Anda di halaman 1dari 29

SISTEM AKUNTANSI

DAN PELAPORAN PEMERINTAH DAERAH

MAKALAH

Ditujukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Sistem Akuntansi Pemerintah

Dosen Pengampu:
Dr. Hj. Taufeni Taufik, SE, M.Si, Ak, CA

OLEH KELOMPOK 4 :

Al Putri Oktavia NIM 1910246983


Liza Ulfiana NIM 1910246968

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS RIAU
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Allah Swt., yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
ini tepat pada waktunya. Kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dr. Hj.
Taufeni Taufik, SE, M.Si, Ak, CA, sebagai pengampu mata kuliah Sistem
Akuntansi Pemerintah yang telah membimbing serta memberikan arahan dalam
penugasan mata kuliah ini, juga kepada rekan-rekan tim sekalian dalam
menyelesaikan tugas ini. Tugas ini dibuat untuk memenuhi kewajiban kami
sebagai mahasiswa dalam melaksanakan pendidikan Program Magister Akuntansi
di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Riau. Makalah yang berjudul Sistem
Akuntansi Dan Pelaporan Pemerintah Daerah semoga dapat bermanfaat bagi
pembaca.
Kami menyadari tugas ini masih memiliki kekurangan baik dari segi
materi maupun sistematika penulisan. Oleh karenanya, kritik dan saran dari
pembaca yang bersifat membangun demi perbaikan tugas ini sangat kami
harapkan.

Pekanbaru, Desember 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1. Latar Belakang..................................................................................... 1
1.2. Rumusan Penulisan............................................................................. 2
1.3. Tujuan Penulisan................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 3
2.1. Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah................................................. 3
2.1.1. Gambaran Umum Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah......... 3
2.1.2. Jurnal Pada SKPD .................................................................... 5
2.2. Tujuan Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah................................ 18
2.2.1. Tujuan Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah..................... 18
2.2.2. Asumsi Dasar Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah.......... 19
2.2.3. Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah....................................................................................... 20
2.2.4. Prinsip Akuntansi Dalam Pelaporan Keuangan Pemerintah
Daerah....................................................................................... 21
2.2.5. Jenis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah........................... 23
BAB III PENUTUP......................................................................................... 26
3.1. Kesimpulan.......................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 27

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Mundurnya Soeharto dari jabatan presiden pada tahun 1998 menandai berakhirnya era
Orde Baru dan dimulainya era reformasi. Pada era reformasi ini Indonesia melakukan
pembenahan di segala bidang dengan harapan kesalahan-kesalahan yang terjadi pada era
Orde Baru dapat diperbaiki dan tidak terulang kembali. Salah satu penanda terjadinya
reformasi di Indonesia adalah dicabut atau diubahnya peraturan hukum lama yang
dianggap kurang relevan lagi dan diterbitkannya peraturan hukum baru yang dianggap
lebih baik daripada peraturan yang ada sebelumnya.
Salah satu produk dari reformasi di Indonesia adalah otonomi daerah. Menurut
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, otonomi daerah
adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah memiliki hak
dan kewajiban. Salah satu hak daerah dalam menyelenggarakan otonomi adalah mengelola
kekayaan daerah. Pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara efisien, efektif,
transparan, akuntabel, tertib, adil, patut, dan taat pada peraturan perundang-undangan.
Pengelolaan keuangan tentu saja tidak terlepas dari akuntansi. Sama dengan
Pemerintah Pusat, akuntansi Pemerintah Daerah mengikuti Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010
tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Meskipun mengikuti standar akuntansi yang
sama, kebijakan akuntansi yang digunakan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah
dapat berbeda. Kebijakan akuntansi Pemerintah Pusat ditetapkan oleh Menteri Keuangan
dengan peraturan menteri keuangan, sedangkan kebijakan akuntansi Pemerintah Daerah
ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan peraturan kepala daerah.
Untuk itu di dalam makalah ini akan dibahas bagaimana sistem pencatatan di
pemerintah daerah dan juga pelaporan keuangan di pemerintahan daerah. Dalam makalah
ini penulis mengangkat judul Sistem Akuntansi Dan Pelaporan Pemerintah Daerah.

1
1.2. Rumusan Penulisan
Adapun rumusan penulisan dalam makalah ini, yaitu:
1.2.1. Bagaimana Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah?
1.2.2. Bagaimanakah Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah?

1.3. Tujuan Penulisan


1.3.1. Untuk Mengetahui Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah.
1.3.2. Untuk Mengetahui Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah


2.1.1. Gambaran Umum Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah
Sistem akuntansi Pemerintah Daerah (SAPD) merupakan suatu instrumen penting
yang harus disiapkan dalam rangka implementasi Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)
berbasis akrual. SAPD sebagai alat untuk mewujudkan prinsip-prinsip dasar yang telah
ditetapkan oleh SAP dan kebijakan akuntansi menjadi serangkaian prosedur pencatatan
dengan menggunakan akuntansi double entry melalui alat-alatnya berupa buku jurnal,
buku besar, neraca saldo, dan laporan keuangan itu sendiri. Sebagai sebuah pedoman,
SAPD menjelaskan siapa melakukan apa sekaligus menegaskan transaksi apa dicatat
bagaimana.
Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah (SAPD) dapat dikelompokkan ke dalam dua
subsistem pokok berikut:
a) Sistem Akuntansi SKPD (SA-SKPD)
SKPD merupakan entitas akuntansi yang berkewajiban menyusun laporan
keuangan dan menyampaikannya kepada kepala daerah melalui PPKD. SKP membuat 5
laporan keuangan, yaitu Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan Operasional
(LO), Laporan Perubahan Ekuitas (LPE), dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).

b) Sistem Akuntansi PPKD (SA-PPKD)


SA-PPKD terbagi kedalam dua subsistem yang terintegrasi, yaitu:
1) SA-PPKD sebagai pengguna anggaran (entitas akuntansi) yang akan menghasilkan
laporan keuangan PPKD yang terdiri atas Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca,
Laporan Operasional (LO), Laporan Perubahan Ekuitas (LPE), dan Catatan atas
Laporan Keuangan (CaLK).
2) SA-Konsolidator sebagai wakil Pemerintah Daerah (entitas pelaporan) yang akan
mencatat transaksi resiprokal antara SKPD dan PPKD (selaku BUD) dan melakukan
proses konsolidasi laporan keuangan (laporan keuangan dari seluruh SKPD dan PPKD
menjadi laporan keuangan Pemerintah Daerah yang terdiri atas Laporan Realisasi
Anggaran (LRA), Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (SAL), Neraca, Laporan
Operasional (LO), Laporan Arus Kas (LAK), Laporan Perubahan Ekuitas (LPE), dan
Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).

3
Untuk menyusun SAPD tersebut, terdapat beberapa tahapan yang perlu
diperhatikan, yaitu:
a. Identifikasi prosedur;
b. Menentukan pihak-pihak terkait;
c. Menentukan dokumen terkait;
d. Menentukan jurnal standar; dan
e. Menuangkannya dalam langkah teknis

Struktur hubungan entitas dalam akuntansi yang diimplementasikan di Pemerintah


Daerah adalah struktur HOBO (Home Office & Branch Office). Dalam SAPD, PPKD yang
merepresentasikan Pemerintah Daerah sebagai Kantor Pusat (Home Office), sedangkan
SKPD adalah sebagai Kantor Cabang (Branch Office). Struktur hubungan HOBO lebih
tepat untuk menggambarkan hubungan transaksi antara PPKD dan SKPD, dibandingkan
dengan struktur hubungan induk dan anak (Parent & Subsidiary) dengan beberapa alasan
sebagai berikut:
1) PPKD-SKPD bukan entitas yang masing-masing berdiri sendiri, melainkan satu
kesatuan;
2) Antara PPKD dan SKPD tidak terjadi Transfer Income (dalam pengertian profit); dan
3) SKPD dimiliki 100% oleh Pemerintah Daerah.

Gambaran struktur HOBO (Home Office & Branch Office) pada Pemerintah
Daerah dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini.

Gambar 2.1
Struktur HOBO (Home Office & Branch Office) pada Pemerintah Daerah

4
Sebagai konsekuensi dari struktur akuntansi HOBO, transaksi antara PPKD dan
SKPD dicatat menggunakan akun resiprokal, yaitu akun Rekening Koran-PPKD (RK-
PPKD) yang merupakan akun ekuitas di SKPD, dan akun Rekening Koran-SKPD (RK-
SKPD) yang merupakan akun aset di PPKD. Dengan demikian, akun Resiprokal ini adalah
merupakan akun riil (real account).

Akun Rekening Koran-PPKD merupakan akun ekuitas di tingkat SKPD. Hal ini
dikarenakan SKPD merupakan cabang dari Pemerintah Daerah, sehingga sebenarnya
SKPD tidak memiliki ekuitas sendiri, melainkan hanya menerima ekuitas dari Pemerintah
Daerah melalui mekanisme transfer. Akun “Rekening Koran-PPKD” akan bertambah bila
SKPD menerima transfer aset (seperti menerima SP2D UP dan GU, menerima aset tetap
dari Pemerintah Daerah), pelunasan pembayaran belanja LS (menerima SP2D LS), dan
akan berkurang bila SKPD mentransfer aset ke Pemerintah Daerah (seperti penyetoran
uang ke Pemerintah Daerah).

Sistem akuntansi Pemerintah Daerah dan sistem akuntansi Pemerintah Pusat tidak
jauh berbeda. Sistem akuntansi Pemerintah Pusat juga dapat dikatakan menerapkan
struktur HOBO, di mana terdapat pembagian fungsi antara Bendahara Umum Negara
(BUN) dan Kementerian/Lembaga (K/L). Dengan demikian, sistem akuntansi Pemerintah
Pusat juga terbagi ke dalam dua subsistem utama, yaitu Sistem Akuntansi BUN (SA-BUN)
yang digunakan untuk melaksanakan fungsi BUN dan Sistem Akuntansi Instansi (SAI)
yang digunakan untuk melaksanakan fungsi K/L. SA-BUN ini mirip dengan SA-PPKD,
sedangkan SAI mirip dengan SA-SKPD.

2.1.2. Jurnal Pada SKPD


Pada tulisan ini penulis hanya akan membahas transaksi dan kejadian keuangan yang
terjadi pada SKPD dan bagaimana pencatatan atas transaksi dan kejadian tersebut. Untuk
melaksanakan pencatatan akuntansi, terdapat tiga hal yang diperlukan, yaitu jurnal, buku
besar, dan neraca saldo. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 2013
memberikan format jurnal, buku besar, dan neraca saldo yang digunakan dalam akuntansi
SKPD. Format jurnal, buku besar, dan neraca saldo dapat dilihat pada Gambar 2.2,
Gambar 2.3 dan Gambar 2.4 berikut ini.

5
Gambar 2.2
Format Buku Jurnal SKPD

Gambar 2.3
Format Buku Besar SKPD

6
Gambar 2.4
Format Neraca Saldo SKPD

Secara garis besar, pencatatan transaksi dan kejadian keuangan SKPD dapat
dikategorikan menjadi pencatatan anggaran, pendapatan, beban dan belanja, aset,
kewajiban, serta jurnal koreksi dan penyesuaian.

a. Pencatatan Anggaran pada SKPD


Pencatatan anggaran pada SKPD merupakan tahap persiapan sistem akuntansi
pemerintah daerah. Pada tahap ini dilakukan pencatatan untuk merekam data anggaran
yang akan membentuk estimasi perubahan SAL. Estimasi perubahan SAL ini merupakan
akun perantara yang berguna dalam rangka pencatatan transaksi realisasi anggaran. Pihak-
pihak yang terkait dalam prosedur akuntansi pendapatan SKPD adalah Pengguna
Anggaran dan Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK-SKPD).

Berdasarkan Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD (DPA-SKPD), PPK-SKPD


mencatat “Estimasi Pendapatan” di debit sebesar total anggaran pendapatan, dan
“Apropriasi Belanja” di kredit sebesar total anggaran belanja. Selisih antara anggaran

7
pendapatan dan anggaran belanja dicatat “Estimasi Perubahan SAL” di debit. Atas
transaksi di atas, PPK-SKPD membuat jurnal sebagai berikut:
Estimasi Pendapatan xxx
Estimasi Perubahan SAL xxx
Apropriasi Belanja xxx

b. Akuntansi Pendapatan SKPD


Dalam pembahasan ini diasumsikan bahwa instansi pemungut pajak terpisah dari
Bendahara Umum Daerah (BUD). Dengan demikian, pajak daerah dianggarkan dan dicatat
pada instansi pemungut pajak tersebut. Pihak-pihak yang terkait dalam prosedur akuntansi
pendapatan SKPD adalah PPKD dan Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK-SKPD).
1) Pajak Daerah
Pemungutan pajak dapat didahului dengan penerbitan Surat Ketetapan Pajak
Daerah maupun penyetoran langsung oleh masyarakat. Terhadap kedua cara pemungutan
tersebut, pengakuan pendapatan pajak dilakukan pada saat penyetoran oleh Wajib Pajak ke
Rekening Kas Daerah.

SKPD yang berwenang akan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKP
Daerah) terkait. Selain disampaikan kepada Wajib Pajak (WP), SKP Daerah tersebut akan
didistribusikan kepada PPK-SKPD. SKP Daerah tersebut akan menjadi dokumen sumber
dalam mengakui pendapatan pajak daerah setelah dilakukan pembayaran. Terhadap
transaksi tersebut PPK-SKPD mengakui pendapatan pajak dengan mencatat “Kas di
Bendahara Penerimaan” di debit dan “Pendapatan Pajak Daerah–LO (sesuai rincian objek
terkait)” dengan jurnal:
Kas di Bendahara Penerimaan xxx
Pendapatan Pajak Daerah–LO xxx

Sebagai transaksi realisasi anggaran, PPK-SKPD mencatat “Estimasi Perubahan


SAL” di debit dan “Pendapatan Pajak Daerah -LRA (sesuai rincian objek terkait)” di kredit
dengan jurnal:
Estimasi xxx
Perubahan SAL

Pendapatan Pajak Daerah -LRA xxx

8
Atas pajak yang diterima tersebut akan dilakukan penyetoran ke Kas Daerah
dengan menggunakan Surat Tanda Setoran (STS). Berdasarkan STS tersebut, PPK-SKPD
mencatat “RK PPKD” di debit dan “Kas di Bendahara Penerimaan” di kredit dengan
jurnal:
RK PPKD xxx
Kas di Bendahara Penerimaan xxx

Pada akhir tahun, terhadap SKP yang belum dilunasi, PPK SKPD mencatat
“Piutang Pajak Daerah (sesuai rincian objek terkait)” di debit dan “Pendapatan Pajak
Daerah– LO (sesuai rincian objek terkait)” di kredit dengan jurnal:
Piutang Pajak Daerah xxx
Pendapatan Pajak Daerah–LO xxx

2) Retribusi Daerah
Pendapatan retribusi diakui ketika pembayarannya telah diterima. Wajib retribusi
melakukan pembayaran retribusi kemudian akan menerima Tanda Bukti Pembayaran
(TBP). TBP juga menjadi dasar bagi PPK SKPD untuk mengakui pendapatan dengan
mencatat “Kas di Bendahara Penerimaan” di debit dan “Pendapatan Retribusi Daerah - LO
(sesuai rincian objek terkait)” di kredit dengan jurnal:
Kas di Bendahara Penerimaan xxx
Pendapatan Retribusi Daerah - LO xxx

Sebagai transaksi realisasi anggaran terhadap realisasi pendapatan retribusi, PPK-


SKPD mencatat “Estimasi Perubahan SAL” di debit dan “Pendapatan Retribusi Daerah-
LRA (sesuai rincian objek terkait)” di kredit dengan jurnal:
Estimasi xxx
Perubahan SAL

Pendapatan Retribusi Daerah-LRA xxx

Atas retribusi yang diterima tersebut akan dilakukan penyetoran ke Kas Daerah
dengan menggunakan Surat Tanda Setoran (STS). Berdasarkan STS tersebut, PPK-SKPD
mencatat “RK PPKD” di debit dan “Kas di Bendahara Penerimaan” di kredit dengan
jurnal:
RK PPKD xxx
Kas di Bendahara Penerimaan xxx

9
Pada akhir tahun terhadap SKR yang belum dilunasi, PPK SKPD mencatat
“Piutang Retribusi Daerah (sesuai rincian objek terkait)” di debit dan “Pendapatan
Retribusi Daerah – LO (sesuai rincian objek terkait)” di kredit dengan jurnal:
Piutang Retribusi Daerah xxx
Pendapatan Retribusi Daerah – LO xxx

c. Akuntansi Belanja dan Beban SKPD


Pihak-pihak yang terkait dalam prosedur akuntansi beban SKPD adalah Kuasa
Bendahara Umum Daerah (BUD), Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK-SKPD), dan
Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran.
1) Belanja dan Beban Pegawai
a) Belanja dan Beban Pegawai Menggunakan Uang Persediaan
Bendahara Pengeluaran SKPD menyerahkan bukti transaksi beban pegawai yang
menggunakan uang persediaan. Berdasarkan bukti transaksi tersebut, PPK-SKPD mencatat
jurnal “Beban Pegawai-LO” di debit dan “Kas di Bendahara Pengeluaran” di kredit dengan
jurnal:
Beban Pegawai-LO xxx
Kas di Bendahara Pengeluaran xxx

Sebagai transaksi realisasi anggaran realisasi belanja pegawai, PPK-SKPD


mencatat “Belanja Pegawai” di debit dan “Estimasi Perubahan SAL” di kredit dengan
jurnal:
Belanja Pegawai xxx
Estimasi Perubahan SAL xxx

b) Belanja dan Beban Pegawai Menggunakan Mekanisme LS


Pengakuan beban pegawai yang menggunakan mekanisme LS dilakukan
berdasarkan SP2D LS. Belanja Pegawai tersebut dicatat jumlah brutonya, yaitu nilai
sebelum potongan-potongan. Berbagai potongan atas Belanja Pegawai tidak dicatat oleh
PPK-SKPD, karena akan dicatat oleh Fungsi Akuntansi PPKD. SP2D LS ini menjadi dasar
bagi PPK-SKPD untuk mencatat “Beban Pegawai - LO” di debit dan “RK PPKD” di kredit
dengan jurnal:

Beban Pegawai-LO xxx


RK PPKD xxx

10
Sebagai transaksi realisasi anggaran realisasi belanja pegawai, PPK-SKPD
mencatat “Belanja Pegawai” di debit dan “Estimasi Perubahan SAL” di kredit dengan
jurnal:
Belanja Pegawai xxx
Estimasi Perubahan SAL xxx

c) Pengajuan Ganti Uang


Pengakuan ganti uang persediaan dilakukan berdasarkan SP2D GU. SP2D GU ini
menjadi dasar bagi PPK-SKPD untuk mencatat “Kas di Bendahara Pengeluaran” di debit
dan “RK PPKD” di kredit dengan jurnal:
Kas di Bendahara Pengeluaran xxx
RK PPKD xxx

2) Belanja dan Beban Barang dan Jasa


a) Belanja dan Beban Barang Menggunakan Uang Persediaan
Bendahara Pengeluaran SKPD menyerahkan bukti transaksi beban barang dengan
menggunakan uang persediaan. Pengakuan beban barang yang menggunakan uang
persediaan dilakukan berdasarkan bukti transaksi beban barang. Bukti transaksi ini
menjadi dasar bagi PPK-SKPD untuk mencatat “Beban Barang dan Jasa (sesuai rincian
objek terkait)” di debit dan “Kas di Bendahara Pengeluaran” di kredit dengan jurnal:
Beban Barang dan Jasa xxx
Kas di Bendahara Pengeluaran xxx

Khusus untuk pengadaan barang dan jasa berupa belanja bahan pakai habis, belanja
bahan/material, PPK-SKPD mencatat “Beban Persediaan” di debit dan “Kas di bendahara
Pengeluaran” di kredit dengan jurnal:
Beban Persediaan xxx
Kas di Bendahara Pengeluaran xxx

Sebagai transaksi realisasi anggaran terhadap realisasi belanja, PPK-SKPD


mencatat “Belanja Barang dan Jasa (sesuai rincian objek terkait)” di debit dan “Estimasi
Perubahan SAL” di kredit dengan jurnal:
Belanja Barang dan Jasa xxx
Estimasi Perubahan SAL xxx

b) Belanja dan Beban Barang dan Jasa Menggunakan Mekanisme LS

11
Pengakuan beban barang yang menggunakan mekanisme LS dilakukan berdasarkan
Berita Acara Serah Terima Barang. Belanja barang tersebut dicatat berdasarkan nilai bruto.
Berita Acara Serah Terima Barang tersebut menjadi dasar bagi PPK-SKPD untuk mencatat
“Beban Barang dan Jasa (sesuai rincian objek terkait)” di debit dan “Utang Belanja Barang
dan Jasa…..” di kredit dengan jurnal:
Beban Barang dan Jasa xxx
Utang Belanja Barang dan Jasa xxx

Selanjutnya dilaksanakan proses penatausahaan untuk pembayaran beban barang


tersebut. Berdasarkan SP2D pelunasan utang beban tersebut, PPK-SKPD mencatat “Utang
Belanja Barang…..” di debit dan “RK PPKD” di kredit dengan jurnal:
Utang Belanja Barang dan Jasa xxx
RK PPKD xxx

Sebagai transaksi realisasi anggaran terhadap realisasi belanja, PPK-SKPD


mencatat “Belanja (sesuai rincian objek terkait)” di debit dan “Estimasi Perubahan SAL”
di kredit dengan jurnal:
Belanja xxx
Estimasi Perubahan SAL xxx

c) Pengajuan Ganti Uang


Pengakuan ganti uang persediaan dilakukan berdasarkan SP2D GU. SP2D GU ini
menjadi dasar bagi PPK-SKPD untuk mencatat “Kas di Bendahara Pengeluaran” di debit
dan “RK PPKD” di kredit dengan jurnal:
Kas di Bendahara Pengeluaran xxx
RK PPKD xxx

d) Transaksi Pembayaran Biaya Sewa yang Masa Manfaatnya Lebih Dari Satu
Tahun Anggaran
Apabila SKPD melakukan pembayaran sewa yang masa manfaatnya lebih dari satu
tahun anggaran yang dicatat dengan pendekatan beban oleh pemerintah daerah, PPK-
SKPD akan mencatat “Beban Sewa” untuk mencatat beban tahun berkenaan dan “Beban
Sewa Dibayar di Muka” untuk mencatat sisanya di debit dan “RK PPKD” di kredit dengan
jurnal:
Beban Sewa xxx
Beban Sewa Dibayar di Muka xxx
RK PPKD xxx

12
3) Pengembalian Beban dan Belanja
Dalam kasus terjadi penerimaan kembali beban pada periode berjalan dan
mempengaruhi posisi kas, PPK-SKPD mencatat “Kas di Bendahara Pengeluaran” di debit dan
“Beban (sesuai rincian objek yang terkait)” di kredit dengan jurnal:
Kas di Bendahara Pengeluaran xxx
Beban xxx

Sebagai transaksi untuk mengkoreksi realisasi anggaran, PPK-SKPD mencatat


“Estimasi Perubahan SAL” di debit dan “Belanja (sesuai rincian objek terkait)” di kredit
dengan jurnal:
Estimasi Perubahan SAL xxx
Belanja xxx

Kasus pengembalian beban juga dapat terjadi pada belanja-belanja yang terjadi di
periode sebelumnya (pengembalian dilakukan setelah laporan keuangan diterbitkan). Pada
kasus seperti ini harus diidentifikasi terlebih dahulu apakah pengembalian terjadi pada
belanja yang sifatnya berulang atau tidak berulang.

Dalam hal pengembalian terjadi pada belanja yang sifatnya berulang, PPK-SKPD
mencatat “RK PPKD” di debit dan “Beban (sesuai rincian objek terkait)” di kredit dengan
jurnal:
RK PPKD xxx
Beban xxx

Sebagai transaksi untuk mengkoreksi realisasi anggaran, PPK-SKPD mencatat


“Estimasi Perubahan SAL” di debit dan “Belanja (sesuai rincian objek terkait)” di kredit
dengan jurnal:
Estimasi Perubahan SAL xxx
Belanja xxx

Dalam hal pengembalian belanja yang sifatnya tidak berulang, PPK-SKPD tidak
melakukan pencatatan. Pencatatan dilakukan oleh Fungsi Akuntansi PPKD dimana Fungsi
Akuntansi PPKD mencatat “Kas di Kas Daerah” di debit dan “Pendapatan Lainnya-LO” di
kredit dengan jurnal:
Kas di Kas Daerah xxx
Pendapatan Lainnya-LO xxx

Sebagai transaksi realisasi anggaran, Fungsi Akuntansi PPKD mencatat “Estimasi


Perubahan SAL” di debit dan “Pendapatan Lainnya–LRA” di kredit dengan jurnal:

13
Estimasi Perubahan SAL xxx
Pendapatan Lainnya–LRA xxx

d. Akuntansi Aset SKPD


Pihak-pihak yang terkait dalam prosedur akuntansi aset SKPD adalah Kuasa BUD,
PPKD, Pengguna Barang, Pengelola Barang, dan Pejabat penatausahaan Keuangan SKPD
(PPK-SKPD).
1) Pembelian Aset Tetap
Dalam kasus pembelian aset tetap, berdasarkan bukti transaksi berupa Berita Acara
Penerimaan Barang, PPK-SKPD akan membuat bukti memorial aset tetap yang kemudian
diotorisasi oleh Pengguna Anggaran. Berdasarkan bukti memorial aset tetap ini, PPK-
SKPD mencatat “Aset Tetap.....” di debit dan “Utang Belanja Modal” di kredit dengan
jurnal:
Aset Tetap xxx
Utang Belanja Modal xxx

Selanjutnya dilaksanakan proses penatausahaan untuk pembayaran perolehan aset


tetap tersebut mulai dari pengajuan SPP, pembuatan SPM hingga penerbitan SP2D.
Berdasarkan SP2D tersebut PPK-SKPD akan mencatat “Utang Belanja Modal” di debit
dan “RK PPKD” di kredit dengan jurnal:
Utang Belanja Modal xxx
RK PPKD xxx

Sebagai transaksi realisasi anggaran, PPK-SKPD juga mencatat “Belanja Modal


(sesuai jenisnya)” di debit dan “Estimasi Perubahan SAL” di kredit dengan jurnal:
Belanja Modal xxx
Estimasi Perubahan SAL xxx

2) Penghapusan Aset Tetap


Penghapusan aset tetap dapat terjadi karena penjualan, tukar-menukar, hibah,
penyertaan modal, pemusnahan atau karena sebab-sebab lainnya. Untuk penghapusan aset tetap
karena penjualan surplus, PPK SKPD akan mencatat “RK PPKD” dan “Akumulasi Penyusutan” di
debit serta “Surplus Penjualan Aset Non Lancar - LO” dan “Aset tetap (sesuai jenisnya)” sebesar
nilai perolehannya di kredit dengan jurnal:
RK PPKD xxx
Akumulasi Penyusutan xxx
Surplus Penjualan Aset Non Lancar – LO xxx

14
Aset Tetap xxx

Sementara itu, untuk penghapusan aset tetap karena pemusnahan, PPK-SKPD


mencatat penghapusan aset tetap tersebut. Terhadap kejadian diatas, PPK-SKPD mencatat
“Akumulasi Penyusutan Aset Tetap.....” dan “Defisit dari Kegiatan Non Operasional
Lainnya -LO” di debit dan “Aset Tetap.....” di kredit dengan jurnal:
Akumulasi Penyusutan xxx
Defisit dari Kegiatan Non Operasional Lainnya -LO xxx
Aset Tetap xxx

e. Akuntansi Kewajiban SKPD


Pihak-pihak yang terkait dalam prosedur akuntansi kewajiban SKPD adalah
Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK-SKPD) dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan
(PPTK). Ketika SKPD melakukan suatu transaksi pembelian barang dan jasa yang telah
dilaksanakan dan pelunasan belum dilakukan, PPK-SKPD akan mengakui adanya
utang/kewajiban akibat transaksi tersebut dengan mencatat “Beban...(sesuai rincian objek
terkait)” di debit dan “Utang Belanja” di kredit dengan jurnal:
Beban xxx
Utang Belanja xxx

Dalam kasus pembelian aset tetap dan pelunasan belum dilakukan, PPK-SKPD
mencatat “Aset Tetap” di debit dan “Utang Belanja” di kredit dengan jurnal:
Aset Tetap xxx
Utang Belanja xxx

Pada saat SKPD melakukan pembayaran, maka PPK-SKPD mencatat “Utang


Belanja” di debit dan “Kas di Bendahara Pengeluaran” (untuk kasus belanja menggunakan
UP) atau “RK PPKD” (untuk kasus belanja dengan mekanisme LS) di kredit dengan
jurnal:
Utang Belanja xxx
Kas di Bendahara Pengeluaran xxx

atau
Utang Belanja xxx
RK PPKD xxx

f. Jurnal Koreksi dan Penyesuaian SKPD

15
Pihak-pihak yang terkait dalam prosedur jurnal penyesuaian dan koreksi SKPD
adalah Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK-SKPD) dan Pihak yang Melakukan Stock
Opname.
1) Koreksi kesalahan pencatatan
Untuk melakukan koreksi atas terjadinya kesalahan pencatatan, PPK-SKPD akan
membuat bukti memorial yang akan diotorisasi oleh Pengguna Anggaran. Berdasarkan
bukti memorial yang telah diotorisasi, PPK-SKPD langsung membuat pembetulan atas
jurnal yang salah catat tersebut. Misalnya, transaksi beban/belanja telepon dicatat pada
beban/belanja listrik. Untuk melakukan koreksi atas kesalahan tersebut, PPK-SKPD
mencatat “Beban Jasa Telepon” di debit dan “Beban Jasa listrik” di kredit dengan jurnal:
Beban Jasa Telepon xxx
Beban Jasa listrik xxx

Sebagai transaksi realisasi anggaran, PPK-SKPD mencatat “Belanja telepon” di


debit dan “Belanja listrik” di kredit dengan jurnal:
Belanja Telepon xxx
Belanja xxx
Listrik

2) Pengakuan Persediaan
Apabila SKPD melakukan transaksi persediaan dengan pendekatan beban dan
metode periodik, maka pada akhir periode sebelum menyusun laporan keuangan, secara
rutin akan dilakukan stock opname setiap akhir periode untuk mengetahui sisa persediaan
yang dimiliki. Berdasarkan berita acara stock opname, PPK-SKPD mencatat “Persediaan...
(sesuai jenisnya)” di debit dan “Beban Barang dan Jasa (sebesar persediaan yang ada di akhir
periode)” di kredit dengan jurnal:
Persediaan xxx
Beban Barang dan Jasa xxx

3) Jurnal Penyusutan
Berdasarkan daftar barang dan kebijakan akuntansi yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah,
PPK-SKPD pada akhir tahun akan membuat bukti memorial yang kemudian akan diotorisasi oleh
Pengguna Anggaran untuk mengakui depresiasi atau penyusutan atas aset tetap yang dimiliki.
PPK-SKPD mencatat “Beban Penyusutan...” di debit dan “Akumulasi Penyusutan” di kredit dengan
jurnal:
Beban Penyusutan xxx

16
Akumulasi Penyusutan xxx

4) Penyesuaian Beban Jasa Dibayar di Muka


Apabila SKPD telah mencatat transaksi pengadaan barang dan jasa untuk beberapa
tahun seperti pembayaran sewa, Pemerintah Daerah perlu membuat jurnal penyesuaian
pada akhir tahun untuk menyesuaikan beban tersebut. Pada akhir tahun berikutnya,
berdasarkan Surat Perjanjian Sewa, PPK-SKPD akan membuat bukti memorial yang
kemudian akan diotorisasi oleh Pengguna Anggaran untuk penyesuaian beban sewa. PPK-
SKPD akan mencatat “Beban Sewa” di debit dan “Beban Jasa Dibayar di Muka” di kredit
dengan jurnal:

Beban Sewa xxx


Beban Jasa Dibayar di Muka xxx

2.2. Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah


2.2.1. Tujuan Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah
Menurut Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan, pelaporan keuangan
pemerintah daerah (pemda) seharusnya menyajikan informasi yang bermanfaat bagi para
pengguna dalam menilai akuntabilitas dan membuat keputusan baik keputusan ekonomi,
sosial, maupun politik dengan:
a) Menyediakan informasi tentang sumber, alokasi dan penggunaan sumber daya
keuangan;
b) Menyediakan informasi mengenai kecukupan penerimaan periode berjalan untuk
membiayai seluruh pengeluaran;
c) Menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang digunakan
dalam kegiatan entitas pelaporan serta hasil-hasil yang telah dicapai;
d) Menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas pelaporan mendanai seluruh
kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya;
e) Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi entitas pelaporan
maupun jangka panjang, termasuk yang berasal dari pungutan pajak dan pinjaman;
f) Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan entitas pelaporan,
apakah mengalami kenaikan atau penurunan, sebagai akibat kegiatan yang dilakukan
selama periode pelaporan.

17
Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, laporan keuangan menyediakan informasi
mengenai sumber dan penggunaan sumber daya keuangan/ekonomi, transfer, pembiayaan,
sisa lebih/kurang pelaksanaan anggaran, saldo anggaran lebih, surplus/defisit-Laporan
Operasional (LO), aset, kewajiban, ekuitas, dan arus kas suatu entitas pelaporan.
Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 01, tujuan
umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi
anggaran, arus kas, dan kinerja keuangan suatu entitas pelapoan yang bermanfaat bagi para
pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya.
Secara spesifik, tujuan laporan keuangan pemda adalah untuk menyajikan informasi yang
berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas
pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya, dengan:
a) Menyediakan informasi mengenai posisi sumber daya ekonomi, kewajiban, dan
ekuitas dana pemda;
b) Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi sumber daya ekonomi, kewajiban,
dan ekuitas pemda;
c) Menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan sumber daya
ekonomi;
d) Menyediakan informasi mengenai ketaatan realisasi terhadap anggarannya;
e) Menyediakan informasi mengenai cara entitas pelaporan mendanai aktivitasnya dan
memenuhi kebutuhan kasnya;
f) Menyediakan informasi mengenai potensi pemerintah untuk membiayai
penyelenggaraan kegiatan pemerintahan; dan
g) Menyediakan informasi yang berguna untuk mengevaluasi kemampuan entitas
pelaporan dalam mendanai aktivitasnya.
Pelaporan keuangan untuk tujuan umum juga mempunyai peranan prediktif dan
prospektif, menyediakan informasi yang berguna untuk memprediksi besarnya sumber
daya yang dibutuhkan untuk operasi yang berkelanjutan, sumber daya yang dihasilkan dari
operasi yang berkelanjutan, serta risiko dan ketidakpastian yang terkait. Pelaporan
keuangan juga menyajikan informasi bagi pengguna mengenai indikasi apakah sumber
daya telah diperoleh dan digunakan sesuai dengan anggaran, indikasi apakah sumber daya
yang diperoleh dan digunakan sesuai dengan ketentuan, termasuk batas anggaran yang
ditetapkan oleh DPRD.

2.2.2. Asumsi Dasar Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah

18
Asumsi dasar dalam pelaporan keuangan pemda adalah anggapan yang dapat
diterima sebagai suatu kebenaran tanpa perlu dibuktikan agar kebijakan akuntansi dapat
diterapkan. Asumsi-asumsi tersebut menurut Kerangka Konseptual Akuntansi
Pemerintahan antara lain:
1) Asumsi Kemandirian Entitas
Asumsi kemandirian entitas berarti bahwa entitas pelaporan dan entitas akuntansi
dianggap sebagai unit yang mandiri dan mempunyai kewajiban untuk menyajikan laporan
keuangan sehingga tidak terjadi kekacauan antarunit pemerintah daerah dalam pelaporan
keuangan.
2) Asumsi Kesinambungan Entitas
Laporan keuangan emda disusun dengan asumsi bahwa pemda akan berlajnut
keberadaannya dan tidak bermaksud untuk melakukan likuidasi.
3) Asumsi Keterukuran dalam Satuan Uang (Monetary Measurement)
Laporan keuangan pemda menyajikan setiap kegiatan yang diasumsikan dapat dinilai
dengan satuan uang sehingga memungkinkan dilakukannya analisis dan pengukuran dalam
akuntansi.

2.2.3. Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan Pemerintah Daerah


Menurut Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan, karakteristik kualitatif
pelaporan keuangan adalah ukuran-ukuran normatif yang perlu diwujudkan dalam
informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi tujuannya. Karakteristik kualitatif tersebut
menjadi prasyarat normatif yang diterapkan sehingga laporan keuangan pemerintah daerah
dapat memenuhi kualitas yang dikehendaki. Karakteristik kualitatif laporan keuangan
pemda terdiri atas:
a. Relevan
Relevan mengandung pengertian bahwa laporan keuangan pemerintah daerah memuat
informasi yang dapat dihubungkan dengan maksud penggunaannya yaitu:
1) Laporan keuangan memuat informasi yang memungkinkan pengguna laporan keuangan
untuk menegaskan atau mengoreksi ekspektasinya (feedback value).
2) Laporan keuangan memuat informasi yang dapat membantu pengguna laporan
keuangan untuk memprediksi masa yang akan dating (predictive value).
3) Laporan keuangan disajikan tepat waktu (timeliness) sehingga dapat berpengaruh dan
berguna untuk pembuatan keputusan pengguna laporan keuangan.

19
4) Penyajian laporan keuangan memuat informasi yang selengkap mungkin (completeness)
yaitu mencakup semua infomasi akuntansi yang dapat mempengaruhi pembuatan
keputusan pengguna laporan.
b. Andal
Informasi dalam laporan keuanagn pemerintah daerah bebas dari pengertian yang
menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap kenyataan secara jujur, dapat
diverifikasi dan netral.
1) Jujur, artinya bahwa laporan keuangan memuat informasi yang menggambarkan dengan
jujur transaksi serta peristiwa lainnya yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar
dapat diharapkan untuk disajikan.
2) Dapat diverifikasi, artinya bahwa laporan keuangan memuat informasi yang dapat diuji
dan apabila pengujian dilakukan lebih dari sekali oleh pihak yang berbeda hasinya
harus tetap mempunyai kesimpulan yang sama.
3) Netral, artinya bahwa laporan keuangan memuat informasi yang diarahkan untuk
memenuhi kebutuhan umum dan tidak bias pada kebutuhan pihak tertentu.
c. Dapat Dibandingkan
Informasi yang termuat dalam laporan keuangan dapat dibandingkan dengan laporan
keuangan sebelumnya atau laporan keuangan pemerintah daerah lainnya dengan syarat
menetapkan kebijakan akuntansi yang sama. Apabila pemerintah menggunakan kebijakan
akuntansi yang berbeda dari kebijakan akuntansi periode sebelumnya maka perubahan
tersebut harus diungkapkan pada periode terjadinya perubahan tersebut.
d. Dapat Dipahami
Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dipahami oleh pengguna
laporan keuangan dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang disesuaikan dengan batas
pemahaman pengguna laporan.

2.2.4. Prinsip Akuntansi Dalam Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah


Akuntansi dalam pelaporan keuangan dimaksudkan sebagai ketentuan yang harus
dipahami dan ditaati oleh penyelenggara akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah
daerah serta oleh pengguna laporan keuangan dalam memahami laporan keuangan yang
disajikan. Prinsip akuntansi yang digunakan dalam pelaporan keuangan pemerintah daerah
antara lain meliputi:

20
1) Basis Akuntansi
Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan pemerintah adalah basis
akrual, untuk pengakuan pendapatan dalam Laporan Operasional (pendapatan-LO), beban,
aset, kewajiban, dan ekuitas. Laporan Realisasi Anggaran (LRA) disusun berdasarkan
basis kas, berarti bahwa pendapatan dan peneriman pembiayan diakui pada saat kas
diterima di Rekening Kas Umum Daerah atau oleh entitas pelaporan; serta belanja, transfer
dan pengeluaran pembiayaan diakui pada saat kas dikeluarkan dari Rekening Kas Umum
Daerah.
2) Prinsip Nilai Historis
Aset dicatat sebesar pengeluaran kas dan setara kas yang dibayar atau sebesar nilai
wajar imbalan (consideration) untuk memperoleh aset tersebut pada saat perolehan.
Kewajiban dicatat sebesar jumlah kas dan setara kas yang diharapkan akan dibayarkan
untuk memenuhi kewajiban di masa yang akan datang dalam pelaksanaan kegiatan
pemerintah. Nilai historis lebih dapat diandalkan daripada penilaian yang lain karena dapat
digunakan nilai wajar aset atau kewajiban terkait.
3) Prinsip Nilai Realisasi
Ketersediaan pendapatan daerah yang telah diotorisasikan melalui APBD selasa suatu
tahun anggaran akan digunakan untuk membiayai belanja daerah dalam periode tahun
anggaran dimaksud. Prinsip layak temu biaya-pendapatan (matching-cost against revenue
principle) tidak menjadi penekanan dalam akuntansi Pemerintah Daerah.
4) Prinsip Substansi Mengungguli Formalitas
Informasi dimaksudkan untuk menyajikan dengan wajar transaksi serta peristiwa lain
yang seharusnya disajikan, maka transaksi atau peristiwa lain tersebut perlu dicatat dan
disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi, dan bukan hanya aspek
formalitasnya. Apabila substansi transaksi atau peristiwa lain tidak konsisten/berbeda
dengan aspek formalitasnya, maka hal tersebut harus diungkapkan dengan jelas dalam
Catatan atas Lporan Keuangan.
5) Prinsip Periodisitas
Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah daerah dibagi menjadi
periode-periode pelaporan sehingga kinerja pemerintah daerah dapat diukur dan posisi
sumber daya yang dimilikinya dapat ditentukan. Periode pelaporan keuangan adalah
tahunan dan semesteran sesuai ketentuan yang berlaku.

21
6) Prinsip Konsistensi
Perlakuan akuntansi yang sama akan diterapkan pada kejadian yang serupa dari
periode ke periode oleh pemerintah daerah. Namun demikian, perubahan metode akuntansi
akan dilakukan apabila metode yang baru diterapkan dinilai dapat menunjukkan hasil yang
lebih baik dari metode yang lama. Pengaruh dan pertimbangan atas perubahan penerapan
metode ini diungkapkan dalam laporan keuangan.
7) Prinsip Pengungkapan Lengkap
Laporan keuangan pemerintah daerah menyajikan secara lengkap informasi yang
dibutuhkan oleh pengguna laporan baik pada lembar muka (on the face) laporan keuangan
atau Catatan atas Laporan Keuangan.
8) Prinsip Penyajian Wajar
Laporan keuangan pemerintah daerah menyajikan dengan wajar laporan realisasi
anggaran, neraca, laporan arus kas dan Catatan atas Laporan Keuangan. Pemerintah daerah
akan menggunakan prinsip kehati-hatian dan pertimbangan yang logis pada saat
melakukan prakiraan dalam kondisi ketidakpastian sehingga aset atau pendapatan tidak
dinyatakan terlalu tinggi serta kewajiban atau belanja tidak dinyatakan terlalu rendah.

2.2.5. Jenis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah


Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 01 tentang
Penyajian Laporan Keuangan Paragraf 14 disebutkan bahwa laporan keuangan (financial
statement) pemerintah terdiri dari dua jenis: (1) laporan pelaksanaan anggaran (budgetary
reports), dan (2) laporan finansial (financial reports). Laporan pelaksanaan anggaran
terdiri atas Laporan Realisasi Anggaran (LRA) dan Laporan Perubahan Saldo Anggaran
Lebih (SAL). Hal ini sesuai karakteristik organisasi pemerintahan sebagai pelaksana
anggaran. Anggaran merupakan instrumen penting bagi pemerintah yaitu sebagai alat
pernyataan kebijakan publik, target fiskal, dan pengendalian. Oleh karena itu, laporan
pelaksanaan anggaran merupakan laporan keuanngan penting untuk transparansi dan
akuntabilitas pelaksanaan pemerintahan.
Laporan finansial terdiri atas Neraca, Laporan Operasional (LO), Laporan Perubahan
Ekuitas (LPE), Laporan Arus Kas (LAK), dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).
Laporan finansial ini dapat dipersamakan dengan laporan keuangan pada organisasi
komersial. CaLK merupakan laporanyang tdiak terpisahkan dari laporan pelaksanaan
anggaran maupun laporan finasial karena menjelaskan secara rinci akun-akun di dalam
kedua jenis laporan tersebut.

22
Tabel 2.4 Klasifikasi Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
No. Kelompok Laporan Keuangan Jenis Laporan
Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
1. Laporan Pelaksanaan Anggaran
Laporan Perubahan SAL (LPSAL)
Neraca
Laporan Operasional (LO)
2. Laporan Finansial Laporan Perubahan Ekuitas (LPE)
Laporan Arus Kas (LAK)
Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK)

Laporan Realisasi Anggaran (LRA) merupakan laporan yang menyajikan ikhtisar


sumber, alokasi, dan pemakaian sumber daya keuangan yang dikelola oleh pemerintah
pusat/daerah, yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam
satu periode pelaporan. Unsur yang dicakup secara langsung oleh Laporan Realisasi
Anggaran terdiri dari pendapatan-LRA, belanja, transfer, dan pembiayaan.
Masing-masing unsur LRA dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Pendapatan-LRA adalah penerimaan oleh Bendahara Umum Daerah atau oleh entitas
pemerintah lainnya yang menambah Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun
anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar
kembali oleh pemerintah.
b) Belanja adalah semua pengeluaran oleh Bendahara Umum Daerah yang mengurangi
Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan
diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah.
c) Transfer adalah penerimaan atau pengeluaran uang oleh suatu entitas pelaporan
dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana bagi hasil.
d) Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan/pengeluaran yang tidak
berpengaruh pada kekayaan bersih entitas yang perlu dbayar kembali dan/atau akan
diterima kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun
anggaran berikutnya, yang dalam penganggaran pemerintah tertutama dimaksudkan
untuk menutup defisit atau memanfaatkan surplus anggaran. Penerimaan pembiayaan
antara lain dapat berasal dari pinjaman dan hasil divestasi.
Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (LPSAL) menyajikan informasi
kenaikan atau penurunan Saldo Anggaran Lebih tahun pelaporan dibandingkan dengan
tahun sebelumnya. LRA dan LPSAL merupakan laporan pelaksanaan anggaran yang
bersifat cash basis.

23
Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset,
kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu. Unsur yang dcakup oleh neraca terdiri dari
aset, kewajiban, dan ekuitas. Masing-masing unsur dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah
sebagai akbat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial
di masa depan diharapkan dapat diperolehkan, baik oleh pemerintah maupun
masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya
nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan
sumber-sumber daya yang dipelihara karena alsan sejarah dan budaya.
b) Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaianya
mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah.
c) Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara aset dan
kewajiban pemerintah.
Laporan Operasional menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah
ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah untuk kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan dalam satu periode pelaporan. Dua unsur yang dicakup
secara langsung dalam Laporan Operasional terdiri dari pendapatan-LO, beban, transfer,
dan pos-pos luar biasa. Masing-masing unsur dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Pendapatan-LO adalah hak pemerintah yang diakui sebagai pemerintah yang diakui
sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
b) Beban adalah kewajiban pemerintah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan
bersih.
c) Transfer adalah hak penerimaan atau kewajiban pengeluaan yang dari/oleh suatu
entitas pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan
dana bagi hasil.
d) Pos Luar Biasa adalah pendapatan luar biasa atau beban luar biasa yang terjadi karena
kejadian atau transaksi yang bukan merupakan operasi biasa, tidak diharapkan sering
atau rutin terjadi, dan berada di luar kendali atau pengaruh entitas bersangkutan.
Laporan Perubahan Ekuitas (LPE) menyajikan infrmasi kenaikan atau penurunan
ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. LPE disusun berdasar
hasil perhitungan dalam LO yaitu akun surplus/defisit LO yang ditambahkan dengan saldo
ekuitas awal untuk memperoleh ekuitas akhir.
Laporan Arus Kas menyajikan informasi kas sehubungan dengan aktivitas operasi,
invetasi, pendanaan, dan transitoris yang menggambarkan saldo awal, penerimaan,

24
pengeluaran, dan saldo akhir kas pemerintah pusat/daerah selama periode tertentu. Unsur
yang dicakup dalam Laporan Arus Kas terdiri dari penerimaan dan pengeluaran kas, yang
masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Penerimaan kas adalah semua aliran kas yang masuk ke Bendahara Umum Daerah.
b) Pengeluaran kas adalah semua aliran kas yang keluar dari Bendahara Umum Daerah
Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian dari angka
yang tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan SAL, Laporan
Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Catatan atas
Laporan Keuangan juga mencakup informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk
diungkapkan di dalam Standar Akuntansi Pemerintahan serta ungkapan-ungkapan yang
diperlukan untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Adapun simpulan dari tulisan ini adalah sebagai berikut:
1) Sistem akuntansi Pemerintah Daerah dan sistem akuntansi Pemerintah Pusat tidak
jauh berbeda, yaitu menerapkan struktur HOBO. SA-BUN pada Pemerintah Pusat
mirip dengan SA-PPKD pada Pemerintah Daerah, sedangkan SAI pada Pemerintah
Pusat mirip dengan SA-SKPD pada Pemerintah Daerah.
2) Pelaporan keuangan Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat juga tidak berbeda,
sesuai dengan PP No. 71 Tahun 2010 komponen laporan keuangannya terdiri dari:
Laporan Realisasi Anggaran (LRA); Laporan Perubahan SAL (LPSAL); Laporan
Perubahan SAL (LPSAL); Neraca; Laporan Operasional (LO); Laporan Perubahan
Ekuitas (LPE); Laporan Arus Kas (LAK); Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).

25
DAFTAR PUSTAKA

Hoesada, Jan. 2014. Peraturan Daerah tentang Kebijakan Akuntansi di


http://www.ksap.org/sap/id_ID/peraturan-daerah-tentang-kebijakan-akuntansi/ (diakses
tanggal 30 November 2020).

Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 2013 tentang Penerapan Standar
Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual Pada Pemerintah Daerah.

Ratmono, D,. dan M. Sholihin. 1999. Akuntansi Keuangan Daerah: Berbasis Akrual. UPP
STIM YKPN

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

26

Anda mungkin juga menyukai