kebanyakan
kasus ES biasanya masuk dalam stadium IIB atau III.
Dalam menentukan stadium tumor, diperlukan pemeriksaan CT Scan dada untuk
memastikan keberadaan metastasis paru serta pemeriksaan bone scan untuk melihat ada
tidaknya metastasis pada skeletal. PET Scan diyakini memiliki sensitivitas yang baik untuk
mendeteksi metastasis skeletal dan respons pengobatan

23
Table 1. Penentuan Stadium Sarkoma Ewing menurut Enneking Staging System

TataLaksana

Saat ini tatalaksana ES berupa terapi multimodalitas melingkupi terapi lokal dan
sistemik. Secara umum terapi yang diberikan untuk pasien ES yang resektabel adalah dengan
kemoterapi neo-adjuvan diikuti dengan limb-salvage procedure atau radiasi yang kemudian
dapat diikuti lagi dengan kemoterapi adjuvan post operatif. Terapi multimodalitas pada ES
akan menurunkan angka rekurensi lokal secara signifikan dibandingkan dengan monoterapi.
Pilihan terapi lokal dibuat dengan mempertimbangkan lokasi tumor, usia pasien dan tujuan
fungsional akhir yang diharapkan serta mempertimbangkan morbiditas jangka panjang.
Monoterapi dengan pembedahan atau radiasi saja memberikan 5-year survival sebesar.

NCCN guidelines untuk tatalaksana ES dimulai dengan mengklasifikasikan kondisi


ES sebagai lesi lokal atau dengan metastasis, dilanjutkan dengan pemberian kemoterapi
selama 12 minggu baik untuk lesi lokal ataupun dengan metastasis. Pascakemoterapi,
dilakukan restaging kondisi pasien untuk menilai respons terhadap kemoterapi yang telah
diberikan. Pasien dengan respons positif atau kondisi stabil dapat menjalani pembedahan
(eksisi atau amputasi), radiasi definitif dan kemoterapi. Sedangkan pada pasien yang
mengalami progresivitas penyakit dapat diberikan radiasi atau pembedahan yang bersifat
paliatif.

24
2.7. Prognosis dan Follow Up(5)

Pasien akan disarankan untuk memantau penyakitnya (follow up) dan deteksi dini
kekambuhan lokal atau metastasis paru agar dapat memperbaiki prognosis. Pemantauan harus
didiskusikan dengan pasien dan menjelaskan alasan dan keterbatasan. Prognosis dapat
diperkirakan dengan nomogram berdasarkan grade, kedalaman, ukuran, dan umur pasien

Disarankan bahwa pasien dengan sarkoma grade menengah sampai tinggi diikuti
setiap 3-4 bulan selama 2-3 tahun pertama, kemudian dua kali setahun untuk 5 tahun dan
setiap tahun sesudahnya. Pasien dengan sarcoma grade rendah harus ditindaklanjuti setiap 4-6
bulan selama 3-5 tahun dan kemudian setiap tahun. Standar follow up terdiri dari: (a)
penyidikan mengenai gejala yang dilaporkan oleh pasien (b) pemeriksaan klinis melihat
kekambuhan lokal, (c) foto polos thoraks untuk melihat apakah ada metastasis paru.

25
BAB III
KESIMPULAN

Sarkoma jaringan lunak tergolong keganasan yang relatif jarang ditemukan. Dari
semua jenis kanker yang ada, insiden kanker ini 2 dari 100.000,mendekati angka 1%, hampir
50% meninggal akibat penyakit tersebut. Lebih dari separuh pasien datang pertama kali
karena keluhan adannya massa atau pembesaran tanpa rasa nyeri dengan predileksi terbanyak
di ekstremitas.

Penatalaksanaan tergantung dari diagnosa spesifik dan stadium sarkoma jaringan


lunak, tujuannya untuk mengeliminasi tumor primer dan metastasisnya. Untuk sarkoma pada
ekstremitas, harus menggunakan pendekatan multidisiplin. Radioterapi digunakan untuk
terapi primer untuk mencegah kekambuhan sarkoma dan mengurangi efek dari operasi
definitif. Angka rasional penggunaan neoajuvan hanya 30-50% yang berespon terhadap
kemoterapi standar.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Ravi V, Pollock R, Patel SR. Soft Tissue Sarcomas. CA Cancer J Clin. 2013;54:311–8.

2. Tlahuel JLM, Cruz LIH, Salazar J de la. Intimal Sarcoma of the Basilic Vein and
Hodgkin ’ s Lymphoma. J Cancerol. 2015;2.

3. Clark MA, Fisher C, Judson I, Thomas JM. Soft-Tissue Sarcomas in Adults. N Engl J
Med. 2018;353(7):701–11.

4. Swords M. Soft-tissue Sarcomas. Indian J Orthop. 2018;52(may):161–9.

5. Grimer R, Judson I, Peake D, Seddon B. Guidelines for the management of soft tissue
sarcomas. Sarcoma. 2017;

6. Hui JYC. Epidemiology and Etiology of Sarcomas. Surg Clin North Am [Internet].
2016;96(5):901–14. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.suc.2016.05.005

7. Ruckley CV. Principles of surgery. A Colour Atlas of Surgery for Varicose Veins.
2021. 8–9 p.

8. PERABOI. Protokol Penatalaksanaan Sarkoma Jaringan Lunak (Soft Tissue Sarcoma).


2003;91–103.

27

Anda mungkin juga menyukai