Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH EKONOMI SUMBER DAYA ALAM

“Pengukuran Kelangkaan SDA”

KELOMPOK 1

PAULA MARIA D. S. MAU

LONGGINUS W. W. HERO

TIN S. TADJO TALLO

ALBERT M. BABYS

ALVIN Y. LETE

AWI ARJUNA

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK UNDANA

KUPANG

2020
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala
kelimpahan berkat dan rahmatNya maka kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“Pengukuran Kelangkaan SDA”.

Tidak lupa ucapan terima kasih dari kami selaku penulis kepada semua pihak yang
telah memberikan dukungan kepada kami baik moril maupun materil selama pembuatan
makalah ini, sehingga proses pembuatan makalah ini dapat berjalan dengan baik.

Mengingat keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan kami selaku penulis, mohon


maaf apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat kekurangan dan kesalahan. Untuk itu,
kami selaku penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi
sempurnanya makalah ini.

Kupang, november 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................................2
BAB 1...................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN................................................................................................................................4
A. Latar Belakang...........................................................................................................................4
B. Tujuan........................................................................................................................................5
BAB II..................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN...................................................................................................................................6
A. Pengukuran Ketersediaan SDA stok (unrenewableresources) menurut Rees.............................6
a. Pengukuran potensi maksimum sumber daya alam................................................................6
b. Pengukuran kapasitas lestari (sustainable capacity/sustainable yield)....................................6
c. Pengukuran kapasitas penyerapan (Absorbtive capacity)......................................................6
d. Pengukuran kapasitas daya dukung (Carrying capacity)........................................................7
B. Pengukuran Kelangkaan SDA manurut Hanley.........................................................................7
a. Pengukuran berdasarkan harga riil.........................................................................................7
b. Pengukuran berdasarkan unit cost..........................................................................................8
c. Pengukuran berdasarkan rente kelangkaan (Scarcity Rent)...................................................9
C. Kelangkaan sumber daya di NTT............................................................................................10
BAB III...............................................................................................................................................13
PENUTUP..........................................................................................................................................13
A. Kesimpulan..............................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................14

3
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu aspek penting dalam pemahaman terhadap sumber daya alam
adalah memahami juga kapan sumber daya alam  tersebut akan habis. Jadi, bukan
hanya konsep persediaannya yang harus dipahami, melainkan juga konsep
pengukuran kelangkaannya. Ketersediaan sumber daya alam (SDA) yang meliputi air,
udara, tanah, hutan, barang tambang dan lainnya adalah hal esensial bagi
kelangsungan hidup manusia. Kerusakan atau kehilangan SDA akan menimbulkan
kerugian dan menurunkan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia. Oleh karena itu,
pengelolaan SDA yang baik mampu memberikan manfaat untuk meningkatkan
kesejahteraan manusia. Pembangunan ekonomi di satu sisi diakui telah mampu
meningkatkan pertumbuhan ekonomi namun di sisi lain dewasa ini dikhawatirkan
menimbulkan kerusakan ekosistem yang mengancam kelangsungan hidup manusia.
Persoalan mendasar adalah bagaimana mengelola SDA agar memiliki manfaat
besar bagi kehidupan manusia tapi dengan tidak mengorbankan kelestarian SDA itu
sendiri. Untuk mendukung hal tersebut, maka diperlukan wawasan yang luas tentang
Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan (ESDA). Kebijakan penggunaan,
pengelolaan serta konservasi SDA harus ditangani secara komprehensif karena sistem
SDA sangat luas, kompleks dan saling tergantung satu sama lain. Perubahan
komponen SDA secara individu dalam satu ekosistem dapat merubah sistem secara
menyeluruh. Perubahan penggunaan tanah dapat meningkatkan produksi pertanian di
satu sisi, tapi memiliki pengaruh terhadap tata air serta kualitas air dan udara di sisi
lainnya. Berbagai disiplin ilmu diperlukan dalam alokasi dan pemanfaatan SDA.
Pendekatan pemanfaatan sumber daya yang akan digunakan didekati melalui teori
ekonomi tanpa menghilangkan analisis ilmu yang lain yang relevan. Masalah
pemanfaatan dan alokasi sumber daya mencakup apa, berapa, metode/teknik serta
untuk kepentingan siapa barang tersebut dihasilkan.

4
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana pengukuran ketersediaan SDA stok
(unrenewableresources).
2. Untuk mengetahui pengkuran kelangkaan Sumber Daya Alam (SDA).

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengukuran Ketersediaan SDA stok (unrenewableresources) menurut Rees.


Rees (1990) mengklasifikasikan pengukuran SDA menjadi dua yakni, pengukuran
ketersediaan SDA yang tidak terbarukan dan pengukuran ketersediaan SDA yang
dapat terbarukan. Adapun sumber daya alam yang dapat diperbarukan adalah:
a. Pengukuran potensi maksimum sumber daya alam
Konsep ini di dasarkan pada pemahaman untuk mengetahui potensi atau
kapasitas sumber daya, guna menghasilkan barang dan jasa dalam jangka waktu
tertentu. Pengukuran ini biasanya di dasarkan pada perkiraan-perkiraan ilmiah
atau teoritis. Rees (1990) mencontohkan misalnya, diperkirakan bahwa bumi
mempunyai kapasitas untuk memproduksi sekitar 40 ton pangan perorang per
tahun. Pengukuran potensial maksimum, lebih di dasarkan pada, kemampuan
biofisik alam, tanpa mempertimbangkan kendala sosial ekonomi yang ada.
b. Pengukuran kapasitas lestari (sustainable capacity/sustainable yield)
Kapasitas lestari atau produksi lestari (sustainable yield) adalah konsep
pengukuran keberlanjutan, dimana ketersediaan sumber daya diukur berdasarkan
kemampuannya untuk menyediakan kebutuhan bagi generasi kini, dan juga
generasi mendatang. Misalnya berkaitan dengan sumber daya ikan, konsep ini
sering dikenal sebagai sustainable yield dimana secara teoritis, alokasi produksi
dapat dilakukan sepanjang waktu, hanya jika tingkat eksploitasi dikendalikan.
Salah satu contoh nyata eksploitasi sumber daya ikan secara berlebihan adalah
yang terjadi di Kabupaten Alor-NTT, dimana pemanfaatan sumber daya ikan
dinilai cukup tinggi, terutama akibat pemanfaatan perikanan secara berlebih
dengan cara penangkap ikan yang tidak ramah lingkungan (menggunakan racun
sianida, bom dan trawl) (Tim Survey KKLD Alor, 2010). Sumber daya ikan
termasuk kapasitas lestari, hanya jika eksploitasinya dapat di kontrol atau
dikendalikan. Demikian juga pada sumber daya air, produksi lestari (sutainable
yield) secara teoritis bisa dicapai jika laju pengambilan (pumping rate) tidak
melebihi rata-rata penurunan debit air tahunan.
c. Pengukuran kapasitas penyerapan (Absorbtive capacity)

6
Kapasitas penyerapan atau kapasitas asimilasi adalah kemampuan sumber
daya alam dapat pulih (misalnya air, udara) untuk menyerap limbah akibat
aktivitas manusia. Kapasitas ini bervariasi akibat faktor eksternal seperti cuaca
dan intervensi manusia.
d. Pengukuran kapasitas daya dukung (Carrying capacity)
Pengukuran kapasitas ini didasarkan pada pemikiran bahwa lingkungan
memiliki kapasitas maksimum untuk mendukung suatu pertumbuhan organisme.
Misalnya, ikan di kolam tumbuh secara positif jika daya dukung lingkungan masih
lebi besar. Namun, pertumbuhan yang terus-menerus akan menimbulkan
kompetisi terhadap ruang dan makanan sampai daya dukung lingkungan tidak
mampu lagi mendukung pertumbuhan.
B. Pengukuran Kelangkaan SDA manurut Hanley
Hanley et,al. (1997) menyarankan  untuk menggunakan pengukuran moneter
dengan cara menghitung harga riil, unit cost, dan rente ekonomi dari sumber daya
dengan penjelasan sebagai berikut;
a. Pengukuran berdasarkan harga riil.
Harga riil adalah harga suatu barang relatif terhadap ukuran agregat
harga, dengankata lain harga disesuaikan dengan inflasi. Nilai riil
menunjukkan apakah suatu harga tertentumeningkat lebih cepat/lebih
lambat dibandingkan dengan harga pada umumnya.Harga riilsuatu barang
kadang-kadang disebut harga “dolar konstan”.Dari konsep harga nominal
dan harga riil, disebutkan bahwa harga riil merupakanfungsi dari harga
nominal dan inflasi.
Pengukuran kelangkaan yang didasarkan pada harga riil sudah
merupakan pengukuran yang banyak  diterima berbagai pihak dan
merupakan standar pengukuran kelangkaaan dalam ilmu ekonomi. 
Berdasarkan standar ekonomi klasik, ketika barang menjadi berkurang
kuantitasnya, maka konsumen mau membayar dengan harga mahal untuk
komoditas tersebut.  Jadi tingginya harga barang dari sumber daya
mencerminkan  tingkat kelangkaan dari sumber daya tersebut.  Meski
diterima sebagai pengukuran umum kelangkaan sumber daya, pengukuran
dengan harga riil juga memiliki kelemahan.
Distorsi pasar yang diakibatkan oleh intervesi pemerintah, misalnya
bisa saja menyebabkan harga sumber daya naik.  Sebagai contoh kenaikan

7
BBM yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk mengurangi subsidi
menyebabkan harga BBM naik, tapi harga ini bukan karena produksi yang
berkurang melainkan karena intervensi pemerintah. Kedua,
harga output dari sumber daya alam hanya mencerminkan harga pasar,
namun tidak mencerminkan  biaya opertunis sosial dari kerusakan
lingkungan yang diakibatkan oleh ekstraksi sumber daya alam itu sendiri. 
Selain itu penggunaan deflator  untuk mengukur harga riil juga sering
menjadi pertanyaan, apakah harga output  sumber daya atau harga indeks
kenaikan harga secara umum (consumer price index) yang digunakan
sebagai   deflator.
 Tingginya harga barang mencerminkan kelangkaan relatif
 Pengukuran ini mengandung kelemahan karena kegagalan
pasar, public good, intervensi pemerintah
 Harga output mencerminkan harga asar namun tidak mengukur
biaya oportunitas sosial dari kerusakan lingkungan akibat
ekstraksi SDA.
b. Pengukuran berdasarkan unit cost.
Pengukuran yang menggunakan unit cost atau biaya per unit output
(input) didasarkan pada prinsip bahwa jika sumberdaya  mulai langka,
biaya untuk mengekstraksinya juga menjadi semakin besar. Sebagai
contoh, jika nelayan mulai menyadari bahwa ikan sudah mulai susah di
tangkap, ia harus melaut kedaerah yang lebih jauh yang menyebabkan
biaya tenaga kerja per produksi meningkat. Salah satu contoh klasik
pengukuran unit cost adalah apa yang di lakukan oleh barrnet dan morse
(1963) yang mengukur kelangkaan sumberdaya berdasarkan index of real
unit cost. Hasil studi bernet dan morse misalnya tidak menunjukkan
adanya kelangkaan sumber daya kecuali untuk sumberdaya hutan. Salah
satu kelebihan dari penggunaan pengukuran ini adalah di masukkanya
aspek perubahan teknologi dalam produksi. Jika perubahan teknologi
memungkinkan produksi lebih efisien, biaya produsi akan menurun
sehingga kecenderungan penurunan unit biaya. Dengan kata lain,
peningkatan sumberdaya dapat diukur dengan peningkatan indeks dari real
unit cost.

8
Meski pengukuran dengan cara ini pun sangat logis, ada beberapa
catatan yang harus diperhatikan. Pertama adalah menyangkut kesulitan
pengukuran capital yang di picu oleh perkembangan dibidang teknologi
produksi. Kondisi ini muncul karena sulitnya mengagregasikan capital
untuk memperoleh unit pengukuran capital yang tepat. Kedua pengukuran
unit cost juga biasa keliru jika aspek subtitusi terhadap input tidak
diperhatikan. Subtitusi ini sering terjadi manakala biaya satu jenis input
lebih mahal sehingga pelaku akan menggantikannya dengan input yang
lain. Ketiga sebagaimana dikatakan oleh hanley et al.,(1997), unit cost
kurang baik digunakan sebagai penduga kelaangkaan karena unit cost
didasarkan pada informasi masa lalu, jadi bukan forward looking, seperti
melihat perkembangan teknologi dan sebagainya.
c. Pengukuran berdasarkan rente kelangkaan (Scarcity Rent)
Pengukuran kelangkaan dengan scarcity rent didasarkan pada teori
capital sumber daya dimana rate of return manfaat yang diperoleh dari
asset sumber daya alam, harus setara dengan biaya oportunitas dari asset
yang lain, seperti saham. Dengan demikian, peningkatan nilai scarcity rent
menunjukan tingkat kelangkaan sumber daya alam. Scarcity rent
didefinisikan sebagai selisih antara harga perunit output dengan biaya
ekstraksi marjinal atau sering disebut juga sebagai net price. Prinsip dari
konsep ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan pengukuran berdasarkan
harga riil, hanya saja yang diukur disini adalah harga bersih atau net price.
Ada empat tipe pengukuran kelangkaan : Malthusian Stock Scarcity,
Malthusian Flow Scarcity, Ricardian Stock Scarcity, Ricardian Flow
Scarcity.
Adapun penjelasan mengenai tipe pengukuran kelangkaan antara lain:
 Malthusian Stock Scarcity : kelangkaan yag terjadi  jika stok
dianggap tetap (terbatas) dan biaya ekstraksi per unit pada
setiap periode tidak bervariasi terhadap laju ekstraksi pada
periode tersebut.
 Malthusian Flow Scarcity : kelangkaan yang terjadi akibat
interaksi antara stok yang terbatas dan biaya ekstraksi per unit
yang meningkat seiring laju ekstraksi pada setiap periode.

9
 Ricardian Flow Scarcity : tipe kelangkaan yang terjadi  jika
stok sumberdaya alam dianggap tidak terbatas, namun biaya
ekstraksi tergantung pada laju ekstraksi pada periode, dan juga
ekstraksi kumulatif sampai pada periode akhir ekstraksi.
 Ricardian Stock Scarcity : kelangkaan yang terjadi dimana stok
yang dianggap tidak terbatas berinteraksi dengan biaya
ekstraksi yang meningkat seiring dengan ekstraksi kumulatif
sampai periode akhir.

Namun demikian ada beberapa kekurangan terhadap alat pengukur ini, di antaranya
yaitu:

a) Sulit untuk mendapatkan data nilai sewa ekonomis dari sumberdaya alam,
karena nilai sewa sumberdaya alam itu tidak praktis dalam jangka pendek.

b) Nilai sewa lebih memperkirakan kelangkaan sumberdaya alam yang semakin


meningkat dalam arti ekonomi, tetapi berkurangnya sumberdaya alam secara
fisik belum tentu sejalan dengan kenaikan nilai sewa sumberdaya alam
sebagai cermin dari kelangkaan ekonomis.

Semakin berkurangnya sumberdaya alam sebenarnya tidak perlu ditakutkan


asalkan ada kemudahan untuk menggantikan sumberdaya yang semakin langka itu
dengan sumberdaya lain yang lebih banyak jumlahnya. Jadi dalam hal ini sumberdaya
alam itu tidak langka selama mudah dalam mencarikan penggantinya. Oleh karena itu
tampaknya ukuran kelangkaan itu dapat dilihat dari elastisitas substitusinya yang
mencerminkan tanggapan dalam perubahan penggunaan sumberdaya alam dan
sumberdaya penggantinya terhadap perubahan harga. Sebagai kesimpulan mengenai
kebenaran dari alat pengukur ini perlu dikaji bagaimana ketelitian dari alat pengukur
tersebut. Pendekatan dengan biaya produksi, maupun scarcity rent harus mengingat
kondisi pasar yang ada khususnya apakah mekanisme pasar dapat bekerja secara
sempurna, tidak ada eksternalitas (externality), dan tidak ada campur tangan
pemerintah.

C. Kelangkaan sumber daya di NTT


Salah satu permasalahan kelangkaan sumber daya di NTT adalah sumber daya
air. NTT adalah daerah identik kemarau dan kekeringan dengan curah hujan rendah,

10
atau sekitar 3-4 bulan basah, dan sisanya adalah bulan kering. Jadi dalam setahun
hanya 3-4 bulan dimana turun hujan. Air sangat penting untuk kebutuhan hidup
sehari-hari di mana untuk keperluan makan dan minum, keperluan pertanian, untuk
irigasi, peternakan dan masih banyak lagi.
Tercatat sejak Juli 2020, Sebanyak lima desa di Kabupaten Rote Ndao, Nusa
Tenggara Timur (NTT), mengalami krisis air bersih. Hal ini disampaikan oleh Kepala
Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Rote Ndao,
Deskiel Haning. Lima desa itu, yakni Desa Holulai, Desa Netenaen di Kecamatan
Rote Barat Laut, Desa Meoain di Kecamatan Rote Barat Daya, serta Desa Lifuleo dan
Desa Pukuafu di Kecamatan Landuleko. Berdasarkan informasi dari BMKG NTT, di
Kabupaten Rote Ndao, tercatat ada beberapa kecamatan yang mengalami kekeringan
di atas 60 hari. Lima desa itu berada di antara kecamatan yang mengalami kekeringan
ekstrem.
Ketersediaan air tanah di lima desa tersebut sulit diperoleh, karena curah hujan
kurang sejak 2019 lalu. Untuk mengantisipasi hal itu, pemerintah telah
mendistribusikan air bersih secara rutin kepada warga di lima desa tersebut.
Pemerintah juga telah menyarankan kepada warga, agar air bersih hanya digunakan
untuk minum dan mandi saja. Selain lima desa tersebut, ada juga beberapa desa
lainnya yang bersurat ke Bupati Rote Ndao, untuk permintaan air bersih. Selain
daerah di Rote, daerah lain di NTT juga mengalami krisis air, terutama air bersih
salah satunya di daerah TTU dan bahkan di ibu kota provinsi sendiri, yakni Di
Kupang. Walau NTT mengalami kelangkaan sumber daya air, di samping itu NTT
memiliki kekayaan alam lain yang melimpah. Salah satu dari sumber daya alam
tersebut adalah cadangan mineral yang meliputi logam mangan, chrome, nikel,
tembaga, dan emas.Gubernur NTT Frans Lebu Raya mengungkapkan, selain potensi
mangan yang cukup besar dan tersebar di seluruh kabupaten di pulau Timor, NTT
juga menyimpan potensi emas di wilayah Flores. Saat ini potensi emas di wilayah
Flores sedang dieksplorasi jelas Gubernur NTT.
Dari segi susunan batuannya, 40% dari propinsi NTT terdiri atas batuan
Kompleks Bobonaro, yang selama ini dikenal memiliki kandungan mangan tinggi.
Dari segi kualitas, logam mangan di propinsi NTT ini merupakan salah satu yang
terbaik dan termasuk kualitas nomor satu di dunia. Cadangan mangan di NTT pada
saat eksplorasi diperkirakan dapat memenuhi kebutuhan bahan baku industri logam di
Indonesia dan pasar ekspor untuk puluhan maupun ratusan tahun ke depan. Selain itu,

11
posisi propinsi NTT yang merupakan hasil dari tumbukan lempeng Hindia-Australia
dan Eurasia, kaya akan potensi panasbumi serta berbagai jenis mineral lainnya seperti
emas, perak, tembaga, dan berbagai mineral industri.
Bila seluruh potensi mineral tersebut dapat dikelola dengan baik, diharapkan
pertumbuhan sosial-ekonomi masyarakat NTT bisa menjadi salah satu propinsi maju
di Indonesia. Kekayaan alam propinsi NTT tidak hanya terbatas pada kekayaan
mineral, namun juga pada sektor migas. 

12
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, maka dapat di simpulkan bahwa, pengukuran potensi
maksimum sumber daya alam adalah konsep yang didasarkan pada pemahaman untuk
mengetahui potensi atau kapasitas sumber daya, guna menghasilkan barang dan jasa.
Kapasitas lestari atau produksi lestari (sustainable yield) adalah konsep pengukuran
keberlanjutan. Kapasitas penyerapan atau kapasitas asimilasi adalah kemampuan
sumber daya alam dapat pulih (misalnya air, udara) untuk menyerap limbah akibat
aktivitas manusia. Sedangkan pengukuran kapasitas daya dukungmdidasarkan pada
pemikiran bahwa lingkungan memiliki kapasitas maksimum untuk mendukung suatu
pertumbuhan organisme. Hanley et,al. (1997) menyarankan  untuk menggunakan
pengukuran moneter dengan cara menghitung harga riil, unit cost, dan rente ekonomi.

13
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Klasifikasi Dan Pengukuran Ketersdiaan Sumber Daya
Alam. (diakses tanggal 17 November 2020. http://www.scribd.com/doc/24752651/2-
sumberdaya-alam-lingkungan)
Fauzi, Ahmad. 2004. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama.
Koerniawati, Tatiek. Sumber Daya Pertanian (bahan ajar dalam powerpoint).
Tim Survey Penetapan Tapal Batas dan Monitoring Sumberdaya Laut kawasan
Konservasi Laut Daerah (KKLD) Kabupaten Alor. 2010. Laporan Pelaksanaan Tugas
Survey Penetapan Tapal Batas dan Monitoring Sumberdaya Laut, Kawasan Konservasi
Laut Daerah (KKLD) Kabupaten Alor.
Sutikno and Maryunani. 2006. Ekonomi Sumber Daya Alam. Badan Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Brawijaya (BPFE UNIBRAW) : Malang.
Suparmoko, M. 1997. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan (Suatu
Pendekatan Teoritis) – Edisi Ketiga. PT. BPFE-Universitas Gajah Mada : Yogyakarta.
www.esdm.go.id-NTT: Curah hujan rendah, sumber daya alam melimpah-diakses
pada Rabu, 18 november 2020.

14

Anda mungkin juga menyukai