Anda di halaman 1dari 110

ANALISIS DAMPAK UJARAN KEBENCIAN

DALAM SURAT AL-HUJURAT AYAT 11


MENURUT IMAM AL QURTUBI
(KAJIAN TAFSIR JĀMI‘UN LI AHKĀMIL QURĀN)

OLEH :
MUHAMMAD DZAKY REZA
1225.15.0475

SKRIPSI

Diajukan Kepada Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri


Sultan Abdurrahman Kepulauan Riau Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


JURUSAN USHULUDDIN, ADAB DAN DAKWAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
SULTAN ABDURRAHMAN
KEPULAUAN RIAU
2019
PERSETUJUAN PEMBIMBING

i
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
SULTAN ABDURRAHMAN KEPULAUAN RIAU
Kampus : Jl. Lintas Barat KM. 19 CerukIjukKelurahanToapayaAsri - Bintan
Telp : 0771-4442607 Fax : 0771-4442610
Website : www.stainkepri.ac.id Email : stain.kepri@kemenag.go.id

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Muhammad Dzaky Reza

NIM : 15.0475

Program Studi : Ilmu Al-Quran dan Tafsir

Jurusan : Ushuluddin Adab dan Dakwah

Menyatakan bahwa naskah skripsi yang berjudul “Analisis Dampak Ujaran Kebencian

dalam Surat Al-Hujurat Ayat 11 Menurut Imam Al-Qurtubi (Kajian Tafsir Jāmi‘un Li

Ahkāmil Qurān) ” ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya saya sendiri,

kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbernya. Jika di kemudian hari

terbukti bahwa skripsi ini ada kesamaan, baik isi, logika, maupun datanya, secara

keseluruhan atau sebagian, maka skripsi ini dan gelar sarjana yang diperoleh

karenanya secara otomatis batal demi hukum.

Bintan, 10 September 2019

ii
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
SULTAN ABDURRAHMAN KEPULAUAN RIAU
Kampus : Jl. Lintas Barat KM. 19 CerukIjukKelurahanToapayaAsri - Bintan
Telp : 0771-4442607 Fax : 0771-4442610
Website : www.stainkepri.ac.id Email : stain.kepri@kemenag.go.id

Saya yang menyatakan

Muhammaad Dzaky Reza


NIM : 15.0475

iii
PENGESAHAN

iv
NOTA DINAS PEMBIMBING 1

v
NOTA DINAS PEMBIMBING 2

vi
ABSTRAK

Muhammad Dzaky Reza, NIM 15.0475, 2015, “ANALISIS DAMPAK


UJARAN KEBENCIAN DALAM SURAT AL-HUJURAT AYAT 11
MENURUT IMAM AL-QURTUBI (KAJIAN TAFSIR JĀMI‘UN LI
AHKĀMIL QURĀN)”. Skripsi, Progam Studi Ilmu AL-Quran dan Tafsir,
Jurusan Ushuluddin, adab dan dakwah, STAIN Sultan Abdurrahman
Kepulauan Riau.
Kata Kunci : dampak, ujaran kebencian, menghina, mengolok, mencela, Al-

Qurtubi

Al-Quran merupakan sumber utama ajaran Islam, dan juga merupakan


pedoman hidup bagi setiap manusia. Al-Quran bukan sekedar memuat petunjuk
tentang hubungan manusia dengan Tuhannya, tetapi juga mengatur hubungan
manusia dengan sesamanya, bahkan hubungan manusia dengan alam sekitarnya.
Sesamaa hubungan manusia Al-Quran menjelaskan bahwa sesama manusia
haruslah bertutur kata yang baik dan menghindari dari dari perkataan yang buruk
dan menghindari diri dari menghina, mengejek, mengolok-ngolok, memanggil
orang dengan panggilan yang buruk, larangan menghina tersebut salah satunya
terdapat dalam surat Al-Hujurat ayat 11, penafsiran dari beliau menjelaskan
tentang dampak yang ditimbulkan jika seseorang melakukan perbuatan tersebut,
dimana dizaman sekarang termasuk melakukan ujaran kebencian.
Adapun dalam penelitian ini penulis memakai metode penelitian secara
kualitatif dengan melakukan pendekatan secara tahlili, serta dalam teknik
pengumpulan data penulis memakai pengumpulan secara dokumentasi yang
diambil dari sumber- sumber yang relavan dengan yang penulis teliti, dan dalam
analisisnya penulis memakai metode content analysis.
Hasil dari penelitian ini, menunjukkan bahwa penafsiran yang dikemukakan
oleh Imam Al-Qurtubi dalam tafsirnya yang berjudul Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān
memberikan beberapa perkataan tentang perkataan (‫سخ ِريَّة‬ ُ ) yang memiliki arti
yang sama dengan (‫تِهزَ ا ُء‬LL‫ )ا ِالس‬yaitu ejekan, mengolok-ngolok, menghina dan
mencemooh, serta ada juga yang mengatakan bahwa (‫سخ ِريَّة‬ ُ ) merupakan bahasa
yang paling buruk. Adapun dampak yang ditimbulkan dari ujaran kebencian di
antaranya menjadikan orang sombong, hinaan tersebut akan balik ke dirinya
sendiri, akan menimbulkan rasa sakit hati hingga akan membalasnya dengan
ejekan kembali, akan mencelakai dirinya sendiri, sama saja menyebarkan aib, dan
termasuk orang yang berbuat zalim.

vii
PEDOMAN TRANSLITERISASI

Transliterasi berfungsi untuk memudahkan penulis dalam memindahkan

bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia. Pedoman transliterasi harus konsisten

dari awal penulisan sebuah karya ilmiah sampai akhir.

Penulisan transliterasi Arab-Latin dalam tesis ini disesuaikan dengan

penulisan transliterasi Arab-Latin mengacu kepada keputusan bersama Menteri

Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI tahun 1987 Nomor: 158

tahun 1987 dan Nomor: 0543b/u1987, sebagai berikut:

1. Konsonan Tunggal :

ARAB LATIN

Kons. Nama Kons. Nama

‫ا‬ Alif Tidak dilambangkan

‫ب‬ Ba B Be

‫ت‬ Ta T Te

‫ث‬ Tsa ś Es (dengan titik di atas)

‫ج‬ Jim j Je

‫ح‬ Cha ḫ Ha (dengan titik di bawah)

‫خ‬ Kha kh Ka dan ha

‫د‬ Dal d De

‫ذ‬ Dzal dh De dan ha

‫ر‬ Ra r Er

viii
‫ز‬ Za z Zet

‫س‬ Sin s Es

‫ش‬ Syin sy Es dan ye

‫ص‬ Shad ṣ Es (dengan titik di bawah)

‫ض‬ Dlat ḍ De (dengan titik di bawah)

‫ط‬ Tha ṭ Te (dengan titik di bawah)

‫ظ‬ Dha ẓ Zet (dengan titik di bawah)

‫ع‬ ‘Ain ‘ Koma terbalik di atas

‫غ‬ Ghain gh Ge dan ha

‫ف‬ Fa F Ef

‫ق‬ Qaf Q Qi

‫ك‬ Kaf K Ka

‫ل‬ Lam L El

‫م‬ Mim M Em

‫ن‬ Nun N En

‫و‬ Wawu W We

‫هـ‬ Ha H Ha

‫ء‬ Hamzah ’ Apostrof

‫ي‬ Ya Y Ye

ix
2. Vokal rangkap atau diftong bahasa Arab yang lambangnya berupa

gabungan antara harakat dengan huruf, transliterasinya dalam tulisan Latin

dilambangkan dengan gabungan huruf sebagai berikut:

a. Vokal rangkap ( ‫ ) أَ ْو‬dilambangkan dengan gabungan huruf aw, misalnya :

al-Yawm.

b. ْ َ‫ ) أ‬dilambangkan dengan gabungan huruf ay,


Vokal rangkap ( ‫ي‬

misalnya : al-Bayt.

3. Vokal panjang atau maddah bahasa Arab yang lambangnya berupa harakat

dan huruf, transliterasinya dalam tulisan Latin dilambangkan dengan huruf

َ ِ‫ = ْالفَات‬al-
dan tanda macron (coretan horisontal) di atasnya, misalnya ( ‫ح ْة‬

Fātihah ), ( ‫ = ْال ُعلُوْ م‬al-‘ulūm ) dan ( ٌ‫ = قِ ْي َمة‬qīmah ).

4. Syaddah atau tasydid yang dilambangkan dengan tanda syaddah atau tasydid,

transliterasinya dalam tulisan Latin dilambangkan dengan huruf yang sama

dengan huruf yang bertanda syaddah itu, misalnya ( ‫ح ٌّد‬


َ = ḣaddun ), ( ‫= َس ٌّد‬

saddun), ( ‫ = طَيِّب‬ṭayyib ).

5. Kata sandang dalam bahasa Arab yang dilambangkan dengan huruf alif-lam,

transliterasinya dalam tulisan Latin dilambangkan dengan huruf “al”, terpisah

dari kata yang mengikuti dan diberi tanda hubung, misalnya ( ‫ = ْالبَيْت‬al-Bayt

), (‫ = السَّمآء‬as-samā’ ).

6. Tā’ marbuṭah mati atau yang dibaca seperti ber-ḣarakat sukūn,

transliterasinya dalam tulisan Latin dilambangkan dengan huruf “h”,

x
sedangkan tā’ marbuṭah yang hidup dilambangkan dengan huruf “t”, misalnya

( ‫ = ر ُْؤيَةُ ْال ِهالل‬ru’yah al-Hilāl atau ru’yatul hilāl).

7. Tanda apostrof (’) sebagai transliterasi huruf hamzah hanya berlaku untuk

yang terletak di tengah atau di akhir kata, misalnya ( ُ‫ = ر ُْؤيَة‬ru’yah ), ( ‫= فُقَهَاء‬

fuqahā’)

xi
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, atas nikmat dan karunianya kami

sebagai manusia yang taat kepada Allah SWT dan menjauhi segala larangannya,

serta menjadi orang yang memegang teguh ajaran Islam yang rahmatan lil alamin,

tak lupa juga shalawat serta salam dihadiahkan kepada junjungan nabi besar kita,

yaitu nabi yang telah mengubah zaman, dari zaman kegelapan ke zaman yang

terang menenarang, serta menjadi tokoh nomor 1 yang paling berpengaruh di

seluruh dunia yaitu nabi Muhammad SAW, semoga kita mendapatkan syafaatnya

di akhirat kelak, Amin.

Serta penulis mengucapkan rasa syukur dan atas rahmat Alla SWT,

penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Analisis Dampak Ujaran

Kebencian Dalam Surat Al-Hujurat Ayat 11 Menurut Imam Al-Qurtubi (Kajian

Tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān)”. Penulis menyadari bahwa penulis skripsi ini

tak lepas dari bantuan, bimbingan, dorongan, dan motivasi dari berbagai pihak

baik itu secara langsung ataupun tidak langsung. Oleh karena itulah dengan segala

hormat dan rendah hati penulis mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya

kepada ;

1. Bapak Dr. Muhammad Faisal, M.Ag selaku ketua STAIN Sultan

Abdurrahman Kepulauan Riau sekaligus merupakan pembimbing 1 dalam

skripsi yang telah memberikan segala masukan, bimbingan, kritik, saran

dan motivasi , serta solusi terhadap masalah dalam penulisan dalam

menulis skripsi ini.

xii
2. Bapak Fauzi S.Sos, MA selaku ketua jurusan Ushuluddin Adab dan

Dakwah sekaligus merupakan pembimbing 2 yang telah memberikan

masukan, bimbingan dan saran dalam metode penulisan skripsi ini.

3. Ibu Sri Zulfida, MA selaku ketua Progam Studi Ilmu Al-Quran dan Tafsir

yang membantu dalam memberikan semangat dan masukan kepada

penulis agar penulisan skripsi ini menjadi lebih baik..

4. Kepada dosen yang tidak bisa disebukan namanya yang telah memberikan

pencerahan, materi diskusi dan sebuah pembelajaran penting yang

bermanfaat dalam penulisan skripsi ini

5. Kepada ayahanda Dr. H. Erizal Abdullah, MH dan Umi Hj. Riesa

Helmawati, hormat dan bakti penulis kepada beliau berdua yang tidak

dapat penulis ungkapkan, khususnya kepada ayahanda yang telah

menyempatkan waktu untuk membantu penulis dalam melihat metode dan

kerapian penulisan serta ibunda yang selalu memberikan motivasi kepada

penulis agar penulis menjadi lebih baik lagi serta lebih semangat dalam

menyelesaikan skripsi ini.

6. Ustad Anton Makmur, Lc yang telah meluangkan waktunya dalam

membantu penulis menerjemahkan tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān surat

Al-Hujurat ayat 11 dan memberikan penjelasan tentang isi kandungan dari

tafsir tersebut serta memberikan motivasi kepada penulis.

7. Kepada kawan-kawan di organisasi Himpunan Mahasiswa Islam(HMI)

yang telah memberikan motivasi dan masukan serta menyempatkan

xiii
waktunya untuk berdiskusi sejenak di waktu senggang serta memberikan

motivasi dan semangat kepada penulis untuk mengerjakan skripsi ini

Tidak ada yang dapat penulis lakukan dalam membalas kebaikan yang

telah diberikan, selain doa penulis agar kiranya dibalas dengan balasan yang lebih

baik lagi serta mendapatkan amal jariyah yang tak pernah putus hingga hari akhir

tiba.

Dalam penulisan ini, penulis menyadari bahwa skripsi yang dikerjakan ini

masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu segala kritik dan saran akan

penulis terima untuk bekal penulis di kemudian hari serta dapat menulis dengan

lebih baik lagi, dan penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi semuanya

khsusunya untuk diri sendiri, keluarga dan masyarakat sekitar.

Bintan 23 Juli 2019


Penulis

MUHAMMAD DZAKY REZA


15.0475

xiv
MOTTO

‫ك غَافاًل‬ ِ
ُ َ‫كسل َو الَ ت‬ َ َ‫جهد َواَل ت‬َ ‫ا‬
)‫اس ُل (امحفوظا‬ ِ
َ ‫َفنَ َد َامةُ العُقبَى ل َمن يَت َك‬
Artinya : bersungguh-sungguhlah dan janganlah bermalas-malasan
Karena penyesalan itu bagi orang yang bermalas-malasan

“Jangan menyerah dalam meraih mimpi, yakinlah bahwa kita bisa meraihnya, dan
teruslah berusaha semaksimal mungkin serta berdoa kepada Allah SWT, jika
sudah berhasil atau sampai janganlah pernah lupakan yang telah membantumu,
karena kita hidup bersama-sama bukanlah sendiri”

xv
DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING.......................................................................................i
PERNYATAAN KEASLIAN............................................................................................ii
PENGESAHAN....................................................................................................................iii
NOTA DINAS PEMBIMBING 1.....................................................................................iv
NOTA DINAS PEMBIMBING 2......................................................................................v
ABSTRAK........................................................................................................................vi
PEDOMAN TRANSLITERISASI...................................................................................vii
KATA PENGANTAR.......................................................................................................xi
MOTTO...........................................................................................................................xiv
DAFTAR ISI....................................................................................................................xv
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Alasan Pemilihan Judul.................................................................................8
C. Penegasan Istilah...........................................................................................8
D. Permasalahan...............................................................................................11
1. Identifikasi Masalah................................................................................11
2. Batasan Masalah.....................................................................................11
3. Rumusan masalah...................................................................................11
E. Tujuan dan Manfaat penelitian....................................................................12
1. Tujuan Penelitian....................................................................................12
2. Manfaat Penelitian..................................................................................12
F. Pelitian yang relavan....................................................................................12
G. Metode Penelitian........................................................................................14
H. Kerangka Pembahasan Skripsi.....................................................................18
BAB II UJARAN KEBENCIAN DAN DALIL-DALIL YANG MELARANGNYA....20
A. Pengertian Ujaran Kebencian dan Bentuk-Bentuknya.................................20
B. Pengertian Ujaran Kebencian Menurut Ulama tafsir....................................21
C. Batasan Ujaran Kebencian...........................................................................22
D. Dalil Larangan melakukan Ujaran kebencian..............................................23
1. Dalil larangan melakukan ujaran kebencian dalam Al-Quran.................24

xvi
2. Dalil larangan melakukan ujaran kebencian dalam Hadits Nabi SAW. . .28
E. Teori Perubahan Sosial dalam Kaitannya Antara Teori Konflik dan Ujaran
kebencian.....................................................................................................30
BAB III IMAM AL-QURTUBI DAN TAFSIR JĀMI‘UN LI AHKĀMIL QURĀN........33
A. Imam Al-Qurtubi.........................................................................................33
1. Profil Intelektual.....................................................................................33
2. Kondisi sosial, politik, dan budaya zaman Al-Qurtubi............................35
3. Karya Imam Al-Qurtubi.......................................................................................36
B. Tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān................................................................37
1. Latar Belakang Penulisan Tafsir.............................................................37
2. Corak Tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān................................................40
3. Metode Penafsiran..................................................................................41
BAB IV ANALISIS DAMPAK UJARAN KEBENCIAN..............................................45
A. Penafsiran Al-Qurtubi dalam Surat Al-Hujurat ayat 11...............................45
B. Analisis dampak yang ditimbulkan dari ujaran kebencian menurut tafsir
Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān surat Al-Hujurat ayat 11...................................55
BAB V PENUTUP..........................................................................................................67
A. Kesimpulan..................................................................................................67
B. Saran............................................................................................................68
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................69
BIOGRAFI PENULIS.....................................................................................................72
LAMPIRAN.....................................................................................................................73

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Quran merupakan sumber utama ajaran Islam, dan juga merupakan

pedoman hidup bagi setiap manusia. Al-Quran bukan sekedar memuat petunjuk

tentang hubungan manusia dengan Tuhannya, tetapi juga mengatur hubungan

manusia dengan sesamanya, bahkan hubungan manusia dengan alam sekitarnya1.

Al-Quran juga menjadi sumber dari hukum yang ada, karena terdapat larangan

dan perintah, dan itu diperuntukkan untuk seluruh manusia, karena sesungguhnya

Allah SWT menciptakan manusia untuk beribadah kepada Allah SWT, hal ini

terdapat dalam firmannya surat Adz-dzariyat ayat 56 yang berbunyi :

ِ ‫ْج َّن واإْلِ نس إِاَّل لِي ْعب ُد‬


٥٦﴿ ‫ون‬ ِ ُ ‫﴾وما َخلَ ْق‬
ُ َ َ َ ‫ت ال‬ ََ
Artinya : “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku”2

Dari ayat itu dapat diketahui bahwa sesungguhnya tujuan Allah SWT

menciptakan manusia ialah untuk beribadah kepadanya, salah satu bentuk

beribadah kepadanya ialah dengan mentaati perintah Allah SWT dan menjauhi

larangannya.

Hal ini terdapat dalam tafsir yaitu Tafsir Al-Azhar yang menyatakan bahwa

jin dan manusia diciptakan ialah mengabdikan dirinya kepada Allah SWT dalam

1
Wahyudin dan M.Saifulloh, Ulum Quran, Sejarah,dan perkembangannya, Surabaya :
Jurnal Sosial Humaniora), 2013, Vol.6 hlm.20
2
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta : PT.
Sinergi Pustaka indonesia), hal 756

1
2

bentuk beribadah kepadanya, karena menurut beliu jika tidak beribadah kepada

Allah SWT, apa artinya hidup ini3

Perintah Allah SWT kepada manusia sungguh sangat banyak, salah satunya

ialah harus bertutur kata yang baik dan benar, hal ini terdapat dalam firman Allah

SWT dalam Surat Al-Ahzab ayat 70-71 yang berbunyi :

‫صلِ ْح لَ ُك ْم أَ ْع َمالَ ُك ْم َو َي ْغ ِف ْر لَ ُك ْم‬ ِ


ْ ُ‫﴾ ي‬٧٠﴿ ‫آمنُوا َّات ُقوا اللَّهَ َوقُولُوا َق ْوالً َسدي ًدا‬ َ ‫ين‬
ِ َّ
َ ‫يَا أ َُّي َها الذ‬
٧١﴿ ً‫﴾ذُنُوبَ ُك ْم َو َمن يُ ِط ِع اللَّهَ َو َر ُسولَهُ َف َق ْد فَ َاز َف ْوزاً َع ِظيما‬
Artinya : “(70)Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah
dan katakanlah perkataan yang benar.(71)niscaya Allah memperbaiki
bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan
barangsiapa menta`ati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah
mendapat kemenangan yang besar.”4

Sesungguhnya dibalik semua perintah Allah SWT terkandung banyak

hikmah yang ada di dalamnya, sama halnya dengan larangan Allah SWT kepada

umat manusia, terdapat sebuah pelajaran dan hikmah yang dapat diambil sebagai

media pembelajaran agar menjadi insan yang lebih baik lagi serta memilki akhlak

yang mulia.

Salah satu bentuk mentaati perintah Allah SWT adalah dengan menjaga

lisan dari perkataan yang buruk dan berkata yang benar serta tidak menyakitkan

lawan bicara, hal ini juga dikatakan dalam hadits nabi SAW yang berbunyi :

‫اب َع ْن أَبِي َسلَ َمةَ بْ ِن‬ ٍ ‫ال أَ ْخَبرنِي يُونُس َع ْن ابْ ِن ِش َه‬ ٍ ‫َح َّدثَنِي َح ْر َملَةُ بْ ُن يَ ْحيَى أَْنبَأَنَا ابْ ُن َو ْه‬
ُ َ َ َ‫ب ق‬
‫ال َم ْن َكا َن ُي ْؤ ِم ُن بِاللَّ ِه‬
َ َ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ق‬ ِ ِ ‫الرحم ِن َعن أَبِي ُهريرةَ َعن رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ ْ َْ َ ْ َ ْ َّ ‫َع ْبد‬
ِ
‫ت َو َم ْن َكا َن ُي ْؤ ِم ُن بِاللَّ ِه َوالَْي ْوِم اآْل ِخ ِر َفلْيُ ْك ِر ْم َج َارهُ َو َم ْن‬ْ ‫ص ُم‬ ِ ِ ِ
ْ َ‫َوالَْي ْوم اآْل خ ِر َفلَْي ُق ْ(ل َخ ْي ًرا أ َْو لي‬
ِ
َ ‫َكا َن ُي ْؤ ِم ُن بِاللَّ ِه َوالَْي ْوم اآْل ِخ ِر َفلْيُ ْك ِر ْم‬
ُ‫ض ْي َفه‬
3
Hamka, Tafsir Al-Azhar,(Singapura : Pustaka Nasional Pte Ltd),cet. 5 jilid 9 tahun 2003,
hal. 6928
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta : PT.
4

Sinergi Pustaka indonesia), hal. 604


3

Artinya : “Telah menceritakan kepada kami Harmalah bin Yahya telah


memberitakan kepada kami Ibnu Wahab dia berkata, telah mengabarkan
kepadaku Yunus dari Ibnu Syihab dari Abu Salamah bin Abdurrahman
dari Abu Hurairah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau
bersabda: "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka
hendaklah dia mengucapkan perkataan yang baik atau diam. Dan
barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah
dia memuliakan tetangganya. Dan barangsiapa beriman kepada Allah
dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya."5

Namun dalam realitanya,masih banyak orang-orang khususnya orang yang

beriman yang perkataanya membuat orang yang mendengarnya menjadi sakit hati,

karena perkataannya itu berupa ejekan, hinaan yang hal itu termasuk ujaran

kebencian di Indonesia ini.6

Padahal dalam Al-Quran Allah SWT telah melarang manusia khususnya

orang orang yang beriman untuk melakukan ujaran kebencian, ujaran kebencian

yang dimaksud dalam surat Al-Hujurat ayat 11 adalah menghina, mengejek,

memanggil orang dengan panggilan yaang buruk, hal ini sesuai dengan firman

Allah SWT yang berbunyi:

‫وم ِّمن َق ْوٍم َع َسى أَن يَ ُكونُوا َخ ْيراً ِّم ْن ُه ْم َواَل نِ َساء ِّمن نِّ َساء‬ ٌ َ‫آمنُوا اَل يَ ْس َخ ْر ق‬ َ ‫ين‬
ِ َّ
َ ‫يَا أ َُّي َها الذ‬
ِ ‫اب بِْئس‬
‫اال ْس ُم‬ ِ ‫َعسى أَن يَ ُك َّن َخ ْيراً ِّم ْن ُه َّن َواَل َتل ِْم ُزوا أَن ُفس ُك ْم َواَل َتنَ َاب ُزوا بِاأْل َلْ َق‬
َ َ َ
١١﴿ ‫ك ُه ُم الظَّالِ ُمو َن‬ َ ِ‫ب فَأ ُْولَئ‬ ِ ِ‫﴾الْ ُفسو ُق ب ْع َد اإْل‬
ْ ُ‫يمان َو َمن لَّ ْم َيت‬ َ َ ُ
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok
kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik
dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita
(mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita
(yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok)
dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu
panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk
5
Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Naisaburi, Shahih Muslim, hal 45 ( didownload
dari https://ibnumajjah.wordpress.com/2014/01/01/shahih-muslim-pdf/ )
6
surat Edaran Polri nomor : SE/06/x/2015 ( di download dari :
http://docplayer.info/29980488-Surat-edaran-nomor-se-06-x-2015-tentang-penanganan-ujaran-
kebencian-hate-speech.html )
4

panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa
yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”7

Dalam surat Al-Hujurat ayat 11 tersebut mengandung banyak sekali

hikmah dan juga peringatan secara jelas bahwa janganlah orang orang beriman

khususnya untuk melakukan perbuatan menghina, mengolok-ngolok, suatu kaum8.

Di dalam ayat tersebut juga menjelaskan dampak yang akan ditimbulkan jika

seseorang melakukan perbuatan tersebut salah satunya adalah menjadi orang yang

dzalim9. Hal ini juga dikatakan oleh Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di

menurut beliau dalam tafsirnya jika seseorang itu menghina, mengejek atau

mengolok-ngolok akan menyebabkan orang tersebut sakit hati dan membuat

orang tersebut akan kembali menghina balik dan begitu seterusnya, jika orang

tersebut tak bertaubat maka orang yang menghina tersebut termasuk orang yang

dzalim10

Ujaran kebencian ini sendiri bukanlah hal yang baru, karena sudah ada

sejak zaman dahulu kala, salah satunya ialah pada tahun 469 H, dimana terjadi

suatu konflik perbedaan madzhab, kisah tersebut bermula saat Syeikh Ibn

Qusyairi yang bermadzhab Syafi’i mencela/menghina madzhab Hanbali secara

terus menerus dan menuduhnya “mujassimah” ( menyerupakan sifat Allah SWT

dan Makhluknya), sehingga akhirnya membuat para murid Syeikh Ibn Quraisyi

7
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta : PT.
Sinergi Pustaka indonesia), hal 744
8
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Al-Sheikh, Tafsir Ibnu Katsir,
cet.1, diterjemahkan oleh : M.AbdulGhoffar E.M dan Abu Ihsan Al-Atsari, Jakarta : Pustaka Imam
Syafi’i hlm.485
9
Abu Abdillah bin Muhammad bin Ahmad Bin Abu bakar Al-Qurtubi, Jāmi‘un Li
Ahkāmil Qurān, (Beirut : Al-Risalah), jilid 19, hal.395
10
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di, Taisir Al-Karim Ar-rahman fi Tafsir kalam
Al-Mannan, terj. Muhammad Iqbal dan tim (Jakarta : Darul Haq), cetakan ke 6 jilid 6 tahun 2006,
hal 609
5

bergegas menuju ke majelis ilmu madzhab Hanbali lalu mengejek dan menghina

mereka, hingga akhirnya terjadilah saling balas ejak dan parahnya terjadi

pertumpahan darah akibat tragedi itu11

Sementara itu di zaman sekarang ini, ujaran kebencian bukan hanya terjadi

di lingkungan sekitar saja, namun juga melalui berbagai media seperti di

whatsapp, surat kabar, facebook, instagram, radio dan juga lain sebagainya.

Salah satu contohnya dapat dilihat dari kasus Penghinaan terhadap NU

(Nahdlatul Ulama) yang dilakukan oleh Sugi Nur Raharja atau Gus Nur,

penghinaan tersebut beliau lakukan dengan membuat sebuah video dengan judul

‘generasi muda NU penjilat’, akibat dari penghinaan yang dilakukan oleh Gus

Nur, para kalangan NU menjadi marah dan geram sehingga melaporkan kasus ini

ke Polda SulTeng(Sulawesi Tengah), dan tentu saja pelaku dari kasus ujaran

kebencian itu langsung dibawa ke kepolisian12.

Dari dua contoh kasus di atas dapat diketahui bahwasanya kasus ujaran

kebencian merupakan sebuah larangan, dan larangan itu salah satunya terdapat

dalam surat Al-Hujurat ayat 11, dalam penulisan tafsir surat Al-Hujurat ayat 11

dalam refrensi, penulis mengambil beberapa contoh tafsir sebagai rujukan yaitu

Tafsir Fi Zilalil Quran karya Sayid Qutb, Tafsir Ibnu Katsir karya Ibnu Katsir,

Tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān karya imam Al Qurtubi. Sebagai pembanding

ketiga penafsiran tersebut, penulis akan memberikan sedikit penafsiran pada surat

Al-Hujurat ayat 11 sesuai dengan isi dalam buku tersebut.

11
https://www.republika.co.id/berita/jurnalisme-warga/wacana/17/08/11/ougxe1396-
seteru-dua-mazhab diakses pada tanggal 18 juli 2019 jam 10:09
12
https://news.detik.com/berita/d-4543246/kasus-video-hina-nu-juga-ditangani-polda-
sulteng-gus-nur-diserahkan-ke-jaksa diakses pada tanggal 25 juli 2019 jam 09;34
6

Dalam Tafsir Fi Zilalil Quran Karya Sayid Qutub, dikatakan bahwa

Allah SWT melarang orang-orang mukmin untuk saling mengolok/menghina satu

sama lainnya, karena boleh jadi orang yang dihina tersebut dalam pandangan

Allah SWT lebih baik daripada yang mengolok itu. Tidak cukup menjelaskan

sampai disana saja, orang-orang mukmin itu bagaikan satu tubuh, jika seorang

mukmin itu menghina mukin yang lain maka sama saja dia menghina seluruh

orang mukmin, cakupan itu bukan bersifat maknawiyah namun cakupannya

bersifat lahiriah,13 dari penjelasan Sayid Qutb, dapat diketahui bahwa beliau

menjelaskan tentang nilai etika lahiriah dan nasehat bahwa seorang mukmin itu

bagaikan satu tubuh yang artinya jika ada seseorang yang menghina orang lain

maka sama saja orang tersebut menghina dirinya sendiri.

Dalam tafsir Ibnu Katsir yang ditulis oleh Abdullah bin Muhammad bin

Abdurrahman bin Ishaq Al-Sheikh atau lebih dikenal dengan Ibnu Katsir

dijelaskan bahwa Allah SWT melarang orang mukmin mengolok orang lain

apalagi merendahkannya, karena itu sudah jelas haram, karena orang yang dihina

itu terkadang/bisa jadi lebih terhormat disisi Allah SWT dan bahkan lebih

dicintainya daripada orang yang menghina itu, selain itu juga seorang muslim

tidak boleh mencela orang lain karena orang itu sangat tercela dan terlaknat,

sesuai dengan yang difirmankan Allah SWT dalam surat Al-Humazah ayat 1, 14

dari penafsiran yang ditulis oleh Ibnu Katsir di atas dapat diketahui bahwa beliau

menjelaskan tentang larangan melakukan ujaran kebencian, hal itu juga beliau

13
Sayyid Qutb, Tafsir Fi Zilalil Quran, (diterjemahkan oleh : Drs. As’ad Yasin dan tim,
Jakarta : Gema Insani ), hal 418
14
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Al-Sheikh, Tafsir Ibnu Katsir,
cet.1, diterjemahkan oleh : M.AbdulGhoffar E.M dan Abu Ihsan Al-Atsari, Jakarta : Pustaka Imam
Syafi’i hlm.485-487
7

kaitkan atau hubungan dengan ayat lain sesuai dengan materi yang dibahas di

tafsir tersebut..

Dalam tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān karya Imam Al-Qurtubi

menjelaskan tentang ujaran kebencian sedikit berbeda, hal ini dapat dilihat dari

ayat tersebut menjelaskan tentang beberapa permasalahan atau point point penting

yang terkandung dalam surat Al-Hujurat ayat 11, dimulai dari menjelaskan

tentang kosa katanya, perbedaan sebab turunnya yang salah satunya bercerita

tentang kisah Ikrimah bin Abi Jahl ketika dia datang ke Madinah dalam keadaan

Islam dan ketika dilihat oleh kaum muslimin Madinah mereka mengatakan

Ikrimah adalah anak Fir’aun umat ini. Kemudian Ikrimah mengadukan hal itu

kepada Rasulullah sehingga turunlah surat Al-Hujurat ayat 11 ini, selain tentang

kisah tersebut ada banyak lagi kisah dan pendapat ulama tentang sebab turunnya

dan serta di dalam kitab tafsirnya terdapat sedikit yang membedakannya dari tafsir

lain di antaranya adalah al-Qurtubi dalam tafsirny menjelaskan tentang batasan

dari ujaran kebencian tersebut.15.

Dari beberapa hal di atas dapat diketahui bahwasanya tafsir Jāmi‘un Li

Ahkāmil Qurān karya Imam Al-Qurtubi menjelaskan tentang ujaran kebencian

secara terperinci, hal ini dapat dilihat dalam penulisannya memakai banyak

refrensi salah satunya dari hadits nabi Muhammad SAW, beberapa peribahasa dan

ayat-ayat lain yang dihubungkan oleh beliau, sehingga penulis akhirnya memakai

tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān karya Imam Al-Qurtubi sebagai bahan penelitian

skripsi ini, karena dalam pembahasan Al-Qurtubi lebih lengkap dan penjelasan

15
Abu Abdillah bin Muhammad bin Ahmad Bin Abu bakar Al-Qurtubi, Jāmi‘un Li
Ahkāmil Qurān, (Beirut : Al-Risalah), jilid 19, hal.385-395
8

tentang dampak dari ujaran kebencian sangat banyak disertai dengan refrensi yang

banyak menambah kelengkapan dari tafsir Imam Al-Qurtubi tersebut.

B. Alasan Pemilihan Judul

1. Sebagai bahan pengetahuan penulis agar mengetahui lebih jauh tentang

penafsiran dari Imam Al-Qurtubi dalam tafsirnya yang berjudul Jāmi‘un

Li Ahkāmil Qurān

2. Sebagai bahan pembelajaran dan dakwah penulis, agar kelak bisa

menyampaikan ke masyarakat tentang bahaya dari ujaran kebencian

tersebut

C. Penegasan Istilah

1. Pengertian Analisis dan Dampak

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) analisis adalah

penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dsb) untuk

mengetahui keadaan yg sebenarnya (sebab- musabab, duduk perkaranya, dan

sebagainya).16 Sementara itu dalam Kamus Besar Bahasa Indoensia (KBBI)

dampak adalah pengaruh kuat yang mendatangkan akibat baik positif ataupun

negatif.17

Jadi dalam hal ini, maksud penulis memakai analisis dalam penelitian

adalah untuk menyelidiki suatu peristiwa yang mana dalam hal ini maksudnya

adalah yang terdapat dalam surat Al-hujurat ayat 11, serta penulis analisis

dampak yang terdapat dalam kandungan surat Al-hujurat ayat 11 tersebut

16
Dendy Sugono dan tim, Kamus Bahasa Indonesia, ( Jakarta : Pusat Bahasa
Dapartermen Pendidikan Nasional), tahun 2008 hal.59
17
Ibid, hal.313
9

sehingga dapat dipahami lebih tentang analisis dampak dari surat Al-Hujurat

ayat 11 tersebut.

2. Ujaran kebencian

Menurut wikipedia ujaran kebencian adalah tindakan komunikasi

yang dilakukan oleh suatu individu atau kelompok dalam bentuk provokasi,

hasutan, ataupun hinaan kepada individu atau kelompok yang lain dalam hal

berbagai aspek seperti ras, warna kulit, etnis, gender, cacat, orientasi seksual,

kewarganegaraan, agama, dan lain-lain18

Dalam arti hukum, hate speech adalah perkataan, perilaku, tulisan

ataupun petunjuk yang dilarang karena dapat memicu terjadinya tindak

kekerasan dan sikap prasangka entah dari pihak pelaku pernyataan tersebut

ataupun korban dari tindakan tersebut.19

3. Imam Al Qurtubi dan Tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān

Nama lengkap Al-Qurtubi adalah Al-Imam Abu Abdullah Muhammad

Ibn Ahmad Ibn Abi Bakr bin Farh Al-Ansari Al-Khazraji Al-Andalusi, atau

bisa disebut Abu Abdullah Ibn Ahmad Ibn Abu Bakr Ibn farh Al-Ansari Al-

Khazraji Syams Al-Din Al-Qurtubi, Ia adalah adalah seorang yang zuhud,

wara’ dan bertakwa kepada Allah SWT, dan senantiasa menyibukkan diri

dalam menulis dan beribadah. Dalam Ensiklopedi Agama dan Filsafat

dicantumkan bahwa Al-Qurtubi dilahirkan di Cordoba (spanyol) tahun 486

H/1093 M dan wafat pada bulan syawal tahun 567 H/1172.25 Sedangkan

18
https://id.wikipedia.org/wiki/Ucapan_kebencian diakses pada tanggal 10 Februari 2019
jam 12:00 WIB
19
Erizal Abdullah, Fenomena Ujaran Kebencian(Hate Speech) dan Berita Bohong(Hoax)
Menurut Hukum Islam, Kementrian Agama Kabupaten Kepulauan Anambas, 27 maret 2019
10

Adz-Dzahabi dalam Tafsir wa Mufassirun menyebut tahun wafatnya yakni

pada bulan syawal tahun 671 H.20

Salah satu karya dari Imam Al-Qurtubi dalah tafsir Jāmi‘un Li

Ahkāmil Qurān yang memiliki nama asli Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān Al-

Mubayyin Lima Tadammanah min Al-Sunnah wa Ayil Furqan, kemudian

banyak orang yang menyingkatnya dengan Tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān

atau Tafsir Al-Qurtubi. Dalam tafsir ini, beliau menulis penafsiran-penafsiran

dari banyak ulama, masalah kebahasaan, i’rab, segala macam bacaan,

penolakan terhadap ahli sesat(ahli ilmu kalam), mencantumkan banyak hadits

yang berhubungan dengan ayat yang dibahas serta asbabun nuzulnya, setelah

itu beliau merangkum seluruh maknanya serta menjelaskan sesuatu yang sulit

dipahami dengan pendapat ulama salaf dan khalaf, lalu dilanjutkan dengan

beliau memberikan syarat dalam tafsirnya dengan melekatkan sebuah

pendapat yang mengatakannya dan hadits berasal dari sumbernya. Seandainya

ayat yang dibahas tidak sesuai dengan hukum, maka beliau menjelaskan

tentang berbagai penafsiran dan takwil. Demikianlah Im am Al-Qurtubi

menulis tafsirnya dari awal hingga akhir.21

D. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

a. Bagaimana penafsiran Imam Al-Qurtubi terhadap surat Al-Hujurat

ayat 11 ?

20
Ahmad Zainal Abidin. Epistemologi Tafsir Al-Jāmi’ Li Ahkām Al-Qur’ān Karya Al-
Qurtubi, (jawa timur : IAIN Tulung Agung) . hal. 495-496
21
Sugeng Wanto dan tim, Jurnal Kewahyuan Islam, (Medan : Prodi Ilmu Al-Quran dan
Tafsir fakultas Ushuluddin dan Studi Islam), tahun 2018 Hal.6
11

b. Apa pandangan ulama lain tentang ujaran kebencian yang terdapat

dalam kitab tafsirnya ?

c. Apa yang menyebabkan surat Al-Hujurat ayat 11 ini turun ?

d. Bagaimana pandangan Al-Qurtubi dalam menjelaskan tentang dampak

dari ujaran kebencian yang terdapat dalam surat Al-hujurat ayat 11 ?

e. Apa saja dampak yang ditimbulkan dari dari ujaran kebencian yang

terdapat dalam kitab tafsir karya Imam Al-Qurtubi ?

2. Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dari skrispsi ini adalah :

a. Dalam penulisan ini, penulis memakai kitab Jāmi‘un Li Ahkāmil

Qurān Quran karya Imam Al-Qurtubi sebagai sumber utama dalam

menganalisa dampak ujaran kebencian yang terkandung dalam surat

Al-Hujurat ayat 11.

b. Dalam penulisan ini, maksud dari ujaran kebencian yang terkandung

dalam surat Al-Hujurat ayat 11 adalah tentang menghina yang

ditunjukkan untuk orang-orang yang beriman atau orang orang

muslim.

3. Rumusan masalah

Adapun rumusan masalah dari penulisan skripsi ini adalah

a. Bagaimana pendapat Imam Al-Qurtubi tentang ujaran kebencian yang

dalam hal ini terkandung dalam surat Al-Hujurat ayat 11?


12

b. Apa analisis dampak ujaran kebencian yang terkandung dalam surat

Al-Hujurat ayat 11 kajian tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān karya

Imam Al-Qurtubi ?

E. Tujuan dan Manfaat penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun Tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui pendapat dari imam Al-Qurtubi dalam memandang

ujaran kebencian dalam kitab tafsirnya.

b. Untuk mengetahui dampak dari ujaran kebencian yang terdapat dalam

kitab tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān karya Imam Al-Qurtubi.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

a. Penelitian ini bermanfaat bagi penulis, karena dengan adanya

penelitian ini penulis dapat mengetahui dampak dari ujaran kebencian

yang terdapat dalam surat Al-Hujurat ayat 11 yang kedepannya bisa

memberitahu ke masyarakat tentang bahaya dan dampak yang

ditimbulkan dari ujaran kebencian tersebut

b. Penelitian ini bisa menjadi refrensi atau acuan bagi pihak akademik

yang kelak bisa disosialisasikan ke masyarakat, agar masyarakat

mengetahui tentang bahaya dari ujaran kebencian.

F. Pelitian yang relavan

Dari pengamatan penulis berdasarkan refrensi di berbagai perpustakaan ,

sampai saat ini belum ada yang melakukan penelitian mengenai “Analisa Dampak
13

Ujaran Kebencian Menurut Surat Al-Hujurat Ayat 11 Kajian Tafsir Jāmi‘un Li

Ahkāmil Qurān Karya Imam Al-Qurtubi”. Tetapi, ada beberapa jurnal atau skripsi

terdahulu yang berkaitan dengan materi yang penulis kemukakan seperti:

1. Muhammad Saiful Mujab Mahasiswa fakultas Ushuluddin dan Humaniora

Jurusan Ilmu Al-Quran dan Tafisr Universitas Islam Negeri Wali Songo

dengan judul "Ujaran Kebencian Dalam Perspektif M. Quraish Shihab

(Analisis Qs. Al-Hujurat Ayat 11 Dalam Tafsir Al-Misbah)" tahun 2018 22,

dalam analisisnya dikatakan bahwa ujaran kebencian haruslah dihindari

dan juga harus bijak dalam berbicara dan bermasyarakat serta bertutur kata

agar tidak salah berbicara sehingga menyakiti orang lain karena itu

merupakan kedzaliman.

2. Pahriadi Mahasiswa jurusan Ilmu Al-Quran dan Tafsir Fakultas

Ushuluddin, Filsafat dan Politik Universitas Islam Negeri Alauddin

Makassar dengan judul “Ujaran Kebencian Perspektif Al-Qur’an (Suatu

Kajian Tahlili Terhadap Qs. Al-Zariyat/51 : 52-55)“ tahun 2018 23, dalam

analisisnya pahriadi bahwa hakikat ujaran kebencian menurut surat Adz-

Zariyat ayat 52-55 ialah penghinaan dan pencemaran nama baik yang

dialami oleh nabi Muhammad SAW dan nabi nabi sebelumnya pada saat

menyampaikan dakwah ditengah umatnya dan disana pahriadi juga

menjelaskan dampak yang ditimbulkan menurut surat Adz-Zariyat ayat 52-

55 adalah dipredikat sebagai orang yang melampaui batas.

22
Muhammad Saiful Mujab, Skripsi : Ujaran Kebencian Dalam Perspektif M. Quraish
Shihab (Analisis Qs. Al-Hujurat Ayat 11 Dalam Tafsir Al-Misbah),(Semarang : UIN Wali Songo ,
2018)
23
Pahriadi, Skripsi :Ujaran Kebencian Perspektif Al-Qur’an (Suatu Kajian Tahlili
Terhadap Qs. Al-Zariyat/51 : 52-55), (UIN Alauddin Makassar, 2018)
14

3. Dzatin Nithaqaini mahasiswa jurusan Akhwal Al-Syakhshiyyah fakultas

ilmu agama Islam Universitas Islam Indonesia(UII) Yogyakarta dengan

judul : “Hate Speech (Ujaran Kebencian) Melalui Media Sosial Menurut

Hukum Islam Dan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik”

tahun 201824, dalam analisiya dikatakan bahwa dalam pandangan Islam

menyatakan bahwa ujaran kebencian melalui media sosial merupakan

perbuatan yang tercela karena menghilangkat kemashalatan dan juga

dikenakan sanksi berupa ta’zir yang sesuai dengan undang undang.

Dari ketiga penelitian yang relavan tersebut dapat diambil kesimpulan

bahwa tidak ada yang membahas secara mendalam tentang analisa dampak ujaran

kebencian yang terjadi, dan juga dalam menganalisisnya hanya dibahas sebagia

kecil saja dari dampak ujaran kebencian yang terjadi, sementara dalam penulisan

ini penulis akan mengkaji analisa dampak ujaran kebencian menurut surat Al-

Hujurat lebih dalam dan juga detail menurut kitab tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil

Qurān dimana dalam tafsir ini Al-Qurtubi membahas dampak dari ujaran

kebencian lebih dalam.

G. Metode Penelitian

Metode penelitian dalam pembahasan Skripsi ini meliputi berbagai hal berikut :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis pakai ialah kualitatif yaitu penelitian yang

bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek

24
Dzatin Nithaqaini, Skripsi Hate Speech (Ujaran Kebencian) Melalui Media Sosial
Menurut Hukum Islam Dan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, (UII
Yogyakarta, 2018)
15

penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi , tindakan, dll. secara holistik,

dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu

konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode

alamiah.25

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian ini penulis memakai metode tahlili yang berarti

ialah menafsirkan ayat Al-Quran yang akan di tafsirkan dengan memaparkan

segala aspek yang tergandung di dalam ayat ayat yang ditafsirkan itu serta

menerangkan makna makna yang tercangkup di dalamnya sesuai dengan

keahlian dan kecendrungan mufassir yang menafsirkan ayat ayat tersebut.26

Jadi dalam tulisan ini, penulis akan menjelaskan analisa dampak yang

terdapat dalam tafsir imam Al-Qurtubi lebih tepatnya yang ada dalam surat

Al-Hujurat ayat 11 dimana di dalam tafsirnya tersebut terdapat banyak

penjelasan dan pendapat para ulama ulama yang berhubungan dengan ayat

tersebut serta pendapat dari Imam Al-Qurtubi itu sendiri.

3. Sumber data

Sumber data merupakan sumber dari refrensi penulis, dimana sumber data

itu terbagi 2 yaitu sumber primer dan sumber sekunder, adapaun sumber

primer dan ssumber sekunder penulis adalah :

a. Sumber primer

25
Kuntjojo, Metodologi Penelitian, (Kediri: Universitas Nusantara PGRI), tahun 2009
hal.14-15
26
Muhammad Sofyan, Tafsir Wa Mufassiru, (Medan : Perdana Publishing ), cet.1 tahun
2015 hal 83-84
16

Adapun sumber primer yang penulis gunakan ialah Al-Quran dan

Tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān Karya Imam Al-Qurtubi, karena

keterbatasan sumber maka penulis mengambil Tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil

Qurān dalam bentuk PDF yang penulis download dari

http://www.galerikitabkuning.com

b. Sumber Sekunder

Adapun sumber sekunder/penunjang yang penulis gunakan adalah

buku-buku yang mendukung dalam penulisan skripsi ini seperti : Kamus

Arab-Indonesia, Artikel/Majalah, serta buku buku yang memiliki

kaitannya dengan penulisan skripsi ini, Salah satu buku yang menjadi

sumber penulisan skripsi ini adalah Tafsir wa Mufassirun karya

Muhammad Adz-Zahabi dimana sumber tersebut berformat PDF yang

penulis download http://ngajiquranyuk.blogspot.com

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data ini, penulis memakai teknik pengumpulan secara

dokumentasi, dokumentasi sendiri dalam kamus besar bahasa indonesia adalah

pengumpulan, pemilihan, pengolahan, dan penyimpanan informasi dl bidang

pengetahuan dan juga pengertian lainnya adalah pemberian atau pengumpulan

bukti-bukti dan keterangan-keterangan.27

Sementara dalam penelitian, teknik pengumpulan data secara dokumentasi

adalah yaitu pengumpulan data yang berbetuk sebuah tulisan, gambar, atau

27
Dendy Sugono dan tim, Kamus Bahasa Indonesia, ( Jakarta : Pusat Bahasa
Dapartermen Pendidikan Nasional), tahun 2008 hal. 361
17

karya karya monumental dari seseorang28. Dalam penelitian ini penulis

mengumpulkan data berupa sebuah tafsir yang bernama Tafsir Jāmi‘un Li

Ahkāmil Qurān disertai buku buku yang berhubungan dengan yang penulis

teliti yang sesuai dengan tema yang penulis ambil serta beberapa buku

pedoman dan pendukung dari dokumen utama tersebut seperti kamus bahasa,

hadits, dan buku pendukung/ dokumen lainnya.

5. Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul maka langkah selanjutnya adalah mengadakan

pembahasan dan menganalisanya, dalam menganalisa pembahasan ini penulis

memakai teknik content Analysis, dimana content analysis merupakan

sebuah analisis ilmiah yang mengharuskan identifikasi penuh terhadap contoh-

contoh yang berhubungan dengan materi atau tema yang diangkat oleh

seorang penulis29 Menurut Soerjono Sukanto, Content Analysis adalah sebuah

teknik penelitian untuk membahas infrensi-nfrensi dengan mengidentifikasi

secara sistematik dan objektif karakteristik khusus dalam sebuah teknik.30

Jadi, dalam penelitian ini penulis akan menampilkan ayat yang melarang

ujaran kebencian tersebut yaitu surat Al-Hujurat ayat 11 lalu setelah itu penulis

akan mengidenfikasi analisa dampak yang ditimbulkan dari ujaran kebencian

menurut pendapat Al-Qurtubi serta menurut Tafsir yang ditulis oleh Imam Al-

Qurtubi tersebut dalam kitabnya yang berjudul Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān.

H. Kerangka Pembahasan Skripsi

28
Prof.Dr.Sugiyono,Metode Penelitian Pendidikan,(Bandung : Penerbit Alfabetta), cet 22
hal. 329
Michel Quinn Patton, How to Use Qualitative Methods In Evaluation, diterjemahkan
29

oleh Budi Puspo Priyadi (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009), hal. 259
30
Soejorno Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (jakarta : UI press), cet 3, hal 22
18

Agar tulisan ini lebih mudah dipahamidan dipelajari dibutuhkan susunan

penulisan yang sistematis dan rapi. Oeh karenanya, berikut

merupakansistematika atau kerangka penulisan skripsi yang penulis gunakan.

Bab I : dalam bab ini berisi latar belakang, alasan pemilihan judul,

penegasan istilah, permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, penelitian yang

relavan, metode penelitian dan kerangka pembahasan.

Bab II : dalam bab II skripsi in berisi pengertian ujaran kebencian,

pengertian ujaran kebencian menurut ulama tafsir, batasan ujaran kebencian,

dan dalil larangan melakukan ujaran kebencian, dan teori perubahan sosial

serta kaitannya dengan teori konflik dan ujaran kebencian

Bab III : dalam bab ini berisi tetang Imam Al-Qurtubi baik dari profil

beliau, kondisi sosial, serta karyanya lalu ada juga pembahasan tentang tafsir

Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān yang di dalamnya berisi latar belakang penulisan,

corak tafsir, dan metode penafsiran

Bab IV : dalam bab ini berisi tentang penafsiran Al-Qurtubi dalam

menafsirkan surat Al-Hujurat ayat 11 lalu dilanjutkan dengan analisa dampak

ujaran kebencian yang terdapat dalam surat Al-Hujurat ayat 11 tersebut

Bab V : dalam bab ini berisi tentang kesimpulan dari analisa dampak

ujaran kebencian dan juga saran dalam penulisan skripsi


BAB II

UJARAN KEBENCIAN DAN DALIL-DALIL YANG MELARANGNYA

A. Pengertian Ujaran Kebencian dan Bentuk-Bentuknya

Sebelum Membahas ayat ayat yang melarang melakukan ujaran kebencian,

penulis akan menguraikan pengertian dan bentuk bentuk dari ujaran kebencian itu

dulu, dalam hal ujaran kebencian itu sendiri terdapat berbagai pengertian dan juga

berbagai bentuk.

Hate speech atau ujaran kebencian merupakan definisi untuk tindak

kejahatan yang berkaitan dengan perkataan bermuatan umpatan, penghinaan

terhadap individu atau kelompok atas dasar ras, sex, orientasi seksual, etnis dan

agama. Dimana perbuatan tersebut merupakan bentuk penghinaan yang

menimbulkan suasana permusuhan, intimidasi serta merupakan bagian dari

tindakan pencemaran. Dalam Oxford Dictionary hate speech diartikan sebagai

perkataan yang mengekspresikan kebencian dan intoleransi terhadap kelompok

sosial, biasanya berbasis ras dan seksualitas.31

Willian B. Fisch memberikan definisi, sebagaimana dikutip oleh Yayan M.

Riyani mengatakan bahwa ujaran kebencian didefinisikan sebagai hasutan

kebencian terhadap kelompok atau individu atas dasar ras, sex dan orientasi

seksual, etnis, agama. Menurutnya sangat erat dengan pemaknaan dalam

International Covenant on Civil and Political Rigth pada tahun 1966 artikel

31
Yayan Muhammad Royani, Kajian Hukum Islam Terhadap Ujaran Kebencian/Hate
Speech Dan Batasan Kebebasan Berekspresi, (Semarang : UIN WALI SONGO), hlm. 3

19
20

Nomor 20 ayat 2 tentang larangan negara untuk melakukan advokasi atas

kebencian atas ras dan


21

agama yang merupakan hasutan untuk diskriminasi, dan menimbulkan

permusuhan serta kekerasan.32

Ada juga yang mengartikan hate speech sebagai perkataan, perilaku,

tulisan ataupun petunjuk yang dilarang karena dapat memicu terjadinya tindak

kekerasan dan sikap prasangka entah dari pihak pelaku pernyataan tersebut

ataupun korban dari tindakan tersebut.33

Ujaran kebencian itu sendiri terdapat berbagai bentuk, hal ini terdapat di

dalam surat edaran polri nomor : SE/06/x/2015, bentuk dari ujaran kebencian

menurut surat edaran tersebut adalah :

1. Penghinaan

2. Pencemaran nama baik

3. Penistaan

4. Perbuatan tidak menyenangkan

5. Memprovokasi

6. Menghasut

7. Penyebaran berita bohong34

B. Pengertian Ujaran Kebencian Menurut Ulama tafsir

Dalam menerangkan ujaran kebencian para ulama tafsir memiliki

perbedaana khususnya yang terdapat dalam surat Al-Hujurat ayat 11, namun

32
Ibid, hlm. 4
33
Erizal Abdullah, Fenomena Ujaran Kebencian(Hate Speech) dan Berita Bohong(Hoax)
Menurut Hukum Islam, Kementrian Agama Kabupaten Kepulauan Anambas, 27 maret 2019
34
surat Edaran Polri nomor : SE/06/x/2015 ( di download dari :
http://docplayer.info/29980488-Surat-edaran-nomor-se-06-x-2015-tentang-penanganan-ujaran-
kebencian-hate-speech.html )
22

maksud inti dari ujaran kebencian yang ada dalam surat Al-Hujurat ayat 11 ialah

ejekan, menghina, mengejek, mengolok.

Dalam memandang ujaran kebencian ulama tafsir seperti Imam ibnu Katsir

memandang ujaran kebencian dalam kata (‫س َخ ْر‬


ْ ‫ ) اَل َي‬yang memiliki arti janganlah

menghina, kata tersebut memiliki persamaan dengan perkataan yang lain yang

ُ ‫ ) َغ‬yang memiliki arti


berhubungan dalam tafsirnya tersebut yaitu ( ‫مص‬

merendahkan dan selain kata itu juga ada perkataan yang sedikit mirip yaitu ( ُ‫) َغمط‬

yang artinya meremehkan35, dalam kamus Al-Munawwir dijelaskan bahwa arti

ُ ‫ ) َغ‬adalah meremehkan, memandang remeh/kecil.36


dari kata ( ‫مص‬

Beda halnya dengan Sayid Qutb yang dalam tafsirnya lebih mengkaji ke

arah perkataan (‫س َخ ْر‬


ْ َ‫ ) اَل ي‬yanga artinya jangan mengejek, menghina, mengolok.

Namun sedikit persamaannya dengan Al-Qurtubi ialah dalam tafsrinya itu salah

satu penyebab seseorang menghina itu ialah karena adanya kelebihan sehingga

orang yang merasa lebih itu menghina yang merasa kurang atau rendah darinya

seperti orang yang memiliki anak menghina orang yang mandul atau orang yang

kaya menghina orang yang miskin37.

C. Batasan Ujaran Kebencian

Ujaran kebencian merupakan merupakan perbuatan yang dilarang oleh Al-

Quran dan juga oleh undang-undang yang ada di indonesia, ujaran kebencian itu

sendiri memiliki beberapa batasan yang mana jika melebihi kriteria tersebut, maka

35
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Al-Sheikh, Tafsir Ibnu Katsir,
cet.1, diterjemahkan oleh : M.AbdulGhoffar E.M dan Abu Ihsan Al-Atsari, Jakarta : Pustaka Imam
Syafi’i hlm.485
36
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Lengkap, ( Surabaya
: Pustaka Progressid), hal 1018
37
Sayyid Qutb, Tafsir Fi Zilalil Quran, (diterjemahkan oleh : Drs. As’ad Yasin dan tim,
Jakarta : Gema Insani ), hal 418
23

orang tersebut bisa dikatakan telah melakukan ujaran kebencian , batasan ujaran

kebencian tersebut antara lain :

1. Ucapan tersebut harus mengandung kebencian,menyerang dan berkobar-

kobar yang dimaksudkan untuk menimbulkan dampak tertentu, baik

secara langsung (aktual) maupun tidak langsung (berhenti pada niat)

yaitu menginspirasi orang lain untuk melakukan kekerasan atau

menyakiti orang atau kelompok lain.38

2. Harus ada maksud jahat secara umum (public intent) dari hasutan yang

menimbulkan kekerasan, permusuhan, diskriminasi.39

Jika seseorang sudah memenuhi kriteria di atas, maka orang tersebut

sudah termasuk melakukan perbuatan ujaran kebencian, jika tidak memenuhi

maka orang tersebut tidak termasuk melakukan perbuatan kebencian, contohnya

jika kita mengingatkan seseorang yang mana orang tersebut secara jujur dimana

tidak ada maksud untuk memunculkan permusuhan dan tidak bermaksud jahat,

maka hal itu tidak termasuk ujaran kebencian dan hal itu termasuk dalam

berpendapat.

D. Dalil Larangan melakukan Ujaran kebencian

Seperti yang diketahui dari point A terdapat berbagai bentuk ujaran

kebencian, di dalam Al-Quran itu sendiri Allah SWT telah berfirman kepada

orang-orang yang beriman untuk menjauhi perbuatan tersebut karena perbuatan

38
Lidya Suryani Widayati, Info Singkat : kajian singkat terhadap isu aktual dan strategis
: ujaran kebencian : batasan pengertian dan larangan, hal 3
39
Yayan Muhammad Royani, Kajian Hukum Islam Terhadap Ujaran Kebencian/Hate
Speech Dan Batasan Kebebasan Berekspresi, (Semarang : UIN WALI SONGO), hlm. 10
24

tersebut dilarang oleh Allah SWT dan bisa berdampak buruk dikemudian harinya,

dalam hal ini penulis membagi dalil yang melarang untuk melakukan ujaran

kebencian di antaranya adalah :

1. Dalil larangan melakukan ujaran kebencian dalam Al-Quran

Seperti yang dijelaskan sebelumnya sesuai dengan surat edaran polri

tentang jenis ujaran kebencian, Dalam Al-Quran ada banyak ayat yang

melarang orang-orang yang beriman untuk melakukan ujaran kebencian , dan

juga perbuatan itu sangat dilarang oleh Allah SWT, salah satunya adlah surat

yang penulis teliti yaitu surat Al-Hujurat ayat 11 yang berbunyi

‫وم ِّمن َق ْوٍم َع َسى أَن يَ ُكونُوا َخ ْيراً ِّم ْن ُه ْم َواَل نِ َساء ِّمن نِّ َساء‬ ٌ َ‫آمنُوا اَل يَ ْس َخ ْر ق‬ َ ‫ين‬
ِ َّ
َ ‫يَا أ َُّي َها الذ‬
‫سو ُق‬ ِ ‫اب بِْئ‬ ِ ‫َعسى أَن يَ ُك َّن َخ ْيراً ِّم ْن ُه َّن َواَل َتل ِْم ُزوا أَن ُفس ُك ْم َواَل َتنَ َاب ُزوا بِاأْل َلْ َق‬
ُ ‫س اال ْس ُم الْ ُف‬
َ َ َ
ِ ِ ِ
١١﴿ ‫ك ُه ُم الظَّال ُمو َن‬ َ ‫ب فَأ ُْولَئ‬ ْ ُ‫يمان َو َمن لَّ ْم َيت‬ َ ِ‫﴾ َب ْع َد اإْل‬
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-
olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok)
lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-
wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi
wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang
mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan
janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.
Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman
dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-
orang yang zalim.”40.

Selain ayat di atas ada lagi ayat-ayat dalam Al-Quran yang melarang

seoseorag/ orang mukmin untuk mealkuakn perbuatan ujarna kebencian, di

antaranya adalah .

a. Dalil Al-Quran tentang Larangan Allah SWT kepada orang-orang untuk

mencemarkan nama baik seseorang dan menyebarkan berita bohong

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta : PT.


40

Sinergi Pustaka indonesia), hal 744


25

Pencemaran nama baik itu sendiri sangat banyak, bisa saja

menghina, mengolok-ngolok atau bisa saja menyebarkan berita bohong,

dalam Al-Quran Allah SWT melarang orang-orang melakukan perbuatan

tersebut dalam firmannya yang berbunyi :

‫صبَةٌ ِّمن ُك ْم اَل تَ ْح َسبُوهُ َش ّراً لَّ ُكم بَ ْل ُه َو َخ ْي ٌر لَّ ُك ْم لِ ُك ِّل ْام ِر ٍئ‬
ْ ُ‫ك ع‬ ِ ْ‫إِ َّن الَّ ِذين جا ُؤوا بِاإْلِ ف‬
َ َ
ِ ِ ِ ِ ِ ‫﴾ ِّم ْنهم َّما ا ْكتس‬
١١﴿ ‫يم‬ ٌ ‫اب َعظ‬ ٌ ‫ب م َن اإْلِ ثْ ِم َوالَّذي َت َولَّى ك ْب َرهُ م ْن ُه ْم لَهُ َع َذ‬ َ ََ ُ
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu
adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa
berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi
kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari
dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang
mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita
bohong itu baginya azab yang besar”(QS : An-Nur ayat 11).41

Ayat ini turun sehubungan dengan Aiyah R.A yang dituduh berzina

oleh kaum munafik yang suka berdusta da berbohong, ayat ini sendiri

banyak mengisahkan tentang dampak yang ditumbulkan dari berita

bohong yang disebarkan oleh kaum munafik tersebut akibat dari berita

tersbeut Aisyah R.A di gunjing dan berdampak besar dari berita bohong.

Singkat cerita, ayat ini turun karena adanya berita bohong/ hoax di

zaman Rasulullah SAW yang menyebabkan efek yang mengerikan dan

juga sang pembawa berita bohong akan diazab oleh Allah SWT42, oleh

karena itu, janganlah seseorang menyebarkan berita bohong karena akan

berdampak dan berefek besar kekorbannya nanti.

b. Dalil Al-Quran tentang larangan Allah SWT kepada manusia untuk

melakukan penistaan
41
Ibid , hal 489
42
Ibnu Katsir, Taisiru Al-Aliyyu Qadir Li Ikhtisari Tafsir Ibnu Katsir,(diterjemahkan oleh
Muhammad Nasib Ar-Rifai’ dengan judul terjemahan Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, jakarta), jilid
3 hal 469-470
26

Penistaan disini merupakan perbuatan yang dilarang oleh Allah

SWT, Penistaan itu sendiri menurut kamus besa bahasa indonesia adalah

menghina, mencela, mencemarkan nama baik, mengumpat.43

Dalam Al-Quran Allah SWT berfirman dalam firmannya :

ِ
َ ‫الد ْنيَا َواآْل خ َر ِة َوأ‬
ً‫َع َّد ل َُه ْم َع َذاباً ُّم ِهينا‬ ُّ ‫ين ُي ْؤذُو َن اللَّهَ َو َر ُسولَهُ ل ََعَن ُه ُ(م اللَّهُ فِي‬ ِ َّ
َ ‫إِ َّن الذ‬
ِ ِ َ‫﴾ والَّ ِذين ي ْؤذُو َن الْم ْؤ ِمنِين والْم ْؤ ِمن‬٥٧
﴿ً‫احتَ َملُوا ُب ْهتَاناً َوإِثْما‬ ْ ‫ات بِغَْي ِر َما ا ْكتَ َسبُوا َف َقد‬ ُ ََ ُ َُ َ
٥٨﴿ ً‫﴾ ُّمبِينا‬

Artinya : “(57)Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan


Rasul-Nya. Allah akan mela`natinya di dunia dan di akhirat, dan
menyediakan baginya siksa yang menghinakan.(58)Dan orang-
orang yang menyakiti orang-orang mu'min dan mu'minat tanpa
kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka
telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.”(QS : surat Al-
Ahzab ayat 57-58)”44

Namun perlu diketahui bahwa seorang yang beriman

tidaklah boleh menistakan agama diluar Islam, karena hal tersebut

bisa menyebkan orang dari agama lain tersebut akan membalas

menghina agama Islam juga, hal ini terdapat dalam firman Allah

SWT yang berbunyi :

َ ِ‫سبُّواْ اللّهَ َع ْدواً بِغَْي ِر ِعل ٍْم َك َذل‬


‫ك َز َّينَّا لِ ُك ِّل‬ ِ ِ ِ
ُ َ‫ين يَ ْدعُو َن من ُدون اللّه َفي‬
ِ َّ
َ ‫سبُّواْ الذ‬ ُ َ‫َوالَ ت‬
١٠٨﴿ ‫ٍ﴾أ َُّمة َع َملَ ُه ْم ثُ َّم إِلَى َربِّ ِهم َّم ْر ِجعُ ُه ْ(م َفُينَبُِّئ ُهم بِ َما َكانُواْ َي ْع َملُو َن‬

Artinya : “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang


mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki
Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.
Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik
pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali
43
Dendy Sugono dan tim, Kamus Bahasa Indonesia, ( Jakarta : Pusat Bahasa
Dapartermen Pendidikan Nasional), tahun 2008 hal. 1005
44
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta : PT.
Sinergi Pustaka indonesia , hal 602-603
27

mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang


dahulu mereka kerjakan.”(QS : surat Al-An’am ayat 108)45

Allah SWT melarang Rasulullah dan ahabatnya untuk memaki-

maki sesembahan(tuhan) kaum musyrikin, walau makian itu mengandung

kemashalatan, karena itu akan berimplikasi besar kepada kerusakan

daripada kepada kemashalatan berupa kaum musyrik akan menghina atau

membalas mencaci tuhan kaum muslim yaitu Allah SWT46.

c. Dalil Al-Quran tentang larangan Allah kepada orang-orang untuk

melakukan perbuatan tidak menyenangkan (dzalim)

Perbuatan dzalim diartikan dengan aniaya adalah suatu perbuatan yang

tercela, dimana perbuatan tersebut dapat merugikan orang lain dan juga

dirinya sendiri47. Dalam Al-Quran Allah SWT sangat melarang manusia

untuk melakkan perbuatan yang dzalim, dan orang yang zalim akan

mendapatkan azab, sungguh Allah berfirman :

ِ ‫ك لَهم َع َذ‬ ِ ‫َّاس َو َي ْبغُو َن فِي اأْل َْر‬ ِ ِ َّ


‫يم‬
ٌ ‫اب أَل‬
ٌ ُ َ ِ‫ْح ِّق أ ُْولَئ‬
َ ‫ض بِغَْي ِر ال‬ َ ‫ين يَظْل ُمو َن الن‬
َ ‫يل َعلَى الذ‬
ِ َّ ‫إِنَّما‬
ُ ‫السب‬ َ
٤٢ ﴿)
Artinya :”Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim
kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak.
Mereka itu mendapat azab yang pedih.” 48 ( Surat Asy-Syura ayat
42 )

2. Dalil larangan melakukan ujaran kebencian dalam Hadits Nabi SAW

45
Ibid, hal 190
46
Ibnu Katsir, Taisiru Al-Aliyyu Qadir Li Ikhtisari Tafsir Ibnu Katsir,(diterjemahkan oleh
Muhammad Nasib Ar-Rifai’ dengan judul terjemahan Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, jakarta), jilid
3 hal 264
47
Irfan, Skripsi :Konsep Al-Zulm Dalam Al-Quran, (Makassar : UIN Alauddin , 2011),
hal 16
48
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta : PT.
Sinergi Pustaka indonesia , hal. 699
28

Selain dalam Al-Quran dijelaskan, dalam haditspun juga dijelaskan

tentang larangan untuk seseorang melakukan ujaran kebencian di antaranya

adalah :

a. larangan untuk melakukan provokasi dan menghasut

Sungguh Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW telah melarang orang

orang untuk melakukan perbuatan provokasi karena itu merupakan

perbuatan tercela dan sama seperti menghasut. Menghasut seendiri dalam

kamu besar bahasa indonesia adalah membangkitkan hati orang-orang

supaya marah (melawan,memberontak dan sebagainya). 49 Larangan

menghasut atau memprovokasi itu sendiri sudah diingatkan nabi SAW dan

orang yang menprovokasi dan mengadu domba tidak akan masuk ke

surganya Allah SWT hal ini terdapat dalam hadits yang berbunyi dalam

hadits yang berbunyi :

(ِ (‫َح( دَّ( َث( نَ( ا( أَ(بُ(و( بَ( ْك( ِر( بْ( ُن( أَ(بِ(ي( َش( ْي( بَ( ةَ( َح( دَّ( َث( نَ( ا( أَ(بُ(و( ُم( َع( ا( ِو( يَ(ةَ( َ(و( َ(و( كِ( ي( ٌع( َع( ْن( ا(أْل َ( ْع( َم‬
(‫ش‬
(ٍ‫ظ( لَ(هُ( أَ( ْخ( َ(ب َر( نَ(ا( ا(بْ( ُن( ُم( ْس( ِه( ر‬ ُ (‫ث( ا(ل(ت(َّ ِم( ي( ِم( ُّي( َ(و( ا(ل(ل(َّ ْف‬ (ِ (‫ب( بْ( ُن( ا(لْ( َح( ا( ِر‬ ِ
ُ (‫ح( و( َح( دَّ( َث( نَ( ا( م( ْن( َج( ا‬
(َ‫ث( قَ(ا( َ(ل( ُك( ن(َّا( ُج( لُ(و( ًس( ا( َم( ع‬ (ِ (‫ش( َع( ْن( إِ( ْ(ب( َر( ا( ِه( ي( َم( َع( ْن( َه( مَّ( ا(ِ(م( بْ( ِن( ا(لْ( َح( ا( ِر‬ (ِ (‫َع( ْن( ا(أْل َ( ْع( َم‬
َّ(‫س( إِ( لَ( ْ((ي نَ( ا( فَ( ِق( ي( َل( لِ( ُح( َذ( ْي( َف( ةَ( إِ( ن‬ ِِ ِ
َ (َ‫ُح( َذ( ْي( َف( ةَ( ف( ي( ا(لْ( َم( ْس( (ج( د( فَ( َج( ا( َء( َر( ُج( ٌل( َح( ت(َّى( َج( ل‬
(ُ‫س( ْل( طَ(ا( ِن( أَ( ْش( يَ( ا( َء( َف( َق( ا( َ(ل( ُح( َذ( ْي( َف( ةُ( إِ( َر( ا( َد( َة( أَ( ْن( يُ( ْس( ِم( َع( ه‬
ُّ (‫َه( َذ( ا( َي( ْ(ر( فَ( ُع( إِ( لَ(ى( ا(ل‬
(‫ت‬ٌ (‫ص( ل(َّى( ا(ل(ل(َّهُ( َع( لَ( ْي( ِه( َ(و( َس( ل(َّ َم( َي( ُق( و( ُ(ل( اَل يَ( ْد( ُخ( ُل( ا(لْ( َج( ن(َّةَ( َق( ت(َّا‬ ِ
َ (‫ت( َر( ُس( و( َ(ل( ا(ل(ل(َّه‬ (ُ (‫َس( ِم( ْع‬

Artinya : “Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah
telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dan Waki' dari
al-A'masy. (dalam riwayat lain disebutkan) Dan telah
menceritakan kepada kami Minjab bin al-Harits at-Tamimi dan
lafazh tersebut miliknya, telah mengabarkan kepada kami Ibnu
Mushir dari al-A'masy dari Ibrahim dari Hammam bin al-Harits

Dendy Sugono dan tim, Kamus Bahasa Indonesia, ( Jakarta : Pusat Bahasa
49

Dapartermen Pendidikan Nasional), tahun 2008 hal. 514


29

dia berkata, "Kami pernah duduk-duduk bersama Hudzaifah di


masjid, maka seorang laki-laki datang hingga duduk menghadap
kami. Lalu dikatakan kepada Hudzaifah, 'Sesungguhnya orang ini
mengangkat suatu berita kepada penguasa.' Maka Hudzaifah
berkata dengan maksud agar dia mendengarnya, "Aku mendengar
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak masuk
surga orang yang suka mengadu domba.” 50 [ hadits riwayat
muslim ke 153]

b. larangan nabi SAW untuk menghina dan berbuat zalim

ٍ ‫س َعن أَبِي س ِع‬ ِ ٍ َ‫َح َّد َثنَا َع ْب ُد اللَّ ِه بْ ُن َم ْسلَ َمةَ بْ ِن َق ْعن‬
‫يد‬ َ ْ ٍ ‫ب َح َّد َثنَا َد ُاو ُد َي ْعني ابْ َن َق ْي‬
‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم اَل‬ ِ ُ ‫ال رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ َ َ‫ال ق‬ َ َ‫َم ْولَى َع ِام ِر بْ ِن ُك َريْ ٍز َع ْن أَبِي ُه َر ْي َرةَ ق‬
‫ض‬ٍ ‫ض ُك ْم َعلَى َب ْي ِع َب ْع‬ ُ ‫ضوا َواَل تَ َد َاب ُروا َواَل يَبِ ْع َب ْع‬ ُ َ‫شوا َواَل َتبَاغ‬ ُ ‫اج‬َ َ‫اس ُدوا َواَل َتن‬ َ ‫تَ َح‬
ُ‫َخو ال ُْم ْسلِ ِم اَل يَظْلِ ُمهُ َواَل يَ ْخ ُذلُهُ َواَل يَ ْح ِق ُره‬ ُ ‫اد اللَّ ِه إِ ْخ َوانًا ال ُْم ْسلِ ُم أ‬َ َ‫َو ُكونُوا ِعب‬
َّ ‫ب ْام ِر ٍئ ِم ْن‬
‫الش ِّر أَ ْن يَ ْح ِق َر‬ ِ ‫ات بِ َح ْس‬ ٍ ‫ث م َّر‬ ِ
َ َ ‫ص ْد ِره ثَاَل‬
ِ ُ ‫الت ْقوى َه‬
َ ‫اهنَا َويُش ُير إِلَى‬ َ َّ
‫ضهُ َح َّدثَنِي أَبُو‬ ُ ‫أَ َخاهُ ال ُْم ْسلِ َم ُك ُّل ال ُْم ْسلِ ِم َعلَى ال ُْم ْسلِ ِم َح َر ٌام َد ُمهُ َو َمالُهُ َو ِع ْر‬
ِ
ُ‫ُس َامةَ َو ُه َو ابْ ُن َزيْ ٍد أَنَّه‬
َ ‫ب َع ْن أ‬ ٍ ‫َح َم ُد بْ ُن َع ْم ِرو بْ ِن َس ْر ٍح َح َّد َثنَا ابْ ُن َو ْه‬ ْ ‫الطَّاه ِر أ‬
‫ال‬
َ َ‫ت أَبَا ُه َر ْي َرةَ َي ُقواُل ق‬ ُ ‫ول َس ِم ْع‬ ُ ‫يد َم ْولَى َع ْب ِد اللَّ ِه بْ ِن َع ِام ِر بْ ِن ُك َريْ ٍز َي ُق‬ ٍ ‫س ِمع أَبا س ِع‬
َ َ َ َ
َ ‫ص َو ِم َّما َز‬
‫اد فِ ِيه‬ َ ‫اد َو َن َق‬َ ‫يث َد ُاو َد َو َز‬ ِ ‫ول اللَّ ِه صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه وسلَّم فَ َذ َكر نَ ْحو ح ِد‬
َ َ َ َ ََ َ ُ ‫َر ُس‬
‫َك ْن َي ْنظُُر إِلَى ُقلُوبِ ُك ْم َوأَ َش َار‬ ِ ‫اد ُكم واَل إِلَى صو ِر ُكم ول‬ ِ ‫إِ َّن اللَّهَ اَل ي ْنظُر إِلَى أ‬
َ ْ َُ َ ْ ‫َج َس‬ ْ ُ َ
‫ص ْد ِر ِه‬ ِ ِ ‫بِأ‬
َ ‫َصابِعه إِلَى‬ َ
Artinya :“Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Maslamah
bin Qa'nab; Telah menceritakan kepada kami Dawud yaitu
Ibnu Qais dari Abu Sa'id budak 'Amir bin Kuraiz dari Abu
Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: 'Janganlah kalian saling mendengki, saling
memfitnah, saling membenci, dan saling memusuhi. Janganlah
ada seseorang di antara kalian yang berjual beli sesuatu yang
masih dalam penawaran muslim lainnya dan jadilah kalian
hamba-hamba Allah yang saling bersaudara. Muslim yang
satu dengan muslim yang lainnya adalah bersaudara tidak
boleh menyakiti, merendahkan, ataupun menghina. Takwa itu
ada di sini (Rasulullah menunjuk dadanya), Beliau
50
Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Naisaburi, Shahih Muslim, hal 86 ( didownload
dari https://ibnumajjah.wordpress.com/2014/01/01/shahih-muslim-pdf/ )
30

mengucapkannya sebanyak tiga kali. Seseorang telah


dianggap berbuat jahat apabila ia menghina saudaranya
sesama muslim. Muslim yang satu dengan yang Iainnya haram
darahnya. hartanya, dan kehormatannya." Telah
menceritakan kepadaku Abu At Thahir Ahmad bin Amru bin
Sarh Telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahab dari
Usamah yaitu Ibnu Zaid Bahwa dia mendengar Abu Sa'id
-budak- dari Abdullah bin Amir bin Kuraiz berkata; aku
mendengar Abu Hurairah berkata; Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: -kemudian perawi menyebutkan
Hadits yang serupa dengan Hadits Daud, dengan sedikit
penambahan dan pengurangan. Di antara tambahannya
adalah; "Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuh dan
rupa kalian, akan tetapi Allah melihat kepada hati kalian.
(seraya mengisyaratkan telunjuknya ke dada beliau)”.51
[ hadits riwayat muslim ke 4650]

E. Teori Perubahan Sosial dalam Kaitannya Antara Teori Konflik dan Ujaran

kebencian

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menghubungkan penulisan penulis

dengan sebuah teori yang dinamakan teori perubahan sosial, karena dalam kasus

ujaran kebencian ini, menurut penulis memiliki hubungan dengan perubahan

tingkah laku masyarakat dalam bersosial dan juga dalam berinteraksi dengan

masyarakat yang ada di sekitarnya.

Secara etimologi, perubahan sosial berarti perubahan pada berbagai

lembaga kemasyarakatan, yang mempengaruhi sistem sosial masyarakat, termasuk

di dalamnya nilai-nilai, sikap, pola, perilaku di antara kelompok dalam

masyarakat52, dalam sumber lain dikatakan bahwa perubahan sosial adalah

perubahan yang terjadi karena adanya ketidaksesuaian di antara unsur-unsur sosial

51
Ibid, hal 2488
52
Sri Suntari, Modul Perkempangan Keprofesian Lanjutan : Sosiologi SMA, ( Jakarta :
direktorat jendral guru dan tenaga kependidikan), tahun 2017 hal. 4
31

yang berbeda di dalam kehidupan masyarakat, sehingga menghasilkan pola

kehidupan yang baru ( berbeda dengan pola kehidupan sebelumnya)53.

Sementara itu menurut Mac Iver perubahan sosial adalah perubahan-

perubahan yang terjadi dalam hubungan (social relation) atau perubahan terhadap

keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial54.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengertian perubahan sosial

adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat yang mencakup

peubahan dalam aspek-aspek struktur dari suatu masyarakat, ataupun karena

terjadinya perubahan dari faktor lingkungan, karena berubahnya komposisi

penduduk, keadaan geografis, serta berubahnya sistem hubungan sosial, maupun

perubahan pada lembaga kemasyarakatan55,

Perubahan sosial yang terjadi di lingkungan masyarakat itu sendiri terdiri

dari berbagai teori antara lain:

1. Teori perubahan sosial evolusi : Teori Evolusi menjelaskan bahwa

perubahan sosial memiliki arah tetap dan dialami setiap masyarakat. Arah

tetap yang dimaksud adalah perubahan sosial akan terjadi bertahap, mulai

dari awal sampai perubahan terakhir56

2. Teori perubahan sosial konflik : Teori ini menjelaskan bahwa Perubahan

Sosial dapat terbentuk dari konflik. Konflik ini berasal dari pertentangan
53
Nur Djazihah,Modul Pembelajaran Sosialogi : teori Perubahan Sosial di Masyarakat,(
Yogyakarta : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada masyarakat Universitats negeri
Yogyakarta), tahun 2012 hal 4
54
Vina Dwi Laning,Sosiologi Kelas XII Untuk SMA/MA,( Jakarta : departemen
pendidikan nasional) tahun 2009, hal.4
55
Sri Rahayu Rahmah Nasir, Skripsi : Perubahan Sosial Masyarakat Lokal Akibat
Perkembangan Wisata Dusun Wakka kab.Pinrang, ( Makassar : Universitas Hasanuddin, 2017 ),
hal 13
56
Sri Suntari, Modul Perkempangan Keprofesian Lanjutan : Sosiologi SMA, ( Jakarta :
direktorat jendral guru dan tenaga kependidikan), tahun 2017 hal.81
32

kelas antara kelompok penguasa dengan kelompok masyarakat yang

tertindas sehingga melahirkan sebuah perubahan sosial yang dapat

mengubah sistem sosial tersebut57.

3. Teori perubahan sosial fungsionalis : Teori Fungsionalis menjelaskan

bahwa, Perubahan Sosial merupakan suatu yang konstan dan tidak

memerlukan penjelasan. Oleh karena itu perubahan sosial bisa saja

mengacaukan suatu keseimbangan dalam masyarakat.58

4. Teori perubahan sosial siklus : Teori siklus menjelaskan bahwa, Perubahan

sosial terjadi secara bertahap (sama seperti teori evolusi), namun perubahan

tidak akan berhenti pada tahapan “terakhir” yang sempurna, namun akan

berputar kembali ke awal untuk peralihan ke tahapan selanjutnya.59

Seperti yang di lihat pada point atas, menurut penulis pada teori perubahan

sosial konflik memiliki hubungannya dengan ujaran kebencian karena salah satu

yang menyebabkan konflik itu terjadi karena adanya pertentangan atau perbedaan

pendapat antara suku, ras, dan bangsa sehingga terbentuklah perubahan sosial

karena konflik tersebut.

57
Ibid, hal 82
58
Ibid, hal 90
59
Ibid, hal 90
BAB III

IMAM AL-QURTUBI DAN TAFSIR JĀMI‘UN LI AHKĀMIL QURĀN

A. Imam Al-Qurtubi

1. Profil Intelektual

Nama lengkap Al-Qurtubi adalah Al-Imam Abi Abdillah Muhammad

bin Ahmad bin Abi Bakr bin Farh Al-Ansari Al-Khazraji Al-Andalusi Al-

Qurtubi, atau bisa disebut Al-Qurtubi. Ia adalah adalah seorang yang zuhud,

wara’ dan bertakwa kepada Allah SWT, dan senantiasa menyibukkan diri

dalam menulis dan beribadah. Dalam Ensiklopedi Agama dan Filsafat

dicantumkan bahwa Al-Qurtubi dilahirkan di Cordoba (Spanyol) tahun 486

H/1093 M dan wafat pada bulan Syawal tahun 567 H/1172.25 Sedangkan Adz-

Dzahabi dalam Tafsir wa al-Mufassirūn menyebut tahun wafatnya yakni pada

bulan Syawal tahun 671 H.60

Al-Qurtubi hidup pada masa Al-Muwahidin (514-668 H), dinasti

yang berpusat di Afrika Utara. Cordova pada masa itu mengalami masa

kemajuan ilmu pengatahuan. Selain memiliki banyak buku-buku dan karya-

karya tulis, pendiri dan penguasa daulah Al-Muwahidin memberikan dorongan

kepada rakyatnya untuk memperoleh ilmu pengetahuan seluas-seluasnya.

Muwahidin memberikan semangat dan dorongan kepada para ulama untuk

terus berkarya dan meramaikan bursa ilmu pengetahuan.

60
Ahmad Zainal Abidin. Epistemologi Tafsir Al-Jāmi’ Li Ahkām Al-Qur’ān Karya Al-
Qurtubi, (jawa timur : IAIN Tulung Agung) . hal. 495

33
34

Semua itu berpengaruh besar tehadap pembentukan karakter keilmuan

dalam Imam Al-Qurtubi . Karena kecintaannya pada ilmu, pada fase

selanjutnya Al-Qurtubi pindah ke bagian selatan Mesir pada masa pemerintahan

Al-Ayyubiyyin. Di Mesir ini, Al-Qurtubi meninggal dunia pada malam Senin,

tepatnya pada tanggal 9 Syawal tahun 671 H. Makamnya terletak di Maniyah,

timur sungai Nil, dan sering diziarahi oleh banyak orang sebagai wujud

penghormatan.61 Dalam perjalanan menuntut ilmu Imam Al-Qurtubi merupakan

orang yang haus akan ilmu, beliau memiliki beberapa guru yang mumpuni di

dalam bidangnya, di kota Qurthubah berliau berguru kepada Abu Ja’far Ahmad

bin Rabi’ Bin Abdurrahman Bin Ahmad Bin Rabi’. Abu Ja’far merupakan

seorang ulama ahli bahasa Arab dan Ulumul Quran. Beliau dikenal dengan guru

yang produktif sehingga memiliki banyak karangan, salah satunya kitab

Mukhtasar ala shahihain. Sedangkan guru kedua beliau dikenal sebagai seorang

hakim dan shalih dan adil. Beliau seorang ulama ahli dibidang ilmu hadits.

Ketika kota Qurthubah jatuh ke pemerintahan Kristen, beliau pindah ke

Iskandariah (Mesir), kemudian beliau berguru kepada Abu Muhammad Abdul

Wahab bin Rawaj. Beliau seorang ulama di bidang hadits dan meninggal dunia

pada 18 Dzulqa’dah 648 H.62

Selain 3 guru di atas beliau juga memiliki guru guru lainnya tempat antara lain :

Andalusia :

b. Abu Ja’far Ahmad bin Rabi’ Bin Abdurrahman Bin Ahmad Bin Rabi’

61
Ibid, Hal 496
62
Sugeng Wanto dan tim, Jurnal Kewahyuan Islam, (Medan : Prodi Ilmu Al-Quran dan
Tafsir fakultas Ushuluddin dan Studi Islam UIN Sumatera Utara), hal.5
35

c. Abu Sulaiman Rabi’ bin Abdul Rahman bin Ahmad Al-Asy’ari Al-

Qurtubi.

d. Abu Amir Yahya bin Abdul Rahman bin Ahmad al-Asy’ari Al-

Qurtubi

e. Abu Hasan Ali bin Abdullah ibn Muhammad bin Yusuf Al-Ansari Al-

Qurtubi Al-Maliki, atau yang dikenal dengan Ibn Qutral.

f. Abu Muhammad Abdullah bin Sulaiman bin Daud Al-Ansari Al-

Andalusi

Mesir :

a. Abu Abbas Diya’ Al-Din Ahmad bin Umar Ibrahim bin Umar Al-

Ansari Al-Qurtubi Al-Maliki Al-Faqih

b. Abu Muhammad Rasyid Al-Dīn Abdul Wahab bin Dafīr Al-Maliki

c. Abu Muhammad Abdul Muati bin Mahmud bin Abdul Muati bin

Abdul Khaliq al-Khami Al-Iskandari Al-Maliki Al-Faqih Al-Zahid

d. Abu Ali Hasan bin Muhammad bin Muhammad Al-Bakri Al-Quraisy

Al-Naisaburi Al-Dimasqi

e. Abu Hasan bin ‘Ali bin Hibahllah bin Salamah Al-Misri Al-Syāfi’i63

2. Kondisi sosial, politik, dan budaya zaman Al-Qurtubi

Al-Qurthubi hidup ketika waktu itu wilayah Spanyol berada di bawah

pengaruh kekuasaan dinasti Muwahhidun yang berpusat di Afrika Barat dan Bani

Ahmar di Granada (1232-1492 M) yaitu sekitar abad ke-7 Hijriyah atau 13

Masehi. Beliau hidup di Cordoba pada abad-abad akhir kemajuan gemilang umat

63
Ahmad Zainal Abidin. Epistemologi Tafsir Al-Jāmi’ Li Ahkām Al-Qur’ān Karya Al-
Qurtubi, (jawa timur : IAIN Tulung Agung) . hal. 497
36

Islam di Eropa disaat Barat masih tenggelam dalam kegelapan. Cordoba yang

sekarang yaitu kota Kurdu yang terletak di lembah sungai besar dan lambat laun

kota itu menjadi kota kecil. Sedikit demi sedikit pecahan kota yang didiami

muslim sekitar 86 kota semakin berkurang, berapa jumlah harta simpanan desa

yang tidak terlindungi, alias hilang. Sedikitnya di Cordoba terdapat 200 ribu

rumah, 600 Masjid, 50 rumah sakit, 80 sekolah umum yang besar, 900

pemandian. Jumlah buku sekitar 600 ribu kitab lebih, yang kemudian dikuasai

oleh Nasrani pada tahun 1236 M. Bangsa Arab menguasai Cordoba pada tahun

711 M, hingga mencapai masa puncaknya pada periode Bani Umayyah tahun 856

H/1031 yang mengangkat dan memajukan negara-negara Eropa. Cordoba jatuh

setelah daulah umuwiyah kalah dan tunduk pada tahun 1087 M yang kemudian

dikuasai oleh kerajaan Qosytalah Fardinand yang ketiga tahun 1236 M.64.

3. Karya Imam Al-Qurtubi

Selain kitab tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān, beliau juga memiliki karya

lain yang cukup banyak, antara lain :

a. Al-Asna fi Syarh Asma’ Allah al-Husna wa Sifatihi

b. Al-Tadzkirah fi Ahwali al-Mauta wa Umur al-Akhirah

c. Al-Tidzkar fi Afdhali al-Adzkar

d. Al-Asma fi Syarhi Asmai al-Husna

e. Al-I’lam bima fi Din al-Nashara min al-Auham.

f. Qam’u al-Harshi bi al-Zuhdi wa al-Qona’ah.

g. Risalat fi al-Qabi al-Hadith


64
Alim Rois, Skripsi : Ahsanul Qososi Dalam Al-Qur’an (Studi Analisis Penafsiran Al-
Qurtubi Terhadap Surah Yusuf Ayat 3 Dalam Tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān), (STAIN
KUDUS Jawa Tengah) ,hal. 46-47
37

h. Kitab al-Aqdhiyyah

i. Al-Misbah Baina al-Af’al wa al-Shohah

j. Syarh al-Taqsiy

k. Walahu Arjuzatun Jumi’a fiha Asma’ al-Nabi s.a.w65.

B. Tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān

1. Latar Belakang Penulisan Tafsir

Salah satu karya besar Al-Qurtubi dalam bidang tafsir adalah kitab

tafsir yang ia namai dalam Muqaddimahnya yaitu Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān

wa Mubayyin lima Tadammanah min al-Sunnah wa Ay al-Furqan Kitab ini

masyhur sering disebut dengan tafsir al-Qurtubi, hal ini dapat dimaklumi

karena tafsir ini adalah karya seorang yang mempunyai nisbah nama al-Qurtubi

dan pada halaman sampul kitabnya sendiri tertulis judul tafsir al-Qurtubi

Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān.

Kitab Tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān itu sendiri terdiri dari 24 jilid

yang rata rata memiliki jumlah halaman kurang lebih 346-550 halaman setiap

jilidnya, kitab tersebut diterbitkan di Libanon dengan penerbit Al-Risalah,

kitab ini sendiri dicetak pada tahun 2006.

Latar belakang mengapa Al-Qurtubi menyusun kitab tafsir ini, telah

dijelaskan pada bagian pendahuluan kitab tafsirnya, ia berkata:

ِ ِ ُ‫َفلَ َّما َكان كِتاب اهلل هو ال َك ِفيل بِج ِمي ِع عل‬


‫السن َِّة َو‬ َ ‫ اَلَّ ِذي ا‬، ‫رع‬
ُّ ِ‫ست َق َّل ب‬ ِ ‫وم ال َش‬ ُ َ َ َُ ُ َ َ
، ‫َيت أَن أَشتَ ِغ َل بِ ِه َم َدى عُ ُم ِري‬ ِ ِ ِ ِِ
ِ ‫ين األ‬
ُ ‫ َرأ‬، ‫َرض‬ ُ ‫الس َماء إِلَى أَم‬
َ ‫ين‬ ِ ‫ال َف‬
ُ ‫ َو َن َز َل به أَم‬، ‫رض‬

65
Mohd Farhan Bin Md Ariffin, Kajian Bibliografi Tafsir, (Kuala Lumpur : Universitas
Malaya), hal.4
38

، ‫ات‬ ِ َ‫فسي ِر و اللُغ‬ ِ َ‫ض َّمن نُ َكتًا ِمن الت‬ ِ ِ ِ ِ ‫ بِأَن أَكت‬، ‫غ فِ ِيه منَّتِي‬ ِ
َ َ َ َ َ‫ َيت‬، ‫ب فيه تَعلي ًقا َو ج ًيزا‬ َُ ُ َ ‫َوأَستَفر‬
‫اه َدةً لِ َما‬
ِ ‫يث َكثِيرةً َش‬
َ ً ‫َحاد‬
ِ ‫ وأ‬، ‫ت‬
َ َ
ِ ‫ضاَل اَل‬
َ ‫الزي ِغ َوال‬َّ ‫َهل‬ِ ‫الر َّد َعلَى أ‬ ِ ‫القر‬
َ ‫ َو‬، ‫اءات‬
ِ ِ ‫وا ِإلعر‬
َ َ ‫اب َو‬ َ َ
ِ ‫ بِأَقَا ِو‬، ‫ َو ُمبَينًا أَش َك َل ِم َنها‬، ‫ين َم َعانِ َيها‬
‫يل‬ ِ ٍ ٍ ِ ِ
َ َ‫ َجام ًعا ب‬، ‫نَذك ُرهُ م َن األَح َك ِام َو ُن ُزول آلياَت‬
‫ف‬ِ َ‫ و َمن تَبِ َع ُهم ِمن ال َخل‬، ‫لف‬
ِ ‫الس‬
َ َ
“Kitab Allah merupakan kitab yang mengandung seluruh ulum al-
Syara’ yang berbicara tentang masalah hukum dan kewajiban, Allah
menurunkannya kepada aamiin al-ardh (Muhammad), aku pikir harus
menggunakan hidupku dan mencurahkan karunia ini untuk menyibukan diri
dengan al-Quran dengan cara menulis penjelasan yang ringkas yang memuat
intisari-intisari tafsir, bahasa, ‘irab, qira’at, menolak penyimpangan dan
kesesatan, menyebutkan hadis-hadis nabi dan sebab turun ayat sebagai
keterangan dalam menjelaskan hukum-hukum al-Quran, mengumpulkan
penjelasan makna-maknanya, sebagai penjelasan ayat-ayat yang samar
dengan menyertakan qaul-qaul ulama salaf dan khalaf......”66

Kitab ini diawali dengan mukaddimah yang cukup panjang yang berisi

tentang berbagai hal penting berkaitan dengan tafsir dan Ulumul Qur’an seperti

pembahasan tentang keutamaan menafsirkan al-Qur’an, cara memahami

kitabullah, i’rab Al-Qur’an, kodifikasi dan kritik terhadap mushaf uthmani dan

diakhiri dengan pembahasan tentang isti’adhah dan basmalah.

Al-Qurtubi biasanya mengkaji sebuah ayat dan menyuguhkan beberapa

persoalan yang berkembang dalam ayat tersebut yang disebutnya sebagai

mas’alah dalam berbagai aspek. Al-Qurtubi concern terhadap berbagai

persoalan linguistik kajian atas isytiqaq (asal usul kata), nahw, i’rab, i’lal,

semantik (makna) dan penggunaan puisi Jahiliyyah sebagai basis pemaknaan

kata (syawahid asy-syi’riyyah), di samping menyebut informasi tentang qira’at

serta berbagai riwayat baik dari nabi, sahabat, tabi’in melalui kajian komparatif

66
Abu Abdillah bin Muhammad bin Ahmad Bin Abu bakar Al-Qurtubi, Jāmi‘un Li
Ahkāmil Qurān, (Beirut : Al-Risalah) Jilid 1, hlm. 7.
39

serta melakukan seleksi sebagai dalil yang digunakan sebagai basis

argumentasi.

Banyak menggunakan hadis sebagai landasan dalam perbincangan

persoalan fiqh dan informasi tentang turunnya ayat. Seluruh kutipan Al-

Qurtubi baik berkaitan dengan hadis maupun pandangan perorangan

ditampilkan dengan menyebut data sumber pengambilan. Penyebutan sumber

referensi secara lengkap yang ditunjukkan oleh Al-Qurtubi ini dilatarbelakangi

banyaknya hadis-hadis fiqh dalam berbagai tafsir yang muncul tanpa identitas

periwayat. Padahal bagi Al-Qurtubi, kelengkapan informasi tentang hadis-

hadis hukum ini merupakan keniscayaan yang dituntut dalam deduksi hukum

serta memberikan informasi yang sangat diperlukan bagi pengkaji hadis untuk

mengidentifikasi keterandalan riwayat terlebih bagi kalangan awam agar tidak

menimbulkan kebingungan dan kesalah pahaman.

Ketika membahas sebuah ayat hukum, Al-Qurtubi menginventaris

seluruh permasalahan hukum yang mungkin muncul dan membaginya dalam

beberapa permasalahan secara lengkap dan melakukan kajian dari berbagai

sudut baik latar belakang (sabab nuzul), tafsir, qira’at, garib serta hukum.

Perhatiannya yang begitu besar terhadap penafsiran ayat-ayat hukum dalam

tradisi pemikiran fiqh maliki termasuk upaya melancarkan kritik terhadap

pemikiran fiqh mazhab lain. Meski begitu Al-Qurthubi tampak masih terlihat

netral dalam mengkaji pandangan fiqh Maliki, karena ditemukan beberapa

pemikiran fiqh-nya yang relatif mandiri, misalnya ketika membahas

permasalahan yang muncul dalam penafsiran QS. al-Baqarah: 187, ia


40

menyalahi pandangan mazhab Maliki dalam persoalan tentang batalnya puasa

serta kewajiban qadha’ bagi orang yang berpuasa dan berbuka karena lupa dan

memilih menggunakan pandangan mazhab lain berdasarkan kajian atas hadis

yang ada.

Sengaja menjauhi informasi israiliyyat dalam tafsir terbukti dengan

imunitas tafsir ini dari riwayat israiliyyat dalam beberapa kisah dalam al-

Qur’an seperti kisah Nabi Harut dan Marut, Dawud dan Sulaiman serta kisah

Gharaniq. Tafsir ini selain cukup populer sebagai ensiklopedi dan model bagi

kitab tafsir yang bercorak fiqhi, juga cukup berpengaruh pada beberapa kitab

non fiqhi yang banyak menyitir pandangan Al-Qurtubi67

2. Corak Tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān

Para Pengkaji tafsir memasukkan tafsir karya Al-Qurtubī ke dalam

tafsir yang mempunyai corak fiqhi, sehingga sering disebut sebagai tafsir

ahkām, karena dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, ia banyak

mengaitkannya dengan persoalan hukum.Dalam penafsirannya, Al-Qurtubi

sangat detil dalam urusan hukum. Ia tidak meninggalkan untuk membahas ayat

lain selain ayat-ayat hukum. Al-Qurtubi juga sering memunculkan diskusi-

diskusi klasik mengenai persoalan fiqih. Hal ini yang membedakan corak tafsir

Al-Qurtubi dengan tafsir-tafsir lain68.

Al-Qurthubi memang terkenal beraliran fikih Al-Maliki, namun kalau

melihat tafsirnya, sifat fanatisme terhadap fikih Maliki sama sekali tidak

67
Ainaul Mardhiyah, Melacak Penafsiran Kontemporer Di Belahan Barat Dunia Islam,
(Jawa Tengah : SMK As-Salamah), Hal.246-248
68
Ahmad Zainal Abid,Epistimologi Tafsir Jam Li Ahkami Quran Karya Al-Qurtubi,(jawa
Timur : IAIN Tulung Agung), hal.512
41

ditemui, bahkan sebenarnya ketika memaparkan atau menjelaskan hukum itu

banyak menyertakan dalil-dalil, analisis bahasa pun sering menjadi point

penting pembahasan ayat tersebut. Sehingga apa yang ditemukan berdasar dari

dalil-dalil itulah yang menurutnya benar. Sebagai contoh ketika menafsirkan

ayat 187 surat al-Baqarah. Di dalam tafsirnya disebutkan 12 masalah yang

dikandung ayat ini, di antaranya adalah mengenai perselisihan ulama tentang

hukum orang yang makan pada siang hari di bulan ramadhan karena lupa, ia

menyebutkan bahwa menurut Malik orang tersebut telah iftar maka ada

kewajiban qada meski hukum qada itu tidak diridoi. Ulama selain Malik

berpendapat bahwa orang yang lupa tidak berarti sudah iftar maka ia tetap

harus melanjutkan puasanya, inilah yang benar kata Al-Qurtubi seperti yang

telah dikatakan oleh jumhur bahwa jika seseorang makan atau minum karena

lupa maka tidak ada qada bahkan puasanya sempurna.69

3. Metode Penafsiran

Secara keseluruhan Al-Qurtubi memakai metode Tahlili, hal ini dapat

diketahui dari tafsir beliau dalam hal ini penafsiran dalam kitab Jāmi‘un Li

Ahkāmil Qurān sangatlah detail serta beliau menjelaskan masing masing ayat

secara jelas, panjang lebar dan mendalam, dan dalam hal ini langkah-langkah

beliau menafsirkan ayat ayat Al-Quran dalam kitabnya sebagai berikut :

a. Memberikan kupasan dari segi bahasa

b. Menyebutkan ayat-ayat lain yang berkaitan dan hadits-hadits dengan

menyebutnya sebagai dalil

69
M Adz-zahabi, Tafsir Wa Mufassirun, (Kairo : maktabah wahbah), jilid 2, hal. 339-340
42

c. Menolak pendapat yang tidak sesuai dengan pemahamannya

d. Mengutip pendapat ulama sebagai alat untuk menjelaskan permasalahan

yang berkaitan dengan pokok bahasan

e. Mendiskusikan pendapat ulama dengan argumentasi masing- masing,

setelah itu melakukan perbandingan dan mengunggulkan serta

mengambil pendapat yang diangap paling benar70

Dalam tulisan ini penulis akan menjelaskan dan memberikan sedikit

contoh dari penafsiran Imam Al-Qurtubi, dimana penulis sengaja

menjelaskan secara singkat karena di BAB IV nanti ada penafsiran dari

Al-Qurtubi juga, dalam contoh penafsiran ini penulis memakai surat An-

Nisa ayat 29 yang berbunyi :

ِ ‫يا أ َُّيها الَّ ِذين آمنُواْ الَ تَأْ ُكلُواْ أَموالَ ُكم بينَ ُكم بِالْب‬
ٍ ‫اط ِل إِالَّ أَن تَ ُكو َن تِ َج َارةً َعن َت َر‬
‫اض‬ َ ْ َْ ْ َ ْ َ َ َ َ
٢٩﴿ ً‫﴾ ِّمن ُك ْم َوالَ َت ْقُتلُواْ أَن ُف َس ُك ْم إِ َّن اللّهَ َكا َن بِ ُك ْم َر ِحيما‬
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-
suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu;
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”71

Tepat di bawah ayat ini, Al-Qurthubi memulai tafsirnya dengan

menulis: “Di dalam ayat ini terdapat sembilan masalah.” Kemudian ia

memulai membahas masalah-masalah tersebut satu persatu.

Masalah pertama adalah tentang makna kata “bi al-bathil”. Ia

menerangkan makna “bi al-bathil” adalah “bi ghoir al-haq” (dengan jalan

yang tidak haq). Kemudian ia memberikan contoh, memakan harta dengan


70
Ahmad Zainal Abidin. Epistemologi Tafsir Al-Jāmi’ Li Ahkām Al-Qur’ān Karya Al-
Qurtubi, (jawa timur : IAIN Tulung Agung) . hal. 498-499
71
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta : PT.
Sinergi Pustaka indonesia , hal 107
43

jalan batil adalah di antaranya dengan akad al-‘urban. Kemudian ia

menerangkan apa yang dimaksud dengan akad al-‘urban dan kontradiksi

pendapat ulama’ tentangnya. Secara ringkas, pembahasan tentang akad al-

urban di dalam tafsir Al-Qurthubi adalah sebagai berikut:

Akad al-urban adalah transaksi jual-beli atau sewa-menyewa

dengan memakai uang muka, dengan ketentuan apabila calon pembeli atau

penyewa jadi melakukan transaksi maka uang muka tersebut adalah

termasuk harga barang yang telah dibayarkan di muka. Dan apabila calon

pembeli atau penyewa membatalkan transaksi maka uang tersebut hangus

dan tidak bisa diambil kembali. Akad al-urban seperti ini tidak boleh

menurut sebagian besar fuqoha’ kota Hijaz dan Iraq; karena mirip dengan

perjudian, penipuan dan bersifat tidak pasti. Hal itu termasuk memakan

harta dengan jalan yang batil karena tidak adanya imbalan dari pihak

penjual kepada pihak pembeli dan tidak ada akad hibah dari pembeli ke

penjual. Akad al-urban hukumnya mafsukh (batal), dan barang yang telah

dibeli atau disewa harus segera dikembalikan bila keadaanya masih utuh,

jika telah rusak maka harus diganti rugi dengan harga sewaktu serah-

terima barang72.

Demikianlah sedikit pembahasan dari metode penafsiran dari

Imam Al-Qurtubi dan juga profil dari Imam Al-Qurtubi, untuk penulisan

tafsirnya penulis akan tulis penafsirannya di bab selanjutnya, dimana

72
http://jeelsalamah.org/contoh-penafsiran-al-qurthubi/ diakses pada tanggal 18 juli 2019
pukul 19: 51
44

isinya adalah pembahasan dari judul yang penulis pakai dalam penulisan

skripsi ini.
BAB IV

ANALISIS DAMPAK UJARAN KEBENCIAN

A. Penafsiran Al-Qurtubi dalam Surat Al-Hujurat ayat 11

Al-Hujurat merupakan surat yang diturunkan di di madinah, dalam kitab

tafsir Imam Al-Qurtubi Surat Al-Hujurat itu sendiri terletak di jilid 19 yang

dimulai dari halaman 352 sampai halaman 423. Sementara pembahasan surat Al-

Hujurat ayat 11 itu tersebut dimulai dari halaman 385 sampai dengan halaman

395.

Dalam pembahasan ini, penulis akan membahas penafsiran Imam Al-

Qurtubi tentang surat Al-hujurat ayat 11 yang awal isinya dimulai dengan

menyebutkan suratnya secara jelas baru Imam Al-Qurtubi menjelaskan perkata

dari surat tersebut dan penafsirat Al-Qurubi dalam surat Al-Hujurat ayat 11

tersebut berisi :

‫وم ِّمن َق ْوٍم َع َسى أَن يَ ُكونُوا َخ ْيراً ِّم ْن ُه ْم َواَل نِ َساء‬
ٌ َ‫آمنُوا اَل يَ ْس َخ ْر ق‬ َ ‫ين‬
ِ َّ
َ ‫يَا أ َُّي َها الذ‬
‫ِّمن نِّ َساء َع َسى أَن يَ ُك َّن َخ ْيراً ِّم ْن ُه َّن‬
“Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok
kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari
mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok)
wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan)
lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok)”

Dalam pembahasan ayat tersebut Imam Al-Qurtubi membaginya menjadi

4 masalah yaitu :

1. Yang pertama dalam firman Allah SWT yang berbunyi :

‫وم ِّمن َق ْوٍم َع َسى أَن يَ ُكونُوا َخ ْيراً ِّم ْن ُهم‬


ٌ َ‫آمنُوا اَل يَ ْس َخ ْر ق‬
َ ‫ين‬
ِ َّ
َ ‫يَا أ َُّي َها الذ‬

45
46

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum


mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka
(yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-
olok)”

Dalam ayat tersebut dikatakan bahwa perkataan (‫راً ِّم ْن ُه ْم‬LL‫)خ ْي‬
َ

memiliki arti lebih baik dari mereka dalam hal selamatnya I’tiqad dan

dalam hal hatinya. Kata (ُ‫سخ ِريَّة‬


ُ ‫ )ال‬itu sendiri diambil dari kata ( ُ‫س ِخرت‬
َ

‫س َخ ًرا‬ ْ َ‫) ِمنهُ أ‬, dan bercerita bahwa kata (‫س ِخرتُ به‬
َ ‫س َخ ُر‬ َ )merupakan bahasa

yang paling buruk, dan akhfas berkata bahwa kalimat tersebut

diucapkan (untuk menghina)73.

2. Yang kedua para ulama berselisih paham tentang turunnya ayat


tersebut

Ibnu Abbas berkata bahwa ayat tersebut turn berkaitan dengan

kisahnya tsabit bin Qais bin Syammas yang merupakan seorang

sahabat nabi yang terganggung dalam pendengarannya, dimana saat

dalam majelis Nabi SAW beliu diberikan tempat duduk di smaping

nabi oleh sahabat agar bisa mendengarkan perkataan nabi SAW

dengan jelas, suatu ketika beliau terlambat dalam melaksanakan shalat

subuh, hingga selesai shalat para sahabat sudah mulai mengambil

tempat duduk di majelis tersebut dan para sahabat sudah membooking

tempat duduknya sehingga hampir tidak ada yang mau

memberikannya tempat duduk tersebut, tatkala tsabit selesai shalat

beliau mulai melangkahi pundak para sahabat yang duduk di majelis

73
Abu Abdillah bin Muhammad bin Ahmad Bin Abu bakar Al-Qurtubi, Jāmi‘un Li
Ahkāmil Qurān, (Beirut : Al-Risalah), jilid 19, 385-386
47

Nabi SAW tersebut dan berkatalah tsabit “geser geser’. Melihat hal itu

salah satu sahabat ada yang marah dan berkata “ duduk dimana engkau

terakhir duduk” akhirnya hal itu membuat tsabit sedikit terbawa emosi

dan berkata “siapa fulan ini?” lalu dijawab ‘fulan” dan berkata lagi si

tsabit : “ibnu fulanah (putra dari fulanah) “ dan ternyata ibu yang

menegur beliau itu memiliki sifat yang merupakan sifat jahiliah dan ia

tidak menyukainya, akhirnya lelaki tersebut malu ketika tsabit berkata

demikian, maka turunlah surat Al-Hujurat ayat 11 tersebut74.

Ada juga yang menyatakan bahwa ayat tesebut turun berkenaan

dengan utusan bani Tamim yang disebutkan telah menghina para

sahabat abi yang faqir hal itulah yang menyebabkan ayat tersebut

tuurun

Dan berkata Abdullah bin mas’ud :

ٍ ‫رت ِمن َك‬


‫لب‬ ُ ‫ لَو َس ِخ‬، ‫ول‬ ٍ ‫اهلل بِن مسع‬
ِ ‫ البَاَل ء َمو َّكل بِال َق‬: ‫ود‬
ُ َ ُ ُ َ
ِ ‫بد‬ ِ ‫و َعن َع‬
َ
‫َح َّو َل َكلبًا‬ ُ ‫ لَ َخ ِش‬.
َ ‫يت أَن أ‬
Artinya : “Dari Abdullah bin Masud : Musibah itu akan turun
disebabkan karena ucapan , kalau saya mencela anjing
maka aku khawatir dirubah jadi anjing”75

3. Yang ketiga dalam firman Allah SWT yang berbunyi :

‫َواَل نِ َساء ِّمن نِّ َساء َع َسى أَن يَ ُك َّن َخ ْيراً ِّم ْن ُه َّن‬
Artinya : “dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-
wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang
diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang
mengolok-olok)”

74
Ibid, hal. 386
75
Ibid, hal. 386-397
48

Kata (‫ )النساء‬disebut secara terpisah karena dalam hal ini

mereka lebih banyak mencelanya. Dan berkata mufassir bahwa

ayat ini tuurn berkenaan tentang 2 istri Nabi SAW yaitu Aisyah

R.A dan Hafsah pernah menggunjing Ummu salamah karena

pakaiannya Ummu Salamah , dimana ia mengikat pakian tersebut

di bagian belakang dan sebagaian talinya tersebut mengekor di

belakang lalu Aisyah berkata kepada Hafsah “ lihatlah dia keluar

menarik itu seperti lidah seekor anjing” karena gunjingan tersebut

turunnlah ayat tersebut.76

Anas dan ibnu Zaid juga berkata bahwa ayat ini turun

berkenaan dengan para istri Nabi SAW yang mana mereka

menggunjing Ummu Salamah karena postur tubuh beliau yang

pendek dan menurut satu riwayat ini dikatakan tentang Aisyah

yang beliau menunjuk Ummu Salamah denngan tangannya sambil

berkata ke Nabi SAW : wahai nabi Allah sesungguhnya Ummu

salamah adalah wanita yang pendek, lalu turunnlah ayat ini77.

4. Di dalam Shahih Tirmidzi dari aisyah berkata

Saya menceritakan kepada nabi tentang laki laki, kemudian

nabi berkata : tidaklah itu membuat aku senang ketika diceritakan

kepadaku seorang laki laki sementara aku sudah memiliki ini dan

itu kemudian Aisyah berkata : wahai rasulullah bahwasanya

shafiyyah adalah dia dan Aisyah mengisyaratkan dengan

76
Ibid, hal. 388
77
Ibid, hal. 388
49

tanyannya dimana maksudya mengatakan bahwa Shafiyyah adalah

wanita yang pendek lalu Nabi SAW berkata : seandainya

perkataanmu itu dicampur degan air laut maka air laut itu akan

menjadi tercemar.78

Dalam hadits shahih riwayat Bukhari dari Abdullah bin

Zam’ah berkata : Nabi SAW melarang seseorang yang

menertawakan sesuatu yang keluar dari badan (kentut) dan beliau

berkata : kenapa seorang suami memukul istrinya dengan pukulan

kuda jantan kemudia setelah itu dia peluk istrinya.79

Dalam Shahih Muslim diriwayatkan dari Abu Hurairah

berkata : Nabi SAW bersabda : sesungguhnya Allah tidak melihat

kepada bentuk fisik kalian akan tetapi Allah melihat hati kalian dan

perbuatan kalian.80

Dalam firman Allah SWT yang berbunyi :

ِ ‫اال ْسم الْ ُفسو ُق ب ْع َد اإْلِ يم‬


‫ان‬ ِ ‫اب بِْئس‬
ِ ‫َواَل َتل ِْم ُزوا أَن ُفس ُك ْم َواَل َتنَ َاب ُزوا بِاأْل َلْ َق‬
َ َ ُ ُ َ َ
Artinya : “dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah
kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.
Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah
iman”

Di dalamnya terdapat 3 masalah yaitu :

1. Masalah pertama terdapat dalam firman Allah yang berbunyi :

‫َواَل َتل ِْم ُزوا أَن ُف َس ُك ْم‬


Artinya : “dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri”

78
Ibid, hal. 389
79
Ibid, hal. 389
80
Ibid, hal. 389
50

Perkataan/lafadz (‫ ُز‬L ‫ )اللّم‬memiliki arti aib, dan itu penjelasaanya

sudah ada dala surat At-Taubah, Imam At-Thabari berkata : ( ‫ ُز‬LL‫)اللّم‬

maknanya adalah mencela dengan menggunakan tangan, mata, lisan dan

isyarat, perkataan (‫ )الهم ُز‬itu artinya mencela dengan lisan.81

Arti/ makna ini semisal dengan (‫كم‬LL‫وا أنفس‬LL‫ )وال تقتل‬yang artinya

janganlah sebagian membunuh sebagian yang lain, karena orang beriman

itu seperti satu tubuh, maka seolah-olah membunuh saudaranya sama

dengan membunuh dirinya sendiri. Dan Allah SWT berfirman (‫فسلموا على‬

‫ )أنفسكم‬artinya terselamatkan sebagian kalian terhadap sebagianlain artinya

tidak menyampaikan aib orang lain.82

Dan berkata Ibnu Abbas, Qatadah, Said bin Jubair maknanya adlah

janganlah sebagian melukai sebagian yang lain. Dan Dahhak berkata :

maknanya tidak melaknat sebagian terhadap sebagain yang lain.83

Dan dalam perkataan (‫ )أنفسكم‬tersebut mengingatkan orang yang

berakal untuk tidak menghina dirinya, maka janganlah dia menghina

oranglain karena itu sama halnya orang tersebut menghina dirinya sendiri,

sungguh Rasulullah berkata :

‫السه ِر‬ِ ِ َ ‫اعى لَهُ َسائِر‬ ِ ‫اح ٍد إِن اِشت َكى ع‬


ِ ‫ؤمنو َن َكجس ٍد و‬
ِ
َ ‫الج َسد ب‬ ُ َ ‫ضو منهُ تَ َد‬
ٌ ُ َ َ ََ ُ ‫الم‬
ُ
‫الح َّمى‬
ُ ‫َو‬

81
Ibid, hal. 390
82
Ibid, hal. 390
83
Ibid, hal. 390
51

Artinya : “orang beriman itu seperti satu tubuh, jika satu bagian sakit
maka seluruh badan akan merasakannya sampai harus
bergadang dan demam”84

Dan berkata Bakr bin Abdullah Al-Muzani : apabila seseorang

ingin melihat aib orang lain, maka hendaknya dia memperhatikan aibnya

karena berapa banyak orang yang mencela apa yang mereka lihat dari aib

aib, dan Nabi SAW berkata : seorang melihat keburukan pada diri

saudaranya dan melupakan aib pada dirinya. dan diriwayatkan : di antara

bentu kebahagiaan seseorang, dia menyibukkan dirinya melihat aibnya

sendiri daripada melihat aib orang lain. Dan seorang penyair berkata :

ِ ‫الم ِر‬
‫يض يَشغَلَهُ َعن َوج ِع‬ ِ ‫رعهُ َكما‬ ِِ ً ‫المرءُ إِن َكا َن َعاقِاًل َو‬
َ ‫يم‬ُ ‫السق‬
َ َ َ ‫رعا أَشغَلَهُ َعن عُيُوبه َو‬ َ
(ُ‫َّاس ُكلُّ ُهم َوجعُه‬
ِ ‫الن‬
Artinya ; “seseorang apabila dia berakal dan wara’, maka sifat
wara’nya akan menyibukannya dari melihat aibnya,
sebagimana orang sakit dia akan sibuk dengan
penyakitnya, ketimbang melihat penyakit orang lain”85

2. Masalah kedua terdapat dalam firman Allah SWT yang berbunyi :

ِ ‫َواَل َتنَ َاب ُزوا بِاأْل َلْ َق‬


‫اب‬

Artinya : dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar


yang buruk”

Perkataan (‫بز‬LL‫ )الن‬memiliki arti menggelari, bentuk jamaknya

adalah (‫ )األنباز‬dan kata (‫ )النبز‬adalah bentuk mashdar dari (-ُ‫ يَنبِ ُزه‬-‫نَبَ َزه‬

‫بزًا‬LLَ‫ )ن‬artinya menggelarinya seperti ucapan fulan dogelari anak anak.

ِ ‫ )تَنَابَزُوا بِاأْل َ ْلقَا‬artinya sebagian menggelari sebagian yang lain.


Dan kata (‫ب‬

84
Ibid, hal. 390
85
Ibid, hal. 390-391
52

Dan menurut satu pendapat, kata ( ‫ )النبز‬maknanya menggelari dengan

gelar buruk.86

Ada perbedaan pendapat tentang salah ayat ini dimana yang

menebbakan ayat tersebut turun yang mana ayat tersebut berbunyi

ِ ‫ َد اإْل ِ ي َم‬LL‫ق َب ْع‬


(‫ان‬LL ُ ُ‫ ُم ا ْلف‬LL‫س‬
ُ ‫و‬LL‫س‬ ْ ‫ْس ا ِال‬ ِ ‫ا‬LLَ‫ابَزُوا بِاأْل َ ْلق‬LLَ‫ ُك ْم َواَل تَن‬LL‫س‬
َ ‫ب بِئ‬ َ ُ‫ زُوا أَنف‬LL‫)واَل تَ ْل ِم‬
َ salah satu

pendapatnya adalah tentang berkatanya hasan dan mujahid : ada seorang

laki laki yang dihina karena kekufurnya dimasa lalu padahal orang tersebut

sudah masuk Islam dan orag tersbeut dihina dengan panggilan wahai

yahudi, wahai nasrani maka turunlah ayat itu87

Selain itu ada dalams sebuah riwayat yang desbutkan bawa suatu

ketika abu zar berada di dekat Nabi SAW tiba tiba ada seorang laki-laki

yang mengajaknya berdebat, kemudia Abu Zar berkata kepadanya :

“wahai anak yahudi”, kemudian nabi berkata kepada abu zar : “wahai abu

zar apakah kamu tidak melihat disini ada yang merah dan ada yang hitam,

tidaklah kamu lebih baik darinya (dari sisi ketakwaan), maka kemudia

ِ ‫) َواَل تَنَابَزُوا بِاأْل َ ْلقَا‬.88


turunnlah ayat yang berbunyi (‫ب‬

ِ ‫ )تَنَابَزُوا ِباأْل َ ْلقَا‬adalah


Ibnu abbas juga berkata bahwa makna dari ( ‫ب‬

dia yang melakukan keburukan setelah dia bertaubat, maka Allah

melarang untuk meggelarinya dengan apa yang sudah dia lakukan dari

keburukan tersebut. Dan hal ini diperkuat oleh hadits nabi :

ِ ‫نب تَاب ِمنهُ َكا َن ح ًّقا َعلَى‬


َ ‫اهلل أَن يَبتَلِيَهُ بِ ِه َويَف‬
‫ض َحهُ فِ ِيه‬ ِ
َ َ ٍ ‫َمن َعَّي َر ُمؤمنًا بِ َذ‬

86
Ibid, hal. 391
87
Ibid, hal. 392
88
Ibid, hal. 392-393
53

ِ ‫فِي الدُّنيا و‬
‫اآلخ َر ِة‬ َ َ
Artinya : “barang siapa yang mencela seorang yang beriman
disebabkan karena dosa yang pernah dia lakukan
sementara dia sudah bertaubat darinya, maka Allah
berhak untuk mengujinya dengan dosa itu dan
mempermalukannya di dunia dan akhirat”89

3. Masalah ketiga adalah pengecualian dari semua hal itu

Seperti kata pincang atau bungkuk dan didalanya tidak ada

makusd dirinya untuk mencela orang itu, maka para ulama

memperbolehkannya bahkan sepakat akan kebolehan itu. Dan berkata

Ibnu Arabi : t’terdapat dalam kitab para ulama yang penyebutan gelar

yang shaleh dengan sebutan jazarah, kata ini ditahrif(dirubah) dari

kata khazarah dan penyebutan Muhammad bin Sulaiman Al-Hadrami

dengan penyebutan Muthayyan karena dia pernah jatuh ke tanah dan

yang lainnya dari penyebutan yang dikenal dalam kitab ulama

Mutaakhirin dan saya memandang itu tidak ada masalah dalam

agama. Musa bin Ali Bin Rabah Al-Mishiri berkata : aku tidak

halalkan seseorang menghina nama bapakku. Maka oleh karena itu

yang menjadi barometer dalam hal ini adalah segala sesuatu yang

tidak disukai orang lain untuk dipanggil maka tidak boleh dilakukan

karena itu masuk kategori menyakiti.90

Berkata Abu Abdullah bin Khuwaiz Mandad : ayat ini

mengandung larangan memanggil orang dengan gelar yang tidak ia

sukai dan boleh memanggil orang dengan sebutan yang dia sukai

89
Ibid, hal. 393
90
Ibid, hal. 393-394
54

seperti nabi SAW menggelari para sahabatnya dengan gelaran Al-

Faruq untuk Umar bin Khattab, As-Siddiq untuk abu bakar, Zun

Nurrain untuk Usman bin Affan, Dzi Syahadain untuk Khuzaiman,

Abu Hurairah dengan gelar Dzi Syimalain dan semisalnya.91

Dan Zamakhsyari berkata dalam kitab tafsirnya, diriwayatkan

dari Nabi SAW : di antara kewajiban seorang mukmin terhadap

mukmin lain adalah memanggilnya dengan nama yang paling dia

sukai92

Imam Al-Mawardi berkata :adapun gelar yang baik dan gelar

yang bagus maka tidaklah dibenci, sebagaimana Nabi SAW mensifati

sebagian besar sahabat dengan sifat sifat yang kemudia sifat itu

menjadi gelar bagi mereka.93

Dan Allah SWT berfirman :

‫ك ُه ُم الظَّالِ ُمو َن‬


َ ِ‫ب فَأ ُْولَئ‬
ْ ُ‫َو َمن لَّ ْم َيت‬
Artinya : “dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah
orang-orang yang zalim”

Dan barang siapa yang tidak bertaubat dari menyebut panggilan yang

membuat orang menjadi sakit jika mendengarkannya, maka orang itu termasuk

orang-orang yang dzalim terhadap diri mereka karena melakukan larangan

tersebut

Demikian penafsiran dari kitab tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān karya

Imam Al-Qurtubi, selanjutnya penulis akan menyampakan tentang analisis

91
Ibid, hal. 394
92
Ibid, hal. 394-395
93
Ibid, hal. 395
55

dampak ujaran kebencian dalam surat Al-Hujurat ayat 11 sesuai dengan

penafsiran yang ada dalam kitab tafsir karya Imam Al-Qurtubi.

B. Analisis dampak yang ditimbulkan dari ujaran kebencian menurut tafsir

Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān surat Al-Hujurat ayat 11

Pada dasarnya, maksud ujaran kebencian yang diterangkan dalam surat Al-

Hujurat ayat 11 ini adalah menghina, mengejek, mengolok, memanggil orang

dengan panggilan yang buruk, hal ini terdapat dalam surat Al-hujurat ayat 11

tersbut yaitu perkataan (‫س َخ ْر‬


ْ َ‫) ي‬, kata (‫س َخ ْر‬
ْ َ‫ ) ي‬itu sendiri memiliki arti mengolok-

ngolok/ menghina yang merupakan larangan bagi orang-orang yang beriman

untuk mengolok-ngolok atau menghina suatu kaum menghina kaum yang lain,

karena siapa kaum yang dihina hina itu lebih baik dari yang menghina, namun

perkataan menghina/mengolok itu sendiri juga memiliki dampak dalam kehidupan

sehari hari, sesuai dengan yang di tulis oleh Al-Qurtubi dalam tafsirnya yang

beliau katakan salah satu efeknya itu berbunyi :

ٍ ‫رت ِمن َك‬


‫لب‬ ُ ‫ لَو َس ِخ‬، ‫ول‬ ٍ ‫اهلل بِن مسع‬
ِ ‫ البَاَل ء َمو َّكل بِال َق‬: ‫ود‬
ُ َ ُ ُ َ
ِ ‫بد‬ ِ ‫و َعن َع‬
َ

‫َح َّو َل َكلبًا‬ ُ ‫ لَ َخ ِش‬.


َ ‫يت أَن أ‬
Artinya : “Dari Abdullah bin Masud : Musibah itu akan turun disebabkan
karena ucapan , kalau saya mencela anjing maka aku khawatir
dirubah jadi anjing”94

Ada beberapa point tambahan dan harus dipikirkan matang-matang bahwa

perbuatan menghina itu sebaiknya dijauhi karena akan menimbulkan efek-efek

buruk lain di antaranya adalah:

94
Ibid, hal 387
56

1. Seseorang akan menjadi sombong karena menghina

Dalam tafsir Al-Qurtubi itu sendiri ada sebuah tulisan yang

menuliskan bahwa tidak boleh menghina karena dia memiliki kekurangan

yang berbunyi :

‫ال‬
ُ ‫الح‬
َ ‫ث‬َّ ‫هز ِاء بِ َمن يَقتَ ِح ُمهُ بِ َعينِ ِه إِذَا َرآهُ َر‬ِ ِ ‫ئ أَح ٌد َعلَى‬
َ ‫االست‬
ِ ِ ‫و ِبا‬,
َ َ ‫لجملَة َفيَنبَغي أَاَّل يَجتَ ِر‬ ُ َ
َ ‫يق فِي ُم َح‬
‫ادثَتِ ِه‬ ٍ ِ‫اهة فِي بَ َدنِِه أَو غَ َير لَب‬
َ ‫أَو ذَا َع‬
Artinya : “Oleh karena itu janganlah seseorang berani menghina orang
yang dia lihat kondisinya miskin, atau memiliki cacat pada
badannya atau tidak lancar dalam bicara”95

Dalam point tersebut dapat dketahui bahwa janganlah seseorang

menghina karena orang tersebut memiliki kekurangan dan itu membuat

munculnya sifat sombong dalam diri orang yang menghina tersebut, secara

pengertian orang yang menolak kebenaran dan meremehkan orang lain,

hal itu, seperti yang dijelaskan dalam sebuah hadits yang dikeluarkan oleh

Imam Muslim dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi

shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

َ َ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ق‬ ٍ ِ ِ


‫ْجنَّةَ َم ْن‬
َ ‫ال الَ يَ ْد ُخ ُل ال‬ َ ‫َع ْن َع ْبد اللَّه بْ ِن َم ْسعُود َع ِن النَّبِ ِّى‬
ُ‫ب أَ ْن يَ ُكو َن َث ْوبُهُ َح َسنًا َو َن ْعلُه‬ُّ ‫الر ُج َل يُ ِح‬
َّ ‫ال َر ُج ٌل إِ َّن‬ َ َ‫ ق‬.‫ال ذَ َّر ٍة ِم ْن كِ ْب ٍر‬
ُ ‫َكا َن فِى َق ْلبِ ِه ِم ْث َق‬
ِ ‫ط الن‬
‫َّاس‬ ُ ‫ْح ِّق َوغَ ْم‬ ِ َ ‫ب الْجم‬ ِ ‫ إِ َّن اللَّهَ ج ِم‬: ‫ال‬
َ ‫ال الْك ْب ُر بَطَُر ال‬ َ َ ُّ ‫يل يُح‬ ٌ َ َ َ‫ ق‬.ً‫َح َسنَة‬
Artinya :"Tidak akan masuk surga orang yang masih memiliki sikap
sombong di dalam hatinya walau seberat biji sawi". Maka ada
seorang sahabat yang bertanya pada beliau: 'Sesungguhnya
ada orang yang menyukai kalau pakaianya itu bagus dan
sendalnya baru". Maka Nabi menjawab: "Sesungguhnya Allah
itu indah dan mencintai keindahan. (yang dinamakan) sombong
ialah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain". [HR
Muslim no: 91]96.

Ibid, hal 387


95

Syaikh Amin bin Abdullah asy-Syaqawi, Penyakit Sombong, (diterjemahkan oleh : Abu
96

Umamah Arif Hidayatullah diterbitkan oleh IslamHouse.com), hal 4-5


57

2. Akan menimbulkan rasa sakit hati dan akan membalasnya dengan

ejekan

Sudah bukan hal lumrah, beberapa orang yang jika diejek akan

membalasnya dengan ejekan kembali, hal itu sering dilihat dalam

kehidupan sehari-hari baik itu oleh anak-anak, remaja bahkan hingga

dewasa, padahal dengan saling balas ejek bukan menyelesaikan masalah

namun akan menambah masalah tersebut dan tentu saja akan membuat

hubungan sesama manusia akan menjadi buruk. Padahal sesama muslim itu

haruslah berhubungan dengan baik dan saling membantu serta bertutur kata

yang baik, hal ini terdapat dalam firman Allah SWT surat Al-Baqarah ayat

83 :

‫يل الَ َت ْعبُ ُدو َن إِاَّل اللّهَ َوبِال َْوالِ َديْ ِن إِ ْح َسانًا َو ِذي الْ ُق ْربَى َوالْيَتَ َامى‬ِ ِ ِ ِ َ ‫وإِ ْذ أ‬
َ ‫َخ ْذنَا ميثَا َق بَني إ ْس َرائ‬ َ
ِ
‫الز َكا َة ثُ َّم َت َولَّْيتُ ْم إِاَّل قَلياًل ِّمن ُك ْم َوأَنتُم‬
َّ ْ‫الصالَ َة َوآتُوا‬
َّ ْ‫يموا‬ ِ ِ ِ
ِ ‫َوال َْم َساكي ِن َوقُولُواْ للن‬
ُ ‫َّاس ُح ْسنًا َوأَق‬
٨٣﴿ ‫ضو َن‬ ُ ‫﴾ ِّم ْع ِر‬
Artinya : “(ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil
(yaitu): Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat
baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan
orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik
kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.
Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian
kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling”97

3. Jika seseorang menghina/mengolok, itu sama saja

menghina/mencelakai dirinya sendiri

Seperti yang diketahui dalam surat Al-Hujurat ayat 11 itu sendiri

bahwa jika seeorang itu menghina/ menjelekkan orang lain itu sama halnya

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta : PT.


97

Sinergi Pustaka indonesia), hal 15


58

menghina diri sendiri, hal ini terdapat dalam penggalan surat Al-Hujurat

ayat 11 yang berbunyi :

‫َواَل َتل ِْم ُزوا أَن ُف َس ُك ْم‬


Artinya : “dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri”98

Mencela itu sendiri dijelaskan dalam tafsir Al-Qutubi dalam

beberapa jenis yaitu :

‫اللمز باليد والعين واللسان واإلشارة‬


Artinya :“mencela itu dengan tangan, mata, lisan, dan isyarat”.99

Dari kalimat di atas ada beberapa hal yang dapat diketahui bahwa

mencela itu bisa dengan tangan, bisa dengan mata, bisa dengan

lisan(lidah), bisa dengan isyarat, jika dihubungkan dengan fenomenal

zaman sekarang itu dengan membuat status ejekan di media sosial seperti :

Whatsapp, Facebook, Twitter, dan lain sebagainya, sementara mencela

melalui media sosial, dengan tangan itu bisa dihubungan dengan ketikan

atau tulisan di media cetak seperti koran yang membuat berita bohong atau

yang menyindir salah satu kaum, suku, bangsa atau agama. Selain dengan

menyebarkan ujaran kebencian di media sosial, ada banyak cara yang

dibuat oleh oknum yang tidak bertanggung jawab untuk menyebarkan

ujaran kebencian (dalam hal ini berupa ejekan/mengejek) padahal hal itu

banyak menimbulkan dampak negatif, salah satunya ialah saat diakhirat

kelak, tangan ini akan menjadi saksi terhadap apa yang perbuat di dunia

ini, hal ini terdapat dalam surat Yasin ayat 65 Allah SWT berfirman :
98
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta : PT.
Sinergi Pustaka indonesia), hal 744
99
Abu Abdillah bin Muhammad bin Ahmad Bin Abu bakar Al-Qurtubi, Jāmi‘un Li
Ahkāmil Qurān, (Beirut : Al-Risalah), jilid 19, hal. 390
59

٦٥﴿ ‫﴾الَْي ْو َم نَ ْختِ ُم َعلَى أَ ْف َو ِاه ِه ْم َوتُ َكلِّ ُمنَا أَيْ ِدي ِه ْم َوتَ ْش َه ُد أ َْر ُجلُ ُه ْم بِ َما َكانُوا يَ ْك ِسبُو َن‬

Artinya : “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada
Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka
terhadap apa yang dahulu mereka usahakan”100.

Selain dengan tangan, dalam penjelasan tafsirnya Al-Qurtubi

mengatakan bahwa mencela itu bisa dengan isyarat, isyarat disini ialah

berupa sindiran atau saja bisa dengan sebuah gambar yang menyindir

seseorang, sebenarnya antara point mencela dengan tangan dan dengan

isyarat ini semaunya saling berhubungan satu sama lainnya sehingga

diharuskan kepada umat sesama orang Islam haruslah bisa menjaga semua

hal yang mampu membuat perasaan seseorang itu menjadi sakit dan

tersindir, karena jika seorang muslim itu mencela seorang muslim lainnya

maka itu seperti orang fasik, hal ini terdapat dalam hadits Rasulullah SAW

yang berbunyi :

(‫ت( أَ(بَ(ا‬(ُ (‫ص( و( ٍر( قَ(ا( َ(ل( َس( ِم( ْع‬ ُ (‫ب( َح( دَّ( َث( نَ( ا( ُش( ْع( بَ(ةُ( َع( ْن( َم( ْن‬ (ٍ (‫َح( دَّ( َث( نَ( ا( ُس( لَ( ْي( َم( ا( ُن( بْ( ُن( َح( ْ(ر‬
(َ‫ص( ل(َّى( ا(ل(ل(َّهُ( َع( لَ( ْي( ِه( َ(و( َس( ل(َّم‬ ِ ِ ِ (ُ (‫َ(و( ا(ئِ( ٍ(ل( يُ( َح( ِّد‬
َ (‫ث( َع( ْن( َع( ْب( د( ا(ل(ل(َّه( قَ(ا( َ(ل( قَ(ا( َ(ل( َر( ُس( و( ُ(ل( ا(ل(ل(َّه‬
(َ‫س( و( ٌق( َو( قِ( تَ( ا(لُ(هُ( ُك( ْف( ٌر( تَ(ا َ(ب( َع( هُ( غُ( ْن( َد( ٌر( َع( ْن( ُش( ْع( بَ( ة‬ ِ (ُ (‫ِ(س( بَ( ا‬
ُ (ُ‫ب( ا(لْ( ُم( ْس( ل( ِ(م( ف‬
Artinya : “Telah menceritakan kepada kami [Sulaiman bin Harb] telah
menceritakan kepada kami [Syu'bah] dari [Manshur] dia
berkata; saya mendengar [Abu Wa`il] bercerita dari [Abdullah]
dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Mencela orang muslim adalah kefasikan dan membunuhnya
adalah kekufuran." Hal ini diperkuat juga oleh riwayat
[Ghundar] dari [Syu'bah]."101 [hadits bukhari ke 5584]

4. Sama dengan menyebarkan aib saudaranya sendiri

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta : PT.


100

Sinergi Pustaka indonesia), hal 631


101
Muhammad bin Ismail Al bukhari, Shahih Bukhari, hal 2663 (didownload dari
https://ibnumajjah.wordpress.com/2017/10/ 11/shahih-bukhari-pdf/)
60

Berkata seorang penyair di dalam kitab tafsir Imam Al-Qurtubi :

ِ ‫الم ِر‬
‫يض يَشغَلَهُ َعن َوج ِع‬ ِ ‫رعهُ َكما‬ ِِ ً ‫المرءُ إِن َكا َن َعاقِاًل َو‬
َ ‫يم‬ُ ‫السق‬
َ َ َ ‫رعا أَشغَلَهُ َعن عُيُوبه َو‬ َ
(ُ‫َّاس ُكلُّ ُهم َوجعُه‬
ِ ‫الن‬
Artinya ; “seseorang apabila dia berakal dan wara’, maka sifat wara’nya
akan menyibukannya dari melihat aibnya, sebagimana orang
sakit dia akan sibuk dengan penyakitnya, ketimbang melihat
penyakit orang lain”102

Dalam pepatah di atas dikatakan bahwa seorang yang wara’ maka

seeorang itu tidak akan meliha aib seseorang. Kata wara’ itu sendiri

berasal dar kata ( ‫ َو َو ُر َع‬- ‫ َورعًا َو ُو ُروعًا‬-َ‫ ) َو َرع‬yang artinya dalam kamus

AL-Munawwir dikatakan artinya sebagai menjauhkan diri dari dosa,

maksiat dan perkara syubhat.103

Pada kasus saling mengejek, menghina dan mengolok, jika dikaji

lebih jauh itu akan berefek buruk dan timbulnya rasa sakit hati orang yang

merasa dirinya dihina, apalagi jika mengumbar aibnya lalu dijadikan

bahan ejekan serta menggunjingnya, sungguh itu perbuatan yang sangat

buruk sekali dan sama saja orang tersebut memakan bangkai saudaranya

sendiri, hal ini terdapat dalam surat Al-Hujurat ayat 12 yang berbunyi :

ِ َّ
‫سوا َواَل َي ْغتَب‬ ُ‫س‬ َّ ‫ض الظَّ ِّن إِثْ ٌم َواَل تَ َج‬ َ ‫اجتَنِبُوا َكثِيراً ِّم َن الظَّ ِّن إِ َّن َب ْع‬
ْ ‫آمنُوا‬ َ ‫ين‬َ ‫يَا أ َُّي َها الذ‬
ِ ِ ُّ ‫ض ُكم َب ْعضاً أَيُ ِح‬
ٌ ‫َح َم أَخيه َم ْيتاً فَ َك ِر ْهتُ ُموهُ َو َّات ُقوا اللَّهَ إِ َّن اللَّهَ َت َّو‬
‫اب‬ ْ ‫َح ُد ُك ْم أَن يَأْ ُك َل ل‬
َ‫بأ‬ ُ ‫َّب ْع‬
١٢﴿ ‫يم‬ ِ
ٌ ‫﴾ َّرح‬

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari


prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan
janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah
102
Abu Abdillah bin Muhammad bin Ahmad Bin Abu bakar Al-Qurtubi Jāmi‘un Li
Ahkāmil Qurān, (Beirut : Al-Risalah), jilid 19, hal 391
103
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Lengkap,
( Surabaya : Pustaka Progressid), hal.1552
61

sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah


seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?
Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang.”104

Selain itu juga, sesama muslim haruslah menutup aib atau

kejelekan saudara sesama muslim dan cukup menjadi rahasia janganlah

diumbar atau dibuka bahkan menjadikannya bahan ejekan,

menggunjingnya atau bahkan menyakiti perasaan hatinya, karena itu

merupakan perbuatan yang dzalim. Serta jika seseorang di antara sesama

muslim menutup aib muslim yang lain, maka aibnya juga akan ditutup

oleh Allah SWT di dunia dan diakhirat kelak, hal ini terdapat dalam hadits

nabi SAW yang berbunyi :

(‫ب( أَ(ن(َّ َس( ا(لِ( ًم( ا‬ (ٍ (‫ث( َع( ْن( عُ( َق( ْي( ٍ(ل( َع( ْن( ا(بْ( ِن( ِ(ش( َه( ا‬ (ُ (‫َح( دَّ( َث( نَ( ا( يَ( ْح( يَ( ى( بْ( ُن( بُ( َك( ْي( ٍر( َح( دَّ( َث( نَ( ا( ا(ل(ل(َّ ْي‬
(ِ‫ض( َي( ا(ل(ل(َّهُ( َع( ْ(ن ُه( َم( ا( أَ( ْخ( َ(ب َر( هُ( أَ(ن(َّ َر( ُس( و( َ(ل( ا(ل(ل(َّه‬ ِ (‫أَ( ْخ( (ب ر( هُ( أَ(ن(َّ َع( ْب( َد( ا(ل(ل(َّ ِه( بْ(ن( عُ( م( ر( ر‬
َ ََ َ ََ
(ُ‫ص( ل(َّى( ا(ل(ل(َّهُ( َع( لَ( ْي( ِه( َ(و( َس( ل(َّ َم( قَ(ا( َ(ل( ا(لْ( ُم( ْس( لِ( ُم( أَ( ُخ( و( ا(لْ( ُم( ْس( لِ( ِ(م( اَل يَ(ظْ( لِ( ُم( هُ( َ(و( اَل يُ( ْس( لِ( ُم( ه‬ َ
ً(‫َ(و( َم( ْن( َك( ا( َن( فِ( ي( َح( ا( َج( ِة( أَ( ِ(خ( ي( ِه( َك( ا( َن( ا(ل(ل(َّهُ( فِ( ي( َح( ا( َج( تِ( ِه( َ(و( َم( ْن( َف( رَّ( َج( َع( ْن( ُم( ْس( لِ( ٍ(م( ُك( ْ(ر( بَ(ة‬
(ُ‫ت( َي( ْ(و( ِ(م( ا(لْ( ِق( يَ( ا( َم( ِة( َ(و( َم( ْن( َس( َ(ت َر( ُم( ْس( لِ( ًم( ا( َس( َ(ت َر( هُ( ا(ل(ل(َّه‬(ِ (‫َف( رَّ( َج( ا(ل(ل(َّهُ( َع( ْن( هُ( ُك( ْ(ر( بَ(ة(ً ِم( ْن( ُك( ُر( بَ(ا‬
(ِ‫َي( ْ(و( َم( ا(لْ( ِق( يَ( ا( َم( ة‬
Artinya : “Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Bukair] telah
menceritakan kepada kami [Al Laits] dari ['Uqail] dari [Ibnu
Syihab] bahwa [Salim] mengabarkannya bahwa ['Abdullah bin
'Umar radliallahu 'anhuma] mengabarkannya bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seorang muslim adalah
saudara bagi muslim lainnya, dia tidak menzhaliminya dan tidak
membiarkannya untuk disakiti. Siapa yang membantu kebutuhan
saudaranya maka Allah akan membantu kebutuhannya. Siapa
yang menghilangkan satu kesusahan seorang muslim, maka Allah
menghilangkan satu kesusahan baginya dari kesusahan-
kesusahan hari qiyamat. Dan siapa yang menutupi (aib) seorang

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta : PT.


104

Sinergi Pustaka indonesia), hal 744


62

muslim maka Allah akan menutup aibnya pada hari qiyamat"105. [


hadits bukhari ke 2262]

Sungguh, setelah mengetahui bahwa sesama muslim itu haruslah

menutup aib saudaranya sendiri maka tutuplah aibnya, karena jika

membuka aib saudaranya sendiri khususnya orang tersebut sudah

bertaubat lalu ada yang menghinanya, maka akan mendapatkan ganjaran

dari Allah SWT, hal ini terdapat dalam kitab tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil

Qurān yang dikutib dari hadits nabi SAW yang berbunyi :

ِ ‫نب تَاب ِمنهُ َكا َن ح ًّقا َعلَى‬


َ ‫اهلل أَن يَبتَلِيَهُ بِ ِه َويَف‬
‫ض َحهُ فِ ِيه‬ ِ
َ َ ٍ ‫َمن َعَّي َر ُمؤمنًا بِ َذ‬
ِ ‫فِي الدُّنيا و‬
‫اآلخ َر ِة‬ َ َ
Artinya : “barang siapa yang mencela seorang yang beriman disebabkan
karena dosa yang pernah dia lakukan sementara dia sudah
bertaubat darinya, maka Allah berhak untuk mengujinya
dengan dosa itu dan mempermalukannya di dunia dan
akhirat”.106

Dari beberapa dalil di atas dapat diketahui efek buruk yang

ditimbulkan jika seorarang melakukan perbuatan menghina, mengejek dan

mengolok orang, yang terkadang secara tak langsung itu menyebarkan aib

dari orang yang mereka dihina tersebut, antara point satu dan seterusnya

dalam analisa dampak ini salimg terhubung satu sama lainnya, dan tidak

dapat terpisahkan, karena memiliki keterkaitan satu sama lainnya dan itu

berhubungan dalam menjaga perasaan sesama muslim agar hatinya merasa

tidak tersakiti.

105
Muhammad bin Ismail Al bukhari, Shahih Bukhari, hal 1010 (didownload dari
https://ibnumajjah.wordpress.com/2017/10/11/shahih-bukhari-pdf/)
106
Abu Abdillah bin Muhammad bin Ahmad Bin Abu bakar Al-Qurtubi, Jāmi‘un Li
Ahkāmil Qurān, (Beirut : Al-Risalah), jilid 19, hal 393
63

Salah satunya ialah jika kita menghina orang maka aibnya secara

tidak langsung akan terbuka sesuai dengan point yang ada di nomor ini,

dapat diketahui orang menghina, mengejek, mengolok dan menggunjing

itu dengan berbagai cara, seperti yang dijelaskan di no 3 yaitu dengan

lisan, dengan tangan, dengan mata, dengan isyarat. Dapat dibayangkan jika

kita menghina orang itu, padahal orang tersebut telah lama bertaubat dan

telah menyesali perbuatan yang dia lakukan sebelumnya, namun orang

tersebut nampak masih terus menghina dia, maka dalam hadits nabi

dikatakan bahwa orang tersebut akan dipermalukan oleh Allah SWT di

dunia dan diakhirat.

Janganlah sampai seseorang tersebut melakukan hal yang sangat

mengerikan karena akan berakibat fatal dan tentu saja orang tersebut sama

saja berbuat zalim sesama muslim, untuk point tentang zalim akan dibahas

di point selanjutnya.

5. Termasuk orang yang berbuat zalim ke sesama muslim

Point ini ialah point yang memiliki hubungan masing-masing dari

point sebelumnya dan menjadi dampak yang ditimbulkan jika seseorang itu

melakukan ujaran kebencian, dalam hal ini melakukan perbuatan menghina,

mengejek, mengolok-ngolok dan memanggil orang dengan panggilan yang

buruk.

Dampak ini menyebabkan dampak yang besar sekali khususnya

dalam menjalin kehidupan sosial kemasyarakatan dan hubungan sesama

manusia khususnya sesama muslim, sebagai seorang muslim diharuskan


64

memanggilnya dengan panggilan yang orang tersebut sukai, hal ini

dikatakan dalam tafsir Al-qurtubi sebagaimana Al-zamakhsyari katakan

dalam kitabnya :

ِ ‫ب أَسمائِِه إِل‬ ِ ِ ‫ؤم ِن علَى‬


ِ ‫من ح َّق الم‬
‫َيه‬ َ ِّ ‫َح‬َ ‫المؤم ِن أَن يُس ِّميَهُ بِأ‬
ُ َ ُ َ َ
Artinya : “Di antara kewajiban seorang mukmin terhadap mukmin lain
adalah memanggilnya dengan namanya yang paling dia
sukai”.107

Tugas seorang mukmin dengan mukmin lain adalah memanggilnya

dengan panggilan yang baik dan juga di sukai oleh orang tersebut, namun

sangat disayangkan masih ada orang yang memanggil nya dengan

panggilan yang buruk yang cenderung menyakiti hati orang tersebut

bahkan sampai menghina dan mengejeknya karena dia memiliki

kekurangan, sungguh itu perbuatan yang zalim.

Orang yang zalim itu adalah orang yang mengganggu hak orang lain dan

menyakiti mereka dengan perbuatan ghibah, celaan, makian, namimah,

atau mengambil hak mereka dengan cara yang tidak dibenarkan agama,

semua perbuatan itu akan menyebabkan kebaikan-kebaikan seseorang

pada hari kiamat akan hilang. Kebaikan-kebaikan itu akan diberikan

kepada orang-orang yang dia ganggu atau dia langgar hak-hak mereka.

Sehingga dia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan bangkrut dari

kebaikan-kebaikan, padahal sebelumnva dia sudah memiliki pahala yang

begitu banyak. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan keadaan

orang yang bangkrut pada hari kiamat di dalam haditsnya berikut ini:

107
Abu Abdillah bin Muhammad bin Ahmad Bin A bu bakar Al-Qurtubi, Jāmi‘un Li
Ahkāmil Qurān, (Beirut : Al-Risalah), jilid 19 hal 394-395
65

ِ َ َ‫صلَّى اهللُ َعلَ ِيه َو َسلَّ َم ق‬ ِ َّ ‫َعن أَبِي ُه َر َيرةَ أ‬


‫س؟ قَال ُْو‬ ُ ‫ أَتَ ْد ُر ْو َن َما ال ُْم ْفل‬: ‫ال‬ َ ‫َن َر ُسواَل الَله‬
‫س ِم ْن أ َُّمتِي يَأْتِي َي ْو َم ال ِْقيَ َام ِة‬ ِ َّ ِ َ ‫اع َف َق‬
َ ‫ال إن ال ُْم ْفل‬ َ َ‫س فِ ْينَا َم ْن الَ ِد ْر َه َم لَهُ َوالَ َمت‬ ِ
ُ ‫ا ال ُْم ْفل‬
‫ك َد َم َه َذا‬ َ ‫ال َه َذا َو َس َف‬ َ ‫ف َه َذا َوأَ َك َل َم‬ َ ‫صيَ ٍام َو َزكاَ ٍة َويَأْتِي قَ ْد َشتَ َم َه َذا َوقَ َذ‬ ِ ‫بِصالَ ٍة و‬
َ َ
‫ت َح َسنَاتُهُ َق ْب َل أَ ْن‬ ْ َ‫ب َه َذا َفُي ْعطَى َه َذا ِم ْن َح َسنَاتِِه َو َه َذا ِم ْن َح َسنَاتِِه فَِإ ْن فَنِي‬ َ ‫ض َر‬ َ ‫َو‬
‫ِح فِي النَّا ِر‬ ِ ْ ‫اهم فَطُ ِرح‬ ِ ِ ِ
َ ‫ت َعلَْيه ثُ َّم طُر‬ َ ْ ُ َ‫ضى َما َعلَْيه أُخ َذ م ْن َخطَاي‬ َ ‫ُي ْق‬
Artinya : “ Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Tahukah kamu
siapakah orang bangkrut itu?" Para Sahabat menjawab,
"Orang bangkrut menurut kami adalah orang yang tidak
punya uang dan barang." Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, "Sesungguhnya orang bangkrut di kalangan umatku
yaitu orang datang pada hari kiamat dengan membawa
pahala shalat, puasa, dan zakat. Tetapi dia mencaci orang ini,
menuduh orang ini, makan harta orang ini, menumpahkan
darah orang ini, dan memukul orang ini. Maka orang ini
diberi sebagian kebaikan-kebaikannya, dan orang ini diberi
sebagian kebaikan-kebaikannya. Jika kebaikan- kebaikannya
telah habis sebelum diselesaikan kewajibannya, kesalahan-
kesalahan mereka diambil lalu ditimpakan padanya, kemudian
dia dilemparkan di dalam neraka.108" (HR. Muslim, no. 2581)

Oleh karena itu, jika seorang muslim itu pernah menghina atau

mengejek orang lalu dia merasa terzalimi dan tersakiti hatinya, segeralah

meminta maaf karena jika tidak maka kelak diakhirat nanti termasuk orang

yang zalim hal ini terdapat dalam akhir surat Al-Hujurat ayat 11 yang

berbunyi:

‫ك ُه ُم الظَّالِ ُمو َن‬


َ ِ‫ب فَأ ُْولَئ‬
ْ ُ‫َو َمن لَّ ْم َيت‬
Artinya : “barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-
orang yang zalim.”109

108
Abu Ismail Muslim Al-Atsari, Jauhi 4 perkera agar tidak binasa, tahun 2015 hal. 7-8
109
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta : PT.
Sinergi Pustaka indonesia), hal 744
66

.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam bab terakhir ini, akan disampaikan kesimpulan dari permasalahan

yang telah dirumuskan, semoga menjadi sebuah ilmu yang menambah wawasan

dan dapat lebih mengetahui tentang dampak ujaran kebencian yang terdapat dalam

Tafisr Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān karya Imam Al-Qurtubi.

Dalam tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān dapat diketahui bahwa maksud

ujaran kebencian yang terkandung dalam surat Al-Hujurat adalah menghina,

mengejek, mengolok dan memanggi orang dengan panggilan yang buruk. Di

dalamnya terdapat perbedaan pandangan ulama dalam penyebab turunnya ayat

tersebut serta terdapat sebuah pengecualian dimana jika seseorang di dalam

hatinya tidak ada niat untuk mencela orang lain, maka hal tersebut diperbolehkan

oleh kalangan ulama. Selain itu juga Al-Qurtubi sendiri juga menjelaskan dampak

yang terjadi jika orang tersebut melakukan perbutan tersebut dan tidak bertaubat

dijalannya.

Adapun dampak yang ujaran kebencian dalam hal ini mengejek,

menghina, mengolok dan memanggil orang dengan panggilan yang buruk

menurut imam Al-Qurtubi yang terdapat dalam tafsir surat Al-Hujurat ayat 11

adalah seeorang akan menjadi sombong karena menghina, akan menimbulkan rasa

sakit hati dan akan membalasnya dengan ejekan, sama saja menghina/ mencelakai

dirinya sendiri, sama saja menyebarkan aib saudaranya sendiri, dan termasuk

orang yang berbuat zalim ke sesama muslim.

67
68

B. Saran

Harapan penulis dari penelitian ini adalah adanya upanya

seseorang menjauhi ujaran kebencian, karena melihat kengerian yang

terjadi jika kasus ujaran kebencian

ini terus berlanjut, semuanya itu harus dimulai dari diri masing-masing yaitu

dengan menghindari kalimat yang menyakiti seseorang serta berkata lembut dan

baik ke sesama manusia, karena jika sudah dimulai dari diri sendiri maka orang

tersebut bisa menasehati yang lainnya atau bahkan suatu kelompok agar menjauhi

diri dari perbuatan yang tercela dan menimbulkan banyak dampak negatif

tersebut.

Namun dibalik itu semua tulisan ini tentunya masih memiliki sebuah

kekurangan dan masih sangat jauh dari kata sempurna, penulis berharap sebuah

kritikan dan saran agar bisa menjadi arahan dan motivasi untuk membenah diri

serta menjauhi diri dari perbuatan yang tercela serta tulisan ini menjadi lebih baik

yang kelak dengan adanya tulisan ini seseorang ataupun masyarakat bisa menjauhi

diri dari berbuat ujaran kebencian sehingga bisa menjadi insan yang berhati baik,

bertutur kata yang lembut serta jauh dari perbuatan yang dibenci.
69

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Erizal, Fenomena Ujaran Kebencian(Hate Speech) dan Berita


Bohong(Hoax) Menurut Hukum Islam, Kementrian Agama Kabupaten
Kepulauan Anambas
Abidin Zainal Ahmad, Epistemologi Tafsir Al-Jāmi’ Li Ahkām Al-Qur’ān Karya
Al-Qurtubi, (jawa timur : IAIN Tulung Agung)
Abu Abdillah bin Muhammad bin Ahmad Bin Abu bakar Al-Qurtubi, Jāmi‘un Li
Ahkāmil Qurān, (Beirut : Al-Risalah)

Adz-zahabi, Tafsir Wa Mufassirun, (Kairo : maktabah wahbah)

Al bukhari Ismail bin Muhammad, Shahih Bukhari, (didownload dari


https://ibnumajjah.wordpress.com/2017/10/11/shahih-bukhari-pdf/)

Al-Sheikh Ishaq bin Abdurrahman bin Muhammad bin Abdullah, , Tafsir Ibnu
Katsir, diterjemahkan oleh : M.Abdul Ghoffar E.M dan Abu Ihsan Al-
Atsari, Jakarta : Pustaka Imam Syafi’i
Al-Atsari Muslim Ismail Abu, Jauhi 4 perkera agar tidak binasa, tahun 2015

al-Naisaburi al-Hajjaj bin Muslim Husain Abul,Shahih Muslim ( didownload dari


https://ibnumajjah.wordpress.com/2014/01/01/shahih-muslim-pdf/)
Ariffin Md Bin Farhan Mohd, Kajian Bibliografi Tafsir, (Kuala Lumpur :
Universitas Malaya)

As-Sa’di bin Nashir Abdurrahman Syaikh, Taisir Al-Karim Ar-rahman fi Tafsir


kalam Al-Mannan, terj. Muhammad Iqbal dan tim (Jakarta : Darul Haq)
Asy-Syaqawi Abdullah bin Amin Syaikh, Penyakit Sombong, (diterjemahkan oleh
: Abu Umamah Arif Hidayatullah diterbitkan oleh IslamHouse.com)

Baidan Nashuruddin,Metodologi Khusus Penelitian Tafsir, (Yogyakarta : Pustaka


Pelajar)

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta :


PT. Sinergi Pustaka indonesia)
Hamka, Tafsir Al-Azhar,(Singapura : Pustaka Nasional Pte Ltd),cet. 5 jilid 9 tahun
2003
Irfan, Skripsi :Konsep Al-Zulm Dalam Al-Quran, (Makassar : UIN Alauddin ,
2011)
70

Katsir Ibnu, Taisiru Al-Aliyyu Qadir Li Ikhtisari Tafsir Ibnu Katsir,


( diterjemahkan oleh Muhammad Nasib Ar-Rifai’ dengan judul terjemahan
Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, jakarta)
Kuntjojo, Metodologi Penelitian, (Kediri: Universitas Nusantara PGRI), tahun 2009

Laning Dwi Vina,Sosiologi Kelas XII Untuk SMA/MA,( Jakarta : departemen


pendidikan nasional) tahun 2009

Mardhiyah Ainaul, Melacak Penafsiran Kontemporer Di Belahan Barat Dunia


Islam, (Jawa Tengah : SMK As-Salamah)

Mujab Saiful Muhammad, Skripsi : Ujaran Kebencian Dalam Perspektif M.


Quraish Shihab (Analisis Qs. Al-Hujurat Ayat 11 Dalam Tafsir Al-
Misbah), (Semarang : UIN Wali Songo , 2018)
Munawwir Ahmad Warson, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Lengkap,
( Surabaya : Pustaka Progressif)

Nasir Rahmah Rahayu Sri, Skripsi : Perubahan Sosial Masyarakat Lokal Akibat
Perkembangan Wisata Dusun Wakka kab.Pinrang, ( Makassar :
Universitas Hasanuddin, 2017 )

Nithaqaini Dzatin, Skripsi Hate Speech (Ujaran Kebencian) Melalui Media Sosial
Menurut Hukum Islam Dan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi
Elektronik, (UII Yogyakarta, 2018)

Nur Djazihah,Modul Pembelajaran Sosialogi : teori Perubahan Sosial di


Masyarakat,( Yogyakarta : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada
masyarakat Universitats negeri Yogyakarta)

Pahriadi, Skripsi :Ujaran Kebencian Perspektif Al-Qur’an (Suatu Kajian Tahlili


Terhadap Qs. Al-Zariyat/51 : 52-55), (UIN Alauddin Makassar, 2018)
Patton Quinn Michel, How to Use Qualitative Methods In Evaluation,
diterjemahkan oleh Budi Puspo Priyadi (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
2009)
Qutb Sayyid, Tafsir Fi Zilalil Quran, (diterjemahkan oleh : Drs. As’ad Yasin dan
tim, Jakarta : Gema Insani )
Rois Alim, Skripsi : Ahsanul Qososi Dalam Al-Qur’an (Studi Analisis Penafsiran
Al-Qurtubi Terhadap Surah Yusuf Ayat 3 Dalam Tafsir Al-Jami’ Li Ahkam
Al-Qur’an), (STAIN KUDUS Jawa Tengah)

Royani Muhammad, Yayan Kajian Hukum Islam Terhadap Ujaran


Kebencian/Hate Speech Dan Batasan Kebebasan Berekspresi, (Semarang :
UIN WALI SONGO)
71

Sarwono Jonathan, Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif (Yogyakarta :


Graha Ilmu, 2006)

Siyoto Sandu, Dasar Metodologi Penelitian (Yogyakarta : Literasi Media


Publishing, 2015)

Sugiyono,Metode Penelitian Pendidikan,(Bandung : Penerbit Alfabetta)

Sugono Dendy dan tim, Kamus Bahasa Indonesia, ( Jakarta : Pusat Bahasa
Dapartermen Pendidikan Nasional)

Sofyan Muhammad,Tafsir Wa Mufassiru, (Medan : Perdana Publishing ), cet.1


tahun 2015

Suntari Sri, Modul Perkempangan Keprofesian Lanjutan : Sosiologi SMA,


( Jakarta : direktorat jendral guru dan tenaga kependidikan)

Wahyudin dan M.Saifulloh, Ulum Quran, Sejarah,dan perkembangannya,


Surabaya : Jurnal Sosial Humaniora), 2013, Vol.6
Wanto Sugeng dan tim, Jurnal Kewahyuan Islam, (Medan : Prodi Ilmu Al-Quran
dan Tafsir fakultas Ushuluddin dan Studi Islam)
Webstite: https://id.wikipedia.org/wiki/Ucapan_kebencian
Website: www.republika.co.id/berita/jurnalismewarga/wacana/17/08/11/ougxe139
6-seteru-dua-mazhab
Website : http://jeelsalamah.org/contoh-penafsiran-al-qurthubi/
Website : https://news.detik.com/berita/d-4543246/kasus-video-hina-nu-juga-
ditangani-polda-sulteng-gus-nur-diserahkan-ke-jaksa
72

BIOGRAFI PENULIS

A.IDENTITAS DIRI
NAMA : Muhammad Dzaky Reza
TEMPAT TANGGAL LAHIR : Dumai 1 oktober 1997
ALAMAT : Cluster Puri Legenda blok A 12 no.15
Batam Centre
NAMA AYAH : Dr.H.Erizal Abdullah
NAMA IBU : Hj. Riesa helmawati
B.RIWAYAT PENDIDIKAN
SD/MI : SD Al-kaffah
SMP/MTS : Pondok Pesantren Darunnajah jakarta
SMA/MA : Pondok Pesantren Darunnajah jakarta
C.Pengalaman Organisasi
1.Bagian Kesehatan OSDN (organisasi santri darunnajah)
2.Ketua Komisariat STAI Himpunan Mahasiswa Islam cabang Tanjungpinang-
Bintan periode 2017-2019
73

LAMPIRAN
‫‪74‬‬

‫‪LAMPIRAN 1‬‬

‫‪TAFSIR SURAT AL-HUJURAT AYAT 11 BESERTA TERJEMAHAN‬‬

‫وم ِّمن َق ْوٍم َع َسى أَن يَ ُكونُوا َخ ْيراً ِّم ْن ُه ْم(‬


‫آمنُوا اَل يَ ْس َخ ْر قَ ٌ‬
‫ين َ‬
‫َّ ِ‬
‫) يَا أ َُّي َها الذ َ‬
‫قيل‪ :‬عنداهلل ‪ ,‬وقيل ‪( :‬خَرْي اً ِّمْن ُه ْم) أي ‪ :‬معتقدا و اسلم باطنا ‪ .‬والشخرية ‪:‬االستهزاء ‪.‬سخرت منه‬
‫ومسخرا ‪ ،‬بالضم ‪ ،‬وحكى ابو زيد ‪ :‬سخرت به ‪ ،‬وهو‬
‫ً‬ ‫سخرا ‪ ،‬بالتحريك ‪،‬‬
‫اسخر ً‬
‫اردأ اللغتني ‪ .‬و قال األخفش ‪ :‬سخرت منه وسخرت به وصجكت منه وصحكت به‪،‬‬
‫والسخري ‪،‬‬
‫والسخري ّ‬
‫ّ‬ ‫وهزئت منه وهزئت به‪ ،‬كلٌّ ذلك يقال ‪ .‬واالسم السخرية‬
‫عضا ُسخ ِرياً ) (الزخرف ‪ . )32 :‬وفالن‬ ‫ِ ِ‬
‫عض ُهم‪ #‬بَ ً‬
‫وقرئ هبما قوله تعال ‪ ( :‬ليَتَّخ َذ بَ ُ‬
‫ايضا ‪ :‬يسخر منه ‪.‬‬
‫خادم سخرةُ ‪ ،‬ورجل سخرة ً‬ ‫سخرة ‪ :‬يتسخر يف العمل‪ .‬يقال ‪ٌ :‬‬
‫وسخرة‪-‬بفتحح اخلاء‪ -‬قيل‪ :‬عنداهلل ‪ ,‬وقيل ‪( :‬خَرْي اً ِّمْن ُه ْم) أي ‪ :‬معتقدا و اسلم باطنا ‪.‬‬
‫ومسخرا ‪ ،‬بالضم ‪،‬‬
‫ً‬ ‫سخرا ‪ ،‬بالتحريك ‪،‬‬
‫والشخرية ‪:‬االستهزاء ‪.‬سخرت منه اسخر ً‬
‫وحكى ابو زيد ‪ :‬سخرت به ‪ ،‬وهو اردأ اللغتني ‪ .‬و قال األخفش ‪ :‬سخرت منه‬
‫وسخرت به وصجكت منه وصحكت به‪ ،‬وهزئت منه وهزئت به‪ ،‬كلٌّ ذلك يقال ‪.‬‬
‫عضا‬ ‫ِ ِ‬
‫عض ُهم‪ #‬بَ ً‬
‫والسخري ‪ ،‬وقرئ هبما قوله تعال ‪ ( :‬ليَتَّخ َذ بَ ُ‬
‫والسخري ّ‬
‫ّ‬ ‫واالسم السخرية‬

‫ُسخ ِرياً ) (الزخرف ‪ . )32 :‬وفالن سخرة ‪ :‬يتسخر يف العمل‪ .‬يقال ‪ٌ :‬‬
‫خادم سخرةُ ‪،‬‬
‫ايضا ‪ :‬يسخر منه ‪ .‬وسخرة‪-‬بفتحح اخلاء‪ -‬يسخر من النس‬
‫‪.‬ورجل سخرة ً‬
‫واختلف يف سبب نزوهلا‪ ،‬فقال ابن عباس‪ :‬نزلت يف ثابت بن قيس بن مشاس كان ىف أذنه وقر‪ ،‬فإذا‬
‫سبقوه إىل جملس النيب ‪ ،‬أوسعوا له إذا أتى حىت جيلس إىل جنبه ليسع ما يقول‪ ،‬فأقبل ذات يوم وقد‬
‫فاتته من صالة الفجر ركعة مع النيب ‪ ،‬فلما انصرف النيب أخذ أصحابه جمالسهم منه؛ قربض كل ‪.‬‬
‫جملسا فيظل‬
‫يظل الرجل ال جيد ً‬
‫يوسع أحد ألحد حىت ّ‬
‫وغضو فيه ‪ ،‬فال يكاد ّ‬
‫رجل منهم مبجلسه ‪ّ ،‬‬
‫تفسحو‪ ،‬ففسحوا له حىت‬
‫تفسحو ّ‬
‫فلما انصرف ثابت من الصالة ‪ ،‬ختطّى رقاب النا س ويول‪ّ :‬‬
‫قائما‪ّ .‬‬
‫ً‬
‫تفسح‪ .‬فقال له الرجل‪ :‬قد وجدت جملساً فاجلس ‪ .‬فجلس‬
‫رجل فقال له‪ّ :‬‬
‫انتهى إين النيب وبينه وبينه ٌ‬
‫ثابت من خلفه معضيا‪ ،‬مث قال‪ :‬من هذا ؟ قال‪ :‬فالن‪ ،‬فقالثابت‪ :‬ابن فالنة! يعرّي ه هبا‪ ،‬يعين ّأما له يف‬
‫اجلاهلية‪ ،‬فاستحيا الرجل‪ ،‬فنزلت‪٠‬‬
‫‪75‬‬

‫وقال الضخاك‪ :‬نزلت يف وفد بين متيم الذي تقدم ذكرهم يف أول السورة‪ #‬اسهزؤوا بفقراء الصحابة‪،‬‬
‫وغريهم ‪ ،‬لِ َما رأوا‬
‫ِ‬ ‫وصهيب وسلمان وسامل َم ْوىل أيب ُحذيفة‬
‫عمار وخبّاب وابن فهرية وبالل ُ‬
‫مثل ّ‬
‫الغين من الفقري ‪ .‬وقال ابن‬
‫من َرثاثة حاهلم؛ فنزلت يف الذين آمنوا منهم ‪ .‬وقال جماهد‪ :‬هو سخرية ّ‬
‫إظهار ذنوبه يف الدنيا خريٌ له يف اآلخرة‬
‫فلعل َ‬‫زيد‪ :‬ال يسخر َمن سرت اهلل عليه ذنوبه ممن كشفه اهلل ‪ّ ,‬‬
‫‪.‬‬
‫وقيل‪ :‬نزلت يف عكرمة بن أيب جهل حني ِ‬
‫قدم املدينة مسلماً‪ ،‬وكان املسلمون‪ #‬إذا رأوه قالوا‪ :‬ابن‬
‫‪.‬فرعون هذه األمة‪ .‬فشكا ذلك إىل رسول اهلل ‪ ،‬فنزلت‬
‫ث احلال‪ ،‬أو ذا عاهة يف‬
‫وباجلملة؛ فينبغي أال جيرتئ أحد على االستهزاء مبن يقتحمه بعينه إذا رآه َر ّ‬
‫فيظلم نفسه‬ ‫أخلص ضمرياً وأنق قلباً ممن هو على ٌّ‬
‫ضد صفته ؛ َ‬ ‫ٌ‬ ‫بدنه أو غري لبيق يف حمادثته فلعله‬
‫وتصوهنم من ذلك‬
‫بالسلف‪ #‬إفراط توقيهم ّ‬
‫بتحقري من وقّره اهلل واالستهزاء مبن عظّمه اهلل‪ .‬ولقد‪ #‬بلغ َّ‬
‫خلشيت أن أصنع مثل الذي‬
‫ُ‬ ‫فضحكت منه ‪،‬‬
‫ُ‬ ‫رأيت رجال يُرضع عنزاً‪.‬‬
‫شر ُحبيل‪ :‬لو ُ‬
‫أن قال عمرو بن َ‬
‫‪ .‬صنع‬
‫أحول كلبًا‬
‫خلشيت أن ّ‬
‫ُ‬ ‫سخرت من كلب‬
‫ٌ‬ ‫وعن عبد اهلل بن مسعود ‪ :‬البالء ُم َو ّكل بالقول؛ لو‬
‫ِ‬
‫)) َواَل ن َساء ِّمن نِّ َساء َع َ‬
‫سى أَن يَ ُك َّن َخ ْيراً ِّم ْن ُه َّن ((‬
‫منهن اًكثر‪ .‬وقد قال اهلل تعاىل‪ ( :‬إِ َّن أَرسلنا نُوحا إِلَى قَ ِ‬
‫وم ِه) (نوح‬ ‫أفرد نساء بالذكر؛ ألن السخرية ِّ‬
‫ََ ً‬
‫‪ )1 : .‬فمثل اجلميع‬
‫قال املفسرون ‪ :‬نزلت يف امرأتني من أزواج النيب سخرتا من اًم سلمة‪ ،‬وذلك أهنا ربطت خضريها‬
‫جترها ‪ ،‬فقالت‬
‫ب — وسدلت طرفيها خلفها ‪ ،‬فكانت ُّ‬
‫الس ٌّ‬ ‫بسبِيبَة ‪ -‬وهو ثوب ٌ‬
‫أبيض‪ ،‬ومثلها ّ‬ ‫َ‬
‫جتر خلفها؛ كأنه لسان كلب‪ ،‬فهذه كان‬
‫عائشة حلفصةَ رضي اهلل عنهما ‪ :‬انظري [إىل] ما ُّ‬
‫‪.‬سخريتهما‬
‫وقال أنس وابن زيد‪ :,‬نزلت يف نساء النيب ‪ ،‬عرّي ن ّأم سلمة بالقصر‪ #.‬وقيل‪ :‬نزلت يف عائشه‪ ،‬أشارت‬
‫‪.‬بيدها إىل أم سلمة‪ ،‬يا نيب اهلل‪ ،‬إهنا لقصربة‪#‬‬
‫بنت ُحيَ ّي بن أخطب أتت رسول اهلل فقا لت ‪ :‬يا رسرل‬
‫وقال عكرمة عن ابن عباس ‪ :‬إن صفية َ‬
‫اهلل‪ ،‬إن‪ .‬النساء يُ َعرَّي نين‪ ،‬ويقلن ‪ :‬يا يهوديةُ بنت يهوديَّني! فقال رسول اهلل ا ‪( :‬هاَّل قلت‪ :‬إن أيب‬
‫‪.‬هارون‪ ،‬وإن عمي موسى‪ ،‬وإن زوجي حممد)‪ .‬فأنزل اهلل هذه اآلية‬
‫‪76‬‬

‫للنيب رجالً‪ ،‬فقال‪( :‬ما يسنين أين حكيت رجلة وأة‬


‫يف صحيح الرتمذي عن عائشةَ قالت ‪ :‬حكيت ّ‬
‫يل كذا وكذا) قالت فقلت‪ :‬يا رسرل اهلل‪ ،‬إة صفية امرأة؛ وقالت بيدها هكذا ‪ ،‬يعين أهنا قصرية‪.‬‬
‫ٍ‬
‫بكلمة لو مزِج هبا البحر ملزِج )‬ ‫ِ‬
‫مزجت‬ ‫فقال ( لقد‬

‫النيب أن يضحك الرجل ممَّا خيرج من األنفس‪ .‬وقال ‪:‬‬


‫ويف البخاري عن عبد اهلل بن زمعة قال ‪ :‬هنى ُّ‬
‫‪(.‬مل يضرب أحدكم امرأته ضرب الفحل‪ ،‬مث لعله‪ #‬يعانقها)‬
‫ويف صحيح مسلم‪ #‬عن أيب هريرة قال‪ :‬قال رسول اهلل (إن اهلل ال ينظر إىل صوركم وأموالكم ‪ ،‬ولكن‬
‫عظيم يرتتب عليه أاَّل يقطع مبغيب أحد ملا يرى عليه‬
‫ينظنر إىل قلوبكم وأعمالكم) ‪ ٠‬وهذا حديت ٌ‬
‫فلعل تن حيافظ على األعمال الظاهرة يعلم اهلل من قلبه وص ًفا‬
‫من صرر أعمال الطاعة أو املخالفة‪َّ ،‬‬
‫ولعل من رأينا عليه تغريطاً أو معصيةً يعلم اهلل من قلبه وص ًفا‬
‫تصخ معه تلك األعمال‪َّ ،‬‬
‫مذموما‪ #‬ال ُّ‬
‫ً‬
‫َّب عليها عدم الغُلُو يِف تعظيم من‬
‫أمارات ظنيةٌ‪ ،‬ال أدلةٌ قطعية‪ .‬ويرتت ُ‬
‫ٌ‬ ‫فاألعمال‬
‫ُ‬ ‫حممودا يغفر له بسببه ‪.‬‬
‫ً‬
‫رأينا عليه أفعاأل صاحلة‪ ،‬وعدم االحتقار ملسلم رأينا عليه أفعاال سيئة‪ .‬بل حتتقر وتذمل تلك احلالة‬
‫‪.‬السيئة‪ ،‬ال تلك الذات املسيئة‪ .‬فتدبَّر هذا‪ ،‬فإنه نظر دقيق‪ ،‬وبا هلل التوفيق‬
‫س ُك ْم ((‬ ‫ِ‬
‫)) َواَل َتلْم ُزوا أَن ُف َ‬
‫لم ُز َك فِي َّ‬
‫الص َدقَ ِ‬ ‫نهم َّمن ي ِ‬ ‫ِ‬
‫ت ) {اية ‪:‬‬ ‫َ‬ ‫‪:‬العيب ‪ ،‬وقد مضى يف ((براءة)) عند قوله تعاىل ‪َ ( :‬وم ُ‬ ‫مز َ‬ ‫اللَّ ُ‬
‫مز ال يكون إال بالِّسان‬ ‫‪ . }58 .‬وقال الطربي ‪ :‬اللَّ ُ‬
‫مز باليد والعني واللِّسان واإلشارة‪ .‬واهلَ ُ‬
‫قتلُوا أَن ُف َس ُكم ) { النساء ‪ }29 :‬أي ‪ :‬ال يقتل بعضكم ً‬
‫بعضا؛‬ ‫مثل قوله تعاىل ‪َ ( :‬واَل تَ ُ‬
‫وهذه اآلية ُ‬
‫قاتل نفسه‪ .‬وكقوله تعاىل ‪ ( :‬فَ َسلِّ ُمو َعلَى أَن ُف ِس ُكم )‬
‫ألن املؤمنني كنفس واحدة‪ ،‬فكأنه بقتل أخيه ٌ‬
‫بعضا‬‫‪{.‬النور ‪ }61 :‬يعين يسلِّم بعضكم على بعض ‪ .‬واملعىن‪ :‬ال يعب بعضكم‪ً #‬‬
‫وقال ابن عباس وجماهد وقتادة وسيد بن ُجبري‪ :‬ال يطعُن بعضكم على بعض ‪ .‬وقال الضحاك‪. :‬ال‬
‫بعضا‪ .‬وقُِرئ‪(( :‬وال تلمزوا)) بالضم‪#‬‬
‫‪.‬يلعن بعضكم ً‬
‫ويف قوله‪ (( :‬أَن ُف َس ُكم )) تنبيةٌ َعلَى أن العاقل ال يعيب نفسه ‪ ،‬فال ينبغي أن يعيب غريه ألنه كنفسه؛‬
‫قال رسوهلل ‪(( :‬املؤمنون كجسد واحد ‪ ،‬إن اشتكى عضو منه‪ ،‬تداعى له سائر اجلسد بالسهر‬
‫واحلمى))‬
‫‪َّ .‬‬
‫املزين‪ :‬إذا أردت أن تنظر العيوب مجَّةً فتأمل عيَّايًا ‪ ،‬فإنه إمنا يعيب الناس بفضل‬
‫وقال بكر بن عبد اهلل َ‬
‫ما فيه من العيب ‪ .‬قال رسوالهلل‪( :‬يبصر أحدكم القذاة يف عني أخيه ويدع اجلذع يف عينه )‪ .‬وقيل ‪:‬‬
‫‪ .‬من سعادة املرء أن يشتغل بعيوب نفسه عن عيوب غريه‬
‫‪77‬‬

‫)) َواَل َتنَ َاب ُزوا بِاأْل َلْ َق ِ‬


‫اب((‬
‫َّبز ‪ -‬بالتسكني ‪ -‬املصدر‪ ،‬تقول‪َ :‬نَبَزه يبُِزهُ نَ ًبزا‪ ،‬أي‪:‬‬
‫َّبز‪ -‬بالتحريك ‪ -‬اللَّقب‪ #،‬واجلمع األنباز‪ .‬والن ُ‬
‫الن ُ‬
‫ب السوء‪ .‬وتنابزوا‬
‫لقبَّه‪ ٠‬وفالن ينبَّز با لصبيان‪ ،‬أي‪ :‬يلقبهم‪ ،‬شدد للكثرة‪ .‬ويقال‪ :‬النََّبُز و لنََّزب لََق ُ‬
‫‪ .‬باأللقاب‪ ،‬أي‪ :‬لَّقَّب بعضهم ً‬
‫بعضا‬
‫ويف الرتمذي عن أيب جبرية بن الضحاك قال‪ :‬كان الرجل منا يكون له االمسني والثالثة‪ ،‬فيدعى‬
‫اب ) ‪ .‬قال‪ :‬هذا حديث حسن‪.‬‬‫ببعضها‪ ،‬فعسى أن يكره ‪ ،‬فنزلت هذه اآلية ‪َ (:‬واَل َتنَ َاب ُزوا بِاأْل َلْ َق ِ‬
‫صاحب‬
‫ُ‬ ‫وأبو جبرية هذا هو أخو ثابت بن الضحاك بن خليفة األنصاري‪ .‬وأبو زيد سعيد بن الربيع‬
‫‪.‬اهلَروي ثقة‬
‫س‬ ‫ويف مصنّف أيب داود عنه قال‪ :‬فينا نزلت هذه اآلية ‪ ،‬يف بين سلمة ‪( :‬واَل َتنَ َاب ُزوا بِاأْل َلْ َق ِ( ِ‬
‫اب ب ْئ َ‬ ‫َ‬
‫ِ‬ ‫االسم الْ ُفسو ُق ب ْع َد اإْلِ ِ‬
‫ِ‬
‫رجل إال وله امسان أو ثالثة ‪ ،‬فجعل‬ ‫يمان ) قال‪ :‬قَد َم رسول اهلل و وليس منا ٌ‬‫َ‬ ‫ُْ ُ َ‬
‫رسول اهلل و يقول‪ :‬يا فالن‪ ،‬فيقولون‪َ :‬مه يا رسول اهلل‪ ،‬إنه يغضب من هذا االسم‪ ،‬فنزلت هذه اآلية‬
‫‪َ ( :.‬واَل َتنَ َاب ُزوا بِاأْل َلْ َق ِ‬
‫اب) فهذا قول‬
‫يهودي ‪ ،‬يا نصراينُّ ‪،‬‬
‫ُّ‬ ‫وقول ثان ‪ :‬قال احلسن وجماهد ‪ :‬كان الرجل َي َعرّي بعد إسالمه بكفره‪ :‬يا‬
‫وي عن قَتاد ًة وأيب العالية وعكرمة‬
‫ور َ‬
‫‪.‬فنزلت‪ُ .‬‬
‫فاسق يا منافق‪ .‬وقاله جماعدة واحلسن أيضاً‬
‫‪.‬وقال ققادة‪ :‬هو قول الرجل للرجل‪ :‬يا ٌ‬
‫اال ْسم الْ ُفسو ُق ب ْع َد اإْلِ يم ِ‬
‫ان ((‬ ‫)) بِْئس ِ‬
‫َ‬ ‫ُ ُ َ‬ ‫َ‬
‫كافرا أو زانيًا بعد اسالمه و توبته ‪ .‬قال ابن ابن زيد ‪ .‬و قيل‪ :‬املعىن أن‬
‫الرجل ً‬
‫ُ‬ ‫أي ‪ :‬بعس أن يُ َس َّمى‬
‫من لقب‪ #‬أخاه أو سخر منه ‪ ،‬فهو فاسق‪ .‬ويف الصحيح‪ (( :‬من قال ألخيه‪ :‬يا كافر‪ ،‬فقد باء هبا‬
‫السخرية َواهْلّْم ْر والنَّبز‪،‬‬
‫أحدمها إن كان كما قال‪ ،‬وإال رجعت عليه))‪ .‬فمن فعل ما هنى اهلل عنه من ّ‬
‫‪ .‬فذالك فسوق وذالك ال جيوز‬
‫وقد ُروي أن أبا ذر‪ ،‬كان عند النيب ‪ ،‬فنازعه رجل ‪ ،‬فقال له أبو َذر ‪ :‬يا ابن اليهودية! فقال النيب ‪:‬‬
‫أمحر وأسود‪ ،‬ما أنت بأفضل منه))‪ .‬يعين بالتقوى‪ ،‬ونزلت ‪َ ( :‬واَل َتنَ َاب ُزوا‬
‫ما ترى ها هنا من َ‬
‫بِاأْل َلْ َق ِ‬
‫اب )‬
‫وقال ابن عباس‪ :‬التنابز باأللقاب‪ :‬أن يكون الرجل قد عمل السيئات مث تاب‪ ،‬فنهى اهلل أن يُ َعرّي مبا‬
‫وي أن النيب قال‪َ (( :‬من َعرَّي مؤمنًا بذنب تاب منه‪ ،‬كان حقًّا على اهلل أن‬ ‫ُّ‬
‫سلف‪ .‬يدل عليه ما ُر َ‬
‫فض َحه فيه يف الدنيا واآلخرة ))‬ ‫ِ‬
‫‪.‬يْبتليَهُ به ويَ َ‬
‫َ‬
‫‪78‬‬

‫وقع من ذلك مستثىًن من غلب عليه االستعمالء كاألعرج واألحدب‪ ،‬ومل يكن له فيه كسب‪ ،‬جَيِ د‬
‫فجوزته األمة‪ ،‬واتفق على قوله أهل امللّة‪ .‬قال ابن العريب‪ :‬وقد ورد‪ -‬لَ َع ْم ُر اهلل‪-‬‬
‫يف نفسه منه عليه‪َّ ،‬‬
‫صحف (خرزة) َفلُ ّقب هبا‪.‬‬
‫من ذلك يف كتبهم ما ال أرضاه [كقوهلم] يف صاحل‪َ :‬جَزرة ؛ ألنه َّ‬
‫وكذلك قوهُلُم يف حممد بن سليمان احلضرمي‪َ :‬مطَنَّي ؛ ألنه وقع يف طني‪ ،‬وحنو ذلك مما غلب على‬
‫املتأخرين‪ .‬وال أراه سائغًا يف ال ّدين‪ .‬وقد كان موسى بن علي بن َرباح املصري يقول ‪ :‬ال أجعل‬
‫الغالب على امسه التصغري بضم العني‪. .‬والذي يضبط هذا‬
‫ٌ‬ ‫أحدا صغّر اسم أيب [يف جل]‪ .‬وكان‬
‫ً‬
‫‪ .‬كله ‪ :‬أن كل ما يكرهه اإلنسان إذا ودي به‪ ،‬فال جيوز الجوز ِ‬
‫االذيّة‪ .‬واهلل أعلم‬
‫البخاري رمحه اهلل يف كتاب األدب من اجلامع الصحيح يف (باب ما‬
‫ُّ‬ ‫قلت‪ :‬وعلى هذا املعىن ترجم‬
‫النيب ‪( :‬ما يقول‬
‫جيوز من ذكر الناس حنو قوهلم‪ :‬الطويل والقصري ال يراد به َشنْي الرجل) قال‪ :‬وقال ُّ‬
‫‪ .‬ذو اليدين )‬
‫قال أبو عبد اهلل بن ُخ َويْ ِر َمْن َداد‪ :‬تضمنت اآلية املنع من تلقيب اإلنسان مبا يكره‪ُ ،‬‬
‫وجيوز تلقيبه مبا‬
‫وحزمية‬
‫عمر بالفاروق‪ ،‬وأبا بكر بالص ّديق‪ ،‬وعثما َن بذي النُورين‪ُ ،‬‬
‫حيب‪ ،‬أال ترى أن النيب لقَّب َ‬
‫الشمالني ويذين‪ ،‬يف أشباه ذلك‬
‫‪.‬بذي الشهادتني‪ ،‬وأبا هريرة بذي ّ‬
‫الزخمشري ‪ :‬روي عن نيب ‪ ( :‬من حق املؤمن على املؤمن أن يسميه بأحب أمسائه إليه )‪ .‬وهلذا‬
‫كانت التكنية من السنة و االدب احلسن ‪ ،‬قال عمر ‪ :‬أشيعوا ال ُكىن فإهنا منبّهة ‪ .‬ولقد لَّقب‪ #‬أبو بكر‬
‫قل من املشاهري يف‬
‫وعمر بالفاروق‪ ،‬ومحزةُ بأسد اهلل ‪ ،‬وخال ٌد بسيف اهلل‪َ .‬و ّ‬
‫بالعتيق والص ّديق‪ٌ ،‬‬
‫اجلاهلية و اإلسالم َمن ليس له لَقب‪ .‬ومل تزل هذه األلقاب احلسنة يف األمم كلّها ‪ -‬من العرب‬
‫‪.‬والعجم ‪ -‬جتري يف خماطباهتم ومكاتباهتم من غري نكري‬
‫ومستحسنها فال يُكره‪ .‬وقد َوصف رسول اهلل ِي ً‬
‫عددا من‬ ‫ّ‬ ‫ب األلقاب‬
‫مستح ُّ‬
‫َ‬ ‫فأما‬
‫املاوردي‪ً :‬‬
‫ُّ‬ ‫وقال‬
‫‪ .‬أصحابه بأوصاف صارت هلم من أجل األلقاب‬
‫العيب؛ فذلك كثري‪ .‬وقد سئل عبد اهلل‬
‫ظاهرها الكراهة‪ ،‬اذا أريد هبا الصفة ال ُ‬
‫فأما ما يكون ُ‬
‫قلت‪ًّ :‬‬
‫بن املبارك عن الرجل يقول‪ :‬مُح ي ٌد الطويل‪ ،‬وسليمان األعمش‪ ،‬ومُح ي ٌد األعرج‪ ،‬ومروان األصفر‪،‬‬
‫فقال‪ :‬إذا أردت صفته ومل ترد عيبه‪ ،‬فال بأس به‪ .‬وفىي صحيح مسلم‪ #‬عن عبد اهلل بن َس ْر ِجس قال‪:‬‬
‫‪.‬رأيت األصلع يعين عمر بقبَّل احلجر‪ .‬يف برواية ‪ :‬األصيليع‬

‫(( َو َمن لَّ ْم َيتُ ْ‬


‫ب ))‬
‫‪.‬أي عن هذه األلقاب الذي يتأذى هبا السامعون‪#‬‬
79

((‫ك ُه ُم الظَّالِ ُمو َن‬


َ ِ‫)) فَأ ُْولَئ‬
‫ باركاب هذه املناهي‬#‫ألنفسهم‬.

Terjemahan :

“Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-

olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih

baik dari mereka (yang mengolok-olok)”

Allah SWT berfirman : Hai orang-orang yang beriman, janganlah

sekumpulan orang laki-laki menghina(merendahkan)kumpulan yang lain,

boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula

sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang

direndahkan itu lebih baik, di dalam firmannya terdapat 4 masalah

Pertama : Allah SWT berfirman : “Hai orang-orang yang beriman,

janganlah sekumpulan orang laki-laki menghina(merendahkan )kumpulan

yang lain, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik dari mereka”

Dikatakan maknanya (lebih baik) disisi Allah SWT dan perkataan

khairan minhum artinya lebih baik dari mereka dalam hal selamatnya

I’tiqad dan hatinya. Kata sukhriyyah itu artinya menghina.Diambil dari

kata (‫رت ِمنـهُ أَ ْسـخَ ُر َسـخَ رًا‬


ُ ‫)سـ ِخ‬,
َ ُ ْ‫ َسـ ِخر‬,dan
Abu Zaid menceritakan kata ‫ت بِه‬

ungkapan itu merupakan bahasa yang paling buruk.

ُ ْ‫ َس ِخر‬,dan ungkapan itu merupakan


Abu Zaid menceritakan kata ‫ت بِه‬

bahasa yang paling buruk .Dan Akhfasy berkata : adalah kalimat yang

diucapkan (untuk menghina) dan isimnya adalah as sukhriyatu dan dalam


80

ilmu qiraat dibaca juga dengan as sukhriyyu dan as skhriyyu sebagaimana

dalam firman Allah SWT dalam Surat Az-Zukhruf ayat 32:

‫س ْخ ِريَّا‬
ُ ‫ضا‬ ُ ‫لِيَت َِّخ َذ بَ ْع‬
ً ‫ض ُه ْم بَ ْع‬

Dan ini sudah dikemukakan sebelumnya.dan dalam bahasa disebutkan ungkapan :

(‫ يُتَ َس َّخ ُر فِ ْي ال َع َم ِل‬، ٌ‫)فُالَ ٌن س ُْخ َرة‬. Dan juga tersebut dalam bahasa (‫خَ ا ِد ٌم َو َر ُج ٌل س ُْخ َرةٌ أيضا‬

ُ‫)يَ ْس َخ ُر ِم ْنه‬, dengan memfathahkan kha’nya yang artinya menghina manusia.

Kedua: Sebab turunnya ayat ini diperselisihkan dikalangan ulama

Ibnu Abbas berkata : Ayat ini turun berkaitan dengan kisah tsabit bin Qais

Bin Syammas seorang sahabat Nabi yang terganggu pendengarannya

.Dimana suatu ketika dia terlambat datang ke majlis Rasulullah, para

sahabat yang lain memberikan untuknya tempat duduk di samping Nabi

untuk bisa mendengar apa yang dikatakan oleh Rasulullah. Pada suatu hari

Tsabit pernah terlambat 1 rakaat shalat subuh ketika shalat berjamaah

bersama Nabi, tatkala Nabi selesai shalat mulailah para sahabat

mengambil tempat untuk duduk di majlis Rasulullah, dan masing masing

sahabat memboking tempat duduknya sehingga hampir tidak ada yang

mau memberikan tempat duduk kepada yang tidak mendapatkan tempat

duduk sehingga sampai sampai ada yang berdiri. Tatkala Tsabit selesai

dari shalat, beliau berjalan melangkahi pundak para sahabat yang duduk di

majlis Rasulullah dan kemudian berkata : geser geser. Melihat hal tersebut

salah seorang sahabat marah sambil berkata:”Duduk dimana engkau

terakhir duduk atau dimana terakhir engkau mendapatkan majelis“.


81

akhirnya dia juga sedikit terbawa emosi dan dia bertanya:”Siapa fulan ini

dan siapa gerangan dia yang berani menegur saya”, dikatakan

kepadanya:”Ini namanya fulan”, Tsabit mengatakan:”Ibnu fulanah (putra

dari fulanah)”, dan ternyata ibu orang yang menegur beliau memiliki sifat

yang merupakan sifat jahiliyah yang ia bawa sejak jahiliyah dan ia tidak

menyukainya, akhirnya lelaki ini diam dan merasa malu ketika tsabit

berkata demikian, maka turunlah firman Allah surat Al-Hujurat ayat :11.

Dhahhak berkata : Ayat ini turun berkenaan dengan utusan Bani

Tamim yang telah disebutkan kisahnya diawal surat ini, dimana mereka

menghina para sahabat yang faqir seperti ‘Ammar , Khabbab, Ibnu

Fuhairah , Bilal, Shuhaib, Salman dan Salim budaknya Abu Huzaifah dan

selain mereka disebabkan apa yang yang mereka lihat dari para sahabat

dari kefaqiran mereka.sehingga ayat ini turun tentang orang orang yang

beriman di antara mereka. Dan Mujahid berkata : itu adalah penghinaan

orang kaya terhadap orang faqir

Dan Ibnu Zaid berkata : janganlah orang yang ditutupkan dosanya

(aibnya ) oleh Allah SWT menghina orang yang diperlihatkan aibnya oleh

Allah. Barangkali Allah SWT menampakan dosanya (aibnya ) di dunia

lebih baik baginya dari pada di akhirat. Dan satu pendapat mengatakan

ayat ini turun berkenaan dengan kisah Ikrimah bin Abi Jahl ketika dia

datang ke Madinah dalam keadaan Islam dan ketika dilihat oleh kaum

muslimin Madinah mereka mengatakan Ikrimah adalah anak Fir’aun umat


82

ini.Kemudian Ikrimah mengadukan hal itu kepada Rasulullah sehingga

turunlah ayat ini.

Oleh karena itu janganlah seseorang berani menghina orang yang

dia lihat kondisinya miskin, atau memiliki cacat pada badannya atau tidak

lancar dalam bicara , bisa jadi orang yang dihina memiliki hati yang bersih

dari pada orang yang berbeda kondisinya(kondisi orang yang menghina)

dengan mereka, sehingga dia berbuat zhalim kepada orang yang

dimuliakan Allah SWT dan menghina orang yang diagungkan Allah SWT.

Dan telah sampai petunjuk dari Salaf bagaimana mereka sangat hati hati

dan menjaga diri dari menghina orang lain.Sebagimana yang dikatakan

Amru bin Syurahbil seandainya saya melihat seorang laki laki menyusui

Anaz kemudian aku menertawakannya , sungguh aku khawatir akan

melakukan hal yang sama.

Dari Abdullah bin Masud : Musibah itu akan turun disebabkan

karena ucapan , kalau saya mencela anjing maka aku khawatir dirobah jadi

anjing . dan kata kaum khusus digunakan untuk laki laki.

Dan laki laki dinamakan kaum karena mereka melaksanakan itu

karena adanya suatu faktor yang mendesak mereka dilakuakan dalam

keadaan sulit(berat). Dan dikatakan kata qaum itu jamak dari kata qaim (

‫)قائم‬. Kemudian maknanya meluas untuk semua kelompok. Dan terkadang

kata qaum digunakan untuk perempuan secara majaz dan sudah berlalu

penjelasannya dalam surat Al-Baqarah.


83

ketiga : perkataan Allah SWT : dan janganlah sekelompok wanita

menghina kelompok wanita yang lain bisa jadi yang dihina lebih baik

daripada yang menghina. Kata Nisa’ disebut secara terpisah karena mereka

lebih banyak mencelanya dan Allah SWT berfirman : Sesungguhnya kami

mengutus Nuh kepada kaumnya, dan kata kaum mencakup seluruhnya.

Para ahli tafsir berkata : ayat ini turun tentang 2 orang istri

Rasulullah menghina ummu salamah disebutkan bahwasanya ‘Aisyah

Radhiyallahu anha bersama dengan Hafsah pernah menggunjing Ummu

Salamah dan yang menujadi topik dari pembicaraan keduanya adalah

pakaiannya Ummu Salamah yang mana ia mengikat dibagian pinggangnya

kemudian sebagian tali pinggangnya mengekor kebelakang, ‘Aisyah

kemudian berkata kepada Hafsah:”Lihatlah dia keluar dia menarik tali itu

seperti lidah se’ekor anjing“, maka turunlah firman Allah SWT di atas.

Anas dan Ibnu Zaid berkata :Ayat ini turun berkenaan dengan para

istri Rasulullah dimana mereka menggunjingkan Ummu Salamah karena

pendeknya (postur tubuh beliau) dan menurut satu riwayat ayat ini turun

tentang Aisyah dimana beliau menunjuk Ummu Salamah dengan

tangannya sambil berkata kepada Rasulullah :wahai Nabi Allah

sesungguhnya Ummu Salamah adalah wanita yang pendek.

Ikrimah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwasanya Shafiyah binti

huyay bin Akhthab (salah seorang wanita dari kalangan yahudi yang

diperistri oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam) beliau diejek oleh istri

Nabi yang lain dikatakan bahwasanya:”Dia adalah yahudiyah anak dari 2


84

yahudi“, yang dimaksudkan adalah Nabi Musa dan Harun, Shafiyah tidak

terima dengan ejekan mereka akhirnya Shafiyah mengadukan kepada

suaminya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, disini bisa mendapatkan

faedah bagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menyelesaikan

masalah ketika shafiyah berkata:”Saya diejek oleh istri – istri anda yang

lain Ya Rasulullah mereka mengatakan:”Saya ini yahudiyah dari 2 orang

yahudi”, Rasulullah mengatakan:” Cukup engkau mengatakan kepada

mereka: ” Bapakku adalah seorang yahudi (Nabi Harun) kemudian

pamanku adalah Nabi Musa, engkau dan saya adalah istri seorang Nabi.

Masalah yang ke empat : di dalam shahih Tirmidzi dari Aisyah

berkata: Saya menceritakan kepada Nabi tentang seorang laki laki ,

kemudia Nabi berkata : tidak lah itu membuat aku senang ketika

diceritakan kepadaku tentang seorang laki laki sementara aku sudah

memiliki ini dan itu kemudian Aisyah berkata : wahai Rasulullah

bahwasanya Shafiyyah adalah seorang wanita dan Dia mengisyaratkan

dengan tangannya (sambil memperagakan tangannya) yang dia maksudkan

Shafiyyah adalah wanita yang pendek kemudian Rasulullah berkata :

seandainya perkataanmu itu dicampur dengan air laut maka perkataanmu

itu bisa membuat air laut jadi tercemar. Dan dalam hadits riwayat Bukhari

dari Abdullah bin Zam’ah berkata : Nabi melarang seseorang

menertawakan sesuatu yang keluar dari badan (kentut) dan Beliau berkata:

kenapa seorang suami memukul istrinya dengan pukulan kuda jantan

kemudian setelah itu dia peluk istrinya.


85

Dan dalam hadits shahih yang diiriwayatkan oleh Imam Muslim

dari Abu Hurairah berkata : Nabi Shallahu alaihi wasallam bersabda :

sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk fisik kalian dan tidak

pula kepada harta kalian akan tetapi Allah melihat hati kalian dan

perbuatan kalian.

ini adalah hadits yang agung terkandung di dalamnya janganlah

seseorang menyebutkan aib orang lain sementara orang yang dia sebutkan

memiliki amalan amalan ketaatan atau amalan yang menyelisihi ketaatan ,

bisa jadi menjaga amalan zhahir , Allah Maha Tau terhadap apa yang ada

di dalam hatinya sifat sifat tercela yang membuat amalan itu tidak diterima

dan bisa jadi orang yang kita lihat dari padanya dari perbuatan melampaui

batas , Allah SWT tau apa yang ada di hatinya dari sifat sifat terpuji maka

Allah SWT mengampuni dosanya dengan sebab yang ada di

hatinya.Karena amalan itu fungsinya sebagai tanda zhanni (dugaan) bukan

sebagai tanda qathi” (pasti). Dan terkandung juga di dalam hadits ini tidak

boleh berlebih lebihan dalam mengagungkan orang yang kita lihat dia

melakukan amalan shaleh dan tidak menghina orang yang melakukan

perbuatan buruk akan tetapi yang dicela adalah kondisi yang buruk bukan

orangnya yang berbuat buruk.Maka tadaburi (hayatilah) ini karena yang

demikian itu ada pandangan yang terperinci dan Mudah mudahan Allah

SWT memberikan taufik.

Allah SWT Berfirman : (‫)وال تلمــزوا أنفســكم‬, di dalamnya ada 3

masalah
86

Masalah Pertama : perkataan Allah SWT (‫ )وال تلمزوا أنفســكم‬Imam

Thabari berkata : Al Lamzu maknanya mencela dengan mengunakan

tangan , mata , lisan dan isyarat . Al hamzu itu mencela dengan lisan.

Ayat ini dan yang semisalnya (‫)وال تقتلـوا أنفســكم‬Artinya janganlah

sebagian membunuh sebagian yang lain karena orang beriman itu seperti

satu tubuh maka seolah olah dengan membunh saudaranya sama dengan

membunuh dirinyabdan seperti perkataan Allah SWT (‫)فســلموا على أنفســكم‬.

Artinya selamatkan sebagian kalian terhadap sebagian yang lain artinya

tidak menyampaikan aib orang lain.

Dan berkata Ibnu Abbas , qatadah dan Said bin jubair maknanya

adalah janganlah sebagai melukai sebagian yang lain. Dan Dhahhak

berkata : maknanya tidak melaknat sebagian terhadap sebagian yang lain.

Dan dalam satu riwayat dibaca dengan (‫ )وال تل ُمزوا‬dengan didhammahkan

(mimnya ).

Dan pada perkataan Allah SWT (‫ )أنفسكم‬mengingatkan orang yang

berakal untuk tidak menghina dirinya maka janganlah dia menghina orang

lain karena itu sama dengan menghina dirinya sendiri,Rasulullah

bersabda :

‫السه ِر‬ِ ِ َ ‫اعى لَهُ َسائِر‬ ِ ‫اح ٍد إِن اِشت َكى ع‬


ِ ‫ؤمنو َن َكجس ٍد و‬
ِ
َ ‫الج َسد ب‬ ُ َ ‫ضو منهُ تَ َد‬
ٌ ُ َ َ ََ ُ ‫الم‬
ُ
‫الح َّمى‬
ُ ‫َو‬
Artinya : “orang beriman itu seperti satu tubuh, jika satu bagian sakit
maka seluruh badan akan merasakannya sampai harus
bergadang dan demam”
87

Berkata Bakr bin abdullah al muzani : apabila seseorang ingin

melihat aib orang lain maka hendaknya dia memperhatikan aibnya karena

berapa banyak orang mencela apa yang mereka lihat dari aib aib.Dan

Rasulullah bersabda : seseorang melihat keburukan pada diri saudaranya

dan melupakan aib yang ada pada dirinya.

Dan diriwayatkan :di antara bentuk kebahagian seseorang , dia

menyibukan dirinya melihat aibnya sendirinya daripada melihat aib orang

lain.

Seorang penyair berkata : seseorang apabila dia berakal dan wara’

maka sifat wara’nya akan menyibukannya dari melihat aibnya sebagimana

orang sakit dia akan sibuk dengan penyakitnya ketimbang melihat

penyakit orang lain.

Kedua : Firman Allah SWT (‫ )وال تنــابزوا باأللقــاب‬Kata An Nabaz

artinya mengelari, bentuk jamaknya al Anbaz , dan kata An Nabzu

(dengan mensukunkan ba’) adalah bentuk mashdar dari kata (‫)نبزه ينبزه نبزا‬

artinya mengelarinya seperti ucapan Fulan digelari anak anak (disebutkan

anak anak padahal dia tunggal ).

Dan dalam hadits riwayat Tirmidzi dari abi jabirah bin Dhahhak

berkata : ada seorang laki laki , dia memiliki 2 nama atau 3 nama

kemudian dia dipanggil dengan sebagian nama itu agar dia marah maka

turunlah ayat ini (‫ )وال تنابزوا باأللقاب‬dan Imam tiridzi mengatakan ini adalah

hadits hasan . Dan Abu jabirah adalah saudaranya Tsabit bin Dhahhak bin
88

Khalifah Al anshari dan Abu Zaid said bin Rabi’ adalah pengarang kita Al

Harawi dia adalah orang yang tsiqah (dipercaya).

Dan dalam Mushannaf karya Abu Daud disebutkan bahwa ayat

ini turun berkenaan dengan kisah Bani Salamah , telah datang kepada

Rasulullah dan ada seorang laki laki dia memiliki 2 nama atau 3 nama

kemudian Rasulullah memanggilnya wahai fulan kemudian mereka

mengatakan kepada Rasul diam lah wahai Rasulullah , artinya laki laki itu

marah karena dipanggil dengan nama itu maka turunlah ayat ini menurut

satu pendapat.

Dan menurut pendapat yang kedua : Berkata Hasan dan Mujahid:

ada seorang laki laki dihina dengan kekufurannya( dimasa lalu )padahal

dia sudah masuk Islam dengan panggilan wahai yahudi , wahai nashrani

sehingga turunlah ayat ini .

Dan diriwayatkan dari Qatadah , Abi Aliyah dan Ikrimah dimana

Qatadah berkata :ayat ini turun disebakan karena seseorang memanggil

orang lain dengan sebutan wahai fasiq , wahai munafiq.Dan pendapat ini

juga merupakan pendapat Imam Mujahid dan Hasan .

Di dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa suatu ketika Abu Zar

berada di dekat Rasulullah kemudian tiba tiba ada seorang laki

mengajaknya untuk berdebat ,kemudian Abu zar berkata kepadanya :

wahai Anak wanita yahudi, kemudian Nabi berkata kepada Abu Zar ,

wahai abu zar apakah kamu tidak melihat disini ada yang merah dan yang
89

ada yang hitam , tidaklah kamu lebih baik dari padanya (dari sisi

ketaqwaan) kemudian turun ayat (‫)التنابز باأللقاب‬

Dan Ibnu Abbas berkata : makna (‫ )التنابز باأللقاب‬adalah seseorang

yang dia melakukan keburukan setelah itu dia bertaubat , maka Allah SWT

melarang untuk menggelarinya dengan apa yang sudah dia lakukan dari

keburukan.dan ini dikuatkan oleh hadits Rasulullah :

‫دنيا‬LL‫ه في ال‬LL‫حه في‬LL‫ه ويفض‬LL‫ه ب‬LL‫ا على هللا أن يبتلي‬LL‫ان حق‬LL‫من عير مؤمنا بذنب تاب منه ك‬

‫واآلخرة‬

Artinya : barang siapa yang mencela seorang yang beriman disebabkan karena

dosa yang pernah dia lakukan sementara dia sudah bertaubat darinya, maka Allah

SWT berhak untuk mengujinya dengan dosa itu dan mempermalukannya di dunia

dan akhirat.

ketiga : Pengecualian dari semua itu adalah penggunaan kata ‘A’raj

(pincang), Ahdab (bungkuk )

Dan tidak ada keinginan di dalam dirinya untuk mencela kepada

orang itu maka Ulama membolehkannya bahkan mereka sepakat dalam hal

ini akan kebolehannya.

Ibnu Arabi berkata : terdapat dalam kitab para ulama penyebutan

gelar Shaleh dengan sebutan Jazarah .kata ini ditahrif (dirobah ) dari kata

Kharazah dan penyebutan Muhammad bin Sulaiman Al hadhrami dengan

sebutan Muthayyan karena dia pernah jatuh di Tanah dan yang lain lainnya

dari penyebutan yang dikenal dalam kitab kitab Ulama


90

Mutaakhirin(Ulama Kontemporer).dan saya tidak memandang itu tidak

ada masalah dalam agama.

Musa bin Ali bin Rabah Al Mishri pernah berkata : Aku tidak

halalkan seseorang menghina nama bapakku .

Maka oleh karena itu yang menjadi barometer dalam hal ini adalah

segala sesuatu yang tidak disukai oleh orang lain untuk dipanggil maka

tidak boleh dilakukan karena itu masuk dalam kategori menyakiti.

Wallahu ‘A’lam.

Saya katakan (masudnya Imam Qurtubi berkata ) : berdasarkan

makna ini Imam Bukhari menyebutkan bab adab dalam kitab Shahihnya.

Bab Apa yang boleh dari panggilan kepada orang lain seperti kata panjang/

tinggi dan pendek dimana tidak ada maksud untuk menghina

orang.sebagaimana ucapan nabi wahai Zul Yadain (yang punya 2 tangan )

Berkata Abdullah bin khuwaiz Mindad : ayat ini mengandung

larangan memanggil orang dengan panggilan yang dia tidak sukai dan

boleh memanggil dengan sebutan yang dia sukai.lihatlah bagaimana

Rasullah menggelari Umar Bin Khattab dengan Al Farruq , Abu bakar

dengan gelar As shiddiq , Utsman Bin Affan dengan gelar Zun nurrain ,

Khuzaimah dengan gelar Dzi Syahadatain dan Abu Hurairah dengan gelar

Dzi Syimalain dan Dzil Yadain.dan yang semisalnya.

Zamakhsyari (menyebutkan dalam kitabnya) Diriwayatkan dari

Nabi shallahu alaihi wasallam bahwa beliau bersabda : di antara kewajiban


91

seorang mukmin terhadap mukmin lain adalah memanggilnya dengan

namanya yang paling dia sukai .

Maka oleh karena itu menyebut kunyah seseorang termasuk

bagian dari sunnah dan adab yang baik.

Berkata Umar radhiyallahu anhu : Tebarkanlah kunyah(gelar)

karena sesungguhnya kunyah itu sunnah.

Dan sungguh Abu Bakr digelari dengan Al Atiq dan Ash shiddiq

dan Umar digelari dengan Al farruq , Hamzah degelari Aasadullah ,

Khalid bin walid digelari dengan Saifullah .dan sedikit sekali orang yang

masyhur dikalangan jahiliah dan Islam yang tidak punya gelar. Dan gelar

gelar yang baik ini masih berlaku sampai sekarang baik dikalangan arab

atau Ajam (non arab) dan itu nampak dalam pembicaraan mereka dan

penulisan tanpa sedikit pun pengingkaran.

Imam Mawardi berkata : Adapun gelar gelar yang baik dan gelar

yang bagus maka tidaklah dibenci. Sebagaimana Rasulullah mensifati

sebagian besar sahabat dengan sifat sifat yang kemudian sifat sifat itu

menjadi gelar bagi mereka.

Aku berkata (imam Qurtubi) : maka adapun yang secara zhahirnya

itu tidak disukai tetapi karena dimaksudkan untuk mensifatinya bukan

untuk menyebutkan aibnya ,ini banyak contohnya sebagaimana Abdullah

ibnu mabarak pernah ditanya tentang seorang laki laki , kemudianlaki laki

itu berkata: Hamid digelari Atthawil ( yang panjang), Sulaiman digelari Al

A’masy, hamid digelari Al’a’raj (yang pincang), dan Marwan digelari Al


92

ashgar (yang paling kecil),bagaimana itu Imam?Kemudian Abdullah bin

Mubarak berkata: Kalau kamu ingin mensifatinya , bukan karena ingin

menyebutkan aibnya maka tidak apa apa.

Dan di dalam shahih Musli dari Abdullah bin Sirjis ,dia berkata :

saya melihat Al Ashla’ (kepalanya gundul) yang dia maksudkan adalah

umar bin khattab sedang mencium hajar aswad dan dalam sebuah riwayat

disebutkan Ushaili’ (Gundul sedikit).

Dan Allah SWT berfirman : (‫ )ومن لم يتب‬Dan siapa yang tidak

bertaubat dari menyebut panggilan dimana tersakiti orang yang

mendengarnya maka mereka itu adalah orang yang zhalim terhadap diri

mereka karena mereka melakukan larangan larangan ini.

Anda mungkin juga menyukai