ASKEP PADA PASIEN COPD or PPOK, ASMA
ASKEP PADA PASIEN COPD or PPOK, ASMA
COPD/PPOK
Nama Anggota :
B. Etiologi
Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan dengan faktor-faktor
risiko yang terdapat pada penderita antara lain:
1. Merokok sigaret yang berlangsung lama
2. Polusi udara
3. Infeksi peru berulang
4. Umur
5. Jenis kelamin
6. Ras
7. Defisiensi alfa-1 antitripsin
8. Defisiensi anti oksidan
Pengaruh pada masing-masing faktor risiko terhadap terjadinya COPD
adalah saling memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan.
C. Klasifikasi
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah
sebagai berikut :
1. Bronkitis Kronik
Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hamper setiap hari disertai
pengeluaran dahak, sekurang-kurangnya 3 bulan dalam satu tahun dan terjadi
paling sedikit selama 2 tahun berturut-turut.
a. Etiologi :
Terdapat 3 jenis brokitis akut, yaitu :
- Infeksi : stafilokokus, streptokokus, pneumokokus, haemophilus
influenza
- Alergi
- Rangsang : missal asap pabrik, asap mobil, asap rokok, dan lain-
lain.
2. Emfisema Paru
Emfisema paru merupakan suatu definisi anatomik, yaitu suatu perubahan
anatomic paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara
bagian distal bronkus terminalis, yang disertai kerusakan dinding alveolus. Sesuai
dengan definisi tersebut, maka jika ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang
udara (alveolus) tanpa disertai adanya destruksi jaringan maka keadaan ini
sebenarnya tidak termasuk emfisema, melainkan hanya sebagai “overinflation”.
a. Patofisiologi
Emfisema merupakan kelainan dimana terjadinya kerusakan pada dinding
alveolar, yang mana akan menyebabkan overdistensi permanen ruang udara.
Perjalanan udara terganggu akibat dari perubahan ini. Kesulitan selama ekspirasi
pada emfisema merupakan akibat dari adanya destruksi dinding (septum)
diantaranya alveoli, kollaps jalan nafas sebagian dan kehilangan elastisitas kecil.
Pada saat alveoli dan septa kollaps, udara akan tertahan di antara ruang alveolar
(disebut blebs) dan diantara parenkim paru (disebut bullae). Proses ini akan
menyebabkn peningkatan ventilator pada “dead space” atau area yang tidak
mengalami pertukaran gas atau darah. Kerja nafas meningkat dikarenakan
terjadinya kekuranga fungsi jaringan paru untuk melakukan pertukaran oksigen
dan karbondioksida. Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru, lebih
lanjut terjadi penurunan perfusi oksigen dan penurunan ventilasi. Pada beberapa
tingkat emfisema dianggap normal sesuai dengan usia, tetapi jika hal ini timbul
pada awal kehidupan (usia muda), biasanya berhubungan dengan bronchitis
kronis dan merokok.
b. Patogenesis
Terdapat 4 perubahan patologik yang dapat timbul pada klien emfisema,
yaitu :
- Hilangnya elastisitas paru. Protease (enzim paru) merubah atau
merusakkan alveoli dan saluran nafas kecil dengan jalan merusakkan
serabut elastin. Akibat hal tersebut, kantung alveolar kehilangan
elatisitasnya dan jalan nafas kecil menjadi kollaps atau menyempit.
Beberapa alveoli rusak dan yang lainnya mungkin dapat menjadi
membesar.
- Hyperinflation Paru Pembesaran Alveoli mencegah paru-paru untuk
kembali kepada posisi istirahat normal selama ekspirasi
- Terbentuknya Bullae Dinding alveolar membengkak dan berhubungan
untuk membentuk suatu bullae (ruangan tempat udara) yang dapat dilihat
pada pemeriksaan x ray
- Kollaps jalan nafas kecil dan udara terperangkap. Ketika klien berusaha
untuk ekshalasi secara kuat, tekanan positif intratorak akan menyebabkan
kollapsnya jalan nafas.
c. Tipe Emfisema
terdapat tiga tipe dari emfisema :
- Emfisema Centriolobular merupakan tipe yang sering muncul,
menghasilkan kerusakan bronchioles, biasanya pada region paru atas.
Inflamasi berkembang pada bronchiolus tetapi biasanya kantung alveolar
tetap bersisa
- Emfisema Panlobular (Panacinar) merusak ruang udara pada seluruh
asinus dan biasanya termasuk pada paru bagian bawah. Bentuk ini
bersama disebut centriacinar emfisema, timbul sangat sering pada
seorang perokok.
- Emfisema Paraseptal merusak alveoli pada lobus bagian bawah yang
mengakibatkan isolasi dari blebs sepanjang perifer paru. Paraseptal
emfisema dipercaya sebagai sebab dari pneumothorax spontan. Panacinar
timbul pada orang tua dan klien dengan defisiensi enzim alpha-
antitripsin. Pada keadaan lanjut, terjadi peningkatan dyspnea dan infeksi
pulmoner, sering kali timbul Cor Pulmonal (CHF bagian kanan) timbul.
3. Asma
Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas
cabang-cabang trakeobronkial terhadap berbagai jenis rangsangan. Keadaan ini
bermanifestasi debagai penyempitan saluran-saluran nafas secara periodic dan
reversible akibat bronkospasme.
Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah dilatasi bronkus dan bronkiolus kronik yang
mungkin disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi
bronkus, aspirasi benda asing, muntahan, atau benda-benda dari saluran
pernafasan atas, dan tekanan terhadap tumor, pembuluh darah yang berdilatasi dan
pembesaran nodus limfe
D. Pathway PPOK
E. Tanda Dan Gejala
Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok :
a. Mempunyai gambaran klinik dominan ke arah bronchitis kritis (blue bloater)
b. Mempunyai gambaran klinik ke arah emfisema (pink puffers).
a. Kelemahan badan.
b. Batuk.
c. Sesak nafas.
d. Sesak nafas saat aktivitas dan nafas berbunyi.
e. Mengi atau wheeze.
f. Ekspirasi yang memanjang.
g. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut.
h. Penggunaan otot bantu pernafasan.
i. Suara nafas melemah.
j. Kadang ditemukan pernafasan paradoksal.
k. Edema kaki, asites, dan jari tabuh.
F. Pemeriksaan fisik :
a. manifestasi klinik PPOM :
- peningkatan dyspnea
- penggunaan otot-otot aksesori pernapasan (retraksi otot-otot abdominal,
mengangkat bahu saat inspirasi, napas cuping hidung)
- penurunan bunyi napas
- takipnea
- gejala yang menetap pada penyakit dasar
-
b. asthma
- batuk (mungkin produktif atau non produktif), dan perasaan dada seperti
terikat
- mengi saat inspirasi maupun ekspirasi yang dapat terdengar tanpa
stetoskop
- pernapasan cuping hidung
- ketakutan dan diaphoresis
c. Bronkhitis
- Batuk produktif dengan sputum berwarna putih keabu-abuan, yang
biasanya terjadi pada pagi hari
- Inspirasi ronkhi kasar dan whezzing
- Sesak napas
d. Bronkhitis (tahap lanjut)
- Penampilan sianosis
- Pembengkakaan umum atau “blue bloaters” (disebabkan oleh edema
asistemik yang terjadi sebagai akibat dari kor pulmunal)
e. Emfisema
- Penampilan fisik kurus dengan dada “barrel chest” (diameter thoraks
anterio posterior meningkat sebagai akibat hiperinflasi paru-paru)
- Fase ekspirasi memanjang
f. Emfisema (tahap lanjut)
- Hipoksemia dan hiperkapnia
- Penampilan sebagai “pink puffers”
- Jari-jari tubuh
-
G. Pemeriksaan diagnostis :
1. Chest X-Ray :
Dapat menunjukan hyperinflation paru, flattened diafragma, peningkatan
ruang udara retrosternal, penurunan tanda vascular/bulla (emfisema),
peningkatan bentuk bronchovaskular (bronchitis), normal ditemukan saat
periode remisi (asthma)
2. Pemeriksaan Fungsi Paru :
Dilakukan untuk menentukan penyebab dari dyspnea, menentukan
abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau restriksi,
memperkirakan tingkat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek dari terapi,
missal Bronchodilator.
3. TLC
Meningkat pada bronchitis berat dan biasanya pada asthma, menurun pada
emfisema.
4. Kapasitas inspirasi :
Menurun pada emfisema.
5. FEV1/FVC :
Ratio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan kapasitas vital
(FVC) menurun pada bronchitis dan asthma.
6. ABGs :
Menunjukkan proses penyakit kronis, seringkali PaO2 menurun dan PaCO2
normal atau meningkat (bronchitis kronis dan emfisema) tetapi seringkali
menurun pada asthma, pH normal atau asidosis, alkalosis respiratori ringan
sekunder terhadap hiperventilasi (emfisema sedang atau asthma).
7. Bronchogram :
Dapat menunjukkan dilatasi dari bronchi saat inspirasi, kollaps bronchial
pada tekanan ekspirasi (emfisema), pembesaran kelenjar usus (bronchitis).
8. Darah komplit :
Peningkatan hemoglobin (emfisema berat), peningkatan eosinophil (asthma).
9. Kimia darah :
Alpha 1-antitrypsin dilakukan untuk kemungkinan kurang pada emfisema
primer.
10. Sputum Kultur :
Untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi pathogen, pemeriksaan
sitology untuk menentukan penyakit keganasan atau allergi.
11. ECG :
Deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asthma berat), atrial disritmia
(bronchitis), gel. P pada leads II, III, AVF panjang, tinggi (bronchitis,
emfisema), axis QRS vertical (emfisema).
12. Exercise ECG, Stress Test :
Menolong mengkaji tingkat disfungsi pernafasan, mengevaluasi keefektifan
obat bronchodilator, merencanakan/evaluasi program.
13. Palpasi :
Palpasi pengurangan pengembangan dada?
Adakah fremitus taktil menurun?
14. Perkusi :
Adakah hiperesonansi pada perkusi?
Diafragma bergerak hanya sedikit?
15. Auskultasi :
Adakah suara wheezing yang nyaring?
Adakah suara ronkhi?
Vocal fremitus normal atau menurun?
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologis
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
a. Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang paralel,
keluar dari hilus menuju apeks baru. Bayangan tersebut adalah bayangan
bronkus yang menebal.
b. Corak paru yang bertambah.
I. Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1. Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase
akut, tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi
lebih awal.
1. Fisioterapi.
2. Rehabilitasi psikis.
3. Rehabilitasi pekerjaan (Mansjoer 2001 : 481-482).
J. Komplikasi COPD
1. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55
mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan
mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap
lanjut timbul cyanosis.
2. Asidosis Respiratory
Penyakit ini timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia).
Tanda yang muncul antara lain Nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines,
tachipnea.
3. Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus,
peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya
aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
4. Gagal Jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus
diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering
kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema
berat juga dapat mengalami masalah ini.
5. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau
asidosis respiratory.
6. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma
bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan
seringkali tidak berespon terhadap terapi yang biasa diberikan. Penggunaan
otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat.
2017).
tersebut normal atau abnormal, jika ada beberapa data yang ditafsirkan abnormal
tepat (Nanda, 2018). Terdapat 14 jenis subkategori data yang dikaji yaitu
pengkajian medalam mengenai bersihan jalan napas tidak efektif, dengan kategori
fisiologis dan subkategori respirasi. Pengkajian dilakukan sesuai dengan tanda
gejala mayor dan minor bersihan jalan napas tidak efektif dimana data mayornya
yaitu subjektif tidak tersedia dan data objektifnya batuk tidak efektif, sputum
berlebih, tidak mampu batuk, mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering, sedangkan
tanda gejala minor, data subjektif dyspnea, sulit bicara, ortopnea. Data objektif
yaitu gelisah, sianosis, bunyi napas menurun, frekuensi napas berubah, pola napas
berubah (PPNI, 2017). Selain itu, hal-hal yang perlu dilakukan pada pengkajian
keperawatan pada pasien PPOK dengan bersihan jalan napas tidak efektif
a. Biodata pasien
b. Keluhan utama
Penting untuk mengenal tanda dan gejala untuk mengetahuai dan mengkaji
kondisi pasien. Keluhan utama yang muncul seperti batuk, produksi sputum
berlebih, sesak napas, merasa lelah. Keluhan utama harus diterangkan sejelas
mungkin.
pada riwayat penyakit saat ini seperti sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama
dan berapa kali keluhan terjadi, bagaimana sifat keluhan yang dirasakan, apa yang
sedang dilakukan saat keluhan timbul, adakah usaha mengatasi keluhan sebelum
keluhan dari pasien, perlu dikaji riwayat keluarga yang memberikan predisposisi
keluhan seperti adanya riwayat batuk lama, riwayat sesak napas dari generasi
terdahulu. Adanya riwayat keluarga yang menderita kencing manis dan tekanan
e. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang difokuskan pada pasien PPOK dengan bersihan jalan
1) Inspeksi
pengamatan atau observasi pada bagian dada, bentuk dada simetris atau tidak,
pergerakan dinding dada, pola napas, irama napas, apakah terdapat proses ekhalasi
yang panjang, apakah terdapat otot bantu pernapasan, gerak paradoks, retraksi
antara iga dan retraksi di atas klavikula. Dalam melakukan pengkajian fisik secara
inspeksi, pemeriksaan dilakukan dengan cara melihat keadaan umum dan adanya
batuk, serta pada pasien PPOK dapat dilihat bentuk dada barrel chest.
2) Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengetahui gerakan dinding terak saat proses inspirasi dan
ekspirasi. Cara palpasi dapat dilakukan dari belakang dengan meletakkan kedua tangan
di kedua sisi tulang belakang. Kelainan yang mungkin didapat saat pemeriksaan palpasi
antara lain nyeri tekan, adanya benjolan, getar suara atau fremitus vokal. Cara
mendeteksi fremitus vokal yaitu letakkan kedua tangan pada dada pasien sehingga
kedua ibu jari pemeriksa terletak di garis tengah di atas sternum, ketika pasien menarik
nafas dalam, maka kedua ibu jari tangan harus bergerak secara simetris dan terpisah satu
sama lain dengan jarak minimal 5 cm. Getaran yang terasa oleh tangan pada saat
dilakukan pemeriksaan palpasi disebabkan oleh adanya dahak dalam bronkus yang
bergetar pada saat proses inspirasi dan ekspirasi.
3). Perkusi
Pengetukan dada atau perkusi akan menghasilkan vibrasi pada dinding dada
dan organ paru-paru yang ada dibawahnya, akan dipantulkan dan diterima oleh
tengah diletakkan pada daerah dinding dada di atas sela-sela iga selanjutnya
4). Auskultasi
Auskultasi adalah mendengarkan suara yang berasal dari dalam tubuh dengan
mengevaluasi adanya cairan atau obstruksi padat dalam struktur paru. Untuk
auskultasi yaitu mendengar bunyi napas normal dan bunyi napas tambahan.
f. Data pasien bersihan jalan napas tidak efektif termasuk dalam kategori
fisiologis subkategori respirasi, perawat harus mengkaji data gejala dan tanda
b) Objektif : gelisah, sianosis, bunyi napas menurun, frekuensi napas berubah, pola
napas berubah.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Doenges
(2012) adalah :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasma, peningkatan produksi
sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental, penurunan energi atau kelemahan.
b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ganguan oksigenasi (obstruksi jalan nafas oleh
sekresi, spasma bronkus, jebakan udara), kerusakan alveoli.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelemahan, efek
samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual atau muntah.
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama
(penurunan kerja silia, menetapnya sekret), tidak adekuatnya imunitas (kerusakan jaringan,
peningkatan pemajanan pada lingkungan), proses penyakit kronis, malnutrisi.
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi Keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Doenges
(2012) adalah :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasma, peningkatan
produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental, penurunan energi atau
kelemahan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien akan
mempertahankan jalan nafas yang paten dengan bunyi nafas bersih atau jelas dengan
kriteria hasil pasien akan menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan
nafas misalnya batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
Intervensi :
Mandiri :
1. Auskultasi bunyi nafas. Catat adanya bunyi nafas misalnya mengi, krekels, ronkhi.
R/ mengetahui ada tidaknya obstruksi jalan nafas dan menjadi manifestasi adanya bunyi
nafas adventisius.
2. Kaji atau pantau frekuensi pernafasan. Catat rasio inspirasi atau ekspirasi.
R/ takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan
atau selama stress/adanya proses infeksi akut.
3. Catat adanya derajat dispnea, misalnya keluhan lapar udara, gelisah, ansietas, distress
pernafasan, penggunaan otot bantu.
R/ mengetahui disfungsi pernapasan.
4. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat tidur, duduk
pada sandaran tempat tidur.
R/ mempermudah fungsi pernapasan dengan menggunakan gravitasi.
5. Dorong atau bantu latihan nafas abdomen atau bibir.
R/ mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara.
6. Observasi karakteristik batuk, misalnya batuk menetap, batuk pendek, basah. Bantu
tindakan untuk memperbaiki keefektifan upaya batuk.
R/ batuk dapat menetap tetapi tidak efektif.
7. Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung. Memberikan air
hangat. Anjurkan masukan cairan antara sebagai pengganti makanan.
R/ hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret, mempermudah pengeluaran.
Kolaborasi :
Mandiri :
1. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan. Catat penggunaan otot aksesori, nafas bibir,
ketidakmampuan berbicara atau berbincang.
R/ berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan kronisnya proses penyakit.
2. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk
bernafas. Dorong nafas dalam perlahan atau nafas bibir sesuai kebutuhan atau toleransi
individu.
R/ posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea,
dan kerja napas.
3. Kaji atau awasi secara rutin kulit dan warna membran mukos.
R/ Keabu-abuan dan sianosis sentral mengidentifikasikan beratnya hipoksemia.
4. Dorong mengeluarkan sputum, penghisapan bila di indikasikan.
R/ banyaknya sekret menjadi sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan nafas.
5. Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan atau bunyi tambahan.
R/ bunyi nafas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi.
6. Palpasi fremitus.
R/ penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara terjebak.
7. Awasi tingkat kesadaran atau status mental. Selidiki adanya perubahan.
R/ gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hipoksia.
8. Evaluasi tingkat toleransi aktivitas. Berikan lingkungan tenang dan kalem. Batasi
aktivitas pasien atau dorong untuk tidur atau istirahat di kursi selama fase akut.
Mungkinkan pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan tingkatkan sesuai toleransi
individu.
R/ program latihan ditujukan untuk meningkatkan ketahanan dan kekuatan tanpa
menyebabkan dispnea berat, dan dapat meningkatkan rasa sehat.
9. Awasi tanda vital dan irama jantung.
R/ takikardia, disritmia dan perubahan TD dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik
pada fungsi jantung.
Kolaborasi :
Intervensi :
Mandiri :
1. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makanan.
R/ pasien distres pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum,
dan obat.
2. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
R/ meskipun kegagalan pernapasan membuat status hipermetabolik dengan peningkatan
kebutuhan kalori.
3. Auskultasi bunyi usus.
R/ penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster dan konstipasi.
4. Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai
dan tissu.
R/ mencegah utama terhadap tidak nafsu makan dan dapat membuat mual dan muntah
dengan peningkatan kesulitan nafas.
5. Dorong periode istirahat selama 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan makan
porsi kecil tapi sering.
R/ membantu menurunkan kelemahan selamawaktu makan dan memberikan kesempatan
untuk meningkatkan masukan kalori total.
6. Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.
R/ dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu nafas abdomen dan gerakan
diafragma, dapat meningkatkan dispnea.
7. Hindari makanan yang sangat panas atau yang sangat dingin.
R/ suhu ekstrem dapat mencetuskan/meningkatkan spasme batuk.
8. Timbang berat badan sesuai indikasi.
R/ berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat badan, dan
evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
Kolaborasi :
1. Konsul ahli gizi atau nutrisi pendukung tim untuk memberikan makanan yang mudah
dicerna, secara nutrisi seimbang, misalnya nutrisi tambahan oral atau selang, nutrisi
parenteral.
R/ memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal pasien/ penggunaan energi.
2. Kaji pemeriksaan laboratorium misalnya glukosa, elektrolit. Berikan vitamin atau
mineral atau elektrolit sesuai indikasi.
R/ mengevaluasi kekurangan dan mengawasi keefektifan terapi nutrisi.
3. Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.
R/ menurunkan dispnea dan meningkatkan energi untuk makan meningkatkan masukan.
Intervensi :
Mandiri :
1. Awasi suhu.
R/ demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi.
2. Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering, dan masukan cairan
adekuat.
R/ aktivitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran sekret untuk menurunkan resiko
terjadinya infeksi paru.
3. Observasi warna, karakter, bau sputum.
R/ sekret berbau, kuning tau kehijauan menunjukan adanya infeksi paru.
4. Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum. Tekankan cuci tangan yang
benar (perawat dan pasien) dan penggunaan sarung tangan bila memegang atau membuang
tisu, wadah sputum.
R/ mencegah penyebaran patogen melalui cairan.
5. Awasi pengunjung, berikan masker sesuai indikasi.
R/ menurunkan potensial terpajan pada penyakit infeksius.
6. Dorong keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
R/ menurunkan kebutuhan keseimbangan oksigen dan memperbaiki pertahanan pasien
terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan.
7. Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.
R/ malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi.
Kolaborasi:
1. Dapatkan spesimen sputum dengan batuk atau penghisapan untuk pewarnaan kuman gram,
kultur atau sensitivitas.
R/ dilakukan untuk mengidentifikasi organisme penyebab dan kerentanan terhadap berbagai
antimikrobial.
2. Berikan antimikrobial sesuai indikasi.
R/ dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur dan sensitifitas,
atau diberikan secara profilaktif karena resiko tinggi.
Contoh kasus
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Y. P
Kasus:
Seorang perempuan bernama Ny. P bersama suaminya datang ke rumah sakit RSUD
Bangli yang mengeluh sesak sejak 2 hari yang lalu dan batuk terus menerus. Ny P di
diagnosa medis 1 tahun yang lalu yaitu asma . setelah dilakukannya pemeriksaan
didapatkan Keadaan umum compos mentis, S: 37,2 derajat celcius, T: 120/80 mmHg,
N: 112x/menit, RR: 28x/menit
I. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. P
No RM : 34567
Umur : 40 Thn
Pekerjaan : PNS
Agama : Hindu
Status : Menikah
B. Keluhan Utama
Pasien mengeluh sesak dan batuk terus menerus sejak 2 hari yang lalu
C.Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan pernah mengalami sesak nafas sejak 1 tahun yang lalu
Pasien datang ke RS dengan keluhan sesak nafas, sejak 2 hari sebelum masuk RS
pasien terus menerus sesak serta batuk.
Keadaan umum compos mentis, S: 37,2 derajat celcius, T: 120/80 mmHg, N:
112x/menit, RR: 28x/menit
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan di keluarganya tidak ada yang mengalami sakit seperti ganguan pernafasan
tbc,dan penyakt keturunan.
D. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi: saat di inspeksi bentuk dada simetris, pola nafas tidak teratur, ada pergerakan dinding
dada, irama nafas tidak tratur
2) Auskultasi: disaat di auskultasi terdengan suara ronci
3) Palpasi: saat dipalpasi gerakan thorak sama, tidak adanya benjoan dan esi pada daerah thorax
4) Perkusi: saat diperkusi akan membatu asien untuk membuka vibrasi pada dinding organ dan
paru-paruyang ada dibawahnya
E.11 Pola perfungsi kesehatan menurutgordon:
a) Persepsi dan Manajemen Kesehatan: Klien biasanya tidak mengerti bahwa penyakit yang ia
diderita adalah penyakit yang berbahaya. Perawat perlu mengkaji bagaimana klien memandang
penyakit yang dideritanya, apakah klien tau apa penyebab penyakitnya sekarang.
b) Nutrisi – Metabolik: Biasanya pada pasien mengalami penurunan nafsu makan karena demam
yang ia diderita.
c) Eliminasi: Biasanya pasien mengalami gangguan dalam eliminasi karena pasien mengalami
penurunan nafsu makan akibat sesak.
d) Aktivitas – Latihan: Biasaya pada pasien asma mengalami penurunan aktivitas karena rasa nyeri
dada yang ia rasakan
e) Istirahat – Tidur: Pasien biasanya diduga akan mengalami susah tidur karena rasa sesak yang ia
rasakan.
f) Kognitif – Persepsi: Biasanya klien tidak mengalami gangguan dengan kognitif dan persepsinya.
g) Persepsi Diri – Konsep Diri: Biasanya pasien memiliki perilaku menarik diri, mengingkari, depresi,
ekspresi takut, perilaku marah, postur tubuh mengelak, menangis
h) Peran – Hubungan: Biasanya pasien mengalami depresi dikarenakan penyakit yang dialaminya.
Serta adanya tekanan yang datang dari lingkungannya berupa klien juga tidak dapat melakukan
perannya dengan baik.
i) Seksual – Reproduksi: Biasanya pasien tidak mengalami gangguan dalam masalah seksual.
j) Koping – Toleransi Stress: Biasanya pasien mengalami stress ysng berat karena kondisinya saat itu.
Nilai Kepercayaan: Pola keyakinan klien dengan tuhan terpenuhi dengan pasien
terlihat rajin sembahyangE.Fisiologis
Analisa Data
Ruang : MAWAR
DO :
Batuk
Pasien
tampak
sesak nafas
RR :
28x/mnt
Pasien tampak Bersihan Jalan Nafas Tidak
batuk Efektif
Terdengar
bunyi nafas
wengi
Ruang : MAWAR
No Registrasi : 34567
NO Diagnosa Keperawatan
1 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
tertahan ditandai dengan pasien mengeluh sesak dan batuk serta susah
mengeluarkan secret. Frekuensi nafas pasien RR : 28x/menit
Edukasi
6. Ajarkan teknik
batuk efektif
Kolaborasi
7. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator
dengan tim medis
Ruang : MAWAR
No Registrasi : 34567
NO Hari / No Implementasi Evaluasi Proses TTD
Tanggal
Dx
/ Jam
1 Jumat 7 1 1. Memonitor pola Data subjektif: Perawat
agustus nafas,frekuensikedala jaga
1. Pasien mengatakan
2020 man, dan usaha nafas
masih merasa
2. Memonitor bunyi
sesak
nafas tambahan
2. Pasien mengatakan
3. Memonitor spuntum
nyaman setelah
4. Memposisikan semi
diposisikan semi
fowler atau fowler
fowler
5. Memberikan O2 sesuai
3. Pasien
keutuhun
mengatakkan
6. Mengajarkan teknik
setelah diberikan
batuk efektif
o2 dia tidak sesak
7. Mengkolaborasi
lagi
pemberian brondilator
Data Objektif:
dengan tim medis
1. Pasien tampak
sesak
2. Pasien tampak
nyamaan saat
diberikan O2
3. Pasien tampak
nyaman saat
diposisikan semi
fowler
Hari dan No dx Evaluasi Paraf
tanggal
Jumat, 7 1 S: Perawat jaga
agustus 2020
- Pasien mengatakan masih
merasa sesak
O:
P : lanjutkan intervensi
v. Evaluasi
Kesimpulan
Emphysema dan Chronic Bronchitis adalah dua kondisi umum yang membuat
COPD, tapi COPD dapat juga mengacu pada kerusakan yang disebabkan oleh
chronic Asthmatic Bronchitis. Pada semua kasus, kerusakan pada saluran
pernafasan pada akhirnya mempengaruhi pertukaran oksigen dan
karbondioksida pada paru-paru. COPD menyebabkan kasus kematian dan sakit
pada sebagian belahan dunia. Kebanyakan COPD dikarenakan merokok dalam
waktu yang lama dan dapat dicegah dengan tidak merokok atau
berhentimerokok secepat mungkin. Kerusakan pada paru-paru tidak dapat
diperbaiki, jadi perawatan berfokus pada mengontrol gejala dan meminimalisir
kerusakan yang terjadi.
Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan dengan faktor-
faktor risiko yang terdapat pada penderita antara lain:
1. Merokok sigaret yang berlangsung lama
2. Polusi udara
3. Infeksi peru berulang
4. Umur
5. Jenis kelamin
6. Ras
7. Defisiensi alfa-1 antitripsin
8. Defisiensi anti oksidan
Daftar Pustaka
Manurung, Nixson. 2018. Keperawatan Medikal Bedah Jilid 2. Jakarta :
Trans Info Media
Pemeriksaan fisik pada respiratori dengan link:
http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/2305/3/BAB%20II.pdf. Dakses
pada 9 agustus 2020
Zulkifi, Maesarah. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Pasien PPOK. Aceh.
Tersedia pada
https://www.academia.edu/37689132/asuhan_keperawatan_pada_pasien_
dengan_PPOK diakses pada 5 Agustus 2020.