Nim : 841417102
Kelas : C
“FRAKTUR”
1. Pengertian
Menurut Mansjoer (2009) Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya konstinuitas jaringan
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.Fraktur dapat di bagi menjadi: Fraktur
tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Fraktur
fibula adalah terputusnya hubungan tulang fibula (Helmi, 2012). Fraktur adalah gangguan pada
gangguan konstinuitas tulang (Pendit, 2006).
2. Etiologi
Fraktur atau patahan tulang dapat terjadi karena beberapa penyebab. Para ahli juga telah
merumuskan berapa hal sebagai penyebab fraktur tersebut, diantaranya adalah di kemukakan
oleh Helmi (2012) adalah :
a. Fraktur akibat peristiwa traumatik Disebabkan oleh trauma yang tiba – tiba mengenai tulang
dengan kekuatan yang besar.
b. Fraktur patologis Disebabkan oleh kelainan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis di
dalam tulang.
c. Fraktur stress. Disebabkan oleh trauma yang terus - menerus pada suatu tempat tertentu
3. Patofisiologi
Fraktur terjadi bila interupsi dari kontinuitas tulang, biasanya fraktur disertai cidera jaringan
disekitar ligament, otot, tendon, pembuluh darah dan persyarafan. Tulang yang rusak
mengakibatkan periosteum pembuluh darah pada korteks dan sumsum tulang serta jaringan
lemak sekitarnya rusak. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses
penyembuhan untuk memperbaiki cidera. Tahap ini merupakan tahap awal pembentukan tulang.
Berbeda dengan jaringan lain, tulang dapat mengalami regenerasi tanpa menimbulkan bekas
luka.
Penatalaksanaan
c. Retensi Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi atau dipertahankan
dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan.
Pengkajian
1. Pengkajian
a. Biodata.
b. Catatan masuk.
c. Riwayat kesehatan.
Pemeriksaan fisik
Dalam pemeriksaan fisik dilakukan secara menyeluruh, dari ujung rambut dengan ujung kaki
(head to toe).
a. Pemeriksaan laboratorium
b. Pemeriksaan Radilogi
KEGAWATDARURATAN SISTEM INTEGUMEN
“DERMATITIS”
Pengertian
Dermatitis adalah peradangan kulit epidermis dan dermis sebagai respon terhadap pengaruh
faktor eksogen atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berubah eflo-resensi
polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, dan keluhan gatal). (Adhi Juanda,2005)
Dermatitis adalah radang kulit yang disebabkan oleh banyak faktor seperti sengatan sinar
matahari, gigitan nyamuk, infeksi bakteri, jamur, dan bahan-bahan kimia. (812 Resep U/
Mengobati 236 Penyakit Oleh H. Arief Hariana:Hml 136)
Dermatitis lebih dikenal sebagai eksim, merupakan penyakit kulit yang mengalami peradangan.
Etiologi
Penyebab dermatitis kadang-kadang tidak di ketahui. Sebagian besar merupakan respon kulit
terhadap agen-agen, misaknya zat kimia, protein, bakteri dan fungus. Respon tersebut dapat
berhubungan dengan alergi. Alergi adalah perubahan kemampuan tubuh yang di dapat dan
spesifik untuk bereaksi.
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan kimia (contoh :
detergen,asam, basa, oli, semen), fisik (sinar dan suhu), mikroorganisme (contohnya : bakteri,
jamur) dapat pula dari dalam (endogen), misalnya dermatitis atopik. (Adhi Djuanda,2005)
Sejumlah kondisi kesehatan, alergi, faktor genetik, fisik, stres, dan iritasi dapat menjadi
penyebab eksim. Masing-masing jenis eksim, biasanya memiliki penyebab berbeda pula. Sering
kali, kulit yang pecah-pecah dan meradang yang disebabkan eksim menjadi infeksi. Jika kulit
tangan ada strip merah seperti goresan, kita mungkin mengalami selulit infeksi bakteri yang
terjadi di bawah jaringan kulit. Selulit muncul karena peradangan pada kulit yang terlihat bentol-
bentol, memerah, berisi cairan dan terasa panas saat disentuh dan selulit muncul pada seseorang
yang sistem kekebalan tubuhnya tidak bagus.
Dermatitis muncul dalam beberapa jenis, yang masing-masing memiliki indikasi dan gejala
berbeda:
1. Dermatitis Kontak
Dermatitis Kontak adalah suatu dermatitis atau peradangan kulit yang disertai dengan adanya
spongiosis/edema interseluler pada epidermis karena kulit berinteraksi dengan bahan-bahan
kimia yang berkontak atau terpajan pada kulit. Dermatitis yang muncul dipicu alergen (penyebab
alergi) tertentu seperti racun yang terdapat pada tanaman merambat atau detergen. Indikasi dan
gejala antara kulit memerah dan gatal. Jika memburuk, penderita akan mengalami bentol-bentol
yang meradang. Disebabkan kontak langsung dengan salah satu penyebab iritasi pada kulit atau
alergi. Contohnya sabun cuci/detergen, sabun mandi atau pembersih lantai. Alergennya bisa
berupa karet, logam, perhiasan, parfum, kosmetik atau rumput.
Klasifikasi dermatitis kontak berdasarkan penyebabnya ada 2 jenis yaitu
Dermatitis atopic ditandai dengan reaksi berlebihan terhadap rangsangan dari lingkungan
sekitarnya seperti bahan iritan dan alergen, dan adanya kecenderungan untuk memproduksi IgE.
Dengan indikasi dan gejala antara lain gatal-gatal, kulit menebal, dan pecah-pecah. Seringkali
muncul di lipatan siku atau belakang lutut. Dermatitis biasanya muncul saat alergi dan seringkali
muncul pada keluarga, yang salah satu anggota keluarga memiliki asma. Biasanya dimulai sejak
bayi dan mungkin bisa bertambah atau berkurang tingkat keparahannya selama masa kecil dan
dewasa.
1. Dermatitis Seboroik
Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang sering terdapat pada daerah tubuh berambut,
terutama pada kulit kepala, alis dan muka, kronik dan superficial. Etiologinya belum diketahui
secara pasti. Pada umumnya didapati aktivitas kelenjar sebasea yang berlebihan.
1. Seboroik Kepala
Pada daerah berambut, dijumpai skuama yang berminyak dengan warna kekuningan sehingga
rambut saling lengket, kadang dijumpai krusta yang disebut Pityriasis Oleosa. Seboroik ini akan
menyebabkan rambut rontok dan rasa gatal.
2. Seboroik Muka
Pada daerah mulut, palpebra, sulkus nasolabial, dagu, dll. Terdapat macula eritema yang
diatasnya dijumpai skuama berminyak berwarna kekuningan.
1. Dermatitis Statis
Dermatitis Statis adalah dermatitis yang terjadi akibat adanya gangguan darah vena di tungkai
bawah, hal ini terjadi karena adanya gangguan katub vena sehinggatekanan kapiler meingkat dan
terjadi kerusakan kapiler yang menyebabkan edema dan timbul ekstravasasi sel darah merah
karena kapiler rusak. Selanjutnya timbul statis yang irreversible. Jaringan akhirnya dipenuhi
cairan dan darah, sehingga terjadi edema dan lisis yang menumpuk hemosiderin. Hemosiderin
mengumpul di bawah kulit, mengakibatkan muncul bintik-bintik hitam. Terjadi anoksia jaringan
dan kematian jaringan. Timbul rasa gatal. Jika digaruk timbul skuama, hiperpigmentasi, dan
erosi. Bila tidak ditangani akan terjadi infeksi, kemudian nekrosis, dan ulkus yang disebut ulkus
varikosus.
1. Dermatitis numuler
Dermatitis numuler adalah dermatitis yang bentuk lesinya bulat seperti uang logam. Etiologinya
belum diketahui secara pasti. Tetapi sensitivitas berperan terhadap perluasan lesi.
1. Neurodermatitis Sirkumskripta
Atau disebut juga liken simpleks kronik merupakan suatu jenis dermatitis dengan penebalan
kulit dari jaringan tanduk (likenifikasi) karena garukan atau gosokan yang berulang. Etiologi
belum diketahui secara pasti, tetapi ada yang menghubungkan dengan ketegangan jiwa.
Peradangan kulit kronis, gatal, sirkumstrip, ditandai dengan kulit tebal dan garis kulit tampak
lebih menonjol (likenifikasi) menyerupai kulit batang kayu, akibat garukan atau gosokan yang
berulang-ulang karena berbagai ransangan pruritogenik. (Adhi Djuanda,2005)
Timbul karena goresan pada kulit secara berulang, bisa berwujud kecil, datar dan dapat
berdiameter sekitar 2,5 sampai 25 cm. Penyakit ini muncul saat sejumlah pakaian ketat yang kita
kenakan menggores kulit sehingga iritasi. Iritasi ini memicu kita untuk menggaruk bagian yang
terasa gatal. Biasanya muncul pada pergelangan kaki, pergelangan tangan, lengan dan bagian
belakang dari leher.
Patofisiologi
1. Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak alergik termasuk reaksi tipe IV ialah hipersenitivitas tipe lambat.
Patogenesisnya melalui dua fase yaitu fase indukdi (fase sensitisasi) dan fase elisitasi.
Fase induksi ialah saat kontak pertama alergen dengan kulit sampai limfosit mengenal dan
memberikan respon, memerlukan 2-3 minggu. Fase elesitasin ialah saat terjadi pajanan ulang
dengan alergen yang sama atau serupa sampai timbul gejala klinis
Pada fase induksi, hapten (proten tak lengkap) berfenetrasi ke dalam kulit dan berikatan dengan
protein barier membentuk anti gen yang lengkap. Anti gen ini ditangkap dan diproses lebih
dahulu oleh magkrofak dan sel Langerhans, kemudian memacu reaksi limfoisit T yang belum
tersensitasi di kulit, sehingga terjadi sensitasi limposit T, melalui saluran limfe, limfosit yang
telah tersensitasi berimigrasi ke darah parakortikal kelenjar getah bening regional untuk
berdiferensiasi dan berfoliferasi membentuk sel T efektor yang tersensitasi secara spesifik dan
sel memori. Kemudian sel-sel tersebut masuk ke dalam sirkulasi, sebagian kembali ke kulit dan
sistem limfoid, tersebar di seluruh tubuh, menyebabkan keadaan sensetivitas yang sama di
seluruh kulit tubuh.
Pada fase elisitasi, terjadi kontak ulang dengan hapten yang sama atau serupa. Sel efektor yang
telah tersensitisasi mengeluarkan limfokin yang mampu menarik berbagai sel radang sehingga
terjadi gejala klinis.
2. Dermatitis Atopic
Belum diketahui secara pasti. Histamin dianggap sebagai zat penting yang memberi reaksi dan
menyebabkan pruritus. Histamin menghambat kemotaktis dan emnekan produksi sel T. Sel mast
meningkat pada lesi dermatitis atopi kronis. Sel ini mempunyai kemampuan melepaskan
histamin. Histamin sendiri tidak menyababkan lesi ekzematosa. Kemungkinan zat tersebut
menyebabkan prutisus dan eritema, mungkin karena gerakan akibat gatal menimbulkan lesi
ekzematosa.
Pada pasien dermatitis atopik kapasitas untuk menghasilkan IgE secara berlebihan diturunkan
secara genetik
3. Neurodermatitis
Kelainan terdiri dari eritema, edema, papel, vesikel, bentuk numuler, dengan diameter bervariasi
5 – 40 mm. Bersifat membasah (oozing), batas relatif jelas, bila kering membentuk krusta.
bagian tubuh
4. Dermatitis Statis
Akibat bendungan, tekanan vena makin meningkat sehingga memanjang dan melebar. Terlihat
berkelok-kelok seperti cacing (varises). Cairan intravaskuler masuk ke jaringan dan terjadilah
edema. Timbul keluhan rasa berat bila lama berdiri dan rasa kesemutan atau seperti ditusuk-
tusuk. Terjadi ekstravasasi eritrosit dan timbul purpura. Bercak-bercak semula tampak merah
berubah menjadi hemosiderin. Akibat garukan menimbulkan erosi, skuama. Bila berlangsung
lama, edema diganti jaringan ikat sehingga kulit teraba kaku, warna kulit lebih hitam
5. Dermatitis Seboroik
Merupakan penyakit kronik, residif, dan gatal. Kelainan berupa skuama kering, basah atau kasar;
krusta kekuningan dengan bentuk dan besar bervariasi. Tempat kulit kepala, alis, daerah
nasolabial belakang telinga, lipatan mammae, presternal, ketiak, umbilikus, lipat bokong, lipat
paha dan skrotum. Pada kulit kepala terdapat skuama kering dikenal sebagai dandruff dan bila
basah disebut pytiriasis steatoides ; disertai kerontokan rambut.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan non Medis
Pemberian kompres yang sejuk dan kasar juga dapat dilakukan pada daerah dermatitis yang
kecil. Remukan halus es pada air kompres sering kali memberikan efek antipruritus.
Kompres basah biasanya membantu membersihkan lesi ekzema yang mengeluarkan sekret.
Kompres dingin untuk mengurangi peradangan.
Mengatasi kerusakan integritas kulit.
Mengatasi hipotermia
Meningkatkan konsep diri klien
Emolient untuk mengurangi kulit yang kaku
Penatalaksanaan Medis
Banyak preparat dianjurkan penggunaannya untuk meredakan dermatitis. Umumnya lotion yang
netral dan tidak mengandung obat dapat dioleskan pada bercak-bercak eritema (inflamasi trout)
yang kecil.
preparat krim atau salep yang mengandung salah satu jenis kortikosteroid dioleskan tipis-tipis.
mandi dengan larutan yang mengandung obat dapat diresepkan untuk dermatitis dengan
daerah-daerah lesi yang lebih luas.
pada dermatitis yang menyebar luas, pemberian kortikosteroid jangka pendek dapat
diprogramkan.
terapi anti inflamasi topikal jangka pendek misalkan steroid dapat digunakan untuk
menghentikan peradangan.
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total, albumin, globulin
2. Penunjang
Pemeriksaan histopatologi
Pengkajian
1. Identitas Pasien.
Nama Pasien
Alamat
Pekerjaan Pasien
Umur
Agama/Suku
2. Keluhan Utama.
Nyeri
Gelisah
Gatal
Kerusakan intergitas kulit
3. Pemeriksaan Fisik.
Tekanan Darah
Nadi
Pernafasan
Suhu
Skala Nyeri
4. Riwayat Kesehatan.
5. Riwayat Penyakit Sekarang :
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan utama dan
tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk menanggulanginya.
“ asma bronchiale”
A. Pengertian
B. Patofisiologi
Alergen, masuk ke dalam tubuh, kemudian akan merangsang sel B untuk menghasilkan sat anti.
Karena terjadi penyimpangan dalam system pertahanan tubuh maka terbentuklah
immunoglobulin E . pada penderita allergen sangat mudah memproduksi immunoglobulin E .
selain berada di dalam daerah juga akan menempel pada permukaan basophil dan mastofil. Bila
suatu saat penderita berhubungan dengan allergen lagi maka akan berikatan dengan
immunoglobulin E yang menempel mastofit, dan sel ini mengeluarkan zat kimia yang di sebut
mediator ke jaringan sekitar.
C. Faktor factor
Infeksi saluran napas
Kegiatan jasmani
Obat-obatan
Polusi udara
Allergen
D. Etiologi
Asma alergik
Asma non imunologik
E. Pemeriksaan penunjang
Foto thorax
Pemeriksaan darah
Tes provokasi bronchial
Tes fungsi paru
Tes kulit
F. Manifestasi klinis
Batuk produktif pada malam hari
Mengi
Sesak napas
Dada seperti tertekan
Pernafasan cuping hidung
G. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
Keluhan :
- Sesak napas tiba-tiba
- Terjadi kesulitan ekspirasi
- Batuk dan secret lengket
- Berkeringat dingin
- Suara mengi
- Factor genetic
Breathing
- Saat serangan tampak gelisah, sesak napas tak ada perubahan posisi
- RR sedikit meningkat dengan ekspirasi di perpanjang
Airway
Dyspnea
Nyeri dada pleuritic
Pingsan
Takikardia
Tachipnoe
Demam
- Dyspnea berat
- Nyeri dada
- Peningkatan tekanan vena
- Adanya S1 Q3 T3
- RAD
KEGAWATDARURATAN SISTEM PERSARAFAN
1. Patofisiologi
Tekanan intrakranial adalah tekanan yang dihasilkan oleh kombinasi volume dari tiga
komponen intrakranial yaitu : jaringan otak, cairan serebrospinal (CSS) dan darah. Nilai TIK
normal berkisar kurang atau sama dengan 15 mmHg.
Peningkatan TIK secara signifikan menurunkan aliran darah dan menyebabkan iskemia
serebral. Pada keadaan iskemia ini, pusat vasomotor terstimulasi dan tekanan sistemik meningkat
untuk mempertahankan aliran darah. Keadaan ini selalu disertai dengan lambatnya denyutan nadi
dan pernapasan yang tidak teratur. Tanda paling dini dari peningkatan TIK adalah letargi.
Lambatnya bicara dan respon verbal juga menjadi indikator awal.
2. Penatalaksanaan
Peningkatan TIK adalah kedaruratan sejati dan harus diatasi dengan segera.
a. Hiperventilasi
Hiperventillasi menghasilkan alkalosis respiratori, yang mempengaruhi terjadinya
vasokonstriksi serebral. Hal ini kemudian menurunkan volume darah ke otak dan menurunkan
TIK. Ventilasi biasanya dilakukan dengan kecepatan rendah (sekitar 10-12 siklus/menit) dengan
tidal volume yang tinggi (15 ml/kgBB) sampai kadar CO2 darah mencapai 30-35 mmHg. Hal ini
perlu dipertimbangkan dengan mengontrol dalam jangka pendek.
b. Posisi tubuh
Kepala ditinggikan 150 sampai 300 kecuali ada kontraindikasi oleh fraktur anggota badan
atau fraktur servikal. Fleksi lutut merupakan kontraindikasi. Pengamatan terakhir dilaporkan
bahwa pasien yang berisiko terhadap peningkatan TIK patologis tidak boleh dibaringkan dalam
posisi fleksi leher atau kepala berputar ke salah satu sisi tubuh. Rotasi kepala ke kanan
menyebabkan peningkatan TIK yang paling besar.
c. Hipotermia
Hipotermia dapat menyebabkan penurunan aliran darah serebral. Keadaan ini kemudian
dapat menurunkan TIK.
d. Pengontrolan tekanan darah
Ketika sistem autoregulasi otak berjalan baik, penurunan tekanan darah menyebabkan
peningkatan TIK karena vasodilatasi dan akibatnya meningkatkan volume darah serebral. Saat
autoregulasi mengalami gangguan, penurunan tekanan darah akan menurunkan aliran darah
serebral, yang dapat menyebabkan iskemia serebral.
Penurunan tekanan darah arteri merupakan kontraindikasi pada pasien dengan edema otak
bila aliran darah serebral (ADS) sudah turun.
3. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Meliputi : GCS/Skala Koma Glasgow, perubahan tanda-tanda vital, perubahan pupil/okular,
riwayat sakit kepala dan muntah.
b. Diagnosa Keperawatan dan Rencana Asuhan Keperawatan
Fraktur basiler mungkin terbatas pada dasar tengkorak. Fraktur pada dasar tengkorak cukup
serius karena dapat menimbulkan kontak antara cairan serebrospinal (CSS) dalam ruang
subarakhnoid dan sinus yang mengandung udara dari wajah atau tengkorak. Hal ini dapat
menyebabkan bakteri masuk dan mengisi sinus lalu mengkontaminasi CSS.
Benda yang tertancap masuk ke dalam tengkorak seharusnya dibiarkan pada tempatnya
(tidak dipindahkan) dan pasien segera dipindahkan ke bagian gawat darurat.
a. Cedera Otak
1) Komosio Serebri/Gegar Otak
Hal ini merupakan disfungsi neurologis sementara dan bersifat dapat pulih dengan atau
tanpa kehilangan kesadaran. Kehilangan kesadaran mungkin dapat terjadi tetapi hanya dalam
beberapa detik atau menit. Setelah itu dapat mengalami disorientasi atau kebingungan.in juga
terjadi amnesia, umumnya merupakan ingatan jangka pendek sebelum trauma (retrograde short
amnesia). Biasanya dapat pulih dengan cepat, namun ada juga yang berlanjut sampai beberapa
bulan.
2) Kontusio Serebri
Penderita dapat mengalami kehilangan kesadaran dan penurunan kesadaran yang serius.
Edema otak dapat terjadi dengan cepat. Tergantung pada lokasi cedera, penderita dapat
mengalami perubahan sikap dan perilaku.
3) Hematom Epidural Akut
Hal ini disebabkan oleh robeknya arteri meningeal media, dan menyebabkan darah
terkumpul di ruang epidural (di antara tengkorak dan dura mater). Biasanya terlihat kehilangan
kesadaran sesaat setelah cedera, diikuti dengan pemulihan yang nyata secara perlahan-lahan.
Setelah 30 menit hingga 2 jam, timbul tanda-tanda peningkatan TIK.
4) Hematom Subdural Akut
Disebabkan oleh perdarahan di antara dura mater dan archnoid yang berhubungan dengan
cedera jaringan otak di bawahnya. Perdarahan berasal dari vena. Oleh karenanya TIK meningkat
lebih lambat dan baru terdiagnosa setelah beberapa jam/hari. Biasanya pasien dalam keadaan
koma dan tanda klinis sama dengan hematoma epidural.
KEGAWATDARURATAN SISTEM PERSEPSI SENDORI
“Sinusitis”
Sinusitis merupakan penyakit infeksi yang mengenai sinus paranasal, yaitu berada disekitar
hidung. Sinusitis terjadi akibat komplikasi dari penyakit jalan napas atas. Jalan napas atas terdiri
dari hidung, tenggorokan, dan telinga serta jalan nafas bawah adalah paru – paru. Sinusitis
melatarbelakangi penyakit – penyakit lain seperti congek, sesak nafas atau bronchitis kronis,
serta infeksi lambung kronis atau gastritis kronis.
b. Etiologi
2. Benda asing seperti biji – bijian yang kecil seperti jagung, kacang, dan juga kedelai, manic –
manic, kapur barus, nyamuk, lalat, kerikil dan lainnya
4. Peningkatan tekanan pada hidung, DBD, Campak dan terlalu lam berjemur dibawah sinar
matahari
c. Manifestasi Klinis
1. Trauma Hidung
ii. Sekitar mata dan hidung bengkak, terjadi perdarahan dibawah kulit ( brilla hematoma )
iv. Hidung pilek sebelah dan berbau disertai darah bila sudah lama kejadiannya.
i. Darah keluar dari hidung dengan menetes atau mengalir dengan deras
ii. Darh dapat juga keluar lewat lubang bagian belakang yang terus menerus mengalir pada
mulut dapat seperti muntahan sarah
4. Sinusitis
Gejalanya hampir sama dengan flu seperti batuk pilek, dahak yang seperti susu dan kental,
sulit mengeluarkannya, dan flu yang menahun atau tidak dapat sembuh.
d. Penatalaksanaan
a. Trauma hidung
3. Sumbatlah liang hidung yang berdarah dengan lintingan daun sirihyang sudah diremas atau
lintingan kassa yang dibasahi lembab, peras dahulu sebelum dimasukkan kedalam liang hidung
dengan minyak paraffin atau minyak kelapa atau boorzalf, vasselin agar besok tidak lengket bila
dicabut.
4. Bawa segera kerumah sakit
1. Bila yang masuk tidak teralu dalam dan masih bias terlihat, bias diambil dengan sebatang
pinset. Secara perlahan pinset tersebut dimasukkan kedalam hidung tarik benda tersebut dengan
perlahan keluar dengan hati – hati.
2. Bisa juga dilakukan dengan menutup liang hidung yang tidak tersumbat tarik nafas dengan
mulut lalu buang hembuskan kuat – kuat udara hingga benda asing itu keluar
3. Bila gagal letakkan anak atau korban dalam posisi sedikit menunduk condong kedepan coba
lah benda asing dikait kearahh keluar dengan pengait yang ujungnya tumpul agar tidak melukai
4. Bila gagal lagi, bawa segera kerumah sakit atau ahli THT
5. Apabila benda itu lintah maka jepit dengan kuat lintah tersebut, hidung yang tersumbat ditetesi
dengan air perasan tembakau sambil menarik jepitan tersebut. Perdarahan disumbat seperti
diatas.
7. Bila gagal, masukkan lentingan daun sirih yang telah diremas kedalam lubang hidung
8. lintingan kassa yang dibasahi lembab, peras dahulu sebelum dimasukkan kedalam liang hidung
dengan minyak paraffin atau minyak kelapa atau boorzalf, vasselin agar besok tidak lengket bila
dicabut. Lalu hidung diplester dengan diberikan sedikit tekanan
d. Sinusitis
Dengan pemberian antibiotic dan cari penyebabnya serta lakukan pemeriksaan darah lengkap
dan urine, rontgen, dan lakukan chec up foto dada dan rekam jantung.
1. Pengkajian
a. Inspeksi
3. Terjadinya perdarahan dari hidung dengan menetes atau mengalir dengan deras bahkan
mengalir kebagian belakang kearah mulut.
7. Sputum timbul seperti susu bahkan terkadang terjadi komplikasi berlanjut seperti congek atau
OMK bahkan lebih lanjutnya timbul tanda – tanda meningitis.
b. Pemeriksaan diagnostic
Terkadang ditemukan kekurangan volume darah, terjadinya peningkatan tekanan darah dan
denyut nadi, pernapasan dan suhu, pada sinusitis dan benda asing yang lama dalam rongga
hidung terjadi peningkatan jumlah leukosit karena terjadi infeksi yang lama. Dan kehilangan
sensasi bau pada penderita.
3. Risiko infeksi bd trauma, pertahanan primer tak adekuat, penyakit sinusitis kronis
5. Pola napas tidak efektif bd nyeri, penyumbatan saluran napas bagian atas
A. Definisi
Gagal jantung Kongsetif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam
jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrient
dikarenakan adanya kelainan fungsi jantung yang berakibat jantung gagal memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai
peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Smeltzer & Bare, 2001).
B. Etiologi
1. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan menurunnya
kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup
ateroslerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit degeneratif atau inflamasi
2. Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah
ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark
miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan
dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang
secara langsung merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.
3. Hipertensi Sistemik atau pulmunal (peningkatan after load) meningkatkan beban kerja jantung
dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
4. Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena
kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
5. Penyakit jantung lain, terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara
langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah
yang masuk jantung (stenosis katub semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah
(tamponade, pericardium, perikarditif konstriktif atau stenosis AV), peningkatan mendadak after
load 6.
6. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar factor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung.
Meningkatnya laju metabolisme (missal : demam, tirotoksikosis). Hipoksia dan anemi juga dapat
menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolic dan abnormalita
elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
C. Patofisiologi
Jantung yang normal dapat berespon terhadap peningkatan kebutuhan metabolisme
dengan menggunakan mekanisme kompensasi yang bervariasi untuk mempertahankan kardiak
output, yaitu meliputi :
a. Respon system saraf simpatis terhadap barroreseptor atau kemoreseptor
b. Pengencangan dan pelebaran otot jantung untuk menyesuaikan terhadap peningkatan volume
c. Vaskontriksi arterirenal dan aktivasi system rennin angiotensin
d. Respon terhadap serum sodium dan regulasi ADH dan reabsorbsi terhadap cairan
Kegagalan mekanisme kompensasi dapat dipercepat oleh adanya volume darah sirkulasi
yang dipompakan untuk melawan peningkatan resistensi vaskuler oleh pengencangan jantung.
Kecepatan jantung memperpendek waktu pengisian ventrikel dari arteri coronaria. Menurunnya
COP dan menyebabkan oksigenasi yang tidak adekuat ke miokardium. Peningkatan dinding
akibat dilatasi menyebabkan peningkatan tuntutan oksigen dan pembesaran jantung (hipertrophi)
terutama pada jantung iskemik atau kerusakan yang menyebabkan kegagalan mekanisme
pemompaan.
D. Manifestasi klinis
a. Gagal jantung kiri :
§ Letargi dan diaforesis
· Dispnea/orthopnea
o Palpitasi (berdebar-debar)
o Pernapasan cheyne stokes
o Batuk (hemaptoe)
b. Gagal jantung kanan
· Edema tungkai /kulit
· Central Vena Pressure (CVP) meningkat
· Pulsasi vena jugularis
· Bendungan vena jugularis/JVP meningkat
· Distensi abdomen, mual, dan tidak nafsu makan
· Asites
E. Penatalaksanaan Medis
1. Terapi Non Farmakologis
a. Istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung
b. Oksigenasi
c. Dukungan diit : pembatasan natrium untuk mencegah, mengontrol atau menghilangkan
oedema
2. Terapi Farmakologis :
a) Glikosida jantung
b) Digitalis, meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat frekuensi
jantung.Efek yang dihasillkan adalah peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan
volume darah dan peningkatan diurisi dan mengurangi oedema.
3. Terapi diuretic, diberikan untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal. Penggunaan
harus hati-hati karena efek samping hiponatremia dan hipokalemia.
4. Terapi vasodilator, obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi impadasi tekanan terhadap
penyemburan darah oleh ventrikel.
Pengkajian Keperawatan
Pengkajian Primer
Airway : Batuk dengan atau tanpa sputum, penggunaan bantuan otot pernafasan, oksigen
Breathing : Dispnea saat aktifitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal
Circulation : Riwayat HT IM akut, GJK sebelumnya, penyakit katub jantung, anemia, syok dll. Tekanan
darah, nadi, frekuensi jantung, irama jantung, nadi apical, bunyi jantung S3, gallop, nadi perifer
berkurang, perubahan dalam denyutan nadi juguralis, warna kulit, kebiruan punggung, kuku
pucat atau sianosis, hepar ada pembesaran, bunyi nafas krakles atau ronchi, oedema.
Pengkajian Sekunder
a) Aktifitas/istirahat
Keletihan, insomnia, nyeri dada dengan aktifitas, gelisah, dispnea saat istirahat atau aktifitas,
perubahan status mental, tanda vital berubah saat beraktifitas.
Ansietas, stress, marah, takut dan mudah tersinggung
c) Eliminasi
Gejala penurunan berkemih, urin berwarna pekat, berkemih pada malam hari, diare / konstipasi
d) Makanana/cairan
Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, penambahan BB signifikan. Pembengkakan ekstremitas
bawah, diit tinggi garam penggunaan diuretic distensi abdomen, oedema umum, dll
e) Hygiene
Keletihan selama aktifitas perawatan diri, penampilan kurang.
f) Neurosensori
Kelemahan, pusing, lethargi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung.
g) Nyeri/kenyamanan
Nyeri dada akut- kronik, nyeri abdomen, sakit pada otot, gelisah.
h) Interaksi social
Penurunan aktifitas yang biasa dilakukan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan menurunnya curah jantung,
hipoksemiajaringan, asidosis, thrombus atau emboli.
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan secret.
c. Kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan penurunan perfusi ginjal,
peningkatan natrium / retensi air
d. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan volume paru, hepatomegali,
splenomegali