Anda di halaman 1dari 15

TUGAS GEOGRAFI DESA KOTA

PROFIL BEBERAPA DESA DI PROVINSI JAWA TIMUR

Dosen Pengampu Mata Kuliah:

Rery Novio, M.Pd

Disusun Oleh:

Zikry Syah

(18045065/2018)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI


JURUSAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2020
PETA PROVINSI JAWA TIMUR
A. Profil Provinsi Jawa Timur
Provinsi Jawa Timur secara geografis  terletak di antara 11100 Bujur Timur –
114 4 Bujur Timur  dan 70 12’Lintang  Selatan  – 8048”Lintang Selatan , dengan luas
0 ’ 

wilayah sebesar 47.963 km2 yang meliputi dua bagian utama. Yaitu Jawa Timur
daratan dan Kepulauan Madura.  Wilayah daratan Jawa Timur sebesar 88,70 persen
atau 42.541 km2, sementara luas Kepulauan Madura  memiliki luas 11.30 persen atau
sebesar 5.422 km2.  Jumlah penduduknya pada tahun 2010  mencapai   37.476.757
jiwa .
Secara  administratif Jawa Timur terbagi menjadi 29 kabupaten dan 9 kota, 
dengan  Kota Surabaya sebagai ibukota provinsi.  Ini menjadikan Jawa Timur sebagai
provinsi yang memiliki jumlah kabupaten/kota terbanyak di Indonesia.   Jawa Timur
terbagi dalam 4 Badan Koordinasi  Wilayah (Bakorwil ), sebagai berikut Bakorwil I
Madiun meliputi Kota Madiun, Kab. Madiun, Kab. Magetan, Kab. Ponorogo, Kab.
Ngawi, Kab. Trenggalek, Kab. Tulungagung, Kota Blitar, Kkab. Blitar, dan Kab.
Nganjuk.  Bakorwil II Bojonegoro meliputi Kab. Bojonegoro, Kab. Tuban, Kota
Mojokerto, Kota Kediri, kab. Kediri, Kab. Jombang, dan Kab. Lamongan.  Bakorwil
III Malang, meliputi Kota Malang, Kab. Malang, Kota Batu, Kota Pasuruan, Kab.
Pasuruan, Kota Probolinggo, kab. Probolinggo, kab. Lumajang, kab. Jember, Kab.
Bondowoso, Kab. Situbondo dan Kab. Banyuwangi.  Bakorwil IV  Pamekasan
meliputi,  Kota Surabaya, Kab. Sidoarajo, kab. Gresik, kab. Bangkalan, Kab.
Sampang, Kab. Pamekasan, dan kab Sumenep.
Struktur Organisasi Pemerintah Provinsi Jawa Timur terdiri atas  Sekretariat
Daerah dengan 11 Biro dan Sekretariat DPRD,  20 Dinas, Inspektorat, 1 Badan , 12
Lembaga Teknis Daerah  , 4  Lembaga lain,  dan 5 Rumah Sakit Daerah.  Jawa Timur
mempunyai posisi yang strategis di bidang Industri karena diapit oleh dua provinsi
besar yaitu Jawa Tengah dan Bali, sehingga menjadi pusat  pertumbuhan industri
maupun perdagangan.
Mayoritas  penduduk Jawa Timur adalah Suku Jawa, namun demikian, entitas di Jawa
Timur lebih heterogen. Suku Jawa menyebar hampir di seluruh wilayah Jawa Timur
daratan.  Umumnya Suku Jawa menganut agama Islam, sebagian menganut agama
Kristen,  Katolik, Hindu dan Buddha.
Jawa Timur memiliki kesenian dan kebudayaan yang khas, Reog dan Ludruk
merupakan salah satu kesenian Jawa Timur yang sangat terkenal. Selain keseniannya
yang begitu mendunia, kebesaran Jawa Timur juga tercermin dari aneka ragam
budayanya. Antara lain karapan sapi, pacuan sapi  yang hanya ada di Madura, yang
diilhami dari petani membajak sawah dengan sapi yang merupakan kebiasaan
masyarakat Madura.
Provinsi Jawa Timur terdiri dari 29 kabupaten, 9 kota, 666 kecamatan, 777
kelurahan dan 7.724 desa. Pada tahun 2017, jumlah penduduknya diperkirakan
mencapai 39.875.806 jiwa dengan total luas wilayah 47.799,75 km². Dari sekian
banyak desa yang berada di Provinsi Jawa Timur, saya akan membahas beberapa desa
yang menurut saya unik untuk di bahas.

Yaitu sebagai berikut :


1. Desa Kemiren
2. Desa Kaliandra
3. Desa Tengger
4. Desa Bumiaji
1. Desa Kemiren
Kemiren adalah nama sebuah desa di Banyuwangi,dimana desa ini dijadikan
Desa Adat Wisata oleh pemerintah Banyuwangi. Memiliki luas 177.052 Ha dengan
penduduk ± 3000. KEMIREN merupakan kepanjangan dari Kemronyok Mikul
Rencana Nyata ( prinsipnya yaitu bersama – sama dan gotong royong) hal ini di
cetuskan oleh POKDARWIS atau kelompok sadar wisata desa Kemiren. Sedangakan
Kemiren sendiri berasal dari nama KEMIRIAN (banyak pohon kemiri, duren dan
aren) dan masyarakat setempat menyebutnya daerah tersebut KEMIREN, maka nama
daerah tersebut disebut KEMIREN hingga saat ini. Dijadikannya desa adat wisata,
kemiren memiliki berbagai keunikan mulai dari adat,tradisi, kesenian,kuliner serta
pola hidup masyarakatnya masih menjaga tradisi yang ada sejak dulu.
Suku using adalah suku asli Banyuwangi, dimana suku ini mayoritas tinggal di
desa Kemiren. Berbagai macam kesenian masih bisa dijumpai di desa ini seperti seni
Barong, Kuntulan, jaran Kincak (kuda menari), mocopatan ( membaca lontar kuno )
serta Gandrung yang mayoritas penari gandrung terkenal berasal dari desa Kemiren.

Keunikan lain dari Desa kemiren, mayoritas penduduk kemiren memiliki


tempat tidur “Kasur – Bahasa jawa”  dengan motif dan warna yang sama yaitu hitam
dibagian atas dan bawah, merah di pada tepinya. Kasur ini akan dimiliki oleh
pasangan pengantin dari orang tuanya. Hal ini memiliki filosofi tersendiri, warna
merah yang berarti sebagai penolak balak dan hitam melambangkan kelanggengan
dalam rumah tangga. Pada satu moment seluruh masyarakat kemiren mengeluarkan
Kasur tersebut untuk di jemur disepanjang jalan desa kemiren. Tradisi  ini dinamakan
mepe Kasur,menurut tetua adat setempat tradisi ini dilakukan karena sumber segala
penyakit berasal dari tempat tidur. Hal ini dilakukan untuk mengusir segala macam
penyakit.  Tradisi tersebut merupakan satu rangkaian dari tradisi tumpeng sewu “ritual
bersih desa” yang dilaksanakan pada bulan Dhulhijjah.

Crocogan, tikel /baresan, tikel balung dan serangan adalah jenis rumah adat
suku using, dimana ke empat macam rumah adat ini masih bisa di temui di desa
Kemiren. Salah satunya di sanggar genjah arum milik salah satu budayawan
Banyuwangi, bangunan – bangunan ini berusia hingga ratusan tahun. Bangunan ini
dirancang tahan gempa, dengan struktur utama susunan 4 tiang saka ( kayu ) balok
dengan system tanding tanpa paku ( Knokdown) tetapi menggunakan paju ( pasak
pipih ). Setiap jenis atap memiliki makna dan keistimewaan yang berbeda. Perbedaan
atap rumah adat osing juga memiliki status sosial yang berbeda pula.

Mayoritas suku using bermata pencaharian sebagai petani, alasan ini karena
sumber air yang melimpah dan mereka juga menjaga alam. Terbukti system pengairan
dan terbentang sawah disepanjang perjalanan menuju desa Kemiren. System
pengolahan sawah juga masih banyak menggunakan media konvensional. Setiap
musim panen tiba, mereka melakukan upacara tradisi dengan memainkan musik khas
suku using. Sajian Pecel pithik kuliner khas suku using dengan alunan musik
angklung paglak mengiri petani saat memanen padi. Persawahan suku using memiliki
ciri khas seperti pondok di tengah/ pinggir sawah dengan 4 tiang penyangga utama
dari bamboo. Pada pondok terdapat alat musik berupa angkulung berukuran kecil,alat
music ini di kenal dengan sebutan angklung paglak. Selain itu terdapat sebuh baling –
baling dari bambu yang di sebut kelling. Hal ini bertujuan untuk menentrakan petani,
serta untuk mengusir hama.

Keistimewaan desa adat kemiren, masih menjaga tradisi – tradisi yang sudah
ada sejak nenek moyang mereka. Barong ider Bumi,Tumpeng Sewu, arak –
arakan,dan seni barong. Hidup berdampingan dengan jiwa gotong royong, tradisi
musyawarah yang terus terjaga.  Ditahun 2013 masyarakat kemiren mencetuskan
event Ngopi bersama dengan nama Ngopi sepuluh Ewu.

2. Desa Kaliandra
Kaliandra Terletak di dekat Taman Safari Prigen, kompleks Pusat Pendidikan
Alam dan Budaya (PPAB) Kaliandra menawarkan konsep berlibur altematif.
Pariwisata bukan lagi bermakna sekedar menikmati keindahan alam tapi bagaimana
menyatu dengannya melalui pembelajaran tentang lingkungan. Arsitektur. bangunan
khas Jawa, tantangan alam yang menakjubkan, dan seribuan tumbuhan yang dibiarkan
liar adalah wahana penyegaran jiwa raga yang layak dicoba.

Kawasan Kaliandra terletak 850 meter di atas permukaan laut. Pengunjung


bisa memaksimalkan sarana dan kegiatan yang ada di Kalianclra yang sarat nuansa
alam dan budaya Jawa. Misalnya ITIelihat dan belajar tentang hutan, naik gunung,
bertualang, dan. berkemah. Banyak yang kita dapat dengan berkeliling kompleks
seluas 15 ha ini. Salah satunya adalah pengenalan seribu jenis tanaman yang dibiarkan
tumbuh bebas.

“Keragaman jenis tanaman sengaja karni pertahankan karena justru dengan


itulah mereka saling bantu dan keseimbangan alam tetap terjaga,” terang Heri.
Menikmati dan belajar ten tang pertanian organik juga bisa dilakukan di kebun seluas
5 ha. Aneka jenis tanaman kita temukan di sini mulai dari tanaman pangan, sayuran
dan tanaman obat keluarga serta bagaimana mengolah produk pertanian. Selain itu, di
sekitar area Kaliandra banyak peninggalan budaya dan alam yang belum populer
namun menawarkan hal menarik seperti pertapaan Indrokilo dan Candi Sepilar serta
sebuah air terjun yang terletak tak jauh dari situ.

Tempat ini bisa kita capai dengan mengendarai kuda dan guide dari
masyarakat setempat. Selain hal-hal berbau petualangan, kita juga bisa
menambah pengetahun terutaJ.na tentang arsitektur Jawa.  Sentuhan budaya Jawa
sangat terasa pada setiap sisi bangunan yang ada. Lima bungalo berasitektur khas
Jawa memiliki daya tampung, maksimal 120 orang. Masing-masing bungalo memiliki
kamar mandi yang terpisah dari rumah utama, sesuai dengan rumah khas Jawa.
“Ketika akan membangun, kami melihat di sepanjang jalan menuju Kaliandra sudah
tak ada lagi rumah tradisional Jawa. Lalu, mengapa rumah tradisional itu tidak
dibangun di l<aliandra?” ungkap Bagoes S. Brotodiwirjo, yang juga seorang arsitek.

Pria lulusan sebuah universitas diASini kemudian mewujudkan idenya dengan


memasukkan unsur-unsur Jawa Timur pada bebe’rapa bagian. Ukiran khas Madura
dan Tuban terpampang jelas pada detil tiang. Di pendopo tengah (sokoguru) yang
diberi nama Pendopo Mahameru, sebagian besar ukirannya asli buatan perajin di
Pasuruan. Sebagian perabotan seperti kursi langsung didatangkan dari Mojokerto.
Sementara, kegiatan diskusi atau sejenisnya bisa memanfaatkan Pendopo Mahameru
dengan daya tampung 75 orang dan Pendopo Argopuro yang bisa menampung  50
orang peserta. Makna wisata tak lagi sekedar menikmati keindahan alam tapi 
penyatuan dengannya melalui pembelajaran tentang lingkungan.

Saat ini pengelola Kaliandra telah menambah satu fasilitas lagi. Sebuah
kompleks bungalo mewah, dan terletak di area yang lebih tinggi dari bangunan sejenis
yang ada sebelumnya, akan dibuka bulan Juni. “Tempat ini kami bangun karena
adanya permintaan fasilitas yang lebih privat dari para orang tua murid yang
mengantar anaknya mengikuti program dan juga dari beberapa corporate. Karni
belum menemukan penyebutan yang tepat untuk fasilitas ini. Kalau sebelumnya satu
bungalo berdaya tampung hingga 20 orang, maka di sini maksimal hanya 6 orang
dengan kelengkapan yang lebih tinggi dari sebelumnya,” terang Bagoes.
3. Desa Tengger

Suku Tengger. Setelah berwisata ke pegunungan kaldera Tengger, tepatnya ke


Gunung Bromo, saya menjadi tertarik untuk menuliskan artikel mengenai Suku Tengger
yang merupakan suku pribumi dari kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Dengan semakin populernya Gunung Bromo dan Semeru sebagai tujuan wisata dan
pendakian, bisa jadi sebagian pembaca telah mengetahui sebagian mengenai suku
tersebut. Atau paling tidak pernah mendengar mengenai keberadaannya.

Suku Tengger telah menjadi Sub Suku Jawa setelah ditetapkan pada Sensus BPS
tahun 2010 dengan populasi berkisar 500.000. Sebagian besar masyarakat Tengger
menganut Agama Hindu, sedangkan sebagian kecil ada juga yang Beragama Islam,
Budha dan Kristen.Dalam keseharian, mereka berbicara menggunakan dialek atau bahasa
Tengger. Secara linguistik bahasa tersebut termasuk rumpun bahasa Jawa ( turunan basa
Kawi yang mempertahankan kalimat-kalimat kuno yang sudah tak digunakan lagi dalam
Bahasa Jawa modern).
Sejarah masyarakat Tengger bermula pada kisaran tahun 100 sebelum Masehi.
Tersebutlah orang-orang Hindu Waisya yang teguh memeluk Agama Brahma yang
sebelumnya banyak bertempat tinggal di daerah pantai yakni Pasuruan dan
Probolinggo.Pada tahun 1426, pengaruh Agama Islam mulai masuk ke Pulau Jawa.
Kenyataan ini membuat keberadaan mereka terdesak dan mulai mencari tempat baru
yang sekiranya sulit untuk dijangkau oleh pendatang.Sampailah mereka di
Pegunungan Tengger. Kelompok masyarakat Tengger banyak ditemukan di
pedalaman Gunung Bromo tepatnya di daerah Probolinggo.

Namun dengan semakin tersebarnya bahasa dan pola kehidupan sosial, Suku
Tengger bisa juga kita dapati di Lumajang (Ranupane kecamatan Senduro).Tersebar
juga ke Malang (desa Ngadas kecamatan Poncokusumo), dan Pasuruan. Sementara
itu, pusat kebudayaan aslinya adalah di sekitar pedalaman kaki Gunung
Bromo.Perubahan kepercayaan yang dianut masyarakat Tengger terjadi pada kisaran
abad ke-16 yang diawali dengan datangnya orang-orang beragama Hindu Parsi
(Persia).

Dari sini, petangan-petangan atau ngelmu-ngelmu yang dimiliki orang


Tengger masih dipengaruhi oleh pemujaan terhadap matahari, bulan, bintang-bintang
sebagai pengendali dari keempat unsur utama : api, air, tanah, udara.Akan tetapi pada
saat ini petangan dan ngelmu yang mereka miliki juga dilakukan oleh penduduk
Tengger yang beragama Islam, karena nenek moyang mereka beragama Hindu Parsi.

Berbicara mengenai Suku Tengger kita dihadapkan pada suatu suku dengan
budi pekerti yang luhur pada setiap aspek kehidupan. Gambaran sebuah ketaatan pada
aturan dari sebuah keyakinan yang dipegangnya.Mereka juga yakin bahwa mereka
adalah keturunan langsung Majapahit karena leluhur mereka adalah Putri Raja
Majapahit (Roro Anteng) yang merupakan Istri dari Putra Brahmana (Joko Seger).
Banyak sumber yang mengatakan bahwa istilah Tengger sendiri adalah
diambil dari nama belakang pasangan suami istri tersebut (Roro An-Teng dan Joko
Se-Ger).Perasaan sebagai satu saudara dan satu keturunan Roro Anteng-Joko Seger
itulah yang menyebabkan suku Tengger tidak menerapkan sistem kasta dalam
kehidupan sehari-hari.

Selain itu, keberadaan Suku Tengger sangat dikaitkan dengan Upacara Yadnya
Kasada atau Kasodo yang merupakan Hari Raya Mereka. Ritual tersebut bermula dari
sebuah perjanjian dalam Legenda Roro Anteng dan Joko Seger.

4. Desa Bumiaji
Desa Bumiaji terletak disebelah utara Kota Batu dengan luas wilayah 478,88
Ha ( 9,1 km² ) pada ketinggian 900 – 1.400 m diatas permukaan laut (dpl). Suhu rata-
rata harian berkisar antara 20 °C sampai dengan 30 °C. Curah hujan rata-rata 220
mm/th dengan jumlah bulan hujan 5 bulan pertahun. Bentang wilayah Desa Bumiaji
berbukit ( perbukitan/pegunungan ), warna tanah hitam, tekstur tanah lempungan,
berpasir dan pada umumnya kondisinya subur.
Desa Bumiaji terbagi menjadi 4 Dusun, yaitu Dusun Banaran terdiri dari 5
Rukun Warga (RW) dan 19 Rukun Tetangga (RT), Dusun Beru terdiri dari 2 RW dan
4 RT, Dusun Binangun terdiri dari 3 RW dan 12 RT, Dusun Tlogorejo terdiri dari 2
RW dan 4 RT.
Wilayah Desa Bumiaji di sebelah utara berbatasan dengan Desa Bulukerto, di
sebelah timur berbatasan dengan Desa Giripurno Di sebelah selatan berbatasan
dengan Desa Pandanrejo. Dan di sebelah Barat berbatasan dengan Dengan Desa
Sidomulyo.
Dilihat dari tata guna tanah, Desa Bumiaji terbagi sebagai berikut : sawah
irigasi teknis 70 Ha, sawah irigasi semi teknis 27 Ha, tegal / ladang 212 Ha,
pemukiman 55,2 Ha, pemukiman real estate 6 Ha, tanah kas Desa 33,08 Ha, lapangan
2,3 Ha, perkantoran / pemerintahan 2.3 Ha, Jalan 28.6 Ha, sekolah 3.4 Ha.
Dari segi orbitrasi atau jarak Desa dengan pusat pemerintahan, jarak dengan
kecamatan Bumiaji ± 3 Km, jarak dengan Kota Batu ± 3 Km dan jarak dengan Ibu
Kota Propinsi Jawa Timur ± 111 Km. Kendaraan umum yang digunakan sebagai
sarana angkutan ke pusat pemerintahan adalah mikrolet.
Desa Bumiaji, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu punya banyak potensi yang
perlu di-publish. Sebab, selain punya ikon wisata reliji: Mbah Abdul Ghonaim (Mbah
Batu), juga ada wisata petik jeruk.

Meskipun sudah populer dengan wisata petik apel, namun banyak pula para
petani lain yang menanam jeruk di lahan pertanian. Mereka tersebar di empat dusun.
Antara lain, Dusun Beru, Banaran, Biangun. dan Tlogorejo. Banyaknya tanaman jeruk
di wilayah ini menjadikan Bumiaji memilki potensi pariwisata.

Usman Hadi SH Ketua Pokdarwis Desa Bumiaji menyatakan, petani gemar


menanam bibit jeruk. Sebab, hal itu melihat kondisi lahan pertanian sangat cocok dan
punya prospek bagus serta menjanjikan.

Pilihan menanam jeruk, selain apel, karena perawatan mudah. Dan produk
jeruk tidak melihat cuaca. Serta tidak serumit menanam tanaman apel. Karena petani
apel harus melakukan perempesan pada daun. Juga membutuhkan biaya perawatan
tidak sedikit.
Walhasil, tanaman jeruk menjadi primadona di Desa Bumiaji ini. Banyaknya
tanaman jeruk produktif dan bagus, membuat banyak tengkulak yang datang. Selain
itu, juga ada sebagian petani yang membuat objek wisata petik jeruk kepada
wisatawan luar kota.
DAFTAR PUSTAKA
https://jatimprov.go.id/read/sekilas-jawa-timur/sekilas-jawa-timur
https://kemiren.com/tentang-desa-kemiren/
https://www.malangtimes.com/baca/44598/20190930/204100/desa-bumiaji-
punya-ragam-potensi-desa-wisata
https://www.romadecade.org/suku-tengger/#!
https://jawatimuran.wordpress.com/2012/05/03/4412/

Anda mungkin juga menyukai