Republik Indonesia
2016
i
Tim Penyusun:
Paristiyanti Nurwardani
Drs. Swarsono MM
Edi Mulyono
Evawany
Fajar Priyautama
Ary Festanto
Catatan Penggunaan:
Tidak ada bagian dari buku ini yang dapat direproduksi atau
disimpan dalam bentuk apapun misalnya dengan cara fotokopi,
pemindaian (scanning), maupun cara-cara lain, kecuali dengan
izin tertulis dari Direktorat Jenderal Pembelajaran dan
Kemahasiswaan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan
Tinggi.
Buku Ajar Mata Kuliah Wajib Umum Pendidikan Agama Kristen
ii
Disklaimer: Buku ini merupakan Buku Bahan Ajar Mata Kuliah
Wajib Umum yang dipersiapkan pemerintah untuk menjadi salah
satu sumber nilai dan bahan dalam penyelenggaraan program
studi guna mengantarkan mahasiswa memantapkan
kepribadiannya sebagai bangsa Indonesia seutuhnya. Buku bahan
ajar ini disusun dan ditelaah oleh berbagai pihak di bawah
koordinasi Direktorat Jenderal Pembelajaran dan
Kemahasiswaan, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan
Tinggi, berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pajak
Kementerian Keuangan. Buku Bahan Ajar Bahasa Indonesia ini
merupakan “bahan ajar yang dinamis” yang senantiasa diperbaiki,
diperbaharui, dan dimutakhirkan sesuai dengan dinamika
kebutuhan dan perubahan zaman, terakhir diperkaya dengan
muatan kesadaran pajak. Masukan dari berbagai kalangan
diharapkan dapat meningkatkan kualitas buku ini.
Intan Ahmad
iv
KATA PENGANTAR
DIREKTUR PEMBELAJARAN
Direktur Pembelajaran,
Paristiyanti Nurwardani
v
DAFTAR ISI
SAMBUTAN iv
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI vi
Pendahuluan 1
.........................................................................................................
.................. 12
F. Rangkuman 15
Pendahuluan 17
Umat Kristen 18
2. Allah Penyelamat 23
vi
2. Implikasi Kepercayaan kepada Allah sebagai Penyelamat bagi
Kehidupan
Praktis 38
.........................................................................................................
.................. 40
Allah ........................................................................................................................ 41
1. Agustinus ......................................................................................................... 42
2. Karl Barth ......................................................................................................... 43
D. Ibadah: Sikap dan Tanggung Jawab Moral Kita .................................................. 45
E. Kepercayaan kepada Allah dalam Pengalaman Keberagamaan!.................... 46
F. Rangkuman ............................................................................................................ 46
G. Tugas Belajar Lanjut dan Penyajian .................................................................... 47
BAB III MANUSIA MENURUT AJARAN
KRISTEN .............................................................. 48
Pendahuluan ................................................................................................................... 48
A. Menelusuri Pemikiran-Pemikiran Modern tentang Manusia ............................ 50
1. Manusia Komunis ............................................................................................ 50
2. Manusia Humanis ............................................................................................ 51
B. Pandangan Kristen tentang Hakikat Manusia .................................................... 52
1. Manusia adalah Makhluk Ciptaan Allah (lih Kej. 1 dan Kej. 2) .................... 52
2. Manusia diciptakan menurut Gambar Allah (Imago Dei) ............................ 53
3. Manusia sebagai Makhluk Sosial ................................................................... 55
4. Manusia sebagai Makhluk Rasional dan Berbudaya ................................... 58
5. Manusia sebagai Makhluk Etis ....................................................................... 59
C. Paradoks dalam Kehidupan Manusia dan Masyarakat ..................................... 61
D. Membaharui Hubungan dengan Allah, Sesama, dan Alam Ciptaan ................ 64
Depannya 65
F. Rangkuman 66
Pendahuluan 68
2. Teori Deontologis 75
vii
C. Menggali dan Membangun Karakter Kristiani, dan
Hubungan Karakter
...........................................................................denganImandanEtikaKristen 78
D. Sistem Etika Kristen dan Prinsip Utamanya ....................................................... 86
E. Etika Teologis dan Etika Filsafati ......................................................................... 88
1. Etika Teologis .................................................................................................. 88
2. Etika Filsafati ................................................................................................... 89
F. Rangkuman ............................................................................................................ 89
G. Tugas Belajar Lanjutan dan Penyajian ................................................................ 90
BAB V HUBUNGAN IMAN KRISTIANI DENGAN ILMU PENGETAHUAN,
TEKNOLOGI,
DAN SENI........................................................................................................................ 91
Pendahuluan ................................................................................................................... 91
Kekristenan............................................................................................................ 92
1. Dominasi Iman/Agama terhadap llmu Pengetahuan/Sains ...................... 94
2. Dominasi llmu Pengetahuan terhadap Agama ........................................... 95
B. Pengertian Teknologi Modern ............................................................................ 101
C. Tipologi Respons Kristen terhadap Teknologi Modern ................................... 102
1. Teknologi sebagai Pembebas (Liberator) .................................................. 111
2. Teknologi sebagai Ancaman ........................................................................ 115
3. Teknologi sebagai Instrumen Kekuasaan .................................................. 118
D. Hubungan Teknologi dan Kekuasaan Politis .................................................... 118
E. Membangun Sikap Kristen yang Lebih Realistis terhadap Teknologi ........... 119
F. Rangkuman .......................................................................................................... 120
G. Tugas Belajar Lanjutan dan Penyajian .............................................................. 121
BAB VI MENCIPTAKAN KERUKUNAN ANTARUMAT
BERAGAMA .................................. 122
Pendahuluan ................................................................................................................. 122
A. Menelusuri Konsep Kerukunan Antarumat Beragama ................................... 122
B. Menanya Bentuk-Bentuk Kerukunan Antarumat Beragama ......................... 126
C. Menggali Sumber Alkitab tentang Kerukunan Antarumat Beragama .......... 130
1. Allah sebagai Pencipta dan Manusia sebagai Ciptaan .............................. 135
2. Umat Allah sebagai Pelayan Kebersamaan Manusia ............................... 137
.........................................................................................................
.....................139
viii
E. Mendeskripsikan Peran Umat Beragama dalam
Mengembangkan
F. Rangkuman 152
Alam 178
Pendahuluan 206
F. Rangkuman 234
Sumber
http://www.smh.com.au/lifestyl
e/losing -my- religion-
Agama adalah suatu
fenomena yang selalu hadir
dalam sejarah umat
manusia, bahkan dapat
dikatakan bahwa sejak
manusia ada, fenomena
agama telah hadir.
Walaupun demikian,
tidaklah mudah untuk
mendefinisikan apa itu
agama. Mengapa?
Pertama, karena
pengalaman manusia
tentang agama sangat
bervariasi, mulai dengan
yang paling sederhana
seperti dalam agama
animisme/dinamisme
sampai ke agama-agama
politeisme dan monoteisme.
Kedua, selain begitu
variatifnya pengalaman
manusia tentang agama,
dan begitu variatifnya
2
definisi-definisi yang sangat kritis bahkan cenderung
merendahkan pengalaman agamawi manusia. Cobalah Anda
amati dan kemukakan beberapa definisi tentang agama yang
sangat kritis!
Sumber: http://putriempuutri.blogspot.com/2012/
Definisi-definisi substantif adalah definisi yang melihat apa
substansi agama. Misalnya, Tyler mendefinisikan agama sebagai
“kepercayaan kepada keberadaan spiritual.” Ini menunjukkan
substansi agama sebagai kepercayaan kepada yang hal
spiritual/rohaniah. Namun, kadang definisi substantif dipakai juga
untuk analisis fungsional. Misalnya saja Ross (1901:197) melihat
agama sebagai sesuatu yang memberi kontrol sosial tertentu.
Dalam konsep ini, agama sudah bersifat fungsional, meskipun
Tyler sebenarnya mendefinisikan agama secara substantif. Ia
mengatakan bahwa agama sebagai suatu kepercayaan kepada
yang tak terlihat, dengan perasaan takut, kagum, hormat, rasa
syukur, dan kasih, demikian pun institusinya seperti doa, ibadah,
dan pengorbanan.
10
Agama juga menolong menjaga norma-norma sosial dan kontrol
sosial. Ia mensosialisasikan individu dan melakukan kontrol baik
terhadap individu maupun kelompok dengan berbagai cara.
Organisasi seperti gereja, masjid, dan sejenisnya juga mengontrol
perilaku dari individu pada tingkat yang berbeda-beda.
Buatlah deskripsi Anda sendiri setelah belajar bab ini: apa itu
agama dan fungsinya, serta jelaskan pula mengapa agama kadang
berfungsi destruktif? Apa yang berkembang dan dikoreksi dari
pemahaman Anda dan apa yang masih kurang dan perlu
ditambahkan? Presentasikan kepada dosen dan rekan-rekan yang
lain!
2. Allah Penyelamat
Silakan Anda membaca Injil Yohanes 3:16. Siapakah Allah yang
dipercayai umat Kristen menurut Injil Yohanes 3:16? Ide tentang
keselamatan mempunyai tempat dalam setiap agama. Mulai dari
agama primitif yang percaya roh-roh, maupun agama politeisme
yang percaya banyak ilah/dewa/i, sampai ke agama monoteisme,
ajaran mengenai keselamatan dan Allah sebagai penyelamat
selalu hadir. Memang maknanya berbeda dari satu agama ke
agama lain. Bahkan maknanya dalam satu agama pun cukup
bervariasi dan luas. Keselamatan dalam agama tertentu bisa
melulu, merupakan pengalaman masa kini dan di sini, bisa juga
melulu pengalaman nanti, di masa yang akan datang sesudah
kehidupan ini, tetapi bisa juga kedua-duanya.
Ajaran atau ide tentang keselamatan mungkin merupakan salah
satu faktor yang mendorong orang untuk beragama. Sebagai
contoh, kita dapat menunjuk kepada berbagai upacara keagamaan
dalam berbagai agama. Banyak upacara dalam agama-agama
suku misalnya, dilakukan dalam rangka atau sebagai upaya untuk
memeroleh keselamatan, apa pun maknanya. Misalnya sebelum
seseorang bepergian jauh, maka upacara selamatan dilakukan
agar memeroleh keselamatan di jalan atau di tempat pekerjaan.
Orang-orang mengadakan serangkaian upacara menjelang musim
menanam agar selamat, dalam arti terhindar dari kegagalan
apakah karena iklim atau wabah hama. Dalam kasus-kasus di
atas, keselamatan semata-mata mempunyai dimensi masa kini
dan di sini.
Sebaliknya, banyak juga upacara keagamaan yang dilakukan
dalam rangka memeroleh keselamatan di akhirat yakni sesudah
kematian, misalnya untuk masuk surga atau hidup yang kekal,
apa pun arti yang diberikan kepada surga dan kehidupan kekal
tersebut. Dengan demikian, ada hubungan erat antara
keselamatan, agama, dan Allah. Hal ini tak berarti bahwa mereka
yang tidak beragama atau tidak percaya kepada Tuhan tak
mempunyai konsep keselamatan. Setidak-tidaknya bagi mereka,
keselamatan merupakan situasi terlepas atau terhindar dari
bermacam-macam bahaya, ancaman, penyakit, dan lain-lain.
Memang patut diakui bahwa semakin maju dan berkembangnya
ilmu dan teknologi, banyak persoalan manusia dapat diatasi.
Namun, ketika manusia menyadari baik keterbatasan manusia
maupun ilmu dan teknologi, manusia cenderung kembali kepada
kepercayaan akan Tuhan atau yang dianggap Tuhan.
Dalam ajaran Kristen, ajaran tentang keselamatan dan Allah
sebagai penyelamat khususnya dalam Yesus Kristus mempunyai
tempat yang sangat penting bahkan sentral. Sedemikian
sentralnya sehingga dalam Pengakuan Iman Rasuli, fakta Kristus,
mulai dari praeksistensi-Nya, kelahiran, pekerjaan, penderitaan,
kematian, kenaikan ke surga, dan kedatangan-Nya kembali,
mengambil tempat yang sangat banyak. Silakan Anda mengamati
Pengakuan Iman Rasuli secara saksama. Sesungguhnya agama
Kristen lahir karena kepercayaan akan Allah sebagai Penyelamat
di dalam Yesus Kristus. Sebutan Kristen justru dikenakan kepada
orang-orang yang menjadi pengikut Kristus.
Kepercayaan kepada Allah sebagai Penyelamat bukan berarti
bahwa orang Kristen menyembah lebih dari satu Allah, karena
Allah Pencipta adalah juga Allah yang menyelamatkan. Silakan
Anda mengamati Alkitab yang memperlihatkan bahwa Allah
yang menyelamatkan umat manusia. Daftarkanlah nama kitab
yang memperlihatkan dengan jelas bahwa Allah yang
menyelamatkan umat manusia.
Perlu dicatat bahwa konsep tentang Allah sebagai Penyelamat
bukan monopoli Perjanjian Baru, tetapi sudah ada dalam
Perjanjian Lama. Umat Perjanjian Lama mempunyai syahadat
(pengakuan percaya) bahwa Allah itu menyelamatkan. Silakan
Anda membaca dan mengamati Kel. 14:13 dan Mzm. 3:8; 62:2-3.
Ada berbagai istilah yang dipakai oleh PL yang menunjuk kepada
konsep keselamatan. Konsep ini dihubungkan dengan Tuhan
sebagai yang melakukan tindakan penyelamatan terhadap umat-
Nya. Ada berbagai tindakan penyelamatan Allah terhadap umat-
Nya. Kitab Keluaran 15 merupakan pasal pertama yang
mengungkapkan tindakan penyelamatan Allah dalam sejarah
umat Israel. Musa dalam lagunya untuk merayakan peristiwa
pembebasan umat Allah dari perbudakan di Mesir, antara lain
berkata: “Tuhan telah menjadi keselamatannya” (Kel. 15:2).
Tindakan penyelamatan Allah dalam peristiwa keluar dari Mesir
melalui Laut Teberau ini, telah memberi kesan yang sangat
mendalam dalam sanubari dan ingatan bangsa Israel. Oleh karena
itu, peringatan akan peristiwa tersebut dirayakan setiap tahun
dalam perayaan Paskah (lih. Ul. 16:1). Pembebasan dari Mesir
justru merupakan bukti paling utama dan kuat tentang kasih setia
Tuhan, karena hal itu merupakan tanda yang sentral dari PL
tentang anugerah penyelamatan bagi umat yang baru kelak.
Silakan Anda mengamati proses keluarnya umat Israel dari Mesir
dalam Kitab Keluaran 1-15.
Itu pula sebabnya dalam pembukaan Dekalog (Sepuluh Perintah),
peristiwa pembebasan dari Mesir juga disebutkan kembali dan
menjadi dasar dari respons moral kepada Tuhan. Dengan kata
lain, hukum-hukum Tuhan yang merupakan refleksi kehendak
Tuhan tentang bagaimana umat Allah seharusnya menjalani
hidupnya, didasarkan pada peristiwa penyelamatan Allah melalui
pembebasan dari Mesir.
Pertanyaan selanjutnya adalah apakah makna dari konsep
keselamatan dalam PL tatkala Allah sebagai Penyelamat? Harus
diakui bahwa dalam PL, makna atau arti konsep keselamatan itu
mengalami perkembangan. Kalau kita bertanya “dari apakah
Allah menyelamatkan umat-Nya?” Maka jawaban yang umum,
khususnya pada sejarah awal dari umat Allah dalam PL, adalah
“keselamatan dari segala bentuk ketidakberuntungan,
perbudakan, sakit penyakit, kekeringan dan kelaparan, musuh-
musuh, dan seterusnya.” Secara umum dalam PL, tekanannya
jatuh kepada apa yang bisa kita sebut sebagai aspek negatif dari
keselamatan, daripada aspek positifnya. Keselamatan dianggap
sebagai kelepasan dari kuasa jahat dan bahaya dari pemilikan atas
berkat-berkat khusus. Walaupun begitu, adalah salah juga kalau
yang terakhir itu dianggap tak ada sama sekali khususnya dalam
kitab-kitab Mazmur. Silakan Anda membaca dan mengamati
Mzm. 28:9, 31:16, 5l:2!
Pada bagian-bagian kemudian dari PL, jelas ada pergeseran dari
ide keselamatan sebagai tindakan-tindakan kelepasan dalam
wilayah atau bidang materiil, fisik semata-mata, menuju kepada
aspek moral dan spiritual (lih. Yes.59:7, 62:10). Yang paling
menonjol dari antara aspek spiritual dan moral ini adalah ketaatan
kepada kehendak Allah. Mereka yang benar dan adil yang
mempunyai pengharapan akan pertolongan keselamatan dari
Allah. Sebaliknya, bilamana umat menyimpang dari jalan Tuhan
dan menyerahkan diri kepada kuasa jahat, keselamatan hanya
dimungkinkan dengan jalan perubahan hati, melalui pertobatan.
Dengan demikian, jelaslah bahwa tekanan utama adalah
kebebasan dari tirani (kuasa) dosa.
Nabi-nabi besar memberitakan kesiapan Allah untuk
menyelamatkan dari perspektif baru. Berkat-berkat eksternal
masih juga diharapkan, namun tekanannya kini lebih kepada
kebutuhan akan suatu perubahan hati, pengampunan, kebenaran,
dan pembaharuan hubungan dengan Allah. Keselamatan masih
mempunyai implikasi sosial, namun tekanannya lebih kepada
perjanjian dengan individu daripada dengan bangsa. Itu berarti
bahwa keselamatan terutama menjadi pengalaman dari setiap
individu. Dengan demikian, kita dapat membaca pengakuan
Yesaya, misalnya bahwa: “Allah adalah keselamatanku” (Yes.
12:2), sebab Allah menyatakan diri-Nya sebagai Allah yang
benar dan Juruselamat; tidak ada Allah lain selain Dia (Yes.
45:21, 43:11). Karena itu, dalam Kitab Yesaya, istilah Allah sama
dengan Juruselamat.
Dengan menggunakan kata pengharapan, keselamatan dari Allah
dipikirkan sebagai sesuatu yang akan terjadi kelak. Bahwa “Allah
akan mendatangkan keselamatan di Sion” (Yes. 46:13) menunjuk
ke masa yang akan datang. Keselamatan yang demikian bukan
lagi hanya untuk Israel sendiri, melainkan dengan datangnya
“Hamba Allah,” maka keselamatan akan menjangkau sampai
ujung bumi. Artinya, untuk semua bangsa (Yes. 49:6). Dengan
demikian, maka seluruh bumi akan melihat keselamatan dari
Allah kita (Yes. 52:10). Dengan demikian, janji Allah tentang
keselamatan menjadi semakin besar dan mendalam.
Sebagai simpulan, ketika kita memerhatikan PL, ide tentang
keselamatan dalam sejarah awal umat Allah (lsrael) adalah bahwa
Allah menyelamatkan orang yang baik dari berbagai kesukaran.
Akan tetapi, dengan pemahaman yang berkembang tentang
hubungan antara keselamatan dan dosa, dalam konteks kebutuhan
akan pertobatan, topik ini memeroleh pengertian yang lebih
rohani dan moral. Hal ini menuntun kita kepada doktrin tentang
keselamatan yang khas dalam Perjanjian Baru, yakni bahwa
Allah menyelamatkan orang jahat dari dosa- dosanya dan
membenarkan mereka.
Pembicaraan mengenai Allah sebagai penyelamat dalam agama
Kristen tak dapat dilepaskan dari pribadi Yesus Kristus. Yesus
bahkan di dalam Perjanjian Baru dikenal dengan sebutan
Juruselamat. Karena itu, kita dapat mengatakan bahwa Allah di
dalam Yesus Kristus adalah Allah Penyelamat. Keselamatan
menjadi tujuan utama dari kedatangan dan pelayanan Yesus
Kristus. Yesus maupun para penulis PB menggunakan istilah
“menyelamatkan” sebagai suatu yang menyeluruh untuk
menggambarkan misi-Nya. Ia disambut dalam arena sejarah
dunia dengan pernyataan para malaikat bahwa “Ia akan dinamai
Yesus, yang berarti yang menyelamatkan umat-Nya dari dosa-
dosa mereka” (Mat. 1:21).
Apabila dalam Perjanjian Lama Allah juga menyatakan diri
sebagai Penyelamat, dalam Perjanjian Baru secara jelas Allah
menyatakan diri sebagai Penyelamat di dalam diri Tuhan Yesus
Kristus. Karena itulah, Gereja mula-mula ketika merumuskan
pengakuan imannya memberi tempat yang sangat sentral kepada
fakta Yesus Kristus mulai dengan pengakuan bahwa Ia Anak
Tunggal Allah dan Tuhan (prainkarnasi), kelahiran-Nya
(inkarnasi), pekerjaan-Nya khususnya penderitaan, penyaliban,
dan kematian-Nya, kebangkitan-Nya, kenaikan-Nya ke surga dan
kedatangan-Nya kembali untuk menjadi Hakim. Kenyataan ini
menunjukkan bahwa seluruh fakta Kristus merupakan
perwujudan dari karya penyelamatan Allah bagi manusia yang
telah jatuh ke dalam dosa dan karena itu terputus atau rusak
hubungannya dengan Allah.
Memang mustahil bagi kita untuk membahas seluruh aspek dari
pribadi Yesus Kristus. Namun, dari fakta Kristus yang kita
sebutkan di atas, jelas bahwa di dalam diri Yesus tergabung sifat
keilahian dan kemanusiaan sekaligus. Hal ini jelas sangat unik
dan sulit dipahami. Apabila pengakuan Iman Rasuli mulai dengan
pengakuan bahwa Yesus Kristus adalah Anak Tunggal Allah dan
Tuhan, ini menunjuk kepada keilahian-Nya yakni sebagai Allah
dan sehakikat dengan Allah. Kemudian dilanjutkan dengan
pengakuan bahwa Ia telah dikandung oleh Roh Kudus, lahir dari
anak dara Maria, menunjukkan penjelmaan-Nya menjadi
manusia. Memang ajaran tentang penjelmaan sudah merupakan
persoalan sejak Gereja mula-mula. Dalam suatu pertemuan
Gerejawi di Khalcedon pada tahun 451, para pemimpin gereja
merumuskan masalah yang sulit ini sebagai berikut: “Tuhan kita
Yesus Kristus adalah Allah sejati dan manusia sejati, sehakikat
dengan Bapa dalam segala sesuatu yang menyangkut keilahian-
Nya, namun dalam kemanusiaan-Nya sama seperti kita, kecuali
tanpa dosa. Jadi, Yesus dikenal dalam dua tabiat: ilahi dan
manusiawi. Kedua tabiat itu berbeda satu dengan yang lainnya.
Perbedaan ini tidak dilenyapkan oleh penyatuan keduanya, tetapi
ciri-ciri khusus masing-masing tabiat tetap dipelihara.”
Rumusan di atas adalah suatu contoh dari usaha para pemimpin
Gereja untuk memahami pribadi Yesus yang unik itu
sebagaimana dinyatakan dalam Alkitab Perjanjian Baru. Akan
tetapi, rumusan itu tidak dengan sendirinya menghilangkan
rahasia penjelmaan ini. Karena itu, kita dapat mengamini
kekaguman Paulus, misalnya, dalam kata-kata berikut ini:“Dan
sesungguhnya agunglah rahasia ibadah kita: “Dia, yang telah
menyatakan diri-Nya dalam rupa manusia .…” (1 Tim.3:16).
Jadi, apabila kita berbicara tentang kodrat ilahi dan manusiawi
Kristus, hal ini menunjuk kepada keadaan atau kenyataan-Nya.
Kalau kita berkata bahwa Yesus memiliki kodrat ilahi, yang kita
maksudkan ialah bahwa semua sifat atau ciri khas yang dapat
digunakan untuk menggambarkan Allah juga berlaku bagi Dia.
Dengan demikian, Ia adalah Allah dan bukan sekadar menyerupai
Allah, melainkan Allah sejati.
Apabila kita, mengatakan bahwa Yesus mempunyai kodrat
manusiawi, yang kita maksudkan adalah bahwa Ia bukanlah
Allah yang berpura-pura menjadi manusia, melainkan Ia adalah
Allah yang sejati. Ia bukan hanya Allah atau hanya manusia,
melainkan Ia adalah Allah “yang menjadi manusia dan diam
diantara kita” (Yoh. 1:14). Ia tidak menukar keilahian-Nya
dengan kemanusiaan. Ia malah mengambil keadaan manusia.
Artinya Ia menambah tabiat manusia pada tabiat Ilahi-Nya. Jadi,
dengan penjelmaan ini, Ia adalah Allah sejati dan manusia sejati.
Walaupun Yesus memiliki semua sifat atau ciri yang dimiliki
manusia termasuk ciri-ciri fisik atau jasmani, tetapi kita tak dapat
mengatakan bahwa pada hakikat-Nya yang terdalam, Ia adalah
manusia. Ia adalah pribadi Ilahi dengan kodrat manusia.
Kepribadian Ilahi itulah hakikat-Nya yang terdalam, karena itu
kita dapat menyembah Dia sebagai Allah yang patut disembah.
Jadi, dalam diri Yesus sebagai penjelmaan Allah, Ia menyatakan
keilahian yang sejati dan kemanusiaan sejati dalam satu pribadi.
Dalam Dia terdapat keterpaduan sifat-sifat, sehingga apa pun
yang kita katakan tentang Dia sesuai dengan apa yang dapat
dikatakan tentang Allah dan manusia.
Pertanyaan yang segera muncul adalah “Mengapa Allah
menjelma menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus?” Di atas
kita telah menyinggung bahwa tujuan kedatangan dan pelayanan
Yesus adalah untuk menyelamatkan manusia berdosa. Namun,
pertanyaan selanjutnya adalah “Mengapa untuk menyelamatkan
manusia berdosa, Allah harus menjelma menjadi manusia?”
Terhadap pertanyaan seperti ini, harus diakui bahwa kita tak
mungkin menjawabnya dengan tuntas dan memuaskan.
Sebagaimana Allah tak mungkin kita pahami secara sempurna,
begitu pula maksud-maksud-Nya tak terselami. Penjelasan
berikut ini, mungkin dapat menolong kita untuk membuka
sebagian dari selubung misteri Allah dan rencana-Nya.
Untuk dapat menjadi penyelamat atau Juruselamat manusia
berdosa dari hukuman dosanya, Ia harus dapat menanggung
penderitaan dan hukuman itu. Untuk tugas seperti itu,
Juruselamatnya haruslah juga manusia sejati.
Dibutuhkan Juruselamat yang menjadi korban yang tak bercacat.
Oleh karena semua manusia telah berdosa dan bercacat, Allah
sendirilah yang tak bercacat itu menjelma menjadi manusia agar
dapat berperan sebagai Juruselamat. Dosa selalu membawa
hukuman, ini adalah keadilan Allah. Namun, mengapa Ia sendiri
yang mau menanggung hukuman itu? Di sinilah hakikat Allah
yang terdalam, yakni bahwa Allah adalah kasih. Ia tak sekadar
memiliki kasih, tetapi merupakan kasih itu sendiri. Jadi, pada satu
sisi, Allah menjadi manusia untuk menjadi Juruselamat karena
keadilan-Nya, namun pada sisi yang lain karena kasih-Nya.
“Karena demikianlah Allah mengasihi isi dunia sehingga
diberikan-Nya anak-Nya yang tunggal itu….” (lih. Yoh. 3:16).
Di samping itu, penjelmaan Allah di dalam Yesus Kristus juga
hendak menyatakan Allah dalam segala keunggulan dan
keindahan-Nya yang tak ada bandingnya. Silakan Anda membaca
dan mengamati Yoh.14:7-11. Itulah sebabnya kita percaya bahwa
dalam Yesus Kristus penyataan Allah mencapai klimaks atau
puncaknya. Tak ada wujud penyataan diri Allah yang paling jelas
dan langsung melebihi penyataan-Nya dalam diri Yesus Kristus,
Allah penyelamat itu. Penyataan diri yang paling jelas dari
hakikat-Nya yang adalah kasih dan juga adil. Silakan Anda
mengamati Yoh. 15:13.
Di dalam penjelmaan, Tuhan Yesus menjadi teladan yang paling
sempurna mengenai hidup yang dikehendaki Allah. Dengan
demikian, sebagai makhluk pencari makna, kita dapat belajar dari
hidup Kristus bagaimana kita menjalani hidup kita secara
bermakna sesuai dengan kehendak Allah. Kehidupan Kristen,
yakni kehidupan mengikut Kristus yang menjadi teladan yang
sempurna.
Sebelum kita mengakhiri pembahasan tentang Allah Sang
Penyelamat, maka ada baiknya kita mengkaji kesaksian
Perjanjian Baru tentang makna atau arti keselamatan yang
dikerjakan Allah dalam Yesus Kristus. Konsep keselamatan
dalam Perjanjian Baru adalah khas Kristen dan mendapat tempat
yang sangat utama, kendatipun PB penuh dengan ajaran-ajaran
moral dan kehidupan Kristen. Harus diakui bahwa berbagai kitab
atau surat dalam PB menjelaskan keselamatan itu dengan istilah-
istilah yang bervariasi, akan tetapi ada kesamaan makna atau
pengertian. Keselamatan diungkapkan dengan istilah yang
bermacam-macam, misalnya hidup kekal, masuk atau mewarisi
Kerajaan Allah atau Kerajaan Surga, dan sebagainya. Apakah
makna atau arti keselamatan ini? Sayangnya Perjanjian Baru
bukan merupakan uraian yang sistematis dari konsep keselamatan
itu. Karena itu, uraian berikut ini hanyalah sekadar menangkap
secara ringkas makna yang mendasar dari konsep itu,
sebagaimana dimaksudkan baik oleh Yesus dalam Injil-injil
maupun dalam surat-surat para rasul.
Salah satu perkembangan makna keselamatan dibandingkan
dengan ajaran Perjanjian Lama adalah bahwa baik Yesus maupun
para rasul memberi arti yang lebih rohani dan universal kepada
konsep keselamatan itu. Artinya, meskipun keselamatan
mengandung juga aspek fisik, tetapi lebih-lebih aspek rohani
mendapat tekanan yang penting. Dengan demikian, keselamatan
menaruh perhatian terhadap manusia seutuhnya. Keselamatan
bukan hanya bagi satu bangsa saja tetapi bagi seluruh umat
manusia melampaui batas bangsa. Berkali- kali kita katakan di
atas bahwa Allah di dalam Yesus Kristus datang untuk
menyelamatkan manusia dari dosa-dosanya atau tepatnya dari
hukuman dosa. Apakah hukuman dosa yang paling nyata?
Bagaimana manusia diselamatkan? Hukuman dosa adalah maut,
kata Paulus (Rm. 6:23). Maut atau kematian di sini lebih bersifat
rohani, yakni keterasingan dari Allah, putus atau rusaknya
hubungan atau persekutuan manusia dengan Allah. Dalam
pengertian seperti itu, kita dapat memahami pengalaman Yesus
yang paling hebat dan mengerikan ketika dalam karya
penyelamatan-Nya Ia mengalami ditinggalkan oleh Allah, Bapa-
Nya. Di atas kayu salib Ia berseru “Allahku, Allahku, mengapa
Engkau meninggalkan Aku?” Dengan demikian, keselamatan
yang dikerjakan Allah pada dasarnya adalah restorasi
(pembaharuan, perbaikan) hubungan dengan Allah, suatu
pengalaman hubungan atau persekutuan yang benar dengan
Allah.
Oleh karena itu, di dalam Yesus Kristus kita yang percaya boleh
menyebut Allah itu Bapa, dalam arti kita memiliki hak untuk
menjadi anak-anak Allah, suatu kualitas hubungan yang intim
dengan Allah. Dalam hubungan itu, kita dapat memahami
mengapa Yesus mengajarkan murid-murid-Nya untuk berdoa dan
menyapa Allah itu: Bapa kami. Hidup kekal bukan saja suatu
keabadian, melainkan suatu kualitas hidup yang baru, yakni
pengalaman hubungan yang benar dan intim dengan Allah
melalui Yesus Kristus. Paulus kadang menyebutkan hidup yang
demikian sebagai hidup dalam Kristus, hidup dalam damai
sejahtera dengan Allah.
Dalam kaitan dengan penjelasan di atas, dapatlah kita pahami
bahwa keselamatan menurut PB khususnya dalam surat-surat
para rasul merupakan pengalaman yang sudah kita alami pada
masa kini, bukan hanya pada masa yang akan datang sesudah
kematian. Merupakan pengalaman masa kini, karena memang
keselamatan atau hidup kekal merupakan suatu kualitas hidup
baru, yakni hidup dalam hubungan dan persekutuan yang benar
dengan Allah. Akan tetapi, keselamatan juga mengandung aspek
masa depan, yakni bahwa penyempurnaan-Nya masih akan
terjadi di masa yang akan datang, ketika Yesus datang kembali
untuk menggenapkan dan menyempurnakan segala sesuatu.
Itulah sebabnya keselamatan mengandung aspek pengharapan
juga, meskipun ia telah merupakan pengalaman masa kini.
Silakan Anda mengamati dan menafsirkan Ef.2:4-9. Pekerjaan
Yesus menunjukkan lebih dari segi rohani saja, karena Yesus
memberi makan orang lapar, menyembuhkan orang sakit,
membebaskan orang yang dibelenggu oleh kuasa jahat, tetapi
juga membebaskan mereka yang tertindas dan sebagainya. Hal ini
berarti bahwa keselamatan dalam kekristenan adalah suatu yang
komprehensif atau menyeluruh, sama halnya Injil atau kabar baik
adalah kabar baik yang menyeluruh. Kita harus menolak
pembatasan keselamatan hanya sebagai yang spiritual saja. Ini
yang kita sebut despiritualisasi keselamatan. Bukan berarti bahwa
keselamatan tidak mempunyai dimensi spiritual, melainkan
menolak pembatasannya hanya pada dimensi yang spiritual
(Baum 1975, 202).
36
1. Implikasi Kepercayaan kepada Tuhan sebagai Pencipta
Allah tak hanya berdaulat atas hidup kita tetapi atas tujuan hidup
kita. Manusia adalah makhluk yang mencari tujuan dan makna
hidup, dan kita hanya dapat menemukan tujuan hidup kita dalam
Tuhan yang menciptakan kita. Tujuan hidup kita tak lain adalah
untuk memuliakan Allah (lih. Rm. 11:36). Di atas telah dibahas
bahwa agama berfungsi sebagai pemberi identitas, dan identitas
adalah sumber makna. Jadi, kalau kita hendak menemukan apa
makna hidup kita, di dalam Tuhan, pencipta yang berdaulat
menentukan tujuan hidup kita itulah, kita memeroleh makna dan
tujuan hidup kita. Hal ini penting ketika kita membahas masalah
karakter nanti. Untuk apa kita hidup berkarakter?
37
Ketiga, karena Allah Pencipta adalah juga pribadi, manusia
terpanggil untuk menjawab penyataan diri Allah dengan
memasuki hubungan yang bersifat pribadi dengan-Nya. Jadi,
pengetahuan saja tidak cukup, melainkan dibutuhkan hubungan
pribadi. Hubungan ini dipelihara dan dikembangkan melalui
ibadah dan ketaatan kepada-Nya. Kita terpanggil bukan saja
untuk mengetahui siapa Dia, melainkan untuk mengenal-Nya dan
mengenal dalam arti alkitabiah berarti masuk dalam hubungan
pribadi dengan-Nya (Groome 1980, 141).
iles.wordpress.com%2F2010%2F05%2Fimage_of_god_love.
38
Pertama, kepercayaan Kristen kepada Allah tidak terbatas kepada
Allah yang Mahakuasa, Agung, dan Hebat yang wajib kita
sembah tetapi juga kepada Allah sebagai Penyelamat menunjuk
kepada hakikat Allah yang adalah kasih. Allah tidak hanya
mengasihi tetapi Ia adalah kasih itu sendiri (lih. 1 Yohanes 4:8b).
Bacalah dengan teliti bagian Alkitab 1 Yoh. 4: 7-8 dan
bertanyalah kepada diri sendiri apa implikasinya bila seseorang
percaya kepada Allah yang adalah kasih. Percaya adalah suatu
respons manusia, dan percaya kepada Allah yang adalah kasih
berarti merespons kasih Allah dengan jalan mengasihi Allah
melalui kasih kita terhadap sesama manusia. Silakan Anda
menanya secara kritis dan sebebas-bebasnya mengenai Allah
adalah kasih!
40
apa implikasi bila orang percaya bahwa Allah membaharui hidup
manusia melalui Roh Kudus-Nya!
1. Agustinus
42
membuat kita tinggal dalam Tuhan dan Tuhan dalam kita.”
Identifikasi yang eksplisit dari Roh sebagai dasar kesatuan dari
Allah dan orang-orang percaya itu penting sebagaimana ia
menunjuk kepada ide Agustinus tentang Roh sebagai pemberi
komunitas/persekutuan. Roh adalah karunia ilahi yang mengikat
kita dengan Allah. Karenanya, ada hubungan dalam Allah
Tritunggal tersebut. Singkatnya, Agustinus ingin mengatakan
bahwa “Roh Kudus membuat kita tinggal dalam Allah, dan Allah
dalam kita. Tetapi, itu adalah akibat dari kasih. Karena Roh
Kudus adalah Allah yang adalah kasih”.
2. Karl Barth
Karena itu, ada hubungan yang langsung antara dua hal berikut.
Pertama, Allah yang menyatakan diri. Kedua, penyataan diri
sendiri dari Allah. Dalam bahasa teologi Trinitas hal ini berarti
Sang Bapa dinyatakan di dalam sang Anak. Lalu bagaimana
dengan Sang Roh Kudus? Di sinilah kita berhadapan dengan
aspek yang paling sulit dari doktrin Barth tentang
Trinitas/Tritunggal: ide tentang “revealedness” (hal dinyatakan).
Terjemahan dari konsep revealedness adalah sulit. Mungkin
harus menggunakan ilustrasi yang tidak dipakai oleh Barth
sendiri. Konsep tadi bisa dijelaskan dengan contoh sebagai
berikut. Bayangkanlah ada dua orang berjalan di luar Yerusalem
pada sekitar tahun 30 AD (sesudah Masehi). Mereka melihat tiga
orang yang disalibkan, dan mereka berhenti sejenak untuk
memandang ketiga orang itu. Orang pertama menunjuk kepada
sang tersalib yang di tengah, dan berkata: “ada seorang pelaku
kriminal yang sama yang disalibkan.” Namun orang kedua
menunjuk kepada tersalib yang di tengah dan berkata: “ada Anak
Allah yang rela mati untukku.” Jadi, ia mengatakan bahwa Yesus
Kristus adalah penyataan diri Allah tak ada artinya apa-apa pada
dirinya sendiri; harus ada semacam cara dengan mana Yesus
diakui sebagai penyataan diri Allah. Pengakuan akan penyataan
sebagai penyataan yang membentuk “ide revealedness.”
Lebih jujur bila kita katakan bahwa kita tak seluruhnya bisa
memahami misteri Tritunggal itu, meskipun sudah ada berbagai
upaya dilakukan oleh para teolog dari dulu sampai sekarang.
Bukankah sesungguhnya Allah walau sudah menyatakan diri
tetap saja merupakan misteri yang tak terselami dan tak tuntas
untuk dimengerti.
Bila ada orang percaya kepada Allah yang menyatakan diri dalam
Yesus Kristus, menurut Barth hal itu karena dinyatakan oleh
Allah sendiri melalui Roh Kudus karena pada dasarnya manusia
berdosa tak mempunyai kemampuan untuk melakukan hal itu.
Segala bentuk penjelasan tentang Tritunggal tak akan memuaskan
rasio manusia apalagi dalam dunia yang sangat mengagungkan
penalaran. Apa yang kita butuhkan adalah iman yang bukan
bertentangan dengan rasio melainkan iman yang melampaui rasio
kita. Setiap orang bukan saja berkewajiban memahami apa yang
dipercayai, tetapi itu juga merupakan hak untuk menjelaskan apa
yang dipercayai. Silakan Anda merumuskan dengan cara sendiri
bagaimana ajaran tentang Tritunggal itu Anda mengerti! Yang
jelas: Allah menyatakan diri-Nya secara amat kaya, baik sebagai
Bapa pencipta dan pemelihara, Anak sebagai penyelamat, dan
Roh Kudus sebagai pembaharu, dan semuanya menunjuk kepada
Allah yang sama dan satu.
46
spiritualisasi keselamatan dalam arti bahwa keselamatan yang
dikerjakan Kristus hanya terbatas pada keselamatan jiwa, maupun
pengertian bahwa keselamatan adalah pengalaman nanti di
seberang kematian.
48
itu sah-sah saja, karena memang setiap pihak berusaha memberi
jawaban dari perspektifnya masing-masing. Pada dasarnya
jawaban terhadap pertanyaan siapakah manusia akan membawa
dampak atau konsekuensi serius bagi berbagai aspek penting
terutama yang berkaitan dengan sikap dan perlakuan kita
terhadap sesama maupun diri sendiri. Misalnya, bila manusia
dianggap sebagai “makhluk ekonomis” yang menghasilkan
barang dan jasa, nilai manusia tergantung pada produktivitasnya.
Begitu pula, bila manusia diangap sebagai makhluk biologis,
perhatian utamanya adalah bagaimana memenuhi kebutuhan-
kebutuhan yang bersifat biologis dan kebutuhan-kebutuhan lain
dianggap tidak ada atau tidak penting.
Pada bab III ini, Anda diharapkan mencapai empat belas tujuan
pembelajaran. Adapun tujuan pembelajaran yang hendak dicapai
adalah (i) bersyukur kepada Tuhan yang telah mencipta,
menyelamatkan, memelihara dan membarui ciptaan-Nya; (ii)
bersikap rendah hati dan bergantung kepada Tuhan yang
diwujudkan antara lain dalam ibadah yang teratur; (iii)
menumbuhkembangkan sikap sabar, tangguh dan pembawa
damai; (iv) menunjukkan sikap hormat terhadap orang lain dalam
kepelbagaian agama, suku dan budaya;(v) bersikap peduli
terhadap sesama manusia; (vi) bersikap jujur dan adil dalam
kehidupan bermasyarakat; (vii) menganalisis ajaran Alkitab
tentang manusia sebagai ciptaan Imago Dei dan makhluk religius;
(viii) menganalisis ajaran Alkitab tentang manusia sebagai
makhluk sosial, rasional dan berbudaya; (ix) menerangkan
dengan contoh bahwa manusia adalah makhluk etis/moral
berdasarkan ajaran Alkitab; (x) menganalisis arti dosa baik
personal dan sosial berdasarkan ajaran Kristen; (xi) menalar hasil
penelaahan ajaran Alkitab tentang manusia sebagai ciptaan
Imago Dei dan makhluk religius; (xii) menyajikan hasil
penelaahan ajaran Alkitab tentang manusia sebagai makhluk
sosial, rasional dan berbudaya; (xiii) menggunakan hasil
penelaahan ajaran Alkitab tentang manusia sebagai makhluk
etis/moral; dan (xiv) mengkreasi peta konseptual dan/atau
operasional tentang dimensi dosa yang bersifat personal dan
sosial menurut ajaran Alkitab.
49
Sebelum kita membahas beberapa aspek penting dari hakikat
manusia berdasarkan kesaksian Alkitab, ada baiknya kita melihat
beberapa pernyataan modern tentang siapakah manusia itu.
Silakan Anda mengamati beberapa pandangan filsuf abad ke-20
tentang manusia dari buku-buku filsafat dan sumber belajar yang
lain! Hal ini penting karena karena kita hidup dalam konteks
kemodernan dan pandangan-pandangan yang berkembang sedikit
banyak memengaruhi pandangan kepercayaan. Kita hanya akan
melihat beberapa saja yang relevan. McDonald dalam bukunya
The Christian View of Man menyebutkan beberapa pemikiran
modern yang penting yang relevan dengan pengkajian kita
(McDonald 1981, 115). Berbagai pandangan yang relevan adalah
sebagai berikut:
1. Manusia Komunis
50
organ tambahan untuk menguasai alam. Manusia dalam proses
sampai pada suatu titik saat mereka bisa mengatakan sesuatu satu
terhadap yang lainnya. Manusia tiba pada eksistensi sebagai
makhluk sosial tergantung pada kerja sosialnya. Silakan Anda
mengamati dan menilai pandangan Marx yang menyatakan
manusia adalah “a lump of thinking matter”!
2. Manusia Humanis
51
Diskusikan dan sesudah itu bandingkanlah dengan pandangan
yang bersumber dari Alkitab! Amatilah di manakah posisi Tuhan
dalam pemahaman kedua pandangan di atas dalam hubungannya
dengan hakikat manusia?
52
kemakhlukkannya dan penciptaannya oleh Allah, tidak ada alasan
apa pun untuk mencarimakna hidup ini di luar diri sendiri atau
masyarakatnya.
ALLAH
Manusia
Rasional/Ber
Imagodei Sosial Etis
budaya
Dalam hal ini Marx konsisten, karena ia menolak keberadaan
Allah Pencipta, ia juga menolak mencari makna dan hakikat
manusia di luar diri manusia itu sendiri.
Dari berbagai arti yang ditawarkan oleh para ahli, arti yang paling
mendasar yakni: potensi/kemampuan manusia untuk
berhubungan atau merespons Allah, dan dalam arti ini manusia
adalah makhluk religius. Manusia diciptakan sebagai gambar
Allah berarti manusia diciptakan sedemikian rupa untuk menjadi
pihak lain yang diajak komunikasi oleh Allah (Allah menyatakan
diri dan kehendak-Nya serta menuntut responsnya). Kenyataan
bahwa Alkitab menyatakan bahwa Allah berfirman/memberi
perintah kepada manusia adalah bukti bahwa manusia dengan
satu dan lain cara dapat menyatakan hubungannya dengan Allah.
Penciptaan manusia sebagai gambar Allah memungkinkan
terjadinya sesuatu antara Allah dan manusia, yaitu makhluk yang
berhubungan dengan Allah dan kepada siapa Ia berfirman.
Silakan Anda mengamati dan menafsirkan Kej. 1:27! Lalu, Anda
diberi kesempatan untuk bertanya secara kritis setelah membaca
Kej. 1:27
http://metouganda.blogspot.com/
Sumber:
religius manusia yang
Implikasinya bagi memungkinkan fenomena agama
tanggung jawab selalu hadir dalam sejarah umat
manusia adalah bahwa manusia: fenomena agama selalu
manusia selalu hadir dalam kehidupan manusia
mendambakan relasinya dari dulu hingga sekarang.
dengan Allah atau yang Fenomena
dianggap Allah. Inilah
yang kita sebut orientasi agama bisa mengalami
kemerosotan, namun kesadaran
religius manusia dalam arti
54
Kesadaran akan adanya kodrat Ilahi di atas manusia dan tak
terbatas ini, mendorong manusia untuk selalu kagum, takjub, dan
rendah hati, yang mendorong manusia untuk beribadah kepada-
Nya.
55
yang dikenal dengan sosialisme. Pada sistem ini hak-hak dan
kebebasan individu harus tunduk kepada kepentingan kelompok
atau masyarakat. Persaingan ideologis seperti ini telah terjadi dan
dikenal dengan perang dingin. Meskipun perang dingin itu kini
telah berakhir dan kelihatannya sistem kemasyarakatan dan
ekonomi kapitalis tampak unggul, hal ini tidak berarti bahwa
pemutlakan dimensi individual manusia adalah suatu kebenaran
yang didukung oleh kekristenan. Bagaimanakah sesungguhnya
sikap Kristen yang bertanggung jawab dalam hal ini? Ajukanlah
beberapa pertanyaan kritis yang berkenaan dengan dampak
mengagungkan dan menomorsatukan dimensi sosial dari
kemanusiaan telah melahirkan sosialisme.
Manusia
Dorongan
untuk Doro
berinteraksi ngan
sosial untuk
belaja
r
ORANG LAIN
Manusia sebagai Mahluk Sosial
Sumber: http://aabied.wordpress.com/2010/10/14/hakikat-
manusia/
56
Ada ahli teologi bahkan yang mengatakan bahwa hanya dalam
hubungan dengan orang lain kita memahami dan menemukan
hakika tkita sebagai manusia. Hal ini membawa implikasi bahwa
manusia selamanya dan selalu berorientasi kepada sesamanya.
Manusia tak tahan dalam kesendirian. Orientasi kepada sesama
juga menyebabkan lahirnya berbagai pranata dan lembaga sosial
(misalnya keluarga, komunitas darilokal sampai internasional,
maupun pranata politik, ekonomi, dan lain-lain). Dengan kata
lain, lahirnya berbagai pranata sosial merupakan konsekuensi
logis dari penciptaan manusia sebagai makhluk sosial. Orientasi
kepada sesama manusia juga turut berperan dalam berbagai
tindakan religius dan pertimbangan serta pengambilan keputusan
etis. Itulah sebabnya orang tidak bisa beragama sendiri. Agama
selalu merupakan fenomena sosial, walaupun hubungan
seseorang dengan Tuhan, atau yang dianggap Tuhan sangat
bersifat pribadi.
58
dengan segenap akal budi” (lih. Mat.22:37-38). Jadi, potensi
rasional manusia dengan segala produk dan hasilnya, perlu
dipakai untuk mengasihi Allah juga. Tanpa itu, kita akan
berulang kali menyaksikan pemusnahan umat manusia dan
peradabannya seperti dalam pemboman Hiroshima dan Nagasaki
pada waktu yang lalu.
59
bertanggung jawab dan yang tidak bertanggung jawab. Kedua,
manusia mempunyai kebebasan etis yakni memilih secara bebas
dari alternatif di atas. Ketiga, manusia mempunyai
pertanggungjawaban etis, yakni bertanggung jawab atas
pilihannya.
Sumber: http://www.dreamstime.com/royalty-free- stock-images-
wrong-right-ethical-question-
Nya itu, sungguh amat baik….” Dari deskripsi tersebut kita juga
dapat menarik
60
kedua hukum kasih dengan satu hukum saja: kasih kepada Allah
melalui kasih kita kepada sesama dan alam ciptaan Tuhan. Tuhan
Yesus mengidentifikasikan dirinya dengan mereka yang
menderita, telanjang, sakit dan dalam penjara (lih. Mat. 25:31-
46). Rasul Yohanes malah mengatakan bahwa mereka yang
mengatakan mengasihi Allah tetapi membenci saudaranya
(sesamanya) adalah suatu kebohongan (lih. 1 Yoh. 4:20). Dalam
Perjanjian Lama, Nabi Mikha mengecam ibadah kepada Tuhan
yang tak disertai dengan berlaku adil terhadap sesama manusia.
Silakan Anda mengamati dan menafsirkan Mikha 6:1-8. Setelah
itu, ajukanlah beberapa pertanyaan kritis yang muncul!
62
Masyarakat mampu tetapi tidak membayar pajak, merupakan
salah satu bentuk dosa sosial yang dapat merusak tatanan
ekonomi negara. Sumber: poskotanews.com
Dalam kaitan itu, Baum (1975, 201) juga mencoba
mendeskripsikan dosa sosial dalam berbagai level atau tingkatan.
Tingkatan pertama dari dosa sosial terdiri atas kecenderungan-
kecenderungan yang tidak adil dan tidak manusiawi
(dehumanizing) yang terbangun dalam berbagai institusisosial,
politis, ekonomi, agamawi, yang merupakan perwujudan dari
kehidupan kolektif manusia. Pada saat kita melakukan pekerjaan
harian, kita memenuhi kewajiban-kewajiban kita, kecenderungan
yang destruktif yang terbangun dalam institusi kita, akan merusak
semakin banyak orang dan akhirnya menghancurkan
kemanusiaan kita. Kejahatan sosial ini bisa saja berjalan terus
tanpa benar-benar disadari. Konsekuensinya, butuh waktu yang
lama untuk disadari.
63
meyakinkan kita bahwa kejahatan yang kita buat adalah justru hal
yang baik untuk menjaga tujuan demi kesejahteraan bersama.
64
berdasarkan pemahaman Anda tentang karya penyelamatan Allah
dalam Yesus Kristus!
penggenapan dari
pengharapan eskatologis
melulu merupakan
tindakan dan karunia
Allah. Moltman justru
sebaliknya memberi
tempat kepada peranan
manusia untuk
mewujudkan
pengharapan eskatologis
Sumber:http://grannymountain.blog
spot.com/2010/0 7/future-past-or-
present.html
66
yang sangat canggih, namun rentan dipakai secara salah. Karena
itu, harus dipakai secara bertanggungjawab karena memang
manusia adalah juga makhluk etis. Namun dosa membuat
keagungan manusia ternodai, dan membawa dampak rusaknya
relasi dengan Tuhan, sesama, diri sendiri serta alam yang tampak
dalam berbagai patologi sosial dan alam. Kabar baiknya adalah
bahwa manusia dimungkinkan hidup dalam relasi yang
diperbaharui oleh karena penyelamatan Allah dalam Kristus dan
Roh Kudusnya. Sebagai makhluk yang mempunyai pengharapan,
pengharapan kepada Allah harus menjadi kekuatan penggerak
sejarah untuk mewujudkan apa yang diharapkan kini dan di sini
meski diakui tidak akan sempurna karena penyempurnaan adalah
karya dan anugerah Tuhan.
Setiap hari dan setiap saat dalam kehidupan yang sadar, kita
selalu dihadapkan dengan berbagai pilihan untuk melakukan atau
tidak melakukan sesuatu. Tentu saja pilihan-pilihan tersebut
terjadi dalam berbagai bidang kehidupan, seperti makan apa,
pakai apa, belajar apa, pergi ke mana dan sebagainya. Dari
berbagai pilihan tersebut, tidak semua pilihan berkaitan dengan
masalah etika, tetapi bisa jadi berkaitan dengan selera, kesukaan
dan atau yang lain. Tidak dapat disangkal bahwa banyak sekali
pilihan yang kita hadapi adalah pilihan-pilihan dalam bidang
etika yakni
69
Karena itulah, perlu pengkajian yang lebih saksama apa
sesungguhnya yang baik dan benar, dan bagaimana hal itu
terbangun dalam diri kita menjadi karakter. Karakter menjadi
sangat penting bukan saja bagi individu dan keluarganya, tetapi
juga bagi masyarakat dan bangsa. Bangsa yang kuat hanya
mungkin, bilamana karakter masyarakatnya juga kuat termasuk
pemimpinnya.
Dalam bab ini kita akan membahas hal-hal yang berkaitan dengan
etika dan moralitas, serta karakter kristiani. Sesudah mempelajari
bab ini Anda diharapkan mencapai beberapa tujuan pembelajaran.
Adapun tujuan pembelajaran yang hendak dicapai adalah (i)
mengembangkan sikap kasih kepada Tuhan sebagai Pencipta,
Penyelamat, Pemelihara dan Pembaru ciptaan-Nya; (ii)
menumbuhkembangkan sikap sabar, tangguh dan pembawa
damai; (iii) menunjukkan sikap hormat terhadap orang lain dalam
kepelbagaian agama, suku dan budaya; (iv) bersikap peduli
terhadap sesama manusia; (v) bersikap jujur dan adil dalam
kehidupan bermasyarakat; (vi) bersikap terbuka untuk bekerja
sama dengan semua pihak dalam rangka mendatangkan kebaikan
bersama; (vii) menjelaskan hubugan iman Kristen dengan
etika/moralitas dan karakter Kristiani; serta (viii) menyajikan
hasil telaah tentang hubungan iman Kristen dengan moralitas dan
karakter Kristiani.
Hal-hal yang dibahas dalam bab ini adalah pengertian etika dan
moralitas, teori-teori yang berkaitan dengan bagaimana orang
membangun nilai sebagai standar atau norma menilai perilaku
dan motivasi manusia, berbagai macam pengelompokkan etika
berdasarkan sumber normanya, hubungan antara pandangan
tentang manusia dan nilai moral, prinsip utama dalam etika
Kristen, dan keputusan etis dalam kasus yang bersifat dilematis.
Bagian kedua yang sama pentingnya adalah pengertian karakter,
hubungan karakter dan moralitas, dan elemen karakter (character
traits) yang perlu dibangun.
Kata ethos berarti kebiasaan atau adat dan tentu saja yang sesuai
kebiasaan dan adat dianggap baik. Sedangkan ‘ethos dan ‘ethikos
lebih berarti kesusilaan,
70
perasaan batin, atau kecenderungan hati yang menyertai
seseorang terdorong untuk melakukan suatu perbuatan (Verkuyl
1993, 15).
71
Apakah penilaian etis itu hanya sebatas perilaku yang kelihatan?
Bagaimana suatu tindakan yang kelihatannya baik tetapi didorong
oleh motivasi menginginkan pujian atau motivasi tersembunyi
yang bersifat egoistis? Masihkah kita menilai perilaku yang
kelihatan itu suatu hal yang baik jika akhirnya ketahuan bahwa
motivasinya hanya ingin mencari pujian atau mempunyai
kepentingan pribadi? Tentu saja tidak. Apa yang dinilai baik,
tidak sebatas terhadap perilaku yang kelihatan saja melainkan
juga motivasi yang mendorong perilaku itu harus dapat
dipertanggungjawabkan. Dalam kaitan ini, masih perlu dibedakan
lagi antara istilah baik dan benar sebab baik dan benar tidak
selalu berkonotasi etis. Misalnya dalam ungkapan bahwa “apel
ini masih baik” atau dalam ungkapan “2+2= 4 adalah benar”
keduanya tidak ada konotasi etis.
72
filsafat. Masing-masing sistem etika sudah tentu mempunyai
seperangkat penuntun (guidelines) untuk menilai tentang apa
yang baik atau jahat, yang benar atau yang salah, yang
bertanggungjawab atau sebaliknya.
Sumber: http://thepastwithanewoutfit.wordpress.co
m/2010/12/26/golden-rule/
73
1. Teori Teleologis
Kasus 1:
75
dan bertanya apakah ada orang Yahudi berdiam di tempat
tinggalnya? Ia dihadapkan dengan pertimbangan moral dan
harus membuat keputusan moral. Ia memilih untuk berbohong
meskipun ia ingat betul salah satu dari Dekalog (10 Perintah
yang merupakan acuan moral orang Kristen) adalah larangan:
Contoh Kasus 2:
76
berada dalam situasi dilematis. Contoh kasus ke-3 berikut ini
akan mencoba menolong Anda untuk melihat sisi lain dari
moralitas dan karakter.
Contoh Kasus 3:
77
Anda dapat menanya secara kritis prinsip apakah yang menuntun
keputusannya? Darimanakah prinsip itu ia dapatkan dan
kembangkan dalam hidupnya? Apa hubungan iman dan moralitas
serta karakter di sini? Topik etika dan moralitas yang dibahas di
atas selalu berkaitan dengan karakter kristiani karena
berhubungan dengan sifat/karakter individu dan komunitas yang
membentuknya. Di bawah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai
karakter tersebut.
people/
Mengapa kita melakukan hal yang kondisi mental dan
kita lakukan? Ini suatu pertanyaan psikologis kita. Kalau
penting dan kompleks. Pilihan- kita sedang stres, kita
pilihan kita tentang baik dan berbicara
buruk mempunyai sejumlah faktor dan bertindak lain
dibandingkan waktu kita
penyumbang: misalnya
78
tidak stres. Lingkungan sosial banyak berperan dalam keputusan
dan tindakan etis kita. Hubungan-hubungan masa lampau kita
juga bisa memengaruhi kita, begitu pula orang-orang sekitar kita
bisa memberi tekanan atau mendukung yang pada gilirannya
memengaruhi kita. Kadang kita juga mengatakan pikiran-pikiran
jahat selalu membisikkan kepada kita untuk melakukan sesuatu,
atau sebaliknya Tuhan mengatakan agar kita melakukannya
(Gill,2000:27).
Karakter adalah apa dan siapa kita tanpa orang lain melihat kita
atau tidak. Karakterku adalah orang macam apa saya (siapa saya).
Ada macam-macam karakter: fisik, emosional, intelektual, dll.
Yang terutama adalah karakter moral (moral character).
Mungkin, suatu latihan yang baik, kalau kita membayangkan apa
kata orang kelak pada saat penguburan kita. Bukan gelar, harta
yang mereka katakan tetapi karakter kita, bahwa kita seorang
yang murah hati suka menolong atau orang akan mengatakan kita
sangat pelit.
nilai-kristiani-3/
81
mengumpulkan informasi yang lain sebanyak-banyaknya dari
berbagai buku dan sumber belajar yang lain mengenai pengertian
kebajikan-kebajikan.
83
Pertanyaannya adalah apakah yang baik? Kebudayaan sangat
majemuk dan pendapat orang mengenai yang baik itu juga
kadang majemuk, walaupun ada tumpang tindihnya di sana sini.
Semua budaya mempunyai semacam bentuk “golden rule” (Ryan
dan Bohlin 1999, 6-7). Biasanya apa yang baik melampaui batas-
batas budaya dan bahkan batas-batas agama.
Hati kita adalah hakikat paling inti dari keberadaan kita, dari jiwa
kita, dan menjadi pusat yang mengontrol karakter kita. Hati
menjadi sumber mata air dari motivasi-motivasi dan perilaku kita.
Anda dapat melihat betapa dekat hubungannya dengan karakter
kita. Dalam membangun dan membangun kembali karakter kita,
hati kita harus terkait dengan hati baru, dan hidup baru yang
dijanjikan Allah.
Bagaimanakah pembangunannya? Inilah yang kita sebut
pendidikan karakter. Tanggungjawab siapakah pendidikan
karakter itu? Pertama, dari sudut pandang manapun, terutama
teologis, pendidikan karakter adalah tanggungjawab utama dan
pertama dari orang tua, karena setiap anak pada umumnya terlahir
dalam keluarga, dan dipercaya anak sebagai karunia Tuhan.
Karena itu, orang tua lah penanggungjawab utama untuk
pendidikan karakter bagi anak-anaknya.
http://ethicalframeworks.wikispaces
.com/
Ethical+Frameworks
Sumber:
sistem etika Islam, sistem etika
Hindu, sistem etika Buddha, atau
sistem etika filsafati seperti
utilitarianisme, positivisme dan
Berbicara tentang etika, sebagainya. Fokus tulisan ini adalah
yang akan dibicarakan etika Kristen. Etika Kristen yakni
adalah sistem etika yakni ilmu yang mempelajari norma-
sistem etika Kristen, norma atau
86
nilai-nilai yang digunakan oleh orang Kristen untuk menilai
tindakan dan motivasi manusia itu dapat dikatakan baik, benar,
dan bertanggungjawab atau sebaliknya. Untuk itu, acuannya
adalah kitab suci Alkitab yang dipercayai sebagai standar bagi
kepercayaan dan perilaku/motivasi orang Kristen. Apakah etika
Kristen itu masuk dalam kategori teleologis atau deontologis?
Atau keduanya? Apakah Alkitab langsung memberi hukum-
hukum dan aturan mana yang boleh dan mana yang tidak boleh?
Ataukah pernyataan Alkitab hanya memberi prinsip umum yang
harus diaktualisasikan dalam situasi yang konkret? Misalnya,
menghadapi masalah nilai kesetaraan gender, dari bagian
manakah nilai kesetaraan gender itu diambil? Tentu tidak ada
hukum kesetaraan gender, tetapi prinsipnya ada yakni bahwa
manusia diciptakan oleh Tuhan menurut gambar-Nya dan mereka
diciptakan sebagai laki-laki dan perempuan. Karena keduanya
diciptakan segambar dengan khaliknya, manusia laki-laki
maupun perempuan setara dan sederajat, jadi ada kesetaraan
gender (equality=kesamaderajatan manusia laki-laki dan
perempuan). Kesetaraan dalam harkat, martbat dan hak-hak
paling asasi, dan tidak dimaksudkan setara atau sama dalam
segala fungsi. Laki-laki tentu tidak bisa mengandung dan
melahirkan, mengandung dan melahirkan adalah kodrat
perempuan dan tidak ada kaitannya dengan perbedaan derajat.
Dekalog/sepuluh perintah Tuhan memuat larangan-larangan dan
bisa dianggap sebagai hukum-hukum. Kalau dibaca dari kaca
mata Perjanjian Baru, dekalog tetap merupakan acuan moral dan
karakter orang percaya. Walaupun Tuhan Yesus
memperbaharuinya dengan mengatakan bahwa hanya ada satu
hukum utama yakni hukum kasih, baik kasih kepada Allah dan
dan kasih kepada sesama manusia (atau lebih akurat dikatakan:
kasih kepada Allah melalui kasih kepada sesama dan
pemeliharaan terhadap ciptaan Allah). Inilah jiwa dari sepuluh
hukum dalam dekalog tersebut. Tanpa kasih, ketaatan terhadap
kesepuluh hukum itu akan kehilangan roh dan justru bisa
mengorbankan esensinya yakni kasih.
1. Etika Teologis
Bagi sistem etika Kristen, acuan utamanya adalah pada tokoh dan
teladan Kristus sendiri, melalui ajaran-ajaran-Nya terutama
melalui contoh kehidupan-Nya. Karakter yang ideal sesuai
kehendak Allah terwujud dan tercermin dalam keseluruhan
hidup-Nya. Jadi, apa yang sudah dijelaskan di atas, tidak ada
etika Kristen dan karakter Kristen kalau tidak dikaitkan dengan
Yesus Kristus baik melalui ajaran-Nya dan teladan-Nya.
2. Etika Filsafati
Agama tanpa dimensi etis, moral, dan karakter, hampir tidak ada
fungsi yang signifikan bagi kemanusiaan dan dunia ciptaan
Tuhan. Agama mungkin hanya berfungsi memberi penghiburan
di kala duka, dan pengharapan di kala putus asa sambil
menggiring orang masuk surga. Pada bab ini, secara agak panjang
lebar telah dibahas etika, moral, dan karakter serta kaitannya
dengan iman Kristiani. Walau etika sebagai ilmu mempelajari
prinsip-prinsip dan bagaimana prinsip-prinsip tersebut dibangun,
etika juga kurang berguna bila suatu sistem etika tidak memberi
seperangkat penuntun untuk bertindak konkret. Etika Kristen
sebagai suatu sistem memang menjadi seperangkat penuntun
untuk bertindak secara moral di tengah-tengah nilai-nilai yang
bertabrakan di sana sini yang membuat manusia bingung. Sudah
tentu etika Kristen bukan satu-
89
satunya penuntun yang berlaku di masyarakat karena masing-
masing sistem etika menawarkan penuntun. Meski sumber
penuntun moral itu adalah Alkitab, dan tersebar di mana-mana,
ada prinsip utama yang menjadi Kaidah Kencananya, yakni yang
terdapat dalam Hukum Kasih: kasih kepada Allah melalui kasih
kepada sesama dan alam ciptaan Tuhan. Bisa juga sumber
penuntun moral diambil dari kata-kata Tuhan Yesus:
sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu,
perbuatlah juga demikian kepada mereka. Pada akhirnya etika
dan moralitas harus menunjukkan kebajikan-kebajikan (virtues)
yang kemudian melalui pendidikan membangun karakter
kebajikan-kebajikan tersebut terjalin dengan pengalaman
keseharian kita. Itulah karakter yang baik, sehingga tujuan
pendidikan semula untuk menjadi naradidik “smart and good”
menjadi suatu kenyataan yang pada gilirannya menyumbang
untuk menjadikan bangsa dan masyarakat ini berkarakter.
Sumber: http://www.blogs.hss.ed.ac.uk/science-and-religion/
Kita hidup pada zaman kemajuan ilmu pengetahuan dan dalam
banyak hal persoalan-persoalan manusia banyak teratasi
walaupun masalah-masalah baru terus bermunculan. Kemajuan
ilmu pengetahuan juga membawa dampak bagi kehidupan
manusia termasuk kehidupan beragamanya. Beberapa negara
barat, yang dibangun atas dasar industri, atas dasar kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi, mengalami kemerosotan dalam
hal kehidupan beragama. Manusia cenderung sulit mengambil
sikap yang tepat dalam kaitan antara imannya dan ilmu
pengetahuan yang sangat maju.
Kita juga hidup dalam suatu dunia saat teknologi telah mencapai
kemajuan yang tidak terbayangkan dalam berbagai bidang
terutama teknologi komunikasi. Sudah banyak dampaknya baik
yang lebih memanusiakan manusia, maupun yang kurang atau
tidak memanusiakan manusia.
91
Seni adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan
manusia termasuk kehidupan agamawinya. Ada pengaruh timbal
baliknya di antara keduanya.
92
ternyata berbeda dengan deskripsi Kitab Suci. Singkatnya,
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat menjadi
ancaman bagi kehidupan beragama.
bagaimanakah di antara
keduanya yang
Sumber:
http://www.google.com/iFreligio
n- and-
science.jpg&imgrefurl=d
dapat dipertanggungjawabkan? mempertanyakan eksistensi
Tuhan dan kebenaran dari apa
Tantangan dari kemajuan ilmu yang dianggap penyataan Ilahi
pengetahuan dan teknologi dalam kitab-kitab suci
belum begitu terasa di keagamaan. Hal ini tidak berarti
Indonesia. Karena ideologi bahwa secara individual orang
Pancasila mengasumsikan
semua orang percaya kepada tidak secara kritis
Tuhan, secara publik jarang ada mempertanyakan dasar iman
orang mereka. Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional juga secara tegas merumuskan tujuan
pendidikan nasional pertama-tama untuk meningkatkan keimanan
dan ketakwaan kepada Tuhan, dan juga memajukan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
93
1. Dominasi Iman/Agama terhadap llmu Pengetahuan/Sains
95
Dari dua sifat hubungan di atas, dapat dikatakan bahwa keduanya
kurang sehat baik untuk agama dan iman maupun untuk ilmu
pengetahuan.
a. Pertentangan (conflict)
Amati dan nilailah apa yang akan terjadi pada tipologi hubungan
iman dan ilmu yang pertama, yakni pertentangan. Pertentangan
ialah hubungan yang bertentangan (conflicting), dan dalam kasus
yang ekstrem mungkin bahkan bermusuhan (hostile). Barbour
menunjukkan bahwa contoh historis dari konflik ini adalah kasus
Galileo. Lebih jauh dia katakan bahwa pada satu sisi mereka yang
menganut Materialisme Ilmiah (pada pihak ilmu pengetahuan)
berada pada pertentangan yang tidak terdamaikan dengan mereka
dari pihak agama/iman yang menganut Literalisme Alkitabiah.
Baik Materialisme IImiah dan Literalisme Alkitabiah percaya
bahwa ada konflik yang serius antara ilmu pengetahuan masa kini
dengan kepercayaan-kepercayaan agamawi klasik. Keduanya
mencari pengetahuan dengan fondasi yang pasti: pada satu sisi
berdasarkan pada data logika dan indrawi, sedang pada sisi yang
lainnya berdasarkan pada kitab suci yang tidak ada salahnya
(infallible scripture). Keduanya mengklaim bahwa baik ilmu
pengetahuan maupun teologi membuat pernyataan-pernyataan
yang bertentangan tentang hal yang sama, misalnya sejarah dari
alam ini, dan seseorang harus memilih salah satunya. Menurut
Barbour, keduanya justru mewakili penyalahgunaan ilmu
pengetahuan. Penganut Materialisme Ilmiah mulai dengan ilmu
pengetahuan tetapi kemudian berakhir dengan membuat klaim-
klaim filosofis yang luas. Sebaliknya, penganut Literalisme
alkitabiah bergerak dari teologi lalu membuat klaim-klaim
tentang hal-hal yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan.
Kedua aliran/kubu kurang memberi penghargaan yang memadai
kepada perbedaan-perbedaan kedua disiplin ilmu itu.
96
b. Perpisahan (independence)
Amati dan nilailah apa yang akan terjadi pada tipe hubungan
iman dan ilmu yang kedua, yakni perpisahan. Perpisahan berarti
ilmu dan agama berjalan sendiri-sendiri dengan bidang garapan,
cara, dan tujuannya masing-masing tanpa saling mengganggu
atau mempedulikan. Ini salah satu cara untuk menghindari
konflik atau saling menyalahkan. Masing-masing mempunyai
bidang yang berbeda, dan dengan metode yang khas yang dapat
dibenarkan atas dasar terminologinya sendiri-sendiri. Pendukung
dari pandangan ini berpendapat bahwa ada dua yuridiksi
(otoritas) dan tiap pihak tidak boleh campur urusan pihak yang
lain, melainkan berurusan dengan urusannya sendiri. Setiap cara
inkuiri (penelitian) bersifat selektif dan mempunyai keterbatasan.
Perpisahan yang tajam ini dimotivasi atau didorong bukan saja
oleh keinginan untuk menghindari konflik yang tidak perlu,
melainkan oleh keinginan untuk setia kepada sifat yang berbeda
dari setiap bidang kehidupan dan pemikiran. Beberapa ahli
bahkan berpendapat bahwa ilmu dan agama mempunyai
perspektif yang berbeda atas bidang yang sama, ketimbang
bidang penelitian yang berbeda. Apakah ini cara terbaik untuk
melihat hubungan keduanya? Pada satu sisi tampaknya cara ini
agak aman, namun bagaimanakah seorang ilmuwan yang juga
adalah seorang beriman? Mungkinkah cara ini berfungsi?
c. Perbincangan (dialogue)
Amati dan nilailah apa yang akan terjadi pada tipologi hubungan
iman dan ilmu yang ketiga, yakni perbincangan. Perbincangan
ialah hubungan yang saling terbuka dan saling menghormati,
karena kedua belah pihak ingin memahami perbedaan dan
persamaan antara keduanya. Dalam kategori ini pun ada berbagai
kelompok pendapat yang masih ada perbedaan di sana sini. Ada
banyak tokoh baik bidang ilmu pengetahuan maupun teologi yang
menjadi pendukung dari tipe ini. Salah satu argumen dari tipe ini
menurut Barbour ialah adanya kesejajaran metodologis dalam
kedua disiplin ini: ilmu pengetahuan dan teologi/iman. Sebelum
tahun 1950-an, ada pembedaan yang tajam antara sifat dan
metode ilmu pengetahuan dan teologi. Ilmu pengetahuan
dikatakan bersifat objektif, yang berarti bahwa teori-teorinya
divalidasi dengan kriteria yang jelas, diuji oleh persetujuan data
yang tidak dapat dibantah dan bebas teori/nilai. Baik kriteria
maupun data ilmu pengetahuan diakui tidak tergantung pada
subjek individual, dan tidak dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh
budaya. Pada sisi yang lain menurut pendapat itu, agama atau
teologi bersifat subjektif karena ada keterlibatan
97
pribadi di dalamnya. Sesudah tahun 1950-an, kontras atau
perbedaan yang tajam ini secara berangsur-angsur dipertanyakan.
Ilmu pengetahuan tidak seluruhnya objektif, agama tidak
seluruhnya subjektif sebagaimana diduga sebelumnya. Memang
ada perbedaan-perbedaan dalam tekanan di antara kedua bidang
ini, tetapi perbedaannya tidak semutlak seperti yang diduga.
Data-data ilmiah didasarkan pada teori/anggapandan bukan bebas
nilai. Asumsi- asumsi teoretis ikut bermain dalam menyeleksi,
melaporkan, dan menafsirkan apa yang dianggap sebagai data.
Lebih lagi, teori-teori tidaklah lahir dari analisis data yang logis,
melainkan melalui tindakan imajinasi kreatif kadang-kadang
analogi dan model-model memainkan peranan. Model-model
konseptual menolong kita membayangkan apa yang tidak dapat
diamati secara langsung.
Pada sisi yang lain, banyak dari ciri-ciri ini juga dapat ditemukan
dalam agama khususnya dalam berteologi. Kalau data agama
termasuk pengalaman agamawi, ritus- ritus, dan teks kitab suci,
data-data seperti itu bahkan lebih dipengaruhi oleh interpretasi
konseptual. Bahasa-bahasa agamawi juga penuh dengan
metafora-metafora dan model-model. Sudah jelas bahwa
kepercayaan religius tidaklah tunduk terhadap pengujian empiris
yang ketat, namun dapat didekati dengan semangat yang sama
yang terdapat di dalam penelitian ilmu pengetahuan. Kriteria
ilmiah mengenai koherensi, menyeluruh, dan kegunaannya
mempunyai kesejajaran dalam pemikiran agamawi.
d. Perpaduan (Integration)
Amati dan nilailah apa yang akan terjadi pada tipe hubungan
iman dan ilmu yang keempat, yakni perpaduan. Beberapa penulis
berpendapat bahwa semacam integrasi antara ilmu dan
iman/agama adalah mungkin. Ada tiga versi yang berbeda dari
integrasi menurut Ian Barbour. Yang pertama, dalam teologi
natural (alamiah), diklaim bahwa eksistensi Allah dapat
disimpulkan dari bukti-bukti rancangan dalam alam. Bahwa alam
sedemikian teratur menunjukkan adanya suatu perancang di
baliknya. Ia tidak mungkin terjadi dengan sendirinya. Ilmu
pengetahuan menolong kita untuk lebih menyadarinya. Yang
kedua, dalam teologi tentang alam, sumber utama dari teologi
terletak di luar ilmu pengetahuan, namun teori-teori ilmiah dapat
memengaruhi perumusan ulang dari doktrin- doktrin tertentu
dalam agama, khususnya doktrin tentang penciptaan dan hakikat
manusia. Yang ketiga, dalam sintesa sistematis, baik ilmu
maupun agama, menyumbang untuk pengembangan dari suatu
metafisik yang inklusif, seperti dalam filsafat proses.
Pada satu sisi, ada yang sangat positif dan menganggap teknologi
sebagai pembebas, tetapi sebaliknya ada juga yang sangat pesimis
dan menganggap teknologi sebagai ancaman. Ada juga yang
berada di jalan tengah dan sangat berhati-hati dalam merespons
teknologi modern. Kita akan menggali pandangan-pandangan
tersebut dalam bagian berikut ini. Ada tiga respons terhadap
teknologi, menurut Ian Barbour (Barbour 1993:4-21).
111
Pertama, standar kehidupan yang lebih tinggi. Obat-obat baru,
perhatian medis yang lebih baik, sanitasi dan nutrisi yang
meningkat telah meningkatkan masa/lama kehidupan manusia
lebih dari dua kali di negara-negara industri sepanjang abad yang
lalu. Mesin-mesin, misalnya, telah membebaskan manusia dari
pekerjaan berat yang menghabiskan waktu dan energi. Kemajuan
materiil berarti pula pembebasan manusia dari tirani alam. Impian
kuno untuk hidup bebas dari kelaparan maupun penyakit sedang
mulai terealisasi melalui teknologi. Jadi, banyak orang di negara-
negara sedang berkembang kini berpaling kepada teknologi
sebagai sumber pengharapan yang utama. Produktivitas dan
pertumbuhan ekonomi akhirnya akan membawa manfaat bagi
setiap orang.
Pertama, uniformitas
(keseragaman) dalam
masyarakat yang bersifat
massal. Produksi besar-
besaran menuntut adanya
hasil yang distandarkan,
dan media massa
cenderung menghasilkan
budaya nasional yang
seragam. Individualitas
hilang dan perbedaan-
perbedaan lokal atau
regional dihilangkan
dalam
keseragaman
industrialisasi.
Ketidakmampuan
menyesuaikan diri
dianggap tidak efisien,
sehingga pekerja yang
bisa bekerja sama diberi
115
hadiah.Identitas individu ditentukan oleh peranannya dalam
organisasi.
116
gejala umum dari pekerja-pekerja di mana saja termasuk dalam
negara kapitalis. Dalam kaitan ini, kita catat seorang filsuf
Perancis yang sangat keras memberi kritik terhadap teknologi
yakni Jacques Ellul. Menurutnya, teknologi adalah suatu
kekuatan yang otonom dan tidak dapat dikontrol yang
merendahkan martabat manusia siapa saja yang disentuhnya.
“Tehnique” suatu istilah yang luas yang dipakai Ellul untuk
merujuk kepada mentalitas dan struktur teknologis yang meresapi
bukan saja proses industri, melainkan juga kehidupan sosial,
politik, dan ekonomi pun telah dipengaruhi olehnya. Efisiensi dan
organisasi diterapkan dalam semua aktivitas.
http://rido_prasojo2403.blog.ug
m.ac.i d/2011/10/19/teknologi-
yang-semakin-maju/
118
sangat menentukan perkembangan teknologi yakni para pembuat
keputusan dalam perusahaan-perusahaan besar (Trans-National
Corporations) dan pemerintah. Karena itu, merekalah yang
paling bertanggung jawab untuk apa teknologi dikembangkan.
Dalam sistem pemerintahan yang demokratis, kita dapat berharap
bahwa keputusan politis yang dibuat oleh para birokrat dapat
sungguh-sungguh memerhatikan kepentingan rakyat banyak dan
bukan hanya kepentingan perusahaan-perusahaan besar. Dengan
perkataan lain, sesungguhnya rakyatlah yang harus mengontrol
teknologi macam apa yang dikembangkan dan untuk tujuan apa
dikembangkan. Sayangnya, kerja sama antara penguasa ekonomi
yakni perusahaan-perusahaan besar dan birokrat telah begitu kuat
dan saling menguntungkan sehingga tak bisa lagi dikontrol oleh
rakyat. Karena itu, kepentingan rakyat banyak sulit dijamin dalam
pengembangan teknologi modern.
MENCIPTAKAN KERUKUNAN
ANTARUMAT BERAGAMA
122
Indonesia adalah sebuah bangsa yang masyarakatnya sangat
majemuk, demikian pula agamanya. Indonesia sangat potensial
untuk terpecah-belah. Pancasila sebagai ideologi negara dan
sekaligus sebagai “payung” mengabsahkan bahwa benarlah
bangsa ini sebuah keluarga besar. Permasalahan-permasalahan
yang muncul di dalam masyarakat mestinya merupakan persoalan
bersama. Demikian juga, segala sesuatu yang telah dicapai
haruslah dilihat sebagai hasil bersama. Tidak ada satu golongan
agama pun yang merasa dirinya lebih berjasa dalam membangun
bangsa Indonesia. Ketegangan akan terjadi apabila satu golongan
agama mementingkan kepentingan golongannya sendiri dan
mengabaikan golongan-golongan lainnya.
Sumber: blog.uad.ac.id
Kerukunan yang kita kehendaki adalah kerukunan yang autentik
dan dinamis (Darmaputera 2011, 105). Kerukunan yang autentik
adalah kerukunan yang lahir dari penghayatan iman masing-
masing. Kerukunan yang dinamis adalah kerukunan yang secara
aktif dan kreatif berjalan bersama mengupayakan kesepakatan-
kesepakatan baru. Selain itu, kerukunan yang kita kehendaki
adalah kerukunan yang berada dalam interaksi yang seimbang
dengan kebebasan. Kerukunan dan kebebasan saling menghidupi.
Hanya bila ada kerukunan, kebebasan terpelihara. Hanya dalam
kebebasan, ada kerukunan yang sejati. Kerukunan beragama dan
kebebasan beragama dalam arti kebebasan untuk memeluk,
menyiarkan, dan berpindah agama perlu diperjuangkan bersama-
sama. Ukuran bagi kedewasaan kita beragama dan kesiapan kita
untuk menyambut positif kepelbagaian agama-agama adalah
kemampuan untuk menciptakan kerukunan di samping
penghormatan terhadap kebebasan agama (Ngelow 1993, 73).
Kerukunan tidak dikorbankan untuk kebebasan, dan sebaliknya
kebebasan tidak dikorbankan untuk kerukunan. Kerukunan yang
kita kehendaki adalah kerukunan yang tidak mengurangi atau
membatasi, melainkan malah justru mengembangkan kebebasan
beragama di tanah air kita. Artinya harus dalam keseimbangan
yang dinamis, kebebasan tidak merusak kerukunan dan
sebaliknya kerukunan tidak mematikan kebebasan. Silakan Anda
amati dan analisis dampak positif konsep kerukunan yang kita
kehendaki!
124
Kerukunan yang tidak kita kehendaki adalah kerukunan hanya
dipahami sebagai keadaan tanpa konflik. Konflik tidak dengan
sendirinya buruk. Misalnya konflik antara Yesus dan Orang
Farisi, Paulus dan Petrus, Elia dan Ahab dan lain- lain. Tentu saja
benar yang dinasihatkan Paulus, “sedapat-dapatnya, kalau hal itu
bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua
orang” (Rm.12:8). Kerukunan harus dilandaskan pada kebenaran,
dan tidak boleh dipakai sebagai alasan untuk menindas
kebenaran. Kerukunan sejati terjadi ketika semua pihak dalam
interaksi intens terus mencari pemahaman kebenaran yang lebih
tinggi. Dalam proses itu, bisa terjadi perbedaan yang tajam,
bahkan ketegangan, namun tidak perlu merusak kerukunan
selama segala sesuatu bisa dan boleh dibicarakan dengan terbuka,
bukan basi-basi dalam semangat, terus- menerus berusaha
mencapai kesepakatan yang lebih maju.
126
Dialog antarumat beragama di Indonesia mulai mendapat
perhatian sejak tahun 1960-an, khususnya setelah berdirinya Orde
Baru. Musyawarah kerukunan beragama yang diprakarsai oleh
Departemen Agama telah berlangsung pada tahun 1967.
Kemudian berbagai pertemuan di tingkat pemuka agama
berlangsung di banyak daerah, sekitar masalah kerukunan dan
toleransi beragama. Mukti Ali, semasa menjabat Menteri Agama,
paling gencar mengupayakan terciptanya dialog antarumat
beragama (Sitompul 2006, 8). Semboyannya yang terkenal ialah
“dialog dan bukan apolog”
128
mesin produksi. Oleh banyak orang, keprihatinan sosial ini
dimasukkan ke dalam dialog karya. Kelihatannya, tahap dialog di
Indonesia baru bersifat tukar pikiran terutama di kalangan pejabat
dan intelektual. Dari situ, baru ada ajakan agar melakukan dialog
karya sebagai sesuatu yang lebih konkret daripada dialog yang
bersifat tukar pikiran.
Akibat dari sikap melihat agama sebagai tujuan itu tragis. Ada
keluarga yang pecah karena agama. Orang saling membenci,
bahkan saling membunuh karena agama. Tragis dan ironis karena
semua agama mengajarkan belas kasih dan kasih sayang. Karena
penganut- penganutnya memutlakkan agama sendiri sebagai
tujuan, agama lalu berwajah seram.
Anda tidak percaya bahwa agama itu relatif, tidak mutlak? Dalam
percakapan dengan perempuan Samaria, Yesus berkata,
”Percayalah kepada- Ku, hai perempuan, saatnya akan tiba,
bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan
bukan juga di Yerusalem” (Yoh. 4:21). Lalu ayat 24, “Allah itu
roh dan barang siapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya
dalam roh dan
Dalam Kisah Para Rasul 10, ada sebuah kisah yang amat menarik
tentang bagaimana Tuhan mendidik Petrus agar ia lebih terbuka
terhadap orang yang berbeda agama dan kritis terhadap ajaran
agamanya sendiri. Petrus diperintahkan oleh Tuhan untuk pergi
bahkan bermalam di rumah Kornelius, seorang perwira tentara
Roma, yang baik tetapi menurut ajaran agama
131
dikategorikan sebagai kafir. Petrus tentu saja amat ragu-ragu
untuk melaksanakan perintah ini. Berkunjung, apalagi bermalam
di rumah dan kemudian makan bersama-sama dengan orang kafir
adalah haram. Sampai tiga kali, Tuhan harus mempersiapkan
Petrus, supaya hatinya lebih terbuka. Tiga kali Tuhan
menurunkan dari langit, benda berbentuk kain lebar yang isinya
adalah binatang-binatang yang halal dan haram. Dua kali Petrus
disuruh makan, Petrus menolak. “Tidak Tuhan, tidak, sebab aku
belum pernah makan sesuatu yang haram dan yang tidak tahir”
(ay. 14). Tetapi apa kata Tuhan? “Apa yang dinyatakan halal oleh
Allah, tidak boleh engkau nyatakan haram” (ay. 15). Menurut
aturan agama, Kornelius itu kafir, haram dan najis. Pada ayat 28,
Petrus mengatakan begitu kepada Kornelius, “Kamu tahu, betapa
kerasnya larangan bagi seorang Yahudi untuk bergaul dengan
orang-orang yang bukan Yahudi atau masuk ke rumah mereka.
Allah telah menunjukkan kepadaku, bahwa aku tidak boleh
menyebut orang najis atau tidak tahir.”
Dasar yang pertama adalah apa yang kita baca terutama dalam
Kitab Kejadian pasal 1-11, tetapi juga dalam banyak bagian-
bagian Alkitab yang lain, yaitu pengakuan iman bahwa Allah
adalah Pencipta alam semesta dan bahwa manusia adalah
makhluk ciptaan-Nya. Bagi banyak orang, pokok pengakuan ini
akan terdengar sangat biasa saja. Kesan “biasa” ini didapatkan
karena kita selalu menghubungkan pokok penciptaan dengan
masalah adanya Allah dan bagaimana manusia harus hidup di
hadapan Allah, bukan dengan masalah kerukunan antarumat
beragama dan kebersamaan manusia sebagai sesama ciptaan
Allah. Dalam konteks percakapan mengenai kerukunan antarumat
beragama, kita memerlukan perspektif baru yang khas Indonesia,
yang bisa menyoroti pokok penciptaan secara baru pula. Dalam
kerangka ini, penting sekali bagi kita untuk menyadari bahwa
“Adam” bukanlah sekadar nama dari manusia pertama. Memang
dalam Kejadian 4:25 “Adam” adalah nama orang, akan tetapi
sebelum itu “Adam” selalu berarti “Manusia.”
135
Dalam Kejadian
1:26-28 manusia
disebut “gambar
Allah.”Biasanya, orang
memulai
pendekatan
terhadap “gambar
Allah” secara
keliru, yaitu
mulai
mempertanyakan
apakah yang
dimaksud bahwa
manusia adalah
gambar Allah?
136
yang berada di belakang Kitab-kitab Kejadian, Ayub, Amsal,
Pengkhotbah dan juga sebagian Mazmur memuat pelbagai
macam himbauan mengenai apa yang harus dibuat oleh manusia
untuk menerima kefanaannya. Namun, itu sekaligus juga
membuat hidup manusia yang singkat ini menjadi berharga.
Dalam tradisi ini, pergumulan universal manusia sebagai
makhluk dari darah dan daging, yang meliputi harapan dan
sukacita, tetapi juga amat menonjolkan kekecewaan dan
keputusasaannya. Kefanaan manusia dan kerinduan manusia
untuk imortalitas merupakan masalah fundamental bagi agama-
agama. Oleh karena itu, pokok mengenai manusia sebagai
“daging” dapat menjadi dasar untuk pemahaman yang membantu
memotivasi kerukunan antarumat beragama.
139
Setiap umat beragama, tentu saja, akan menganggap agama yang
dianutnya sebagai agama yang benar. Ini tidak bisa disalahkan.
Bahkan seharusnya begitu. Agama adalah soal kepercayaan
sehingga orang itu tidak layak ragu-ragu terhadap agama yang
dianutnya.
Hal yang dikemukakan terakhir ini tidak akan menjadi soal besar
andaikata agama yang diturunkan Tuhan hanya satu. Dengan kata
lain, andaikata Tuhan menyatakan diri atau kehendak-Nya hanya
melalui satu saluran saja. Dalam kenyataannya tidaklah demikian.
Ada sekian banyak agama yang kita kenal. Hebatnya lagi, agama-
agama itu selalu mengajarkan hal-hal luhur, walaupun
kenyataannya para penganut agama sering membelokkan ajaran-
ajaran agama demi tujuan mereka sendiri. Hal inilah yang
menyebabkan agama-agama dicemarkan, bahkan tidak jarang
mendapat cap yang tidak mengenakkan. Misalnya, Karl Marx,
yang memandang agama sebagai candu bagi masyarakat.
G.E. Lessing, seorang filsuf dan teolog yang hidup pada abad
XVIII di Jerman, juga dihantui pertanyaaan seperti itu
(Yewangoe 2002, 17). Dalam sebuah drama yang berjudul
Nathan, der Weise, ia mencoba menguraikan pendapatnya.
Konon hiduplah seorang ayah yang mempunyai tiga orang putra.
Ketiga-tiganya dikasihi. Tidak ada dari ketiganya yang lebih
dikasihi dibanding yang lain. Sebelum meninggal si ayah
bermaksud mewariskan sesuatu yang paling berharga bagi ketiga
anaknya. Apakah yang paling berharga yang dimiliki sang ayah?
Ternyata ia memiliki sebuah cincin yang sangat indah dan mahal.
Kalau cincin itu hanya diberikan kepada salah seorang dari
ketiganya, terbukti bahwa hanya satu orang yang dikasihi. Ini
bertentangan dengan sifat sang ayah yang mengasihi ketiganya.
Kalau cincin tersebut dibagi tiga, cincin itu tidak berharga lagi.
Akhirnya, sang ayah mendapat akal. Ia memanggil seorang
jauhari dan menyuruhnya membuat dua cincin lain yang sama
persis dengan cincin yang asli. Begitu sempurnanya tiruan cincin
tadi sehingga si ayah pun tidak tahu lagi mana cincin yang
sungguh-sungguh asli. Ketika meninggal, sang ayah mewariskan
kepada
140
masing-masing anak sebuah cincin dengan klaim bahwa itulah
yang asli.
Tentu saja, tiga cincin yang dimaksud adalah ibarat tiga agama
besar yang sudah dikenal waktu itu: Yahudi, Kristen dan Islam.
“Dari ketiga agama ini tentu harus ada satu yang sungguh-
sungguh merupakan agama yang benar,” demikian kata Sultan
Saladin yang juga merupakan tokoh dalam drama tersebut. Ia lalu
bertanya kepada Nathan, “Seorang yang bijaksana seperti Anda,”
kata Saladin selanjutnya, “Tidak bisa tetap berdiri saja di tempat
Anda dilahirkan. Kalau pun Anda tetap berdiri di situ, pilihan
tersebut harus dapat dijelaskan sebagai yang sungguh-sungguh
lebih baik.” Dengan kata lain, Anda harus dapat meyakinkan
dengan bukti mengapa Anda memilih agama ini, bukan agama
itu. Perlu Anda ketahui bahwa Lessing hidup dalam suatu zaman
ketika segala sesuatu harus disertai bukti-bukti yang masuk akal.
Posisi pertama adalah tidak ada agama yang benar atau semua
agama sama-sama tidak benar. Tentu saja Kung tidak sedang
mempromosikan sebuah pandangan yang bersifat ateis di sini.
Memang inilah tantangan yang diajukan kepada semua agama.
Dalam bentuknya yang ekstrem, dunia pernah mengenal seorang
Nietzsche yang memproklamirkan bahwa “Allah Telah Mati.”
Barangkali kita tidak perlu cepat-cepat mencela Nietzsche akibat
ucapan ini, tetapi kita perlu merenungkannya secara mendalam
apa makna beragama dan percaya kepada Tuhan. Posisi kedua
adalah bahwa hanya ada satu agama yang benar atau semua
agama lain tidak benar. Pendirian ini langsung mengingatkan kita
pada pendirian Gereja tradisional yang pada masa awalnya
diperkembangkan oleh Origenes, Cyprianus dan Augustinus.
Belakangan dalam Konsili Lateran IV (1215) pendirian itu
dikenal secara luas sebagai slogan Extra Ecclesia Nulla Salus (Di
Luar Gereja Tidak Ada Keselamatan).
Sumber
p=2673
gereja- Nya, tetapi tetap mencari Allah dengan hati yang jujur
serta berupaya memenuhi kehendak-Nya sebagaimana diakui di
dalam perintah-perintah suara hati dan dalam perbuatan-
perbuatan yang didorong oleh karya anugerah-Nya, akan
mencapai keselamatan kekal. Kemudian dalam deklarasi
mengenai agama-agama non-Kristen terdapat perhargaan
terhadap agama
142
tersebut yang memuncak pada kalimat berikut: “Gereja Katolik
tidak menolak apa yang benar dan kudus di dalam agama-agama
ini.”
Posisi ketiga adalah bahwa setiap agama adalah benar atau semua
agama sama-sama benar. Jelas pendirian ini cenderung
menyamaratakan semua agama yang sebenarnya tidak mungkin.
W.C. Smith, seorang pakar ilmu agama asal Kanada, berkata
bahwa bahkan dalam satu agama saja tidak mungkin agama itu
tetap sama sepanjang masa. Seiring dengan perjalanan waktu,
kebudayaan dan peradaban umat manusia berkembang sehingga
agama pun ikut berkembang. Jadi, kalau dalam satu agama sudah
terjadi perbedaan antara “dulu” dan “sekarang,” mana mungkin
setiap agama dapat dianggap sebagai sama-sama benar. Kalau
begitu posisi ketiga agama ini memang mustahil. Posisi keempat
beranggapan bahwa hanya satu agama yang benar dan semua
agama mempunyai andil dalam kebenaran agama yang satu ini.
Pendirian semacam ini, terutama kita temukan pada agama yang
berasal dari India. Semua agama adalah empiris. Artinya,
pengalaman sehari-hari hanya menampilkan satu segi tertentu
dari sebuah kebenaran universal. Agama tersebut bukannya tidak
benar, tetapi hanya bersifat sementara. Semuanya mempunyai
bagian dalam kebenaran universal. Pandangan yang lazim disebut
inklusivisme ini juga ditemukan dalam kekristenan. Karl Rahner,
seorang teolog Katolik dari Jerman, memperkenalkan anonymous
Christian (‘Orang Kristen Anonim’). Menurutnya, semua orang
Yahudi, Hindu, Muslim dan Buddha akan diselamatkan. Sebab,
pada akhirnya mereka juga Kristen atau lebih tepat Orang Kristen
Anonim.
146
psikologis yang menanamkan fanatisme sempit dan menyebarkan
kebencian kepada sesama manusia serta tidak jarang menjadi
sumber legitimasi bagi pertumpahan darah? Bagaimana bisa
agama dijadikan alat manipulasi psikologis yang menanamkan
fanatisme sempit dan menyebarkan kebencian kepada sesama
manusia? Apa akibatnya jika agama dijadikan sumber legitimasi
bagi pertumpahan darah? Silakan Anda mengomunikasikan
dengan kata-kata dan gagasan Anda sendiri mengenai peran umat
beragama dalam mengembangkan kerukunan antarumat
beragama.
148
Yahudi lagi. Sejak itu orang Samaria menjadi kelompok
minoritas yang dijadikan tumpahan kebencian dan kedengkian.
Bahkan pernah pula pada tahun 129 sM. orang Yahudi
menyerang orang Samaria (Ismail 2002, 46).
153
Pemelihara dan Pembaharu ciptaan-Nya; serta (x) melakukan
tindakan pemeliharaan lingkungan hidup sebagai tanggung jawab
etisnya.
Gambar kerusakan alam berupa polusi udara akibat penerapan
teknlogi
Sumber: fransiscofaldo.wordpress.com
154
wajah yang buruk. Dalam tayangan televisi dapat disaksikan
rusaknya lingkungan laut yang menyebabkan matinya ikan,
kerang dan kepiting, serta merugikan para nelayan dan petani
kerang. Mereka sangat dirugikan oleh pembuangan limbah pabrik
yang seenaknya sehingga mematikan dan merusak lingkungan.
Tingkah para pencari untung tersebut mencerminkan sikap etik
tertentu yang perlu dipertimbangkan secara kritis. Mereka
menganggap seolah-olah mereka hidup tanpa tetangga, tanpa
orang lain, tidak mau tahu bahwa perilaku mereka telah amat
merugikan orang lain, merusak lingkungan hidup. Para pemilik
pabrik yang tidak bertanggung jawab dan pencari untung tersebut
telah berbuat seolah-olah mengejar keuntungan diri sendiri layak
membuat rugi orang lain. Hubungan antara ekonomi dan ekologi
dalam praktik dipertentangkan satu terhadap yang lain. Inilah
awal dari malapetaka itu.
155
tidak hanya terjadi di Barat. Selama dasawarsa pertama
pembangunan di Indonesia, kita juga dibuai oleh asumsi yang
sama: persediaan minyak dan gas bumi yang melimpah,
simpanan sumber alam yang kaya raya, dan tidak sedikit pun
terpikirkan bahwa limbah industri akan menjadi masalah.
156
Mengurbankan sesuatu hanya sah apabila: kita harus
melakukannya demi tujuan yang lebih luhur dan kita yakin bahwa
manfaatnya lebih besar daripada yang kita kurbankan.
157
kesehatan manusia atau kematian, kerugian itu tidak pernah dapat
diukur dengan angka. Berapakah harga sebuah kehidupan?
158
menghormati kehidupan di atas segala-galanya, termasuk
melampaui keuntungan ekonomi.
Ecology
Environt
ment
Society Economy
Bukan bermaksud untuk mengatakan bahwa keuntungan ekonomi
itu tidak penting bagi kehidupan. Sebaliknya, ekonomi adalah
bagian kehidupan yang amat penting. Ekonomi mempunyai
fungsi yang amat vital bagi kehidupan, dan oleh karena itu jangan
kita meremehkannya. Yang hendak dikatakan adalah ekonomi itu
penting sepanjang menopang kehidupan. Oleh sebab itu,
persoalan kita bukanlah ekonomi atau kehidupan, melainkan
ekonomi untuk kehidupan
159
maksimum, tetapi bila ia juga mengandung risiko penghancuran
yang fatal, proyek ini harus mutlak kita tolak.
160
dihargai seminimal mungkin, ditekan serendah mungkin sebagai
“faktor produksi.” Bisnis dijalankan seolah-olah “tidak ada hari
esok,” mengeruk dan mengeruk keuntungan, seolah-olah manusia
tidak mempunyai anak-anak yang harus tetap hidup. Bisnis
dilakukan seolah-olah perusahaan sedang mengalami likuidasi.
Cara kita mengeksploitasi alam dan sesama manusia, bagaikan
menjelang mengalami proses kebangkrutan, sehingga dilakukan
pengurasan habis-habisan terhadap sumber daya alam dan sumber
daya manusia.
Melaksanakan kewajiban perpajakan merupakan salah satu
bentuk tanggung jawab warga negara untuk turut serta dalam
membangun bangsa dan negara Sumber: bisnis.liputan6.com
162
secara global sekarang ini, kita harus mengatakan ekonomilah
yang harus melestarikan ekologi! Apabila kita mesti
mengurbankan ekologi, pengurbanan ini hanya dapat dibenarkan
apabila itu benar-benar diperlukan demi kehidupan itu sendiri.
Kehidupan adalah sesuatu yang lebih luhur ketimbang ekonomi
ataupun ekologi. Kehidupan itu lebih dari sekadar “ada” secara
fisik. Yang kita maksudkan dengan “kehidupan” adalah apa yang
dijanjikan oleh Yesus “hidup dalam segala kepenuhannya.”
Dengan demikian, jelaslah bahwa baik ekonomi maupun ekologi
adalah bagian-bagian yang penting dari kehidupan. Pentingnya
masing-masing ditentukan oleh sumbangan masing-masing, baik
kuantitatif maupun kualitatif bagi hidup dalam segala
kepenuhannya itu.
Cobalah bermawas diri dan lihat apa yang telah kita perbuat
terhadap alam. Kita mulai dengan perkara kecil yaitu sehelai
kantong plastik yang kita buang di sembarangan tempat.
Kantong plastik itu masuk ke got, lalu terbawa ke kali lalu
bertumpuk di waduk. Got jadi mampat, kali jadi dangkal dan
pompa waduk jadi macet. Akibatnya meluaplah air. Lihat
contoh lain. Tanah terbuka kita lapisi semen dan beton. Taman
dan situ kita timbun, lalu di atasnya kita bangun rumah,
kantor, sekolah, dan sebagainya. Padahal wilayah itu adalah
163
daerah resapan air atau tempat parkir bagi air. Akibatnya air
hujan jadi liar dan menggenangi kita. Lihat juga apa yang kita
perbuat terhadap alam di pedalaman. Hutan digunduli. Bukit
digaruk. Akibatnya semua air hujan langsung masuk ke
sungai. Terjadilah longsor. Terjadilah banjir.
Alam ini bukan milik kita, melainkan milik Tuhan. Kita hanya
menumpang tinggal, tanpa bayar sewa atau kontrak. Kita
punya tugas memelihara gunung, hutan, sungai, laut, waduk,
danau, serta tanah kepunyaan Tuhan ini, bukan merusaknya.
Kita telah merusak dan mengotori alam ini. Kita kurang ramah
terhadap alam. Kita makin serakah dalam menggaruk alam.
Akibatnya alam murka. Makin lama ia makin murka dan kita
makin menjadi sengsara.
Bukankah lebih baik kita berdamai dengan alam? Sebetulnya
alam bisa bersahabat dengan kita, kalau kita juga mau bersahabat.
Lebih baik kita bersahabat dengan alam supaya hidup kita di
tengah alam bukan menjadi
164
sengsara melainkan sejahtera. Setelah menyimak renungan di atas
yang berjudul Maka Alam Menjadi Murka dan paparan di bawah
ini, Anda diberi kesempatan untuk menanya sebanyak-banyaknya
pertanyaan kritis yang berkenaan dengan tugas manusia dalam
alam.
165
melindungi keutuhan pantai di belakangnya. Kini kita menyadari
bahwa ada sebab lebih dahsyat lagi, yaitu pengerukan pasir laut
yang menghilangkan ratusan hektar tanah dari tujuh pulau kecil
di Kalimantan Timur dan merusak seluruh ekosistem di
sekitarnya sehingga para nelayan pun banyak dirugikan, karena
menangkap ikan menjadi semakin sulit (Bertens 2004, 213-214).
Sekaligus kita dengar bahwa cara merusak ini sudah berlangsung
lama dan tidak sebatas Kalimantan Timur saja. Di Kepulauan
Riau rupanya sebelumnya sudah terjadi hal yang sejenis.
Tenggelamnya Pulau Nipah disebut sebagai contohnya. Di daerah
perbatasan ini akibat perusakan jelas lebih parah lagi sebab selain
pengaruh destruktif atas lingkungan hidup, hilangnya pulau,
timbulnya persoalan territorial. Sebuah pulau berperanan pula
sebagai titik pangkal penentuan batas RI dengan negara-negara
tetangga.
166
kemudian. Oleh karenanya, konservasi melihat ke depan:
kebutuhan untuk membatasi konsumsi sekarang agar kita
mempunyai persediaan bagi hari esok, bagi generasi-generasi
yang akan datang. Dua pertanyaan dapat dikemukakan
sehubungan dengan konservasi. Pertama, mengapa kita mesti
melakukan konservasi bagi generasi-generasi mendatang? Kedua,
berapa banyak yang harus kita konservasikan?
167
menjadi sikap umum manusia terhadap generasi-generasi yang
akan datang. Kita dibebani kewajiban berat untuk mewariskan
ekosistem bumi ini dalam keadaan baik dan utuh kepada anak,
cucu, dan cicit kita.
168
Allah memberi alam kepada manusia dan memberi manusia
kepada alam. Dari satu segi, hasil bumi diberikan kepada manusia
sebagai makanan dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang lain
(Kej. 1:29). Dari segi yang lain, manusia diberi tugas untuk
berkuasa di bumi dan memelihara bumi (Kej. 2:15) sesuai dengan
kehendak Tuhan. Hubungan ini berfaedah bagi manusia dan juga
bagi alam.
Sumber: http://naturenesia.wordpress.com/about/
169
Tugas manusia untuk menggunakan alam dan berkuasa di atas
alam perlu dipisahkan dari tugasnya untuk memelihara alam. Di
negara-negara industri tugas menaklukkan alam sering
diutamakan dengan mengabaikan tugas menjaga, merawat, dan
mengagumi alam. Sebagai akibat teknologi dan industri,
penaklukan alam sering disertai sikap yang terlalu keras dan
eksploitatif terhadap alam. Manusia modern sering kehilangan
sikap yang lembut dan ramah terhadap alam. Ia menggunakan
alam tetapi kurang menyayangi alam.
171
sehingga bersikap kasar terhadap kelompok minoritas. Bagaikan
hukum karma, bencana demi bencana timbul.
172
manusia terhadap alam yang sedemikian rupa, sehingga manusia
dilihat sebagai penguasa alam, sedangkan alam hanya menjadi
objek untuk kepentingan manusia. Apa yang dikatakan White
menimbulkan kegemparan di kalangan orang Kristen.
Kegemparan tersebut dapat dimengerti sebab orang
mempertanyakan suatu doktrin atau interpretasi suatu doktrin
keagamaan, yang biasanya oleh kalangan penganut agama
tersebut tidak dipermasalahkan sama sekali. Biasanya doktrin
dianggap “tidak bisa salah.”
173
dianggap sebagai sumber pelbagai kesulitan dan kerugian
manusia, misalnya kerusakan serius pada lingkungan hidup dan
hancurnya hidup kebersamaan dalam masyarakat akibat
perkembangan individualisme yang diakibatkan oleh penerapan
teknologi. Ironisnya, reaksi yang muncul itu tetap
mempertahankan bahwa teknologi berasal dari Alkitab dan
doktrin penciptaan. Hanya saja kalau pandangan sebelumnya
menilainya amat positif, kecenderungan baru ini menilainya amat
negatif. Kalau iptek menghasilkan begitu banyak kerugian, pasti
ada yang salah pada sumbernya. Kecenderungan baru ini
menganjurkan penggantian tekanan dalam hubungan antara
Allah, manusia dan dunia. Hubungan ini harus dirumuskan ulang.
174
= Allah. Tanpa dunia/bumi/ciptaan, Allah tidak bermakna
apa-apa. Allah berada dalam hubungan dengan bumi sejak
semula. Hakikat Allah adalah bahwa Ia pencipta. Tanpa hakikat-
Nya sebagai Pencipta, Ia bukan Allah.
176
adalah bahwa arti kata-kata tidak boleh semata-mata ditetapkan
berdasarkan etimologinya saja, melainkan juga berdasarkan
caranya kata-kata itu dipakai dalam konteksnya.
Sumber:
http://smpksantostanislaus.wordpress.com/2013/06/05/dampak-rokok-
pada-
peringatan-hari-lingkungan-hidup-sedunia-di-smpk-st-stanislaus/
177
Pertama kita menekankan bahwa ciptaan itu baik adanya. Kita
bertanggung jawab untuk mengontrol dan membatasi pelbagai
usaha kita untuk mengelola danmemanfaatkan alam ini, sehingga
kebaikan alam ciptaan tetap terjaga. Kedua, kisah penciptaan di
dalam Kitab Kejadian mengungkapkan dunia ini sebagai dunia
yang teratur. Alam dibagi-bagi atas fungsi dan jenis. Prinsip-
prinsip IPTEK tidak berasal dari Kitab Kejadian, tetapi apa yang
kita lihat di dalam Kitab Kejadian mempunyai keparalelan
dengan apa yang kita lihat di bidang IPTEK. Ketiga, kerangka
Kejadian 1 menunjukkan tempat manusia. Manusia adalah
manusia apabila ia berada pada tempatnya di dalam alam.
Tempatnya adalah tempat yang utama, tetapi sebagai pemelihara
alam. Keempat, kita melihat bahwa Israel melakukan alih
teknologi dari luar Israel. Orang Israel tidak mengklaim teknologi
sebagai “anak” mereka. Mereka bisa hidup dengan “orang lain.”
Bukankah ini contoh yang baik bagi kita yang memiliki tradisi
penciptaan Yahudi-Kristen untuk hidup berdampingan dengan
dunia IPTEK tanpa mengklaimnya sebagai “anak?”
Bumi ini milik Allah sekaligus milik manusia. Bumi adalah milik
Allah sebab Ia yang menciptakannya, milik kita sebab Ia telah
memberikannya kepada kita (lih. Mzm. 115:16). Jelas Allah
bukan memberikannya kepada kita sedemikian tuntas sehingga Ia
sama sekali tak punya hak dan tak punya kontrol lagi atasnya,
melainkan memberikannya kepada kita supaya kita menguasainya
atas nama Dia. Itulah sebabnya penguasaan kita atas bumi ini
adalah berdasarkan hak pakai, bukan berdasarkan hak milik. Kita
hanya penggarap saja, Allah sendiri tetap “Tuan tanahnya,” Tuan
atas semua tanah.
Apalagi kalau hujan, tidak ada hujan pun terjadi banjir. Kenapa?
Karena muara sungai meluap. Kenapa meluap? Karena air laut
pasang kian tinggi tiap tahunnya. Kenapa? Karena permukaan
laut di seluruh dunia kian naik. Kenapa? Karena bongkah-
bongkah es di kutub yang membeku sejak ratusan ribu tahun
lalu kini
178
mulai mencair secara mencolok. Kenapa? Karena suhu udara
kian panas. Kenapa? Karena kita menebang pohon, mencemari
udara dengan knalpot kendaraan, cerobong asap pabrik,
pembakaran sampah, dan banyak pencemaran lain. Itu gambaran
sederhana tentang mata rantai kerusakan lingkungan hidup kita.
179
Manusia ditempatkan di bumi untuk memelihara bumi. Tetapi
jika manusia merusak dan mencemarkan bumi, bumi akan
menjadi tandus lalu manusia akan terkena akibatnya.
Kelangsungan hidup terancam punah.
180
yang menunjukkan bahwa manusia sebagai makhluk yang
mempunyai tempat bersama dengan makhluk-makhluk yang lain
dalam ciptaan.
Sumber:
http://hettyherawati2704.wordp
ress.com/auth
or/hettyherawati2704/page/4/
Kita perlu menyajikan satu Sebaliknya, manusia juga
batasan istilah “alam” karena “terpisah” dari alam karena kita
arti istilah alam cenderung memiliki kesadaran dan
kabur yang disebabkan faktor- sanggup mengambil keputusan
faktor berikut. Manusia adalah secara sadar tentang cara
bagian dari “alam” dalam arti mengubah alam di sekitar kita.
kita ikut serta dalam proses- Oleh sebab itu, istilah alam
proses biologis dan fisiologis, yang dimaksud dalam bagian
sama seperti binatang dan ini dibatasi pada ciptaan bukan
makhluk hidup lainnya. manusia.
181
alam, merampas kekayaan alam dan mengotorkan keindahan
alam. Hutan yang indah tidak dapat diganti dalam seribu tahun
tetapi manusia dapat lekas melahirkan anak-anak. Maka pohon
mempunyai nilai yang tidak dipunyai orang. Keindahan alam
makin susah ditemui tetapi orang-orang sukar dihindari karena
mereka ada di mana-mana. Hak-hak alam sama pentingnya
dengan hak-hak manusia. Keindahan bukit atau lembah lebih
penting daripada perut yang kenyang.
182
Allah bagi dunia, tidak bisa dikatakan bahwa alam semesta
berada semata-mata bagi manusia.
Kita perlu mengingat dasar nilai alam. Alam tidak bernilai karena
keramat atau karena mempunyai kepribadian seperti manusia,
tetapi karena sifat-sifatnya sebagai alam. Suatu pohon bernilai
bukan karena penuh dengan zat ilahi atau karena mempunyai
perasaan atau kebajikan manusiawi tetapi karena diciptakan oleh
Tuhan dengan ciri khasnya sebagai pohon, dan sebagai pohon ia
mempunyai fungsi dalam maksud Tuhan.
Pada satu segi manusia itu sebagian dari ciptaan Tuhan. Seperti
unsur- unsur ciptaan yang lain, ia tidak ilahi dan tidak
mahakuasa. Seperti makhluk-makhluk yang lain, manusia ialah
makhluk biologis-alamiah. Ia harus takluk kepada hukum-hukum
alam. Ia harus makan, minum dan tidur. Ia memeroleh keturunan
melalui proses kehamilan dan kelahiran seperti binatang
menyusui yang lain. Akhirnya manusia seperti binatang-binatang
yang lain akan mati.
183
“mengusahakan tanah” (Kej. 3:23) dan hidup dari tanah, dan
manusia kembali menjadi tanah (Kej. 3:19).
184
berjalan lebih tegak daripada binatang-binatang yang lain. Tetapi
ciri-ciri jasmani ini bukan hal yang menentukan statusnya.
Banyak orang merasa bahwa keunggulan manusia terletak dalam
kemampuannya untuk berpikir secara rasional dan membentuk
konsep-konsep yang abstrak. Orang-orang lain menekankan
kemampuan manusia untuk berbahasa, membuat dan
menggunakan alat-alat dan membentuk kebudayaan sehingga ia
tidak hanya hidup dalam lingkungan alam tetapi juga
menciptakan lingkungannya sendiri dan bisa belajar dari manusia
yang lain. Ada juga orang-orang yang menganggap bahwa ciri
khas manusia terletak dalam keinsafan dirinya yaitu
kemampuannya untuk menyadari proses pemikirannya dan
menujukan proses itu sesuai dengan kehendak-Nya.
185
Sumber:http://1.bp.blogspot.com/-
OoyHZx4zg1w/TyJIk8Lsw7I/AAAAAAAAARg/18CiSg8S
V1w/s1600/care_eart h.png
Simaklah tulisan berikut ini yang termuat di Kompas pada hari
Rabu, 12 Maret 2014. Tulisan tersebut berjudul Rakyat Menuntut
Keadilan Ekologis. Isi tulisannya adalah sebagai berikut.
186
keseimbangan alam, dan penyelesaian utang luar negeri untuk
menciptakan kemandirian rakyat. Menurut Abetnego, krisis
ekologi terjadi karena pemerintah, pemodal, dan ilmu
pengetahuan membuat sumber daya alam menjadi komoditas
untuk memeroleh keuntungan ekonomi. Semua berujung krisis
multidimensi: ekonomi, sosial budaya, politik, dan ekologi yang
kian sulit dipulihkan. Itu ditandai absennya keadilan sosial
ekologis dan keadilan antargenerasi.
187
Penghargaan kepada alam tidak berarti bahwa kita tidak boleh
menggunakan alam, tetapi penggunaan kita jangan merosot
sehingga menjadi perkosaan. Kita boleh saja menebang pohon
untuk membangun rumah, tetapi kita jangan menebang pohon-
pohon dengan sembarangan atau tanpa memikirkan bagaimana
hutan dapat dipelihara. Kita boleh saja membunuh binatang untuk
makanan, tetapi kita jangan membunuh binatang-binatang dengan
membabi buta. Kita juga perlu berusaha supaya kita tidak
menyebabkan penderitaan binatang (Ul. 22:6-7). Kita boleh saja
memakai hewan untuk membajak tanah tetapi kita wajib
memerhatikan kebutuhan-kebutuhan hewan itu (Ul. 25:4; Ams.
12:10).
201
yang menakutkan sehingga manusia perlu tunduk kepada alam
dan menyenangkan kuasa-kuasa alam dengan sesajen, kenduri
atau upacara-upacara. Kedua, sebaliknya dari yang pertama, alam
dipandang bukan sebagai subjek (dan manusia sebagai objek)
yang menentukan nasib manusia, alam dipandang sebagai objek
(dan manusia sebagai subjek) yang dapat diselidiki dan
dipergunakan oleh manusia. Alam berada untuk kita, bukan kita
untuk alam. Ketiga, baik alam maupun manusia dilihat sebagai
dua subjek yang saling memengaruhi. Manusia dan alam perlu
berjalan bersama dalam hubungan yang selaras karena manusia
adalah satu dengan alam.
202
Manusia membentuk peradaban, yaitu suatu lingkungan yang
tidak alamiah untuk mempertahankan manusia melawan
kekerasan alam.
Sumber:
http://trianawuri.blogspot.com/2011_04_01_archive.html
203
dan ilmu pengetahuan, disertai dengan kelemahan- kelemahan
yang perlu diperbaiki.
naturekeeping.
204
John Macquarrie dan James Barr berusaha membuktikan bahwa
tuduhan mengenai Alkitab sebagai pokok gara-gara yang
menyebabkan kerusakan alam bukan merupakan tuduhan yang
kuat. Tetapi sekaligus kedua orang ini bersedia mengakui bahwa
dalam perkembangan sejarah ada penafsiran tertentu terhadap
manusia sebagai penguasa yang eksploitatif, dan bahwa
gambaran ini tidak cocok dengan apa yang terdapat dalam teks
Alkitab itu sendiri. Penafsiran ini bukannya sama sekali tidak
kena dengan teks Alkitab. Sebab dalam teks, manusia diakui
sebagai yang utama, sebagai penguasa. Pengakuan ini oleh
penafsir tertentu di kemudian hari diberi penekanan berlebih-
lebihan, sehingga akhirnya “menguasai” berarti
“mengeksploitasi” dan mereka melupakan fungsi memeliharanya.
205
BAB VIII
Allah dalam
pergaulan muda-
mudi; (ii)
menunjukkan sikap
hormat terhadap
orang lain
dalam kepelbagaian
agama,suku,dan
budaya; (iii) bersikap
peduli terhadap
sesama manusia; (iv)
bersikap terbuka
untuk bekerja sama
dengan semua pihak
dalam rangka
mendatangkan kebaikan
bersama; (v) menerapkan
http://nadhasocial.blogspot.com/2
010/09
tanggung jawab etis kristiani Sumber:
/kehidupan-sosial-
manusia.html
dalam pergaulan muda-mudi;
dan (vi) menggunakan prinsip-
prinsip etis kristiani dalam pergaulan muda-mudi.
206
Ada orang yang disukai atau tidak disukai dalam pergaulan.
Menurut Anda, apa yang menyebabkan orang tersebut disukai
atau tidak disukai dalam pergaulan? Apa yang perlu dilakukan
agar Anda disukai dalam pergaulan? Apa akibatnya jika Anda
tidak disukai dalam pergaulan? Silakan Anda mengamati dan
menilai pergaulan muda-mudi di gereja Anda sendiri!
Tahap anak kecil (3-6 tahun). Pada tahap ini anak hanya melihat
dari sudut pandang dan kepentingannya sendiri. Ia mengukur
teman dari faktor kebendaan. Katanya, “Si Daniel temanku, ia
punya sepeda merah.” Pada usia ini perangai mulai tampak. Anak
yang menerima cukup kehangatan, pujian, dan perlakuan baik
dari orang tuanya akan lebih terbuka dan berprakarsa mendekati
teman. Sebaliknya, ada anak yang malu dan ragu-ragu, bahkan
bermasalah, misalnya merasa terancam, curiga, iri, merampas,
menjerit, mengejek atau membentak.
Tahap remaja dan pemuda (12-25 tahun). Pada tahap ini kita
membentuk jati diri sambil menjauhkan diri dari pengaruh orang
tua, sehingga pengaruh teman menjadi dominan. Tanpa teman
kita merasa kurang percaya diri. Demi memelihara persahabatan,
kita meniru perbuatan teman dan menaati seluruh suruhannya.
Akibatnya kita kurang kritis dalam memilih teman. Kita
mengalami sejumlah ambivalensi. Di satu pihak kita merasa
mandiri, di lain pihak kita merasa bergantung, terutama pada
teman. Di satu pihak, kita
208
tidak mau diatur oleh orang tua, tetapi pada kenyataannya kita
justru diatur oleh teman.
212
Berpikiran negatif tentang orang lain akan mendorong tindakan
yang negatif pula.
Segala perbedaan itu tidak kami rasakan. Tiap hari Syarif dan
saya bermain dan membuat pekerjaan rumah bersama. Kami
berdua menjadi ketua dan wakil ketua kelas. Kala menghadapi
ulangan berhitung, Syarif yang mengajar saya karena dia juara
kelas. Bila belajar sejarah dan ilmu bumi sayalah yang
mengajar dia. Hasil ulangan cepat-cepat kami bandingkan.
Kalau saya mendapat nilai buruk untuk berhitung (dalam
kenyataannya memang hampir selalu begitu), Syarif tampak
kecewa. Ketika saya menjadi juara untuk sejarah dan ilmu
bumi, ia menepuk pundak saya dan memuji, “Hoe kan je nou
zoveel weten?” (‘Bagaimana kamu bisa tahu sebanyak itu?’).
214
ayam itu kegerahan, kami jauhkan lampu itu. Beberapa hari
kemudian kami mendapatkan ayam itu sudah kaku dan mati.
Kami tersentak dan saling memandang. Lama kami duduk di
depan kandang itu dengan kepala tertunduk. Syarif terdiam,
saya pun begitu. Kami saling berpegangan. Lalu kami
menangis bersama-sama.
215
Sahabat adalah sebuah kata yang tidak asing dalam hidup
manusia. Kata ini mempunyai makna yang sangat mendalam.
Setiap orang pasti membutuhkannya dan senantiasa berusaha
mendapatkan sahabat, bahkan bila orang tersebut telah
memilikinya, ia akan senantiasa memeliharanya. Menjadi sahabat
bagi orang lain dan mempunyai seorang sahabat adalah sesuatu
yang sangat berarti dan berharga dalam hidup seseorang, karena
memang Sang Pencipta menata manusia untuk hidup bersama
dengan orang lain. Bagi orang Inggris, arti seorang sahabat
diungkapkan dalam sebuah pepatah: afriend in need is a friend
indeed, artinya sahabat yang sejati ialah sahabat yang selalu siap
menolong ketika seseorang memerlukannya (Chandra 2006, 97).
216
bisa tumbuh menjadi persahabatan yang sungguh, Anda harus
saling mengenal selama suatu jangka waktu. Persahabatan jangan
seluruhnya bergantung pada perasaan. Perasaan memang penting,
tetapi jengkel atau kecewa terhadap seseorang jangan sampai
merusak hubungan itu. Kita hendaknya tidak membuang atau
mematikan persahabatan hanya karena ternyata tidak semuanya
menyenangkan.
217
bila Anda salah. Alkitab berkata dalam Amsal 27:6, “Seorang
kawan memukul dengan maksud baik, tetapi seorang lawan
mencium secara berlimpah-limpah.”
218
sebagai cambuk bagi Anda agar berbuat lebih baik lagi. Lalu,
jangan lupa ikutlah berbahagia dengan keberhasilan yang telah
dicapainya.
Keenam, jangan pernah ragu untuk minta maaf pada sahabat saat
Anda melakukan sebuah kesalahan padanya. Setelah itu,
berusahalah perbaiki kesalahan Anda. Begitu pula sebaliknya,
berikanlah maaf dan lupakan kesalahan sahabat Anda jika ia
bersalah.
219
orang itu ditolak karena suku bangsanya, kemiskinannya,
dianggap bodoh atau terlalu pintar, atau karena alasan yang lain.
Sikap eksklusif ini merugikan baik orang yang menolak maupun
orang yang ditolak. Sikap itu mengembangkan kesombongan
dalam hati orang-orang yang menolak. Kesombongan itu merusak
kepribadian seseorang. Karena kesombongannya, orang yang
lemah lembut dapat menjadi keras hati dan kejam. Sikap
eksklusif juga merugikan orang yang ditolak. Ia merasa sepi
karena terputus hubungannya dengan sekelompok sesamanya
manusia. Setiap kali ia berhadapan dengan orang-orang yang
menolaknya, ia merasa dihina. Mungkin ia merasa rendah diri
dan sering bertanya dalam hatinya mengapa ia dinilai kurang.
Tanpa sahabat rasanya hidup ini gersang dan sepi. Namun dalam
1 Korintus diberitahukan agar kita berhati-hati dalam pergaulan.
Karena pergaulan yang buruk dapat merusak kehidupan kita.
Misalnya, kita bisa terlibat dalam seks bebas, minum minuman
keras
dan memakai
narkotika. Di dalam
Amsal 18:24
dikatakan, “Ada
teman yang
mendatangkan
kecelakaan, tetapi
ada juga sahabat
yang lebih karib
daripada seorang
saudara.” Ada
sahabat yang lebih
baik daripada
saudara sendiri.
221
terima dari Kristus,” bukan “kasih yang sekuler,” misalnya kasih
yang dikuasai oleh hawa nafsu, kasih yang materialistis atau
kasih yang egoistis.
Dalam hidup ini ada banyak sekali hal yang indah. Agaknya,
salah satu yang paling indah adalah persahabatan seperti yang
dirasakan oleh orang lumpuh dalam Injil Markus 2:1-12 (Ismail
2002, 20-23).
“Pada saat Tuhan Yesus sedang mengajar tiba-tiba terjadi
gangguan yang mengejutkan. Secara tiba-tiba ada tilam
diturunkan dengan tali dari atas atap. Di tilam itu terbaring
seorang lumpuh. Orang lumpuh itu digotong oleh empat orang
kawannya untuk disembuhkan oleh Tuhan Yesus. Pasti berat
menggotongnya. Rumahnya mungkin jauh dari tempat itu.
Lalu ternyata
223
tempat itu sudah dipenuhi banyak orang sehingga tidak ada
lagi jalan masuk. Untunglah keempat kawannya mempunyai
akal. Mereka menggotong dia naik ke atap. Kemudian mereka
mengikat tilam pembaringan orang lumpuh itu dengan empat
utas tali. Sesudah itu mereka membuka atap. Lalu mereka
mengulur tali itu dan menurunkan orang lumpuh itu perlahan-
lahan ke lantai dasar. Pasti susah. Pasti harus berhati- hati dan
seimbang. Bayangkan betapa susahnya menurunkan orang
sakit yang terbaring di tilam dengan tali dari atas atap rumah.
Apa jadinya kalau salah satu utas tali itu terlalu cepat
turunnya, pasti tilam itu miring dan orang itu jatuh. Atau apa
jadinya kalau salah satu utas tali itu tiba-tiba putus. Tetapi
ternyata mereka berhasil. Hebat sekali. Bukan main cakapnya
para sahabat orang lumpuh itu. Hebat!
“Yonatan adalah putra sulung Raja Saul. Pada waktu itu, yakni
sekitar tahun 1000 sM., kerajaan Israel sedang ditekan oleh
tentara Filistin yang jauh lebih besar. Hampir seluruh wilayah
kerajaan dikuasai tentara Filistin. Mereka menjarah rumah
orang Israel. Mereka menyita semua senjata orang Israel.
Bahkan semua peralatan tukang besi disita dengan maksud
mencegah orang Israel membuat senjata. Para petani harus
pergi kepada orang Filistin untuk mengasah alat pertanian
dengan bayaran yang tinggi. Hanya Yonatan dan Raja Saul
yang masih mempunyai senjata (lih. 1 Sam. 13:19-22).
224
Dalam pasukan kerajaan yang nyaris lumpuh itu, Yonatan
menjadi komandan. Ia berprestasi dengan gemilang. Ia
mengalahkan pasukan Filistin di Gerba. Raja Saul
memanfaatkan kemenangan itu untuk menimbulkan percaya
diri pada rakyat (lih. 1 Sam. 13:3-4).
225
bersahabat adalah bersih dari iri dan dengki. Yonatan malah
membela Daud. Ujar Yonatan kepada ayahnya, “Janganlah raja
berbuat dosa terhadap Daud, hambanya, sebab ia tidak berbuat
dosa terhadapmu ...” (1 Sam. 19:4).
226
Maka, persahabatan antara Yonatan dan Daud diteruskan melalui
keturunannya. Sahabat sejati menjadi sahabat abadi. Sahabat
abadi terpatri sampai mati.”
Setiap orang mesti bergaul. Orang yang sama sekali tidak bergaul
akan lekas mati. Oleh para ahli sosiologi, pergaulan disebut
interaksi. Interaksi bisa bersifat luas (bergaul dengan banyak
orang) atau bersifat frekuen (sering bergaul dengan orang). Dua
orang yang bersahabat secara kental tidak bergaul secara luas
tetapi frekuen, sedangkan seorang ekstrovert bergaul secara luas
tetapi hanya sebentar saja (Brouwer 1981, 2).
Sejak dilahirkan manusia memang sudah mempunyai naluri
untuk hidup berkumpul dengan orang-orang lain. Bahkan pada
suatu saat orang tadi dipisahkan dari orang-orang lain,
kemungkinan besar keseimbangan jiwanya akan mengalami
gangguan. Manusia mempunyai naluri untuk hidup berkumpul
dengan orang-orang lain, karena memang manusia itu tidak
diperlengkapi dengan alat-alat yang cukup untuk dapat hidup
sendiri di dunia. Oleh karena itu, gejala yang wajar jika manusia
selalu akan mencari kawan, baik semas dia baru dilahirkan,
maupun sampai dewasa. Selain itu, tidaklah terlalu
mengherankan bila muda- mudi senang hidup berkumpul dan
bergaul dengan kawan-kawannya, walaupun hal tersebut tidak
selalu akan membawa pengaruh-pengaruh yang baik. Sebab sukar
untuk disangkal bahwa di samping pengaruh-pengaruh baik atau
positif, pergaulan juga memiliki banyak pengaruh-pengaruh
buruk atau negatif. Apalagi kalau kawan-kawannya berasal dari
lingkungan sosial yang kurang baik.
Suka dan duka dalam pergaulan tentu saja ada, bahkan boleh
dikatakan banyak. Contoh sukanya adalah sebagai berikut. Anda
sedang sendirian di rumah karena anggota keluarga yang lain
sedang pergi. Sendiri adalah sesuatu yang tidak menyenangkan.
Tiba-tiba datang seorang teman dan akhirnya Anda asyik
ngobrol. Dengan bergaul Anda juga dapatmencari jalan untuk
memecahkan persoalan yang Anda hadapi bersama dengan
teman. Mengatasi kesulitan bersama-sama tentu lebih mudah
daripada mengatasi sendirian. Sukanya bergaul yang lain adalah
saat Anda sakit. Teman-teman Anda akan mengunjungi Anda
dengan segera. Selain itu, ketika Anda dalam keadaan sedih dan
susah teman dapat menghibur dan memberikan nasihat-nasihat.
Pergaulan mendatangkan banyak keuntungan. Misalnya, setelah
Anda mulai bergaul lebih dekat dengan teman-teman kuliah,
Anda memeroleh keterangan bahwa dahulu mereka menganggap
bahwa Anda merupakan pribadi yang sombong, lebih senang
bermain dengan teman yang sama sekali tidak setingkat dengan
Anda. Keuntungan yang lain adalah bergaul dengan teman-teman
sangat menyenangkan sebab dengan bergaul Anda dapat
menghilangkan kekesalan yang ada dalam hati Anda. Anda dapat
bergembira bersama, bertukar pendapat dan dapat juga
menambah pengetahuan tentang hal-hal yang ada dalam
masyarakat. Anda butuh teman juga untuk menumpahkan seluruh
isi hati Anda yang memang belum tentu teman Anda dapat
membantu, tetapi minimal Anda merasa seolah-olah bebas bila
Anda telah mencurahkan isi hati Anda.
Dalam pergaulan Anda tidak boleh terlalu acuh atau akrab sebab
dalam pergaulan ada duka. Misalnya, Anda telah akrab dengan
seseorang. Apabila terjadi perselisihan dengan orang tersebut,
rahasia Anda bisa dibongkar semua. Sikap tersebut tidaklah benar
bagi persahabatan. Adapun duka pergaulan yang lain yang bisa
Anda alami ialah jika seseorang dari teman-
228
teman Anda menjauhi Anda dengan alasan yang tidak jelas,
mungkin iri atau yang lain yang Anda sendiri tidak tahu pasti.
Duka lain, misalnya, ada teman yang mulai mengucapkan fitnah
supaya nama Anda menjadi jelek dan dijauhi oleh teman lain.
Duka pergaulan yang lain lagi adalah terjadi salah paham dalam
pergaulan antara Anda dengan teman dan mengakibatkan
hubungan menjadi agak terganggu. Ada pula yang mau
menghargai teman yang bermobil saja, kaya raya, dan
sebagainya, tetapi tidak mau menghargai teman yang kurang
mampu sehingga dalam pergaulan, Anda dapat melihat adanya
kelompok-kelompok dalam pergaulan. Yang kaya dengan yang
kaya, sedangkan yang miskin dengan yang miskin. Di dalam
bergaul, kita juga sering mendapat kesukaran karena tidak semua
orang mempunyai sifat yang sama, ada yang sombong, ada yang
genit, ada yang egois dan sebagainya.
230
dikembangkan oleh pemuda-pemudi yang memerlukan
kesempatan untuk mengenal baik lebih banyak orang dari lawan
jenis. Dengan demikian, mereka dapat memilih bakal jodoh
mereka dengan lebih matang. Perkembangan tahap ini dapat juga
mencegah kecenderungan untuk terlalu lekas membentuk
hubungan yang terlalu intim dengan seorang dari lawan jenis.
Tidak jarang terjadi bahwa dua orang yang masih muda jatuh
cinta. Dengan cepat mereka menjadi mesra sekali. Hubungan ini
menghilangkan kesempatan mereka untuk mengenal orang-orang
lain dari lawan jenis dengan lebih baik. Hubungan ini juga dapat
menimbulkan godaan untuk mengadakan hubungan seksual yang
belum patut.
Kelima, pernikahan. Pada tahap ini, ada dua unsur baru. Pertama,
hubungan antara dua orang itu sekarang tidak boleh diceraikan.
Menurut ajaran Kristen mereka yang telah menikah tidak boleh
dipisahkan kecuali oleh kematian. Kedua, mereka mulai hidup
bersama dan bersenggama. Unsur kedua berhubungan erat
dengan unsur pertama, karena senggama hanya tepat kalau
dilindungi oleh hubungan yang tidak dapat dihentikan. Dengan
demikian, senggama memperkuat hubungan itu. Sebaiknya,
pernikahan di catatan sipil diadakan pada waktu yang sama atau
hampir sama dengan pemberkatan pernikahan oleh gereja. Bila
pemberkatan dua orang ditunda sesudah pernikahan di catatan
sipil, timbul kebingungan tentang status hubungan mereka dalam
mata orang banyak dan mungkin juga dalam pikiran mereka
sendiri.
Pada setiap tahap dalam proses ini ada derajat kesetiaan dan
kemesraan yang patut. Pada tahap-tahap pertama, hubungan tidak
begitu mesra dan dapat dibatalkan dengan aga mudah. Pada
tahap-tahap terakhir hubungan menjadi makin mesra dan makin
sukar untuk dibatalkan. Dua orang perlu berusaha supaya
kemesraan dan keintiman mereka berjalan sejajar dengan
kesetiaan mereka. Kalau derajat kemesraan menjadi lebih tinggi
daripada derajat kesetiaan, banyak masalah bisa muncul.
Pemuda-pemudi Kristen sering bertanya, “Perilaku macam apa
yang patut antara pemuda dan pemudi sebelum mereka menikah?
Kami tahu bahwa persetubuhan tidak baik. Bagaimana dengan
berciuman, berpeluk-pelukan dan meraba-raba?” Praktik
berciuman, berpeluk-pelukan dan meraba-raba dianggap oleh
kaum muda sebagai suatu tindakan “yang biasa,” yang “tidak
perlu diganggu gugat lagi,” yang “tidak usah dijadikan bahan
cerita lagi.” Menurut Anda, benarkah demikian?
232
petunjuk-petunjuk yang menerangkan secara spesifik bagaimana
kita seharusnya berbuat. Namun ada hal-hal yang perlu kita
pertimbangkan. Misalnya, Matius 5:28 bisa dijadikan salah satu
pertimbangan kita.
Suka dan duka dalam pergaulan tentu saja ada, bahkan boleh
dikatakan banyak. Pergaulan mendatangkan banyak keuntungan.
Misalnya, setelah Anda mulai bergaul lebih dekat dengan teman-
teman sekelas Anda memeroleh keterangan bahwa dahulu mereka
menganggap bahwa Anda merupakan pribadi yang sombong,
lebih senang bermain dengan teman yang sama sekali tidak
setingkat dengan Anda. Dalam pergaulan, Anda tidak boleh
terlalu acuh atau akrab sebab dalam pergaulan ada duka.
Misalnya Anda telah akrab dengan seseorang dan apabila terjadi
perselisihan, bisa dibongkar semua rahasia padahal sikap tersebut
tidaklah benar bagi persahabatan.
Anda di kelas!
Ariarajah, Wesley. 1989. Alkitab dan Orang-orang yang
Berkepercayaan Lain. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Boland B.J. dan Niftrik. 1980. Dogmatika Masa Kini. Jakarta: BPK
GunungMulia. Brouwer, M.A.W. 1981. Pergaulan. Jakarta:
Gramedia.
Polkinghorne, John. Belief in God in the Age of Science. New Haven: Yale
University Press.