FAKULTAS KESEHATAN
TA 2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat
derajat kesehatan perempuan. AKI merupakan salah satu target yang telah
ditentukan dalam tujuan pembangunan millennium yaitu tujuan ke 5,
meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015
adalah mengurangi sampai ¾ resiko jumlah kematian ibu. Terdapat dua kategori
kematian ibu yaitu disebabkan oleh penyebab langsung obstetri yaitu kematian
yang diakibatkan langsung oleh kehamilan dan persalinannya, dan kematian yang
disebabkan oleh penyebab tidak langsung yaitu kematian yang terjadi pada ibu
hamil yang disebabkan oleh penyakit dan bukan oleh kehamilan atau
persalinannya.
Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,
angka kematian ibu (yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas)
sekitar 359/100.000 kelahiran hidup angka ini meningkat dibandingkan dengan
tahun 2007 yaitu sekitar 228/100.000 kelahiran hidup. Trias utama kematian ibu
adalah perdarahan, hipertensi dalam kehamilan (HDK) dan infeksi. Profil
Kesehatan Indonesia Tahun 2014, hampir 30% kematian ibu di Indonesia pada
tahun 2010 disebabkan oleh HDK. Penyakit hipertensi dalam kehamilan
merupakan kelainan vaskular yang terjadi sebelum kehamilan atau timbul dalam
kehamilan atau pada masa nifas.
Data Laporan Kematian Ibu di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat kasus
kematian ibu di Sumatera Barat pada tahun 2012 adalah 99 kasus, tahun 2013
adalah 90 kasus, sedangkan pada tahun 2014 adalah 116 kasus. Meningkat dari
tahun sebelumnya. Kota Padang merupakan daerah yang memiliki kematian ibu
tertinggi yaitu 16 kasus pada tahun 2013 dan 2014. Laporan Tahunan Dinas
Kesehatan Kota Padang penyebab kematian maternal pada tahun 2012 dan 2013
adalah preeklampsia-eklampsia, perdarahan, infeksi. Pada tahun 2014 penyebab
kematian ibu adalah preeklamsia-eklampsia 31,25%, perdarahan 18,75%, dan
infeksi 12,5% dapat diketahui bahwa setiap tahunnya penyebab utama kematian
ibu secara langsung di kota Padang masih sama. Preeklampsia merupakan
penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan.
Secara umum, preeklamsi merupakan suatu hipertensi yang disertai dengan
proteinuria yang terjadi pada kehamilan. Penyakit ini umumnya timbul setelah
minggu ke-20 usia kehamilan dan paling sering terjadi pada primigravida. Jika
timbul pada multigravida biasanya ada faktor predisposisi seperti kehamilan
ganda, diabetes mellitus, obesitas, umur lebih dari 35 tahun dan sebab lainnya.
Morbiditas janin dari seorang wanita penderita hipertensi dalam kehamilan
berhubungan secara langsung terhadap penurunan aliran darah efektif pada
sirkulasi uteroplasental, juga karena terjadi persalinan kurang bulan pada kasus-
kasus berat. Kematian janin diakibatkan hipoksia akut, karena sebab sekunder
terhadap solusio plasenta atau vasospasme dan diawali dengan pertumbuhan janin
terhambat (IUGR). Di negara berkembang, sekitar 25% mortalitas perinatal
diakibatkan kelainan hipertensi dalam kehamilan. Mortalitas maternal diakibatkan
adanya hipertensi berat, kejang grand mal, dan kerusakan end organ lainnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka disusunlah rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan preeklamsi?
2. Apa penyebab terjadinya preeklamsi pada ibu hamil?
3. Apa saja jenis-jenis preeklamsi?
4. Apa yang dimaksud dengan eklamsi?
5. Bagaimana protap penanganan preeklamsi dan eklamsi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian dari preeklamsi
2. Untuk mengetahui dan memahami penyebab terjadinya preeklamsi
pada ibu hamil
3. Untuk mengetahui dan memahami jenis-jenis preeklamsi
4. Untuk mengetahui dan memahami eklamsi
5. Untuk mengetahui dan memahami protap penanganan preeklamsi dan
eklamsi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Preeklampsia adalah hipertensi pada kehamilan yang ditandai
dengan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg setelah umur kehamilan 20
minggu, disertai dengan proteinuria ≥ 300 mg/24 jam (Nugroho, 2012).
Penyakit preeklamsi memiliki tanda-tanda hipertensi, proteinuria dan
edema yang ditimbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi
dalam triwulan ke 3 pada kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya
misalnya pada mola hidatidosa.
Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang
ditandai dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap
adanya inflamasi sistemik dengan aktivasi endotel dan koagulasi.
Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi spesifik
yang disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan sistem organ
lainnya pada usia kehamilan diatas 20 minggu. (Handayani, E., &
Rahmawati, A. 2019)
Hipertensi (tekanan darah tinggi) di dalam kehamilan terbagi atas
pre-eklampsia ringan, preklampsia berat, eklampsia, serta superimposed
hipertensi (ibu hamil yang sebelum kehamilannya sudah memiliki
hipertensi dan hipertensi berlanjut selama kehamilan). Tanda dan gejala
yang terjadi serta tatalaksana yang dilakukan masing-masing penyakit di
atas tidak sama.
Jadi, preeklamsia adalah kondisi dimana terjadi peningkatan
tekanan darah >140/90 mmHg disertai dengan proteinuria >300 mg/24
jam, Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi
spesifik yang disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan sistem
organ lainnya pada usia kehamilan diatas 20 minggu.
B. Etiologi
Faktor Predisposisi Kejadian Preeklampsia. (Handayani, E., &
Rahmawati, A. 2019)
1. Usia > 40 tahun
Usia merupakan bagian dari status reproduksi yang penting. Usia
berkaitan dengan peningkatan atau penurunan fungsi tubuh
sehingga mempengaruhi status kesehatan. Usia reproduktif sehat
yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun.
Sedangkan usia ibu >35 tahun seiring bertambahnya usia rentan
untuk terjadi peningkatan tekanan darah karena terjadi degenerasi.
Adanya perubahan patologis, yaitu terjadinya spasme pembuluh
darah arteriol menuju organ penting alam tubuh sehingga
menimbulkan gangguan metabolism jaringan, gangguan peredaran
darah menuju retroplasenter.
2. Primigravida
Status gravida adalah wanita yang sedang hamil. Status gravida
dibagi menjadi 2 kategori: a) Primigravida adalah wanita yang
hamil untuk pertama kalinya, b) Multigravida adalah wanita yang
hamil ke 2 atau lebih. Preeklampsia banyak dijumpai pada
primigravida daripada multigravida, terutama primigravida usia
muda. Primigravida lebih berisiko mengalami preeklampsia
daripada multigravida karena preeklampsia biasanya timbul pada
wanita yang pertama kali terpapar virus korion. Hal ini terjadi
karena pada wanita tersebut mekanisme imunologik pembentukan
blocking antibody yang dilakukan oleh HLA-G terhadap antigen
plasenta belum terbentuk secara sempurna, sehingga proses
implantasi trofoblas ke jaringan desidual ibu menjadi terganggu.
Primigravida juga rentan stress dalam menghadapi persalinan yang
menstimulasi tubuh unuk mengeluarkan kortisol. Efek kortisol
adalah meningkatkan respon simpatis, sehingga curah jantung dan
tekanan darah juga akan meningkat.
3. Kehamilan multipel
Kehamilan ganda meningkatkan risiko preeklampsia sebesar 3 kali
lipat. Dengan adanya kehamilan ganda dan hidramnion, menjadi
penyebab meningkatnya resiten intramural pada pembuluh darah
myometrium, yang dapat berkaitan dengan peninggian tegangan
myometrium dan menyebabkan tekanan darah meningkat. Wanita
dengan kehamilan kembar berisiko lebih tinggi mengalami
preeklampsia hal ini disebabkan oleh peningkatan massa plasenta
dan produksi hormon.
4. IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus)
Nerenberg mengemukakan berdasarkan penelitian bahwa wanita
hamil dengan diabetes memiliki risiko 90% lebih tinggi
dibandingkan mereka yang tidak memiliki diabetes (OR 1.9; 95%
CI 1.7-2.1). Diabetes dan preeklampsia adalah dua kondisi umum
yang berhubungan dengan kehamilan, keduanya terkait dengan
hasil kesehatan ibu dan janin yang buruk. Diabetes dan
preeklampsia memiliki faktor risiko yang sama (misalnya, obesitas,
sindrom ovarium polikistik, usia ibu lanjut, peningkatan berat
badan kehamilan), hiperinsulinemia dikaitkan dengan kedua
kondisi. Diabetes dan preekampsia memiliki bukti disfungsi
vaskular endotel.
5. Obesitas sebelum hamil (IMT >30 kg/m2)
Berdasarkan studi Omar risiko preeklampsia pada kehamilan
preterm menikat signifikan sejalan dengan peningkatan obesitas
selama kehamilan (RR 5.23, 95% CI: 3.86-7.09, P<0.001).
Berdasarkan penelitian Babah, subyek preeklampsia ditemukan
memiliki IMT yang lebih tinggi (30,04 ±6,06 kg/m 2) dibandingkan
dengan wanita hamil normotensif (28,08 ± 2,97 kg/m2).
Menggunakan tekanan darah arteri rata-rata sebagai indikator
keparahan penyakit, dengan cut-off dari 125 mmHg, ditemukan
bahwa preeklampsia berat memiliki IMT lebih tinggi (30,18 ± 6.49
kg/m2) dibandingkan dengan wanita dengan bentuk ringan dari
penyakit (29,83 ± 5,48 kg/m2) tetapi perbedaan ini tidak signifikan
secara statistik (P = 0,2131)
C. MANIFESTASI KLINIS
Preeklamsi merupakan kumpulan dari gejala-gejala kehamilan
yang di tandai dengan hipertensi dan odem (Kusnarman, 2014) .
Gambaran klinik preeklampsia mulai dengan kenaikan berat badan diikuti
edema kaki atau tangan, kenaikan tekanan darah, dan terakhir terjadi
proteinuria (Saraswati,2016 ).
Tanda gelaja yang biasa di temukan pada preeklamsi biasanya
yaitu sakit kepala hebat. Sakit di ulu hati karena regangan selaput hati oleh
perdarahan atau edema atau sakit karena perubahan pada lambung dan
gangguan penglihatan, seperti penglihatan menjadi kabur bahkan kadang-
kadang pasien buta. Gangguan ini disebabkan penyempitan pembuluh
darah dan edema (Wibowo, dkk 2015).
D. Patofisiologi
Menurut (Lalenoh, Diana Christine. 2018. Preeklamsia Berat Dan
Eklamsia: Tatalaksanan Anestesia Perioperatif. Sleman; CV Budi Utama):
preeklamsi merupakan suatu disfungsi atau kerusakan sel endotel
vaskuler secara menyeluruh dengan penyebab multifaktor, seperti:
imunologi, genetik, nutrisi (misalnya defisiensi kalsium) dan lipid
peroksidasi. Kemudian berlanjut dengan gangguan keseimbangan
hormonal prostanoid yaitu peningkatan vasokonstriktor (terutama
tromboxan) dan penurunan vasodilator (prostasiklin), peningkatan
sensitivitas terhadap vasokonstriktor agregasi platelet (trombogenik),
koagulopati dan aterogenik. Perubahan level seluler dan biomolekuler di
atas telah dideteksi pada umur kehamilan 18-20 minggu, selanjutnya
sekurang-kurangnya umur kehamilan 24 minggu dapat diikuti perubahan/
gejala klinis seperti hipertensi, udema dan proteiuria. Awalnya adalah
defisiensi invasi sel-sel trofoblas atas arteri spiralis pada plasenta yang
dimediasi/dipengaruhi proses imunologis, dan hal ini mengakibatkan
gangguan perfusi unit fetoplasental.
Preeklamsi berat belum diketahui secara pasti gambaran perjalanan
penyakitnya namun ada beberapa teori yang sudah dijadikan acuan sebagai
pembelajaran. Berikut patofiologi pre eklamsi berat menurut bebrapa teori:
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan yang normal,uterus dan plasenta kan
mendapatkan perfusi dari cabang arteri uterine dan ovarika,yang
masuk menembus miometrium dan selanjutnya menjadi arteri
arkuata,kemudian bercabang menjadi arteri radialis. Arteri radialis
akan menembus endometrium,menjadi arteri basalis,yang
selanjutnya bercabang menjadi arteri spiralis.
Selanjutnya pada kehamilan normal dengan sebab yang
belum jelas,terjadi invasi troblas ke dalam lapisan otot arteria
spiralis,yang selanjutnya akan menimbulkan degenerasi otot
sehingga terjadi distensi dan vasodilatasi arteri spiralis,sehingga
terjadi perubahan jaringan matriks dan memudahkan lumen arteri
spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi
luman arteri spiralis ini memberikan dampak penurunan tekanan
darah,penurunan resistensi vaskular serta peningkatan aliran darah
pada utero plasenta. Kondidi tersebut akan mengakibatkan aliran
darah ke janin cukup banyak,demikian pula perfusi jaringan yang
meningkat. Dengan demikian pertumbuhan janin akan berjalan
dengan baik. Mekanisme tersebut memrupakan proses remodeling
dari arteri spiralis.
Pada hipertensi kehamilan ini tidak terjadi invasi sel sel
troblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks
sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras
sehingga lumen arteri spiralis tidak mungkin untuk mengalami
distensi dan vasodilatasi. Akibatnya,arteri spiralis relatif
mengalami vasokontriksi dan selanjutnya terjadi kegagalan
remodeling arteri spiralis,sehingga aliran darah ke uteroplasenta
menurun, serta terjadi hipoksia dan iskemia plasenta. Selanjutnya
akan menimbulkan perubahan hipertensi dalam kehamilan. Adanya
disfungsi endotel di tandai dengan meningkatnya fibronektin.
Pada preeklamsia tejadi kegagalan proses remodeling artei
piralis yang berkaitan dengan perubahan arteri spiralis menjadi
kaku dan keras,tidak bisa mengalami distensi lagi, serat tidak bisa
mengalami vasodilatasi. Kejadian ini akan mengakibatkan aliran
darah uteroplasema berkurang sehingga terjadi hipiksia selanjutnya
akan terjadi iskemia plasenta.
Patogenesis plasenta yang terjadi pada preeklasia dapat
berupah :
a. Terjadinya plasentasi yang tidak sempurna sehinnga
plasenta tertanam dangkal dan arteri spiralis tidak
semua mengalami dilatasi.
b. Aliran darah ke plasenta berkurang,sehingga terjadi
infark plasenta yang luas.
c. Plasenta mengalami hipoksia sehingga pertumbuhan
janin terhambat.
d. Deposisi fibrin pada pembuluh darah plasenta yang
selanjutnya akan menyebabkann penyempitan
pembuluh darah.
E. Jenis-jenis Pre-eklamsi
1. Preeklamsi ringan
Preeklamsi ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan
atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah
kehamilan. Penyebab preeklamsi ringan belum diketahui secara jelas.
Penyakit ini dianggap sebagai “maladaptation sundrome” akibat
vasospasme general segala akibat. Gejala klinis preeklamsi ringan
meliputi :
a. Kenaikan tekanan darah sistol 30 mmHg atau lebih, diastol 15
mmHg atau lebih dari tekanan darah sebelum hamil pada
kehamilan 20 minggu atau lebih dari sistol 140 mmHg sampai
kurang 160 mmHg, diastole 90 mmHg sampai kurang 110 mmHg
b. Proteinuri: secara kuantitatif lebih dari 0,3 gr/liter dalam 24 jam
atau secara kualitatif positi 2 (+2)
c. Edema pada pretibia, dinding abdomen, lumbosakral, wajah atau
tangan
Penangan preeklamsi ringan dapat dilakukan dua cara, tergantung
gejala yang timbul, yakni :
a. Penatalaksaan rawat jalan pasien preeklamsi ringan, dengan cara :
1) Ibu dianjurkan banyak istirahat (berbaring tidur/miring)
2) Diet: cukup protein, rendah lemak, rendah karbohidrat, dan
rendah garam
3) Pemberian sedative ringan
4) Kunjungan ulang setiap 1 minggu
5) Pemeriksaan laboratorium (Hb, Hemotokrit, trombosit, urine
lengkap,asam urat darah, fungsi hati, fungsi ginjal)
b. Penatalaksaan rawat tinggal pasien preeklamsi ringan berdasarkan
kriteria :
1) Setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan
adanya perbaikan dari gejala-gejala preeklamsi
2) Kenaikan berat badan ibu 1 kg atau lebih perminggu selama 2
kali berturut-turut (2 minggu)
3) Timbul salah satu atau lebih gejala atau tanda-tanda
preeklamsi berat
Perawatan obstetri pasien preeklamsi ringan :
a. Kehamilan preterm (kurang 37 minggu)
Bila desakan darah mencapai normotensif selama perawatan,
persalinan ditunggu sampai aterm. Namun bila desakan darah
turun tetapi belum mencapai normotensif selama perawatan maka
kehamilannya dapat diakhiri pada umur kehamilan 37 minggu atau
lebih
b. Kehamilan aterm (37 minggu atau lebih)
Perslaian ditunnggu smapai terjadinya onset persaliana atau di
pertimbangkan untuk melakukan persalianan pada taksiran tanggal
persalinan
c. Cara persalinan
Persalian dapat dilakukan secara spontan bila memperpendek kala
II
2. Preeklamsi berat
Preeklamsi berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai
dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih desertai
proteinuria dan/atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Gejala
dan tanda preeklamsi berat :
a. Tekanan darah sistolik > 160 mmHg, tekanan darah diastolik >
110 mmHg
b. Peningkatan kadar enzim hati atau/dan ikterus
c. Trombosit < 100.000/mm3
d. Oliguria < 400 ml/24 jam
e. Proteinuria > 3 gr/liter
f. Nyeri episgastrium
g. Skotoma dan gangguan visus lainnya atau nyeri frontal yang berat
h. Perdarahan retina
i. Odem pulmonum
Pada preeklamsi berat juga terdapat penyulit lain, diantaranya :
kerusakan organ-organ tubuh seperti jantung, gagal ginjal, gangguan
fungsi hati, gangguan pembekuan darah, sindrome HELLP, bahkan dapat
terjadi kematian pada janin, ibu, atau keduanya bila preeklamsi tak
segera diatasi dengan baik dan benar. Penanganan preeklamsi berat,
yakni
a. Perawatan aktif, sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada
setiap penderita dilakukan pemeriksaan fetal assessment yakni
pemeriksaan nonstress test (NST) dan USG, dengan indikasi
(salah satu atau lebih) :
1) Ibu : usia khamilan 37 minggu atau lebih; adanya tanda- tanda
atau gejala impending eklamsi, kehgagalan terapi konservatif
yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan
desakan darah atau setelah 24 jam perwatan edicinal, ada
gejala-gejala satus quo (tidak ada perbaikan)
2) Janin : hasil fetal assesment jelek (NST dan USG): adanya
tanda Intravena Uterine Growt retardatin (IUGR)
3) Hasil laboratorium: adanya “HELP syndrome” (hematolisis
dan peningkatan fungsi hepar, trombositopenia)
b. Pengobatan medisinal pasien preeklamsi berat (dilakukan dirumah
sakit dan atas instruksi dokter) yaitu : segera masuk RS: tirah
baring kesatu sisi. Tanda-tanda vital diperiksa setiap 30 menit,
reflek patella setiap jam, infus RL dextrose 5% dimana setiap 1
liter disleingi infus RL (60-125 cc/jam) 500CC, berikan antasida,
diet cukup protein, rendah karbohidrat, rendah lemak, dan rendah
garam, pemberian obat anti kejang, MgSO4, diuretik tidak
diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung
kongestif atau edema anasarka, diberikan furosemid injeksi
40mg/IM
c. Antidepresa diberikan bila : tekanan darah sistolis lebih 180
mmHg. Diastolis lebih dari 110 mmHg atau MAP lebih 125
mmHg. Sasasaran pengobatan adalah tekanan diastolis kurang 105
mmHg (bukan kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi
plasenta, dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi
pada umumnnya.
d. Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat
diberikan obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu)
e. Bila tidak tersedia anti hipertensi parental dapat diberikan tablet
anti hipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam, maksimal
4-5 kali. Bersama dengan awal pemberian sublingual maka obat
yang sama mulai diberikan secara oral (Syakib Bakri, 1997)
f. Pengobatan jantung jika ada indikasinya yakni ada tanda-tanda
menjurus payah jantung, diberikan digitalisasi cepat dengan
cedilanid
g. Lain-lain : konsul bagian penyakit dalam / jantung, mata.
3. Diagnosis
Dengan adanya tanda-tanda dan gejala preeklamsi yang disusul
dengan serangan kejang yang telah diuraikan diatas, maka diagnosis
eklamsi sudah tidak diragukan. Walaupun demikian eklamsi harus
dibedakan antara :
a. Epilepsi; dalam anamesis diketahui adanya serangan sebelum
hamil atau pada hamil muda dan tanda preeklamsi tidak ada
b. Kejang karena obat anastesi; apabila obat anastesi lokal
diinjeksikan kedalam vena, dapat timbul kejang
c. Koma karena sebab seperti diabetes, perdarahan otak,
meningitis, ensefalitis, dan lain-lain
A. Protap Penanganan Preeklamsi dan Eklamsi
B. Saran
Demikianlah makalah kami ini dapat dipaparkan, semoga berguna dan
bermanfaat bagi kita semua. Kami sebagai penulis menyadari bahwa apa yang
kami tulis dan kami paparkan jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kami
mengharapkan saran dan kritikannya yang membangun demi kelancaran makalah
kami ini.
Kasus dan Pendokumentasian SOAP
A. Kasus
Identitas
Keluhan Utama
Perkusi, Auskultasi.
c. Mata
Inspeksi : Bentuk mata kanan dan kiri simetris, alis mata,
kelopak mata normal, konjuktiva anemis (-/-), pupil isokor,
sklera putih, reflek cahaya positif. Pergerakan bola mata baik
dapat digerakkan keatas, bawah, samping kanan dan kiri. Tajam
penglihatan menurun (Klien tidak dapat membaca nama perawat
dengan jarak ± 50 cm).
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
d. Hidung
Inspeksi : Posisi septum di tengah, tidak ada secret, tidak ada
polip, tidak ada pernapasan cuping hidung, penciuman klien baik
terbukti dapat mencium bau minyak kayu putih.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
e. Telinga
Inspeksi : Bentuk telinga kanan dan kiri simetris, kelainan daun
telinga tidak ada kelainan, letak sejajar pinna, tampak serumen
pada kedua telinga.
Palpasi : Tidak nyeri tekan pada tulang mastoid, fungsi
pendengaran menurun (klien mampu mendengar ketika perawat
menyapa nama klien dgn jarak ± 1 m setelah diulang 2 kali).
f. Mulut
Inspeksi : Mukosa bibir klien lembab, jumlah gigi 0. Tidak ada
stomatitis, tidak ada lesi, fungsi pengecapan baik, Tidak
terdapat peradangan dan pembesaran pada tonsil, lidahnya
tampak.kotor
0000 0000
0000 0000
g. Integumen
Inspeksi: Tidak ada lesi. Tampak keriput. Ada hiperpigmentasi
pada kulit tangan.
Palpasi: Terasa kasar dan kering.
h. Leher
Inspeksi: Klien dapat mengerakkan leher ke kanan dan kiri
belakang dan depan.
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan. Tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid, tidak ada peningkatan vena jugularis, tidak ada lesi, dan
trachea letak sentral.
i. Dada dan Punggung
Inspeksi: Bentuk dada simetris, pengembangan dada kanan dan
kiri sama, punggung sedikit membungkuk.
Palpasi: Tidak terdapat nyeri tekan dan nyeri lepas. Jantung
tidak teraba.
Perkusi: Terdengar suara paru sonor. Vocal premitus dalam
batas normal.
Auskultasi: Suara pernapasan bersih dan teratur. Bunyi jantung
normal dan tidak terdapat bunyi nafas tambahan seperti
wheezing, ronchi.
j. Abdomen
Inspeksi: Bentuk datar, tidak ada benjolan, ada luka post SC
Palpasi: ada nyeri tekan pada semua kuadran abdomen, hepar
teraba, tidak terdapat pembesaran hepar.
Perkusi: Terdengar suara timpani pada daerah gaster dan suara
dullness pada daerah hepar.
Auskultasi: Bising usus 11 x / menit.
k. Genitalia
Pada saat dikaji klien mengatakan tidak ada gangguan BAK.
Tidak merasa gatalpadaalatkelamin,perinealdansekitarnya.
l. Anus
Pada saat dikaji klien mengatakan tidak sakit pada bagian anus
dan tidak merasa nyeri saat BAB.
m. Ekstremitas
Inpeksi: Bentuk kedua tangan sama panjang, pada tangan
kanan dan tangan kiri terdapat hiperpigmentasi. Kuku tangan
bersih. Pada kaki sebelah kiri dan kanan nampak edema
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan dan kekuatan otot 4/4 , akral
hangat. Hasil piting edem pada kaki derajat 2
Perkusi: Refleks bisep dan trisep
Inspeksi: Bentuk kedua kaki sama panjang, pergerakan kaki
bebas dan terdapat udem.
Palpasi: Tidak terdapat nyeri tekan. Akral hangat, kekuatan
otot 4/4.
Perkusi: Refleks patella (+), refleks babinski (+).
m. Sistem cardiovaskuler
Inspeksi: tidak tampak ictus cordis
Palpasi:tidak teraba ictus cordis,tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Redup
Auskultasi: terdengar bunyi S1 dan S2 dan bunyi jantung
murni tan terdengar suara tambahan seperti gallop.
n. Sistem pernafasan :
Inspeksi : Tidak ada retraksi intercosta,pergerakan dada simetris
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, taktil fremitus (+)
Perkusi : resonance
Auskultasi : Bronkovesikuler
o. Sistem gastointestinal
Inspeksi:tampak tonus otot berlipat dan tidak ada perubahan
warna
Auskultasi: bising usus 8x/menit
Palpasi: tidak ada nyeri tekan di keempat
kuadaran. Perkusi: lambung : tympani
hati: dulness (8 cm)
p. Sistem perkemihan: tidak ada nyeri saat
berkamih,sering berkemih tapi sedikit.
2. POLA KEBUTUHAN DASAR(DATA BIO-PSIKO-SOSIO
KULTURALSPIRITUAL)
1) Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan
Klien mengatakan sesak nafas, pasien mengatakan pusing seperti
tertusu-tusuk, pusing hilang timbul, pasien juga mengatakan akan
mencoba nafas dalam ketika pusing
Sebelum sakit:
Pasien mengatakan baik-baik saja dan tidak mengalami nyeri
seperti yang dialami saat ini
Pemeriksaansaatpen
Keterangan
gkajian
A (Antropometri) TB : 151 cm BB : 48 Kg
B (Biokimia) 1. Darah Rutin
Hb: 13 g/dl Leukosit: 7,3/ul
2. Urin
Protein: +2
Gula: negatif
b. BAK
Sebelumsakit : Pasien mengatakan sebelum sakit BAK
lancar kurang lebih 7 kali dalam sehari
Saatsakit :Pasien mengatakan saat sakit BAK jarang kurang
lebih 3 kali sehari.
3) Polaaktivitasdanlatihan
a. Aktivitas
0: mandiri
KemampuanPerawatanDir 0 1 2 3 4
1: Alatbantu
i
2: dibantu orang
lain
Makandanminum 3: dibantu orang
lain dan alat
Mandi
4: tergantung total
Toileting
Berpakaian
Berpindah
29
b. Aktivitas dan Latihan
Sebelumsakit : Pasien mengatakan bisa melakukan
aktivitas sehar-hari dengan baik.
Saat sakit : Pasien mengatakan saat sakit aktivitas
terganggu (pasien tidak bisa menjalankan perannya sebagai
ibu rumahtangga).
4) Pola Kognitif dan Persepsi
a. Persepsi sensori:
Penglihatan : Pasien masih bisa melihat perawat
dalam jarak ± 6 meter (visus 20/20).
Pendengaran : Pasien bisa menjawab pertanyaan
dari perawat dengan baik.
Perasa dan pembau : Pesien mengatakan tidak ada
gangguan indra perasa dan pembau.
Nyeri : Nyeri tekan(+) dengan skala 7 (1-10)
b. Persepsi kognitif
Kognitif pasien masih berjalan dengan baik (pasien bisa
menjawab pertanyan perawat).
5) Pola Persepsi-Konsep diri
Pasien mengatakan sakit yang dideritanya mengganggu aktivitas
dan perannya sebagai ibu rumah tangga.
6) Pola Tidur dan Istirahat
Sebelumsakit:
Pasien mengatakan bisa tidur dengan nyenyak dengan durasi
tidur ± 8 jam.
Saat sakit:
Pasien mengatakan tidak bisa tidur nyenyak saat sakit.
7) Pola Peran-Hubungan
Pasien mengatakan tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai
kepala rumah tangga.
8) Pola Reproduksi
Pasien mengatakan tidak ada keluhan dengan alat reproduksi.
9) Pola Toleransi Stress-Koping
30
Pasien mengatakan lebih banyak-banyak doa untuk mengatasi
rasa cemasnya.
10) Pola Nilai-Kepercayaan
Ibadah pasien terganggu karena sakit (seperti tidak bisa pergi ke
pengajian).
A. Analisa Data
3. Ds: Pasien mengatakan saat sakit aktivitas Edema Hambatan mobilitas fisik
terganggu (pasien tidak bisa menjalankan
perannya sebagai ibu rumahtangga).
Do: hasil pemeriksaan aktifitas dan latihan
KemampuanPerawatanDir 0 1 2 3 4
i
31
Makandanminum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Berpindah
B. Diagnosa priotitas
1. Ketidakefektifan pola nafas B.D Sesak di tandai dengan pasien
mengatakkan sesak nafas dan pasien tampak lemah RR: 27x/m Tidak ada
suara nafas tambahan
2. Nyeri akut B.D Hipertensi di tandai dengan klien mengatakan pusing
seperti tertusu-tusuk, pusing hilang timbul, pasien juga mengatakan akan
mencoba nafas dalam ketika pusing P (provokes): hipertensi Q (quality):
ditusuk tusuk R (radiates): Kepala S (severity): 7 T (time): hilang timbul
dan klien nampak menahan nyeri dan dan hasil pemeriksaan TTV
didapatkan Tanda-tanda vital: TD: 150/100 mmhg, N : 88 x/mnt, RR : 27
x/mnt, T : 36,5o C TB : 151 cm, TB : 48 Kg, GCS :15.
3. Hambatan mobilitas fisik B.D edema di tandai dengan Pasien mengatakan
saat sakit aktivitas terganggu (pasien tidak bisa menjalankan perannya
sebagai ibu rumahtangga) dan hasil pemeriksaan aktifitas dan latihan
KemampuanPerawatanDir 0 1 2 3 4
i
Makandanminum
Mandi
Toileting
Berpakaian
32
Berpindah
C. Intervensi
33
2. Menunjukkan jalan buatan
nafas yang paten 4. Pasang mayo bila
(klien tidak merasa perlu.
tercekik, irama 5. Lakukan
nafas, frekuensi fisioterapi dada
pernafasan dalam jika perlu
rentang normal, 6. Keluarkan
tidak ada suara sekret dengan
nafas abnormal) batuk atau
3. Tanda Tanda vital suction
dalam rentang 7. Auskultasi suara
normal (tekanan nafas, catat
darah, nadi, adanya suara
pernafasan tambahan
34
dan tanda nyeri). nyeri masa lampau.
4. Menyatakan rasa
Pemberian Analgesik
nyaman setelah
(2210):
nyeri berkurang
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitasm
dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat.
2. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis
dan frekuensi.
3. Cek riwayat alergi.
4. Pilih nalgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih
dari satu.
Tentukan pilihan
3. III Pergerakan (0208): Terapi latihan: ambulasi (0221):
1. Klien meningkat 1. Monitoring vital sign
sebelum atau sesudah
dalam aktivitas
latihan dan lihat respon
fisik. pasien saat latihan.
2. Konsultasikan dengan
2. Mengerti tujuan dari
terapi fisik tentang
peningkatan rencana ambulasi sesuai
dengan kebutuhan.
mobilitas.
3. Bantu klien untuk
3. Memverbalisasikan menggunakan tongkat
saat berjalan dan cegah
perasaan dalam
terhadap cidera.
meningkatkan 4. Ajarkan pasien tau tenaga
kesehatan lain tentang
kekuatan dan
teknik ambulasi.
kemampuan 5. Kaji kemampuan pasien
dalam mobilisasi.
berpindah.
4. Memeperagakan
penggunaan alat.
35
5. Bantu untuk
mobilisasi (walker).
36
D. Implementasi
37
E. Evaluasi
38
Daftar Pustaka
Gusta, Dien Anggraini Nursal. Dkk. Faktor Resiko Kejadian Preeklamsi Pada Ibu
Hamil di RSUP M. DJAMIL Padang Tahun 2014. From :
http://jurnal.fkm.unand.ac.id/index.php/jkma/article/view/161, 30 juli 2018
39