Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rumah Sakit adalah satu unit service layanan kesehatan pada penduduk.
Agar bisa mendapatkan kelebihan serta daya saing maka rumah sakit harus
mendapatkan perhatian khusus dalam peningkatan mutu layanannya dengan
profesional pada customer, yaitu pasien yang dirawat atau rawat jalan.
Rumah sakit dalam kaca mata publik adalah unit service fungsional sebagai
unit dalam service penyuluhan, mencegah serta perlakuan beberapa kasus
segala jenis penyakit.
Penyakit karena kerja bisa menyerang semua tenaga kerja di dalam
rumah sakit, baik tenaga medis ataupun non medis karena pajanan biologi,
kimia serta fisik di lingkungan kerja rumah sakit tersebut. Rumah sakit adalah
tempat berkumpulnya beberapa orang sakit ataupun sehat, atau anggota
penduduk baik petugas ataupun pengunjung, pasien yang mendapatkan
perawatan di dalam rumah sakit dengan beberapa jenis penyakit menyebar.
Perihal ini membuat rumah sakit adalah tempat kerja yang mempunyai
kemungkinan pada masalah kesehatan serta kecelakaan kerja buat petugas.
Beberapa jenis penyakit yang ada di lingkungan rumah sakit sangat mungkin
menjadi tempat penyebaran penyakit infeksi baik buat pasien, tenaga kerja
ataupun pengunjung. Petugas di lingkungan rumah sakit begitu berdampak
dengan kontak langsung pada agent penyakit menyebar lewat darah,
sputum, jarum suntuk dan sebagainya.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) di kalangan petugas kesehatan dan non
kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Sebagai faktor
penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas
serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang
meremehkan resiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman
walaupun sudah tersedia.
Oleh karenanya bila tenaga kerja di lingkungan rumah sakit terpapar
dengan penyakit karena kerja, beberapa hal akan terganggu dalam efektif
serta manfaat tenaga kerja di dalam rumah sakit. Sama dengan referensi ILO
dalam kewajiban tiap-tiap masyarakat negara agar bisa melakukan serta
mengevaluasi kebijaksanaan nasional dalam aplikasi kesehatan serta
keselamatan kerja di lingkungan kerja, mengingat rumah sakit adalah fasilitas

1
kesehatan yang mempunyai banyak tenaga kerja baik medis ataupun non
medis yang berefek alami kecelakaan kerja serta penyakit karena kerja.
Tenaga kerja memiliki hak mendapatkan perlindungan atas kesehatan,
keselamatan, kesusilaan, pemeliharaan moril kerja dan perlakuan yang sama
dengan martabat manusia serta kepribadian agama. Dalam perihal ini
memerlukan usaha perlindungan kesehatan serta keselamatan kerja buat
petugas di lingkungan rumah sakit.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian penyakit akibat kerja ?
2. Apa faktor – faktor penyakit akibat kerja pada perawat ?
3. Apa saja penyakit akibat kerja pada perawat ?
4. Bagaimana pencegahan penyakit akibat kerja pada perawat ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian penyakit akibat kerja
2. Untuk mengetahui faktor – faktor penyakit akibat kerja pada perawat
3. Untuk mengetahui penyakit akibat kerja pada perawat
4. Untuk mengetahui pencegahan penyakit akibat kerja pada perawat

D. Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pembelajaran
ilmu keperawatan dan dapat memperluas ilmu pengetahuan tentang penyakit
akibat kerja pada perawat serta upaya pencegahannya.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Penyakit Akibat Kerja


Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan,
alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian,
penyakit akibat kerja merupakan penyakit yang artifisual atau man made
disease. Sejalan dengan hal tersebut terdapat pendapat lain yang
menyatakan bahwa Penyakit Akibat Kerja (PAK) ialah gangguan kesehatan
baik jasmani maupun rohani yang ditimbulkan ataupun diperparah karena
aktivitas kerja atau kondisi yang berhubungan dengan pekerjaan ( Hebbie
Ilma Adzim, 2013).
Penyakit Akibat Kerja (PAK), menurut KEPPRES RI No. 22 Tahun 1993,
adalah penyakit yang disebabkan pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit
akibat kerja terjadi sebagai pajanan faktor fisik, kimia, biologi, ataupun
psikologi di tempat kerja.

B. Faktor – Faktor Penyakit Akibat Kerja Pada Perawat


Penyakit atau cedera akibat kerja di tempat kerja kesehatan umumnya
berkaitan dengan : faktor biologis (kuman patogen yang berasal umumnya
dari pasien), faktor kimia (pemaparan dalam dosis kecil namun terus
menerus seperti antiseptik pada kulit, zat kimia/solvent yang menyebabkan
kerusakan hati), faktor ergonomi (cara duduk salah, cara mengangkat pasien
salah), faktor fisik dalam dosis kecil yang terus menerus (panas pada kulit,
tegangan tinggi, radiasi dll.), faktor psikologis (ketegangan di kamar
penerimaan pasien, gawat darurat, karantina dll.)
1. Faktor Biologis
Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable bagi
berkembang biaknya strain kuman yang resisten, terutama kuman-kuman
pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci, yang bersumber dari pasien,
benda-benda yang terkontaminasi dan udara. Virus yang menyebar
melalui kontak dengan darah dan sekreta (misalnya HIV dan Hepatitis B)
dapat menginfeksi pekerja hanya akibat kecelakaan kecil dipekerjaan,
misalnya karena tergores atau tertusuk jarum yang terkontaminasi virus.
Pencegahan :

3
a. Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan,
epidemilogi dan desinfeksi.
b. Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk
memastikan dalam keadaan sehat badan, punya cukup kekebalan
alami untuk bekerja dengan bahan infeksius, dan dilakukan imunisasi.
c. Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yang
benar.
d. Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan
infeksius dan spesimen secara benar
e. Pengelolaan limbah infeksius dengan benar
f. Menggunakan kabinet keamanan biologis yang sesuai.
g. Kebersihan diri dari petugas.
2. Faktor Kimia
Petugas di tempat kerja kesehatan yang sering kali kontak dengan
bahan kimia dan obat-obatan seperti antibiotika, demikian pula dengan
solvent yang banyak digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan
dikenal sebagai zat yang paling karsinogen. Semua bahan cepat atau
lambat ini dapat memberi dampak negatif terhadap kesehatan mereka.
Gangguan kesehatan yang paling sering adalah dermatosis kontak akibat
kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan
hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton). Bahan toksik
(trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau terserap
melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan
kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan
kerusakan jaringan yang irreversible pada daerah yang terpapar.
Pencegahan :
a. Material safety data sheet (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada
untuk diketahui oleh seluruh petugas untuk petugas atau tenaga
kesehatan laboratorium.
b. Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk
mencegah tertelannya bahan kimia dan terhirupnya aerosol untuk
petugas / tenaga kesehatan laboratorium.
c. Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan,
celemek, jas laboratorium) dengan benar.

4
d. Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata
dan lensa.
e. Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.
3. Faktor Ergonomi
Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya menyerasikan
alat, cara, proses dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan
dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja
yang sehat, aman, nyaman dan tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya.
Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan
pemerintah, bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya
tenaga operator peralatan, Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat
menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien dan
dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan psikologis
(stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja
(low back pain).
4. Faktor Fisik
Faktor fisik di laboratorium kesehatan yang dapat menimbulkan
masalah kesehatan kerja meliputi:
a. Kebisingan, getaran akibat alat / media elektronik dapat
menyebabkan stress dan ketulian
b. Pencahayaan yang kurang di ruang kerja, laboratorium, ruang
perawatan dan kantor administrasi dapat menyebabkan gangguan
penglihatan dan kecelakaan kerja.
c. Suhu dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja
d. Terimbas kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar.Terkena
radiasi
e. Khusus untuk radiasi, dengan berkembangnya teknologi
pemeriksaan, penggunaannya meningkat sangat tajam dan jika tidak
dikontrol dapat membahayakan petugas yang menangani.
Pencegahan :
a. Pengendalian cahaya di ruang kerja khususnya ruang laboratorium.
b. Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup
memadai.
c. Menurunkan getaran dengan bantalan anti vibrasi
d. Pengaturan jadwal kerja yang sesuai.

5
e. Pelindung mata untuk sinar laser
f. Filter untuk mikroskop untuk pemeriksa demam berdarah
5. Faktor Psikososial
Beberapa contoh faktor psikososial di laboratorium kesehatan yang
dapat menyebabkan stress :
a. Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut
hidup mati seseorang. Untuk itu pekerja di tempat kerja kesehatan di
tuntut untuk memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai
dengan kewibawaan dan keramahan-tamahan
b. Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.Hubungan
kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau sesama
teman kerja.Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di
sektor formal ataupun informal.
Beberapa faktor yang merupakan salah satu penyebab penyakit atau
cedera pada perawat di tempat kerjanya sebagai berikut:
1. Akibat kelalaian perawat seperti tertusuk jarum atau tergores jarum, jika
perawat terkena tusukan atau goresan jarum dari pasien yang menderita
HIV dan Hepatitis B maka risiko perawat akan tertular penyakitnya.
2. Perawat berisiko terkena infeksi jika tidak cuci tangan atau menggunakan
sarung tangan serta masker jika berada pada ruang paru.
3. Perawat sering kontak langsung dengan bahan kimia seperti obat –
obatan kontak kerja tersebut yang pada umumnya dapat menyebabkan
iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena alergi
(keton). Bahan toksik (trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan,
terhirup atau terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut
atau kronik, bahkan kematian.
4. Pada perawat bekerja secara fisik misalnya memobilisasi pasien,
memindahkan pasien, memandikan pasien dan lain sebagainya yang
berhubungan dengan fisik dapat mengakibatkan risiko seperti keluhan
yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low back pain).
5. Pada perawat berhubungan langsung dengan radiasi karena pada
pemeriksaan – pemeriksaan tertentu memerlukan radiasi jika perawat
terkena radiasi dapat membahayakan tenaga kesehatan yang
menangangani seperti gangguan reproduksi dan jika terpapar terlalu
sering dapat mengakibatkan kanker.

6
C. Penyakit Akibat Kerja Pada Perawat
1. Penyakit Menular Akibat Kerja Pada Perawat
Penyakit menular terbagi :
a. Penyakit yang disebabkan kontak udara disekitar pasien seperti :
TBC, Influenza, Flu burung, SARS.
b. Penyakit yang disebabkan kontak fisik dengan pasien seperti : Kudis
Kurap, Herpes.
c. Penyakit yang disebabkan kontak dengan cairan pasien seperti :
AIDS, Hepatitis B.
Beberapa cara perawat untuk mengantisipasi tertularnya penyakit
menular:
a. TBC
1) Mengurangi kontak langsung dengan penderita TBC
2) Memakai masker
3) Menjaga standard hidup yang baik, dengan makanan bergizi,
lingkungan yang sehat, dan berolahraga.
4) Pemberian vaksin BCG (untuk mencegah kasus TBC yang lebih
berat)
b. Influenza
1) Mengurangi kontak langsung dengan penderita Influenza
2) Memakai masker
3) Vaksinasi influenza
c. Flu Burung
1) Mengurangi kontak langsung dengan penderita Influenza
2) Mengonsumsi obat antivirus
3) Memakai masker
4) Mengonsumsi makanan sehat
d. SARS
1) Mengurangi berkunjung langsung ke wilayah yang Terserang
SARS
2) Gunakan masker penutup hidung dan mulutserta sarung tangan
untuk mengurangi penularan melalui cairan dan udara (debu)
3) Jaga kebersihan tubuh, misalnya segera mencuci tangan setelah
berada ditempat umum

7
e. AIDS
1) Hindari tertusuknya jarum suntik bekas pasien
2) Hindari tercemarnya darah pasien dengan anggota tubuh yang
sedang luka
3) Hindari tercemarnya barang habis pakai milik penderita
2. Penyakit Tidak Menular Akibat Kerja Pada Perawat
Penyakit tidak menular terbagi :
a. Penyakit yang disebabkan oleh kekurangan gizi yang tidak sempurna,
seperti : penyakit rabun mata, beri-beri, scorbut, dll.
b. Penyakit yang disebabkan karena tekanan darah tinggi (hypertension)
dan tekanan darah rendah (hypotension).
c. Penyakit alergi, seperti : astma gidu / kaligata.
d. Penyakit yang disebabkan karena keracunan, seperti : keracunan
makanan atau minuman.
e. Penyakit yang disebabkan karena kecelakaan, seperti keseleo, patah
tulang, luka tersayat, geger otak, dll.

D. Upaya Pencegahan Penyakit Akibat Kerja Pada Perawat


1. Pemeriksaan Kesehatan Pekerja, dilakukan:
a. Pemeriksaan Kesehatan Pra Kerja ( saat seleksi calon pekerja )
Jenis pemeriksaan Kesehatan Pra Kerja yang dilakukan:
1) Anamnesa
a) Riwayat Penyakit Umum: TB, DM, Jantung, Asthma, Kulit,
Perut
b) Riwayat Penyakit di RS: pernah/ belum dirawat di RS, alasan
dirawat
c) Riwayat Kecelakaan Kerja di tempat kerja yang lama
d) Riwayat Operasi: pernah/belum di operasi?, operasi di RS
mana, berapa lama perawatan
e) Riwayat Pekerjaan: apakah sebelumnya pernah bekerja, di
perusahaan apa, bekerja di bagian apa
2) Pemeriksaan Mental
3) Pemeriksaan Fisik
4) Pemeriksaan Kesegaran Jasmani
5) Pemeriksaan Radiologi

8
6) Pemeriksaan Laboratorium
7) Pemeriksaan lainnya
2. Perbaikan Gizi Kerja (Penyiapan Makanan)
Petugas penyiapan makanan dapat terpajan salmonela, botulism dari
bahan mentah ikan, daging dan sayuran. Pencegahan terpenting di
bagian ini adalah tangan bersih dan menggunakan alat bersih. Kulkas
penyimpanan bahan makanan mentah yang sudah dibersihkan diatur
suhunya dan kebersihannya agar bakteri atau jamur tidak sempat
berkembang biak. Memasak yang benar-benar matang akan membunuh
salmonela. Petugas yang sedang menderita gangguan gastrointestinal
diliburkan dan diobati sampai sembuh.
3. Melakukan JSA proses kerja dan lingkungan kerja
4. Membuat SOP dan Instruksi Kerja
5. Promosi Kesehatan (Edukasi, sosialisasi, poster, leaflet, pemasangan
rambu-2 K3): seperti memberi penyuluhan kesehatan
6. Menyediakan waktu dan sarpras untuk plahraga bekerja
7. Vaksinasi penyakit menular (Hepatitis)
8. Penggunaan APD
Alat Pelindung Diri (APD) adalah salah satu upaya pencegahan oleh
perawat agar tidak terluar oleh penyakit yang ada di rumah sakit. Macam-
macam APD yang dapat digunakan oleh perawat adalah :
a. Sarung Tangan Steril
b. Gaun (Celemek) Pelindung
c. Masker
d. Alat pelindung mata
e. Topi
f. Pelindung kaki
g. Kepatuhan pada aturan RS
h. Mencuci Tangan

9
BAB III
SKENARIO KASUS

Kasus 1

Gawat, Satu Perawat RS Gunung Jati Sudah Tertular Difteri

CIREBON – Bakteri Difteri terus menyebar. Penyakit yang sudah


menewaskan 4 pasien RSUD Gunung Jati Kota Cirebon itu kini malah
menyerang salah satu perawat rumah sakit milik pemerintah itu.

Direktur RSUD Gunung Jati, drg Heru Purwanto mengakui bahwa salah
satu pasiennya yang bertugas di Unit Gawat Darurat (UGD) terkena Difteri. “Satu
petugas medis kita tertular dan positif Difteri,” kata Heru seperti yang dirilis
Rakyat Cirebon.

Menurut Heru, perawat berinisial R itu diketahui terjangkit Difteri pada akhir
pecan lalu. Gejalanya, sama seperti pasien penderita Difteri yang ada di RSUD
Gunung Jati, yaitu gejala panas tinggi dan adanya sakit tenggorokan.

Tertularnya R diduga ketika dia bertugas di UGD, dimana setiap pasien


akan berada di ruangan tersebut sebelum dirawat. “R merupakan salah satu
petugas medis UGD,” kata Heru. Kini R dan pasien Difteri lain dirawat di ruang
isolasi RSUD Gunung Jati.

Sumber: https://www.radarcirebon.com/gawat-satu-perawat-rs-gunung-jati-
sudah-tertular-difteri.html

Kasus 2

Pengendalian Risiko Ergonomi Kasus Low Back Pain pada Perawat di


Rumah Sakit

Sebanyak 65% perawat di UGD RS Fatmawati Jakarta didiagnosis


menderita LBP, sedangkan rekam medik di RS Prikasih pada Januari–Desember
2010 menunjukkan bahwa perawat yang terkena LBP sebanyak 59 orang
(34,7%). Hasil penelitian Cropcord Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa
prevalensi penderita LBP pada pria sebanyak 18,2% dan wanita sebanyak
13,6%.

Hasil prasurvei awal tahun 2012 di beberapa rumah sakit di Jakarta


memperlihatkan, perawat di rumah sakit yang paling banyak pekerjaan angkat
angkut pasien adalah di unit kerja yang memberikan pelayanan 24 jam yaitu di
ruang Rawat Inap dan di Unit Gawat Darurat. Wawancara dengan Kepala Sub
bagian Administrasi di RS Bhayangkara mendapatkan 8 orang perawat di

10
Instalasi Tahanan menderita LBP dan sering sekali tidak hadir. Data kunjungan
poli karyawan RSUD Tarakan Jakarta pada tahun 1990–2012 didapatkan 18
perawat yang menderita HNP, 5 di antaranya sudah menjalani operasi
laminektomi.

Sumber: Kurniawidjaja, L. M., Purnomo, E., Maretti, N., & Pujiriani I.


Pengendalian Risiko Ergonomi Kasus Low Back Pain pada Perawat di Rumah
Sakit. Jurnal Pusat Kajian dan Terapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja,
46(4): 225-233.

Analisis Kasus

Contoh kasus di atas merupakan salah satu penyakit akibat kerja yaitu
penyakit yang diakibatkan oleh pekerjaan, bahan, alat kerja, sistem ataupun
lingkungan kerja. Dalam melakukan pekerjaan apa pun, sebenarnya kita berisiko
untuk memperoleh penyakit yang diakibatkan oleh pekerjaan.

Setiap tindakan yang dilakukan oleh perawat juga mempunyai potensi


bahaya berupa bahaya fisik, biologi, dan ergonomi. Bahaya fisik didapatkan pada
pekerjaan yang menggunakan alat yang tajam, seperti memasang infus dan
menjahit luka. Bahaya biologi terdapat pada tindakan invasif, merawat luka,
memasang infuse, dan memberikan obat melalui rektal. Sedangkan postur
janggal ketika membungkuk merupakan bahaya pekerjaan karena faktor
ergonomi.

Paparan hazard biologis terdiri dari tertusuk jarum, luka gores, terpapar
spesimen atau materi biologis lainnya, terkena penyakit yang ditularkan lewat
udara, penyakit infeksi, penyakit yang ditularkan melalui darah, dan vektor
penyakit. Sementara itu hazard nonbiologis terdiri dari stress; kekerasan fisik,
psikologis, seksual, dan kekerasan verbal; gangguan muskuloskeletal, terjatuh
atau terpeleset, patah tulang; dan terpapar bahan kimia berbahaya.

Risiko terjadinya penyakit akibat kerja yang masih tinggi disebabkan


beberapa hal, antara lain tidak patuhnya tenaga kesehatan terhadap SOP,
kurangnya pengetahuan perawat terhadap prosedur kerja yang benar dan aman,
kesadaran akan pentingnya keselamatan dalam bekerja masih rendah, faktor
sarana kerja yang tidak ergonomis akan terus menerus menjadi sumber risiko
apabila tidak dilakukan penanganan segera. Pengendalian risiko bertujuan untuk
meminimalisasi efek negatif atau meningkatkan peluang positif. Hal ini dapat
dilakukan pada proses kerja, peraturan atau SOP, dan melengkapi alat
pelaksanaan atau tindakannya.

Upaya pengendalian risiko K3 pada perawat dilakukan dengan mengikuti


kaidah-kaidah hierarchy of control K3 yang disesuaikan dengan jenis tindakan
keperawatan yang dilakukan. Pada tindakan yang berisiko akibat paparan faktor
fisik dan biologis dikendalikan melalui upaya eliminasi/substitusi (eliminasi
sumber bahaya dan substitusi alat/mesin/bahan); upaya pengandalian
engineering (modifikasi/perancangan alat/mesin/tempat kerja yang lebih aman);

11
upaya pengendalian administratif (seperti pengembangan kebijakan K3 rumah
sakit dan penyelenggaraan berbagai program pelatihan, serta penyusunan SOP;
dan penggunaan alat pelindung diri yang memadai (seperti penggunaan sarung
tangan, masker dan gown). Upaya pengendalian untuk risiko ergonomi dapat
dilakukan dengan mengganti/ memperbaiki tempat tidur yang bisa diatur
ketinggiannya agar bisa disesuaikan dengan tinggi perawat (engineering control).
Pada tindakan menjahit luka, risiko paparan faktor biologi dapat dicegah dengan
meningkatkan pengetahuan mengenai tindakan aman melalui pelatihan tindakan
medikal bedah, sosialisasi K3, pemeriksaan secara berkala, memberikan vaksin
untuk petugas yang berisiko, pengawasan terhadap pelaksanaan SOP, dan
membuat SOP kejadian tidak diharapkan (KTD) agar apabila terjadi kecelakaan
kerja ada pedoman yang harus dilakukan.

12
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan,
alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja yang gangguan
kesehatan baik jasmani maupun rohani.
Penyakit atau cedera akibat kerja di tempat kerja kesehatan umumnya
berkaitan dengan : faktor biologis, faktor kimia, faktor ergonomi , dan faktor
psikologis yang menyebabkan beberapa masalah kesehatan baik itu penyakit
menular maupun tidak menular.

B. Saran
Diharapkan untuk memahami tentang penyakit akibat kerja dan upaya
pencegahan agar nantinya dapat melakukan penatalaksanaan yang tepat
dan menurunkan resiko terpaparnya penyakit akibat kerja.

13
DAFTAR PUSTAKA

Adzim, Hebbie Ilma. 2013. Pengertian dan Elemen Sistem Manajemen K3


(Keselamatan dan Kesehatan Kerja)

Cirebon Raya. 2016. Gawat, Satu Perawat RS Gunung Jati Sudah Tertular
Difteri, (Online), (https://www.radarcirebon.com/gawat-satu-perawat-rs-
gunung-jati-sudah-tertular-difteri.html), diakses pada 14 Agustus 2019.

Halajur, Untung. 2018. Promosi Kesehatan di Tempat Kerja. Malang : Wineka


Media

Kurniawidjaja, L. M., Purnomo, E., Maretti, N., & Pujiriani I. Pengendalian Risiko
Ergonomi Kasus Low Back Pain pada Perawat di Rumah Sakit. Jurnal
Pusat Kajian dan Terapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, 46(4): 225-
233.
Mahendra, R. 2016. Hierarki Pengendalian Bahaya dalam OHSAS 18001:2007,
(Online), (https://isoindonesiacenter.com/hierarki-pengendalian-bahaya-
dalam-ohsas-180012007/), diakses pada 14 Agustus 2019.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 02 Tahun 1980 tentang
pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dalam penyelenggaraan keselamatan
kerja.

14

Anda mungkin juga menyukai