Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH ADVERSE EVENT

Oleh :

Akhyar Muhammad
Evi Yulia Arvensi
Marezky Syawalni
Sucipto
Verlentia Agvezha

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2019

i
Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya, penyusunan makalah ini dapat terselesaikan
dalam waktu yang ditentukan. Makalah ini, disusun sebagai salah satu tugas
kelompok mata kuliah KPK3. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada
berbagai pihak yang ikut membantu baik langsung maupun tidak langsung.

Setelah mempelajari makalah ini, diharapkan mahasiswa keperawatan dan


masyarakat umum dapat memahaminya. Penulis menyadari bahwa penulisan
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis juga menyadari makalah ini
terdapat kekurangan baik materi maupun penyajian.

Oleh karena itu, segala saran dan kritik dari semua pihak ataupun pembaca
sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
dapat memberikan wawasan lebih dan bermanfaat bagi semuanya.

Surakarta, Agustus 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................ii

DAFTAR ISI .....................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................1

A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan.........................................................................................................1
C. Tujuan.............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................3

A.pengertian KTD/Adverse Event ......................................................................3

B.Klasifikasi Adverse Event................................................................................4

C.Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Adverse Event ..............................6

D.Contoh Kejadian Tidak Diharapkan ...............................................................8

E.Pencegahan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) ............................................9

F.Grading Matrik Resiko ...................................................................................20

BAB III SKENARIO KASUS..........................................................................23

BAB IV PENUTUP .......................................................................................... 33

A. Kesimpulan .................................................................................................... 33

B. Saran .............................................................................................................. 33

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keselamatan pasien menjadi bagian penting dalam pelayanan

keperawatan. Perawat sebagai tenaga terdepan yang bersentuhan langsung

dengan pasien bertanggung jawab menyediakan layanan yang menunjang

keselamatan tersebut. Ballard (2003) menyatakan bahwa keselamatan

pasien merupakan komponen penting dan vital dalam asuhan yang

berkualitas. Hal ini menjadi penting karena keselamatan pasien merupakan

satu langkah untuk memperbaiki mutu layanan (Cahyono, 2008), dan

menjadi salah satu indikator klinik mutu pelayanan keperawatan

(Dirbinyankep, 2008).

Pelayanan yang bermutu merupakan suatu hal yang diharapkan

oleh setiap individu yang bersentuhan dengan pelayanan kesehatan. IOM

(2000) dalam Cahyono (2008) menetapkan enam dimensi dalam mutu

pelayanan kesehatan adapun dimensi tersebut: keselamatan pasien

(safety), efisiensi (efficient), efektif (effective), tepat waktu (timeliness),

berorientasi pada pasien (patient centered) dan keadilan (equity). Enam

dimensi ini harus mampu dijalankan agar memperoleh pelayanan yang

berkualitas. Cedera yang terjadi karena kesalahan dalam perawatan jelas

mencerminkan pelayanan yang kurang bermutu.

1
Keselamatan pasien selain menjadi bagian penting dalam

pelayanan keperawatan. Keselamatan pasien merupakan tanggung jawab

moral perawat serta pengelola rumah sakit (Cook, Hoas, Guttmannova, &

Joyner, 2004).

Keselamatan pasien dapat diperoleh bila faktor yang berkontribusi

terhadap insiden keselamatan dapat diminimalisir bahkan dihindari.

Faktor-faktor yang jika tidak diperhatikan, dipenuhi atau tidak dijalankan

dengan baik dapat mengakibatkan kejadian kejadian tidak diharapkan.

B. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian KTD/Adverse Event

2. Untuk mengetahui Klasifikasi Adverse Event

3. Untuk mengetahui Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Adverse

Event

4. Untuk mengetahui Contoh Kejadian Tidak Diharapkan

5. Untuk mengetahui Pencegahan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)

C. Manfaat

Dapat mengenali Adverse Event dan cara pencegahannya.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian KTD/Adverse Event

Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) / Adverse Event adalah suatu kejadian

yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu

tindakan (“commission”) atau karena tidak bertindak (“omission”), bukan

karena “underlying disease” atau kondisi pasien.

Adverse Event  yaitu insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien akibat

melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya

diambil, dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien. Cedera

dapat diakibatkan oleh kesalahan medis atau bukan kesalahan medis.

Kejadian tak terduga atau tidak diinginkan sebagai akibat negatif dari

manajemen di bidang kesehatan,tidak terkait dengan perkembangan alamiah

penyakit atau komplikasi penyakit yang mungkin terjadi (London Health

Sciences Centre).

Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien

karena suatu tindakan (commission) atau karena tidak bertindak (ommision),

dan bukan karena “underlying disease” atau kondisi pasien (KKP-RS).

Kejadian tidak diharapkan didefinisikan sebagai kejadian yang hasilnya tidak

diharapkan mencelakakan pasien karena melakukan suatu tindakan atau

karena tidak bertindak dan bukan karena kondisi sakit pasien (Institute of

Medicine, 2000). Menurut Medical Human Resources (2008) KTD merupakan

3
kejadian yang tidak diduga atau tidak diharapkan tetapi menimbulkan cedera.

kerugian atau kerusakan. KKP-RS (2008) mendefinisikan KTD sebagai suatu

kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien

kerena suatu tindakan (commission) atau karena tidak bertindak (omission),

dan bukan karena underlying desease atau kondisi pasien.

KTD ada yang dapat dicegah dan ada yang tidak dapat dicegah. KTD yang

dapat dicegah (preventable adverse event) berasal dari kesalahan proses

asuhan pasien. KTD sebagai dampak dari kesalahan proses asuhan sudah

banyak dilaporkan terutama di negara maju. KTD yang tidak dapat dicegah

adalah suatu kesalahan akibat komplikasi yang tidak dapat dicegah

(unpreventable adverse event) walaupun dengan pengetahuan yang mutakhir

(Cahyono, 2008).

B. Klasifikasi Adverse Event

Insiden Adverse Event diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Kondisi Potensial Cedera: Berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi

belum terjadi insiden. Contoh kejadian: Kerusakan alat ventilator, DC

shock, tensi meter.

2. Kejadian Nyaris Cedera

Belum sampai terpapar ke pasien, kejadian yang terjadi akibat

melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil

tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai

pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, karena :

4
“keberuntungan”(mis.,pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak

timbul reaksi obat), karena “pencegahan” (suatu obat dengan overdosis

lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya

sebelum obat diberikan), atau “peringanan” (suatu obat dengan over dosis

lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya).

Contoh kejadian: Salah identitas pasien namun diketahui sebelum

dilakukan tindakan

3. Kejadian Tidak Cedera: Sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul

cedera.Contoh kejadian: Pasien minum parasetamol & tidak ada reaksi

apapun tetapi dokter tidak meresepkan parasetamol

4. Kejadian Tidak Diharapkan

Merupakan Insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien.

Mengakibatkan kematian atau cedera yang serius.Contoh kejadian : Salah

sisi lokasi operasi.

5. Kejadian sentinel: merupakan suatu Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)

yang mengakibatkan kematian, cedera permanen, atau cedera berat yang

temporer dan membutuhkan intervensi untuk mempetahankan kehidupan,

baik fisik maupun psikis, yang tidak terkait dengan perjalanan penyakit

atau keadaan pasien.

(Permenkes Nomor 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien Rumah

Sakit)

5
C. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Adverse Event

KTD berdampak pada kualitas dan tampilan kerja, semakin cepat

mengantisipasi faktor yang berpengaruh terhadap kejadian ini semakin baik

kualitas pelayanan yang diberikan. Banyak teori dan penelitian yang mencoba

mengungkapkan atau membahas faktor-faktor yang berkontribusi terhadap

KTD.

Berdasarkan analisa akar masalah National Patient Safety Agency

mengembangkan sistem pengelompokan berdasarkan faktor-faktor yang

berkontribusi terhadap suatu kejadian yang dapat mengakibatkan insiden. Hal

ini didasari kerangka kerja faktor utama yang berperan dalam KTD: faktor

pasien, faktor individu, faktor tugas, faktor komunikasi, faktor tim kerja,

faktor sosial, faktor training dan edukasi, faktor peralatan dan sumber-sumber,

faktor kondisi kerja, faktor strategi dan organisasi (Vitcent et all, 1998 dalam

Dineen 2002)

Delapan faktor juga diungkapkan oleh Depkes sebagai faktor yang

berkontribusi terhadap KNC dan KTD meliputi: faktor eksternal rumah sakit,

faktor organisasi dan manajemen, faktor lingkungan kerja, faktor kerjasama

tim, faktor petugas, faktor beban kerja atau tugas, faktor pasien itu sendiri dan

faktor komunikasi (Depkes, 2008).

Faktor yang berkontribusi terhadap KNC diungkapkan oleh Vincent

(2003) dalam Cahyono (2008) meliputi:

6
1) Organisasi dan manajemen (struktur organisasi, kultur organisasi,

kebijakan, kepemimpinan dan komitmen, sumber daya manusia, finansial,

peralatan dan teknologi),

2) Lingkungan kerja (fisik, lingkungan yang bising, banyak interupsi, beban

kerja, tekanan waktu dan psikologis, desain bangunan),

3) Team work (komunikasi, kerjasama, supervisi, pembagian tugas),

4) Individu (pengetahuan, skill, sikap dan perilaku, kondisi fisik dan mental,

kepribadian staf),

5) Task (ketersediaan SOP, ketersediaan pedoman, desain tugas),

6) Pasien (kondisi pasien, kepribadian, kemampuan, gannguan mental)

Agency for Healthcare Research and Quality (2003) mengatakan

bahwa faktor yang dapat menimbulkan KTD adalah: komunikasi, arus

informasi yang tidak adekuat, masalah SDM, hal-hal yang berhubungan

dengan pasien, transfer pengetahuan di rumah sakit, alur kerja, kegagalan

teknis, kebijakan dan prosedur yang tidak adekuat.

Penelitian yang dilakukan Reason (1997) dalam Henrikson (2008)

menyebutkan dua kelompok besar faktor penyebab terjadinya KTD yaitu

kesalahan atau kegagalan yang bersifat aktif (active errors or active

failure) dan kondisi laten (latent condition). Kegagalan aktif lebih kepada

tindakan yang tidak aman yang dilakukan oleh staf yang memberikan

pelayanan langsung kepada pasien atau langsung bersentuhan dengan

sistem (Reason, 2000). Tindakan yang tidak aman ini dalam variasi yang

berbeda dapat berupa: kehilangan memori atau lupa, di luar perhitungan,

7
kesalahan dan pelanggaran prosedur. Kondisi laten merupakan kondisi

yang tidak dapat dielakan, tumbuh dari keputusan yang dibuat oleh para

penyusun kebijakan, manajemen puncak. Kondisi laten ini dapat berupa

tekanan waktu, kekurangan tenaga, peralatan yang tidak adekuat,

kelelahan dan kurang pengalaman.

D. Contoh Kejadian Tidak Diharapkan

1. Pasien jatuh

2. Infus blong

3. Kasus infeksi nosokomial ( Flebitis, decubitus, ILO, dll ).

4. Dekubitus (luka lecet akibat berbaring terlalu lama)

5. Infeksi kateter (ISK setelah pemasangan kateter)

6. Trauma elektrik (tersetrum peralatan)

7. Kesalahan pemberian obat (tertukar obat dengan pasien lain atau

salah waktu pemberian obat)

8. Kesalahan pemberian informasi dari perawat/petugas lab kepada

Dokter

9. Kesalahan cara pemberian obat (contoh obat IM, IV, obat yang

sebelum makan diberikan setelah makan).

10. Kesalahan dosis obat

11. Kesalahan pencampuran obat (mnggunakan pelarut obat yang salah

atau memberikan obat yang tidak boleh diberikan dengan

obat/makanan lain)

8
12. Kesalahan pembacaan resep (dua obat yang namanya mirip salah

dibaca, sehingga obat yang diberikan berbeda, dengan obat yang

dimaksud Dokter)

13. Kesalahan penyerahan obat pulang kepada pasien (jumlah obat/jenis

obat yang diberikan kurang, obat yang diberikan tertukar dengan obat

pasien lain, dsb)

14. Kesalahan identifikasi pasien saat pengambilan sampel lab (salah

menaruh label nama pasien/tertukar)

15. Kesalahan persiapan pemeriksaan penunjang (misal : pasien belum

diminta puasa sebelum pemeriksaan USG perut, dll. Sehingga hasil

pemeriksaan kurang akurat atau diundur kembali jadwalnya atau

memerlukan pemeriksaan ulang)

16. Kesalahan persiapan operasi (contoh : belum diperiksa darah, belum

diedukasi untuk puasa sehingga operasi tertunda/perlu penjadwalan

ulang)

E. Pencegahan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)

Keselamatan pasien (patient safety) merupakan suatu variabel untuk

mengukur dan mengevaluasi kualitas pelayanan keperawatan yang

berdampak terhadap pelayanan kesehatan. Program keselamatan pasien

adalah suatu usaha untuk menurunkan angka kejadian tidak diharapkan

(KTD). Area keselamatan pasien yang paling memerlukan

pengembangan adalah upaya pencegahan KTD. Insiden keselamatan

Pasien adalah setiap kejadian yang tidak sengaja dan kondisi yang

9
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat

dicegah pada pasien terdiri dari KTD, KNC, KTC, dan KPC.

Kejadian yang tidak diharapkan (KTD atau Adverse Events (AEs) yang

disebabkan oleh kesalahan pengobatan/treatment serta dapat berdampak

negatif bahkan fatal pada pasien, tenaga medis dan rumah sakit. IOM

mendefinisikan AEs sebagai an injury caused by medical management

rather than the underlying condition of the patient. KTD merupakan

suatu kejadian yang tidak diharapkan yang mengakibatkan cedera pada

pasien akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil

tindakan yang seharusnya diambil, dan bukan karena penyakit dasarnya

atau kondisi pasien. Kejadian tersebut dapat terjadi di semua tahapan

dalam perawatan dari diagnosis, pengobatan dan pencegahan. KTD

merupakan insiden yang bersifat tidak disengaja. Jadi tidak ada rencana

untuk merugikan orang lain ataupun diri sendiri dan rumah sakit. Namun

apa pun alasannya hal tersebut tidak boleh terjadi karena berdampak

negatif dan bahkan fatal pada pasien. WHO mengangkat kasus tersebut

agar dicegah dan ditangani secara efektif oleh tempat-tempat pelayanan

kesehatan. Di Indonesia KTD sudah mulai diperhatikan, penelitian-

penelitian dan seminar– seminar berkaitan dengan keselamatan pasien

khususnya pencegahan KTD juga sudah mulai banyak dilakukan. KTD

bukanlah hal yang baru, bahkan hampir semua rumah sakit pernah

mengalami kejadian ini. Memperhatikan kebijakan yang tertuang dalam

Permenkes Nomor 1691 Tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien

10
bahwa : Kejadian tidak diharapkan harus dilaporkan dari unit pelayanan

Rumah Sakit ke Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit/KKPRS

dalam waktu 2 x 24 jam, setelah terjadinya insiden dengan melengkapi

formulir laporan insiden.

1. Peran Perawat Dalam Keselamatan Pasien

Perawat merupakan salah satu tenaga kesehatan yang

memegang peranan penting dalam mencapai tujuan pembangunan

kesehatan. Pelayanan keperawatan sangat menentukan pelayanan

kesehatan di rumah sakit secara keseluruhan. Selain itu, perawat

sebagai salah satu SDM yang memegang peranan penting dalam

mencapai tujuan pembangunan kesehatan.

Berdasarkan Undang-undang Keperawatan nomor 38 tahun 2014

peran perawat meliputi :

a. pemberi asuhan keperawatan;

b. penyuluh dan konselor bagi klien;

c. pengelola pelayanan keperawatan;

d. peneliti keperawatan;

e. pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan wewenang;dan/atau

pelaksana tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu.

Dalam undang-undang ini juga disebutkan bahwa perawat

dalam Melaksanakan perannya berdasarkan standar peraturan di

rumah sakit untuk melindungi klien terutama dalam program

11
keselamatan pasien. Dalam rangka memenuhi kebutuhan

keselamatan fisik pasien merupakan prioritas diatas pemenuhan

kebutuhan fisiologis, misalnya perawat perlu melindungi pasien

lansia atau disorientasi dari kemungkinan jatuh dari tempat tidur.

Canadian Nurse Association (CNA) menyatakan bahwa keselamatan

pasien merupakan bagian dari apa yang perawat lakukan, perawat

komitmen terhadap kode etik untuk memberikan rasa aman,

perawatan yang kompeten dan etis, keselamatan pasien merupakan

dasar untuk memberikan perawatan dan menjadi focus perhatian

dimanapun perawat bekerja.

Pada tahun 2007, WHO Collaborating Centre For Patient

Safety resmi menerbitkan panduan “Nine Life Solving Patient Safety

Solluton” yakni sembilan solusi keselamatan pasien.Untuk

meningkatkan keselamatan pasien dan mencegah terjadinya KTD,

maka perlu diterapkan sembilan solusi keselamatan pasien tersebut di

seluruh rumah sakit. Sembilan solusi keselamatan pasien, diantaranya

adalah :

a. Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (NORUM/Look-

alike, Sound alike)

b. Pastikan identifikasi pasien

c. Komunikasi yang benar saat serah terima/pengoperan pasien

d. Pastikan tindakan yang benar pada ssi tubuh yang benar

e. Kendalikan cairan elektrolit pekat

12
f. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan

g. Hindari salah kateter dan salah sambung selang (tube)

h. Gunakan alat injeksi satu kali pakai

i. Tingkatkan kebersihan tangan (hand hyegiene) untuk pencegahan

infeksi nosokomial.

2. Peran keluarga dalam keselamatan pasien.

a. Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur

b. Mengetahui dan melaksanakan kewajiban serta tanggung jawab pasien

maupun keluarga.

c. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti.

d. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.

e. Mematuhi dan menghormati peraturan rumah sakit.

f.Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa dalam proses

bersama tim kesehatan mengelola pasien.

g. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.

Penerapan enam sasaran keselamatan pasien dan peran keluarga dalam

menjaga keselamatan pasien rawat inap di rumah sakit 

3. Ketepatan Identifikasi Pasien

Pasien  dalam keadaan tidak sadar, gelisah,  mengalami gangguan

penglihatan, gangguan pendengaran, gangguan proses pikir, mendapat

obat  bius, atau gangguan lain tidak mampu melakukan identifikasi diri

dengan benar selain itu pasien yang pindah ruang rawat atau bertukar

13
tempat tidur saat perawatan di rumah sakit berisiko mengalami

ketidaktepatan identifikasi, maka rumah sakit menyusun sistem untuk

memastikan identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima

pelayanan adalah tepat dan jenis pelayanan atau pengobatan terhadap

individu tersebut adalah sesuai.

Peran Pasien dan keluarga untuk memastikan ketepatan identifikasi pasien

adalah:

a. Memberikan data diri yang tepat pada saat mendaftar sesuai dokumen

data diri yang dimiliki. Data utama yang diperlukan adalah  nama dan

tanggal lahir

b. Selama rawat inap pasien dipakaikan gelang. Pasien dan keluarga

harus memahami fungsi gelang dan patuh menggunakan  gelang

tersebut selama rawat inap karena gelang tersebut dipakai oleh tim

kesehatan guna memastikan kebenaran identitas dan faktor risiko

pasien saat memberikan pelayanan. 

1) Gelang warna biru untuk laki-laki  dan gelang warna merah muda

untuk perempuan dipakai untuk identifikasi .

2) Gelang warna merah dipasangkan pada pasien yang memiliki

riwayat alergi 

3) Gelang warna kuning dipasangkan pada pasien yang memiliki

risiko jatuh

14
c. Pasien atau keluarga kooperatif saat dilakukan verifikasi identitas 

oleh petugas saat akan melakukan tindakan, memberikan obat,

mengambil preparat untuk pemeriksaan laborat dan lain-lain.

4. Komunikasi efektif

Pasien yang menjalani rawat inap dikelola oleh dokter dan

berbagai profesi lain sebagai tim dengan menerapkan sistem komunikasi

yang efektif untuk memberikan pelayanan. Peran pasien dan keluarga

mewujudkan komunikasi efektif adalah:

d. Menunjuk atau menetapkan anggota keluarga yang diberi kewenangan

untuk berkomunikasi dengan tim kesehatan. Penunjukkan ini

diperlukan untuk memastikan komunikasi berlangsung efektif dan

berkesinambungan, tidak mengalami rantai komunikasi yang panjang

dan kompleks yang berisiko menyebabkan perubahan makna isi

informasi.

e. Memberikan informasi dan data terkait kondisi pasien kepada tim

kesehatan dengan benar dan  jelas.

f. Memberikan informasi pada petugas bila ada kejadian tidak

diharapkan.

g. Meminta informasi yang diperlukan kepada tim kesehatan

5. Pemberian obat secara aman

Pemberian obat merupakan bagian yang mengambil porsi dominan

dalam tata kelola pasien rawat inap. Peran serta keluarga dalam menjamin

keamanan pemberian obat adalah

15
h. Memberikan informasi yang lengkap tentang riwayat obat yang

pernah dipergunakan sebelum masuk rumah sakit

i. Memberikan informasi tentang riwayat alergi atau reaksi yang dialami

saat menggunakan obat tertentu

j. Mendukung pengawasan pemberian obat selama rawat  inap dengan

cara memastikan identitas pasien benar, menanyakan jenis obat yang

diberikan, tujuan pemberian, dosis dan waktu pemberian obat.

6. Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat-Pasien Operasi

Tindakan operasi merupakan salah satu prosedur yang mungkin

dilakukan pada pasien untuk mengatasi masalah kesehatannya. Bagian

tubuh yang akan dioperasi bisa meliputi bagian yang bersisi (misalnya

tangan atau kaki kanan dan kiri, mata kanan dan kiri) atau bagian yang

multipel level (misalnya tulang belakang) atau bagian yang multipel

struktur (misalnya jari tangan) dengan demikian diterapkan sistem untuk

memastikan tindakan tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien.

Salah satu prosedur yang dilakukan sebelum tindakan operasi

adalah  proses verifikasi. Peran pasien dan keluarga dalam proses

verifikasi praoperasi adalah memberikan informasi yang benar dan bekerja

sama secara kooperatif  Proses yang dilakukan meliputi

k. Verifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar

Proses ini dilakukan dengan membuat tanda pada lokasi yang

dioperasi. Penandaan lokasi operasi ini melibatkan pasien, dibuat oleh

dokter yang akan melakukan tindakan dan dilaksanakan saat pasien

16
dalam keadaan sadar .Tanda ini tidak boleh dihapus dan harus terlihat

sampai saat akan disayat.

l. Memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil

pemeriksaan yang relevan tersedia, diberi label dengan baik

m. Melakukan verifikasi ketersediaan peralatan khusus yang dibutuhkan.

7. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan

Rumah sakit  merupakan tempat yang memungkinkan

berkumpulnya berbagai jenis kuman sedangkan pasien yang sedang

dirawat memiliki daya tahan tubuh relatif rendah dengan demikian

diperlukan suatu proses bersama untuk mencegah timbulnya infeksi lain

yang tidak berhubungan dengan penyakit utama pasien . Peran pasien dan

keluarga dalam pengurangan risiko terkait pelayanan kesehatan adalah:

n. Menerapkan prosedur cuci tangan yang benar 

Keluarga memiliki kemungkinan sering kontak dengan pasien,  maka

untuk melindungi diri sendiri dan melindungi pasien dari perpindahan

kuman disarankan keluarga menerapkan prosedur cuci tangan yang

benar pada 5 (lima) momen yaitu saat sebelum kontak dengan pasien,

sesudah kontak pasien, sesudah ke toilet, sebelum dan sesudah makan.

Perlu diperhatikan juga bahwa lingkungan sekitar pasien berisiko

terpapar kuman maka disarankan mencuci tangan sesudah kontak

dengan lingkungan pasien (meja, alat tenun, tempat tidur dsb),

Guna memperoleh hasil cuci tangan yang optimal Pasien dan keluarga

disarankan mencermati dan mengikuti petunjuk 6 (enam) langkah

17
mencuci tangan yang diberikan oleh petugas atau panduan cuci tangan

yang ada di rumahsakit

o. Membatasi pengunjung pasien, Selama pasien dirawat di rumah sakit

seyogyanya pasien tidak berinteraksi dengan banyak orang karena

berisiko terpapar kuman dari pengunjung dalam keadaan pertahanan

diri yang relatif rendah dengan demikian peran keluarga diperlukan

untuk membatasi pengunjung yang kontak dengan pasien

p. Menerapkan etika batuk yang benar.Keluarga dan pengunjung yang

batuk berisiko menyebarkan kuman melalui partikel halus di udara

dengan demikian bila sedang mengalami batuk keluarga perlu

menggunakan masker atau menerapkan tehnik perlindungan yang

benar saat batuk yaitu menutup mulut dan hidung menggunakan

lengan.

8. Pengurangan Risiko Pasien Jatuh

Individu yang sedang sakit memiliki keterbatasan dalam

pengamanan diri termasuk menghindari jatuh. Rumah sakit  mengambil

tindakan untuk mengurangi risiko dengan melakukan pengkajian faktor-

faktor yang dapat menyebabkan jatuh seperti, penggunaan obat, gaya jalan

dan keseimbangan, alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien,

riwayat jatuh saat berjalan atau saat istirahat baring di tempat tidur. Peran

pasien dan keluarga dalam mencegah jatuh saat dirawat di rumah sakit

adalah:

18
q. Pastikan penanda pasien beresiko jatuh berupa gelang kuning dipakai

pasien

r. Jangan melepas atau memindah kartu kuning yang dipasang petugas

dekat tempat tidur pasien atau di depan kamar pasien karena kartu

tersebut merupakan penanda untuk mewaspadai pasien yang  beresiko

jatuh

s. Keluarga atau pasien perlu memastikan diri untuk memahami

informasi yang diberikan  oleh petugas agar dapat mendukung

tindakan pencegahan jatuh.

t. Informasi yang perlu diketahui adalah:

u. faktor resiko jatuh yang teridentifikasi seperti obat yang

dipergunakan, kesadaran pasien, keseimbangan saat berjalan,dll

v. tindakan pencegahan jatuh yang perlu dilakukan

w. cara untuk minta bantuan

x. cara menggunakan bel atau sarana komunikasi di ruangan 

y. cara mengatur pengamanan tempat tidur

z. pengggunaan tali pengaman, dll

Pengelolaan pasien rawat inap tidak hanya mejadi tanggung jawab tim

kesehatan tetapi melibatkan juga pribadi pasien sendiri dan keluarga,

maka setiap bagian perlu menjalankan peran masing-masing sesuai

tugasnya karena proses kerja sama yang baik merupakan dasar yang kuat

untuk memperoleh hasil optimal.

19
2.6 Analisis Grading Matrik Resiko

Penilaian matriks risiko adalah suatu metode analisa kualitatif untuk


menentukan derajat risiko suatu insiden berdasarkan Dampak dan
Probabilitasnya.
a. Dampak (Consequences)
Penilaian dampak / akibat suatu insiden adalah seberapa berat akibat yang
dialami pasien mulai dari tidak ada cedera sampai meninggal ( tabel 1).
b. Probabilitas / Frekuensi / /Likelihood
Penilaian tingkat probabilitas / frekuensi risiko adalah seberapa seringnya
insiden tersebut terjadi (tabel 2).

Setelah nilai Dampak dan Probabilitas diketahui, dimasukkan dalam Tabel


Matriks Grading Risiko untuk menghitung skor risiko dan mencari warna
bands risiko.

a. Skor Risiko

SKOR RISIKO = Dampak x Probability

Cara menghitung skor risiko :


Untuk menentukan skor risiko digunakan matriks grading risiko (tabel 3) :
1. Tetapkan frekuensi pada kolom kiri
2. Tetapkan dampak pada baris ea rah kanan,
3. Tetapkan warna bandsnya, berdasarkan pertemuan antara frekuensi dan
dampak.

b. BANDS RISIKO
Bands risiko adalah derajat risiko yang digambarkan dalam empat warna
yaitu : Biru, Hijau, Kuning dan Merah.
Warna “bands” akan menentukan Investigasi yang akan dilakukan : (tabel

20
3)
 Bands BIRU dan HIJAU : Investigasi sederhana
 Bands KUNING dan MERAH : Investigasi Komprehensif / RCA

21
BAB III

SKENARIO KASUS

A. Kasus

Kasus An.W. di Rumah Sakit D umur 5 tahun, pasien di rawat di

ruangan melati dengan diagnosa Demam kejang . Sesuai order dokter infus

pasien harus diganti dengan didrip obat penitoin namun perawat yang

tidak mengikuti operan jaga langsung mengganti infuse pasien tanpa

melihat bahwa terapi pasien tersebut infusnya harus didrip obat penitoin.

Beberapa menit kemudian pasien mengalami kejang-kejang, untung

keluarga pasien cepat melaporkan kejadian ini sehingga tidak menjadi

tambah parah dan infusnya langsung diganti dan ditambah penitoin.

B. Analisis

22
Dalam kasus ini terlihat jelas bahwa kelalaian perawat dapat

membahayakan keselamatan pasien. Seharusnya saat pergantian jam dinas

semua perawat memiliki tanggung jawab untuk mengikuti operan yang

bertujuan untuk mengetahui keadaan pasien dan tindakan yang akan

dilakukan maupun dihentikan. Supaya tidak terjadi kesalahan pemberian

tindakan sesuai dengan kondisi pasien.

Pada kasus ini perawat juga tidak menjalankan prinsip 6 benar dalam

pemberian obat. Seharusnya perawat melihat terapi yang akan diberikan

kepada pasien sesuai order, namun dalam hal ini perawat tidak

menjalankan prinsip benar obat.

Disamping itu juga, terkait dengan hal ini perawat tidak

mengaplikasikan konsep patient safety dengan benar, terbukti dari

kesalahan akibat tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan

yang menyebabkan ancaman keselamatan pasien.

C. Pengembangan Dan Penerapan Solusi Serta Monitoring Atau

Evaluasi

Berdasarkan kasus diatas solusi untuk pemecahan masalah

mengenai perawat yang tidak mengikuti operan pergantian jam dinas.

Perawat harus mengetahui standar keselamatan pasien sesuai dengan

uraian DepKes, sebagai berikut :

Standar Keselamatan Pasien RS (KARS – DepKes)

1. Hak pasien

2. Mendidik pasien dan keluarga

23
3. Keselamatan pasien dan asuhan berkesinambungan

4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja, untuk melakukan

evaluasi dan meningkatkan keselamatan pasien

5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien

7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan

pasien.

D. Uraian tujuh standar tersebut diatas adalah sebagai berikut:

1. Standar I. Hak pasien

a. Standar: Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk

mendapatkan informasi tentang rencana dan hasil pelayanan

termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan.

b. Kriteria: Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan,

dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana

pelayanan, dokter penanggung jawab pelayanan wajib

memberikan penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien

dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan,

pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan

terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan.

2. Standar II. Mendidik pasien dan keluarga

a. Standar: RS harus mendidik pasien dan keluarganya tentang

kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.

24
b. Kriteria : Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat

ditingkatkan dengan keterlibatan pasien yang merupakan

partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di RS harus ada

sistem dan mekanisme mendidik pasien dan keluarganya

tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan

pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan

keluarga dapat : Memberikan informasi yang benar, jelas,

lengkap dan jujur, mengetahui kewajiban dan tanggung jawab

pasien dan keluarga, mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk

hal yang tidak dimengerti, memahami dan menerima

konsekuensi pelayanan, mematuhi instruksi dan menghormati

peraturan RS, memperlihatkan sikap menghormati dan

tenggang rasa dan emenuhi kewajiban finansial yang

disepakati.

3. Standar III. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan.

a. Standar : RS menjamin kesinambungan pelayanan dan

menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.

b. Kriteria : Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh

mulai dari saat pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis,

perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan dan saat

pasien keluar dari RS, terdapat koordinasi pelayanan yang

disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber

daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap

25
pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan

lancar, terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup

peningkatan komunikasi untuk memfasilitasi dukungan

keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi

dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut

lainnya, terdapat komunikasi dan transfer informasi antar

profesi kesehatan sehingga dapat tercapainya proses koordinasi

tanpa hambatan, aman dan efektif.

4. Standar IV. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk

melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien.

a. Standar : RS harus mendesain proses baru atau memperbaiki

proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui

pengumpulan data, menganalisis secara intensif Kejadian

Tidak Diharapkan, dan melakukan perubahan untuk

meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.

b. Kriteria : Setiap RS harus melakukan proses perancangan

(desain) yang baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan RS,

kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis

terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang

berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan "Tujuh Langkah

Menuju Keselamatan Pasien RS", setiap RS harus melakukan

pengumpulan data kinerja yang antara lain terkait dengan:

pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu

26
pelayanan, keuangan, setiap RS harus melakukan evaluasi

intensif terkait dengan semua Kejadian Tidak Diharapkan, dan

secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus risiko

tinggi, setiap RS harus menggunakan semua data dan

informasi hasil analisis untuk menentukan perubahan sistem

yang diperlukan, agar kinerja dan keselamatan pasien terjamin.

5. Standar V. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan

pasien

a. Standar: Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi

program keselamatan pasien secara terintegrasi dalam

organsasi melalui penerapan “Tujuh Langkah Menuju

Keselamatan Pasien Rumah sakit”, pimpinan menjamin

berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi risiko

keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi

kejadian tidak diharapkan, pimpinan mendorong dan

menumbuhkan komunikasi dan oordinasi antar unit dan

individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang

keselamatan pasien, pimpinan mengalokasikan sumber daya

yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan menigkatkan

kinerja rumah sait serta meningkatkan keselamatan pasien dan

pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas konribusinya

dalam meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan

pasien.

27
b. Kriteria: Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program

keselamatan pasien, tersedia program proaktif untuk

identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan

insiden, yang mencakup jenis-jenis kejadian yang memerlukan

perhatian, mulai dari “kejadian nyaris cedera (Near miss)

sampai dengan “Kejadian Tidak Diharapkan” (Adverse event),

Tersedia mekanisme kerja untuk menjmin bahwa semua

komponen dari rumah sakit terintregrasi dan berpatisipasi

dalam program keselamatan pasien, tersedia prosedure “cepat

tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien

yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan

penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan

analisis.

6. Standar VI: mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan

pasien secara jelas

a. Standar: rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan

pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan

memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan

interdisiplin dalam pelayanan pasien.

b. Kriteria: Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan,

pelatihan dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik

keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya masing-masing,

setiap rumah sakit harus megintregasikan topik keselamatan

28
pasien dalam setiap kegiatan in-service training dan memberi

pedoman yan jelas tentang pelaporan insiden dan setiap rumah

sakit harus menyelenggarkan pelatihan tentang kerjasama

kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin

dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.

7. Standar VII: Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk

mencapai keselamatan pasien

a. Standar: Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses

manajemen informasi keelamatan pasien untuk memenuhi

kebutuhan informasi internal dan eksternal, transmisi data dan

informasi harus tepat waktu dan akurat.

b. Kriteria: Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan

mendesain proses manajemen untuk memperoleh data dan

informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien,

tesedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala

komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada.

c. Sesuai dengan defenisi patient safety, menurut Cooper et al

(2000) bahwa “patient safety as the avoidance, prevention, and

amelioration of adverse outcomes or injuries stemming from

the processes of healthcare.” Pengertian ini maksudnya bahwa

patient safety merupakan penghindaran, pencegahan, dan

perbaikan dari kejadian yang tidak diharapkan atau mengatasi

cedera-cedera dari proses pelayanan kesehatan. Jika perawat

29
mengetahui dan mengaplikasikan dengan benar konsep patient

safety, perawat akan sebisa mungkin meminimalisir kesalahan

atau mencegah terjadinya kejadian yang tidak diharapkan.

d. Perawat seharusnya menerapkan prinsip 6 benar dalam

pemberian obat, sebagai berikut :

e. Tepat Obat : mengecek program terapi pengobatan dari dokter,

menanyakan ada tidaknya alergi obat, menanyakan keluhan

pasien sebelum dan setelah memberikan obat, mengecek label

obat, mengetahui reaksi obat, mengetahui efek samping obat,

hanya memberikan obat yang didiapkan diri sendiri.

f. Tepat dosis : mengecek program terapi pengobatan dari dokter,

mengecek hasil hitungan dosis dengan perawat lain,

mencampur/mengoplos obat.

g. Tepat waktu : mengecek program terapi pengobatan dari

dokter, mengecek tanggal kadarluarsa obat, memberikan obat

dalam rentang 30 menit.

h. Tepat pasien : mengecek program terapi pengobatan dari

dokter, memanggil nama pasien yang akan diberikan obat,

mengecek identitas pasien pada papan/kardeks di tempat tidur

pasien

i. Tepat cara pemberian : mengecek program terapi pengobatan

dari dokter, mengecek cara pemberian pada label/kemasan

obat.

30
j. Tepat dokumentasi : mengecek program terapi pengobatan dari

dokter, mencatat nama pasien, nama obat, dosis, cara, dan

waktu pemberian obat (Kozier, B. Erb, G. & Blais, K. (1997).

k. Sebagai seorang kepala ruangan hal yang harus dilakukan

dalam pemecahan masalah ini adalah menegur perawat yang

bersangkutan terhadap kelalaian tindakan yang dilakukan.

Selalu mengobservasi berjalannya operan pergantian jam dinas

dilaksananakan dengan tepat agar tidak terjadi kesalahan lagi.

c. Sebagai seorang kepala ruangan menjelaskan kepada keluarga

tindakan yang akan dilakukan yaitu pemberian peritoin untuk

mengatasi kejang.

31
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dalam pelayanan kesehatan terdapat resiko terjadi kejadian tidak

diharapkan. Dibutuhkan peran serta rumah sakit, perawat, pasien dan

keluarga untuk mencegah kejadian tidak diharapkan terjadi

B. Saran

Diharapkan kepada rumah sakit, perawat, pasien dan keluarga

untuk mencegah kejadian tidak diharapkan terjadi.

32
DAFTAR PUSTAKA

Budihardjo A. Pentingnya Safety Culture Di Rumah Sakit. J Manaj Bisnis


[Internet]. Vol. 1. 2008. Available from: andreasbs@pmbs.ac.id

Cahyono, J.B. (2008). Membangun budaya keselamatan pasien dalam praktik

kedokteran. Yogyakarta: Penerbit Kanisius

Dineen, M. (2002). Six step to root cause analysis consequence. Oxford, ISBN
09544328-0-0
Henriksen, K., et al. (2008). Patient safety and quality: an evidence base
handbook for nurses. Rockville MD: Agency for Healthcare Research and
Quality Publications. February 2011,
http://www.ahrq.gov/QUAL/nurseshdbk/
KKPRS. Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Jakarta ;2008.

Kementerian Kesehatan RI. Standar Akreditasi Rumah Sakit. Jakarta:Kementerian


Kesehatan RI; 2011.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Panduan Nasional Keselamatan


Pasien Rumah Sakit [Internet]. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2008.
Availablefrom:online. http://www.inapatsafetypersi.or.id/data/panduan.pdf

33
Reason J, Carthey J Deleval m. Human Error: Modes And Management. BMJ;
2000.

Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.


2009.

Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.


2009.

Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.


No.11/Menkes/Per/VIII/2017, Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
2017.

WHO. World alliance For Patient Safety. WHO draft Guidelines For
Adverse Events Reporting And Learning Systems. Geneva: WHO; 2005.

WHO. Communications during patient hand-overs. 2007; Available from:


http://www.ccforpatientsafety.org/common/pdfs/fpdf/presskit/PSSolution
.pdf

34

Anda mungkin juga menyukai