Anda di halaman 1dari 10

Makalah Kejamiyyahan

(Autobiografi Prof. Kh. Atip Latifulhayat,. SH., LLM., Ph D.)

Oleh: Faiz Fathul Izza

MA Persis 81 Cibatu
Oleh: Dadan Wildan Hasan

Prof. KH. Atip Latifulhayat, SH., LLM., Ph. D. Aktivis, Intelektual, dan Ulama

Hari ini, saya ingin mengangkat salah satu tokoh Persis generasi kekinian, Prof.
KH. Atip Latifulhayat, SH., LLM., Ph. D. Sahabat saya yang cerdas, keras, dan
kadang suka gagabred... hahaha.

1. Pertama Kali Mengenalnya

Tahun 1990, tepat 30 tahun lalu, saya mengenal Ustad Atip di Muktamar Persis di
Pesantren Persis Tarogong Garut yang dibuka oleh Menteri Dalam Negeri, Yogi S.
Memet.

Atip hadir sebagai utusan Persis Cabang Indihiang kalau tidak salah. Dia utusan
dari Persis bukan Pemuda Persis. Sementara, saya hadir sebagai utusan Pemuda
Persis Cabang Magung---sekarang Cabang Ciparay Kabupaten Bandung.

Atip lahir di Tasikmalaya pada tanggal 28 Juli 1964. ia lebih tua tiga tahun dari
saya. Muncul pertama dalam Muktamar Persis, langsung membuat geger. Saat itu
dalam pembacaan hasil sidang, tiba-tiba seorang anak muda tampil ke depan, dan
memprotes pimpinan sidang dengan teriakan... putusan sidang ternyata bukan
pada hasil sidang, tapi pada mulut pembicara, teriaknya.
Sontak, pernyataan itu membuat geger jamaah Persis. itulah kesan pertama sang
pemberontak... hahaha--- kela tip tong waka ngagabred heula, saya lanjutkan
dulu... kalaupun salah, maklum saja kejadiannya sudah berlangsung 30 tahun
lalu... hihihi.

Tampilnya Atip Latifulhayat di forum sidang pleno itu, membawa kesan adanya
sosok muda yang nampak cerdas namun keras. itulah yang menarik hati ustad
Entang Mukhtar ZA yang ketika itu terpilih sebagai Ketua Umum Pusat Pimpinan
Pemuda Persis menggantikan Ustad Ikin Shodikin, untuk menarik Atip di jajaran
tasykil PP. Pemuda Persis Periode 1990-1995. Saya juga diminta bergabung di
tasykil PP. Pemuda Persis periode itu.

Pada tahun 1995, Atip terpilih sebagai ketua Umum PP. Pemuda Persis Periode
1995-2000. Dalam periode itu, saya menjadi Sekretaris Umumnya, meskipun tidak
lama. Ditengah perjalanan sebagai Ketua Umum PP. Pemuda Persis, sekitar tahun
1997-1998 atip harus melanjutkan studi masternya di Monash University
Melbourne Australia.

2. Bertahun tahun tinggal di Negeri Kanguru

Ketika Atip sedang menyelesaikan S.2 nya di Monash University, saat itu tahun
1999, lebih dari 20 tahun lalu, saya sudah menempuh studi program doktor di
Universitas Padjadjaran.

Atas jasa baik Prof. Edi S. Ekadjati, promotor saya, dengan didanai sepenuhnya
oleh The Ford Foundation, saya mendapat kesempatan untuk melakukan
penelitian disertasi doktor saya di Monash University, tempat atip kuliah.
Selama riset di Australia itulah, saya tinggal di rumah Atip yang membawa serta
istrinya, Dr. Neni Ruhaeni, SH., LLM dan putri putrinya. Terimakasih untuk kang
atip atas kerelaannya saya menumpang di rumahnya beberapa bulan selama saya
tinggal di Melbourne.

Atip jugalah yang mengurus segala sesuatunya selama saya riset di Monash
University. Mulai dari memperkenalkan dengan pembimbing saya, Prof. Stuart
Owen Robson, ahli Filologi di Monash University, Prof. Merle Calvin Ricklefs Ahli
Sejarah Moderen di Melbourne University, dan Prof. Arif Budiman yang menjadi
dosen tamu di Melbourne University yg wafat beberapa waktu lalu.

Karena dasarnya seorang aktivis dan ustad Persis, selama bermukim hampir
sepuluh tahun di Australia, Atip selain menekuni studinya sebagai calon doktor,
juga tetap menjalankan tugas dakwahnya.

Ia seringkali menjadi penceramah di komunitas muslim Indonesia di Melbourne.


Bahkan pernah terpilih menjadi President Monash Indonesian Islamic Society,
Monash University – Australia periode 1998-1999 lalu menjadi President
Indonesian Moslem Community in Victoria, Australia; 2005-2006. Inilah sahabat
saya, urang tasik yang pernah dua kali menjadi presiden di Australia ... hehehe.

Tidak hanya itu, Atip pun terjadwal tetap sebagai khatib jumat di kantor Konsulat
Jendral RI di kota Melbourne. Berkali kali saya mendampingi sang ustad untuk
menjadi khatib jumat di Konjen RI.

Dari rumah tinggal yang dekat kampus Monash University di kota kecil Clayton ke
pusat kota Melbourne cukup jauh, sekitar satu jam perjalanan. Kami harus naik
bus menuju stasiun kereta api terdekat, lalu dengan kereta api menuju kota
Melbourne. Tiba di stasiun kereta, lanjut naik trem di dalam kota Melbourne
menuju Konsulat Jenderal RI di Melbourne. Tentu saja, tampil menjadi khatib di
Melbourne, tidak harus bersarung dan berpeci. Sang khatib ini, malah tampil
trendy, pakai celana jeans... hahaha.

Bertahun tahun tinggal di Australia, saya melihat ghiroh keislaman dan


kepersisannya, tidaklah hilang. Malah semakin kuat. Pengajian pengajian di
kalangan mahasiswa indonesia beserta keluarganya, selalu dipimpin oleh Atip. Ia
tampil sebagai intelektual sekaligus ustad.

3. Pendidikan dan Aktvitas Intelektual

Atip, adalah Sarjana Hukum, lulusan tahun 1990 dari Jurusan Hukum Internasional
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung. Lalu meraih gelar Master of
Laws (LL.M.) pada tahun 2000 dari Faculty of Law, Monash University Melbourne-
Australia. Dan gelar Doctor of Philosophy (Ph.D), diraihnya tahun 2008 juga dari
Faculty of Law, Monash University Melbourne – Australia.

Selain pendidikan formal, atip juga meraih Sertifikat dari International Ocean
Institute (IOI), India, 1995; Sertifikat Hukum Telekomunikasi dari The Hague
Academy of International Law, the Netherlands, 1998; dan Sertifikat Hukum
Internasional dari The International Law Commission, The United Nations Office –
Geneva, 2002.

Bekerja sebagai dosen di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran sejak 1993


hingga meraih jabatan fungsional Guru Besar. Pernah menjadi Sekretaris Bagian
Hukum Internasional, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, 2000-2002.
Lalu Direktur Pusat Kajian Hukum Udara dan Ruang Angkasa---the Indonesian
Centre for Air and Space Law---(ICASL), Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran.
Juga Peneliti di Paguyuban Hak Asasi Manusia (PAHAM) Universitas Padjadjaran.

Pernah pula menjadi Ketua Tim Internasionalisasi Unpad (2011-2012); Ketua


Pusat Studi Australia, Universitas Padjadjaran; Pemimpin Redaksi Jurnal Ilmu
Hukum Padjadjaran, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran; dan Tim Ahli
Pemerintah dalam perancangan berbagai Rancangan Undang-Undang.

Sebagai aktivis, ia kenyang pengalaman dalam berorganisasi. Semasa mahasiswa,


atip adalah Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Hukum Unpad; 1988-1989; Ketua
Umum Pimpinan Pusat Pemuda Persatuan Islam (Persis); 1995-2000. Lalu Wakil
Sekretaris ICMI Orwil Jawa Barat; 1995-2000;

Pernah pula menjadi President Monash Indonesian Islamic Society, Monash


University – Australia; 1998-1999; Direktur LBH Persis; 2002 – 2008; President
Indonesian Moslem Community in Victoria, Australia; 2005-2006;

Ketua I (Bidang Jamiyyah) Pimpinan Pusat Persis; 2007-2010; Ketua Departemen


Hukum dan HAM ICMI Orwil Jawa Barat; 2011 – 2015; Sekretaris Badan
Musyawarah Masyarakat Sunda (Bamus), Jawa Barat: 2013-2018. Atip juga
tercatat merupakan Direktur Pusat Zakat Umat Persis yang Pertama di tahun 2002

Sebagai intelektual, atip banyak mempublikasikan karya ilmiahnya, antara lain


beberapa dapat saya sebutkan disini: Privatization of Telecommunications in the
Developing World: A lesson Learnt, or a Burden Imposed? (Proceedings of The
Forty-Eighth Colloquium on The Law of Outer Space, Fukuoka, Japan, 2005);
Lalu Independent Regulatory Body: A New Regulatory Institution in the Privatized
Telecommunications Industry: The Case of Indonesia, International Journal of
Technology Transfer and Commercialization, Vol. 7, No. 1, 2008; State Control and
the Privatization of the Indonesian Telecommunications Industry: From
Ownership to Regulation, Journal of International Commercial Law and
Technology, Vol. 5, No. 1, 2010;

Legality of the EU Flight Ban towards Indonesian Airlines (International Journal of


Public Law and Policy, Vol. 2, No. 2, 2012); Golden Shares and Privatization of
Strategic Sectors: A Comparative Study between Indonesia and the United
Kingdom (International Journal of Public Law and Policy, Vol. 2 No. 4, 2012);
Privatization of Space Law: Negotiating of Commercial and Benefit- Sharing Issues
in the Utilization of Outer Space (Proceedings of The Fifthy-Five Colloquium on
The Law of Outer Space, Naples, Italy, 2012);

Telecommunications Licensing Regime: A New Method of State Control After


Privatisation of Telecommunications (Journal of International Commercial Law
and Technology, Vol. 9, No. 2, 2014); Buku Relasi Hukum Nasional dan
Internasional dan buku Hukum Ruang Angkasa.

Ia juga tampil sebagai pembicara pada berbagai Konferensi Internasional antara


lain; Presentasi makalah: “Privatization of Telecommunications in the Developing
World: A lesson Learnt, or a Burden Imposed?” The Forty-Eighth Colloquium on
The Law of Outer Space, Fukuoka, Japan, 2005; Presentasi makalah: “A New
Regulatory Institution in the Privatized Telecommunications Industry: The Case of
Indonesia. The 2th InternationalConference on Legal, Security and Privacy Issues
in IT Law (LSPI), Beijing 2007;
Lalu Presentasi makalah: “State Control and the Privatization of the Indonesian
Telecommunications Industry: From Ownership to Regulation”. The 4th
International Conference on Legal, Security and Privacy Issues in IT Law (LSPI),
Malta, 2009; Presentasi makalah: “Golden Shares and Privatization of Strategic
Sectors: A Comparative Study between Indonesia and the United Kingdom”. The
5th International Law and Trade Conference, Nicosia – Cyprus, 2011; Presentasi
makalah: “Legality of the EU Flight Ban towards Indonesian Airlines”. The 1st
International Public Law Conference, Nicosia – Cyprus, 2011;

Presentasi Makalah: Telecommunications Licensing Regime: A New Method of


State Control After Privatisation of Telecommunications, The 2nd International
Public Law Conference, Athens – Greece, 2012); Presentasi Makalah: Privatization
of Space Law: Negotiating of Commercial and Benefit- Sharing Issues in the
Utilization of Outer Space, The 55th International Institute of Space Law
Colloquium, Naples – Italy, 2012.

Tidak berhenti sampai disitu, ia pun tercatat dalam keanggotaan Profesional


antara lain; Anggota the International Institute of Space Law, Paris; dan Anggota
International Association of IT Lawyer, Denmark.

4. Peluang untuk Kembali Tampil di Persis

Saat ini, Persis dipimpin oleh Al Ustad K.H. Aceng Zakaria, salah satu ulama besar
yang dimiliki Persis saat ini. Jika beliau masih bersedia mengemban amanah
melanjutkan kepemimpinannya, saya kira muktamar akan berlangsung cepat.
Sebab harus diakui, Persis masih kekurangan tokoh ulama yang mumpuni.
Ulama generasi murid KHE Abdurrahman Allahu yarham, tidak banyak lagi yang
berperan aktif di jamiyyah. Mungkin tinggal Prof. Dr. KH. Maman Abdurrahman
dan KH. Romli yang juga sudah cukup sepuh. Rata rata diatas 70 tahunan

Lapis kedua setelah ustad Aceng, nampaknya belum ada yg menonjol. Dalam
pandangan saya, Dr. KH. Dedeng Rosyidin mungkin salah satunya di lapis ini.
Disamping ustad Dr. Uyun Kamiludin, Dr. Komarudin Saleh, Ustad Zae Nandang,
Ustad Jalaludin dan ustad Daerobi yang rata rata menjelang usia 60 tahun.

Ada lapis ketiga setelah itu di kisaran usia 50 tahunan. Pada lapis ini, mereka
mantan aktivis Pemuda Persis. Ada Prof. Atip Latifulhayat, Ph. D, ada Dr. Irfan
Syafrudin, KH. Drs. Ustad Uus Ruhiyat, dan Ustad Wawan Sofwan misalnya.

Usia dibawah 50 tahunan, yang nampak menonjol saat ini ada Dr. KH. Jeje
Zaenudin, Dr. Tiar Anwar Bahtiar, Dr. Haris Muslim, Dr. Ihsan Setiadi Latif, Dr.
Latif Awaludin, Dr. Nasrudin Syarif, Dr. Nurmawan, KH. Amin Mukhtar, dan masih
banyak lagi kader lain yang dari sisi pendidikan cukup mumpuni.

Jika ustad Aceng karena alasan usia, misalnya, tidak lagi tampil menjadi ketua
umum, maka dari generasi usia 50 tahunan saya kira Atip punya peluang besar. Di
era global, milenial, dan digital saat ini, tentu medan dan strategi dakwah tidak
bisa lagi konvensional seperti saat ini. Jika Persis ingin tampil lebih menasional
dan mendunia, tentu harus didukung oleh imamah yang memiliki kemampuan
personal dan manajerial yang mumpuni.
Jaringan nasional dan internasional harus dimiliki. Organisasi yang tiga tahun lagi
berusia 100 tahun ini, jangan lagi diplesetkan Persis sebagai Persatuan Islam
Sunda, di era milenial saat ini plesetan yang sangat lokal itu harus dibuang jauh
jauh, Persis harus mendunia... Cag

Anda mungkin juga menyukai