FISIOLOGI TEKNOLOGI
Disusun Oleh
NIM : 171710101082
Kelompok/kelas : 1 / THP A
2. Ika Wahyuni
5. Livia Wahyuni
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah mmengetahui perubahan
kualitas daging sapi dan ikan post mortem, yang meliputi pengamatan
marbling daging, pengamatan daging dan ikan segar, pengukuran pH,
warna, tekstur, cooking loss dan drip loss.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. Daging
a. Daging Sapi
Daging sapi memiliki warna merah terang, mengkilap, dan tidak pucat.
Secara fisik daging elastis, sedikit kaku dan tidak lembek. Jika dipegang
masih terasabasah dan tidak lengket di tangan. Dari segi aroma, daging sapi
sangat khas (gurih) (Usmiati, 2010). Sapi pedaging dapat dibedakan dari jenis
kelamin dan umur, dimana dengan perbedaan tersebut akan membedakan
mutu dari daging sapi. Pada saat hewan dipotong akan diperoleh karkas dan
non karkas. Dari seekor sapi yang beratnya 500 kg, akan diperoleh 350 kg
karkas dan 270 kg daging (Susilawati, 2001).
Komposisi daging sapi tiap 100 gram bahan
Komponen Jumlah
b. Daging Kambing
Komponen Jumlah
Kalori (kal) 154,00
Protein (g) 16,60
Lemak (g) 9,20
Karbohidrat (g) 0
Kalsium (mg) 11,00
Fosfor (mg) 124,00
Besi (mg) 1,00
Vitamin A (SI) 0
Vitamin B1 (mg) 0,09
Vitamin C (mg) 0
Air (g) 70,30
Sumber : Cahyono (1988) dalam Tiven, dkk. (2007)
c. Daging Babi
d. Daging ayam
e. Ikan Lele
Ikan Lele adalah salah satu jenis ikan air tawar yang termasuk ke
dalam ordo Siluriformes dan digolongkan ke dalam ikan bertulang sejati.
Lele dicirikan dengan tubuhnya yang licin dan pipih memanjang, serta
adanya sungut yang menyembul dari daerah sekitar mulutnya. Nama
ilmiah Lele adalah Clarias spp. yang berasal dari bahasa Yunani "chlaros",
berarti "kuat dan lincah". Dalam bahasa Inggris lele disebut dengan
beberapa nama, seperti catfish, mudfish dan walking catfish. Klasifikasi
ikan lele yaitu sebagai berikut:
Morfologi ikan Lele Lokal (Clarias batrachus)
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Ostarophysi
Subordo : Siluroidae
Famili : Clariidae
Genus : Clarias (Hilwa, 2004).
e. Ikan Gabus
Komposisi kimia daging terdiri dari air 56%, protein 22%, lemak
24%, dan substansi bukan protein terlarut 3,5% yang meliputi karbohidrat,
garam organic, subtansi nitrogen terlarut, mineral, dan vitamin. Daging
merupakan bahan makanan. yang penting dalam memenuhi kebutuhan
gizi, selain mutu proteinnya yang tinggi, pada daging terdapat pula
kandungan asam amino essensial yang lengkap dan seimbang (Lawrie,
1998). Protein merupakan komponen kimia terpenting yang ada didalam
daging, yang sangat dibutuhkan untuk proses pertumbuhan,
perkembangan, dan pemeliharaan kesehatan. Nilai protein yang tinggi di
daging disebabkan oleh asam amino esensialnya yang lengkap. Selain
kaya protein, daging juga mengandung energi, yang ditentukan oleh
kandungan lemak di dalam intraselular di dalam serabut-serabut otot.
Daging mengandung kolesterol, walaupun dalam jumlah yang relatife
lebih rendah dibandingkan dengan bagian jeroan maupun otak. Kolesterol
memegang peranan penting dalam fungsi organ tubuh. Kolesterol berguna
dalam menyusun jaringan otak, serat syaraf, hati, ginjal, dan kelenjar
adrenalin. Daging juga merupakan sumber vitamin dan mineral yang
sangat baik. Secara umum, daging merupkan sumber mineral seperti
kalsium, fosfor, dan zat besi serta vitamin B kompleks tetapi rendah
vitamin C. Karaktristik fisik Daging yang berkualitas tinggi adalah daging
yang berkembang penuh dan baik, konsistensi kenyal, tekstur halus, warna
terang dan marbling yang cukup (Dhuljaman et al., 1984).
2.2.2. Ikan
Untuk memecahkan segala permasalahan yang berhubungan
dengan transportasi, penyimpanan dan pengolahan ikan perlu menguasai
tentang sifat fisik ikan yang meliputi bentuk dan ukuran, densitas dan
kekambahan, dan juga sudut natural repose, sudut luncur dan koefisien
gesekan. Kapasitas panas, konduktivitas panas, difusivitas panas dan
faktor-faktor lain juga perlu untuk diketahui.
1. Bentuk Utama Ikan
Berikut ini merupakan bentuk utama dari ikan, yaitu yang terdiri
dari berikut ini.
a. Bentuk torpedo
memiliki bentuk seperti torpedo, bagian paling tebal pada kepala,
meruncing tajam ke arah belakang, dan sedikit mendatar pada kedua
sisinya. Contoh: ikan tuna, cakalang dan layang.
b. Bentuk panah memanjang
sayatan atau potongan melintangnya sebanding dengan sirip punggung
dan sirip anus terletak pada bagian belakang. Contoh: cendro dan
cunang-cunang.
c. Bentuk pipih – bentuknya memipih pada kedua sisi atau pada bagian
atas.
Contoh: ikan pari.
d. Bentuk seperti ular – panjang, bulat, sedikit memipih pada kedua sisi
dangeraknya mengombak. Contoh: belut dan sidat.
2. Ukuran
Panjang dan berat dapat dipakai untuk menentukan ukuran dari
ikan.Ikan yang lebih tua memiliki ukuran lebih panjang dan lebih
kambahdibandingkan dengan yang lebih muda. Pada umur dan panjang
yang sama,biasanya ikan betina lebih berat dibandingkan ikan jantan.
Keragaman ukuransecara musiman terhadap volume dan berat terjadi pada
saat gonad sedangdalam proses perkembangan, dan kemudian mengecil
kembali segera setelahbertelur. Laju pertumbuhan ikan tergantung kepada
pakan yang tersedia di airtempat hidupnya sehingga ikan pada umur dan
spesies sama yang ditangkappada perairan berbeda mungkin bervariasi
dalam berat dan panjang.
3. Berat Spesifik Ikan
Berat spesifik ikan adalah perbandingan antara berat terhadap
volume(dalam gram/cm3). Rata-rata gravitasi spesifik dari ikan hidup
(atau ikan matiyang memiliki kantung kemih belum kempis) mendekati
1,01 yangmemungkinkan untuk mentransportasikan ikan utuh melalui
aliran air. Ikanyang telah disiangi atau bagian dari badan ikan memiliki
gravitasi spesifikyang lebih besar dan tenggelam di dalam air. Gravitasi
spesifik ikan yangtelah disiangi dan daging dari spesies yang berbeda
bervariasi antara 1,05–1,08, kulit antara 1,07–1,12 dan sisik antara 1,30–
1,55. Gravitasi spesifikikan menurun dengan meningkatnya ukuran ikan.
Perubahan suhu ikan antara20o ke 30oC dan 0oC menyebabkan sedikit
perubahan gravitasi spesifik, tetapiberat spesifik ikan beku menurun
karena peningkatan volume ketika airberubah menjadi es.
4. Berat Kamba
Berat kamba ikan adalah berat (dalam kilogram atau ton) per
unitvolume (meter kubik). Faktor ini harus diperhitungkan ketika
melakukankalkulasi kapasitas penyimpanan, transportasi, dan
pengemasan. Berat kambatergantung kepada kondisi dari ikan. Ikan hidup
dapat dimuat lebih padatdibandingkan ikan mati dan memiliki berat kamba
lebih besar. Ikan matiyang belum mengencang, atau ikan telah melampaui
tahap rigor mortis yangbadannya lemas dapat dimuat lebih padat dari pada
ikan yang barumengencang atau ikan beku, oleh karenanya ikan tersebut
memiliki beratkamba yang lebih tinggi. Pusat gravitasi ikan berada dekat
bagian kepala.
5. Sudut Natural Repose
Jika sejumlah ikan ditumpahkan pada permukaan horizontal
akanmembentuk kerucut dengan kemiringan tertentu yang disebut dengan
sudutnatural repose. Sudut ini sangat dipengaruhi oleh spesies dan
keadaan dariikan.
6. Sudut Luncur dan Koefisien Gesek
Sudut luncur adalah sudut kemiringan di mana ikan yang
diletakkanpada suatu permukaan akan mulai meluncur akibat pengaruh
gravitasi untukmengatasi gesekan. Koefisien gesekan adalah tangent sudut
luncur. Sangatpenting untuk mengetahui sudut luncur dan koefisien
gesekan ketikamerancang instalasi untuk memindahkan dan mengolah
ikan.
7. Tekstur
Tekstur atau konsistensi sangat penting di dalam memperkirakan
mutuikan dan memperkirakan tingkat kesulitan dalam memotongnya.
Konsistensidiukur berdasarkan kekakuan daging ikan yang meningkat
pada awal setelahkematian, dan mencapai nilai tertinggi selama rigor
mortis. Ketika tahap inidilampaui dan ikan telah disimpan beberapa saat,
kekakuan tersebut akanmenurun.
8. Panas Spesifik
Panas spesifik adalah jumlah panas yang harus diberikan ke ikan
atauharus dihilangkan dari ikan dalam rangka meningkatkan atau
menurunkansuhu sebesar 1oC. Nilainya tergantung pada komposisi kimia
ikan danditentukan sebagai jumlah nilai panas spesifik komponen-
komponennya (air,lemak, protein, dan garam-garam mineral). Panas
spesifik ikan sedikit lebihmeningkat pada suhu yang lebih tinggi yang
menyebabkan perubahanperubahansifat fisik dan kimia protein.
Sebaliknya, panas spesifik menurunpada suhu di bawah 0oC. Hal ini
disebabkan air berubah menjadi es ketikadibekukan.
9. Konduktivitas Panas
Konduktivitas panas adalah kapasitas ikan di dalam mengalirkan
panasketika dipanasi atau didinginkan. Pada selang suhu 0–30oC terjadi
sedikitperubahan konduktivitas panas ikan, tetapi meningkat tajam ketika
dibekukankarena koefisien konduktivitas panas es hampir empat kali
koefisienkonduktivitas panas air.
10. Difusi Suhu
Difusi suhu adalah laju perubahan suhu badan ikan pada saat
dipanaskanatau didinginkan. Difusi suhu dipengaruhi oleh konduktivitas
panas,kapasitas panas, dan gravitasi spesifik.
Komposisi kimia ikan tergantung kepada spesies, umur, jenis
kelamindan musim penangkapan, serta ketersediaan pakan di air, habitat
dan kondisilingkungan. Kandungan protein dan mineral daging ikan relatif
konstan,tetapi kadar air dan kadar lemak sangat berfluktuasi. Jika
kandungan lemakpada daging semakin besar, kandungan air akan semakin
kecil dansebaliknya.
2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kerusakan bahan
2.3.1. Daging
Daging termasuk kedalam kelompok pangan yang mudah
rusak.Banyak kasus kerusakan secara mikrobiologi yang terjadi
selamapenyimpanan karena kandungan gizi dan kadar air yang tinggi,
sertakandungan vitamim dan mineral dalam daging. Penyebab
kerusakansecara mikrobiologi pada daging disebabkan pertumbuhan
bakteripembusuk ditandai dengan pembentukan lendir, perubahan
warna,perubahan bau menjadi busuk akibat terbentuknya senyawa-
senyawaberbau busuk seperti amonia, H2S dan senyawa lain. Selain itu
jugaberakibat terjadinya perubahan rasa menjadi asam akibat
pertumbuhanbakteri pembentuk asam dan ketengikan yang disebabkan
pemecahanatau oksidasi lemak. Kerusakan secara mikrobiologi juga
dapatmenimbulkan penyakit karena bakteri yang sering
mengkontaminasidaging Salmonella typhimurium dan Escherichia coli
yang dapatmenimbulkan penyakit (Koswara, 2009).
Pada karkas daging, daya tahan simpan dipengaruhi oleh
carapenanganan selarna pemotongan dan suhu ruang
penyimpanannya.Pemotongan secara tradisional menyebabkan karkas
daging tidak dapatdisimpan lebih lama, kemungkinan sanitasi kurang
diperhatikansehingga mudah tercemar bakteri. Dengan demikian, bila
disimpandalam suhu kamar hanya bertahan rata-rata selama 11 jam.
Apabilapemotongan dilakukan dengan baik bisa bertahan sampai dengan
16jam. Karkas dagingyang disimpan dengan menggunakan es batu
bisabertahan rata-rata sampai 49 jam (Widaningrum, 2007).
Menurut Deptan (2009) ada beberapa faktor yang dapat
dijadikanpedoman untuk memilih daging segar antara lain :
a. Warna
Warna daging adalah salah satu kriteria penilaian mutudaging yang dapat
dinilai langsung. Warna daging ditentukan olehkandungan dan keadaan
pigmen daging yang disebut mioglobindan dipengaruhi oleh jenis hewan,
umur hewan, pakan, aktivitasotot, penanganan daging dan reaksi-reaksi
kimiawi yang terjadi didalam daging. Warna daging sapi segar yang baik
adalah warnamerah cerah. Warna daging sapi yang baru dipotong yang
belum terkena udara adalah warna merah-keunguan, lalu jika telah
terkenaudara selama kurang lebih 15-30 menit akan berubah
menjadiwarna merah cerah. Warna merah cerah tersebut akan
berubahmenjadi merah-coklat atau coklat jika daging dibiarkan
lamaterkena udara.Warna merah terang yang diinginkan akibat
darioksimioglobin ketika terekspos udara, namun tidak stabil dan
padapemaparan yang lebih lama dan oksigen yang berlebihan
dapatmengeser warnanya menjadi kecoklatan (Yuniarti, 2011).
b. Bau
Bau daging segar tidak berbau masam/busuk, tetapi berbaukhas
daging segar. Bau daging dipengaruhi oleh jenis hewan,pakan, umur
daging, jenis kelamin, lemak, lama waktu, dan kondisipenyimpanan. Bau
daging dari hewan yang tua relatif lebih kuatdibandingkan hewan muda,
demikian pula daging dari hewan jantan memiliki bau yang lebih kuat
daripada hewan betina.Kebusukan akan kerusakan daging ditandai oleh
terbentuknyasenyawa-senyawa berbau busuk seperti amonia, H2S, indol,
danamin, yang merupakan hasil pemecahan protein olehmikroorganisme
(Kastanya, 2009).
c. Tekstur
Daging segar bertekstur kenyal, padat dan tidak kaku, biladitekan
dengan tangan, bekas pijatan kembali ke bentuk semula.Daging yang tidak
baik ditandai dengan tekstur yang lunak dan biladitekan mudah hancur.
d. Kenampakan
Daging segar tidak berlendir, tidak terasa lengket ditangan
danterasa kebasahannya. Daging yang busuk sebaliknya berlendir
danterasa lengket di tangan. Selain itu permukaan daging berwarnakusam,
kotor dan terdapat noda merah, hitam, biru, putih kehijauanakibat kegiatan
mikroba.
2.3.2. Ikan
a. Pengaruh kegiatan enzim (autolisa)
Sebenarnya enzim yang menjadi salah satu penyebab kemerosotan
mutu secara alami sudah terdapat pada tubuh ikan. Diantaranya yaitu
enzim dari daging ikan (cathepsin), enzim pencernaan (trypsin,
chymotrypsin, dan pepsin), serta enzim-enzim dari mikroorganisme itu
sendiri. Karena ikan mengandung banyak protein dan sedikit sekali
karbohidrat, maka yang berperanan penting dalam proses kemunduran
mutu adalah enzim-enzim yang menguraikan protein, yaitu enzim
proteolitis (Moeljanto, 1992).
Selama ikan masih hidup, enzim yang terdapat dalam sistem
pencernaan dan didalam daging dapat diatur oleh badan ikan, dan
kegiatannya menguntungkan bagi kehidupan ikan itu sendiri. Akan tetapi,
setelah ikan mati, enzim-enzim masih tetap aktif dan enzim proteolitis
yang semula berfungsi menguraikan bahan makanan yang masuk ke dalam
perut ikan karena sudah tidak ada lagi yang masuk lalu menguraikan
jaringan disekitarnya. Proses inilah yang disebut autolisa, yaitu proses
penguraian jaringan yang berjalan dengan sendirinya setelah makhluk itu
mati (Moeljanto, 1992).
Kegiatan yang merusak ini akan dibantu oleh bakteri yang
dibebaskan dari rongga perut oleh serangan enzim. Sebab, hasil-hasil
penguraian jaringan oleh enzim juga merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri. Dalam proses autolisa, kandungan karbihidrat dalam
tubuh ikan akan diuraikan. Diantara hasil penguraian tersebut terdapat
asam laktat. Dengan adanya asam laktat ini, proses kemunduran mutu ikan
melewati fase rigor mortis (badan ikan menjadi kaku); dan keadaan rigor
atau kaku ini dapat dipakai sebagai petunjuk bahwa ikan basah masih
dalam keadaan sangat segar (Moeljanto, 1992).
Proses penguraian oleh enzim ini makin cepat bila suhunya
meningkat dan mencapai puncaknya pada suhu 37°C, sedangkan bila
suhunya diturunkan kecepatan penguraian akan menurun. Akan tetapi,
penurunan suhu sampai -40°C pun belum menghentikan kegiatan enzim
seluruhnya. Pada akhir fase rigor, saat hasil penguraian jaringan makin
banyak, kegiatan bakteri pembusuk dengan enzimnya makin meningkat
dan setelah melewati fase rigor (badan ikan mulai lembek) kecepatan
kemunduran mutu makin meningkat (Moeljanto, 1992)
2 sampel daging
2 sampel ikan
Pengirisan
Irisan I Irisan II
Pengamatan
3.2.4 Penentuan pH
Sampel daging
Pencincangan
3.2.5 PengukuranTekstur
Sampeldaging
Pengaktivan rheotex
Pengamatan warna
Penimbangan
Daging
Penimbangan 10 gr
Penimbangan
Daging
Warna +3 +2
Tesktur
Kenyal Lembek dan keras
(kekenyalan)
N
Kode Sampel Gambar No. BMS GRADE
o
1 Daging Sapi 7 4
2 Daging Babi 4 2
3 Daging Ayam 4 3
4 Daging Kambing 6 4
Tabel 4.PengamatanWarna
- Warnalebihpucat
Rebus - Teksturlebihkeras ++
- Aroma daging rebus
- Warnalebihmerah
- Teksturlebihlicindanlembe
Curing k +++++
- Aroma amis
Keterangan :
4 = cerah
3 = netral
2 = kurangcerah
1 = tidakcerah
Penentuan pH
Tabel 5.Pengukuran pH
Perlakuandaging
Kodesampel
Segar Rebus Curing
Dengan pH meter 5,6 6,5 5,4
PengukuranTekstur
Tabel 6.PengukuranTekstur
Perlakuandaging
Kodesampel
Segar Rebus Curing
Atas 10 gr/mm 16 gr/mm 8 gr/mm
Bawah 8 gr/mm 12 gr/mm 10 gr/mm
Samping 10 gr/mm 16 gr/mm 14 gr/ mm
Rata-rata 14 gr/mm 22 gr/mm 16 gr/mm
PengukuranCookingloss
Tabel 7.PengkuranCookingloss
Perlakuandaging
Kodesampel
Segar Rebus Curing
Sebelumdimasak 2,1 gram 2,54 gram 2,45 gram
Setelahdimasakcookinglos
2 gram 2,42 gram 1,76 gram
s
PengukuranDriploss
Tabel 8.PengukuranDriploss
Perlakuandaging
Kodesampel
Segar Rebus Curing
Sampel 1 Thawing
Sebelumdibekukan 2,1 gram 2,58 gram 2,56 gram
Setelahdibekukandriplos
1,91 gram 1,55 gram 2,44 gram
s
Sampel 2 suhuruang
Sebelumdibekukan 2,2 gram 2,58 gram 2,56 gram
Setelahdibekukandriplos
2,34 gram 1,39 gram 2,07 gram
s
Sampel 3 chilling
Sebelumdibekukan 2,56 gram 2,67 gram 5,42 gram
Setelahdibekukandriplos
1,68 gram 1,95 gram 4,8 gram
s
kecoklatan ++
Curring
Keterangan :
4 = cerah
3 = netral
2 = kurang cerah
1 = tidak cerah
Penentuan pH
Tabel 5.Pengukuran Ph
Perlakuandaging
Kodesampel
Segar Rebus Curing
Dengan pH 6,9 6,6 6,5
meter
E. Pengukuran Tekstur
Perlakuan daging
Kode sampel
Segar Rebus Curing
Atas 12 gr/mm 16 gr/mm 10 gr/mm
Bawah 12 gr/mm 16 gr/mm 10 gr/mm
Samping 10 gr/mm 18 gr/mm 10 gr/ mm
Rata-rata 11,33 gr/mm 16,67 gr/mm 10 gr/mm
Perlakuan daging
Kode sampel Segar Rebus Curing
Kelompok 3PengamatanDagingIkanKembung
PengamatanWarna
Tabel 4.Pengamatanwarna
Rebus Warnamemucat, +1
dagingikanmemutih.
Curing Warnatetapsegar, +3
masihcerah.
Penentuan pH
Tabel 5.Pengukuran pH
PerlakuanIkan
KodeSampel
Segar Rebus Curing
Dengan pH meter 6,6 6,5 6,3
PengukuranTekstur
Tabel 6.PengukuranTekstur
Kodesampel PerlakuanDaging
Segar Rebus Curing
Sampel
Atas 10 gr/mm 24 gr/mm 12 gr/mm
Bawah 12 gr/mm 30 gr/mm 12 gr/mm
Samping 10 gr/mm 12 gr/mm 10 gr/mm
Rata - rata 10,67 gr/mm 22 gr/mm 11,33 gr/mm
Pengukurancooking loss
Kodesampel PerlakuanDaging
Segar (gr) Rebus (gr) Curing (gr)
Sebelumdimasak 2 1,5 2,1
Sesudahdimasak 1,6 1,4 1,78
PengukuranDrip loss
Kodesampel PerlakuanDaging
Segar (gr) Rebus (gr) Curing (gr)
Sebelumdimasak 2 1,5 2,1
Sesudahdimasak 1,6 1,4 1,78
Thawing 1,41 1,71 2,43
Suhuruang 1,83 1,62 2,63
Chilling 24 jam 1,41 1,71 2,43
Kelompok 4.Dagingkambing
PengamatanWarna
Tabel 4.Pengamatanwarna
Rebus WarnadagingmatangCoklatpuca +1
t
Tabel 5.Pengukuran pH
PerlakuanIkan
KodeSampel
Segar Rebus Curing
Dengan pH meter 5,8 6,1 5,6
PengukuranTekstur
Tabel 6.PengukuranTekstur
Kodesampel PerlakuanDaging
Segar Rebus Curing
Sampel
Atas 006/005 35/00,5 6/0,5
Bawah 4/0,05 55,00,5 5/00,5
Samping 005/00,5 19/00,5 5/00,5
Pengukurancooking loss
Kodesampel PerlakuanDaging
Segar Rebus Curing
Sampel
Sebelumdimasak 5,96 2,350 6,03
Sesudahdimasak 4,893 2,338 5,993
PengukuranDrip loss
Kodesampel PerlakuanDaging
Segar Rebus Curing
Sampel
Sebelumdimasak 5,98 2,29 5,92
Sesudahdimasak 5,53 3,42 2,21
Tawing 5,38 2,25 4,73
Suhuruang 5,88 3,39 2,19
Chilling 24 jam 5,59 1,09 5,63
Tabel 4.PengamatanWarna
Rebus
Pucat 3
Curing
Merahsegar 5
Penentuan pH
Tabel 5.Penentuan pH
KodeSampel PerlakuanDaging
Segar Rebus Curing
Dengan pH meter 6,1 6,3 5,6
PengukuranTekstur
Tabel 6.PengukuranTekstur
KodeSampel PerlakuanDaging
Segar Rebus Curing
Atas 5 / 0,5 8 / 0,5 4 / 0,5
Bawah 5 / 0,5 21 / 0,5 4 / 0,5
Samping 6 / 0,5 5 / 0,5 5 / 0,5
Rata-rata 10,67 22,67 8,67
Sampel Thawing
SuhuKamar
Sebelumdibekukan 2 1,5 2
Setelahdibekukan 1,89 1,3 1,9
Drip Loss (%) 5,5 13,3 5
Sampel Thawing
Air Mengalir
Sebelumdibekukan 2 1,28 2
Setelahdibekukan 1,89 0,88 1,88
Drip Loss (%) 5,5 31,25 6
Bahan : kelompok 6 Dagingayam + perendamanekstrak nanas 5%
PENGAMATAN WARNA
Tabel 4.PengamatanWarna
Segar Pucat 2
Curing Kemerahan 4
PENENTUAN pH
Tabel 5.Pengaruh pH
KodeSampel Perlakuandaging
PENGUKURAN TEKSTUR
Table 6.PengukuranTekstur
Kodesampel Perlakuandaging
Tabel 7.PengukuranCookingloss
Sebelumdimasak 2 2 2
Kelompok 7: dagingikanlaut
PengamatanWarna
Tabel 4.PengamatanWarna
Rebus - Warnalebihpucat ++
- Teksturlebihluna
k
- Aroma
amisberkurang
Keterangan :
4 = cerah
3 = netral
2 = kurangcerah
1 = tidakcerah
Penentuan pH
Tabel 5.Pengukuran pH
Perlakuandaging
Kodesampel
Segar Rebus Curing
Dengan pH meter 6,4 6,7 5,9
PengukuranTekstur
Tabel 6.PengukuranTekstur
Perlakuandaging
Kodesampel
Segar Rebus Curing
Atas 12 gr/mm 6 gr/mm 12 gr/mm
Bawah 10 gr/mm 16 gr/mm 16 gr/mm
Samping 14 gr/mm 9 gr/mm 14 gr/ mm
Rata-rata 12 gr/mm 10 gr/mm 14 gr/mm
Perlakuandaging
Kodesampel
Segar Rebus Curing
Sebelumdimasak 3,01 gram 2,04 gram 2,76 gram
Setelahdimasak 2,04 gram 1,96 gram 2,20 gram
cooking loss
Tabel 4.PengamatanWarna
Rebus - Warnalebihpucat ++
- Teksturlebihluna
k
- Aroma
amisberkurang
Curing - Warnalebihsegar +++++
- Teksturlebihlicin
,
lemaklebihputih,
lembek
- Aroma
sangatamis
Keterangan :
4 = cerah
3 = netral
2 = kurangcerah
1 = tidakcerah
Penentuan pH
Tabel 5.Pengukuran pH
Perlakuandaging
Kodesampel
Segar Rebus Curing
Dengan pH meter 5,7 5,5 5,3
PengukuranTekstur
Tabel 6.PengukuranTekstur
Perlakuandaging
Kodesampel
Segar Rebus Curing
Atas 12 gr/mm 32 gr/mm 12 gr/mm
Bawah 10 gr/mm 14 gr/mm 14 gr/mm
Samping 14 gr/mm 112 gr/mm 10 gr/ mm
Rata-rata 12 gr/mm 52,67 gr/mm 12 gr/mm
Perlakuandaging
Kodesampel
Segar Rebus Curing
Sebelumdimasak 2 gram 1,75 gram 2 gram
Setelahdimasak 1,076 gram 1,482 gram 1,380 gram
cooking loss
Perlakuandaging
Kodesampel
Segar Rebus Curing
Sampel 1 Thawing
Sebelumdibekukan 1,62 gram 1,21 gram 2,35 gram
Setelahdibekukandriploss 1,4 gram 1,1 gram 2,28gram
Sampel 2 suhuruang
Sebelumdibekukan
Setelahdibekukandriploss 2,20 gram 1,02 gram 2,46 gram
1,9 gram 1,3 gram 2,3 gram
Sampel 3 chilling
Sebelumdibekukan 2,87 gram 1,52 gram 2,28 gram
Setelahdibekukandriploss 2,6 gram 1,7 gram 2,54 gram
4.2 HasilPerhitungan
Kelompok 1 DagingSapi
A. Tekstur
Perlakuan daging
Kode sampel
Segar Rebus Curing
Rata-rata 14 gr/mm 22 gr/mm 16 gr/mm
B. Cooking loss
Perlakuan daging
Kode sampel
Segar Rebus Curing
Cooking loss 4,76% 4,72% 28,1%
C. Driploss
Perlakuan daging
Kode sampel
Segar Rebus Curing
driploss 19,40% 39,92% 4,68%
Kelompok 2 BahanDagingAyam
A. PengukuranTekstur
Perlakuan daging
Kode sampel
Segar Rebus Curing
Rata-rata 11,33 gr/mm 16,67 gr/mm 10 gr/mm
B. Cooking loss
Kode sampel Perlakuan daging
Segar Rebus Curing
Cooking loss 19.64% 1.43% 4.48%
C. Driploss
Perlakuan daging
Kode sampel
Segar Rebus Curing
driploss 3.79% 6.12% 3.30%
Kelompok 3 Bahan :Ikan Laut
A. PengukuranTekstur
Perlakuan daging
Kode sampel
Segar Rebus Curing
Rata-rata 10,67 22 11,33
B. Cooking loss
Kodesampel Perlakuandaging
Segar Rebus Curing
Cooking loss 20% 6,67% 15,24%
C. Driploss
Perlakuan daging
Kode sampel
Segar Rebus Curing
driploss 21% -6% 9,5%
A. PengukuranTekstur
Perlakuan daging
Kode sampel
Segar Rebus Curing
Rata-rata 10 72,7 10,7
B. Cooking loss
Kodesampel Perlakuandaging
Segar Rebus Curing
Cooking loss 76,13% 97,13% 93,35%
C. Driploss
Perlakuan daging
Kode sampel
Segar Rebus Curing
B. PengukuranCooking loss
PerlakuanDaging
Berat (gr)
Segar Rebus Curing
Cooking loss (%) 27,5 2,5 26
C. PengukuranDriploss
B. Cooking loss
Kodesampel Perlakuandaging
Segar Rebus Curing
Cooking loss 64% 42% 9%
C. Driploss
Perlakuan daging
Kode sampel
Segar Rebus Curing
driploss 49% 123% -80%
A. PengukuranTekstur
Perlakuan daging
Kode sampel
Segar Rebus Curing
Rata-rata 12 10 14
B. Cooking loss
Kodesampel Perlakuandaging
Segar Rebus Curing
Cooking loss 20,1% 3,9% 20,2%
C. Driploss
Perlakuan daging
Kode sampel
Segar Rebus Curing
driploss 6,1% 39,2% 45%
A. PengukuranTekstur
Perlakuan daging
Kode sampel
Segar Rebus Curing
Rata-rata 12 52,67 12
B. Cooking loss
Kodesampel Perlakuandaging
Segar Rebus Curing
Cooking loss 46,2% 13,4% 31%
C. Driploss
Perlakuan daging
Kode sampel
Segar Rebus Curing
driploss 13,58% 9,09% 2,98%
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1.4. Penentuan pH
5.2.4. Penentuan Ph
6.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada praktikum kali ini adalah pada setiap daging
memiliki karakteristik yang berbeda dengan jenis daging yang lain. Daging dan
ikan pada praktikum ini diamati perbedaan kesegarannya. Diharapkan dengan itu
praktikan dapat membedakan daging segar dan kurang segar.Praktikum ini pula
dilakukan agar praktikan dapat mengelolah daging dan ikan sesuai dengan
karakteristik bahannya, agar dapat dikonsumsi dengan baik.
6.2. Saran
Adapun saran pada praktikum kali ini adalah diharapkan bahan baku
daging dan ikan segar tidak melalui proses penyimpanan yang lama. Sehingga
sampel daging dan ikan segar benar-benar terjaga kualitas ke segarannya ketika
digunakan pada saat praktikum
DAFTAR PUSTAKA
Aberle, D.E., J.C. Forrest, DE Gerrard and E.W. Mills. 2001. Principles of Meat
Aksara.
Absolut.
Swadaya.
Campbell JR, Lasley JF. 1975. The Science of Animals that Serve Humanity. Mc
Forrest, J.C., E.B. Aberle, H.B. Hedrick, M.D. Judge, dan R.A. Merkel. 1975.
159.
press. Jakarta.
Bogor.
Swadaya
Rita, Yuniarti. 2011. Audit Firm Size, Audit Fee And Audit Quality. Journal Of
Pertanian Bogor.
Tiven, N. C., E. Suryanto dan Rusman. 2007. Komposisi kimia, sifat fisik dan
Usmiati, S. 2010. Pengawetan Daging Segar dan Olahan. Bogor : Balai Besar