Anda di halaman 1dari 6

Intizar

Vol. 25, No. 2, Desember 2019


Website: http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/intizar
ISSN 1412-1697, e-ISSN 2477-3816

Moderasi Beragama di Indonesia

Mohamad Fahri1, Ahmad Zainuri2*


1
Kementerian Agama, Jakarta, Indonesia
2
UIN Raden Fatah Palembang, Indonesia, ahmadzainuri_uin@radenfatah.ac.id

DOI: doi.org/10.19109/intizar.v25i2.5640

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan moderasi beragama di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan
adalah studi pustaka. Penelitian ini menyimpulkan bahwa radikalisme atas nama agama dapat diberantas melalui
pendidikan Islam yang moderat dan inklusif. Moderasi beragama dapat ditunjukkan melalui sikap tawazun
(berkeseimbangan), i’tidal (lurus dan tegas), tasamuh (toleransi), musawah (egaliter), syura (musyawarah), ishlah
(reformasi), aulawiyah (mendahulukan yang prioritas), tathawwur wa ibtikar (dinamis dan inovatif).

Kata Kunci: Moderasi Beragama, Radikalisme, Persatuan

Abstract
This study aims to describe religious moderation in Indonesia. The research method used is literature study. This research
concludes that radicalism in the name of religion can be eradicated through moderate and inclusive Islamic education.
Religious moderation can be demonstrated through tawazun (balanced), i'tidal (straight and firm), tasamuh (tolerance),
musawah (egalitarian), shura (deliberation), ishlah (reform), aulawiyah (prioritizing priority), tathawwur wa ibtikar
(dynamic and innovative).

Keywords: Religious Moderation, Radicalism, Unity

Pendahuluan dengan tindakan damai dengan kelompok berbasis


Indonesia sebagai negara yang memiliki radikal, ekstrimis dan puritan yang melakukan segala
penduduk muslim terbanyak di dunia menjadi halnya dengan tindakan kekerasan (Fadl, 2005, p.
sorotan penting dalam hal moderasi Islam. Moderasi 343).
adalah ajaran inti agama Islam. Islam moderat adalah Islam dan umat Islam saat ini paling tidak
paham keagamaan yang sangat relevan dalam menghadapi dua tantangan; Pertama, kecenderungan
konteks keberagaman dalam segala aspek, baik sebagian kalangan umat Islam untuk bersikap
agama, adat istiadat, suku dan bangsa itu sendiri ekstrem dan ketat dalam memahami teks-teks
(Dawing, 2017, p. 231). keagamaan dan mencoba memaksakan cara tersebut
Oleh karena itu pemahaman tentang moderasi di tengah masyarakat muslim, bahkan dalam
beragama harus dipahami secara kontekstual bukan beberapa hal menggunakankekerasan; Kedua,
secara tekstual, artinya bahwa moderasi dalam kecenderungan lain yang juga ekstrem dengan
beragama di Indonesia buka Indonesia yang bersikap longgar dalam beragama dan tunduk pada
dimoderatkan, tetapi cara pemahaman dalam perilaku serta pemikiran negatif yang berasal dari
beragama yang harus moderat karena Indonesia budaya dan peradaban lain. Dalam upayanya itu
memiliki banyaknya kultur, budaya dan adat-istiadat. mereka mengutip teks-teks keagamaan (Al-Qur’an
Moderasi Islam ini dapat menjawab berbagai dan Hadis) dan karya-karya ulama klasik (turats)
problematika dalam keagamaan dan peradaban sebagai landasan dan kerangka pemikiran, tetapi
global. Yang tidak kalah penting bahwa muslim dengan memahaminya secara tekstual dan terlepas
moderat mampu menjawab dengan lantang disertai dari konteks kesejarahan. Sehingga tak ayal mereka
Mohamad Fahri, Ahmad Zainuri Moderasi Beragama di Indonesia

seperti generasi yang terlambat lahir, sebab hidup di (eye witness) berupa kejadian, orang atau benda
tegah masyarakat modern dengan cara berfikir lainnya, 2) data pustaka bersifat siap pakai (ready
generasi terdahulu (Hanafi, 2013, pp. 1–2). mode), 3) data perpustakaan umumnya sumber
Heterogenitas atau kemajemukan/keberagaman sekunder dan 4) data pustaka tidak dibatasi oleh
adalah sebuah keniscayaan dalam kehidupan ini.Ia ruang dan waktu karena ia sudah merupakan data
adalah sunnatullah yang dapat dilihat di alam ini. “mati” yang tersimpan dalam rekaman tertulis. Maka
Allah menciptakan alam ini di atas sunnah dalam penelitian ini menggunakan penelitian
heterogenitas dalam sebuah kerangka kesatuan. kepustakaan.
Dalam kerangka kesatuan manusia, kita melihat
bagaimana Allah menciptakan berbagai suku bangsa. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Dalam kerangka kesatuan suatu bangsa, Allah Islam moderat atau yang dimaksud juga Islam
menciptakan beragam etnis, suku, dan kelompok. Wasathiyyah, berasal dari dua kata yaitu Islam dan
Dalam kerangka kesatuan sebuah bahasa, Allah “wasathiyyah”. Islam sebagaimana yang diketahui
menciptakan berbagai dialek. Dalam kerangka adalah agama yang penuh dengan keberkahan, dan
kesatuan syari’at, Allah menciptakan berbagai agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw.
mazhab sebagai hasil ijtihad masing-masing. Dalam Islam merupakan agama mayoritas yang ada di
kerangka kesatuan umat (ummatan wahidah), Allah Indonesia dengan penduduk terbanyak di dunia saat
menciptakan berbagai agama. Keberagaman dalam ini.
beragama adalah sunnatullah sehingga Kata moderasi dalam bahasa Arab diartikan “al-
keberadaannya tidak bisa dinafikan begitu saja (Ali, wasathiyyah”. Secara bahasa “al-wasathiyyah”
2010, p. 59). berasal dari kata “wasath” (Faiqah & Pransiska,
Dalam menghadapi masyarakat majemuk, 2018; Rozi, 2019). Al-Asfahaniy mendefenisikan
senjata yang paling ampuh untuk mengatur agar “wasathan” dengan “sawa’un” yaitu tengah-tengah
tidak terjadi radikalisme, bentrokan adalah melalui diantara dua batas, atau dengan keadilan, yang
pendidikan Islam yang moderat dan inklusif (Alam, tengah-tengan atau yang standar atau yang biasa-
2017, p. 36). biasa saja. Wasathan juga bermakna menjaga dari
Dalam realitas kehidupan nyata, manusia tidak bersikap tanpa kompromi bahkan meninggalkan
dapat menghindarkan diri dari perkara-perkara yang garis kebenaran agama (Al-Asfahani, 2009, p. 869).
berseberangan. Karena itu al-Wasathiyyah Kata “al-wasathiyyah” berakar pada kata “al-
Islamiyyah mengapresiasi unsur rabbaniyyah wasth” (dengan huruf sin yang di-sukun-kan) dan
(ketuhanan) dan insaniyyah (kemanusiaan), “al-wasth” (dengan huruf sin yang di-fathah-kan)
mengkombinasi antara maddiyyah (materialisme) yang keduanya merupakan mashdar (infinitife) dari
dan ruhiyyah (spiritualisme), menggabungkan antara kata kerja (verb) “wasatha”. Selain itu kata
wahyu (revelation) dan akal (reason), antara wasathiyyah juga seringkali disinonimkan dengan
maslahah ammah (al-jamāiyyah) dan maslahah kata “al-iqtishad” dengan pola subjeknya “al-
individu (al-fardiyyah) (Almu’tasim, 2019). muqtashid”. Namun, secara aplikatif kata
Penelitian ini bertujuan untuk menjadikan “wasathiyyah” lebih populer digunakan untuk
keberagaman agama sebagai aset yang penting bagi menunjukkan sebuah paradigma berpikir paripurna,
negara Indonesia adalah bagaimana cara moderat khususnya yang berkaitan dengan sikap beragama
yang ditawarkan oleh Islam dapat menjadi pemersatu dalam Islam (Zamimah, 2018).
bagi Indonesia. Sementara dalam bahasa Arab, kata moderasi
biasa diistilahkan dengan “wasath” atau
Metode Penelitian “wasathiyyah”; orangnya disebut “wasith”. Kata
Penelitian ini merupakan penelitian “wasit” sendiri sudah diserap ke dalam bahasa
kepustakaan. Ada empat ciri penelitian kepustakaan, Indonesia yang memiliki tiga pengertian, yaitu 1)
yaitu: 1) penelitian berhadapan langsung dengan teks penengah, pengantara (misalnya dalam perdagangan,
(naskah) atau data angka dan bukan dengan bisnis, dan sebagainya), 2) pelerai (pemisah,
pengetahuan langsung dari lapangan atau saksi mata pendamai) antara yang berselisih, dan 3) pemimpin

96 Intizar, Vol. 25, No. 2, Desember 2019


Mohamad Fahri, Ahmad Zainuri Moderasi Beragama di Indonesia

di pertandingan. Yang jelas, menurut pakar bahasa Dalam penafsiran Quraish Shihab,
Arab, kata tersebut merupakan “segala yang baik keseimbangan adalah menjadi prinsip yang pokok
sesuai objeknya” (Almu’tasim, 2019). Dalam sebuah dalam wasathiyyah. Karena tanpa adanya
ungkapan bahasa Arab sebaik-baik segala sesuatu keseimbangan tak dapat terwujud keadilan.
adalah yang berada di tengah-tengah. Misalnya Keseimbangan dalam penciptaan misalnya, Allah
dermawan yaitu sikap di antara kikir dan boros, menciptakan segala sesuatu menurut ukurannya,
pemberani yaitu sikap di antara penakut dan nekat, sesuai dengan kuantitasnya dan sesuai kebutuhan
dan lain-lain (Agama, 2012, p. 5). makhluk hidup. Allah juga mengatur sistem alam
Pada tataran praksisnya, wujud moderat atau raya sehingga masing-masing beredar secara
jalan tengah dalam Islam dapat diklasifikasikan seimbang sesuai kadar sehingga langit dan benda-
menjadi empat wilayah pembahasan, yaitu: 1) benda angkasa tidak saling bertabrakan.
moderat dalam persoalan akidah; 2) moderat dalam Ketiga, pilar toleransi. Quraish Shihab
persoalan ibadah; 3) moderat dalam persoalan memaparkan bahwa toleransi adalah batas ukur
perangai dan budi pekerti; dan 4) moderat dalam untuk penambahan atau pengurangan yang masih
persoalan tasyri’ (pembentukan syariat) (Yasid, bisa diterima. Toleransi adalah penyimpangan yang
2010). tadinya harus dilakukan menjadi tidak dilakukan,
Menurut Quraish Shihab melihat bahwa dalam singkatnya adalah penyimpangan yang dapat
moderasi (wasathiyyah) terdapat pilar-pilar penting dibenarkan.
yakni (Zamimah, 2018): Konsep wasathiyyah sepertinya menjadi garis
Pertama, pilar keadilan, pilar ini sangat utama, pemisah dua hal yang berseberangan. Penengah ini
beberapa makna keadilan yang dipaparkan adalah: diklaim tidak membenarkan adanya pemikiran
pertama, adil dalam arti “sama” yakni persamaan radikal dalam agama, serta sebaliknya tidak
dalam hak. Seseorang yang berjalan lurus dan membenarkan juga upaya mengabaikan kandungan
sikapnya selalu menggunakan ukuran yang sama, al-Qur’an sebagai dasar hukum utama. Oleh karena
bukan ukuran ganda. Persamaan itulah yang itu, Wasathiyah ini lebih cenderung toleran serta
menjadikan seseorang yang adil tidak berpihak tidak juga renggang dalam memaknai ajaran Islam.
kepada salah seorang yang berselisih. Adil juga Menurut Yusuf Al-Qardhawi, wasathiyyah
berarti penempatan sesuatu pada tempat yang (pemahaman moderat) adalah salah satu karakteristik
semestinya. Ini mengantar pada persamaan, walau Islam yang tidak dimiliki oleh Ideologi-ideologi lain.
dalam ukuran kuantitas boleh jadi tidak sama. Adil Sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an al-Baqarah
adalah memberikan kepada pemilik hak-haknya ayat 143 berikut:
ِ
melalui jalan yang terdekat. Ini bukan menuntut َ ‫َوكَ ذََٰ ل‬
‫ك َج عَ لْ نَ اكُ مْ أُمَّ ةً َو َس طًا‬
seseorang memberikan haknya kepada pihak lain Artinya: dan demikian (pula) Kami telah
tanpa menunda-nunda. Adil juga berarti moderasi menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil.
‘tidak mengurangi tidak juga melebihkan”. Hukum yang adil merupakan tuntutan dasar
Kedua, pilar keseimbangan. Menurut Quraish bagi setiap struktur masyarakat. Hukum yang adil
Shihab, keseimbangan ditemukan pada suatu menjamin hak-hak semua lapisan dan individu sesuai
kelompok yang di dalamnya terdapat beragam dengan kesejahteraan umum, diiringi penerapan
bagian yang menuju satu tujuan tertentu, selama perilaku dari berbagai peraturannya (Syafrudin,
syarat dan kadar tertentu terpenuhi oleh setiap 2009, p. 105).
bagian. Dengan terhimpunnya syarat ini, kelompok Sekurang-kurangnya ada empat makna keadilan
itu dapat bertahan dan berjalan memenuhi tujuan menurut Quraish Shihab (2017) yaitu Pertama, adil
kehadirannya. Keseimbangan tidak mengharuskan dalam arti “sama”. Tetapi harus digarisbawahi
persamaan kadar dan syarat bagi semua bagian unit bahwa persamaan yang dimaksud adalah persamaan
agar seimbang. Bisa saja satu bagian berukuran kecil dalam hak. Kedua, adil dalam arti “seimbang”.
atau besar, sedangkan kecil dan besarnya ditentukan Keseimbangan ditemukan pada suatu kelompok
oleh fungsi yang diharapkan darinya. yang di dalamnya terdapat beragam bagian yang
menuju satu tujuan yang tertentu. Seandainya ada

Intizar, Vol. 25, No. 2, Desember 2019 97


Mohamad Fahri, Ahmad Zainuri Moderasi Beragama di Indonesia

salah satu anggota tubuh manusia berlebih atau mengikuti jalan pendekatan (al-mazhab) dari
berkurang dari kadar atau syarat seharusnya, maka Mazhab Abu Hanifah Al-Nu'man, Imam Malik ibn
pasti tidak akan terjadi keseimbangan (keadilan). Anas, Imam Muhammad ibn Idris Al-Syafi'i dan
Namun perlu dicatat bahwa kesimbangan tidak Ahmad ibn Hanbali. Dalam bidang tasawuf
mengharuskan persamaan. Bisa saja satu bagian mengikuti antara lain Imam al-Junaid al-Bagdadi dan
berukuran kecil atau besar, sedangkan kecil dan Imam al-Ghazali, serta imam-imam yang lain
besarnya ditentukan oleh fungsi yang diharapkan (Qomar, 2002, p. 62).
darinya. Ketiga, adil adalah “perhatian terhadap hak- Dalam konteks pemikiran keislaman di
hak individu dan memberikan hak-hak itu kepada Indonesia, konsep moderatisme Islam memiliki
setiap pemiliknya.” Pengertian inilah yang sekurang-kurangnya lima karakteristik berikut ini.
didefinisikan dengan “menempatkan sesuatu pada Pertama, ideologi non-kekerasan dalam
tempatnya.” Lawannya adalah “kezaliman”, dalam mendakwahkan Islam. Kedua, mengadopsi pola
arti pelanggaran terhadap hak-hak pihak lain. kehidupan modern beserta seluruh derivasinya,
Dengan demikian menyirami tumbuhan adalah seperti sains dan teknologi, demokrasi, HAM dan
keadilan dan menyirami duri adalah lawannya, semacamnya. Ketiga, penggunaan pemikiran
pengertian keadilan seperti ini, melahirkan keadilan rasional dalam mendekati dan memahami ajaran
sosial. Keempat, adil yang dinisbatkan kepada Ilahi. Islam. Keempat, menggunakan pendekatan
Adil di sini berarti “memelihara kewajaran atas kontekstual dalam memahami sumber-sumber ajaran
berlanjutnya eksistensi, tidak mencegah kelanjutan Islam. Kelima, penggunaan ijtihad dalam
eksistensi dan perolehan rahmat sewaktu terdapat menetapkan hukum Islam (istinbat). Namun
banyak kemungkinan untuk itu. Keadilan Ilahi pada demikian, kelima karakteristik tersebut dapat
dasarnya merupakan rahmat dan kebaikan-Nya. diperluas menjadi beberapa karakteristik lagi seperti
Keadilan-Nya mengandung konsekuensi bahwa toleransi, harmoni dan kerjasama antar kelompok
rahmat Allah tidak tertahan untuk diperoleh sejauh agama yang berbeda (Hilmy, 2012).
makhluk itu dapat meraihnya. Allah menciptakan Moderatisme ajaran Islam yang sesuai dengan
dan mengelola alam raya ini dengan keadilan, dan misi Rahmatan lil ‘Alamin, maka memang
menuntut agar keadilan mencakup semua aspek diperlukan sikap anti kekerasan dalam bersikap di
kehidupan, termasuk akidah, syariat atau hukum, kalangan masyarakat, memahami perbedaan yang
akhlak, bahkan cinta dan benci (Agama, 2012, p. 30). mungkin terjadi, mengutamakan kontekstualisasi
Dalam konteks Indonesia, Islam Moderat yang dalam memaknai ayat Ilahiyah, menggunakan
mengimplementasikan Ummatan Wasathan terdapat istinbath untuk menerapkan hukum terkini serta
pada dua golongan yaitu Nahdlatul Ulama (NU) dan menggunakan pendekatan sains dan teknologi untuk
Muhammadiyah. Keduanya mencerminkan ajaran membenarkan dan mengatasi dinamika persoalan di
Ahlussunnah wa al-Jama’ah yang mengakui masyarakat Indonesia. Selayaknya perbedaan sikap
toleransi serta kedamaian dalam berdakwah (Hilmy, menjadi sebuah dinamisasi kehidupan sosial yang
2012). menjadi bagian dari masyarakat yang madani.
Sikap moderasi NU pada dasarnya tidak terlepas Keberadaan Islam moderat cukup menjadi penjaga
dari akidah Ahlusunnah wa al-Jama'ah (Aswaja) dan pengawal konsistensi Islam yang telah dibawa
yang dapat digolongkan paham moderat. Dalam oleh Rasulullah Saw. Untuk mengembalikan citra
Anggaran Dasar NU dikatakan, bahwa NU sebagai Islam yang sebenarnya, maka diperlukan moderasi
Jam’iyah Diniyah Islamiyah berakidah Islam agar penganut lain dapat merasakan kebenaran ajaran
menurut paham Ahlussunah wa al-Jama’ah dengan Islam yang Rahmatan lil ‘Alamin.
mengakui mazhab empat, yaitu Hanafi, Maliki, Moderasi dalam bidang politik (peran kepala
Syafi'i, dan Hambali. Penjabaran secara terperinci, negara) adalah amat naif bila ada negara tanpa
bahwa dalam bidang akidah, NU mengikuti paham pemimpin atau kepala negara. Maka dalam Islam,
Ahlussunah wa al-Jama’ah yang dipelopori oleh kepala negara atau kepala pemerintahan itu wajib
Imam Abu Hasan Al-Asy'ari, dan Imam Abu adanya dan memiliki sikap kuat dan amanah. Para
Mansyur Al-Maturidi. Dalam bidang fiqih, NU penguasa di negara kita harus menyadari bahwa

98 Intizar, Vol. 25, No. 2, Desember 2019


Mohamad Fahri, Ahmad Zainuri Moderasi Beragama di Indonesia

mereka hidup di tanah air Islam dan memerintah 8. Aulawiyah (mendahulukan yang prioritas),
orang-orang yang mayoritas Islam. Adalah hak yaitu kemampuan mengidentifikasi hal ihwal
setiap bangsa untuk meliliki pemerintahannya yang yang lebih penting harus diutamakan untuk
menyeluruh. Hak mereka pula, memiliki undang- diterapkan dibandingkan dengan yang
undang dasar serta peraturan-peraturan yang kepentingannya lebih rendah.
menggambarkan tentang kepercayaan-kepercayaan, 9. Tathawwur wa Ibtikar (dinamis dan inovatif),
nilai-nilai, serta adat-istiadat. Adapun mereka yang yaitu selalu terbuka untuk melakukan
mengaku sebagai orang Islam, tetapi menolak hukum perubahan-perubahan kearah yang lebih baik.
Islam, maka perbuatan mereka ini tidak dapat Demikianlah konsep yang ditawarkan oleh
diterima oleh akal ataupun diridai oleh suatu agama. Islam tentang moderasi beragama di Indonesia,
Adapun ciri-ciri lain tentang wasathiyyah yang sehingga konsep tersebut diharapkan mampu untuk
disampaikan oleh Afrizal Nur dan Mukhlis (2016) diterapkan dalam kehidupan bernegara dan
sebagai berikut: berbangsa. Sehingga dengan konsep moderasi ini
1. Tawassuth (mengambil jalan tengah), yaitu akan membawa Indonesia ke arah yang lebih baik,
pemahaman dan pengamalan yang tidak ifrath tidak ada diskriminasi dalam keberagaman.
(berlebih-lebihan dalam beragama) dan tafrith
(mengurangi ajaran agama). Kesimpulan
2. Tawazun (berkeseimbangan), yaitu pemahaman Islam tidak menganggap semua agama itu sama
dan pengamalan agama secara seimbang yang tapi memperlakukan semua agama itu sama, dan ini
meliputi semua aspek kehidupan, baik duniawi sesuai dengan konsep-konsep dari Islam wasattiyah
maupun ukhrawi, tegas dalam menyatakan itu sendiri yaitu konsep egaliter atau tidak
prinsip yang dapat membedakan antara inhira, mendiskriminasi agama yang lain. Dan adapun cara-
(penyimpangan,) dan ikhtilaf (perbedaan). cara moderat yang dimaksudkan itu adalah Konsep
3. I’tidâl (lurus dan tegas), yaitu menempatkan yang pertama yaitu konsep tasamuh (toleransi),
sesuatu pada tempatnya dan melaksanakan hak sesuai dengan ciri-ciri moderasi Islam di atas dapat
dan memenuhi kewajiban secara proporsional. dipastikan jika antar umat beragama di Indonesia
4. Tasamuh (toleransi), yaitu mengakui dan sudah hidup berdampingan dan saling toleransi, akan
menghormati perbedaan, baik dalam aspek menjaga kestabilitasan antar umat beragama dan
keagamaan dan berbagai aspek kehidupan menjaga kerukunan antar umat beragama.
lainnya. Konsep kedua yang ditawarkan oleh Islam yaitu
5. Musawah (egaliter), yaitu tidak bersikap tawazun (berkeseimbangan), i’tidâl (lurus dan
diskriminatif pada yang lain disebabkan tegas), tasamuh (toleransi), musawah (egaliter),
perbedaan keyakinan, tradisi dan asal usul syura (musyawarah), ishlah (reformasi), aulawiyah
seseorang. (mendahulukan yang prioritas), tathawwur wa
6. Syura (musyawarah), yaitu setiap persoalan ibtikar (dinamis dan inovatif).
diselesaikan dengan jalan musyawarah untuk
mencapai mufakat dengan prinsip Daftar Pustaka
menempatkan kemaslahatan di atas segalanya. Agama, D. (2012). Moderasi Islam. Jakarta: Lajnah
7. Ishlah (reformasi), yaitu mengutamakan prinsip Pentashihan Mushaf Al-Qur’an.
reformatif untuk mencapai keadaan lebih baik Al-Asfahani, A.-R. (2009). Mufrodad al-Fazil Al-
yang mengakomodasi perubahan dan kemajuan Qur’an. Damaskus: Darul Qalam.
zaman dengan berpijak pada kemaslahatan Alam, M. (2017). Studi Implementasi Pendidikan
umum (mashlahah ‘ammah) dengan tetap Islam Moderat dalam Mencegah Ancaman
berpegang pada prinsip al-muhafazhah ‘ala al- Radikalisme di Kota Sungai Penuh Jambi.
qadimi al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadidi al- Ali, Z. (2010). Pendidikan Agama Islam. Jakarta:
ashlah (melestarikan tradisi lama yang masih Bumi Aksara.
relevan, dan menerapkan hal-hal baru yang Almu’tasim, A. (2019). Berkaca NU dan
lebih relevan). Muhammadiyah dalam Mewujudkan Nilai-

Intizar, Vol. 25, No. 2, Desember 2019 99


Mohamad Fahri, Ahmad Zainuri Moderasi Beragama di Indonesia

Nilai Moderasi Islam di Indonesia. TARBIYA


ISLAMIA: Jurnal Pendidikan Dan Keislaman,
8(2), 199–212.
Dawing, D. (2017). MENGUSUNG MODERASI
ISLAM DI TENGAH MASYARAKAT
MULTIKULTURAL. Rausyan Fikr: Jurnal
Studi Ilmu Ushuluddin Dan Filsafat, 13(2),
225–255.
Fadl, K. A. El. (2005). Selamatkan Islam dari
Muslim Purita. (H. Mustofa, Trans.). Jakarta:
Serambi.
Faiqah, N., & Pransiska, T. (2018). Radikalisme
Islam vs Moderasi Islam: Upaya Membangun
Wajah Islam Indonesia yang Damai. Al-Fikra,
17(1), 33–60.
Hanafi, M. (2013). Moderasi Islam. Ciputat: Pusat
Studi Ilmu al-Qur’an.
Hilmy, M. (2012). Quo-Vadis Islam Moderat
Indonesia. Jurnal Miqot, 36(2).
Nur, A., & Mukhlis. (2016). Konsep Wasathiyah
Dalam Al-Quran;(Studi Komparatif Antara
Tafsir Al-Tahrir Wa At-Tanwir Dan Aisar At-
Tafasir). Jurnal An-Nur, 4(2).
Qomar, M. (2002). NU Liberal Dari Tradisionalisme
Ahlusunnah ke Universalisme Islam. Bandung:
Mizan.
Rozi, S. (2019). Pendidikan Moderasi Islam KH.
Asep Saifuddin Chalim; Mencegah
Radikalisme Agama dan Mewujudkan
Masyarakat Madani Indonesia. TARBIYA
ISLAMIA: Jurnal Pendidikan Dan Keislaman,
8(1), 26–43.
Shihab, M. Q. (2017). Wawasan al-Qur’an; Tafsir
Maudu’I atas Berbagai Persoalan Ummat.
Bandung: Mizan.
Syafrudin. (2009). Paradigma Tafsir Tekstual Dan
Kontekstual (Usaha Memaknai Kembali Pesan
Al-Qur’an). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Yasid, A. (2010). Membangun Islam Tengah.
Yogyakarta: Pustaka Pesantren.
Zamimah, I. (2018). Moderatisme Islam dalam
Konteks Keindonesiaan. Al-Fanar, 1(1), 75–
90.

100 Intizar, Vol. 25, No. 2, Desember 2019

Anda mungkin juga menyukai