Anda di halaman 1dari 47

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang

optimal bagi masyarakat. Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan

dasar yang menyelenggarakan upaya kesehatan pemeliharaan, peningkatan

kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit

(kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara

menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Konsep kesatuan upaya

kesehatan ini menjadi pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas pelayanan

kesehatan di Indonesia termasuk Puskesmas (Permenkes, 2016).

Peningkatan kinerja pelayanan kesehatan dasar yang ada di Puskesmas

dilakukan sejalan dengan perkembangan kebijakan yang ada pada berbagai

sektor. Adanya kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi diikuti pula

dengan menguatnya kewenangan daerah dalam membuat berbagai kebijakan.

Selama ini penerapan dan pelaksanaan upaya kesehatan dalam kebijakan dasar

Puskesmas yang sudah ada sangat beragam antara daerah satu dengan daerah

lainnya (Permenkes, 2019).

Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas merupakan satu kesatuan yang

tidak terpisahkan dari pelaksanaan upaya kesehatan, yang berperan penting

dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Pelayanan

Kefarmasian di Puskesmas harus mendukung tiga fungsi pokok Puskesmas,

1
2

yaitu sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat

pemberdayaan masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama yang

meliputi pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat

(Permenkes, 2019).

Hipertensi adalah suatu penyakit gangguan pada pembuluh darah yang

mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat

sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Hipertensi merupakan penyakit

yang makin banyak di jumpai di Indonesia terutama di perkotaan. Di negara

industri, hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan utama dan

merupakan masalah kesehatan global yang memerlukan penanggulangan.

Beberapa faktor yang mempengaruhi prevalensi hipertensi seperti ras, umur,

obesitas, asupan garam yang tinggi dan adanya riwayat hipertensi dalam

keluarga. Hipertensi tidak memberikan gejala khas baru, setelah beberapa

tahun adakalanya pasien merasa nyeri kepala pagi hari sebelum bangun tidur,

nyeri ini biasanya hilang setelah bangun (Depkes, 2008).

Hipertensi merupakan suatu keadaan seseorang mengalami peningkatan

tekanan darah di atas normal, yaitu tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan

atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg. Hipertensi mempunyai gejala umum

yang ditimbulkan seperti pusing, sakit kepala, rasa berat ditengkuk, sukar

tidur, mata berkunang-kunang. Gejala yang timbul pada penyakit hipertensi

dapat dicegah dengan cara menurunkan berat badan berlebih (obesitas),

pembatasan asupan garam, melakukan olah raga teratur, berhenti merokok dan

minum obat secara teratur (Depkes, 2008).


3

Survei tentang prevalensi hipertensi pada tahun 2015 berdasarkan hasil

pengukuran, diagnosis tenaga kesehatan riwayat minum obat hipertensi di

temukan; prevalensi hipertensi di Indonesia pada penduduk usia diatas 18

tahun adalah sebesar 31,3% untuk pria sedangkan wanita mencapai sebesar

31,9% dari seluruh total penduduk usia >18 tahun. Angka penderita hipertensi

mencapai 32% pada tahun 2015 dengan kisaran penderita berusia > 25 tahun.

Jumlah penderita pria mencapai 42,7%, sedangkan 39,2% adalah wanita

(Depkes, 2015).

Jawa timur menduduki tingkat ketiga tertinggi pada prevalensi

hipertensi di indonesia pada umur >18 tahun, yaitu 29,6% (Depkes, 2015).

Data dinas kesehatan kota Surabaya tahun 2015 menunjukan prevalensi

hipertensi mencapai 9,9%. Pada profil Puskesmas Ngronggot tahun 2018

hipertensi termasuk kedalam 10 penyakit terbesar urutan ke 2 sebanyak 1535

orang atau sebanyak 22%.

Terapi hipertensi sangat penting karena terapi pengobatan yang

diterima pasien hipertensi perlu ketepatan terapi terutama dalam penggunaan

obat harus disesuaikan sehingga dapat mengendalikan progesifitas komplikasi

lain yang menyertai. Penggunaan obat yang rasional juga sangat penting dalam

terapi pengobatan pasien untuk mencegah adanya kegagalan dalam terapi

pengobatan. penggunaan obat merupakan proses jaminan mutu resmi dan

terstruktur yang dilaksanakan terus menerus, yang ditujukan untuk menjamin

obat yang tepat, aman dan efektif. Penggunaan obat dalam waktu yang lama

seperti pada penderita hipertensi dapat meningkatkan reaksi obat yang


4

merugikan. Oleh karena itu penggunaan obat pada penderita dengan kondisi

tersebut diatas perlu dipantau pola penggunaan obat yang aman, tepat dan

rasional (Renatasari, 2015).

Penggunaan obat ditinjau dari aspek tepat indikasi, tepat obat, tepat

pasien, tepat dosis dan frekuensi pemberian dan kriteria rasional yang lain.

Berdasarkan latar belakang diatas maka untuk melakukan penelitian tentang

“Pola penggunaan obat antihipertensi pada pasien hipertensi rawat jalan di

Puskesmas Ngronggot Kabupaten Nganjuk tahun 2019”.

B. Rumusan Maslah

Dari uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah Bagaimana pola penggunaan obat antihipertensi pada pasien

hipertensi rawat jalan di Puskesmas Ngronggot Kabupaten Nganjuk tahun

2019?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persentase penggunaan

obat antihipertensi pada pasien hipertensi rawat jalan di Puskesmas Ngronggot.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi berbagai

pihak antara lain:

1. Bagi Puskesmas Ngronggot Kabupaten Nganjuk, hasil penelitian ini dapat

menginformasikan pola penggunaan obat antihipertensi di Puskesmas

Ngronggot Kabupaten Nganjuk.


5

2. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Nganjuk sebagai bahan pertimbangan

untuk pembinaan dan pengembangan Puskesmas.

3. Bagi Institusi Pendidikan Farmasi, hasil penelitian ini dapat menambah

koleksi penelitian di perpustakaan tentang pola penggunaan obat

antihipertensi di Puskesmas.

4. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai

acuan untuk meneliti topik yang terkait.


6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Puskesmas

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten

Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pengembangan kesehatan di

suatu wilayah kerja. Puskesmas merupakan suatu kesatuan organisasi

kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan

masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat disamping

memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat

diwilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok (Permenkes, 2019).

Wilayah kerja Puskesmas meliputi satu kecamatan. Faktor kepadatan

penduduk, luas daerah, keadaan geografik dan keadaan infrastruktur lainya

merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan wilayah kerja Puskesmas.

preventif (upaya pencegahan), promotif (peningkatan kesehatan), rehabilitasi

(pemulihan kesehatan) (Permenkes, 2019).

1. Gambaran Umum Puskesmas Ngronggot

a. Nama Puskesmas : Puskesmas Ngronggot

b. Alamat : Jln Dr. Soetomo No 1

Kecamatan Ngronggot Kabupaten Nganuk

c. Wilayah Kerja : Jumlah Desa : 13 Desa

Jumlah Penduduk : 77.772 Jiwa

d. Letak Wilayah : 111◦ 45’ - 113◦ 13’ Bujur Timur

7◦ 20’ - 7◦ 50’ Lintang selatan

6
7

e. Batas Wilayah : Utara : Kecamatan Kertosono

Timur : Kabupaten Kediri

Selatan : Kecamatan Prambon

Barat : Kecamatan Tanjunganom

2. Visi dan Misi Puskesmas Ngronggot

a. Visi Puskesmas :

Terwujudnya Masyarakat Kecamatan Ngronggot Sehat Secara Mandiri

dan Berkeadilan

b. Misi Puskesmas :

1) Menggerakkan dan memperdayakan masyarakat untuk hidup bersih

dan sehat

2) Meningkatkan akses masyarakat terhadap fasilitas kesehatan dan

pelayanan kesehatan tingkat pertama yang bermutu

3) Memberdayakan masyarakat untuk menentukan dan memecahkan

masalah kesehatan secara mandiri

3. Fungsi Puskesmas

a. Pusat Pembangunan Berwawasan Kesehatan

Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau

penyeleng-garaan pembangunan lintas sektor termasuk oleh

masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga

berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan. Disamping

itu Puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan


8

dari penyelenggaraan tiap program pembangunan diwilayah kerjanya

(Permenkes, 2019).

b. Pusat Pemberdayaan Masyarakat

Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama

masyarakat, keluarga dan masyarakat memiliki kesadaran, kemauan

supaya masyarakat hidup sehat, berjuang aktif memperjuangkan

kepentingan kesehatan (Permenkes, 2019).

c. Pusat Pelayanan Kesehatan Strata Pertama

Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan

kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh terpadu dan

berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama untuk

menjadi tanggung jawab Puskesmas meliputi :

a) Upaya Kesehatan Perorangan (UKP)

b) Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)

4. Struktur Organisasi Puskesmas

Struktur organisasi Puskesmas terdiri dari :

a. Unsur pemimpin : Kepala Puskesmas mempunyai tugas pemimpin,

mengawasi dan mengkoordinasikan kegiatan Puskesmas.

b. Unsur Pembantu pimpinan: Urusan tata usaha yang bertanggungjawab

membantu kepala puskesmas dalam penjelasan data dan informasi,

perencanaan dan penilaian, keuangan, umum dan kepegawaian.

c. Unit pelaksana teknis fungsional puskesmas upaya kesehatan

masyarakat dan upaya kesehatan perorangan.


9

d. Jaringan pelayanan puskesmas : Unit puskesmas pembantu unit

puskesmas keliling, unit bidan di desa.

B. Tinjauan Tentang Hipertensi

1. Definisi Hipertensi

a. Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana

tekanan sistoliknya diatas 140mmHg dan tekanan diastoliknya diatas

90 mmHg (Smith, 2002).

b. Peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg

dan atau tekanan diastolik sama atau lebih besar 95 mmHg (Nasrin,

2003).

c. Keadaan menetap tekanan sistolik melebihi dari 140 mmHg atau

tekanan diastolik lebih tinggi dari 90 mmHg. Diagnostik ini dapat

dipastikan dengan mengukur rata-rata tekanan darah pada dua waktu

yang terpisah (Gunawan, 2001).

2. Klasifikasi

Klasifikasi hipertensi menurut The seventh Report of the Joint

National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment

of High Blood Pressure (JNC-7) tahun 2013 untuk pasien dewasa (umur ≥

18 tahun) berdasarkan rata-rata pengukuran tekanan darah sebanyak dua

kali atau lebih. Tekanan darah dibagi menjadi empat klasifikasi yaitu :

normal, prehipertensi, hipertensi stage 1 dan stage 2 (Tabel 2).


10

Tabel 1. Kriteria penyakit hipertensi menurut JNC 7 Report


 Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah  Tekanan Darah
Darah Sistol (mmHg)  Diastol (mmHg) 
Normal <120 <80
Pre-Hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi stage 1 140-159 90-99
 Hipertensi stage 2  > 160  > 100

Tabel 2. Perbedaan Guideline JNC 8 dengan Guideline lainnya


Target BP
 Guideline Populasi   Pilihan Treatment obat
(mmHg) 
2014 Usia ≥ 60 tahun <150/90 NonBlack : thiazid
Hypertension Usia < 60 tahun <140/90 type diuretic, ACEI,
guideline Diabetes <140/90 ARB, CCB; Black : thiazid-
type diuretic atau CCB
CKD <140/90 ACEI atau ARB
ESH/ESC General nonelderly <140/90 Diuretik, beta
2013 Usia < 80 tahun <150/90 blocker, CCB, ACEI,
Usia ≥ 80 tahun <150/90 atau ARB
Diabetes <140/85 ACEI atau ARB
CKD tanpa <140/90 ACEI atau ARB
proteinuria
CKD dengan <130/90
proteinuria
CHEP 2013 Usia < 80 tahun <140/90 Thiazid, beta blocker
Usia ≥ 80 tahun <150/90 Usia < 60 tahun), ACEI
(nonblack), atau ARB
Diabetes <130/80 ACEI atau ARB dengan
tambahan tesiko CVD ACEI,
ARB, thiazid, atau DHPCCB
tanpa tambahan resiko CVD
CKD <140/90 ACEI atau ARB
ADA 2013 Diabetes <140/90 ACEI atau ARB
KDIGO CKD tanpa <140/90 ACEI atau ARB
2012 proteinuria
CKD dengan <130/90
proteinuria
NICE 2011 Usia < 80 tahun <140/90 <55 tahun: ACEI atau ARB
Usia ≥ 80 tahun <150/90 ≥55 tahun atau black : CCB
ISHIB 2010 Black, lower risk <135/85 Diuretik atau CCB
Target kerusakan <130/80
organ atau CVD risk

3. Faktor-Faktor Penyebab Hipertensi


11

a. Faktor Irreversibel

1) Faktor Genetik

Faktor genetik memang selalu memainkan peranan penting dari

timbulnya suatu penyakit yang dibawa oleh gen keluarga. Bila

salah satu anggota keluarga atau orang tua memiliki tekanan darah

tinggi, maka anak pun memiliki resiko yang sama atau bahkan

resiko tersebut lebih besar dibandingkan yang diturunkan oleh

orang tua (Ngatminah, 2007).

2) Usia

Usia juga mempengaruhi tekanan darah seseorang, semakin

bertambahnya usia maka tekanan darah pun akan semakin

meningkat. Namun usia yang semakin tua pun tekanan darah dapat

dikendalikan dengan tetap menjaga pola asupan makan, rajin

berolahraga dan melakukan pemeriksaan rutin tekanan darah

(Ngatminah, 2007).

b. Faktor Reversibel

1) Garam

Garam mempunyai peluang yang sangat besar dalam

meningkatkan tekanan darah secara cepat. Ion Na menyebabkan

retensi air sehingga volume darah bertambah menyebabkan

tekanan dinding arteri meningkat, jantung akan memompa darah

lebih keras sehingga tekanan darah meningkat (Ngatminah, 2007).

2) Kolesterol
12

Kolesterol yang identik dengan lemak berlebih yang tertimbun

pada dinding pembuluh darah. Pembuluh darah yang dipenuhi

kolesterol ini akan mengalami penyempitan dan mengakibatkan

tekanan darah pun meningkat (Ngatminah, 2007).

3) Obesitas atau kegemukan

Seseorang yang memiliki berat tubuh berlebih atau kegemukan

merupakan peluang besar terserang penyakit hipertensi

(Ngatminah, 2007).

4) Stress

Stress memicu suatu hormone (adrenalin dan noadrenaline) dalam

tubuh yang mengakibatkan terjadinya penyempitan (vasokontriksi)

pembuluh darah sehingga menyebabkan tekanan darah naik. Tak

hanya itu stress mampu mempengaruhi mood atau perasaan

seseorang terhadap suatu emosi jiwa (Ngatminah, 2007).

5) Rokok

Kandungan nikotin dan zat senyawa kimia yang cukup berbahaya

yang terdapat pada rokok juga memberikan peluang besar

seseorang menderita hipertensi terutama pada mereka yang

termasuk dalam perokok aktif. Tak hanya mengakibatkan

hipertensi, zat rokok yang terhirup dan masuk kedalam tubuh akan

meningkatkan resiko pada penyakit diabetes militus, serangan

jantung dan stroke (Ngatminah, 2007).

6) Kafein
13

Kafein terdapat banyak pada kopi, teh dan minuman bersoda. kopi

dan teh jika dikonsumsi melibihi batasan normal dalam penyajian

akan menyebabkan hipertensi. Sebenarnya kopi memiliki manfaat

yang baik bagi tubuh terutama bagi pria dewasa dalam hormon

seksualnya, begitu pula dengan teh mengandung antioksidan yang

sangat baik dan diperlukan oleh tubuh. Karena itu batasi konsumsi

kopi dan teh tiap harinya (Ngatminah, 2007).

7) Minuman Beralkohol

Minuman beralkohol seperti bir, whisky, minuman yang terbuat

dari ragi, tuak dapat juga menimbulkan tekanan darah tinggi

(Ngatminah, 2007).

8) Kurang Olahraga

Kurangnya aktifitas fisik seperti olahraga membuat organ tubuh

dan pasokan darah maupun oksigen. Menjadi tersendat sehingga

meningkatkan tekanan darah. Dengan melakukan olahraga teratur

sesuai dengan kemampuan dapat menurunkan tekanan darah tinggi

(Ngatminah, 2007).

9) Kehamilan

Mekanisme hipertensi ini sesuai dengan proses diginjal bila

direnggangkan terlampau oleh janin dan menerima kurang darah,

maka dilepaskan zat-zat yang meningkatkan tekanan darah.

10) Penggunaan Obat Kontrasepsi Oral


14

Obat kontrasepsi oral menggunakan hormon estrogen yang

menyebabkan retensi garam dan sir sehingga meningkatkan

tekanan darah (Ngatminah, 2007).

11) Drop (liquorice)

Sejenis gula-gula dari succus liguiritae yang mengandung asam

glizirinat yang juga menyebabkan retensi air sehingga

menyebabkan tekanan darah meningkat (Ngatminah, 2007).

3. Gejala Hipertensi

Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan

peningkatan tekanan darah, adakalanya pasien merasa nyeri kepala pada

pagi hari sebelum tidur dan biasanya hilang setelah bangun tidur.

Gangguan hanya dapat dikenali dengan pengukuran tensi dan adakalanya

melalui pemeriksaan ginjal dan pembuluh. Dalam kenyataan ini

merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang

mencari pertolongan yaitu nyeri kepala dan kelelahan (Gunawan, 2001).

4. Penggolongan Hipertensi

a. Hipertensi Primer atau Hipertensi Iodipatik

Adalah hipertensi yang paling sering terjadi dengan prevalensi 90%

hipertensi ini timbul dengan sebab-sebab yang tidak jelas kelainan

hemodinamik utama hipertensi jenis ini adalah adanya peningkatan

resistensi perifer (Gunawan, 2001).

b. Hipertensi Sekunder
15

Adalah hipertensi yang berkaitan dengan gangguan kesehatan,

gangguan ginjal, endrokin, obat serta faktor-faktor yang lain dengan

prevalensi sekitar 5-10% (Gunawan, 2001).

C. Tinjauan Tentang Obat Hipertensi

1. Obat Hipertensi

a. ACE Inhibitors (Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor)

ACE Inhibitors adalah obat-obat yang memperlambat aktivitas

enzyme ACE, yang mengurangi produksi dari angiotensin II (kimia

yang sangat kuat yang menyebabkan otot-otot yang mengelilingi

pembuluh-pembuluh darah untuk berkontraksi, jadi menyempitkan

pembuluh-pembuluh). Sebagai akibatnya, pembuluh-pembuluh

membesar atau melebar, dan tekanan darah berkurang (Gormer, 2008).

Contoh : Captropil, Lisinopril, Ramipril.

b. Penghambat Reseptor Angiotensin II (Angiotensin Receptor Blocker)

Angiotensin II receptor blocker adalah obat-obat yang

menghalangi aksi dari angiotensin II dengan mencegah angiotensin II

mengikat pada reseptor-reseptor angiotensin II pada pembuluh-

pembuluh darah. Sebagai akibatnya, pembuluh-pembuluh darah

membesar (melebar) dan tekanan darah berkurang (Gormer, 2008).

Contoh : Losartan, Irbestan, Valsartan, Candersartan.

c. Beta Blocker
16

Beta blocker adalah obat-obat yang menghalangi

norepinephrine dan epinephrine (adrenaline) mengikat pada reseptor-

reseptor beta pada syaraf-syaraf. Beta blocker terutama menghalangi

reseptor-reseptor beta 1 dan beta 2. Dengan menghalangi efek-efek dari

norepinephrine dan epinephrine, beta blocker mengurangi denyut

jantung, mengurangi tekanan darah dengan melebarkan pembuluh-

pembuluh darah dan mungkin menyempitkan saluran-saluran udara

dengan menstimulasi otot-otot yang mengelilingi saluran-saluran udara

untuk berkontraksi (Gormer, 2008).

Contoh : Atenolol, Propanolol, Bisoprolol, Acebutolol.

d. Penghambat Kanal Kalsium (Calcium Channel Blocker)

Calsium channel blocker menghalangi gerakan dari calcium

kedalam sel-sel otot dari jantung dan arteri-arteri. Kalsium diperlukan

oleh otot-otot ini untuk berkontraksi. Calcium channel blocker

menurunkan tekanan darah dengan mengurangi kekuatan dari aksi

memompa jantung (kontraksi jantung) dan mengendurkan sel-sel otot

pada dinding-dinding dari arteri-arteri (Gormer, 2008).

Yang termasuk golongan calcium channel blocker yaitu :

1) Dihydropiridin yaitu : nifedipine amlodipine, felodipine,

nicardipine, manidipine, lacidipine, lecarnidipine, isradipine,

benidipine digunakan untuk menghasilkan efek anti hipertensi

dan anti angina.


17

2) Benzotiazepin semisal diltiazem yang digunakan untuk

menghasilkan efek anti aritmia, anti angina, dan anti hipertersi

3) Fenilakilamin seperti verapamil yang digunakan untuk

menghasilkan efek anti aritmia, anti angina, dan anti hipertensi.

e. Diuretik

Diuretik adalah obat-obat yang digunakan untuk membantu

pengeluaran (ereksi) garam dan ion dari dalam tubuh. Penurunan kadar

garam (sodium) dari dalam tubuh akan mempengaruhi terjadinya

penurunan tekanan darah. Penggunaannya perlu dilakukan secara hati-

hati kerena dapat menyebabkan ketidak seimbangan elektrolit berat

(Gormer, 2008).

Kelompok utama diuretik yang digunakan sebagai anti hipertensi yaitu:

1) Diuretik tiazid :HCT, Indapamide, Tripamide

2) Golongan diuretik kuat (Loop diuretical atau high-ceiling

diuretics) : Furosemide, Bumetanide, Torasemide

3) Diuretik hemat kalsium atau potassium sparing diuretics :

Spironolactone, Triamterene.

2. Antihipertensi golongan lain

Obat antihipertensi golongan lain mengasilkan efek yang sama

dengan golongan antihipertensi diatas. Namun demikian, golongan ini

memiliki mekanisme kerja yang bervariasi dan bekerja pada tempat yang

berlainan (Gormer, 2008). Terdiri dari ;


18

a. Anti adrenergic yang bekerja secara sentral (contohnya : Methyldopa,

Clonodin, Rilmenidine, Tiamenidine, yang bekerja secara prefier

seperti alkaloida rauwolfia (contohnya : reserpine) dan alpha blockers

contohnya : Alfuzosin, Bunazosin, Doxazosin, Prazosin, Terazosin.

b. Vasodilator yang bekerja secara langsung, merupakan obat lini

pertama yang digunakan dalam terapi krisis hipertensi. Contohnya :

Hydralizine, Dihydralizine, Diazoxide, Minoxidil, Tolazoline.

c. Antagonis resptor endotelin, merupakan terapi yang menjanjikan

untuk hipertensi, terutama hipertensi pulmonal. Contohnya :

Bosentan, Ambbrisentan, dan Sitaxentan.

1) Serotonin-blocking agent, contoh : ketanserin.

2) Potassium-channel acticators, digunakan dalam pengamanan

angina pectoris dan hipertensi.

Contoh : Cromakalin, pinacidil, Nicorandil.

3) Ganglion-blocking agents, merupakan golongan anti hipertensi

yang menghambat transmisi impuls saraf pada ganglion

simpatik dan parasimpatik.

Contoh : Aliskiren.

3. Pengobatan Hipertensi

a. Non Farmakologis (Kemenkes, 2019) :

1) Menghindari stress

2) Tidak merokok dan minum minuman beralkohol

3) Pola makan yang sehat


19

4) Istirahat yang cukup

5) Melakukan olah raga

b. Terapi Farmakologis

Dengan pemberian obat hipertensi sesuai dengan keluhan dan kondisi

pasien dari golongan obat hipertensi diatas.

c. Obat-obat hipertensi yang sering digunakan pada Puskesmas

Ngronggot:

1) Furosemide 40 mg (Kemenkes, 2019)

a) Indikasi: udem karena penyakit jantung, hati, dan ginjal.

Terapi tambahan pada udem pulmonari akut dan udem otak

yang diharapkan mendapat onset diuresis yang kuat dan

cepat.

b) Peringatan: hipotensi, pasien dengan risiko penurunan

tekanan darah, diabetes melitus, gout, sindrom hepatorenal,

hipoproteinemia, bayi prematur.

c) Kontraindikasi: gagal ginjal dengan anuria, prekoma dan

koma hepatik, defisiensi elektrolit, hipovolemia,

hipersensitivitas.

d) Efek Samping: Sangat umum: gangguan elektrolit, dehidrasi,

hipovolemia, hipotensi, peningkatan kreatinin darah. Umum:

hemokonsentrasi, hiponatremia, hipokloremia, hipokalemia,

Indikasi: udem karena penyakit jantung, hati, dan ginjal.

Terapi tambahan pada udem pulmonari akut dan udem otak


20

yang diharapkan mendapat onset diuresis yang kuat dan

cepat.

e) Efek Samping: gangguan elektrolit, dehidrasi, hipovolemia,

hipotensi, peningkatan kreatinin darah. hemokonsentrasi,

hiponatremia, hipokloremia, hipokalemia,

f) Dosis: oral: Udem. Dewasa, dosis awal 40 mg pada pagi hari,

penunjang 20-40 mg sehari, tingkatkan sampai 80 mg sehari

pada udem yang resistensi. Anak, 1-3 mg/kg BB sehari,

maksimal 40 mg sehari. Oliguria. Dosis awal 250 mg sehari.

Jika diperlukan dosis lebih besar, tingkatkan bertahap dengan

250 mg, dapat diberikan setiap 4-6 jam sampai maksimal

dosis tunggal 2 g (jarang digunakan).

g) Injeksi intraveana : Injeksi intravena atau intramuskular:

Udem. Dewasa >15 tahun, dosis awal 20-40 mg, dosis dapat

ditingkatkan sebesar 20 mg tiap interval 2 jam hingga efek

tercapai. Dosis individual diberikan 1-2 kali sehari.

Pemberian injeksi intravena harus perlahan dengan kecepatan

tidak melebihi 4 mg/menit.

2) Nifedepine (Kemenkes, 2019)

a) Indikasi : profilaksis dan pengobatan angina; hipertensi.

b) Peringatan: hentikan jika terjadi nyeri iskemik atau nyeri

yang ada memburuk dalam waktu singkat setelah awal

pengobatan; cadangan jantung yang buruk; gagal jantung


21

atau gangguan fungsi ventrikel kiri yang bermakna

(memburuknya gagal jantung teramati); hipotensi berat;

kurangi dosis pada gangguan hati; diabetes mellitus; dapat

menghambat persalinan; menyusui; hindari sari buah

grapefruit (mempengaruhi metabolisme).

c) Kontraindikasi: syok kardiogenik; stenosis aorta lanjut;

kehamilan (toksisitas pada studi hewan); porfiria.

d) Efek Samping: pusing, sakit kepala, muka merah, letargi;

takikardi, palpitasi; juga edema kaki, ruam kulit (eritema

multiform dilaporkan), mual, sering kencing; nyeri mata,

hiperplasia gusi; depresi dilaporkan; telangiektasia

dilaporkan.

e) Dosis: angina dan fenomena Raynaud, sediaan konvensional,

dosis awal 10 mg (usia lanjut dan gangguan hati 5 mg) 3 kali

sehari dengan atau setelah makan; dosis penunjang lazim 5-

20 mg 3 kali sehari; untuk efek yang segera pada angina:

gigit kapsul dan telan dengan cairan.

3) Amlodipine (Kemenkes, 2019)

a) Indikasi : hipertensi, profilaksis angina. Peringatan:

kehamilan, gangguan fungsi hati. Kontraindikasi: syok

kardiogenik, angina tidak stabil, stenosis aorta yang

signifikan, menyusui.
22

b) Efek Samping : nyeri abdomen, mual, palpitasi, wajah

memerah, edema, gangguan tidur, sakit kepala, pusing, letih;

c) Jarang terjadi : gangguan saluran cerna, mulut kering,

gangguan pengecapan, hipotensi, pingsan, nyeri dada,

dispnea, rhinitis, perubahan perasaan, tremor, paraestesia,

gangguan kencing, impoten, ginekomastia, perubahan berat

badan, mialgia, gangguan penglihatan, tinitus, pruritus, ruam

kulit (termasuk adanya laporan eritema multiform), alopesia,

purpura dan perubahan warna kulit;

d) Dosis: hipertensi atau angina, dosis awal 5 mg sekali sehari;

maksimal 10 mg sekali sehari.

4) Kaptopril (Kemenkes, 2019)

a) Indikasi: hipertensi ringan sampai sedang (sendiri atau

dengan terapi tiazid) dan hipertensi berat yang resisten

terhadap pengobatan lain; gagal jantung kongestif

(tambahan); setelah infark miokard; nefropati diabetik

(mikroalbuminuri lebih dari 30 mg/hari) pada diabetes

tergantung insulin.

b) Peringatan : diuretika; dosis pertama mungkin menyebabkan

hipotensi terutama pada pasien yang menggunakan diuretika,

dengan diet rendah natrium, dengan dialisis, atau dehidrasi;

penyakit vaskuler perifer atau aterosklerosis menyeluruh

karena risiko penyakit renovaskuler yang tidak bergejala;


23

pantau fungsi ginjal sebelum dan selama pengobatan, dan

kurangi dosis pada gangguan ginjal; mungkin meningkatkan

risiko agranulositosis pada penyakit vaskuler kolagen

(disarankan hitung jenis); reaksi anafilaktoid; menyusui;

mungkin menguatkan efek hipoglikemi insulin atau

antidiabetik oral.

c) Reaksi Anafilaktoid : Guna mencegah reaksi ini, penghambat

ACE harus dihindarkan selama dialisis dengan membran

high-flux polyacrilonitrile dan selama aferesis lipoprotein

densitas rendah dengan dekstran sulfat.

d) Kontraindikasi : hipersensitif terhadap penghambat ACE

(termasuk angiodema); penyakit renovaskuler (pasti atau

dugaan); stenosis aortik atau obstruksi keluarnya darah dari

jantung; kehamilan; porfiria.

e) Efek Samping: hipotensi; pusing, sakit kepala, letih, astenia,

mual (terkadang muntah), diare, (terkadang konstipasi), kram

otot, batuk kering yang persisten, gangguan kerongkongan,

perubahan suara, perubahan pencecap (mungkin disertai

dengan turunnya berat badan), stomatitis, dispepsia, nyeri

perut; gangguan ginjal; hiperkalemia; angiodema, urtikaria,

ruam kulit (termasuk eritema multiforme dan nekrolisis

epidermal toksik), dan reaksi hipersensitivitas, gangguan

darah (termasuk trombositopenia, neutropenia, agranu


24

lositosis, dan anemia aplastik); gejala-gejala saluran nafas

atas, hiponatremia, takikardia, palpitasi, aritmia, infark

miokard, dan stroke (mungkin akibat hipotensi yang berat),

nyeri punggung, muka merah, sakit kuning (hepatoseluler

atau kolestatik), pankreatitis, gangguan tidur, gelisah,

perubahan suasana hati, parestesia, impotensi, onikolisis,

alopesia.

f) Kompleks Gejala : Telah dilaporkan suatu kompleks gejala

untuk penghambat ACE yang meliputi demam, serositis,

vaskulitis, mialgia, artralgia, antibodi antinuklear positif, laju

endap darah meningkat, eosinofilia, leukositosis; mungkin

juga terjadi ruam kulit, fotosensitivitas atau reaksi kulit lain.

g) Dosis: hipertensi, digunakan sendiri, awalnya 12,5 mg 2 kali

sehari; jika digunakan bersama diuretika, atau pada usia

lanjut; awalnya 6,25 mg 2 kali sehari (dosis pertama sebelum

tidur); dosis penunjang lazim 25 mg 2 kali sehari; maksimal

50 mg 2 kali sehari (jarang 3 kali sehari pada hipertensi

berat).

5) Hidroklorotiazide (Kemenkes, 2019)

a) Indikasi : edema, hipertensi.

b) Peringatan: pengurangan volume intravaskular: gejala

hipotensi khususnya setelah dosis pertama dapat terjadi pada

pasien yang kehilangan volume atau garam oleh karena


25

terapi diuretika, pembatasan diet garam, diare atau muntah;

Arteri stenosis ginjal;

c) Kontraindikasi: gangguan hati berat, gangguan ginjal berat

(kreatinin klirens < 30 mL/menit), hipokalemia refraktori,

hiperkalsemia, hamil dan menyusui (lihat lampiran 1 dan 2).

d) Efek Samping: anoreksia, penurunan nafsu makan, iritasi

lambung, diare, konstipasi, sialadenitis, pankreatitis,

jaundice, xanthopsia, gangguan penglihatan sementara,

leukopenia, neutropenia atau agranulositosis,

thrombositopenia, anemia aplastik, anaemia hemolitik,

depresi sumsum tulang belakang, reaksi fotosensitivitas,

ruam, reaksi seperti cutaneous lupus erythematosus,

reaktivasi cutaneous lupus erythematosus, urtikaria,

vaskulitis, cutaneous vasculitis, reaksi anafilaksis, keracunan

epidermal nekrolisis, demam, penekanan saluran pernafasan,

gangguan ginjal, nefritis interstisial, kejang otot, lemas,

gelisah, kepala terasa ringan, vertigo, paraesthesia, hipotensi

postural, kardiak aritmia, gangguan tidur dan depresi.

e) Dosis: hipertensi, dosis awal 12,5 mg sehari, jika perlu

tingkatkan sampai 25 mg sehari. Usia Lanjut. Pada pasien

tertentu (terutama usia lanjut) dosis awal 12,5 mg sehari

mungkin cukup.
26

f) Edema: dosis awal 12,5-25 mg sehari, untuk penunjang jika

mungkin dikurangi; edema kuat pada pasien yang tidak

mampu untuk mentoleransi diuretika berat, awalnya 75 mg

sehari.

6). Spironolakton (Kemenkes, 2019)

a) Indikasi: edema dan asitas pada sirosis hati, asites malignan,

sindroma nefrotik, gagal jantung kongestif; hiperal

dosteronism primer.

b) Peringatan: produk-produk metabolik berpotensi

karsinogenik pada hewan mengerat; usia lanjut; gangguan

hati; gangguan ginjal (hindari bila sedang sampai berat);

pantau elektrolit (hentikan bila terjadi hiperkalemia,

hiponatremia; penyakit Addison).

c) Efek Samping: gangguan saluran cerna; impotensi,

ginekomastia, menstruasi tidak teratur, letargi, sakit kepala,

bingung; ruam kulit; hiperkalemia; hiponatremia;

hepatotoksisitas, osteomalasia, dan gangguan darah

dilaporkan.

d) Dosis: 100-200 mg sehari, jika perlu tingkatkan sampai 400

mg; Anak. dosis awal 3 mg/kg bb dalam dosis terbagi.


27

D. Tinjauan Tentang Rekam Medis

1. Pengertian Rekam Medis

Dalam penjelasan Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran, yang

dimaksud dengan rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan

dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan

pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien (Konsil Kedokteran

Indonesia, 2006).

Dalam Permenkes No 749/Menkes/Per/XII/1989 yang berisi tentang

Rekam Medis, menerangkan bahwa rekam medis ialah catatan dan

dokumen penting yang berisi mengenai identitas, pemeriksaan pengobatan,

tindakan dan pelayanan yang telah diberikan kepada pasien (Abu, 2014).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1966, yaitu setiap

petugas diwajibkan untuk menyimpan rahasia kedokteran termasuk salah

satunya isi rekam medis (Republik Indonesia, 1966) dan setiap pemberi

pelayanan kesehatan memilikin kewajiban untuk menyelenggarakan

pengelolaan rekam medis. Oleh karena itu setiap institusi pelayanan

kesehatan wajib menyelenggarakan pengelolaan rekam medis yang baik

sehingga dapat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan.

Menurut Permenkes no 32 tahun 1996, tenaga kesehatan yang dapat

memberikan pelayanan langsung wajib membuat rekam medis ialah

(Republik Indonesia, 1996) :

a. Dokter dan dokter gigi

b. Perawat dan bidan


28

c. Apoteker, analisa farmasi, dan asisten apoteker

d. Admin kesehatan

e. Nutrisionis dan dietis

f. Fisioterapis

g. Radiografer

Rekam medisi berisi proses pelayanan yang telah diberikan oleh

setiap tenaga kesehatan dan ini dapat dijasikan suat bukti tertulis. Oleh

karena itu rekam medis merupakan cerminan proses pelayanan tenaga

kesehatan dan kerja sama tenaga kesehatan. Rekam medis dapat di artikan

sebagai “Keterangan baik yang tertulis maupun yang terekam tentang

identitasi, anamnesis, penentuan fisik laboratorium, diagnosa segala

pelayanan, dan tindakan medis yang diberikan kepada pasien, dan

pengobatan baik yang dirawat inap, rawat jalan maupun pelayanan unit

gawat darurat”.

Pengisian rekam medis yang lengkap merupakan suatu tujuan agar

tercapainya administrasi yang tertib dalam rangka upaya peningkatan

pelayanan kesehatan. Mustahil administrasi yang tertib dapat terwujud

tanpa adanya suatu sistem pengelolaan rekam medis yang baik dan benar.

2. Standar Rekam Medis

Berdasarkan keputusan Mentri Kesehatan RI No

333/MENKES/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rekam Medis dan

Manajemen Informasi Kesehatan antara lain ditetapkan sebagai berikut :


29

a. Rekam medis adalah sumber manajemen informasi kesehatan yang

handal yang memuat informasi yang cukup, tepat waktu, akurat, dan

dapat dipercaya bagi semua rekaman pasien rawat jalan, rawat inap, atau

gawat darurat dan pelayanan lainnya.

b. Sistem identifikasi, indeks, dan sistem dokumentasi harus ada agar dapat

memudahkan pencarian rekam medis dengan pelayanan 24 jam.

c. Kebijakan informasi harus dilakukan dalam rangka melindungi rekam

medis agar tidak rusak, hilang atau digunakan oleh orang yang tidak

berkepentingan.

d. Dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya bertanggung jawab akan

pengisian rekam medis.

Aturan yang berlaku dalam peraturan dan panduan kerja ialah sebagai

berikut:

1) Prosedur pembedahan dan lainnya harus di laporkan sesegera

mungkin setelah tindakan paling lambat pada hari yang sama.

2) Dalam 24 jam setelah pasien dirawat dan sebelum tindakan operasi

setiap riwayat pasien dan hasil pemeriksaan harus sudah terisi

dengan lengkap.

3) Setiap ringkasan medis harus segera dilengkapi paling lambat 14

hari setelah pasien pulang kecuali bila tes atau hasil otopsi belum

ada.

4) Semua rekam medis diberi kode paling lambat 14 hari setelah

pasien pulang.
30

e. Rekam medis harus disi dengan lengkap untuk menunjang berbagai

kepentingan yaitu:

1) Terciptanya infromasi yang efektif antara dokter, perawat dan

tenaga kesehatan lainnya.

2) Informasi yang dibutuhkan akan didapatkan oleh konsulen.

3) Dokter lain yang tidak bertanggung jawab terhadap pasien tetap

dapat memberikan penilaian terhadap pelayanan pasien.

4) Dokter dapat memberikan penilaian kualitas pelayanan yang sudah

dilakukan secara retrospektif.

5) Informasi yang berhubungan dengan progress keperawatannya akan

didapatkan oleh setiap pasien yang menerima pelayanan kesehatan.

f. Rekam medis akan diisi oleh tenaga kesehatan di pusat pelayanan

kesehatan kemudian mencatat tanggal, jam, dan nama pemeriksa.

g. Singkatan dan simbol yang dapat dipakai ialah yang singkatan yang

sudah diakui dan berlaku secara umum.

h. Semua catatan yang berkaitan dengan proses pelayanan kesehatan akan

disimpan oleh tenaga kesehatan di dalam rekam medis.

i. Identifikasi pasien ialah meliputi :

1) Nomor rekam medis atau nomor registrasi

2) Nama lengkap pasien

3) Alamat lengkap pasien

4) Orang yang dapat dihubungi

5) Status perkawinan
31

6) Tempat tanggal lahir

7) Jenis kelamin

j. Tanda peringatan atau bahaya, misalnya pasien alergi sesuatu harus

ditulis di sampul depan berkas rekam medis.

k. Rekam medis mencantumkan diagnosa sementara dan diagnosa akhir

saat pasien pulang.

l. Pada setiap pasien yang dilakukan tindakan operasi atau tindakan khusus

harus melampirkan surat persetujuan tindakan yang ditanda tangani oleh

pasien atau keluarga sesuai dengan aturan undang-undang mengenai

informed consent.

m. Setiap tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan

diwajibkan menuliskan catatan pelayanan pada berkas rekam medis.

n. Setiap diagnosa atau tindakan khusus pada pasien akan diberikan kode

penyakit berdasarkan standar yang berlaku.

o. Resume medis atau ringkasan keluar harus dilengkapi minimal 14 hari

setelah pasien pulang.

p. Setiap pasien yang akan di rujuk, perlu di catat infromasi alasan proses

rujuk dan dicatat di rekam medis.

q. Pelayanan rekam medis merupakan bagian dari program pengendalian

mutu rumah sakit.

3. Isi Rekam Medis

a. Catatan ialah merupakan penjabaran mengenai identitas pasien,

pemeriksaan pasien, diagnosis, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain


32

yang sudah dilakukan oleh dokter, dokter gigi maupun tenaga kesehatan

lainnya sesuai dengan kompetensinya.

b. Dokumen ialah merupakan kelengkapan dari catatan termasuk

diantaranya ialah foto rontgen, hasil laboratorium dan keterangan lain

sesuai dengan kompetensi keilmuannya.

4. Jenis Rekam Medis

a. Rekam Medis Konvensional Rekam medis konvensional ialah proses

pencatatan rekam medik yang menggunakan kartu dan akan dicatat

secara manual. Bentuk rekam medik ini dapat ditemukan hampir seluruh

rumah sakit, klinik, maupun praktek dokter di Indonesia. Beberapa

keuntungan rekam medik bentuk konvensional ini ialah dapat dengan

mudah didapatkan, dapat dilakukan oleh setiap tenaga kesehatan yang

memiliki kewenangan mengisi rekam medis tanpa keahlian khusus yang

dapat dibawa dan diisi dimana saja dan kapan saja. Akan tetapi bentuk

rekam medik konvensional memiliki beberapa kerugian yang dapat

terjadi misalnya kesalahan dalam penulisan, pembcaan penulisan, mudah

rusak apabila terkena air maupun api, dan memiliki keterbatan dalam hal

penyimpanan karena membutuhkan tempat penyimpanan yang luas

(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 1989).

b. Rekam Medis Elektronik Rekam medik elektronik ialah pencatatan

rekam medis yang dilakukan menggunakan datadata yang akan disimpan

dalam sebuah penyimpanan yang dapat dibuka oleh suatu perangkat

elektronik misalnya sebuah komputer. Bentuk rekam medik ini masih


33

sangat jarang ditemukan di Indonesia walau dalam penerapannya rekam

medik elektronik ini sudah banyak diterapkan di negara-negara maju

seperti negara di benua eropa. Beberapa keuntungan apabila

menggunakan rekam medik elektronik ialah dapat menampung sejumlah

yang sangat banyak, tidak akan menggunakan banyak tempat dalam hal

penyimpanan karena disimpan dalam bentuk data computer, dan dapat

disimpan dalam waktu yang lama. Sedangkan, kerugian dari penggunaan

rekam medik elektronik ialah mudahnya data terserang virus yang dapat

merusak data, tidak semua orang bisa mengoperasikannya, hanya

terjangkau oleh kalangan tertentu, dan tidak dapat di operasikan apabila

tidak ada sumber listrik (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,

1989).

5. Manfaat Rekam Medis

Manfaat Rekam Medik di Indonesia bisa dilihat dalam Pasal 14

Permenkes Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989, yaitu dapat dipakai untuk

(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 1989) :

a. Dasar dalam memeliharaan kesehatan dan pelayanan pada setiap

pasien. Rekam Medik dapat dipakai sebagai dasar pemeliharaan

kesehatan dan pengobatan, yang dapat bermanfaat dalam peningkatkan

mutu pelayanan kesehatan, peningkatan keterampilan tenaga medis,

pengukuran kemampuan dokter, serta dapat dijadikan suatu bukti setiap

pelayanan kesehatan dalam prosesnya memberikan pelayanan


34

kesehatan kepada pasien yang diberikan pelayanan kesehatan (Menteri

Kesehatan Republik Indonesia, 1989).

b. Bahan bukti apabila terdapat perkara hukum. Masyarakat sebagai

penerima pelayanan kesehatan berhak mengajukan tuntutan apabila

terdapat kelalaian pada saat dilakukan pelayanan yang dilakukan oleh

tenaga medis dan dapat meminta ganti rugi. Namun, rekam medis itu

juga ialah hal yang penting untuk pemberi pelayanan kesehatan sesuai

dengan pelayanan yang sudah diberikan kepada penerima layanan

(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 1989)

c. Bahan keperluan penelitian dan pendidikan. Hasil-hasil penelitian yang

baru belakangan ini merupakan hal yang bermanfaat bagi dunia

kedokteran. Beberapa penemuan itu dapat diperoleh dari catatan isi

rekam medis, karena setiap rekam medis mencatat data – data yang

akan digunakan sebagai bahan penelitian untuk pengembangan ilmu

pengetahuan. (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 1989).

d. Biaya pelayanan kesehatan Setiap data pada rekam medis dapat

dijadikan bentuk pertanggung jawaban biaya pelayanan kesehatan yang

diberikan kepada pasien yang berobat (Kementrian Kesehatan Republik

Indonesia, 1989).

e. Bahan untuk membuat suatu statistik kesehatan Setiap catatan pasien

rawat inap maupun rawat jalan yang sudah mendapatkan pelayanan

kesehatan dapat dijadikan sampel dalam pembuatan statistik kesehatan

(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 1989).


35

6. Komponen Rekam Medis

Rekam medik di Indonesia dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu

bagian isi untuk pasien rawat jalan dan rawat inap. Berdasarkan Permenkes

no.269/Menkes/Per/III/2008 telah dideskripsikan beberapa isi rekam medis

untuk pasien rawat jalan ialah (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,

2008):

a. Identitas pasien;

b. Tanggal dan waktu;

c. Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat

penyakit;

d. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik;

e. Diagnosis;

f. Rencana pelaksanaan;

g. Pengobatan atau tindakan;

h. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien;

i. Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik, dan

j. Persetujuan tindakan bila diperlukan

Sedangkan menurut Permenkes No.269/Menkes/Per/III/2008 isi

rekam medis untuk pasien rawat inap antara lain ialah (Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia, 2008) :

a. Identitas pasien;

b. Tanggal dan waktu;


36

c. Anamnesis (sekurang-kurangnya berisi keluhan, dan riwayat medis

pasien);

d. Hasil pemeriksaan fisik dan hasil penunjang medis;

e. Diagnosis;

f. Rencana Pelaksanaan;

g. Pengobatan dan tindakan;

h. Persetujuan tindakan bila perlu;

i. Catatan observasi klinis dan hasil pengobatan;

j. Ringkasan pulang;

k. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi dan seluruh tenaga kesehatan

yang memberikan pelayanan kesehatan;

l. Pelayanan lain yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang lain;

m. Untuk kasus gigi harus dilengkapi dengan odontogram klinik.

Bagi pasien yang dirawat di ruang gawat darurat, beberapa data

yang perlu dimasukkan pada rekam medis ialah (Kementrian Kesehatan

Republik Indonesia, 2008):

a. Identitas pasien;

b. Kondisi saat pasien tiba di sarana pelayanan kesehatan;

c. Identitas pengantar pasien;

d. Tanggal dan waktu;

e. Hasil anamnesis;

f. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medis;

g. Diagnosis;
37

h. Pengobatan dan atau tindakan;

i. Ringkasan kondisi pasien sebelum mennggalkan pelayanan unit gawat

darurat dan rencana tindak lanjut;

j. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu

yang memberikan pelayanan kesehatan;

k. Sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan dipindahkan

ke sarana pelayanan kesehatan lain dan

l. Pelayanan lain yang telah diberikan oleh tenaga kesehatan tertentu.


38

BAB III

KERANGKA KONSEP

UGD, Poli Umum, Poli Gigi,


PUSKESMAS KIA/KB, MTBS, Imusasi, Ruang
Farmasi, Laboratorium,
Konseling Gizi,

RAWAT INAP RAWAT JALAN

PASIEN HIPERTENSI

HIPERTENSI

Non Farmakologi Terapi Farmakologi

Furosemide Nifedepine Amlodipine Captopril Spironolakton HCT

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian Pola Penggunaan Obat Antihipertensi


Pada Pasien Hipertensi Rawat Jalan di Puskesmas Ngronggot
Kabupaten Nganjuk Tahun 2019.

Keterangan : : Variabel yang diteliti


: Variabel yang tidak diteliti

38
39

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah sesuatu yang penting dalam penelitian, yang

memungkinkan pemaksimalan kontrol beberapa faktor yang bisa

mempengaruhi akurasi suatu hasil (Notoadmodjo, 2013).

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian observasional dengan

pendekatan deskriptif. Observasional adalah peneliti dimana peneliti hanya

melakukan observasi, tanpa memberikan intervensi pada variable yang diteliti.

Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan

tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskritif tentang suatu keadaan

secara obyektif.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Ngronggot Kabupaten Nganjuk.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2020.

C. Populasi, Sampel dan Sampling

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari suatu variabel yang menyangkut

masalah yang diteliti (Notoadmodjo, 2013). Populasi dalam penelitian ini

39
40

adalah semua data rekam medis pasien dengan indikasi hipertensi di

Puskesmas Ngronggot Kabupaten Nganjuk.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara

tertentu hingga dapat dianggap mewakili populasinya (Notoadmodjo,

2013). Oleh karena itu peneliti akan menggunakan sampel pasien dengan

diagnosa hipertensi di Puskesmas Ngronggot. Sampel dalam penelitian

ini didapat dari semua data rekam medis pasien dengan indikasi

hipertensi di Puskesmas Ngronggot Kabupaten Nganjuk selama Tahun

2019.

3. Sampling

Sampling adalah proses penyeleksi porsi dari populasi untuk dapat

mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara–cara yang ditempuh

dalam pengambilan sampel, agar diperoleh sampel yang benar benar

sesuai dengan keseluruhan subyek penelitian. Teknik Sampling yang

digunakan pada penelitian ini adalah total sampling yaitu dengan

mengambil seluruh anggota menjadi sampel (Notoadmodjo, 2013).

D. Variabel Penelitian

Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda

terhadap sesuatu. Variabel juga merupakan konsep dari berbagai level abstrak

yang didefinisikan sebagai suatu fasilitas untuk pengukuran dan atau

manipulasi suatu penelitian. Konsep yang dituju dalam suatu penelitian


41

bersifat konkret dan secara langsung bisa diukur, sesuatu yang konkret tersebut

bias diartikan sebagai suatu variabel dalam penelitian (Notoatmodjo 2013).

Variabel pada penelitian ini yaitu dengan melihat semua data rekam

medis pasien dengan indikasi hipertensi di Puskesmas Ngronggot Kabupaten

Nganjuk selama Tahun 2019.

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Definisi operasional penelitian adalah uraian tentang batasan variabel

yang dimaksud, atau tentang apa yang di ukur oleh variabel yang bersangkutan

(Notoatmodjo, 2013).

Dibawah ini merupakan variabel yang bersangkutan :

Variabel Definisi Operasional Indikator Alat Skala Skor


Ukur

Pola Pasien adalah setiap orang yang Peresepan Resep Ordinal 1.Tunggal
Penggunaan melakukan pemeriksaan dan obat dan =0
Obat Anti konsultasi pelayanan ke Puskesmas hipertensi rekam 2.Kombinasi
Hipertensi untuk menangani penyakitnya. medik =1

Tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian pola penggunaan obat


antihipertensi di Puskesmas Ngronggot Kabupaten Nganjuk

F. Instrumen Penelitian

Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan

digunakan pada waktu penelitian oleh peneliti dalam kegiatannya

mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi mudah dan sistematis

(Notoadmojo, 2013). Alat yang digunakan dalam penelitian ini semua pada
42

rekam medis pasien dengan indikasi hipertensi di Puskesmas Ngronggot

Kabupaten Nganjuk selama Tahun 2019.

G. Prosedur Pengumpulan Data.

Prosedur pengumpulan data penelitian ini dilakukan mulai dari tahap

pembuatan proposal, perijinan dan menggunakan cara memeriksa semua pada

rekam medis pasien dengan indikasi hipertensi di Puskesmas Ngronggot

Kabupaten Nganjuk. Melihat diagnosa, umur, nama obat dan jumlah obat yang

ditulis oleh dokter.

H. Pengolahan dan Analisis Data

Dalam tahap ini data diolah dan dianalisa univariate. Yang

dilakukan terhadap tiap variable dari hasil penelitian.

1. Langkah-Langkah Pengolahan Data

a. Editing

Memeriksa kembali semua data yang telah terkumpul, artinya

memeriksa kembali kelengkapan dari instrumen pengumpulan data.

b. Coding

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap

data yang terdiri atas beberapa kategori. Dalam penelitian ini

pemberian kode dilakukan pada data klasifikasi variabel.

c. Tabulating

Kelanjutan proses pengkodean pada proses pengolahan data. Hal ini

dilakukan agar lebih mudah penyajian data. Peneliti menggunakan

dalam bentuk tabel perencanaan.


43

2. Analisis Data

Analisis karakteristik pasien meliputi total semua resep pada pasien

dengan indikasi hipertensi di Puskesmas Ngronggot Kabupaten Nganjuk.

Analisis karakterisitik pasien dianalisis menggunakan metode deskriptif

(Univarial) untuk mengetahui distribusi frekuensi tiap kelompok

karakteristik.

Analisa data dilakukan dengan mengelompokkan, mengurutkan dan

menyederhanakan data untuk mempermudah dalam membaca dan

menganalisa. Kemudian data disajikan dalam bentuk tabel dan selanjutnya

disimpulkan.

Presentase data diperoleh dengan menggunakan rumus distribusi

sebagai

berikut :

F
P ¿ ×100 %
N

Keterangan : P : Prosentase yang dicari


F : Jumlah skor total Normal / tidak normal
N : Jumlah sampel (Notoadmojo, 2013)
44

I. Kerangka Kerja

Persiapan

Proposal perijinan

Pengumpulan data

Analisa Data

Hasil Penelitian

Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian pola penggunaan obat antihipertensi di


Puskesmas Ngronggot Kabupaten Nganjuk.
45

DAFTAR PUSTAKA

Depkes, R1. 2006. Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit


Hipertensi. Jakarta: Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular.

Departemen Kesehatan RI. 2009. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009.


Tentang Kesehatan. Jakarta.

Gormer B., 2008, Farmakologi Hipertensi Golongan obat, Terjemahan., Penerbit


Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta, Indonesia.

Gunawan L, (2001), Hipertensi Tekanan Darah Tinggi, Yogyakarta, Kanisius

Kementerian Kesehatan RI, 2017. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2017. Jakarta.

Peraturan Menteri Kesehatan no.269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis.


Jakarta : Depkes RI. 2008.

Peraturan Menteri kesehatan RI Nomor 55 Tahun 2013 pasal 3 tentang


Penyelenggaraan Pekerjaan Perekam Medis. Jakarta.

Permenkes No74, 2016. Standar Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI, 2019. tentang Petunjuk Tekns Standar Pelayanan


Kefarmasian di Puskesmas, Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta

Muhadi, 2016. JNC 8: Evidence-based Guideline Penanganan Pasien Hipertensi


Dewasa. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia/RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, Indonesia

Notoatmodjo, S. 2012, Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Saryono. 2008. Metode Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : Mitra Cendikia.

Smith, T. 2002. Tekanan Darah Tinggi, Mengapa Terjadi, Bagaimana


Mengatasinya. Arcan. Jakarta.

Undang-undang No 43 tahun 2009. Tentang Kearsipan. Jakarta 2009.


46

BAB III

KERANGKA KONSEP

UGD, Poli Umum, Poli Gigi,


PUSKESMAS KIA/KB, MTBS, Imusasi, Ruang
Farmasi, Laboratorium,
Konseling Gizi,

RAWAT INAP RAWAT JALAN

PASIEN HIPERTENSI

Non Farmakologi Terapi Farmakologi

ACE-Inhibitor ARB II Beta Blocker CCB Diuretik

Captopril Losartan Propanolol Amlodipine Furosemide

Lisinopril Irbestan Bisoprolol Nifedepine Spironolakton

Ramipril Valsartan Acebutolol Nicardipine HCT

Candersartan Atenolol Tripamide


47

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian Pola Penggunaan Obat Antihipertensi


Pada Pasien Hipertensi Rawat Jalan di Puskesmas Ngronggot
Kabupaten Nganjuk Tahun 2019.

Keterangan : : Variabel yang diteliti


: Variabel yang tidak diteliti

Anda mungkin juga menyukai