Anda di halaman 1dari 26

LOGBOOK

BLOK GANGGUAN SISTEM INDERA KHUSUS

“HIFESEMA”

Oleh:
Henutel K. Enumbi
NPM: 61117134

DOSEN TUTORIAL
dr. Rusdani, M.KKK

SEMESTER7
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BATAM
2020
BLOK GANGGUAN INDRA KHUSUS
Skenario 2

Seoranganaklaki-laki, umur 10 tahunmengeluhmatakanannyakabursejak 2 hari yang


lalusejakterkena bola bulutangkis. Mata merah (+), keluardarah (-), mualmuntah (+),
penderitadibawakemantridiberikanobattetesCendoxytroldanobatmakan.
Keluhantidakberkurangpenderitadibawaibuke RS karenamatakananmakinkabur.

AVOD : 1/300

AVOS : 6/6 E

TIOD : 35,50 mmHg

TIOS : 18,5 mmHg

Palpebrablepharospasme (+)

Konjungtivasubkonjungtivableeding (+)

Korneaoedema

Bilikmatadepanterdapatdarah (+) (black ball eye)

Iris, pupil, lensadansegmen posterior tidakdapatdinilai.

TERMINOLOGI ASING

1. AVOD :(AciesVisusOkulusDextra) tajampenglihatanmatakanan


2. AVOS : (AciesVisusOkulusSinistra) tajampenglihatanmatakiri
3. Blepharospasme:
Kelainanpadakontraksiototkelopakmatasehinggamataterusberkedipatauberkedut
4. TIOS: (Tekanan Intra OkulerSinistra) tekanan yang dihasilkanolehisi bola
mataterhadapdinding bola matakiri
5. Cendoxytrol: Obattetesmatasteril yang mengandungkombinasidexa, neomycin
sulfatdanpolymiksin B sulfat
6. TIOD : (Tekanan Intra OkulerDextra) tekananyngdihasilkanolehisi bola
mataterhadapdinding bola matakanan
7. Kornea edema: PembengkakanKornea yang disebabkanolehpenumpukancairan di
kornea.
8. Black Ball eye: Darah yang terkumpuldalam bola mata (hifema)
akanmenyebabkanperubahanwarnapada bola mata, khususnya sclera dan COA
menjadihitam.

RUMUSAN MASALAH

1. MengapaMantritidakmemeriksakanvisusterlebihdahulusebelummemberikanobat?
2. Megapaanaktersebuttidaklangsungkerumahsakitdanlebihdahulupergikemantri?
3. MengapasetelahdiberikanobattetesmataCendoxytrolkeluhantetaptidakberkurang?
4. Mengapaanaktersebutmengeluhmatanyamerah, hinggamenyebabkanmualdanmuntah?
5. MengapaTekanan Intra OkularDextra (TIOD) anaktersebutmeningkat?
6. MengapaterjadiBlefarospasmepadapalpebraanaktersebut?
7. Mengapaterdapat black ball eye dankorneaoedemadanapakahpenyebabnya?

HIPOTESIS

1. MungkinkarenaMantritersebutkurangmemahamipemeriksaanvisusmata.
2. Karenamungkintempatterdekatdarianaktersebutadalahmantrisehinggaanakmemintaper
tolonganpertama, mungkinjugakarenaminimyafasilitaskesehatan di daerahtersebut.
MungkinjugakalaudibawakeRumahSakitakanmemakanbiaya yang
lebihbesardibandingkankemantri.
3. KarenaAnaktersebutmengalamiperdarahanjaditidakcocokdiberikanobatCendoxytrol
yang mengandungkortikosteroidygberfungsiuntukmeredakanperadangandan
Neomycin Sulfat yang bersifat antibiotic untukmelawaninfeksibakteri.
EfeksampingobattersebutdapatmenyebabkanGlaukomaapabiladikonsumsidalamjangk
apanjangjugapenglihatankaburdandapatmeningkatkantekanan intraocular
ataumeningkatkaninfeksisekunder.
4. Karenareaksi bola yang mengenaisaraf optic (N.II)
sehinggamenyebabkanmualdanmuntah. Karenatertutupnyasudutbilik bola
matamembuatcairandaridalam bola matatidakbisakeluarhinggamenyebabkannyeri
yang hebatsampaimualdanmuntah.
5. BisajadikarenaefeksampingobatCendoxytrolmaupunakibat trauma langsungkemata,
sehinggamenyebabkansudutbilikmatatertutupdancairan di dalam bola
matatdkbisamengalirkeluar. Hal inilah yang menyebabkanTekanan Intra Ocular (TIO)
meningkat.
6. BlefarospasmeadalahmatakedutankirakiradisebabkanadanyagangguanpadaNervus
Optic (N. II) yang menyebabkanotot orbicularis oculi mengalamirejatan.
7. Karena trauma
padamatatersebutmenyebabkanperdarahansehinggadarahberkumpulpadaBilikmatadep
an yang kemudianmenyebabkanperubahanwarna bola mata yang disebutBlack Ball
Eye.

SKEMA

LEARNING OBJECTIVE

1. MahasiswaMampuMengetahui, MemahamidanmenjelaskanAnatomi&Fisiologi Mata


2. Mahasiswamampumengetahui, memahami, danmenjelaskanHifemadankomplikasinya

PENDAHULUAN
Salah satu di antara sekian banyak penyebab kebutaan, yang sering dijumpai
adalah persentuhan mata dengan benda tumpul, misalnya traumatic hyfema. Walaupun
rudapaksa yang mengenai mata tidak selalu merupakan penyebab utama dari kebutaan,
namun merupakan faktor yang cukup sering mengakibatkan hilangnya penglihatan
unilateral. Maka dari itu, masalah rudapaksa pada mata masih menjadi salah satu masalah
yang perlu mendapat perhatian dan Gombos menganggapnya sebagai salah satu ocular
emergencies. Hal ini disebabkan oleh karena masih seringnya timbul komplikasi-
komplikasi yang tidak diinginkan disamping cara perawatan yang terbaik masih
diperdebatkan.1
Walaupun mata mempunyai pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita,
kelopak mata dengan bulu matanya, dan jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya
refleks memejam dan mengedip, juga dengan telah dibuatnya macam-macam alat untuk
melindungi mata, tetapi mata masih sering mendapat trauma dari dunia luar,. Terlebih-
lebih dengan bertambah banyaknya kawasan industri, kecelakan akibat pekerjaan
bertambah pula, juga dengan bertambah ramainya lalu lintas, kecelakaan di jalan raya
bertambah pula, serta kecelakaan mata biasanya terjadi akibat mainan, seperti panahan,
ketapel, senapan angin, atau akibat lemparan, juga tusukan dari gagang mainan. Trauma
dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan rongga
orbita. Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau memberikan penyulit sehingga
mengganggu fungsi penglihatan.2,3
Trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan benda yang keras atau benda
yang tidak keras, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan keras ataupun
lambat. Bila mata terkena benda keras,maka akan terjadi : Bila tidak terjadi robekan pada
bagian mata, maka:
Benda keras yang kecil dan lembut seperti mimis senapan mainan yang tidak
tajam membentur daerah mata dan bila mata dalam keadaan terbuka akan mengenai
kornea yang menimbulkan erosi yaitu lecetnya sel epitel. Pasien akan merasa kesakitan
yang sangat pedih pada mata, penlihatan menurun dan bila lecet lebih dalam maka dalam
penyembuhannya akan terjadi jaringan parut yang mebekas keputihan di kornea, sehingga
penglihatan akan turun.

Lebih lanjut, benturan yang cukup kuat akan mengakibatkan pembuluh-


pembuluh darah dalam bola mata pecah dan timbul perdarahan dalam bilik mata, yang
biasa tampak dari luar disebut dengan hifema. Akan terasa sakit pada bola mata yang
sertai penglihatan yang menurun. Perlu diketahui pula bahwa hifema bisa saja terjadi tidak
seketika setelah benturan, tetapi akan muncul pada hari-hari berikutnya sampai hari ke 5.
Pada keadaan lain bisa saja benda tersebut secara keras membentur skera dan
meskipun hifema tidak terjadi, bisa menyebabkan perdarahan pada retina dengan segala
akibatnya. Penggumpalan pada perdarahan dibilik mata, bisa mengakibatkan hifema
sekunder yang juga disertai dengan rasa sakit pada bola mata dan bila tekanan pada bola
mata meninggi akan mengakibatkan rasa mual dan muntah-muntah. Akibat dari benturan-
benturan keras tadi tidak berhenti disitu saja, bisa juga terjadi pada bagian iris yang
terlepas dari dasarnya dan bila iridodiliasis ini cukup besar akan dapat mengakibatkan
pandangan monoklear yang ganda.
Sedangkan pada lensa bisa menyebabkan terjadinya katarak traumatika Lensa
bisa lepas dari ikatannya dan terjadi luksasi sebagian ataupaun luksasi penuh. Akibat
lanjut dari benturan pada kornea adalah gangguan pada sudut bilik mata yang lebih dalam ,
dan pada gilirannya nanti bila terjadi pembentukan jaringan ikat bisa timbul peninggian
tekanan bola mata yang bersangkutan. Bisa pula terjadi uveitis yang disertai dengan
peninggian tekanan bola mata yang memerlukan pengobatan yang serius. Pada bagian
belakang bola mata, gangguan bisa terjadi adalah edema pada makula yang menyebabkan
penglihatan menurun, robekan pada koroid yang mengakibatkan gangguan atau penurunan
penglihatan. Bila terjadi robekan pada bagian-bagian mata, maka akibatnya akan lebih
buruk lagi, robekan bagian-bagia mata memerlukan tindakan koreksi bedah dengan
berbagai akibat sampingnya, mulai kornea di depan iris, lensa, badan kaca, koroid, retina,
sklera dan saraf optik. Bila benda yang membentur bola mata berukuran besar, misalnya
bola tenis, maka struktur orbita ini terjadi didasar rongga orbita bisa menimbulkan celah
dimana otot-otot mata terjepit dan sehingga gerakan bola mata terhambat dan pada
gilirannya pandangan menjadi ganda karena aksis penglihatan tidak sejajar lagi. Selain itu
juga tampak mata yang cekung.4,5 Hifema dapat terjadi akibat suatu trauma tembus
ataupun tumpul pada mata yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar, dan dapat
juga terjadi secara spontan.Perdarahannya bisa juga bersal dari pembuluh darah kornea
atau limbus dan badan siliar. Pada pengamatan akan tampak darah dibalik kornea dan
menutupi gambaran iris. Hifema dapat disertai dengan atau tanpa perdarahan pada
konjungtiva.6,7,8

DEFINISI
Hifema adalah suatu keadaan dimana adanya darah dalam bilik mata depan yang
bersal dari pembuluh darah iris dan badan siliar yang pecah yang dapat terjadi akibat trauma
ataupun secara spontan, sehinnga darah terkumpul di dalam bilik mata, yang hanya mengisi
sebagian ataupun seluruh isis bilik mata depan. Perdarahan bilik depan bola mata akibat
rudapaksa ini merupakan akibat yang paling sering dijumpai karena persentuhan mata dengan
benda tumpul. Berat ringannya traumatik hifema ini selain tergantung pada tingginya
perdarahan juga tergantung pada ada tidaknya komplikasi yang menyertainya.7,9

ETIOLOGI
Penyebab tersering dari hifema adalah trauma, baik trauma tumpul maupun trauma
tembus. Hifema juga dapat disebabkan oleh perdarahan spontan. Perdarahan dapat terjadi
segera setelah trauma yang disebut perdarahan primer atau perdarahan terjadi 5-7 hari
sesudah trauma disebut perdarahan sekunder. Hifema sekunder biasanya terjadi akibat
gangguan mekanisme pembekuan atau penyembuhan luka sehingga mempunyai prognosis
yang lebih buruk. Perdarahan spontan dapat terjadi pada mata dengan rubeo iridis, tumor
pada iris, retinoblastoma dan kelainan darah. Hal ini mungkin akibat terjadinya kelemahan
pada dinding-dinding pembuluh darah.

ANATOMI MATA
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di
bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk
dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus oleh 3 lapisan jaringan, yaitu:
Sklera, merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata, merupakan
bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera disebut kornea yang
bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata. Kelengkungan
kornea lebih besar dibandingkan sklera. Jaringan uvea, merupakan jaringan vaskuler.
Jaringan sklera dan uvea dibatasi oleh ruang yan potensial yang mudah dimasuki darah bila
terjadi perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan suprakhoroid. Jaringan uvea ini
terdiri atas iris, badan siliar, dan khoroid. Pada iris didapatkan pupil, dan oleh 3 susunan otot
dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata. Otot dilatator dipersarafi oleh
parasimpatis. Otot siliar yang terletak di badan siliar mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan
akomodasi. Badan siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata (akuor
humor) yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris yang dibatasi
kornea dan sklera. Retina, terletak paling dalam dan mempunyai susunan sebanyak 10 lapisan
yang merupakan membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan pada
saraf optik dan diteruskan ke otak. Terdapat rongga yang potensial antara retina dan khoroid
sehingga retina dapat terlepas dari khoroid yang disebut ablasi retina. Badan kaca mengisi
rongga di dalam bola mata dan bersifat gelatin yang hanya menempel pada papil saraf optik,
makula dan pars plana. Bila terdapat jaringan ikat di dalam badan kaca disertai dengan
tarikan pada retina, maka retina akan robek dan akan terjadi ablasi retina. Lensa terletak di
belakang pupil yang dipegang di daerah akuatornya pada badan siliar melalui zonula zinn.
Lensa mata mempunyai peranan pada akomodasi atau melihat dekat sehingga sinar dapat
difokuskan di daerah makula lutea. Terdapat 6 otot penggerak bola mata, dan terdapat
kelenjar lakrimal yang terletak di daerah temporal atas di dalam rongga orbita. Sistem sekresi
air mata atau lakrimal terletak di daerah temporal bola mata. Sistem ekskresi dimulai pada
punctum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal, duktus nasolakrimal, dan meatus
inferior.
PATOFISIOLOGI
Trauma merupaka penyebab tersering dari hifema. Oleh karena itu hifema
sering terutama pada pasien yang berusia muda. Trauma tumpul pada kornea atau limbus
dapat menimbulkan tekanan yang sangat tinggi, dan dalam waktu yang singkat di dalam bola
mata terjadi penyebaran tekanan ke cairan badan kaca dan jaringan sklera yang tidak elastis
sehingga terjadi perenggangan-perenggangan dan robekan pada kornea, sklera sudut
iridokornea, badan siliar yang dapat menimbulkan perdarahan. Perdarahan sekunder dapat
terjadi oleh karena resorbsi dari pembekuan darah terjadi cepat, sehingga pembuluh darah
tidak mendapat waktu yang cukup untuk meregenerasi kembali, dan menimbulkan
perdarahan lagi.2,10 Perdarahan dapat terjadi segera setelah trauma yang disebut perdarahan
primer atau perdarahan terjadi 5-7 hari setelah trauma yang disebut perdarahan sekunder.
Hifema sekunder biasanya terjadi akibat gangguan mekanisme pembekuan atau
penyembuhan luka sehingga mempunyai prognosis yang lebih buruk. Perdarahan spontan
dapat terjadi pada mata dengan rubeosis iridis, tumor pada iris, retinoblastoma, dan kelainan
darah yang mungkin diakibatkan karena terjadi suatu kelemahan dinding-dinding pembuluh
darah. Pada proses penyembuhan, hifema dikeluarkan dari bilik mata depan dalam bentuk sel
darah merah melalui sudut bilik mata depan atau kanal scelemn dan permukaan depan iris.
Penyerapan melalui dataran depan iris dipercepat oleh enzim proteolitik yang dapat
berlebihan di dataran depan iris.
Sebagian darah dikeluarkan dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat
hemosiderin berlebihan di dalam bilik mata depan, dapat terjadi penimbunan pigmen ini ke
dalam lapis kornea. Penimbunan ini menimbulkan kekeruhan kornea terutama di bagian
sentral sehingga terjadi perubahan warna kornea menjadi coklat yang disebut imbibisi
kornea. Sementara itu darah dalam bilik mata depan tidak sepenuhnya berbahaya, namun bila
jumlahnya memadai maka dapat menghambat aliran humor aquos ke dalam trabekula,
sehingga dapat menimbulkan glaukoma sekunder.

Gambar hifema, nampak darah pada bilik mata depan,


hanya memenuhi sebagian bilik mata depan

Gambar hifema, nampak darah pada bilik mata depan,


hanya memenuhi sebagian bilik mata depan

Gambar hifema, menunjukkan gambar hifema spontan


Gambar hifema, menunjukkan darah hampir memenuhi seluruh seluruh bilik mata depan

GEJALA KLINIS
Biasanya pasien akan mengeluh sakit, disertai dengan epiforia dan
blefaropasme. Penglihatan pasien akan sangat menurun , bila pasien duduk hifema akan
terlihat terkumpul di bagian bawah bilik mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh
ruang bilik mata depan. Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis.2
DIAGNOSIS7,8,11 Untuk mengetahui kelainan yang ditimbulkan perlu diadakan
pemeriksaan yang cermat, terdiri atas anamnesis dan pemeriksaan.
Anamnesis Pada saat anamnesis kasus trauma mata ditanyakan waktu
kejadian, proses terjadi trauma dan benda yang mengenai mata tersebut. Bagaimana arah
datangnya benda yang mengenai mata itu, apakah dari depan, samping atas, samping bawah,
atau dari arah lain dan bagaimana kecepatannya waktu mengenai mata dan bahan tersebut,
apakah terbuat dari kayu, besi, atau bahan lainnya. Jika kejadian kurang dari satu jam maka
perlu ditanyakan ketajaman penglihatan atau nyeri pada mata karena berhubungan dengan
peningkatan tekanan intra okuler akibat perdarahan sekunder. Apakah trauma tersebut
disertai dengan keluarnya darah, dan apakah pernah mendapatkan pertolongan sebelumnya.
Perlu juga ditanyakan riwayat kesehatan mata sebelum terjadi trauma, apabila terjadi
pengurangan penglihatan ditanyakan apakah pengurangan penglihatan ituterjadi sebelum atau
sesudah kecelakaan tersebut, ambliopia, penyakit kornea atau glaukoma, riwayat pembukaan
darah atau penggunaan antikoagulan sistemik seperti aspirin atau warfarin. Pemeriksaan mata
Pemeriksaan mata harus dilakukan secara lenkap. Semua hal yang berhubungan dengan
cedera bola mata ditanyakan. Dilakukan pemeriksaa hifema dan menilai perdarahan ulang.
Bila ditemukan kasus hifema, sebaiknya dilakukan pemeriksaan secara teliti keadaan mata
luar, hal ini penting karena mungkin saja pada riwayat trauma tumpul akan ditemukan
kelainan berupa trauma tembus seperti ekmosis, laserasi kelopak mata, proptosis, enoftalmus,
fraktur yang disertai dengan gangguan pada gerakan mata. Kadang-kadang kita menemukan
kelainan berupa defek epitel, edema kornea dan imbibisi kornea bila hifema sudah terjadi
lebih dari 5 hari. Ditemukan darah didalam bilik mata depan. Menentukan derajat keparahan
hifema antara lain, menurut Edward Layden: Hyphaema tingkat 1: bila perdarahan kurang
dari 1/3 bilik depan mata. Hyphaema tingkat II: bila perdarahan antara 1/3 sampai 1/2 bilik
depan mata. Hyphaema tingkat III bila perdarahan lebih dari ½ bilik depan mata.
Rakusin membaginya menurut:
Hyphaema tk I: perdarahan mengisi 1/4 bagian bilik depan mata.
Hyphaema tk II : perdarahan mengisi 1/2 bagian bilik depan mata.
Hyphaema tk III: perdarahan mengisi 3/4 bagian bilik depan mata.
Hyphaema tk IV : perdarahan mengisi penuh biIik depan mata.
Hifema paling banyak memenuhi kurang dari 1/3 bilik mata depan. Saat melakukan
pemeriksaan, hal terpenting adalah hati-hati dalam memeriksa kornea karena akan
meningkatkan resiko bloodstaining pada lapisan endotel kornea. Keadaan iris dan lensa juga
dicatat, kadang-kadang pada iris dapat terlihat iridodialisis atau robekan iris. Akibat trauma
yang merupakan penyebab hifema ini mungkin lensa tidak berada ditempatnya lagi atau telah
terjadi dislokasi lensa bahkan lensa. Pada hifema sebaiknya dilakukan pemeriksaan tekanan
bola mata untuk mengetahui apakah sudah terjadi peningkatan tekanan bola mata. Penilaian
fundus perlu dicoba tetapi biasanya sangat sulit sehingga perlu ditunggu sampai hifema
hilang. Pemeriksaan funduskopi perlu dilakukan untuk mengetahui akiba trauma pada
segmen posterior bola mata. Kadang-kadang pemeriksaan ini tidak mungkin karena terdapat
darah pada media penglihatan.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
o Tonometri, untuk memeriksa tekanan intra okuler
o USG untk menyingkirkan adanya perdarahan vitreus atau ablasio retina
o Skrining sickle cell
o X-ray
o CT-scan orbita
o Gonioskopi12

PENATALAKSANAAN
Walaupun perawatan penderita hifema ini masih banyak diperdebatkan, namun pada
dasarnya penatalaksanaan hifema ditujukan untuk :
o Menghentikan perdarahan atau mencegah perdarahan ulang
o Mengeluarkan darah dari bilik mata depan
o Mengendalikan tekanan bola mata
o Mencegah terjadinya imbibisi kornea
o Mengobati uveitis bila terjadi akibat hifema ini
o Menemukan sedini mungkin penyulit yang mungkin terjadi
o Berdasarkan hal tersebut di atas, maka cara pengobatan penderita dengan traumatic
hyphaema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu (1) Perawatan dengan cara
konservatif / tanpa operasi, dan (2) Perawatan yang disertai dengan tindakan operasi.
Perawatan Konservatif / Tanpa Operasi Tirah baring sempurna (bed rest total)
Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala di angkat (diberi alas
bantal) kurang dari 600, hal ini akan mengurangi tekanan darah pada pembuluh darah iris
serta memudahkan kita mengevaluasi jumlah perdarahannya. Ada persesuaian pendapat dari
banyak sarjana mengenai tirah baring sempurna ini sebagai tindakan pertama yang harus
dikerjakan bila mengenai kasus traumatic hyphaema. Bahkan Darr dan Rakusin menunjukkan
bahwa dengan tirah baring sempurna absorbsi dari hyphaema dipercepat dan sangat
mengurangi timbulnya komplikasi perdarahan sekunder. Bebat mata Mengenai pemakaian
bebat mata, masih belum ada persesuaian pendapat di antara para sarjana. Edward-Layden
lebih condong untuk menggunakan bebat mata pada mata yang terkena trauma saja, untuk
mengurangi pergerakan bola mata yang sakit. Bila mungkin kedua mata ditutup untuk
memberika istirahat pada mata. Selanjutnya dikatakan bahwa pemakaian bebat pada kedua
mata akan menyebabkan penderita gelisah, cemas dan merasa tidak enak, dengan akibat
penderita (matanya) tidak istirahat. Akhirnya Rakusin mengatakan dalam pengamatannya
tidak ditemukan adanya pengaruh yang menonjol dari pemakaian bebat atau tidak terhadap
absorbsi, timbulnya komplikasi maupun prognosis dari tajamnya penglihatannya. Pemakaian
obat-obatan Pemberian obat-obatan pada penderita dengan traumatic hyphaema tidaklah
mutlak, tapi cukup berguna untuk menghentikan perdarahan, mempercepat absorbsinya dan
menekan komplikasi yang timbul. Untuk maksud di atas digunakan obat-obatan seperti:
Koagulansia Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun parenteraI,
berguna untuk menekan/menghentikan perdarahan, Misalnya : Anaroxil, Adona AC,
Coagulen, Transamin, vit K, dan vit C: Midriatika Miotika Masih banyak perdebatan
mengenai penggunaan obat-obat golongan midriatika atau miotika, karena masing-masing
obat mempunyai keuntungan dan kerugian sendiri-sendiri. Miotika memang akan
mempercepat absorbsi, tapi meningkatkan kongesti dan midriatika akan mengistirahatkan
perdarahan. Ocular Hypotensive Drug Semua sarjana menganjurkan pemberian
acetazolamide (Diamox) secara oral sebanyak 3x sehari bilamana ditemukan adanya kenaikan
tekanan intraokuler. Kortikosteroid dan Antibiotika Pemberian hidrokortison 0,5% secara
topikal akan mengurangi komplikasi iritis dan perdarahan sekunder dibanding dengan
antibiotik. Obat-obat lain Sedatif diberikan bilamana penderita gelisah. Bila ditemukan rasa
sakit diberikan analgetik aau asetozalamid bila sakit pada kepala akibat tekanan bola mata
naik. Analgetik diberikan untuk mengatasi nyeri seperti asetaminofen dengan atau tanpa
kodein. Perawatan Operasi Perawatan cara ini akan dikerjakan bilamana ditemukan:
Glaukoma sekunder yang berkurang / menghilang dengan pengobatan konservatif
Kemungkina timbulnya hemosiderosis kornea dan tidak ada pengurangan dari tingginya
hifema dengan perawatan non operasi selam 3-5 hari Atas dasar di atas Darr menentukan cara
pengobatan traumatic hyphaema, sedang Rakusin menganjurkan tindakan operasi setelah hari
kedua bila ditemukan hyphaema dengan tinggi perdarahannya ¾ bilik depan bola mata.
Tindakan operasi yang dikerjakan adalah: Paracentesa: mengeluarkan cairan/darah dari bilik
depan bola mata melalui lubang yang kecil di limbus Melakukan irigasi di bilik depan bola
mata dengan larutan fisiologik Dengan cara seperti melakukan ekstraksi katarak dengan
membuka korneoscleranya sebesar 1200 Tindakan pembedahan parasentese dilakukan bila
terlihat tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma, hifema penuh dan berwarna hitam atau bila
darah setelah 5 hari tidak memperlihatka tanda-tanda berkurang.
Untuk mencegah atropi papil saraf optik dilakukan pembedahan bila : Tekanan bola
mata maksimal > 50 mmHg selama 5 hari Tekanan bola mata maksimal > 35 mmHg selama
7 hari Untuk mencegah imbibisi kornea,dilakukan pembedahan bila : Tekanan bola mata rata-
rata > 25 mmHg selama 6 hari Bila terdapat tanda-tanda dini imbibisi kornea Untuk
mencegah sinekia posterior perifer dilakukan pembedahan bila : Hifema total bertahan
selama 5 hari Hifema difus bertahan selama 9 hari

KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering ditemukan pada traumatic hifema adalah perdarahan
sekunder, glaukoma sekunder dan hemosiderosis, selain komplikasi dari traumanya sendiri
berupa dislokasi dari lensa, ablatio retina, katarak dan irido dialysis. Besarnya komplikasi
juga sangat tergantung pada tingginya hyphaema. Perdarahan Sekunder Komplikasi ini sering
terjadi pada hari ketiga sampai keenam. Sedangkan insidensinya sangat bervariasi, antara 10-
40 persen. Perdarahan sekunder ini timbul karena iritasi pada iris akibat traumanya, atau
merupakan lanjutan dari perdarahan primernya. Glaukoma Sekunder Timbulnya glaukoma
sekunder pada traumatic hyphaema disebabkan oleh tersumbatnya trabecular meshwork oleh
butir-butir/gumpalan darah. Residensinya 20 persen. Hemosiderosis Kornea Hemosiderosis
ini akan timbul bila ada perdarahan/perdarahan sekunder disertai kenaikan tekanan
intraokuler. Gangguan visus karena hemosiderosis tidak selalu permanen, tapi kadang-kadang
dapat kembali jernih dalam waktu yang lama (dua tahun). Insidensinya 1-10 persen.11

PROGNOSIS
Dikatakan bahwa prognosis hifema bergantung pada jumlah darah di dalam bilik mata depan.
Bila darah sedikit di dalam bila mata depan, maka darah ini akan hilang dan jernih dengan
sempurna. Sedangkan bila darah lebih dari setengah tingginya bilik mata depan, maka
prognosis buruk yang akan disertai dengan beberapa penyulit. Hifema yang penuh di dalam
bilik mata depan akan memberikan prognosis lebih buruk di bandingkan dengan hifema
sebagian.7 Pada hifema akibat trauma bila terjadi kemunduran tajam penglihatan dapat
dipikirkan kemungkinan adanya kerusakan langsung pada mata akibat trauma tersebut,
seperti luksasi lensa, ablasi retina dan edema makula. Hifema sekunder yang terjadi pada hari
ke 5-7 sesudah trauma, biasanya lebih masif dibanding dengan hifema primer dan dapat
memberikan rasa sakit sekali.7 Dapat terjadi keadaan yang disebut hemoftalmitis atau
peradangan intraokular akibat adanya darah yang penuh didalam bola mata. Dapat juga
terjadi siderosis akibat hemoglobin atau siderin tersebar dan diikat oleh jaringan mata.
Prognosa dari hifema sangat bergantung pada: Tingginya hifema Ada/tidaknya komplikasi
dari perdarahan/traumanya Cara perawatan Keadaan dari penderitanya sendiri
HIFESEMA

Hifema merupakan keadaan di mana terdapat darah di dalam bilik mata depan, yaitu daerah
di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh
darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan aquous humor (cairan mata) yang
jernih.Bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul di bawah bilik mata depan atau pun
dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan.Hifema traumatik merupakan hifema sebagai
komplikasi umum dari trauma tumpul dan trauma tembus pada mata yang menyebabkan
gangguan penglihatan.

Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi:

Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang disebabkan pecahnya
pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma pada segmen anterior bola mata.

Hifema akibat tindakan medis (misalnya kesalahan prosedur operasi mata).

Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan silier, sehingga pembuluh darah
pecah.

Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah (contohnya juvenile
xanthogranuloma).

Hifema akibat neoplasma (contohnya retinoblastoma).

Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi atas 2 yaitu:

Hifema primer, timbul segera setelah trauma hingga hari ke 2.

Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.

Berdasarkan tampilan klinisnya dibagi menjadi beberapa grade (Sheppard):

Grade I : darah mengisi kurang dari sepertiga COA

Grade II : darah mengisi sepertiga hingga setengah COA


Grade III : darah mengisi hampir total COA

Grade IV : darah memenuhi seluruh COA

Gambar 3. Klasifikasi Hifema

EPIDEMIOLOGI

Insiden hifema traumatik diperkirakan 12 kasus per 100.000 populasi, dengan


frekuensi pada laki-laki adalah tiga dari lima kasus lebih sering dari pada wanita. Lebih dari
70% hifema traumatik terjadi pada anak-anak, dengan insiden puncak pada usia antara 10
hingga 20 tahun. Pada Amerika Serikat, insiden hifema traumatik adalah 17 hingga 20 kasus
per 100.000 orang per tahun.

ETIOLOGI

Hifema traumatik disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti terkena bola, batu, peluru
senapan angin, dan lain-lain.Tujuh puluh persen kasus hifema traumatik terjadi pada usia di
bawah 20 tahun dan benda- benda tersebut dilaporkan sebagai objek penyebab hifema.
Hifema yang terjadi karena trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan oleh kerusakan
jaringan bagian dalam bola mata, misalnya terjadi robekan-robekan jaringan iris, korpus
siliaris dan koroid. Jaringan tersebut mengandung banyak pembuluh darah, sehingga
akanmenimbulkan perdarahan. Selain trauma tumpul, hifema traumatik dapat disebabkan
oleh trauma tembus dengan merusak secara langsung vaskularisasi okuli.

PATOFISIOLOGI

Trauma tumpul menyebabkan kompresi bola mata, disertai peregangan limbus, dan
perubahan posisi dari iris atau lensa. Hal ini dapat meningkatkan tekanan intraokuler secara
akut dan berhubungan dengan kerusakan jaringan pada sudut mata. Perdarahan biasanya
terjadi karena adanya robekan pembuluh darah, antara lain arteri-arteri utama dan cabang-
cabang dari badan siliar, arteri koroidalis, dan vena-vena badan siliar.

Gambar 4. Mekanisme Perdarahan akibat Trauma Tumpul Mata

Inflamasi yang parah pada iris, sel darah yang abnormal dan kanker mungkin juga bisa
menyebabkan perdarahan pada BMD. Trauma tumpul dapat merobek pembuluh darah iris
atau badan siliar. Gaya-gaya kontusif akan merobek pembuluh darah iris dan merusak sudut
BMD. Tetapi dapat juga terjadi secara spontan atau pada patologi vaskuler okuler. Darah ini
dapat bergerak dalam ruang BMD, mengotori permukaan dalam kornea.

Perdarahan pada bilik mata depan mengakibatkan teraktivasinya mekanisme hemostasis dan
fibrinolisis. Peningkatan tekanan intraokular, spasme pembuluh darah, dan pembentukan
fibrin merupakan mekanisme pembekuan darah yang akan menghentikan perdarahan. Bekuan
darah ini dapat meluas dari bilik mata depan ke bilik mata belakang. Bekuan darah ini
biasanya berlangsung hingga 4-7 hari. Setelah itu, fibrinolisis akan terjadi. Setelah terjadi
bekuan darah pada bilik mata depan, maka plasminogen akan diubah menjadi plasmin oleh
aktivator kaskade koagulasi. Plasmin akan memecah fibrin, sehingga bekuan darah yang
sudah terjadi mengalami disolusi. Produk hasil degradasi bekuan darah, bersama dengan sel
darah merah dan debris peradangan, keluar dari bilik mata depan menuju jalinan trabekular
dan aliran uveaskleral.7

Perdarahan dapat terjadi segera sesudah trauma yang disebut perdarahan primer. Perdarahan
primer dapat sedikit dapat pula banyak. Perdarahan sekunder biasanya timbul pada hari ke 5
setelah trauma. Perdarahannya biasanya lebih hebat daripada yang primer. Oleh karena itu
seseorang dengan hifema harus dirawat sedikitnya 5 hari. Dikatakan perdarahan sekunder ini
terjadi karena resorpsi daribekuan darah terjadi terlalu cepat sehingga pembuluh darah tak
mendapat waktu yang cukup untuk regenerasi kembali.

Penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari BMD dalam bentuk sel darah merah
melalui sudut BMD menuju kanal schlem sedangkan sisanya akan diabsorbsi melalui
permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat dengan adanya enzim fibrinolitik di daerah
ini.Sebagian hifema dikeluarkan setelah terurai dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat
penumpukan dari hemosiderin ini, dapat masuk ke dalam lapisan kornea, menyebabkan
kornea menjadi bewarna kuning dan disebut hemosiderosis atau imbibisi kornea, yang hanya
dapat ditolong dengan keratoplasti. Imbibisio kornea dapat dipercepat terjadinya oleh hifema
yang penuh disertai glaukoma.

Adanya darah pada bilik mata depan memiliki beberapa temuan klinis yang berhubungan.
Resesi sudut mata dapat ditemukan setelah trauma tumpul mata. Hal ini menunjukkan
terpisahnya serat longitudinal dan sirkular dari otot siliar. Resesi sudut mata dapat terjadi
pada 85 % pasien hifema dan berkaitan dengan timbulnya glaukoma sekunder di kemudian
hari. Iritis traumatik, dengan sel-sel radang pada bilik mata depan, dapat ditemukan pada
pasien hifema. Pada keadaan ini, terjadi perubahan pigmen iris walaupun darah sudah
dikeluarkan. Perubahan pada kornea dapat dijumpai mulai dari abrasi endotel kornea hingga
ruptur limbus. Kelainan pupil seperti miosis dan midriasis dapat ditemukan pada 10 % kasus.
Tanda lain yang dapat ditemukan adalah siklodialisis, iridodialisis, robekan pupil, subluksasi
lensa, dan ruptur zonula zinnii. Kelainan pada segmen posterior dapat meliputi perdarahan
vitreus, jejas retina (edema, perdarahan, dan robekan), dan ruptur koroid. Atrofi papil dapat
terjadi akibat peninggian tekanan intraokular.

Manifestasi Klinis

Keluhan Subjektif:

Nyeri pada mata

Penglihatan menurun

Penglihatan Ganda

Keluhan Objektif:

Pada gambaran klinik ditemukan adanya tumpukan darah pada COA (dapat diperiksa dengan
flashlight),

kadang-kadang ditemukan gangguan visus.

Ditemukan adanya tanda-tanda iritasi dari conjunctiva dan pericorneal, fotofobia (tidak tahan
terhadap sinar), penglihatan ganda, blefarospasme, edema palpebra, midriasis, dan sukar
melihat dekat, kemungkinan disertai gangguan umum yaitu letargic, disorientasi atau
somnolen.

Otot sfingter pupil mengalami kelumpuhan, pupil tetap dilatasi (midriasis), dapat terjadi
pewarnaan darah (blood staining)pada kornea, anisokor pupil.

DIAGNOSIS

Anamnesis

Yang perlu di tanyakan saat menganamnesis pasien hifema:


Mekanisme trauma (termasuk arah dan kekuatan trauma).

Waktu terkena, waktu terjadi penurunan visus, sebelumnya apakah ada menggunakan
pelindung mata. Biasanya penurunan visus terjadi setelah trauma. Penurunan visus yang juga
bisa disebabkan adanya perdarahan sekunder atau perdarahan yang terus menerus.

Perlu ditanyakan juga obat-obatan yang dikonsumsi pasien sebelumnya yang mengandung
antikoagulan seperti aspirin, NSAID, warfarin, dan jangan lupa tanyakan riwayat kleuarga
tentang penyakit sickle cell.

PEMERIKSAAN

Pemeriksaan mata yang lengkap harus dilakukan pada setiap kasus. Curigai adanya kerusakan
mata terbuka sampai terbukti sebaliknya. Setiap kontrol, visus, kerusakan jaringan, luas
hifema dan TIO harus dicatat.

Pemeriksaan yang dilakukan berupa:

Pemeriksaan okuler secara lengkap.

- Pemeriksaan luar dan periokuler harus dilakukan untuk mengevaluasi tingkat keparahan
trauma

Pemeriksaan segmen posterior mungkin sulit dilakukan karena traumayang terjadi dapat
menghalangi pemeriksaan segmen posterior.

Pemeriksaan harus dilakukan dengan sistematis dengan tujuanmengidentifikasi dan


melindungi mata.

Hindari kerusakan lebih lanjut dan minimalisasi kemungkinan ekstrusiintraokular.

Gambarkan luas dan lokasi tempat terjadinya pembekuan

Ukur Tekanan intraokuler (TIO)

Pemeriksaan ketajaman penglihatan: menggunakan kartu mata Snellen; visus dapat menurun
akibat kerusakan kornea, aqueous humor, iris dan retina.

Lapangan pandang: penurunan dapat disebabkan oleh patologi vaskuler okuler, glaukoma.
Slit Lamp Biomicroscopy: untuk menentukan kedalaman COA dan iridocorneal contact,
aqueous flare, dan synechia posterior.

Pemeriksaan oftalmoskopi: mengkaji struktur internal okuler.

Ketajaman penglihatan dan gerakan bola mata, sangat penting untukdinilai

Tentukan ketajaman penglihatan seakurat mungkin pada masingmasingmata.

Periksakan pergerakan bola mata, bila terganggu harus dievaluasi apakah terjadi fraktur pada
lantai orbita

Palpebra

Palpebra dan trauma kelenjar lakrimal dapat menunjukan adanyatrauma yang dalam pada
mata.

Laserasi pada palpebra dapat menyebabkan perforasi bola mata.

Konjungtiva

Laserasi konjungtiva dapat terjadi pada kerusakan sklera yang serius.

Perdarahan konjungtiva yang berat dapat mengindikasikan ruptur bola mata.

Kornea dan sklera

Laserasi kornea penuh atau yang melibatkan sklera merupakan bagiandari ruptur bola mata
dan harus diperbaiki di kamar operasi. Dapat terjadi prolapse iris pada laserasi kornea penuh.

Pupil

Periksa bentuk, ukuran, refleks cahaya, dan afferent pupillary defect(APD).

Bentuk lancip, tetesan air, atau ireguler bisa terjadi pada ruptur bolamata.

Segmen anterior

Pada pemeriksaan dengan lampu slit, bisa ditemukan defek pada iris,

laserasi kornea.
Bilik mata depan dangkal dapat menjadi tanda ruptur bola mata dengan prognosis yang
buruk.

Pada ruptur posterior dapat ditemukan bilik mata depan dalam pada ekstrusi vitreous pada
segmen posterior.

Orbita

Periksa adanya deformitas tulang, benda asing, dan dislokasi bola mata.

Benda asing pada mata yang tertanam atau bila terjadi perforasi harus dijaga hingga
dilakukan pembedahan.

Temuan lain

Perdarahan viteous setelah trauma menunjukan adanya robekan retina atau koroid, avulsi
saraf optikus, atau adanya benda asing.

Robekan retina, edema, ablasio, dan hemoragi dapat terjadi pada ruptur bola mata.

Pemeriksaan Penunjang

USG

Dilakukan untuk melihat apakah terdapat kerusakan pada struktur segmen posterior.

Pemeriksaan Laboratorium

Dilakukan untuk melihat kemungkinan penyakit sickle cell dengan cara pemeriksaan slide
darah merah, elektroforesis hemoglobin,

fungsi pembekuan darah,

fungsi ginjal dan hati (menunda tatalaksana obat-obatan seperti perlunya pemberian
antifibrinolitik atau tidak)

Pemeriksaan Radiologik

Pemeriksaan radiologik tidak dilakukan secara rutin, namun CT Scan dapat terindikasi pada
kerusakan mata terbuka atau kecurigaan fraktur orbita.
Diagnosis Banding

Darah dapat terkumpul di bilik mata depan karena trauma trivial pada kasus - kasus:

Rubeosis Iridis

Neoplasma maligna

Xanthogranuloma juvenil

Lensa intraokular (terutama bila bilik mata depan atau iris terfiksasi)

Sebagai tambahan, pada perdarahan spontan, kecurigaan kearah abnormalitas faktor


pembekuan darah dan trauma terbuka tersembunyi harus dipikirkan.

Tatalaksana

Terapi medis dan suportif harus diarahkan untuk:

Menurunkan angka kejadian perdarahan ulang (rebleeding)

Membersihkan hifema

Memperbaiki kerusakan jaringan yang terkait

Minimalisasi sequelae jangka panjang

Pembedahan terindikasi pada:

Peningkatan tekanan intraokuler yang tidak respon terhadap pengobatan

Pewarnaan kornea oleh darah

Pasien harus difollow up ketat, pasien dengan sickle cell memerlukan manajemen yang lebih
ketat dan agresif.

Rawat jalan v.s Rawat inap

Keuntungan rawat inap:

Memudahkan pemeriksaan lanjutan (follow-up)

Meningkatkan kepatuhan terhadap pengobatan


Suasana lingkungan lebih tenang

Deteksi komplikasi lebih dini

Panduan manajemen medis dan bedah pada hifema traumatik:

Terapi suportif:

Bedrest. Kebanyakan studi tidak menemukan perbedaan hasil akhir signifikan pada tirah
baring sedang maupun tirah baring total.

Patching/ proteksi pelindung metal. Biasanya diperlukan untuk mencegah kerusakan mata
lebih lanjut pada 5 hari pertama setelah kejadian.

Elevasi kepala. Mempercepat sedimentasi darah sehingga memfasilitasi pemeriksaan segmen


posterior dan pemulihan fungsi penglihatan.

Terapi medis:

Aspirin: efek antiplatelet dan pemanjangan bleeding time.

Sikloplegik: stabilisasi barier darah-aqueous, meningkatkan kennyamanan pasien terutama


pada iritis traumatik, dan memfasilitasi evaluasi segmen posterior. Namun atropin topikal
tidak memiliki efek benefisial terhadap rebleeding, resorpsi darah atau perbaikan penglihatan.
Miotik: dihindari karena cendrung mengeksaserbasi inflamasi dan berakhir pada
pembentukan sinekia.

Antifibrinolitik (c/o asam aminokaproat, asam traneksamat) berfungsi melambatkan laju lisis
bekuan.

Fibrinolitik: TPA40 dosis 10 mg injeksi intrakamera, mungkin berperan pada bekuan yang
stagnan.

Kortikosteroid. Topikal, untuk mencegah terjadinya iritis traumatik dan memberi


kenyamanan. Steroid sistemik kadang lebih disukai, berupa prednison 40 mg/hari dalam dosis
terbagi efektif menurunkan kejadian rebleeding, namun efek sampingnya harus diperhatikan
terutama selain pada pasien muda dan sehat yang toleransinya baik.

PEMBEDAHAN

Dibutuhkan pada 5% kasus. Indikasi tradisionalnya berupa: peningkatan TIO >50mmHg


selama 5 hari atau >35 mmHg selama 7 hari untuk menghindari kerusakan saraf optik,
peningkatan TIO >25 mmHg selama 5 hari pada kasus hifema total/hampir total untuk
mencegah pewarnaan kornea oleh darah, atau bekuan stagnan yang besar dan bertahan ≥10
hari untuk mencegah sinekia anterior perifer.

Saat ini pembedahan direkomendasi bila: TIO tidak respon terhadap terapi medis dalam 24
jam, pasien memiliki penyakit sickle cell atau sickle trait.

Teknik yang saat ini dipakai:

Parasentesis/ pembersihan bilik mata depan dari darah. Metode paling sederhana dan paling
aman, dapat mengevakuasi sel darah merah yang bersirkulasi. Keuntungannya meliputi:
kemudahan pengerjaan, dapat diulang-ulang, aman bagi konjungitfa atau pembedahan filtrasi
nantinya, perdarahan intraoperatif terkontrol, penurunan TIO dengan cepat.

Expression dan pengeluaran bekuan hifema lewat limbus. Memerlukan insisi luas di limbus
dan luka pada konjungtiva. Waktu yang ideal untuk melakukan ekspresi limbus adalah pada
hari 4-7 (saat konsolidasi dan retraksi bekuan yang maksimal) Manipulasi cermat untuk
menghindari kerusakan epitel kornea, iris dan lensa.
Pemotongan bimanual/ aspirasi hifema yang menggumpal menggunakan probe vitrektomi,
efektif dalam mengangkat baik gumpalan hifema dan maupun sel darah yang tersirkulasi.

Intervensi bedah lainnya yang diperlukan termasuk:

Iridektomi perifer dan trabekulektomi untuk glaukoma

Iridektomi perifer dengan atau tanpa trabekulektomi untuk blok pupil.

Siklodiatermi

Emulsifikasi dan aspirasi ultrasonik

KOMPLIKASI

Rebleeding/perdarahan ulang.

Glaukoma Skunder

Anda mungkin juga menyukai