Anda di halaman 1dari 8

PENGAJUAN JUDUL PROPOSAL

Oleh

HELDA CRISTIANA TOMASONG


NIM: 841417156

“PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT MENGHADAPI PASIEN


DENGAN KELUARGA MENOLAK RESUSITASI JANTUNG PARU
(DO NOT RESUSCITATED) DI ICU RS….”

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS OLAH RAGA DAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2020
KERANGKA KONSEP

Pengetahuan dan Sikap


Perawat ss

Pengetahuan Dan Sikap


Perawat Menghadapi Pasien
Dengan Keluarga Menolak
Resusitasi Jantung Paru

Penolakan Tindakan
Resusitasi Jantung & Paru
(DNR)

Keterangan :

= Variabel Independen

= Variabel Dependen

= Judul / Masalah

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kejadian gawat darurat dapat menimpa siapa saja, terjadi dimana saja dan
kapan saja. Gawat adalah kondisi yang mengancam nyawa dan darurat adalah
memerlukan pertolongan yang cepat untuk mencegah kecacatan maupun
kematian. Resusitasi jantung paru (RJP) sendiri adalah suatu tindakan darurat,
sebagai usaha untuk mengembalikan keadaan henti napas dan atau henti jantung
(yang dikenal dengan kematian klinis) ke fungsi optimal, guna mencegah
kematian biologis.

Tindakan dini seperti cardiopulmonary rescucitation (CPR)/resusitasi


jantung paru (RJP), aktivasi sistem respons emergency, tindakan bantuan hidup
lanjut (advance life support) yang efektif, dan penatalaksanaan post cardiac
arrest yang terpadu.

Sasson, Rogers, Dahl, & Kellermann, (2010) menyatakan bahwa resusitasi


jantung paru merupakan salah satu rangkaian tindakan penyelamatan nyawa
untuk meningkatkan angka kelangsungan pasien henti jantung mendadak.

Nichol, Thomas, & Callaway, (2008) menyatakan, Di Amerika Serikat dan


Kanada kira- kira 350.000 pasien per tahun setengah dari mereka di rumah sakit)
mengalami henti jantung dan mendapatkan upaya resusitasi.

Data kunjungan pasien ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) di Indonesia


mencapai 4.402.205 (13,3% dari total seluruh kunjungan di RSU) dengan jumlah
kunjungan 12% dari kunjungan IGD berasal dari rujukan dengan jumlah Rumah
Sakit Umum 1.033 Rumah Sakit Umum dari 1.319 Rumah Sakit yang ada.
Jumlah yang signifikan ini kemudian memerlukan perhatian yang cukup besar
dengan pelayanan pasien gawat darurat (Kementrian Kesehatan RI, 2014).

3
Jika upaya resusitasi dinilai tidak penting, maka berapa banyak kehidupan
yang hilang karena tindakan resusitasi tidak dilakukan dengan baik. Akan tetapi,
keterbatasan dan ketidakadekuatan pemberian informasi terkait dengan tindakan
resusitasi dapat mempengaruhi keefektifan pemberian perawatan yang
bermartabat (Amestiasih, Ratnawati, & Rini, 2015) yang akan berdampak pada
kecemasan keluarga pasien.

Bila pasien dirawat di unit gawat darurat tindakan resusitasi dilakukan


diruang resusitasi dengan pelaksanaan resusitasi jantung paru yang dapat
dilakukan dengan dua atau satu penolong dengan tindakan cepat dan tepat.
Instalasi Rawat Darurat sebagai gerbang utama penanganan kasus gawat darurat
di rumah sakit memegang peranan penting dalam upaya penyelamatan hidup
klien dan salah satu bantuan penyelamatan hidup pasien berada diruang
resusitasi.

Tindakan resusitasi akan dilakukan perawat jika keluarga pasien menyetujui


tindakan tersebut dilakukan dengan menandatangani informed consent. jika
keluarga pasien menolak dilakukan tindakan resusitasi tidak akan dilakukan oleh
perawat, hal ini memberi interpretasi bahwa keputusan untuk melakukan
tindakan resusitasi ditujukan terutama untuk pasien yang kesehatannya baik
sebelum terjadi henti jantung atau diharapkan normal kembali dan resusitasi
jantung paru dapat dilakukan dimana saja pasien berada yang mengalami henti
jantung secara tiba- tiba.

Penentuan DNR diputuskan oleh dokter dikolaborsikan dengan


pertimbangan yang dikemukakan atau diusulkan oleh perawat sesuai dengan
hasil pemeriksaan yang dilakukan. Pengalaman dalam pengambilan keputusan
DNR terkait siapa yang berhak menentukan diagnosa DNR sesuai dengan
ketentuan yang diberlakukan (Tia, Retty & Ika, 2015).

DNR atau Do Not Resuscitate merupakan keputusan untuk tidak


melanjutkan tindakan CPR, keputusan diambil setelah 30 menit tidak
menunjukan ada Return of spontaneous circulation (ROSC) dari pasien. Pasien-

4
pasien dengan DNR termasuk dalam kategori sebagai pasien menjelang ajal (end
of life).

Penentuan DNR didasarkan pada kondisi pasien mencakup umur, jenis


kelamin, riwayat comorbid dan harapan hidup (Tia & Cornelia. 2017) DNR
tidak dapat di tentukan sepihak perlu ada pertimbangan agar penanganan
berpusat pada pasien sesuai dengan tujuan dan prioritasnya (Dunlay, Swetz., &
Redfield, 2014)

Dalam perawatan pasien diperlukan sikap menghargai harkat dan martabat


pasien. Perawat harus menunjukan nilai-nilai humanistic (rasa kemanusian)
dengan nilai kebaikan, empati dan caring pada pasien dengan mengutamakan
kepentingan pasien yang akan berdampak rasa kebahagian dan kepuasaan dari
perawat tersebut. Eva, Sri & Retno (2015) dimana perawat harus menghargai
harkat dan martabat keluarga dalam proses perwatan. Pemberian perawatan
bermartabat juga tetap harus dilakukan. Pemberian perawatan bermartabat
merupakan bentuk dari pemberian care pada pasien DNR. Perawatan yang
bermartabat pada pasien meliputi perawatan tanpa adanya diskriminasi terhadap
suku atau kelompok tertentu. Standart perawatan yang sama akan membantu
pelaksanaan perawatan bermartabat (Tia & Cornelia, 2017)

Pengetahuan dapat di pengaruhi oleh pendidikan semakin tinggi pendidikan


maka semakin luas pula pengetahuannya, Akan tetapi bukan berarti seseorang
yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula (Wawan &
Dewi 2011). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuk tindakan seseorang (ovent behaviour) ( Wawan & Dewi 2011).

Merawat pasien DNR bukanlah hal yang mudah. Label DNR yang diberikan
pada pasien dapat menimbulkan dilema pada perawat. Dilema tersebut dapat
dipengaruhi oleh pengalaman pribadi perawat yang lebih cenderung menjumpai
pasien DNR yang akhirnya meninggal saat perawatan. Berbeda dengan pasien
lainnya, pada pasien DNR perawat tidak diharuskan memberikan bantuan hidup
dasar dalam hal ini adalah resusitasi jantung paru (RJP) saat pasien DNR

5
mengalami henti jantung. Sehingga perawat dapat saja beranggapan bahwa
pasien DNR akan tetap meninggal meskipun dilakukan perawatan rutin setiap
hari. Pengalaman ini lah yang dapat mempengaruhi sikap perawat dalam
merawat pasien DNR.

Pengetahuan pada dasarnya akan dapat merubah sikap individu.


Pengetahuan yang baik tentang suatu hal akan membuat seseorang bersikap baik
pula, begitu sebaliknya saat pengetahuan seseorang kurang terhadap suatu hal
maka sikap individu tersebut juga akan kurang mengenai hal tersebut.
Pengetahuan tentang DNR yang baik diharapkan akan membuat seorang perawat
akan memiliki sikap yang baik pula dalam memberikan asuhan keperawatan
pada pasien DNR. Akan tetapi, tidak mutlak pengetahuan saja yang dapat
mempengaruhi sikap responden dalam memberikan perawatan. Komponen
afektif dapat pula mempengaruhi sikap seseorang (Wawan & Dewi, 2011).

Komponen afektif yang dapat mempengaruhi sikap seseorang diartikan


sebagai perasaan yang menyangkut aspek emosional subjektif seseorang
terhadap objek sikap. Atau dapat pula diartikan sebagai perasaan terhadap suatu
objek sikap. Meskipun pengetahuan seseorang kurang terhadap satu hal dapat
memungkinkan sikap seseorang tersebut justru baik dikarenakan adanya
perasaan emosional ini. Pada saat perawat diharuskan memberikan asuhan
keperawatan pada pasien DNR secara rutin, hal ini dapat menumbuhkan empati
dalam diri perawat. Empati yang timbul akan mempertahankan sikap perawat
pada kaidah-kaidah perawatan yang semestinya dilakukan. Sehingga meskipun
pasien dilabel DNR dan dapat dikatakan pasien terminal, yang memungkinkan
pasien dapat meniggal sewaktu-waktu dan perawat tidak dapat memberikan
bantuan RJP saat pasien mengalami henti jantung, perawat akan tetap
memberikan asuhan keperawatan yang optimal.

6
DAFTAR PUSTAKA

Amestiasih, T., Ratnawati, R., & Rini, I. . (2015). Studi Fenomenologi:

Pengalaman Perawat dalam Merawat Pasien dengan Do Not Resuscitate

(DNR) di Ruang ICU RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Medika

Respati, X, 1–11.

A.M. Aaberg, C.E. Larsen, B.S. Rasmussen, C.M. Hansen, & J.M. Larsen. Basic

Life Support knowledge, self reported skills and fears in Danish High

School students and effect of a single 45-min training session run by junior

doctors ; a prospective cohort study. Resuscitation and Emergency

Medicine:22-24. 2014.

Dunlai, S, M., Swets M, K & Redfield M, M. (2014). Resuscitation preference in

community parients with hearth failure. circ cardiovasc qual outcomes. vol

7 no 3 ha 353-359 Diakses dari : www.ncbi.nml.nih.gov

Kementrian Kesehatan RI. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No.28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program

Jaminan Lestari, T. (2015). Kumpulan teori untuk kajian pustaka

penelitian kesehatan. Yogyakarta : Nuha medika

Nichol, G., Thomas, E., & Callaway, C. W. (2008). Regional Variation in Out of

Hospital Ventrikular Vibrilation Arrest Incidence and Outcome. JAMA,

(300), 1423–1431

7
Qonita Imma Irfani CDK-277/ vol. 46 no. 6 th. 2019

Sasson, C., Rogers, M. A. M., Dahl, J., & Kellermann, A. L. (2010). Predictors of

Survival From Out-of-Hospital Cardiac Arrest A Systematic Review and

Meta-Analysis. Circulation: Cardiovascular Quality and Outcomes, 3(1),

63–81. https://doi.org/10.1161/CIRCOUTCOMES.109.889576

Tia, A,. Cornelia D, Y & Nekada. (2017). Hubungan Pengetahuan Perawat

Tentang Do Not Resuscitation (Dnr) Dengan Sikap Merawat Pasien Di Icu

Rsud Panembahan Senopati Bantul. Jurnal Keperawatan Respati

Yogyakarta, vol 4 no 2,ha 138-141. Diakses dari :

http://nursingjurnal.respati.ac.id /index.php/JKRY/index Kesehatan

Nasional.

Wawan, A dan Dewi, M. 2011.Teori dan Pengukuran Pengetahuan , Sikap dan

Perilaku Manusia. Yogyakarta : Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai