Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
STEMI
(ST Elevasi Miokard Infark)

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung
secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses
degenerative maupun dipengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan
nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST Elevasi pada pemeriksaan EKG.
Infark Miokard menunjukkan suatu daerah nekrosis miokardium akibat
iskemia total. ML akut yang terkenal sebagai “serangan jantung”, merupakan
penyebab tunggal tersering kematian diindustri dan merupakan salah satu
diagnostic rawat inap tersering dinegara maju.
STEMI merupakan cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang
tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar berhenti, otot jantung
yang dipendarahahi tidak dapat nutrisi oksigen dan mati.

2. Etiologi
Adapun penyebab dari STEMI sebagai berikut :
a. Faktor penyebab
1. Suplai oksigen ke Miokard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor ,
yaitu :
a. Faktor pembuluh darah :
1. Aterosklerosis
2. Spasme
3. Arteritis
b. Faktor sirkulasi
1. Hipotensi
2. Stenosos aorta
3. Isufisiensi
c. Faktor darah
1. Anemia
2. Hipoksemia
3. Polisitemia
d. Curah jantung yang meningkat
e. Aktifitas yang berlebihan
f. Ernosi
g. Makan terlalu banyak
h. Hypertiroidisme
i. Kebutuhan oksigen Miokard meningkatkan pada
j. Kerusakan Miokard
k. Hypertropi Miokard
l. Hypertensi diastolic
b. Faktor Predisposisi
1. Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah
a. Usia lebih dari 40 tahun
b. Jenis kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita
meningkat setelah menopause
c. Hereditas
d. Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam
2. Faktor resiko yang dapat diubah :
a. Mayor
1. Hyperlipidemia
2. Hypertensi
3. Merokok
4. Diabetes
5. Obesitas
6. Diet tinggi lemak jenuh, kalori
b. Minor
1. Inaktifitas fisik
2. Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius,
kompetitif)
3. Stress psikologis berlebihan

3. Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oflusi thrombus pada otak arteosklerosis yang sudah ada sebelumnya.
Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak
memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolesterol sepanjang waktu.
STEMI terjadi jika thrombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi
injury vascular, dimana injury ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti
merokok, hipertensi dan akumulasi lipid. Pada sebagian besar kasus, infark
terjadi jika plak arteosklerosis mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika
kondisi local atau sitemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus
murai pada lokasi ruptureyang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian
histologist menunjukkan plak koroner cenderung mengalami rupture jika
mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich care). Pada
STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrinrich red thrombus, yang
dipercayai menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respon terhadap terapi
trombolitik, selanjutnya pada lokasi ruptur otak, berbagai agonis (kolagen,
ADP, efinefrin, serotonin ) memicu aktivitas trombostit, yang selanjutnya akan
memproduksi dan menegaskan trombokan A2 (vasokontriktor local yang
paten). Selain aktivasi trombosit memicu perubahan konfirmasi reseptor
glikoprotein II b / III a. setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor
mempunyai afinitas tinggi, terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi
yang larut (integrin) seperti faktor von Willibrand (u WF) dan fibrinogen,
dimana keduanya adalah molekul multivalent yang dapat mengikat 2 platelet
yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelets dan
agregasi.kaskade koagulasi diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin
yang kemudian akan mengalami oklusi oleh thrombus yang terdiri agregat
tromborit dan fibrin. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan
oleh emboli koroner, abnormalitas congenital, spasme koroner dan berbagai
penyakit inflamasi sistemik.
4. Manifestasi Klinis
Nyeri dada penderita Infark Miokard serupa dengan nyeri angina tetapi lebih
intensif dan berlangsung lama serta tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat
ataupun pemberian nitrogliserin. Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita
gelisah, takut, berkeringat dingin dan lems. Pasien terus menerus mengubah
posisinya ditempat tidur. Hal ini dilakukan untuk menemukan posisi yang
dapat mengurangi rasa sakit, namun tidak berhasil. Kulit terlihat pucat dan
berkeringat, serta ekstermitasnya biasanya terasa dingin.
Dari auskultasi prekardium jantung, ditemukan suara jantung yang melemah
pulpasinya juga sulit dipalpasi. Pada Infark daerah anterior, terdengar pulpasi
sistolik abnormal yang disebabkan oleh diskinesis otot-otot jantung. Penemuan
suara jantung tambahan (S3 dan S4), penurunan intensitas suara jantung dan
paradokal splitting suara jantung S2 merupakan pertanda disfungsi ventrikel
jantung. Jika didengar dengan seksama, dapat terdengar suara friction Rub
perikard, umumnya pada pasien infark transmural tipe STEMI.

5. Komplikasi
Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien STEMI, adalah:
1. Disfungsi ventrikel
2. Gangguan hemodinamik
3. Gagal jantung
4. Syok kardiogenik
5. Perluasan IM
6. Emboli sistemik/pilmonal
7. Perikardiatis
8. Rupture
9. Ventrikel
10. Otot papilar
11. Kelainan septal ventrikel
12. Disfungsi katup
13. Aneurisme ventrikel
14. Syndrome Infark Pascamiokardias.
6. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis pada fase serangan akut sebagai berikut
1. Penanganan nyeri dapat berupa terapi farmakologi yaitu monfin sulfat,
nitrat, penghambat beta
2. Membatasi ukuran Infark Miokard, penatalaksanaan yang diberikan
bertujuan untuk membatasi ukuran Infark Miokard. Penatalaksanaan
yang diberikan bertujuan untuk membatasi ukuran Infark Miokard
secacara selektif yang dilakukan dengan upaya meningkatkan suplai
darah dan oksigen kejaringan miokardiun dan untuk memelihara,
mempertahankan, atau memulihkan sirkulasi. Keempat golonganutama
terapi farmakologi yang diberikan yaitu antikoagulan, trombolitik,
antilimik, vasodilator perifer
3. Pemberian oksigen. Terapi oksigen segera dimulai saat awitan nyeri
terjadi. Oksigen yang dihirup akan langsung meningkatkan saturasi
darah. Efektivitas teraupeutik oksigen ditemukan dengan observasi
kecepatan dan irama pertukaran pernapasan. Saturasi oksigen dalam
dilanjutkan hingga klien mampu bernapas, dengan mudah. Saturasi
oksigen dalam darah secara bersamaan diukur dengan pulsa-oksimetri
4. Pembatasan aktivitas fisik. Istirahat merupakan cara paling efektif
untuk membatasi aktivitas fisik. Pengurangan atau penghentian seluruh
aktivitas pada umumnya akan mempercepat penghentian nyeri.
B. Penatalaksanaan jangka panjang
1. Pemebrian diuretic
2. Pemberian nitrates
3. Pemberian penghambat beta
4. Antilipemik.

Trombolitik adalah terapi penggunaan obat obatan untuk menghancurkan atau


melarutkan gumpalan darah, ya merupakan penyebab utama serangan jantung dan
stroke, obat yang paling umum digunakan adalah tissue plasminogen activator (TPA).
Memiliki kesempatan bertahan untuk pulih dan lebih baik jika menerima obat
trombolitik dalam 12 jam setelah serangan jantung. Minum trombolitik 30menit
pertama saat dirumah sakit. Trombolitik bekerja dengan melarutkan gumpalan besar
dengan cepat. Ini membantu memulai lagi aliran darah kejantung dan membantu
mencegah kerusakan pada otot jantung. Pemberian trombolitik ada 2 cara yaitu:

1. Melalui invus intravena


2. Melalui kateter panjang yang ditujukan pada gumpalan darah melalui pembuluh
darah vena.

Pada kasus KGD sering dilakukan metode intravena karena lebih aman. Apabila
dilakukan kateter langsung kegumpalan, ujung kateter dapat ditempatkan pada
pembuluh darah menuju otak, paru paru, jantung, lengan atau kaki tergantung
gumpalan. Aliran darah mungkin tidak benar-benar kembali normal, dan masih ada
kerusakan otot jantung. Terapi tambahan, seperti cardiac catheterization atau
angioplasty. Untuk menentukan diberikan trombolitik:

1. Usia (lansia resting komplikasi)


2. Gender
3. Riwayat medis (serangan jantung, DM,hipotensi, peningkatan detak jantung)

Untuk tidak diberikan trombolitik:

1. Cedera kepala yang bar-baru ini terjadi


2. Masalaah pendarahan
3. Bisul yang berdarah
4. Kehamilan
5. Operasi yang belum lama dilakukan
6. Menggunakan pengencer darah seperti eumadin
7. Trauma
8. Hipertensi yang tidak terkontrol

7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
b. Pemeriksaan EKG
c. Tes Treadmill atau Exercise Stress Testing
d. Ekokardiografi
e. Angiografi koroner
f. Multislice Magnetic Resonance
g. Radionucler Medicine
h. Foto Thorax

5. PROSES KEPERAWATAN
PENGKAJIAN

1. Keluhan : keluhan dada seperti rasa tertekan, berat , atau seperti diremas yang
timbul secara mendadak atau hilang timbul(residif). Nyeri dianterior, prekordial,
atau substernal yang menjalar kelengan, wajah, rahang, leher, punggung, dan
epigatrium. Nyeri tidak berkurang walaupun klien istirahat, mengubah posisi
atau menarik napas dalam (mengatur napas). Kadang tidak terasa nyeri atau
nyeri tidak hebat yang disertai pingsan tiba-tiba pada klien dengan diabetes
militus tak tekontrol, disertai gejala penyakit lain seperti gagal ginjal atau CHF ,
thrombosis otak dan syok yang tidak diketahui penyebabnya.
2. Dapatkan tanda-tanda distrimia, hipotensi, syok, mual, muntah atau gagal
jantung
3. Klien menunjukkan gejala dan tanda lain seperti fever,
dispnea,pucat,diofuresis,paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)
4. Klien tidur memakai bntal lebih dari satu buah.
5. Keadaan lain yang memberikan gambaran adanya faktor pesipitasi atau nyeri
hebat oleh karena penyakit non-jantung yang juga menimbulkan nyeri dada.
6. Pekerjaan guna mendapatkan gambaran tentang tingkat stress baik fisik maupun
psikis klien terutama aktivitas yang berlebihan.
7. Catat aktivitas-aktivitas atau hobi klien yang dapat mengurangi ketegangan.
8. Asupan makan atau minuman: lemak jenuh, gula, garam, kafein, alcohol, cairan.
9. Pola eliminasi: oliguria mengindikasikan retensi cairan (kongestife health
failure) atau konstipasi.
10. Kebiaaan merokok: cara, jumlah, (batang/hari) dan jangka waktu merorok.
11. Keluhan nyeri verbal dan non verbal: cemas, gemetar, tampak lelah, serta posisi
tubuh atau grimace.
12. Riwayat penyakit sebelumnya yang menunjang Infark Miokard : hipertensi,
angina, distrimia, kerusakan katup, bedah jantung, diabetes militus dan
thrombosis.
13. Riwayat medikasi: toleransi, ketergantungan, alergi, jenis obat yang didapat saat
ini.
14. Riwayat insomnia: kecemasan , kegelisahan, rasa takut kronis dan tipe
kepribadian.
15. Riwayat penyakit keluarga: hipertensi, struk, diabetes militus, penyakit jantung
dan penyakit vaskuler.

PEMERIKSAAN FISIK

1. Tinggi badan, berat badan, letargi, warna kulit, edema, temperature.


2. Respirasi pola pernapasan, frekuensi, adanya suara napas abnormal seperti ruler,
ronchi, whezzing.
3. Jantung : bunyi jantung (BJ 1, BJ2, BJ3 / BJ4 atau irama gallops”s) bising
friction rub, distrimia, lokasi apeks, tekanan darah, distensi vena jugular dan
denyut nadi perifer.
4. Cek toleransi klien terhadap aktivitas, hepatojugular reflucs, clubbing fringger .
5. Kulit pucat, sianosis, dingin, lembab, brkeringat atau diuforesis.

STUDI DIAGNOSTIK

1. Sel darah putih leukositosis : (10000-20000 mm³) muncul hari kedua setelah
serangan Infark karena inflamasi.
2. Sedimentasi meningkat pada hari kedua atau ketiga setelah serangan yang
menunjukan adanya inflamasi
3. Cardiac iso-enzim menunjukan pola kerusakan khas, untuk
membedakankerusakan otot jantung dengan otot lain.
a. CPK (Creatinin Phospokinase) >50 u/L
b. CK-MB (Creatinine Kinase-MB) >10u/L
c. LDH (Lactate Dehydrogenase) >240u/L
d. SGOT (Serum Glutamic Oxalo Transminase) >240u/L
e. Cardiac Tropin positif.
4. Tes fungsi ginjal: peningkatan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dan kretainin
karena penurunan laju filtrasi glomerulus (glomerulo filtrasi rate/GFR) terjadi
akibat penurunan curah jantung.
5. Analisa gas darah (Blood Gas Analysis,BGA), ,menilai oksigenasi jaringan
(hipoksia) dan perubahan keseimbangan asam basa darah.
6. Kadar elektrolit. Menilai abnormalitas kadar natrium, kalium atau kalsium yang
membahayakan kontraksi otot jantung.
7. Peningkatan kadar serum kolesterol atau trigliserida: dan meningkatkan risiko
arteosklerosis (Coronary Artery Disease)
8. Kultur darah: mengsempingkan septicemia yang mungkin menyerang otot
jantung.
9. Level obat : menilai derajar toksisitas obat tertentu (seperti digoxin).
10. EKG
11. Radiologi.

DIAGNOSIS DAN INTERVENSI KEPERAWATAN

Tidak efektifnya perfusi jaringan kardiopolmuner, otak, ginjal, dan perifer berhungan
dengan penurunan curah jantung.

Potensi komplikasi: syok kardiogenik.

Data penunjang

Subjektif : nyeri dada seperti diremas menjalankan kelengan kiri, leher, rahang,
punggung, epigastrium, mual, muntah, dispnea, paroxysmal nocturnal dspnea pusing
atau sakit kepala, riwayat pingsan.

Objektif : hipotensi atau hipertensi perubahan mean arterial pressure dan pulse
pressure,pucat bradikardi atau takikardi abnormal daforesis akral dingin, pucat sianosis,
intensitas BJ1 lemah atau BJ3 Gallop”s grimace, gelisah kardiakisoenzim meningkat;
EKG abnormal (distrimia, Q patologis, ST elevasi, T inverse) produksi urine <30ml/jam
kateterisasi jantung menunjukan adanya CAD rontgen thorax (kardiomegali , CRT
>50%). Penurunan kesadaran.

Tujuan
Mempertahankan curah jantung adekuat guna meningkatkan perfusi jaringan otak, paru,
ginjal, jantung, dan ekstermitas.

Kriteria hasil

Subjektif : keluhan nyeri dada, mual, muntah, sesak napas, serta pusing berkurang atau
hilang.

Objektif : diaphoresis hilang, tidak pucat, akral hangat, tekanan darah dan frekuensi
nadi dalam batas normal, BJ1 tunggal dan kuat irama Gallop’s hilang kadar kardiak
isoenzim normal EKG normal (ST isoelektris, gelombang T positif, gelombang Q
patologis tidak muncul atau hanya terdapat dilead yang bersangkutan), irama sinus:
produksi urine >30ml/jam respons verbal baik.

Intervensi Rasional
1. Kaji tanda vital setiap 1-4 jam, 1-9 data tentang perubahan kondisi fisik
ukur tekanan hemodinamik dan klien bermanfaat dalam diagnosis gagal
curah jantung sesuai program jantung kiri. Infark Miokard
terapi menurunkan kontraktilitas dan
pengembangan miokard serta
mengakibatkan penurunan curah
jantung mengakibatkan penurunan
tekanan darah dan perfusi
jaringan/organ. Peningkatan denyut
jantung sebagai mekanisme kompensasi
untuk mempertahankan curah jantung.
Terdengarnya suara BJ3 atau BJ4
Gollop”s adalah akibat dari
pengembangan ventrikel kiri dampak
dari infark miokard. Disfungsi otot
papiler dapat mengakibatkan regurgitasi
mitral, penurunan volume sekuncup,
dan menimbulkan gagal jantung kiri.
Terdengarnya crackles (rales) dibasal
paru mengindikasikan kongesti paru
akibat peningkatan tekanan dijantung
sisi kiri.
2. Monitor tanda dan gejala
penurunan perfusi
kardiopulmoner (nyeri dada,
distrimia, takikardia, takipnea,
hipotensi, penurunan curah
jantung)
3. Monitor bunyi dan irama
jantung secara kontinu, catat
dalam kertas EKG tiap 4 jam
atau lebih sering bila ireguler,
catat adanya denyut premature
ventrikel atau ekstrasistole
4. Palpasi denyut nadi perifer guna
mengkaji adanya denyutan
premature
5. Observasi tanda dan gejala
penurunan curah jantung
(pusing, sakit kepala, pucat,
diaphoresis, pingsan, akral
dingin) selama timbulnya
distrimia dan catat reaksi klien
6. Monitor tanda dan gejala
gangguan perfusi renal
(produksi urine <30ml/jam,
peningkatan kadar BUN dan
kreatinin, edema perifer, tidak
adanya reaksi diuretic)
7. Monitor tanda dan gejala yang
menunjukkan penurunan perfusi
jaringan (kulit, dingin, pucat,
lembab, berkeringat, sianosis,
denyut nadi lemah, edema
perifer)
8. Kurangi tekanan pada satu titik
atur posisi baring setiap 2 jam
menyilangkan kaki
menggerakan tangan dan kaki
secara pasif dan aktif setiap 1
jam (bila kondisi klien
memungkinkan) lepaskan
stocking anti emboli selama 15
menit tiap 8 jam (kaji kulit kaki
sebelum dipasang lagi) jangan
meletakkan bantal dibawah lutut
9. Monitor tanda dan gejala yang
menunjukkan penurunan perfusi
otak (gelisah, bingung, apatis,
samnolen)
10. Rekam pola EKG secara
periodic selama periode
serangan dan catat adanya
distrimia atau perluasan iskemia
atau Infark Miokard
11. Kolaborasi tim medis untuk 11.Distrimia menurunkan curah jantung
terapi dan tindakan secara eksterm dan perfusi jaringan
yang membahayakan jiwa
12. Observasi reaksi atau efek 12.Efek samping obat yang dapat
terapi, efek samping toksisitas. membahayakan kondisi klien harus
Laporkan kepada dokter bila dikaji dan dilaporkan
didapatkan tanda-tanda
toksisitas
13. Hindari respons valsava yang 13.Respons valsava menurunkan
merugikan (saat BAB). Atur kontraktilitas miokard
diet yang diberikan
14. Pertahankan intake cairan 14.Mempertahankan keseimbangan
maksimal 2000ml/24jam (bila cairan dan mencegah overload cairan
tidak ada edema). ekstraseluler.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan


kebutuhan oksigen miokard, efek cardiac depressant, b-blocker dan anti-distrimia
sekuner terhadap iskemia miokard.

Data penunjang

Subjektif : keluhan nyeri dada dan radiasinya, pusing, mual,sesak napas, lelah, fatique.

Objektif : distritmia , takikardia atau bradikardi, hipotensi, dispnea, diaphoresis, pola


EKG, ST elevasi, T inverse atau tinggi, Q patologis, kardiak isoensim, meningkat pucat,
respon nonverbal kesakitan (skala nyeri).

Tujuan :

Klien terbebas dari rasa nyeri dan mampu meningkatkan toleransi aktivitas.

Kriteria hasil

Subjektif : keluhan nyeri dada, pusing, mual, sesak napas, dan lelah berkurang atau
hilang.

Objektif : pola EKG irama sinus, ST isoelektris, gelombang T positif, Q patologis


hanya diled yang bersangkutan atau tidak terbentuk kardiak isoenzim normal tanda vital
normal mampu beraktivitas sesuai kemampuan (exercise HR <20 bpm diatas resting
HR, denyut nadi meningkat 3 denyutan dari setiap 6 resting, sistolik meningkat
<40mmHg dan diastolic <20mmHg setelah beraktivitas).

Intervensi Rasional
1. Monitor nyeri dada (awal 1-2 data tersebut bermanfaat dalam
serangan, sifat, lokasi, penjalaran, menentukan penyebab dan efek nyer
lamanya, faktor pencetus dan dada, serta menjadi dasar
paliatif) tanda sesak napas, perbandingan dengan gejala dan tanda
diaphoresis, kelelahan. pasca terapi. Nyeri dada disertai
tanda/gejala tersebut mengindikasikan
iskemik dan injury miokard.
2. Anjurkan kepada klien untuk
segera minta bantuan perawat
atau dokter bila merasakan
serangan nyeri kembali
3. Upayakan lingkungan tenang. 3-5 lingkungan tenang mendukung
Batasi aktivitas selama serangan istirahat dan tidur nyaman sehingga
nyeri dada, sebelum dan sesudah mengurangi konsumsi oksigen
makan atau latihan aktivitaas. miokard. Aktivitas setelah makan akan
Bantu mengubah posisi klien meningkatkan konsumsi oksigen
miokard
4. Upayakan rencana tindakan dan
latihan aktivitas yang tidak
menganggu periode tidur dan
istirahat klien
5. Berikan latihan rentang gerak
sendi (Range of Motion/ROM)
pada lengan kiri setelah fase akut
mereda (pda minggu 1)
6. Nilai respon klien terhadap 6-7 aktivitas yang diseratai tanda dan
aktivitas yang dilakukan catat gejala tersebut mengindikasikan tidaka
adanya ST elevasi, distrimia, dekuatnya sirkulasi koroner yang
dispnea, diaphoresis, kelelahan, mengakibatkan iskemik dan injuri
sianosis, penurunan kesadaran, miokard
pucat, pusing, dan nyeri dada
7. Menilai tanda tanda vital saat
istirahat dan setelah aktivitas
(segera dan 3 menit kemudian)
8. Kolaborasi dengan dokter 8.Nilai faal hemostatis menentukan
keputusan terapi fibrinolitik dan
antikoagulan
9. Monitor tanda tanda vital 9-10 efek samping obat yang
sebelum dan setelah pemberian membahayakan harus dikaji dan
obat obatan serta catat reaksi dilaporkan sehingga dapat dilakukan
yang timbul (efek yang intervensi yang tepat sesuai perubahan
diharaokan, efek samping, kondisi klien.
intosikasi)
10. Monitor tanda tanda vital
perarahan pascaterapi
streptokinase atau heparin.

Perubahan pola istirahat tidur berhubungan dengan nyeri dada, sesak napas, dan
lingkungan rumah sakit yang asing bagi klien

Data penunjang

Subjektif : mengeluh sulit tidur, sering terjaga, pusing, nyeri dada, sulit beradaptasi
dengan lingkungan rumah sakit

Objektif : mata sayu, wajah tampak layu, tampak lelah,gelisah, grimace, jumlah jam
tidur klien berkurang, menguap, dan menggosok mata.

Tujuan

Memenuhi kebutuhan istirahat tidur klien secara adekuat (kualitas maupun kuantitas).

Kriteria hasil

Subjektif : menyatakan mampu tidur dengan nyaman, keluhan keluhan, berkurang atau
hilang

Objektif : jumlah jam tidur terpenuhi secara normal, wajah klien segar,nyeri hilang, dan
keluhan lain hilang.

Intervensi Rasional
1. Identifikasi pola normal tidur 1-6 perubahan pola tidur menyebabksn
kliensebelum masuk rumah sakit kecemasan, yang dapat memicu nyeri
dan perubahan yang terjadi dada dan meningkatkan konsumsi
setelah dirawat oksigen miokard. Keluhan fisik yang
menganggu tidur harus dikelola untuk
menunjang kebutuhan istirahat dan
mengurangi konsumsi oksigen miokard.
Prosedur ritual dapat memberikan
kenyamanan fisik sebelum tidur yang
menunjang relaksasi
2. Bantu klien dalam beradaptasi
dengan lingkungan rumah sakit
3. Nilai adanya faktor yang
menunjukan gangguan pola tidur
(dispnea, PND, sering buang air
kecil karena efek diuretic,nyeri,
rasa takut, cemas, merasa
kesepian, kebisingan, lampu
terlalu terang tindakan
keperawatan
4. Berikan tindakan untuk mengatasi
faktor penyebab (mengatur posisi
tidur yang nyaman, terapi diuretic
diberikan pada pagi hari,
memberikan obat anti nyeri sesuai
program terapi, memberikan
selimut)
5. Berikan prosedur ritual sebelum
waktu tidur yang menunjang
istirahat tidur klien (menggosok
punggng, minum susu hangat,
gosok gigi, mengatur suhu
ruangan, memberikan bantal yang
nyaman, mengajak klien berdoa)
6. Rencanakan tindakan
keperawatan yang tidak
menganggu jam istirahat tidur
klien
7. Kolaborasikan dengan dokter 7.obat sedative atau tranquilizer
untuk pemberian obat sedative menurunkan kecemasan dan membantu
atau tranquilizer (diazepam) untuk tidur
sesuai indikasi.
8. Observasi reaksi, efeek samping 8.efek samping obat yang
dan tanda tanda tanda toksisitas membahayakan harus dikaji dan
obat yang diberikan (bila ada dilaporkan
segera laporkan dokter)

Anda mungkin juga menyukai