Anda di halaman 1dari 61

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN DAN HASIL PERTANIAN

FISIOLOGI TEKNOLOGI

DAGING DAN IKAN

Disusun Oleh

Nama : Tahnia Fela Indrawati

NIM : 171710101082

Kelompok/kelas : 1 / THP A

Asisten : 1. Lilik Krisna Mukti

2. Ika Wahyuni

3. Seno Pratama Putra

4. Afina Desi Wulandari

5. Livia Wahyuni

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
201
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Daging adalah sekumpulan otot yang melekat pada rangka. Istilah
daging dibedakan dengan karkas. Daging adalah bagian yang sudah tidak
mengandung tulang, sedangkan karkas berupa daging yang belum
dipisahkan dari tulang atau kerangkanya (Astawan, 2006). Ikan adalah
hewan yang bertulang belakang (vertebrata) yang berdarahdingin dimana
hidupnya dilingkungan air, pergerakan dan keseimbangan
denganmenggunakan sirip serta pada umumnya bernafas dengan insang
(Raharjo, 1980).Konsumsi ikandan daging di Indonesia dari tahun ke
tahun mengalami peningkatan. Pada 2012, konsumsi ikan dan daging di
Indonesia berkisar 33,8 kilogram per kapita per tahun, sedangkan pada
2013 konsumsi ikan dan ikan di Indonesia meningkat menjadi
35,6kilogram per kapita per tahun. Pada 2014, konsumsi ikan dan daging
di Indonesia akan ditingkatkan lagi mencapai 38 kilogram per kapita per
tahun (Daud, 2014).
Daging dan ikan dari berbagai jenis spesies memiliki perbedaan
karakteristik. Teknologi menyebabkan adanya pengembangan sistem
penanganan dan pengemasan daging dan ikan sehingga menyebabkan
umur simpannya menjadi lebih lama dan kualitas daging dan ikan
bertambah. Konsumen dipastikan akan memilih daging dan ikan yang
memiliki kualitas terbaik. Oleh sebab itu perlu adanya pengetahuan
bagikonsumen untuk mengetahui kualitas daging dan ikan segar.

1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah mmengetahui perubahan
kualitas daging sapi dan ikan post mortem, yang meliputi pengamatan
marbling daging, pengamatan daging dan ikan segar, pengukuran pH,
warna, tekstur, cooking loss dan drip loss.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi dan Komposisi Bahan

2.1.1. Daging

a. Daging Sapi

Daging sapi memiliki warna merah terang, mengkilap, dan tidak pucat.
Secara fisik daging elastis, sedikit kaku dan tidak lembek. Jika dipegang
masih terasabasah dan tidak lengket di tangan. Dari segi aroma, daging sapi
sangat khas (gurih) (Usmiati, 2010). Sapi pedaging dapat dibedakan dari jenis
kelamin dan umur, dimana dengan perbedaan tersebut akan membedakan
mutu dari daging sapi. Pada saat hewan dipotong akan diperoleh karkas dan
non karkas. Dari seekor sapi yang beratnya 500 kg, akan diperoleh 350 kg
karkas dan 270 kg daging (Susilawati, 2001).
Komposisi daging sapi tiap 100 gram bahan
Komponen Jumlah

Kalori (kal) 207,00


Protein (g) 18,80
Lemak (g) 14,00
Karbohidrat (g) 0
Kalsium (mg) 11,00
Fosfor (mg) 170,00
Besi (mg) 2,80
Vitamin A(SI) 30,00
Vitamin B1 (mg) 0,08
Vitamin C (mg) 0
Air (g) 66,00
Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1981) dalam Soputan
(2004)

b. Daging Kambing

Daging kambing memiliki ciri-ciri yang hampir sama dengan


daging sapi. Namun, kambing memiliki serat lebih kecil dibandingkan
serat daging sapi, serta aroma daging kambing yang khas goaty. Daging
domba dan kambing masingmasing mengandung protein 17,1% dan 16,6%
dan lemak 14,8% dan 9,2% (Usmiati, 2010). Daging kambing memiliki
cirri yang khas, yaitu hampir tidak memiliki lemak dibawah kulit,
kelebihan lemaknya ditimbun sebagai lemak yang tersebar diantara serat
daging. Susunan karkas daging kambing yaitu daging 62%, tulang 19%,
dan lemak 19% (Tiven, et al., 2007).

Komponen Jumlah
Kalori (kal) 154,00
Protein (g) 16,60
Lemak (g) 9,20
Karbohidrat (g) 0
Kalsium (mg) 11,00
Fosfor (mg) 124,00
Besi (mg) 1,00
Vitamin A (SI) 0
Vitamin B1 (mg) 0,09
Vitamin C (mg) 0
Air (g) 70,30
Sumber : Cahyono (1988) dalam Tiven, dkk. (2007)

c. Daging Babi

Babi adalah sejenis hewan ungulata dan merupakan hewan yang


aslinyaberasal dari Eurasia. Orang Arab biasa menyebutkan khinzir.
Sedang orang Jawabiasa menyebutnya babi atau celeng, meski kadang
dibedakan di antara keduanya.Babi biasa diternak dan celeng hidup liar di
hutan. Dalam ilmu biologi, babitermasuk kingdom Animalia, Filum:
Chordata, kelas Mamalia, Ordo Artiodactyla,Familia Suidae, dan Genus
Sus. Babi memiliki banyak spesies, di antaranyaadalah sebagai berikut :
Sus barbatus, Sus bucculentus, Sus cebifrons, Suscelebensis, Sus
domesticus, Sus heureni, Sus philippensis, Sus Salvanius, Susscrofa, Sus
timoriensis, dan Sus verrucosus. Dalam mata rantai makanan,
babitermasuk omnivora, yang berarti mengkonsumsi baik daging maupun
tumbuhtumbuhan.Babi adalah hewan yang kerakusannya dalam makan
tidak tertandingihewan lain. Ia memakan semua makanan yang ada di
depannya (Kumari, 2009).

d. Daging ayam

Daging ayam atau daging broiler banyak diminati masyarakat


disebabkan oleh teksturnya yang elastis, artinya jika ditekan dengan jari,
daging dengan cepat akan kembali seperti semula. Jika ditekan daging
tidak terlalu lembek dan tidak berair. Warna daging ayam segar adalah
kekuning-kuningan dengan aroma khas daging ayam broliler tidak amis
tidak berlendir dan tidak menimbulkan bau busuk (Kasih et al.
2012).Komposisi daging ayam terdiri dari 73.7% air, 20.6% protein, 4.7%
lemak dan 1% abu.Forrest et al (1975) menyatakan bahwa kandungan
mineral pada daging ayam4% yang terdiri dari sodium, potasium,
magnesium, kalsium, besi, fosfat,8sulfur, klorida, dan yodium(Campbell
dan Lasley,1975).

e. Ikan Lele

Ikan lele (Clarias gariepinus) merupakan salah satu komoditas


perikanan yang cukup popular di masyarakat. Ikan ini berasal dari benua
Afrika dan pertama kali didatangkan ke Indonesia pada tahun 1984. Ikan
lele atau ikan keli, adalah sejenis ikan yang hidup di air tawar. Lele mudah
dikenali karena tubuhnya yang licin, agak pipih memanjang, serta
memiliki "kumis" yang panjang, yang mencuat dari sekitar bagian
mulutnya (Andrianto, 2005).

Ikan Lele adalah salah satu jenis ikan air tawar yang termasuk ke
dalam ordo Siluriformes dan digolongkan ke dalam ikan bertulang sejati.
Lele dicirikan dengan tubuhnya yang licin dan pipih memanjang, serta
adanya sungut yang menyembul dari daerah sekitar mulutnya. Nama
ilmiah Lele adalah Clarias spp. yang berasal dari bahasa Yunani "chlaros",
berarti "kuat dan lincah". Dalam bahasa Inggris lele disebut dengan
beberapa nama, seperti catfish, mudfish dan walking catfish. Klasifikasi
ikan lele yaitu sebagai berikut:
Morfologi ikan Lele Lokal (Clarias batrachus)
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Ostarophysi
Subordo : Siluroidae
Famili : Clariidae
Genus : Clarias (Hilwa, 2004).

e. Ikan Gabus

Ikan gabus ( Channa striata ) merupakan anggota family


Channidae, yang dapat hidup pada daerah perairan tawar atau sungai,
perairan payau, serta rawa-rawa. Ikan gabus termasuk kedalam kelompok
ikan karnivora yang buas dan agresif ( Chaoesare, 1981 dalam Anuwar,
2010 ).
Klasifikasi ikan gabus menurut Chaoesare (1981) dalam Anuwar
(2010) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Agtinopterigii
Ordo : Perciformes
Family : Chanidae
Genus : Channa
Spesies : Channa striata.
2.2. Karakteristik Fisik dan Kimia Bahan
2.2.1. Daging

Komposisi kimia daging terdiri dari air 56%, protein 22%, lemak
24%, dan substansi bukan protein terlarut 3,5% yang meliputi karbohidrat,
garam organic, subtansi nitrogen terlarut, mineral, dan vitamin. Daging
merupakan bahan makanan. yang penting dalam memenuhi kebutuhan
gizi, selain mutu proteinnya yang tinggi, pada daging terdapat pula
kandungan asam amino essensial yang lengkap dan seimbang (Lawrie,
1998). Protein merupakan komponen kimia terpenting yang ada didalam
daging, yang sangat dibutuhkan untuk proses pertumbuhan,
perkembangan, dan pemeliharaan kesehatan. Nilai protein yang tinggi di
daging disebabkan oleh asam amino esensialnya yang lengkap. Selain
kaya protein, daging juga mengandung energi, yang ditentukan oleh
kandungan lemak di dalam intraselular di dalam serabut-serabut otot.
Daging mengandung kolesterol, walaupun dalam jumlah yang relatife
lebih rendah dibandingkan dengan bagian jeroan maupun otak. Kolesterol
memegang peranan penting dalam fungsi organ tubuh. Kolesterol berguna
dalam menyusun jaringan otak, serat syaraf, hati, ginjal, dan kelenjar
adrenalin. Daging juga merupakan sumber vitamin dan mineral yang
sangat baik. Secara umum, daging merupkan sumber mineral seperti
kalsium, fosfor, dan zat besi serta vitamin B kompleks tetapi rendah
vitamin C. Karaktristik fisik Daging yang berkualitas tinggi adalah daging
yang berkembang penuh dan baik, konsistensi kenyal, tekstur halus, warna
terang dan marbling yang cukup (Dhuljaman et al., 1984).

2.2.2. Ikan
Untuk memecahkan segala permasalahan yang berhubungan
dengan transportasi, penyimpanan dan pengolahan ikan perlu menguasai
tentang sifat fisik ikan yang meliputi bentuk dan ukuran, densitas dan
kekambahan, dan juga sudut natural repose, sudut luncur dan koefisien
gesekan. Kapasitas panas, konduktivitas panas, difusivitas panas dan
faktor-faktor lain juga perlu untuk diketahui.
1. Bentuk Utama Ikan
Berikut ini merupakan bentuk utama dari ikan, yaitu yang terdiri
dari berikut ini.
a. Bentuk torpedo
memiliki bentuk seperti torpedo, bagian paling tebal pada kepala,
meruncing tajam ke arah belakang, dan sedikit mendatar pada kedua
sisinya. Contoh: ikan tuna, cakalang dan layang.
b. Bentuk panah memanjang
sayatan atau potongan melintangnya sebanding dengan sirip punggung
dan sirip anus terletak pada bagian belakang. Contoh: cendro dan
cunang-cunang.
c. Bentuk pipih – bentuknya memipih pada kedua sisi atau pada bagian
atas.
Contoh: ikan pari.
d. Bentuk seperti ular – panjang, bulat, sedikit memipih pada kedua sisi
dangeraknya mengombak. Contoh: belut dan sidat.
2. Ukuran
Panjang dan berat dapat dipakai untuk menentukan ukuran dari
ikan.Ikan yang lebih tua memiliki ukuran lebih panjang dan lebih
kambahdibandingkan dengan yang lebih muda. Pada umur dan panjang
yang sama,biasanya ikan betina lebih berat dibandingkan ikan jantan.
Keragaman ukuransecara musiman terhadap volume dan berat terjadi pada
saat gonad sedangdalam proses perkembangan, dan kemudian mengecil
kembali segera setelahbertelur. Laju pertumbuhan ikan tergantung kepada
pakan yang tersedia di airtempat hidupnya sehingga ikan pada umur dan
spesies sama yang ditangkappada perairan berbeda mungkin bervariasi
dalam berat dan panjang.
3. Berat Spesifik Ikan
Berat spesifik ikan adalah perbandingan antara berat terhadap
volume(dalam gram/cm3). Rata-rata gravitasi spesifik dari ikan hidup
(atau ikan matiyang memiliki kantung kemih belum kempis) mendekati
1,01 yangmemungkinkan untuk mentransportasikan ikan utuh melalui
aliran air. Ikanyang telah disiangi atau bagian dari badan ikan memiliki
gravitasi spesifikyang lebih besar dan tenggelam di dalam air. Gravitasi
spesifik ikan yangtelah disiangi dan daging dari spesies yang berbeda
bervariasi antara 1,05–1,08, kulit antara 1,07–1,12 dan sisik antara 1,30–
1,55. Gravitasi spesifikikan menurun dengan meningkatnya ukuran ikan.
Perubahan suhu ikan antara20o ke 30oC dan 0oC menyebabkan sedikit
perubahan gravitasi spesifik, tetapiberat spesifik ikan beku menurun
karena peningkatan volume ketika airberubah menjadi es.
4. Berat Kamba
Berat kamba ikan adalah berat (dalam kilogram atau ton) per
unitvolume (meter kubik). Faktor ini harus diperhitungkan ketika
melakukankalkulasi kapasitas penyimpanan, transportasi, dan
pengemasan. Berat kambatergantung kepada kondisi dari ikan. Ikan hidup
dapat dimuat lebih padatdibandingkan ikan mati dan memiliki berat kamba
lebih besar. Ikan matiyang belum mengencang, atau ikan telah melampaui
tahap rigor mortis yangbadannya lemas dapat dimuat lebih padat dari pada
ikan yang barumengencang atau ikan beku, oleh karenanya ikan tersebut
memiliki beratkamba yang lebih tinggi. Pusat gravitasi ikan berada dekat
bagian kepala.
5. Sudut Natural Repose
Jika sejumlah ikan ditumpahkan pada permukaan horizontal
akanmembentuk kerucut dengan kemiringan tertentu yang disebut dengan
sudutnatural repose. Sudut ini sangat dipengaruhi oleh spesies dan
keadaan dariikan.
6. Sudut Luncur dan Koefisien Gesek
Sudut luncur adalah sudut kemiringan di mana ikan yang
diletakkanpada suatu permukaan akan mulai meluncur akibat pengaruh
gravitasi untukmengatasi gesekan. Koefisien gesekan adalah tangent sudut
luncur. Sangatpenting untuk mengetahui sudut luncur dan koefisien
gesekan ketikamerancang instalasi untuk memindahkan dan mengolah
ikan.
7. Tekstur
Tekstur atau konsistensi sangat penting di dalam memperkirakan
mutuikan dan memperkirakan tingkat kesulitan dalam memotongnya.
Konsistensidiukur berdasarkan kekakuan daging ikan yang meningkat
pada awal setelahkematian, dan mencapai nilai tertinggi selama rigor
mortis. Ketika tahap inidilampaui dan ikan telah disimpan beberapa saat,
kekakuan tersebut akanmenurun.
8. Panas Spesifik
Panas spesifik adalah jumlah panas yang harus diberikan ke ikan
atauharus dihilangkan dari ikan dalam rangka meningkatkan atau
menurunkansuhu sebesar 1oC. Nilainya tergantung pada komposisi kimia
ikan danditentukan sebagai jumlah nilai panas spesifik komponen-
komponennya (air,lemak, protein, dan garam-garam mineral). Panas
spesifik ikan sedikit lebihmeningkat pada suhu yang lebih tinggi yang
menyebabkan perubahanperubahansifat fisik dan kimia protein.
Sebaliknya, panas spesifik menurunpada suhu di bawah 0oC. Hal ini
disebabkan air berubah menjadi es ketikadibekukan.
9. Konduktivitas Panas
Konduktivitas panas adalah kapasitas ikan di dalam mengalirkan
panasketika dipanasi atau didinginkan. Pada selang suhu 0–30oC terjadi
sedikitperubahan konduktivitas panas ikan, tetapi meningkat tajam ketika
dibekukankarena koefisien konduktivitas panas es hampir empat kali
koefisienkonduktivitas panas air.
10. Difusi Suhu
Difusi suhu adalah laju perubahan suhu badan ikan pada saat
dipanaskanatau didinginkan. Difusi suhu dipengaruhi oleh konduktivitas
panas,kapasitas panas, dan gravitasi spesifik.
Komposisi kimia ikan tergantung kepada spesies, umur, jenis
kelamindan musim penangkapan, serta ketersediaan pakan di air, habitat
dan kondisilingkungan. Kandungan protein dan mineral daging ikan relatif
konstan,tetapi kadar air dan kadar lemak sangat berfluktuasi. Jika
kandungan lemakpada daging semakin besar, kandungan air akan semakin
kecil dansebaliknya.
2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kerusakan bahan
2.3.1. Daging
Daging termasuk kedalam kelompok pangan yang mudah
rusak.Banyak kasus kerusakan secara mikrobiologi yang terjadi
selamapenyimpanan karena kandungan gizi dan kadar air yang tinggi,
sertakandungan vitamim dan mineral dalam daging. Penyebab
kerusakansecara mikrobiologi pada daging disebabkan pertumbuhan
bakteripembusuk ditandai dengan pembentukan lendir, perubahan
warna,perubahan bau menjadi busuk akibat terbentuknya senyawa-
senyawaberbau busuk seperti amonia, H2S dan senyawa lain. Selain itu
jugaberakibat terjadinya perubahan rasa menjadi asam akibat
pertumbuhanbakteri pembentuk asam dan ketengikan yang disebabkan
pemecahanatau oksidasi lemak. Kerusakan secara mikrobiologi juga
dapatmenimbulkan penyakit karena bakteri yang sering
mengkontaminasidaging Salmonella typhimurium dan Escherichia coli
yang dapatmenimbulkan penyakit (Koswara, 2009).
Pada karkas daging, daya tahan simpan dipengaruhi oleh
carapenanganan selarna pemotongan dan suhu ruang
penyimpanannya.Pemotongan secara tradisional menyebabkan karkas
daging tidak dapatdisimpan lebih lama, kemungkinan sanitasi kurang
diperhatikansehingga mudah tercemar bakteri. Dengan demikian, bila
disimpandalam suhu kamar hanya bertahan rata-rata selama 11 jam.
Apabilapemotongan dilakukan dengan baik bisa bertahan sampai dengan
16jam. Karkas dagingyang disimpan dengan menggunakan es batu
bisabertahan rata-rata sampai 49 jam (Widaningrum, 2007).
Menurut Deptan (2009) ada beberapa faktor yang dapat
dijadikanpedoman untuk memilih daging segar antara lain :
a. Warna
Warna daging adalah salah satu kriteria penilaian mutudaging yang dapat
dinilai langsung. Warna daging ditentukan olehkandungan dan keadaan
pigmen daging yang disebut mioglobindan dipengaruhi oleh jenis hewan,
umur hewan, pakan, aktivitasotot, penanganan daging dan reaksi-reaksi
kimiawi yang terjadi didalam daging. Warna daging sapi segar yang baik
adalah warnamerah cerah. Warna daging sapi yang baru dipotong yang
belum terkena udara adalah warna merah-keunguan, lalu jika telah
terkenaudara selama kurang lebih 15-30 menit akan berubah
menjadiwarna merah cerah. Warna merah cerah tersebut akan
berubahmenjadi merah-coklat atau coklat jika daging dibiarkan
lamaterkena udara.Warna merah terang yang diinginkan akibat
darioksimioglobin ketika terekspos udara, namun tidak stabil dan
padapemaparan yang lebih lama dan oksigen yang berlebihan
dapatmengeser warnanya menjadi kecoklatan (Yuniarti, 2011).
b. Bau
Bau daging segar tidak berbau masam/busuk, tetapi berbaukhas
daging segar. Bau daging dipengaruhi oleh jenis hewan,pakan, umur
daging, jenis kelamin, lemak, lama waktu, dan kondisipenyimpanan. Bau
daging dari hewan yang tua relatif lebih kuatdibandingkan hewan muda,
demikian pula daging dari hewan jantan memiliki bau yang lebih kuat
daripada hewan betina.Kebusukan akan kerusakan daging ditandai oleh
terbentuknyasenyawa-senyawa berbau busuk seperti amonia, H2S, indol,
danamin, yang merupakan hasil pemecahan protein olehmikroorganisme
(Kastanya, 2009).
c. Tekstur
Daging segar bertekstur kenyal, padat dan tidak kaku, biladitekan
dengan tangan, bekas pijatan kembali ke bentuk semula.Daging yang tidak
baik ditandai dengan tekstur yang lunak dan biladitekan mudah hancur.
d. Kenampakan
Daging segar tidak berlendir, tidak terasa lengket ditangan
danterasa kebasahannya. Daging yang busuk sebaliknya berlendir
danterasa lengket di tangan. Selain itu permukaan daging berwarnakusam,
kotor dan terdapat noda merah, hitam, biru, putih kehijauanakibat kegiatan
mikroba.
2.3.2. Ikan
a. Pengaruh kegiatan enzim (autolisa)
Sebenarnya enzim yang menjadi salah satu penyebab kemerosotan
mutu secara alami sudah terdapat pada tubuh ikan. Diantaranya yaitu
enzim dari daging ikan (cathepsin), enzim pencernaan (trypsin,
chymotrypsin, dan pepsin), serta enzim-enzim dari mikroorganisme itu
sendiri. Karena ikan mengandung banyak protein dan sedikit sekali
karbohidrat, maka yang berperanan penting dalam proses kemunduran
mutu adalah enzim-enzim yang menguraikan protein, yaitu enzim
proteolitis (Moeljanto, 1992).
Selama ikan masih hidup, enzim yang terdapat dalam sistem
pencernaan dan didalam daging dapat diatur oleh badan ikan, dan
kegiatannya menguntungkan bagi kehidupan ikan itu sendiri. Akan tetapi,
setelah ikan mati, enzim-enzim masih tetap aktif dan enzim proteolitis
yang semula berfungsi menguraikan bahan makanan yang masuk ke dalam
perut ikan karena sudah tidak ada lagi yang masuk lalu menguraikan
jaringan disekitarnya. Proses inilah yang disebut autolisa, yaitu proses
penguraian jaringan yang berjalan dengan sendirinya setelah makhluk itu
mati (Moeljanto, 1992).
Kegiatan yang merusak ini akan dibantu oleh bakteri yang
dibebaskan dari rongga perut oleh serangan enzim. Sebab, hasil-hasil
penguraian jaringan oleh enzim juga merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri. Dalam proses autolisa, kandungan karbihidrat dalam
tubuh ikan akan diuraikan. Diantara hasil penguraian tersebut terdapat
asam laktat. Dengan adanya asam laktat ini, proses kemunduran mutu ikan
melewati fase rigor mortis (badan ikan menjadi kaku); dan keadaan rigor
atau kaku ini dapat dipakai sebagai petunjuk bahwa ikan basah masih
dalam keadaan sangat segar (Moeljanto, 1992).
Proses penguraian oleh enzim ini makin cepat bila suhunya
meningkat dan mencapai puncaknya pada suhu 37°C, sedangkan bila
suhunya diturunkan kecepatan penguraian akan menurun. Akan tetapi,
penurunan suhu sampai -40°C pun belum menghentikan kegiatan enzim
seluruhnya. Pada akhir fase rigor, saat hasil penguraian jaringan makin
banyak, kegiatan bakteri pembusuk dengan enzimnya makin meningkat
dan setelah melewati fase rigor (badan ikan mulai lembek) kecepatan
kemunduran mutu makin meningkat (Moeljanto, 1992)

b. Pengaruh kegiatan bakteri


Dalam keadaan hidup, ikan dianggap tidak mengandung bakteri
yang bersifat merusak, meskipun didalam lendir yang melapisi badan dan
di dalam insang maupun sistem pencernaan terdapat banyak
mikroorganisme. Jumlah mikroorganisme itu tergantung pada tingkat
pengotoran perairan tempat ikan itu hidup. Sedangkan jenis-jenis bakteri
yang biasa terdapat pada ikan segar termasuk dalam golongan
Achromobacter, Flavobacterium, Pseudomonas dan Clostridium. Banyak
usaha untuk mengurangi bakteri yang terdapat dibagian luar badan ikan,
misalnya dengan pencucian sebaik-baiknya, pembuangan sisik lalu dicuci,
pencucian dengan air yang dicampuri chlor (chlorinasi), penggunaan es
yang mengandung zat-zat anti-bakteri, dan bermacam-macam pemakaian
zat kimia. Namun, cara-cara tersebut biasanya terlalu mahal dan
memerlukan waktu lama walaupun hasilnya kadang-kadang memuaskan
(Moeljanto,1992).
Bakteri tidak mampu tumbuh dengan baik pada suhu rendah, oleh
karena itu salah satu usaha yang diterapkan dalam menghambat proses
pertumbuhan bakteri adalah peng-es-an ikan segar atau membekukannya.
Untuk mengurangi bakteri dalam insang dapat dilakukan dengan mencuci
atau membuang insangnya, lalu mencucinya dengan air yang cukup
banyak. Sedangkan bakteri yang terdapat dalam perut, dapat dikurangi
dengan membuang semua isi perut dan mencucinya hingga bersih
(Moeljanto, 1992).
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Alat dan Bahan


3.1.1.1. Alat
a. Ph universal
b. baskom
c. gelas ukur
d. tabung reaksi
e. Rhe6tex
f. penggaris
g. neraca analitis
h. beaker glass
i. Hot plat
j. water bath
i. pH meter
3.1.2. Bahan
a. daging sapi
b. daging kambing
c. daging babi
d. daging ayam
e. lele
f. ikan kembung
g. NaCl
h. tisu
i. air

3.2 Skema Kerja


3.2.1 Pengamatan Daging dan Ikan Segar
a. Pengamatan Daging segar dan Kurang segar

2 sampel daging

Pengamatan perbandingan warna,


tektur, (kekenyalan) dan aroma

b. Pengamatan Ikan Segar dan Kurang Segar

2 sampel ikan

Pengamatan perbandingan bentuk, insang, kulit, sisik,


lendir, warna, tekstur, aroma

3.2.2 Pengamatan Marbling pada Daging


Sampel daging

Pengamatan perbandingan dengan standard marbling

Penentuan tingkat marbling daging

3.2.3 Pengamatan Warna


Sampel daging(20g)
Pengamatan

Pengirisan

Irisan I Irisan II

Perebusan Perendaman dalam


80ºC 10 menit larutan curing 1,5 jam

Pengamatan

3.2.4 Penentuan pH

Sampel daging

Pencincangan

Pemasukkan pada beaker glass + aquades 5

Pengukuran nilai pH dengan pH universal

3.2.5 PengukuranTekstur

Sampeldaging

Pengaktivan rheotex

Penekanan tombol distance (0,5 mm) dan tombol bold

Peletakan sampel dibawah jarum rheotex

Penekanan tombol start


Membaca angka pada rheotex

3.2.6 Pengukuran Cooking Loss


Daging 10 gr (irisan 1)

Pengamatan warna

Pemasukan dalam plastic polietilen

Penjepitan dan perebusan dalam water bath


80 C selama 10 menit

Pengeluaran dari water bath dan melewatkannya pada air mengalir


Pengeluaran sampel dari plastik

Penimbangan

Perhitungan cooking loss

3.2.7 Pengukuran Drip Loss

Daging

Penimbangan 10 gr

Pemasukan dalam plastic dan pelabelan

Pemasukan dalam freezer selama 3 hari

Penimbangan

Perhitungan drip loss


3.2.8 Pengamatan Daging Beberapa Speies Ternak

Daging

Pengamatan perbandingan dengan parameter yang ditentukan


BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

4.1. Data Pengamatan

PENGAMATAN DAGING DAN IKAN SEGAR

Tabel 1. Perbedaan Daging Segar dan Daging Kurang Segar

Jenis pengamatan Daging segar Daging kurang gambar


segar

Warna +3 +2

Tesktur
Kenyal Lembek dan keras
(kekenyalan)

Aroma amis khas


Aroma Busuk
daging

Tabel 2. Perbedaan Ikan Segar dan Ikan Kurang Segar

Jenis Ikan segar Ikan kurang Gambar


pengamatan segar
Bentuk Masih bagus
Mata Cekung, kering
dan hitam

Insang Putih pucat Pucat dan


mengering
Lendir Tidak terlalu Bagian bawah
berlendir baanyak lendir
bagian atas kering

Kulit lembab dan Bagian atas


telihat segar kering dan bagian
bawah sangat
lembab
Sisik Sisik masih Tidak bersisik
menempel
Warna Putih segar Hitam pucat

Aroma Amis khas ikan Berbau busuk


menyengat

Tekstur kenyal Lembek


(kekenyalan)

PENGAMATAN MARBLING PADA DAGING

Tabel 3. Pengamatan Marbling Pada Daging

N
Kode Sampel Gambar No. BMS GRADE
o

1 Daging Sapi 7 4
2 Daging Babi 4 2

3 Daging Ayam 4 3

4 Daging Kambing 6 4

Kelompok 1: daging sapi


PengamatanWarna

Tabel 4.PengamatanWarna

Sampel DeskripsiWarna Intensitas Gambar


-Warnamerahsegar
Segar -Teksturkenyal ++++
-Aroma khasdaging

- Warnalebihpucat
Rebus - Teksturlebihkeras ++
- Aroma daging rebus

- Warnalebihmerah
- Teksturlebihlicindanlembe
Curing k +++++
- Aroma amis

Keterangan :

Jumlah + sebanyak 5 = sangatcerah

4 = cerah

3 = netral

2 = kurangcerah

1 = tidakcerah

Penentuan pH

Tabel 5.Pengukuran pH
Perlakuandaging
Kodesampel
Segar Rebus Curing
Dengan pH meter 5,6 6,5 5,4

PengukuranTekstur

Tabel 6.PengukuranTekstur

Perlakuandaging
Kodesampel
Segar Rebus Curing
Atas 10 gr/mm 16 gr/mm 8 gr/mm
Bawah 8 gr/mm 12 gr/mm 10 gr/mm
Samping 10 gr/mm 16 gr/mm 14 gr/ mm
Rata-rata 14 gr/mm 22 gr/mm 16 gr/mm

PengukuranCookingloss

Tabel 7.PengkuranCookingloss

Perlakuandaging
Kodesampel
Segar Rebus Curing
Sebelumdimasak 2,1 gram 2,54 gram 2,45 gram
Setelahdimasakcookinglos
2 gram 2,42 gram 1,76 gram
s

PengukuranDriploss

Tabel 8.PengukuranDriploss

Perlakuandaging
Kodesampel
Segar Rebus Curing
Sampel 1 Thawing
Sebelumdibekukan 2,1 gram 2,58 gram 2,56 gram
Setelahdibekukandriplos
1,91 gram 1,55 gram 2,44 gram
s
Sampel 2 suhuruang
Sebelumdibekukan 2,2 gram 2,58 gram 2,56 gram
Setelahdibekukandriplos
2,34 gram 1,39 gram 2,07 gram
s
Sampel 3 chilling
Sebelumdibekukan 2,56 gram 2,67 gram 5,42 gram
Setelahdibekukandriplos
1,68 gram 1,95 gram 4,8 gram
s

Kelompok 2: daging ayam


Tabel 1. Pengamatan warna
Sampel DeskripsiWarna Intensitas Gambar

Segar Kuning agak pucat ++++

Rebus Putih pucat +++

kecoklatan ++
Curring

Keterangan :

Jumlah + sebanyak 5 = sangat cerah

4 = cerah

3 = netral

2 = kurang cerah

1 = tidak cerah

Penentuan pH
Tabel 5.Pengukuran Ph

Perlakuandaging
Kodesampel
Segar Rebus Curing
Dengan pH 6,9 6,6 6,5
meter

E. Pengukuran Tekstur

Tabel 6. Pengukuran Tekstur

Perlakuan daging
Kode sampel
Segar Rebus Curing
Atas 12 gr/mm 16 gr/mm 10 gr/mm
Bawah 12 gr/mm 16 gr/mm 10 gr/mm
Samping 10 gr/mm 18 gr/mm 10 gr/ mm
Rata-rata 11,33 gr/mm 16,67 gr/mm 10 gr/mm

Pengukuran Cooking Loss

Tabel 7. Pengkuran cooking loss

Perlakuan daging
Kode sampel Segar Rebus Curing

Sebelum dimasak 2,24 gram 3,49 gram 4,24 gram

Setelah dimasak 1,80 gram 3,44 gram 4,05 gram


cooking loss

Pengukuran Drip Loss

Tabel 8. Pengukuran Drip Loss


Perlakuan daging
Kode sampel Segar Rebus Curing
Sampel 1 Thawing
Sebelum dibekukan 2,37 gram 0,98 gram 4,24 gram
Setelah dibekukan 2,28 gram 0,92 gram 4,10 gram
driploss
Sampel 2 suhu
ruang
Sebelum dibekukan 3,06 gram 1,31 gram 2,30 gram
Setelah dibekukan 2,28 gram 1,30 gram 2,29 gram
driploss
Sampel 3 chilling
Sebelum dibekukan 2,37 gram 2,35 gram 4,02 gram
Setelah dibekukan 2,91 gram 2,29 gram 3,90 gram
driploss

Kelompok 3PengamatanDagingIkanKembung

PengamatanWarna

Tabel 4.Pengamatanwarna

Sampel Deskripsiwarna Intensitas Gambar


Segar Warnamasihsegar, +3
danwarnapadainsangmerah.

Rebus Warnamemucat, +1
dagingikanmemutih.

Curing Warnatetapsegar, +3
masihcerah.

Penentuan pH

Tabel 5.Pengukuran pH

PerlakuanIkan
KodeSampel
Segar Rebus Curing
Dengan pH meter 6,6 6,5 6,3

PengukuranTekstur

Tabel 6.PengukuranTekstur

Kodesampel PerlakuanDaging
Segar Rebus Curing
Sampel
Atas 10 gr/mm 24 gr/mm 12 gr/mm
Bawah 12 gr/mm 30 gr/mm 12 gr/mm
Samping 10 gr/mm 12 gr/mm 10 gr/mm
Rata - rata 10,67 gr/mm 22 gr/mm 11,33 gr/mm

Pengukurancooking loss

Tabel 7.Pengukurancooking loss

Kodesampel PerlakuanDaging
Segar (gr) Rebus (gr) Curing (gr)
Sebelumdimasak 2 1,5 2,1
Sesudahdimasak 1,6 1,4 1,78

PengukuranDrip loss

Tabel 8.PengukuranDrip loss

Kodesampel PerlakuanDaging
Segar (gr) Rebus (gr) Curing (gr)
Sebelumdimasak 2 1,5 2,1
Sesudahdimasak 1,6 1,4 1,78
Thawing 1,41 1,71 2,43
Suhuruang 1,83 1,62 2,63
Chilling 24 jam 1,41 1,71 2,43
Kelompok 4.Dagingkambing

PengamatanWarna

Tabel 4.Pengamatanwarna

Sampel Deskripsiwarna Intensitas Gambar


Segar Dagingbewarnamerahpucat +2

Rebus WarnadagingmatangCoklatpuca +1
t

Curing Warnadagingterlihatmerah cerah +3


Penentuan pH

Tabel 5.Pengukuran pH

PerlakuanIkan
KodeSampel
Segar Rebus Curing
Dengan pH meter 5,8 6,1 5,6

PengukuranTekstur

Tabel 6.PengukuranTekstur

Kodesampel PerlakuanDaging
Segar Rebus Curing
Sampel
Atas 006/005 35/00,5 6/0,5
Bawah 4/0,05 55,00,5 5/00,5
Samping 005/00,5 19/00,5 5/00,5

Pengukurancooking loss

Tabel 7.Pengukurancooking loss

Kodesampel PerlakuanDaging
Segar Rebus Curing
Sampel
Sebelumdimasak 5,96 2,350 6,03
Sesudahdimasak 4,893 2,338 5,993
PengukuranDrip loss

Tabel 8.PengukuranDrip loss

Kodesampel PerlakuanDaging
Segar Rebus Curing
Sampel
Sebelumdimasak 5,98 2,29 5,92
Sesudahdimasak 5,53 3,42 2,21
Tawing 5,38 2,25 4,73
Suhuruang 5,88 3,39 2,19
Chilling 24 jam 5,59 1,09 5,63

Bahan : kelompok 5 dagingsapi + perendamandalamekstrak nanas


5%

A. PENGAMATAN DAGING DAN IKAN SEGAR

Tabel 4.PengamatanWarna

Sampel DeskripsiWarna Intensitas Gambar


Segar
Merahgelap 4

Rebus
Pucat 3

Curing
Merahsegar 5

Penentuan pH

Tabel 5.Penentuan pH

KodeSampel PerlakuanDaging
Segar Rebus Curing
Dengan pH meter 6,1 6,3 5,6

PengukuranTekstur

Tabel 6.PengukuranTekstur

KodeSampel PerlakuanDaging
Segar Rebus Curing
Atas 5 / 0,5 8 / 0,5 4 / 0,5
Bawah 5 / 0,5 21 / 0,5 4 / 0,5
Samping 6 / 0,5 5 / 0,5 5 / 0,5
Rata-rata 10,67 22,67 8,67

F. Pengukuran Cooking Loss

Tabel 7.Pengukuran Cooking Loss

Berat (gr) PerlakuanDaging


Segar Rebus Curing
Sebelumdimasak
2 1,42 2
Setelahdimasak
1,45 1,37 1,48
Cooking Loss
27,5 2,5 26
(%)

Pengukuran Drip Loss

Berat (gr) PerlakuanDaging


Segar Rebus Curing
Sampel Thawing
Chilling
Sebelumdibekukan 2 1 2
Setelahdibekukan 1,876 0,98 1,285 (1,3)
Drip Loss (%) 6,2% 2% 35%

Sampel Thawing
SuhuKamar
Sebelumdibekukan 2 1,5 2
Setelahdibekukan 1,89 1,3 1,9
Drip Loss (%) 5,5 13,3 5
Sampel Thawing
Air Mengalir
Sebelumdibekukan 2 1,28 2
Setelahdibekukan 1,89 0,88 1,88
Drip Loss (%) 5,5 31,25 6
Bahan : kelompok 6 Dagingayam + perendamanekstrak nanas 5%

PENGAMATAN WARNA

Tabel 4.PengamatanWarna

Sampel DeskripsiWarna Intensitas Gambar

Segar Pucat 2

Rebus Pucat (putih)


1

Curing Kemerahan 4

PENENTUAN pH

Tabel 5.Pengaruh pH
KodeSampel Perlakuandaging

Segar Rebus Curing

pH meter 6,0 6,1 5,6

PENGUKURAN TEKSTUR

Table 6.PengukuranTekstur
Kodesampel Perlakuandaging

Segar Rebus Curing


Atas 4/0,5 10/0,5 5/0,5

4/0,5 8/0,5 5/0,5


Bawah
5/0,5 14/0,5 10/0,5
Samping

PENGUKURAN COOKING LOSS

Tabel 7.PengukuranCookingloss

Berat (gram) Perlakuandaging

Segar Rebus Curing


Sebelumdimasak 2 2 2

Setelahdimasak 1,36 1,58 1,91

Cooking loss 64% 42% 9%

PENGUKURAN DRIP LOSS

Table 8.Pengukuran Drip Loss


Berat (gram) Perlakuandaging

Segar Rebus Curing

Sebelumdimasak 2 2 2

Setelahdimasak 1,51 1,77 2,80

Drip loss 49% 23% 80%

Kelompok 7: dagingikanlaut
PengamatanWarna

Tabel 4.PengamatanWarna

Sampel DeskripsiWarna Intensitas Gambar


Segar -Warnasegar ++++
-Teksturkenyal
-Aroma khasikan

Rebus - Warnalebihpucat ++
- Teksturlebihluna
k
- Aroma
amisberkurang

Curing - Warnalebihsegar +++++


- tekstur

Keterangan :

Jumlah + sebanyak 5 = sangatcerah

4 = cerah

3 = netral

2 = kurangcerah
1 = tidakcerah

Penentuan pH

Tabel 5.Pengukuran pH

Perlakuandaging
Kodesampel
Segar Rebus Curing
Dengan pH meter 6,4 6,7 5,9

PengukuranTekstur

Tabel 6.PengukuranTekstur

Perlakuandaging
Kodesampel
Segar Rebus Curing
Atas 12 gr/mm 6 gr/mm 12 gr/mm
Bawah 10 gr/mm 16 gr/mm 16 gr/mm
Samping 14 gr/mm 9 gr/mm 14 gr/ mm
Rata-rata 12 gr/mm 10 gr/mm 14 gr/mm

Pengukuran Cooking Loss

Tabel 7.Pengkurancooking loss

Perlakuandaging
Kodesampel
Segar Rebus Curing
Sebelumdimasak 3,01 gram 2,04 gram 2,76 gram
Setelahdimasak 2,04 gram 1,96 gram 2,20 gram
cooking loss

Pengukuran Drip Loss

Tabel 8.Pengukuran Drip Loss


Perlakuandaging
Kodesampel
Segar Rebus Curing
Sampel 1 Thawing
Sebelumdibekukan 2,66 gram 2,04 gram 2,83 gram
Setelahdibekukandriploss 2,5 gram 1,24 gram 2,3 gram
Sampel 2 suhuruang
Sebelumdibekukan
Setelahdibekukandriploss 2,13 gram 1,29 gram 2,39 gram
1,9 gram 1,3 gram 2,3 gram
Sampel 3 chilling
Sebelumdibekukan 2,95 gram 1,43 gram 2,44 gram
Setelahdibekukandriploss 2,7 gram 1,7 gram 2,6 gram

Kelompok 8: daging kambing


PengamatanWarna

Tabel 4.PengamatanWarna

Sampel DeskripsiWarna Intensitas Gambar


Segar -Warnasegar ++++
-Teksturkenyal
-Aroma khasdaging

Rebus - Warnalebihpucat ++
- Teksturlebihluna
k
- Aroma
amisberkurang
Curing - Warnalebihsegar +++++
- Teksturlebihlicin
,
lemaklebihputih,
lembek
- Aroma
sangatamis

Keterangan :

Jumlah + sebanyak 5 = sangatcerah

4 = cerah

3 = netral

2 = kurangcerah

1 = tidakcerah

Penentuan pH

Tabel 5.Pengukuran pH

Perlakuandaging
Kodesampel
Segar Rebus Curing
Dengan pH meter 5,7 5,5 5,3

PengukuranTekstur

Tabel 6.PengukuranTekstur

Perlakuandaging
Kodesampel
Segar Rebus Curing
Atas 12 gr/mm 32 gr/mm 12 gr/mm
Bawah 10 gr/mm 14 gr/mm 14 gr/mm
Samping 14 gr/mm 112 gr/mm 10 gr/ mm
Rata-rata 12 gr/mm 52,67 gr/mm 12 gr/mm

Pengukuran Cooking Loss

Tabel 7.Pengkurancooking loss

Perlakuandaging
Kodesampel
Segar Rebus Curing
Sebelumdimasak 2 gram 1,75 gram 2 gram
Setelahdimasak 1,076 gram 1,482 gram 1,380 gram
cooking loss

Pengukuran Drip Loss

Tabel 8.Pengukuran Drip Loss

Perlakuandaging
Kodesampel
Segar Rebus Curing
Sampel 1 Thawing
Sebelumdibekukan 1,62 gram 1,21 gram 2,35 gram
Setelahdibekukandriploss 1,4 gram 1,1 gram 2,28gram
Sampel 2 suhuruang
Sebelumdibekukan
Setelahdibekukandriploss 2,20 gram 1,02 gram 2,46 gram
1,9 gram 1,3 gram 2,3 gram
Sampel 3 chilling
Sebelumdibekukan 2,87 gram 1,52 gram 2,28 gram
Setelahdibekukandriploss 2,6 gram 1,7 gram 2,54 gram

PENGAMATAN JENIS DAGING

Tabel 9. Perbedaan Jenis-Jenis Daging

Jenis Daging sapi Daging Daging ayam Daging babi


Pengamatan kambing
Warna Merah gelap Merah gelap Putih Merah pucat
kekuningan
Bentuk serat kasar Besar dan halus Agak kasar
kasar
Tekstur Sangat kenyal Kenyal kenyal Tidak terlalu
(kekenyalan) kenyal

Aroma Amis khas Aroma amis Tidak terlalu Amis dan


daging sapi menyengat amis sedikit anyir
khas daging
kambing
Warna Putih Putih susu Putih Putih
Lemak kekuningan
Keberdaan Mengumpul Mengumpul Lemak Banyak
lemak pada satu sisi pada satu sisi menyebar menyebar
dan tidak dan terdapat diantara serat
terlalu banyak banyak lemak daging
Gambar

4.2 HasilPerhitungan

Kelompok 1 DagingSapi
A. Tekstur
Perlakuan daging
Kode sampel
Segar Rebus Curing
Rata-rata 14 gr/mm 22 gr/mm 16 gr/mm

B. Cooking loss
Perlakuan daging
Kode sampel
Segar Rebus Curing
Cooking loss 4,76% 4,72% 28,1%

C. Driploss

Perlakuan daging
Kode sampel
Segar Rebus Curing
driploss 19,40% 39,92% 4,68%

Kelompok 2 BahanDagingAyam
A. PengukuranTekstur
Perlakuan daging
Kode sampel
Segar Rebus Curing
Rata-rata 11,33 gr/mm 16,67 gr/mm 10 gr/mm
B. Cooking loss
Kode sampel Perlakuan daging
Segar Rebus Curing
Cooking loss 19.64% 1.43% 4.48%

C. Driploss

Perlakuan daging
Kode sampel
Segar Rebus Curing
driploss 3.79% 6.12% 3.30%
Kelompok 3 Bahan :Ikan Laut
A. PengukuranTekstur
Perlakuan daging
Kode sampel
Segar Rebus Curing
Rata-rata 10,67 22 11,33

B. Cooking loss
Kodesampel Perlakuandaging
Segar Rebus Curing
Cooking loss 20% 6,67% 15,24%

C. Driploss

Perlakuan daging
Kode sampel
Segar Rebus Curing
driploss 21% -6% 9,5%

Kel 4 Bahan :DagingKambing

A. PengukuranTekstur
Perlakuan daging
Kode sampel
Segar Rebus Curing
Rata-rata 10 72,7 10,7
B. Cooking loss
Kodesampel Perlakuandaging
Segar Rebus Curing
Cooking loss 76,13% 97,13% 93,35%

C. Driploss

Perlakuan daging
Kode sampel
Segar Rebus Curing

driploss 7,52% -49% 24%

Kelompok 5 Bahan :dagingsapi + perendamandalamekstrak nanas 5%


A. PengukuranTekstur
PerlakuanDaging
KodeSampel
Segar Rebus Curing
Rata-rata 10,7 22,7 8,7

B. PengukuranCooking loss

PerlakuanDaging
Berat (gr)
Segar Rebus Curing
Cooking loss (%) 27,5 2,5 26

C. PengukuranDriploss

Berat (gr) PerlakuanDaging


Segar Rebus Curing
Driploss (%) 1,87 0,98 1,28

Kelompok 6 Bahan : DagingAyam + PerendamanEkstrak Nanas 5%


A. PengukuranTekstur
Perlakuan daging
Kode sampel
Segar Rebus Curing
Rata-rata 8,6 21,3 13,3

B. Cooking loss
Kodesampel Perlakuandaging
Segar Rebus Curing
Cooking loss 64% 42% 9%

C. Driploss

Perlakuan daging
Kode sampel
Segar Rebus Curing
driploss 49% 123% -80%

Kelompok 7 Bahan :IkanLaut + PerendamanEkstrak Nanas 5%

A. PengukuranTekstur
Perlakuan daging
Kode sampel
Segar Rebus Curing
Rata-rata 12 10 14

B. Cooking loss
Kodesampel Perlakuandaging
Segar Rebus Curing
Cooking loss 20,1% 3,9% 20,2%
C. Driploss

Perlakuan daging
Kode sampel
Segar Rebus Curing
driploss 6,1% 39,2% 45%

Kelompok 8 Bahan :IkanLele + PerendamanEkstrak Nanas 5%

A. PengukuranTekstur
Perlakuan daging
Kode sampel
Segar Rebus Curing
Rata-rata 12 52,67 12

B. Cooking loss
Kodesampel Perlakuandaging
Segar Rebus Curing
Cooking loss 46,2% 13,4% 31%

C. Driploss

Perlakuan daging
Kode sampel
Segar Rebus Curing
driploss 13,58% 9,09% 2,98%
BAB 5 PEMBAHASAN

5.1. Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan

5.1.1. Pengamatan Daging dan Ikan Segar


a. Pengamatan Daging segar dan Kurang segar

Pada praktikum daging segar, pengamatan dilakukan langsung oleh


praktikan dengan mengamati bahan daging yang sudah disediakan. Bahan
daging yang digunakan pada praktikum adalah daging sapi, daging
kambing, daging ayam, dan daging babi. Pengamatan pada bahan dilakukan
dengan membandingkan warna, tekstur, dan aroma. Apabila warna bahan
segar tidak pucat, tekstur bahan segar tidak lembek, dan berbau khas daging
maka dapat disimpulkan bahwa daging yang digunakan sebagai bahan
praktikum adalah daging segar.

b. Pengamatan Ikan Segar dan Kurang Segar

Pada praktikum ikan segar, pengamatan dilakukan langsung oleh


praktikan dengan mengamati bahan ikan yang sudah disediakan. Bahan
ikan yang digunakan pada praktikum adalah ikan lele, dan ikan kembung.
Pengamatan pada bahan dilakukan dengan membandingkan bentuk ,
insang,kulit, sisik, lendir, warna dan aroma. Apabila bentuk, insang, sisik
tampak utuh tidak rusak, kulit dan warna berwarna segar tidak pucat,
tekstur bahan segar tidak berlendir, dan berbau khas ikan maka dapat
disimpulkan bahwa ikan yang digunakan sebagai bahan praktikum adalah
ikan segar.

5.1.2. Pengamatan Marbling pada Daging

Marbling adalah butiran lemak putih yang tersebar dalam jaringan


ototdaging (lemak intra muskuler). Pengamatan marbling pada daging
dimulai dengan menyiapkan bahan daging yang akan diamati, bahan
daging tersebut antara lain, daging sapi, daging kambing, dan daging babi.
Bahan-bahan tersebut kemudian dilakukan perbandingan dengan standart
marbling. Penilaian marbling dilakukan dengan melihat intensitas
marbling pada permukaan otot mata rusuk dengan pengamatan langsung
oleh praktikandan mencocokan nya dengan standar marbling. Standar
marbling terdiri atas dua belas skor mulai dari praktis tidak ada marbling
hingga banyak. Setelah pengamatan maka dilakukan penentuan tingkat
marbling pada daging. Nilai skor marbling ditentukann dengan skor
standar marbling yang paling sesuai dengan intensitas marbling otot mata
rusuk.

5.1.3. Pengamatan warna

Dalam praktikum pengamatan warna pada daging dan ikan sampel


daging terlebih dahulu lalu diamati kualitas warna awal pada daging
sebelum diberi perlakuan. Setelah itu daging diiris dua sama besar karena
ada 2 perlakuan yang akan diberikan pada daging. Pada irisan pertama,
daging direbus dengan suhu 80 C selama 10 menit. Perebusan membuat
warna pada daging berubah menjadi kecoklatan. Sementara itu pada irisan
ke dua, daging di rendam dalan larutan curing selama 1,5 jam. Curing
daging membutuhkan garam yang merupakan bahan pengawet pangan
pertama digunakan manusia. Proses curing membuat daging berubah
warnanya menjadi merah lebih cerah. Penyebab warna merah karena
bakteri mengubah nitrat menjadi nitrit, nitrit dipecah menjadi NO (nitroso)
yang kemudian berekasi dengan pigmen daging (mioglobin) membentuk
nitrosochemochromagen sehingga terbentuk warna merah menarik dan
haemoglobin. Nitrit mampu memberikan flavor yang spesifik
kemungkinan dikarenakan adanya reaksi antara nitrit dengan komponen
folatil daging.

5.1.4. Penentuan pH

Dalam proses penentuan pH pada daging, terlebih dahulu daging


yang akan digunakan dicacah dan dihancurkan. Pencacahan daging
dilakukan untuk membuat kadar asam pada daging keluar ketika daging
telah dicampurkan dengan aquades 5 ml. Pengujian pH dilakukan dengan
2 metode pengujian yang berbeda.

Pengujian pH pertama menggunakan Kertas pH, pengujian


dilakukan dengan mencelupkan kertas pH dalam campuran aquades dan
cacahan ikan dan amati perubahan warna yang terjadi pada kertas. Warna
merah berarti menandakan asam kuat 1-6Warna hijau berarti menandakan
basa kuat >7Warna kuning berarti menandakan  tingkat pH netral 5,5 –
6,5, ini berati asam dan basa berada dalam keadaan seimbang. Pengujian
pH kedua menggunakan bantuan alat pH meter. Penggunaan pH meter
dilakukan dengan menekan tombol bertuliskan MEAS dan akan muncul
kata HOLD di layar. Kemudian tunggu beberapa saat sampai muncul
angka PH yang menunjukkan dadar PH dari larutan aquadess dan cacahan
daging.

5.1.5. Pengukuran Tekstur

Daya kembang dan terstur pada bahan pangan dapat di ukur


dengan alat yang bernama Rheotex. Setelah rheotex dinyalakan, dilakukan
penekanan tombol distance (0,5 mm) dan tombol bold untuk mengatur
jarak jarum dengan daging. Kemudian bahan daging diletakkan pada
tempat uji tepat di bawah jarum rheotex. selanjutnya tekan tombol start
selamabeberapa detik sampai terdengar tanda bunyiselesai kemudian
dilanjutkan dengan membacaangka yang ditunjukkan jarum rheotex
yaitudengan satuan g/mm. Setelah dilakukan pengukuran data hasil
pengamatan dicatat untuk selanjutnya hasil pengamatan dibandingkan
dengan jenis daging yang lain.

5.1.6. Pengukuran cooking loss

Cooking loss dilakukan untuk mengetahui tingkatan kesusutan


daging pada saat sebelum dilakukan perlakuan dan setelah diberi
perlakuan. Dalam pengukuran cooking loss daging sebanyak 10 gram
terlebih dahulu diamati warna dan kenampakan nya sebelum dilakukan
perlakuan setelah itu dilakukan peletakan dagung dalam plastik polietilen
untuk kemudian davjn dijepit dan direbus dalam waterbath dengan suhu 80
C selama 10 menit. Penggunaan waterbath untuk menciptakan suhu yang
konstan pada saat perebusan. Setelah 10 menit, daging dikeluarkan dari
waterbath dan langsung melewatkannya pada air mengalir. Setelah itu
sampel daging dikeluarkan dari plastik dan ditimbang untuk mengetahui
berat susutnya dan dihitung cooking lossnya.

5.1.7. Pengukuran Drip Loss

Pada pengukuran drip loss masing-masing diambil 3 sampel dri 3


perlakuan daging yang berbeda, yaitu daging yang telah direbus, daging
yang telah di curing, serta daging segar. Daging kemudian disimpan dalam
suhu dingin selama 3 hari. Setelah 3 hari, masing-masing daging diuji
dengan perlakuan yang berbeda-beda. Perlakuan pertama adalah daging di
Thawing. thawing merupakan proses mencairkan bahan makanan yang
beku seperti daging dan ikan. Proses thawing penting untuk menjaga
kualitas dan cita rasa suatu bahan makanan. Thawwing dilakukan dengan
mengalirkan sampel daging dan ikan dibawah air yang mengalir sampai
dirasa suhu telah naik, setelah itu sampel daging dan ikan dikurangi kadar
airnya dengan mengelapkannya pada tisu kering untuk kemudian sampel
daging dan ikan ditimbang dan dihitung drip lossnya.

Perlakuan kedua adalah suhu ruang, sampel daging yang masih


bersuhu dingin dibiarkan menormalkan suhunya dalam suhu ruang.
Hingga dirasa suhu pada daging naik, maka dilakukan penimbangan dan
penghitungan drip loss. Perlakuan ketiga adalah chilling. Chilling adalah
suatu keadaan dimana suhu terlalu rendah untuk pertumbuhan normal
tetapi suhu tersebut tidak cukup untuk dapat membentuk es (masih diatas
titik beku). Sampel dicilling selama 24 jam untuk kemudian ditimbang dan
dihitung drip lossnya. Setelah data perhitungan drip loss telah didapatkan,
dilakukan perbandingan per masing-masing perlakuan pada sampel daging
dan ikan.

5.2. Analisis Data

5.2.1. Pengamatan Daging dan Ikan Segar


Pada pengamatan yang telah dilakukan diperoleh data sebagai
berikut pada daging segar memiliki intensitas kecerahan yang kebih tinggi
jika dibandingkan dengan daging yang tidak segar. Perbedaan warna ini
diseebabkan oleh lama penyimpanan daging dan aktivitas mikroba yang
mengkontaminasi daging sehingga daging dapat berubah warnanya.Reaksi
perubahan warna dalam daging segar adalah reaksi yang dapat balik
danbersifat dinamis dengan interkonversi konstan dari tiga bentuk pigmen:
mioglobin,oksimioglobin dan metmioglobin (Fox, 1966). Dagung yang
kurang segar dan mendekati kebusukan akan bertekstur lembek dan keras,
sementara daging segar beetekstur kenyal khas daging. Perubahan warna,
aroma, serta rekstur pada daging kuraang segar ini dipengaruhi oleh waktu
simpan daan tempat simpan daging. Apabila daging segar disimpan di
suhu ruang dan dibiarkan terkena oksigen langsung maka akan terjadi
aktivitas biokimia dan mikroorganisme pada daging segar. Hal ini
membuat warna daging berubah menjadi merah gelap atau kecoklatan
karena terbentuk metmiogoblin (Lukman,2010).
Pada pengamatan ikan segar, bahan ikan yang digunakan adalah
ikan kembung. Penyimoanan yang tidak lama, menyebabkan kenampakan
ikan masih segar, bentuk nata ikan masih bagus, insang putih pucat daan
tidak terlalu berlendir, kulit ikan lembab dan terlihat segar, sisik nasih
menempel, warna putih segar, beraroma amis khas ikan, serta bertektur
kenyal. Menurut Adawyah (2007), ikan segar adalah ikan yang
mempunyai sifat sama seperti ikan hidup, baik rupa, bau, rasa, maupun
teksturnya.Sementara itu, pengamatan pada ikan kurang segar dilakukan
dengan bahan ikan lele dengan kenampakan luar sudah tidak segar lagi.
Bahan ikan lele terlihat hitam pucat, bentuk mata cekung, terdapat banyak
lendir dibagian bawah tubuh ikan dan beraroma busuk. Hal ini disebabkan
oleh aktivitas enzim dan aktivitas mikrobiologis. Selama ikan masih
hidup, enzim yang terdapat dalam sistem pencernaan dan didalam daging
dapat diatur oleh badan ikan, dan kegiatannya menguntungkan bagi
kehidupan ikan itu sendiri. Akan tetapi, setelah ikan mati, enzim-enzim
masih tetap aktif dan enzim proteolitis yang semula berfungsi
menguraikan bahan makanan yang masuk ke dalam perut ikan karena
sudah tidak ada lagi yang masuk lalu menguraikan jaringan disekitarnya.
Proses inilah yang disebut autolisa, yaitu proses penguraian jaringan yang
berjalan dengan sendirinya7 setelah makhluk itu mati (Moeljanto, 1992).
Kegiatan yang merusak ini akan dibantu oleh bakteri yang
dibebaskan dari rongga perut oleh serangan enzim. Sebab, hasil-hasil
penguraian jaringan oleh enzim juga merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri. Dalam proses autolisa, kandungan karbihidrat dalam
tubuh ikan akan diuraikan. Diantara hasil penguraian tersebut terdapat
asam laktat. Dengan adanya asam laktat ini, proses kemunduran mutu ikan
melewati fase rigor mortis (badan ikan menjadi kaku); dan keadaan rigor
atau kaku ini dapat dipakai sebagai petunjuk bahwa ikan basah masih
dalam keadaan sangat segar (Moeljanto, 1992).

5.2.2. Pengamatan Marbling pada Daging


Dari praktikum yang telah dilaksanakan didapatkan hasil yaitu
daging sapi memiliki nomer BSM 7 dan Grade 4. Daging kambing
memiliki nomer BSM 6 pada grade 4. Daging babi memiliki nomer BSM
4 pada grade 2. .Jumlah marbling yang dihasilkan menentukan
kelembutan, intensitas rasa, dan juiciness saatdimasak (Pollan, 2006)

5.2.3. Pengamatan warna


Pada daging sapi segar tanpa adanya perlakuan intensitas warna
yang didapatkan adalah +4, berwarna merah segar dan beraroma khas
daging. Sementara itu untuk daging sapi setelah diberi perlakuan curing
dengan NaCl intensitas warna berubah lebih cerah dengan nilai +5. Aakan
tetapi pada daging yang diberi perlakuan perebusa perubahan warna
daging pesat terjadi, daging yang semula berwarna merah berubah menjadi
coklat ke abuan. Hal ini terjadi karena proses pemanasan dapat merubah
warna asli daging, Hal itu juga berlaku pada daging kambing. Sementara
itu pada daging ayam, intensitas warna segar daging ayam sebesar +4,
ketika diberi oerlakuan curing daging ayam berubah warnanya menjadi
kecoklatan dengan intensitas warna +2. Lalu pada perebusa daging ayam
berubah warna menjadi pucat dengan intensitas warna +3. Pada daging
ikan kembung segar, intensitas warna yang didapatkan adalah +3, kulit
masih segar dan insannya tampak masih merah. Setelah diberi perlakuan
curing warna daging ikan kembung masih terlihat segar dengan intensitas
+3. Tetapi ketika daging ikan kembung direbus, warna berubah menjadi
putih pucat dengan intensitas +1.

5.2.4. Penentuan Ph

Grafik Pengukuran pH Daging dan Ikan


8
6
4
2
0
Pada praktikum yang telah dilaksanakan didapatkan hasil ph pada
daging segar sebesar 5,6 yang dapat diartikan memiliki sifat sedikit asam.
Daging sapi setelah diberi perlakuan perebusan berubah phnya menjadi 6,5
mendekati ph normal. Sementara oada daging sapi yang diberi perlakuan
curing ph daging tambah asam yaitu sebesar 5,4. Pada daging ayam,
kambing dan ikan kembung dengan perlakuan perendaman ekstrak nanas
yang telah direbus mengalami penurunan ph. Hal ini sesuai dengan
literatur yang menyebutkan bahwa daging dengan ekstrak nanas memiliki
ph lebih rendah karena ekstrak nanas dapat menurunkan kadar pH (Radiati
et al, 2013).

5.2.5. Pengukuran Tekstur

Grafik Pengukuran Tekstur Daging dan Ikan


80
60
40
20
0
i g ) ) t
ap am un
g
in as as au ng
g S A y b b an an
n
L bi
m m
gin g
Ke
m a kN kN ka a
Da agin n n gK t ra tra n gI ngK
D ka gi s s gi gi
gI Da Ek Ek Da Da
ig n an an
m m
Da n da n da
re re
(Pe (Pe
pi am
g Sa Ay
gin n g
Da di
Da

Dari praktikum yang telah dilaksanakan didapatkan hasil pada saat


daging sapi, kambing dan ikan kembung, daging ayam yang direndaam
ekstrak nanas, dan daging ikan laut yang durendam ekstrak nanas telah
diberi perlakuan curing, maka terjadi oeningkatan skala pada rheotexm
sementara pada dagiang ayam dan daging sapi yang direndam dalam
ektrak nanas daging mengalami penurunan skala pada rheotex yang berarti
daging semakin lunak. Data juga menunjukkan bahwa daging sapi dengan
daging sapi yang tidak diberi ekstrak nanas, teksturnya lebih lunak
dibandingkan dengan daging sapi yang tidak diberi ekstrak nanas. Haal
tersebut karena ekstrak nanas dapat menurunkan nilai tektur daging
(Radiati et al, 2013).

5.2.6. Pengukuran cooking loss

Grafik Cooking Loss Daging dan Ikan


7

Pada praktikum cooking loss deengan bahan dasar daging sapi,


ikan laut, dan ikan laut dengan penambahan ekstrak nanas 5% nilai
cooking loss tertinggiadalah pada sampel daging yang diberi perlakuan
curing. Sementara pada sampel daging ayam, daging sapi dengan
penambahan nanas 5%, daging ayam dengan penambahan nanas 5%, dan
lele dengan penambahan nanas 5%, nilai cooking loss tertingi pada sampel
daaging yang segar. Pada perlakuan sampel direbus, hanya daging
kambinglah yang memiliki nilai cooking loss terbesar. Susut masak
dipengaruhi oleh temperatur dan lama pemasakan. Semakintinggi
temperatur pemasakan maka semakin besar kadar cairan daging yang
hilangsampai mencapai tingkat yang konstan. Susut masak dapat
dipengaruhi oleh pH,panjang sarkomer serabut otot, panjang potongan
serabut otot, status kontraksimiofibril, ukuran dan berat sampel daging
serta penampang lintang daging(Soeparno, 2005). Perebusan daging pada
suhu tinggi (60-90oC) akan menyebabkankerusakan jaringan epimisium,
permisium, dan endomesium sehingga jaringan dagingakan menyusut
sekitar 30% akibat keluarnya cairan daging atau cooking loss(Lawrie,
2003). Besarnya susut masak dipengaruhi oleh banyaknya
kerusakanmembrane seluler, banyaknya air yang keluar dari daging, umur
daging, degradasiprotein dan kemampuan daging untuk mengikat air
(Shanks et al., 2002). Susutmasak dapat dibedakan menjadi dua kelompok,
yaitu susut kuantitatif dan susutkualitatif. Susut kuantitatif adalah susut
berat daging yang disebabkan oleh prosesrespirasi, jasad renik,
penanganan dan kadar air, sedangkan susut kualitatif atau susutmutu
adalah susut yang disebabkan oleh teknologi, seperti terjadinya
perubahankomposisi atau sifat kimia bahan, fisik dan organoleptik (Aberle
et al., 2001).

5.2.7. Pengukuran Drip Loss

Pada praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil pada daging


sapi, daging ayam, dan daging ayam dengan penambahan ekstrak nanas
nilai drip loss terbesar dengan perlakuan perebusan daging. Lalu pada ikan
laut, daging kambing, dan ikan laut dengan penambahan ekstrak nanas
nilai drip loss terbesar didapatkan pada perlakuan curing daging. Sisanya
yaitu daging sapi dengan penambahan ekstrak nanas dan ikan lele dengan
penambahan ekstrak nanas memiliki nilai drip loss terbesar apabila tidak
diberi perlakuan seperti sampel sebelumnya.
BAB 6. PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan pada praktikum kali ini adalah pada setiap daging
memiliki karakteristik yang berbeda dengan jenis daging yang lain. Daging dan
ikan pada praktikum ini diamati perbedaan kesegarannya. Diharapkan dengan itu
praktikan dapat membedakan daging segar dan kurang segar.Praktikum ini pula
dilakukan agar praktikan dapat mengelolah daging dan ikan sesuai dengan
karakteristik bahannya, agar dapat dikonsumsi dengan baik.

6.2. Saran

Adapun saran pada praktikum kali ini adalah diharapkan bahan baku
daging dan ikan segar tidak melalui proses penyimpanan yang lama. Sehingga
sampel daging dan ikan segar benar-benar terjaga kualitas ke segarannya ketika
digunakan pada saat praktikum
DAFTAR PUSTAKA

Aberle, D.E., J.C. Forrest, DE Gerrard and E.W. Mills. 2001. Principles of Meat

Science. Fourth Edition. W. H. Freeman and Company. San


Fransisco,

United States of America.

Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta : PT. Bumi

Aksara.

Adityan, B; Kumari, R; Thappa, D.M., 2009.Scoring System in Acne

Vulgaris.Indian J Dermatol Venereol Leprol;71:323-6.

Andrianto, T.T. 2005. Pedoman Praktis Budidaya Ikan Nila. Yogyakarta:

Absolut.

Astawan, Made, 2006. Mengenal Formalin Dan Bahayanya. Jakarta: Penebar

Swadaya.

Campbell JR, Lasley JF. 1975. The Science of Animals that Serve Humanity. Mc

Graw Hill Co.,USA,pp: 369-394.

Hilwa, Z. 2004. Karakterisasi Genotip Ikan Lele Sangkuriang dengan Metode

PCR-RFLP ADN Mitokondria. Institut Pertanian Bogor.

Forrest, J.C., E.B. Aberle, H.B. Hedrick, M.D. Judge, dan R.A. Merkel. 1975.

Principles of Meat Science. W.H. Freeman and Co., San Fransisco

Kasih, N.S.; A. Jaelani & N. Firahmi. 2012. Pengaruh Lama Penyimpanan

Daging Ayam Segar Dalam Refrigerator Terhadap pH, Susut


Masak Dan Organoleptik. Media SainS, Volume 4 Nomor 2: 154

159.

Lawrie, R. A. 1995. Ilmu Daging. Edisi ke-5. Terjemahan Aminudin Parakasi. UI

press. Jakarta.

Lukman, D.W. 2010.Nilai pH Daging. Bagian Kesehatan Masyarakat

Veteriner.Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Bogor.

Moeljanto, 1992, Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan, Jakarta : Penebar

Swadaya

Rita, Yuniarti. 2011. Audit Firm Size, Audit Fee And Audit Quality. Journal Of

Global Management, Volume 2 Number 1.

Soputan, J. E. M. 2004. Dendeng Sapi Sebagai Alternatif Pengawetan Daging.

Makalah pribadi Pengantar ke Falsafah Sains. Bogor : Institut

Pertanian Bogor.

Tiven, N. C., E. Suryanto dan Rusman. 2007. Komposisi kimia, sifat fisik dan

organoleptik bakso daging kambing dengan bahan pengeyal yang

berbeda. Jurnal Agritech 27(1):1-6.

Usmiati, S. 2010. Pengawetan Daging Segar dan Olahan. Bogor : Balai Besar

Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.

Anda mungkin juga menyukai