Kel. 6 - Aborsi Di Kota Padang - Makalah Bioetika
Kel. 6 - Aborsi Di Kota Padang - Makalah Bioetika
ETIKA ISLAM
Oleh;
KELOMPOK 6
AULYA NOVITA
FADHILA HUMAIRA
NURUL ‘IZZATI
JURUSAN BIOLOGI
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut.
a. Apa saja jenis-jenis aborsi?
b. Apa saja hukum yang ditetapkan pemerintah dan dunia tentang aborsi?
c. Apa saja pelanggaran moral kultur budaya dan agama terkait aborsi menurut
Al-Qur’an, hadist dan etika islam?
d. Bagaimana solusi pemerintah dan penulis terhadap tindakan aborsi di
Indonesia?
C. Tujuan Penilitian
Tujuan penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui jenis-jenis aborsi
2. Mengetahui hukum yang ditetapkan pemerintah dan dunia tentang aborsi
3. Mengetahui pelanggaran moral kultur budaya dan agama terkait aborsi
menurut Al-Qur’an, hadist dan etika islam
4.Mengetahui solusi pemerintah dan penulis terhadap tindakan aborsi di
Indonesia
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian pada makalah ini adalah penelitian pustaka yang bersifat
deskriptif, dan berusaha untuk mengembangkan penelitian yang sudah
ada sebelumnya dan memfokuskan penelitian terhadap aborsi.
2). Waktu dan tempat penelitian
Penelitian dilakukan di Padang, Sumatra Barat. Penelitian dilakukan dari
tanggal 27 april 2020- selesai.
3). Metode pengumpulan data
Jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah data
primer dengan melakukan observasi dan data sekunder yaitu data yang
diperoleh dari jurnal, buku dan internet.
a.Studi literatur
Studi literatur adalah cara yang dipakai untuk menghimpun data atau
sumber yang berhubungan dengan topik yang diangkat. Studi
literatur bisa didapat dari berbagai sumber jurnal, buku dan internet.
b.Observasi
Pengumpulan data dengan observasi tidak langsung dengan melakukan
wawancara melalui media sosial dengan pelaku pemakai pupuk berbahan
kimia di Agam, Sumatra Barat
c. Dokumentasi
Merupakan metode untuk mencari dokumen atau data yang dianggap
penting melalui artikel, jurnal yang ada kaitannya dengan penelitian ini.
4). Metode analisis data
Data yang sudah diperoleh kemudian dianalisis dengan metode analisis
deskriptif. Metode analisis deskriptif dilakukan dengan cara
mendeskripsikan fakta yang kemudian disusul dengan analisis, tidak
semata-mata menguraikan melainkan juga memberikan pemahaman dan
penjelasan secukupnya.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. HASIL
2. PEMBAHASAN
Secara bahasa aborsi adalah pengguguran kandungan (janin). Ia
bersal dari kata ( جهضا- ) جهضartinya menghilangkan. Maka (أحهضت
)الحاملartinya membuang anak sebelum sempurna dan disebut dengan
menggugurkan janin (Musthafa, 1960).
A. Hukum yang Ditetapkan Pemerintah dan Dunia Tentang Aborsi
1). Pengaturan tindak pidana aborsi menurut Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP).
Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, tindak pidana aborsi di
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) diatur pada Pasal
299, Pasal 346- 349. Ketentuan mengenai aborsi dapat dilihat dalam Bab
XIV Buku Kedua KUHP tentang kejahatan terhadap nyawa (khususnya
Pasal 346-349). Adapun rumusan selengkapnya pasal-pasal tersebut:
● Pasal 299 (1) Barangsiapa dengan sengaja mengobati seorang wanita
atau menyuruhnya supaya diobati dengan sengaja memberitahukan atau
ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat
digugurkan, diancam pidana penjara paling lama empat tahun atau denda
paling banyak tiga ribu rupiah (2) Jika yang bersalah berbuat demikian
untuk mencari keuntungan atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai
pencarian atau kebiasaan atau jika ia seorang tabib, bidan, atau juru obat,
pidananya tersebut ditambah sepertiga (3) Jika yang bersalah, melakukan
kejahatan tersebut dalam menjalankan pencarian, maka dapat dicabut
haknya untuk melakukan pencarian.
● Pasal 346 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan
pidana penjara paling lama empat tahun.
● Pasal 347 (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau
mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam
dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun (2) Jika perbuatan itu
mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling
lama lima belas tahun
● Pasal 348 (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau
mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan (2) Jika
perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana
penjara paling lama tujuh tahun. Pasal 349 Jika seorang tabib, bidan atau
juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut. Pasal 346,
ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang
diterangkan pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal
itu dapat ditambah dengan sepertiga dapat dicabut hak untuk menjalankan
pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Secara singkat, Dari uraian diatas juga dapat disimpulkan bahwa :
1. Perempuan yang sengaja menggugurkan atau membunuh kandungannya
atau suruhan orang lain untuk itu, dikenakan Pasal 346 KUHP. Orang
yang sengaja menggugurkan atau membunuh seorang perempuan, dengan
tidak ijin perempuan itu dihukum menurut Pasal 347, apabila dilakukan
dengan ijin perempuan itu, dikenakan Pasal 348.
2. Cara menggugurkan atau membunuh kandungan itu rupa-rupa, baik
dengan obat yang diminum, maupun alat-alat yang dimasukkan melalui
anggota kemaluan. Menggugurkan kandungan yang sudah mati tidak
dihukum demikian pula tidak dihukum orang yang untuk membatasi
kelahiran anak mencegah terjadinya kehamilan (Malthusianisme)
3. Jika seorang tabib, bidan, atau ahli obat membantu kejahatan dalam
Pasal 346, berbuat atau membantu salah satu kejahatan dalam Pasal 347
dan Pasal 348, maka bagi mereka hukumannya ditambah dengan
sepertiganya dan dapat dipecat dari jabatannya (Pasal 349)
4. Sebaliknya apabila dokter dsb. itu menggugurkan atau membunuh
kandungan untuk menolong jiwa perempuan, atau menjaga
kesehatannya, tidak dihukum.
Ada 4 perbuatan yang dilarang dalam Pasal 346 KUHP, yakni:
menggugurkan kandungan, mematikan kandungan, menyuruh orang lain
menggugurkan kandungan, dan menyuruh orang lain untuk mematikan
kandungan. Adapun yang dimaksud dengan perbuatan menggugurkan
kandungan yaitu melakukan suatu perbuatan memaksa dengan alat dan
cara yang bagaimanapun sehingga mengakibatkan janin atau bayi tersebut
keluar sebelum waktunya. Perbuatan semacam ini sering disebut dengan
abortus prvocatus atau biasa disebut abortus saja (Chazawi, 2001).
2). Pengaturan Tindak Pidana Aborsi Menurut Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan disahkan
pemerintah pada tanggal 13 Oktober 2009. Dengan disahkannya
undangundang tersebut, maka Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992
dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi. Pemberlakuan Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan oleh sebagian kalangan
dianggap sebagai jawaban mengenai masalah kesehatan saat ini. Undang-
undang Kesehatan yang telah dicabut dianggap tidak mampu lagi
mengakomodir perkembangan di bidang kesehatan. Dalam Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, masalah aborsi diatur
di dalam beberapa pasal, yaitu Pasal 75, 76, 77.
Adapun rumusan dari masing-masing pasal tersebut adalah :
Pasal 75.
(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan
berdasarkan:
a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan,
baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit
genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki
sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma
psikologis bagi korban perkosaan.
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan
setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri
dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang
kompeten dan berwenang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan
perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 76.
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a. Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari
pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan
yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh
Menteri.
Pasal 77.
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak
bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan
dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan (Tim
Redaksi Pustaka Yustisia, 2009).
Berbeda dengan KUHP yang tidak memberikan ruang sedikit pun
terhadap tindakan aborsi, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan memberikan ruang terhadap terjadinya aborsi. Rumusan di
Pasal 75 ayat (2) tersebut memberikan semacam ruang dilakukannya
aborsi, dengan alasan :
a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan,
baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit
genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki
sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma
psikologis bagi korban perkosaan. Alasan sebagaimana diuraikan diatas
menjadikan aborsi hanya dapat dilakukan secara kasuistik dengan alasan
sesuai Pasal 75 ayat (2) diatas, tidak dapat suatu aborsi dilakukan dengan
alasan malu, tabu, ekonomi, kegagalan KB atau kontrasepsi dan
sebagainya. Undang-undang hanya memberikan ruang bagi aborsi dengan
alasan sebagaimana tersebut diatas.
Alasan-alasan yang tertuang di dalam 75 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan jika dibandingkan dengan
alasan-alasan yang tertuang di dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1992 tentang Kesehatan sedikit mengalami penambahan utamanya
dengan adanya ketentuan mengenai alasan aborsi bagi kehamilan akibat
perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban
perkosaan. Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 tidak
mengakomodir ketentuan tersebut.
Selain alasan limitatif yang disebutkan di dalam Pasal 75 ayat (2)
tersebut diatas, undang-undang juga mengharuskan terpenuhinya
syaratsyarat untuk dapat dilakukannya aborsi yang tertuang di dalam Pasal
76. Syarat-syarat tersebut antara lain :
a. Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari
pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan
yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan
oleh Menteri.
Berdasarkan syarat tersebut maka yang dapat dilakukan aborsi adalah
janin yang berumur kurang dari 6 (enam) minggu, perhitungan 6 (enam)
minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Syarat ini dapat
disimpangi jika setelah 6 (enam) minggu dari usia kehamilan tersebut
terjadi kedaruratan medis yang memang mengharuskan untuk diambil
tindakan aborsi, dimana hal tersebut harus dibuktikan dengan keterangan
resmi dari pihak dokter atau tenaga kesehatan yang berwenang. Syarat lain
yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan aborsi, yaitu aborsi tersebut
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan
kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri.
Dengan adanya ketentuan tersebut, maka aborsi tidak bisa dilakukan oleh
orang-orang yang tidak mempunyai izin untuk itu, semacam dukun bayi.
Selain usia maksimal dan pelaksana aborsi adalah orang yang berwenang,
masih ada syarat yang harus dipenuhi unuk dapat dilakukannya aborsi
yakni berkenaan dengan masalah persetujuan antara ibu hamil dan suami.
Uraian Pasal 75 dan 76 diatas menunjukkan bahwa aborsi tidak dapat
dilakukan secara sembarangan, harus ada alasan serta syarat yang
terpenuhi sesuai dengan kualifikasi undang-undang. Sanksi bagi yang
melanggar ketentuan tersebut dapat dikenai dengan hukuman, karena pada
dasarnya setiap aturan hukum diadakan pasti diikuti dengan sanksi
hukumnya, sehingga peraturan hukum tidak hanya mengatur akan tetapi
juga bersifat memaksa bagi anggota masyarakat yang melanggar peraturan
tersebut. Pelanggaran terhadap ketentuan aborsi dalam undang-undang ini
akan dikenai sanksi yang diatur dalam Pasal 194 yang berbunyi : ”Setiap
orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”
Jika dilihat rumusan Pasal 194 tersebut, undang-undang kesehatan
tidak hanya mengenal hukuman penjara tetapi juga denda, hal ini berbeda
dengan ancaman hukuman bagi tindak pidana aborsi yang diatur dalam
KUHP yang hanya mengenal ancaman hukuman penjara. Ancaman denda
bagi pelanggar ketentuan ini mencapai maksimal Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
3). UU lainnya
Hukum aborsi di Indonesia selain diatur dalam UU No. 36 tahun
2009 tentang Kesehatan juga diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 61
tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Aborsi di Indonesia tidak
diizinkan, dengan perkecualian kedaruratan medis yang mengancam
nyawa ibu dan atau janin, serta bagi korban pemerkosaan.
Peraturan Pemerintah No. 61 tahun 2014 yang menyatakan bahwa
aborsi dapat dilakukan dengan dua syarat: Pertama, terdapat indikasi
kedaruratan medis yang membahayakan keadaan sang ibu. Kedua, jika
kehamilan disebabkan tindak pemerkosaan. Syarat kedaruratan medis
pun harus memenuhi indikator bahwa nyawa ibu berada di ujung tanduk
atau membahayakan kondisi kesehatannya. Selain itu, tindakan aborsi
hanya bisa dilakukan pada korban pemerkosaan apabila usia kehamilan
paling lama berusia 40 (empat puluh) hari dihitung sejak hari pertama
haid terakhir.
Hukum aborsi di Malaysia diatur dalam Penal Code Section 312
tahun 1989. Aborsi di Malaysia adalah legal, jika:
▪Kehamilan mengancam nyawa ibu
▪Dilakukan atas dasar menjaga kesehatan fisik
▪Dilakukan atas dasar menjaga kesehatan mental
Tetapi, aborsi tetap tidak diizinkan bagi korban pemerkosaan,
dengan alasan keuangan, alasan sosial, maupun risiko janin akan terlahir
cacat. Selain itu, sebelum seorang wanita bisa menjalankan aborsi, ia
harus terlebih dulu menyetujui prosedur tersebut dan mendapatkan
persetujuan pra-medis dari dokter atau pelayanan kesehatan yang
bertanggung jawab (Quamila, 2016).
Hukum aborsi di Singapura adalah legal dan diatur dalam statuta
Termination of Pregnancy Act, alias TOP Act. Statuta ini mengatur siapa
saja dan bagaimana aborsi bisa dilakukan, sebagai berikut:
Warga negara Singapura atau pasangan dari warga negara Singapura,
atau penduduk permanen Singapura atau memegang izin kerja permanen,
atau istri dari pemegang izin kerja permanen. Aborsi ilegal dilakukan
bagi pendatang Singapura dengan izin turis atau sosial (Quamila, 2016).
Seorang wanita yang telah tinggal di Singapura sekurang-kurangnya
4 bulan, walaupun aborsi tetap bisa dilakukan jika masa tinggal kurang
dari yang ditentukan saat mempertimbangkan keselamatan nyawa ibu.
Tidak ada batasan umur untuk menjalankan aborsi.Wanita di bawah umur
(usia kurang dari 16 tapi lebih dari 14 tahun) tidak diperlukan untuk
mendapatkan persetujuan legal dari orangtua sebelum menjalankan
aborsi. Tapi hanya wanita yang berusia 21 tahun dan lebih yang bisa
meminta aborsi atas keinginannya sendiri. Aborsi dilarang dilakukan
setelah usia kehamilan lebih dari 24 minggu (6 bulan), kecuali kehamilan
tersebut mengancam nyawa ibu (Quamila, 2016).
Sama halnya dengan Indonesia, wanita yang ingin menjalankan
aborsi di Singapura harus terlebih dulu berkonsultasi dengan dokter dan
konselor kompeten.
Pada 2012, dikutip dari theasianparent.com, Kementerian Kesehatan
(MOH) Singapura mencatat ada sekitar 110,624 aborsi legal yang
dilakukan di Singapura, dan hanya 6,431 di antaranya adalah warga
negara Singapura.
Berdasarkan dari Konstitusi Filipina 1987 dan Artikel 256, 258, dan
259 dari Revised Penal Code of The Phillipines, aborsi termasuk
tindakan kriminal dan bisa dijerat hukum pidana dengan tidak adanya
perkecualian, bahkan keselamatan nyawa dan kesehatan ibu dan/atau
janin, serta korban perkosaan. Hukuman penjara bagi pelaku tindak
aborsi berkisar dari enam bulan hingga enam tahun (Quamila, 2016).
B. Pelanggaran moral kultur budaya dan agama terkait aborsi
menurut Al-Qur’an, hadist dan etika islam
Di banyak Negara didunia, isu aborsi adalah permasalahan menonjol
dan memecah belah publik atas atas kontroversi etika dan hukum.
Mengenai masalah aborsi, Islam menyorotinya dari berbagai aspek.
Salah satunya adalah masalah aborsi sangat berkaitan erat dengan masalah
pembunuhan. Bayi atau janin sejak ia dikirimkan ruhnya ke dalam rahim,
tentu sudah memiliki hak hidup. Untuk itu, ia membutuhkan nutrisi untuk
proses hidupnya di dalam rahim. Oleh sebab itu sangat penting mengenai
hamil di saat memang sudah halal dan sudah berniat kuat untuk
membangun sebuah rumah tangga menurut Islam. Keluarga sakinah dalam
Islam dan keluarga harmonis menurut Islam, keluarga sakinah, mawaddah,
warahmah yang penuh cinta kasih Allah SWT.
Islam mengatur hal ini pada manusia bukan sekedar untuk melarang-
larang. Adanya aturan islam justru menunjukkan bahwa Allah begitu
sayang dan ingin melindungi manusia dari segala jalan keburukan,
sedangkan yang Allah tawarkan adalah janji kelak akan dibalas di akhirat.
Begitupun di dunia mendapatkan keselamatan bukan kesesatan.
Allah Swt. memerintahkan kepada kita semua untuk memuliakan
manusia sebagaimana Allah Swt. telah memuliakan makhluk-Nya. Hal
itu sesuai dengan salah satu firman-Nya:
۞ َولَقَ ْد َك َّر ْمنَا بَنِ ٓى َءا َد َم َو َح َم ْل ٰنَهُ ْم فِى ْٱلبَرِّ َو ْٱلبَحْ ِر َو َر َز ْق ٰنَهُم ِّم َن
ٰ
ٍ ِت َوفَض َّْلنَهُ ْم َعلَ ٰى َكث
ِ ير ِّم َّم ْن َخلَ ْقنَا تَ ْف
ضيلًا ِ َٱلطَّيِّ ٰب
Terjemahnya: “Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak
Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka
rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan
yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan.”
(QS. Al-Isra: 70).
Melakukan aborsi adalah tindakan kriminal dan hukumnya dosa dalam
Islam. Agar lebih jelas berikut ini adalah ayat-ayat mengenai membunuh
dalam islam. Membunuh dalam hal ini dianalogkan dengan proses aborsi
yang menggugurkan janin, atau menghentikan potensi hidup dalam diri
manusia.
Firman Allah SWT:
ْ إن قَ ْتلَهُ ْم َكانَ ِخ
ط ًءا َكبِيرًا ٍ وا أَوْ ال َد ُك ْم خَ ْشيَةَ إِ ْمال
َّ ق نَّحْ نُ نَرْ ُزقُهُ ْم َوإِيَّا ُكم ْ َُوالَ تَ ْقتُل
Artinya: "Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut
melarat. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu
juga. Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa yang besar."(Qs al
Isra’ : 31). (Al-Qur’an dan terjemahannya, 2008).
Sekelompok ulama yang mengharamkan aborsi pada setiap tahap
pertumbuhan janin sebelum diberi nyawa (nuthfah, ‘alaqah, mudghah).
Pendapat ini dikemukakan oleh sebagian ulama Hanafi, mayoritas mazhab
Maliki, dan sebagian ulama Syafi’i. Dasar hukum yang digunakan ulama
dalam menetapkan larangan melenyapkan janin pada tahap nuthfah
(dimulainya penciptaan dan pembentukan manusia), adalah hadis berikut:
“Sesungguhnya Allah SWT. bila ingin menciptakan manusia
(al-‘abd), Dia mempertemukan antara laki-laki dan perempuan yang
kemudian akan memancar sperma ke setiap pembuluh dan anggotanya.
Jika sudah sampai pada hari ketujuh, Allah SWT menghimpunnya lalu
mendatangkan pada setiap pembuluhnya, kecuali penciptaan Adam.” (HR.
al-Tabrani) (Chuzaimah, 2002)
Al-Qur’an juga menegaskan bahwa pembunuhan terhadap seorang
manusia ibarat membunuh seluruh umat manusia. Hal ini termaktub dalam
Q.S. al-Maidah ayat 32:
ۤ
َ َّض فَ َكاَنَّ َما قَت ََل الن
اس ٍ ا ِء ْي َل اَنَّهٗ َم ْن قَتَ َل نَ ْفس ًۢا بِ َغي ِْر نَ ْف
ِ ْس اَوْ فَ َسا ٍد فِى ااْل َر
َج ِم ْيع ًۗا
Artinya:
“.…Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena
orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan
di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia
seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang
manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia
semuanya…”.(Al-Qur’an dan terjemahannya, 2008).
Berdasarkan teks al-Qur’an di atas, dapat dipahami bahwa kehidupan
manusia itu suci sehingga harus dipelihara dan tidak boleh dilenyapkan
kecuali dilakukan karena suatu sebab atau alasan yang benar.
Sementara dalam surat Al-Isra' (17) ayat 31 dan ayat 33 juga
dijelaskan:
ْ ق ۖ نَحْ ُن نَرْ ُزقُهُ ْم َوإِيَّا ُك ْم ۚ إِ َّن قَ ْتلَهُ ْم َكانَ ِخ
طئًا ٍ َواَل تَ ْقتُلُوا أَوْ اَل َد ُك ْم خَ ْشيَةَ إِ ْماَل
َكبِيرًا
Artinya:
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut melarat.
Kamilah yang memberi rejeki kepada mereka dan kepadamu juga.
Sesunguhnya membunuh mereka adalah dosa yang besar.”( Q.S Al-Isra’:
31) (Al-Qur’an dan terjemahannya, 2008).
ْ ق ۗ َو َمن قُتِ َل َم
ظلُو ًما فَقَ ْد َج َع ْلنَا ِّ س ٱلَّتِى َح َّر َم ٱهَّلل ُ إِاَّل بِ ْٱل َح
َ وا ٱلنَّ ْف۟ َُواَل تَ ْقتُل
BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian di atas, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Aborsi merupakan tindakan yang terselubung karena praktik aborsi sering tidak
ditampilkan ke permukaan, bahkan cenderung ditutupi oleh pelaku ataupun
masyarakat. Aborsi merupakan tindakan yang melanggar hukum dan tidak
dibenarkan dalam kondisi apapun kecuali untuk kemaslahatan sang ibu. Aborsi
memiliki dampak yang sangat berbahaya bagi seorang yang melakukanya, baik
dari segi kesehatan maupun sosial.
2. Pengaturan perundang-undangan yang telah dibuat oleh pemerintah untuk
mengatur tindakan aborsi ada pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP), Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan
Peraturan Pemerintah No. 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.
3. Melakukan aborsi adalah tindakan kriminal dan tidak sesuai dengan etika islam,
proses aborsi yang menggugurkan janin, atau menghentikan potensi hidup dalam
diri manusia hal ini dianalogkan dengan membunuh. Islam mengakui betapa
berharganya kehidupan manusia, dan percaya itu harus dilindungi sepenuhnya
karena Islam menjunjung tinggi kesucian hidup.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Rus. (2017). Okenews: Polisi Ciduk Dua Pelaku Aborsi di Padang.
https://news.okezone.com diakses pada Mei 2020
Al Bar M. Mushkilat (1985). Al Ijhadh (The problem of Abortion). Jeddah:
Saudia Publishing House. pp. 37–45.
Al Faruqui IR. (1982). Tawhid: Its implications for thought and life. Kuala
Lumpur: International Institute for Islamic Thought
Al-Qur’an dan terjemahannya. (2008). Departemen Agama RI. Bandung:
Diponegoro
Atalim, Stanislaus. (2011). Perspektif Moralitas dalam Perkara Aborsi:
Kajian Putusan Nomor 377/pid/b/2002/pn.Jkt.ut. Jurnal Yudisial.
Vol. IV No. 03
Chazawi. Adami. (2001). Pelajaran Hukum Pidana. Jakarta: Rajagrafinda
Persada
Chuzaimah T. Yanggo dan Hafiz Anshary. (2002). Problematika Hukum
Islam Kontemporer, Buku kedua. Jakarta: Pustaka Firdaus
Demirel, Serdar. (2011). Abortion from an Islamic Ethical Point of View.
International Journal of Business and Social Science.
Vol. 2 No. 1
Hadi, Abdul. (2019). Mempertanyakan Kembali Kebijakan Aborsi di
Indonesia. https://ekspresionline.com diakses pada 09 Mei 2020
https://regional.kompas.com/ diakses pada Mei 2020.
Katz MH. (2003). The problem of abortion in classical Sunni fiqh. In:
Brockopp JE, editor. Islamic ethics of life: Abortion, war and
euthanasia. Columbia: University of South Carolina Press; pp. 1–24.
Kovasc L. (1997). Abortion and contraceptive practice in Eastern Europe.
Int J Gynaecol Obstet. 58(1):69–75
Musthafa, Ibrahim, dkk. (1960). Mu’jamul washit. Mesir: Majma’
Al-Luhghah Al Arabiyah
Napitupulu, A. A. (2013). Pembaharuan Hukum Pidana Terhadap Tindak
Pidana Aborsi Di Indonesia. Jurnal FH USU. Medan. hlm. 13.
Olson, D., DeFrain, J., Skogrand, L. (2011). Marriages & families :
Intimacy, diversity, and strengths. New York: McGraw-Hill
Rustam. (2017). Yuridical Analysis Of Abortion Action In Indonesia
Criminal Law Perspective. Dimensi. Vol. 6, No. 3
Suryono, Ekotama. (2001). Abortus Provokatus Bagi Korban Perkosaan
Perspektif Viktimologi, Kriminologi dan Hukum Pidana.
Yogyakarta: Universitas Atma Jaya.
Tim Redaksi Pustaka Yustisia. (2009). Seri Perundang-Undangan,
UndangUndang RI Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan
Kompilasi Hukum Islam. Yogyakarta: Pustaka Yustisia
Qardhawi, Yusuf. (1980). al-Halal wal al-Haram fi al-Islam. Cairo:
al-Maktabah al-Islami
Quamila, Ajeng. (2016). Bagaimana hukum aborsi di 6 negara Asia?.
https://www.rappler.com diakses pada Mei 2020