Anda di halaman 1dari 5

TUGAS BACA TERKAIT KELAINAN KONGENITAL

PADA SUATU BERITA


MATA KULIAH KEP. ANAK

DOSEN PENGAMPU :
Suci fitri rahayu, Ns., M.Kep

OLEH :
Elfa El Yana
1814201110021
S1 Keperawatan A

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2020/2021
a. Kasus apa yang terjadi pada anak ?
Pada berita yang dibahas meliputi 3 kasus yaitu :
1. Kasus pertama yaitu :
Pada bayi Naufal mengalami Atresia ani atau anus imperforata adalah kelainan
kongenital yang menyebabkan anus tidak terbentuk dengan sempurna. Akibatnya,
penderita tidak dapat mengeluarkan tinja secara normal. Kondisi ini biasanya terjadi
akibat gangguan perkembangan saluran cerna janin saat usia kehamilan 5–7 minggu.
2. Kasus kedua yaitu :
Pada anak penderita Hirschsprung Disease atau penyakit yang mengenai sel-sel saraf
yang hilang pada otot sebagian atau keseluruhan usus besar (kolon).
Hadir pada saat lahir, kondisi ini menyebabkan kesulitan melewatkan tinja,
Gejala utama yaitu bayi yang baru lahir tidak buang air besar dalam waktu 48 jam
setelah lahir. Gejala lainnya yaitu perut bengkak dan muntah, Operasi diperlukan
untuk memotong bagian usus besar yang terkena atau diangkat sepenuhnya
3. Kasus ketiga yaitu :
Pada Bayi 5 Bulan yang menderita Penyakit Langka Atresia Bilier
Atresia bilier adalah kelainan bawaan lahir atau kongenital yang ditandai dengan
gangguan saluran empedu pada bayi baru lahir.
b. Apa penyebabnya ?
1. Pada kasus pertama penyakit atresia ani :
Atresia ani merupakan salah satu bentuk kelainan kongenital. Penyebab terjadinya
atresia ani belum diketahui secara pasti. Atresia ani terjadi secara acak dan bisa
dialami oleh siapa saja. Namun, ada dugaan yang mengaitkan kondisi dengan
kelainan genetik.

Atresia ani juga sering muncul bersamaan dengan kondisi VACTREL, yaitu
kelompok kelainan kongenital yang dapat memengaruhi berbagai sistem tubuh.
VACTREL adalah singkatan dari vertebral defects, anal atresia, cardiac defects,
tracheoesophageal fistula, renal anomalies, dan limb defects.

Saat janin mengalami kelainan atau gangguan perkembangan saluran pencernaan,


kehamilan juga bisa terganggu. Salah satu kondisi yang sering berkaitan dengan
atresia ani adalah terjadinya polihdramnion. Polihidramnion adalah kondisi
berlebihnya kadar cairan ketuban yang bisa diketahui saat ibu hamil melakukan
pemeriksaan kehamilan.

2. Pada kasus kedua Penyakit Hirschsprung :


Penyebab Penyakit Hirschsprung
Penyakit Hirschsprung terjadi ketika saraf di usus besar tidak terbentuk dengan
sempurna. Saraf ini berfungsi untuk mengontrol pergerakan usus besar. Oleh karena
itu, jika saraf usus besar tidak terbentuk dengan sempurna, usus besar tidak dapat
mendorong feses keluar. Akibatnya, feses akan menumpuk di usus besar.
Penyebab masalah pada saraf tersebut belum diketahui secara pasti. Namun, ada
beberapa kondisi yang diduga dapat meningkatkan risiko ketidaksempurnaan
pembentukan saraf usus besar, antara lain:

Berjenis kelamin laki-laki.


- Memiliki saudara yang menderita penyakit Hirschsprung.
- Memiliki orang tua, terutama ibu, yang pernah menderita penyakit Hirschsprung.
- Menderita penyakit bawaaan lainnya yang diturunkan, seperti Down syndrome
dan penyakit jantung bawaan.

3. Pada kasus ke tiga penyebab Penyakit Atresia Bilier :


Para ahli menduga kelainan ini terjadi sesaat setelah bayi lahir, di mana saluran
empedu bayi menjadi tertutup. Kondisi ini membuat cairan empedu terhambat dan
menumpuk di hati, sehingga dapat mengakibatkan kerusakan pada hati.

Walaupun belum diketahui penyebabnya, beberapa faktor diduga dapat meningkatkan


risiko atresia bilier. Di antaranya adalah:

- Infeksi virus atau bakteri setelah lahir.


- Paparan zat kimia berbahaya.
- Gangguan sistem kekebalan tubuh.
- Perubahan atau mutasi gen tertentu.
- Gangguan perkembangan hati dan saluran empedu saat di dalam rahim.

c. Bagaimana penatalaksanaan dari segi medis dan keperawatan ?


1. Kasus pertama penyakit atresia ani :
- Penatalaksanaan dari segi medis dan perawat :
1. Kolostomi
Kolostomi adalah bentuk operasi yang pertama dan biasa dilakukan.
Kolostomi dilakukan untuk anomaly jenis kelainan tinggi (High Anomaly),
rektovaginal fistula, rektovestibular fistula, rektouretral fistula, atresia rektum,
dan jika hasil jarak udara di ujung distal rektum ke tanda timah atau logam di
perineum pada radiologi invertogram > 1 cm. Tempat yang dianjurkan ada 2 :
transverso kolostomi dan sigmoidostomi. Bentuk kolostomi yang aman adalah
stoma laras ganda.
2. Dilatasi Anal (secara digital atau manual)
Dilatasi anal dilakukan pertama oleh dokter, kemudian dilanjutkan oleh
perawat. Setelah itu prosedur ini diajarkan kepada orang tua kemudian
dilakukan mandiri. Klien dengan anal stenosis, dilatasi anal dilakukan 3x
sehari selama 10-14 hari. Dilatasi anal dilakukan dengan posisi lutut fleksi
dekat ke dada. Dilator anal dioleskan cairan/minyak pelumas dan dimasukkan
3-4 cm ke dalam rektal. Pada perawatan postoperatif anoplasty, dilatasi anal
dilakukan beberapa minggu (umumnya 1-2 minggu) setelah pembedahan.
Dilatasi anal dilakukan dua kali sehari selama 30 detik setiap hari dengan
menggunakan Hegar Dilator. Ukuran dilator harus diganti setiap minggu ke
ukuran yang lebih besar. Ketika seluruh ukuran dilator dapat dicapai,
kolostomi dapat ditutup, namun dilatasi tetap dilanjutkan dengan mengurangi
frekuensi.
3. Anoplasty
Anoplasty dilakukan selama periode neonatal jika bayi cukup umur dan tanpa
kerusakan lain. Operasi ditunda paling lama sampai usia 3 bulan jika tidak
mengalami konstipasi. Anoplasty digunakan untuk kelainan rektoperineal
fistula, rektovaginal fistula, rektovestibular fistula, rektouretral fistula, atresia
rectum
4. Penatalaksanaan Non Medis
a. Toilet Training Toilet training dimulai pada usia 2-3 tahun. Menggunakan
strategi yang sama dengan anak normal,misalnya pemilihan tempat duduk
berlubang untuk eliminasi dan atau penggunaan toilet. Tempat duduk
berlubang untuk eliminasi yang tidak ditopang oleh benda lain
memungkinkan anak merasa aman. Menjejakkan kaki le lantai juga
memfasilitasi defekasi.
b. Bowel Management
Meliputi enema/irigasi kolon satu kali sehari untuk membersihkan kolon.
c. Diet Konstipasi
Makanan disediakan hangat atau pada suhu ruangan, jangan terlalu
panas/dingin. Sayuran dimasak dengan benar. Menghindari buahbuahan
dan sayuran mentah. Menghindari makanan yang memproduksi
gas/menyebabkan kram, seperti minuman karbonat, permen karet, buncis,
kol, makanan pedas, pemakaian sedotan.
d. Diet Laksatif/Tinggi serat
Diet laksatif/tinggi serat antara lain dengan mengkonsumsi makanan
seperti ASI, buah-buahan, sayuran, jus apel dan apricot, buah kering,
makanan tinggi lemak, coklat, dan kafein.
2. Penatalaksanaan Pada kasus kedua Penyakit Hirschsprung :
- tindakan harus mutlak dilakukan segera adalah tindakan dekompresi medik, atau
dekompresi bedah dengan pembuatan sigmoidostomi.
- Terapi medis hanya dilakukan untuk persiapan bedah. Prosedur bedah pada
penyakit hirschsprung merupakan tindakan bedah sementara dan bedah definitf.
Prinsip penanganan atau terapi penyakit hirschsprung umumnya dengan
melaksanakan dekompresi yang dilakukan dengan rectal washing dan
diversion(colostomi). Serta terapi definitifnya adalah dengan pembedahan yaitu
dengan mengganti atau membungkus usus yang mengalami aganglion dengan
yang ganglion
3. Penatalaksanaan Pada kasus ke tiga Penyakit Atresia Bilier :
1. Terapi medikamentosa 
2. Terapi nutrisi
Terapi yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan berkembang
seoptimal mungkin, yaitu :
a. Pemberian makanan yang mengandung medium chain triglycerides (MCT)
untuk mengatasi malabsorpsi lemak dan mempercepat metabolisme.
Disamping itu, metabolisme yang dipercepat  akan secara efisien segera
dikonversi menjadi energy untuk secepatnya dipakai oleh organ dan otot,
ketimbang digunakan sebagai lemak dalam tubuh. Makanan yang
mengandung MCT antara lain seperti lemak mentega, minyak kelapa, dan
lainnya.
b.  Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak. Seperti vitamin
A, D, E, K
3.  Terapi bedah
a. Kasai Prosedur
Prosedur kasai bertujuan untuk mengangkat daerah yang mengalami atresia
dan menyambung hepar langsung ke usus halus sehingga sehingga cairan
empedu dapat lansung keluar ke usus halus disebut juga Roux-en-Y
hepatoportojejunostomy.
b. Pencangkokan atau Transplantasi Hati.
4. Berdasarkan treatment yang diberikan :
a. Palliative treatment
Dilakukan home care untuk meningkatkan drainase empedu dengan
mempertahankan fungsi hati dan mencegah komplikasi kegagalan hati.
b. Supportive treatment
- Managing the bleeding dengan pemberian vitamin K yang berperan dalam
pembekuan darah dan apabila kekurangan vitamin K dapat menyebabkan
perdarahan berlebihan dan kesulitan dalam penyembuhan. Ini bisa
ditemukan pada selada, kubis, kol, bayam, kangkung, susu, dan sayuran
berdaun hijau tua adalah sumber terbaik vitamin ini.
c. Nutrisi support, terapi ini diberikan karena  klien dengan atresia bilier
mengalami obstruksi aliran dari hati ke dalam usus sehingga menyebabkan
lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat diabsorbsi. Oleh karena itu
diberikan makanan yang mengandung medium chain triglycerides (MCT)
seperti minyak kelapa.
d.  Perlindungan kulit bayi secara teratur akibat dari akumulasi toksik yang
menyebar ke dalam darah dan kulit yang mengakibatkan gatal (pruiritis) pada
kulit.
e.  Pemberian health edukasi dan emosional support, keluarga juga turut
membantu dalam memberikan stimulasi perkembangan dan pertumbuhan
klien

Anda mungkin juga menyukai