Anda di halaman 1dari 28

“ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN MASALAH SISTEM

MUSCULOSKELETAL (OSTEOPOROSIS, FRAKTUR)”

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 3

Febri Dwiyanto Engahu


Hartati Pulubuhu

Nurahmi Ibrahim
Riska Yusuf
Sri Deviyaningsih Nabu

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
2021

1
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kita haturkan kehadirat Allah swt, karena sampai saat ini
masih memberikan rahmat nikmat serta hidayah-Nya sehingga makalah yang berjudul
“ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN MASALAH
MUSCULOSKELETAL (OSTEOPOROSIS, FRAKTUR)” dapat terselasaikan.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad saw
yang berhasil merubah corak hidup jahiliyah pada tatanan kehidupan bernafaskan islam yang
risalahnya sebagai suri tauladan bagi umat manusia.
Dalam penulisan makalah ini, penulis sangat menyadari bahwa karya tulis ini masih
banyak kekurangan baik isi maupun teknik penulisan. Oleh karena itu kritik, saran dan
pendapat dari pembaca sangat harapkan. Maksud dan tujuan penulisan karya tulis ini adalah
sebagai pemenuhan salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Gerontik.

Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah
wawasan serta memperluas pengetahuan bagi penulis dan para pembaca umumnya.

Gorontalo, Januari 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................2

DAFTAR ISI .................................................................................................................. 3

BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................................. 5

1.1 Latar belakang .......................................................................................................... 5


1.2 Tujuan ..................................................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN TEORI ........................................................................................... 8

2.1 KONSEP DASAR .................................................................................................... 8

A. Pengertian Osteoporosis ............................................................................................. 8

B. Klasifikasi .................................................................................................................. 8

C. Etiologi ...................................................................................................................... 9

D. Patofisiologi ............................................................................................................... 10

E. Tanda Dan Gejala ....................................................................................................... 11

F. komplikasi .................................................................................................................. 11

G. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................................. 12

H. Pencegahan ................................................................................................................ 12

I. Pengobatan .................................................................................................................. 13

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ........................................................... 14

2.2 Pengkajian Data ........................................................................................................ 14

1. Anamnesis .................................................................................................................. 14

2. Pemeriksaan Fisik ....................................................................................................... 15

2.3 Pathway .................................................................................................................... 16


3
2.4 Diagnosa Keperawatan ............................................................................................. 17

2.5 Intervensi .................................................................................................................. 17

BAB IV PENUTUP ........................................................................................................ 27

3.1 Kesimpulan............................................................................................................... 27

3.2 Saran ........................................................................................................................ 27

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 28

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Osteoporosis dapat dijumpai tersebar di seluruh dunia dan sampai saat ini
masih merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat terutama di negara
berkembang. Di Amerika Serikat osteoporosis menyerang 20-25 juta penduduk, 1
diantara 2-3 wanita post-menopause dan lebih dari 50% penduduk di atas umur 75-
80 tahun. Masyarakat atau populasi osteoporosis yang rentan terhadap fraktur adalah
populasi lanjut usia yang terdapat pada kelompok di atas usia 85 tahun, terutama
terdapat pada kelompok lansia tanpa suatu tindakan pencegahan terhadap
osteoporosis. Proses terjadinya osteoporosis sudah di mulai sejak usia 40 tahun dan
pada wanita proses ini akan semakin cepat pada masa menopause.
Sekitar 80% penderita penyakit osteoporosis adalah wanita, termasuk wanita
muda yang mengalami penghentian siklus menstruasi. Hilangnya hormon estrogen
setelah menopause meningkatkan risiko terkena osteoporosis. Penyakit osteoporosis
yang kerap disebut penyakit keropos tulang ini ternyata menyerang wanita sejak
masih muda. Tidak dapat dipungkiri penyakit osteoporosis pada wanita ini
dipengaruhi oleh hormon estrogen. Namun, karena gejala baru muncul setelah usia
50 tahun, penyakit osteoporosis tidak mudah dideteksi secara dini.
Meskipun penyakit osteoporosis lebih banyak menyerang wanita, pria tetap
memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis. Sama seperti pada wanita, penyakit
osteoporosis pada pria juga dipengaruhi estrogen. Bedanya, laki-laki tidak
mengalami menopause, sehingga osteoporosis datang lebih lambat. Jumlah usia
lanjut di Indonesia diperkirakan akan naik 414 persen dalam kurun waktu 1990-
2025, sedangkan perempuan menopause yang tahun 2000 diperhitungkan 15,5 juta

5
akan naik menjadi 24 juta pada tahun 2015. Dapat dibayangkan betapa besar jumlah
penduduk yang dapat terancam penyakit osteoporosis.
Beberapa fakta seputar penyakit osteoporosis yang dapat meningkatkan
kesadaran akan ancaman osteoporosis berdasar Studi di Indonesia:
 Prevalensi osteoporosis untuk umur kurang dari 70 tahun untuk wanita sebanyak 18-
36%,
 sedangkan pria 20-27%, untuk umur di atas 70 tahun untuk wanita 53,6%, pria 38%.
 Lebih dari 50% keretakan osteoporosis pinggang di seluruh dunia kemungkinan
terjadi di Asia pada 2050
 Mereka yang terserang rata-rata berusia di atas 50 tahun, Satu dari tiga perempuan
dan satu dari lima pria di Indonesia terserang osteoporosis atau keretakan tulang.
 Dua dari lima orang Indonesia memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis.
(depkes, 2006)
 Berdasar data Depkes, jumlah penderita osteoporosis di Indonesia jauh lebih besar
dan merupakan Negara dengan penderita osteoporosis terbesar ke 2 setelah Negara
Cina.

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulangbaik karena trauma, tekanan


maupun kelainan patologis(Pelawi &Purba, 2019). Fraktur adalah patah tulang,
biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Price, 2005).Patahan tersebut
mungkin saja tidak lebih dari suatu retakan, biasanya patahan tersebut lengkap dan
fragmen tulangnya bergeser. Jika patahan tulang tersebut tidak menembus kulit, hal
ini disebut fraktur tertutup, sedangkan jika patahan tersebut mnembus kulit, maka
disebut fraktur terbuka(Pelawi & Purba, 2019).

Fraktur di Indonesia menjadi penyebab kematian terbesar ketiga dibawah


penyakit jantung koroner dan tuberkulosis.Menurut data yang dihimpun oleh Wrong
Diagnosis (Ropyanto, et al, 2013), Indonesia merupakan negara terbesar di Asia
Tenggara yang mengalami kejadian fraktur terbanyak sebesar 1,3 juta setiap
tahunnya dari jumlah penduduknya yaitu berkisar 238 juta.

Kasus fraktur di Indonesia mencapai prevalensi sebesar 5,5% (Kemenkes RI,


2018). Fraktur pada ekstremitas bawah akibat dari kecelakaan lalu lintas memiliki
6
prevalensi paling tinggi diantara fraktur lainnya yaitu sekitar 46,2% dari 45.987
orang dengan kasus fraktur ekstremitas bawah akibat kecelakaan lalu lintas (Purnono
& Asyita, 2017)

1.2 Tujuan
1. Untuk dapat mengetehui dampak bahaya dari penyakit osteoporosis sehingga
dapat dilakukan pencegahan sebelum terjadinya penyakit osteoporosis
2. Untuk memperkecil angka osteoporosis khusunya di Indonesia
3. Untuk mengetahui cara penatalaksanaan dan pengobatan pada pasien
osteoporosis

7
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar

A. Pengertian Osteoporosis

Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi penurunan massa tulang total.


Terdapat perubahan pergantian tulang hemeostatis normal, kecepatan resorpsi tulang
lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang, mengakibatkan penurunan massa tulang
total. Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah, tulang menjadi
mudah fraktur dengan stress yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada tulang
normal.

Osteoporosis adalah penyakit tulang yang mempunyai sifat-sifat khas berupa


massa tulang yang rendah, disertai mikro arsitektur tulang dan penurunan kualitas
jaringan tulang yang dapat akhirnya menimbulkan kerapuhan tulang.

B. Klasifikasi

1. Osteoporosis Primer

 Tipe 1 adalah tipe yang timbul pada wanita pasca menopause


 Tipe 2 terjadi pada orang lanjut usia baik pria maupun wanita

2. Osteoporosis Sekunder

Disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan :

 Kelainan hepar
 Kegagalan ginjal kronis
 Kurang gerak
 Kebiasaan minum alcohol
 Pemakai obat-obatan atau corticosteroid
 Kelebihan kafein

8
 Merokok

3. Osteoporosis Idiopatik

Yaitu : Osteoporosis yang tidak di ketahui penyebabnya dan di temukan pada usia
kanak – kanak (juvenile), Usia remaja (adolesen), Pria usia pertengah.

C. Etologi

factor-faktor yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut :

1. Determinan massa tulang


Masa tulang maksimal pada usia dewasa ditentukan oleh berbagai factor antara
lain :
a. Factor genetic
Perbedaan genetic mempunyai pengaruh terhadap kepadatan tulang
b. Factor mekanik
Beban mekanik berpengaruh terhadap massa tulang, bertambahnya beban
akan menambah massa tulang dan berkurangnya massa tulang. Ada hubungan
langsung dan nyata antara massa otot dan massa tulang. Kedua hal tersebut
menunjukan respon terhadap kerja mekanik. beban mekanik yang berat akan
mengakibatkan massa otot besar ddan juga massa tulang yang besar
c. Factor makanan dan hormone
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormone dengan nutrisi yang cukup
(protein dan mineral). Pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai
dengan pengaruh genetic yang bersangkutan
2. Determinan pengurangan massa tulang
Factor-faktor yang berpengaruh terhadap penurunan massa tulang pada usia lanjut
yang dapat mengakibatkan fraktur osteoporosis pada dasarnya sama seperti pada
factor-faktor yang mempengaruhi massa tulang.
a. Factor genetic
Factor genetic berpengaruh terhadap resiko terjadinya fraktur. Pada seseorang
dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat resiko fraktur dari
seseorang dengan tulang yang besar

9
b. Factor mekanis
Pada umumnya aktivitas fisik akan menurun dengan bertambahnya usia
karena massa tulang merupakan fungsi beban mekanik, massa tulang tersebut
pasti akan menurun dengan bertambahnya usia.
c. Factor lain
1.) Kalsium
Kalsium merupakan nutrisi yang penting, dengan masukan kalsium yang
rendah dan absorbsinya tidak baik akan mengakibatkan keseimbangan
kalsium negatif begitu sebaliknya.
2.) Protein
Protein yang berlebihan akan mengakibatkan kecenderungan
keseimbangan kalsium yang negative
3.) Estrogen
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan
terjadinya gangguan keseimbangan kalsium, karena menurunya efisiensi
absorbs kalsium dari makanan dan juga menurunya konservasi kalsium di
ginjal.
4.) Rokok dan kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan
mengakibatkan penurunan massa tulang. Lebih-lebih bila disertai masukan
kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh rokok terhadap penurunan
massa tulang tidak di ketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak
eksresi kalsium melalui urin maupun tinja
5.) Alcohol
Individu dengan alkoholisme mmpunyai kecenderungan masukan kalsium
yang rendah, disertai dengan eksresi lewat urin yang meningkat.
Mekanisme yang pasti belum diketahui.

D. Patofisiologi
Dalam keadaan normal terjadi proses yang terus menerus dan terjadi secara
seimbang yaitu proses resorbsi dan proses pembentukan tulang (remodeling).

10
Setiap ada perubahan dalam keseimbangan ini,m isalnya proses resobrsi lebih besar
dari proses pembentukan, maka alan terjadi penurunan tulang. Proses konsolidasi
secara maksimal akan dicapai pada usia 30-35 tahun untuk tulang bagian korteks
dan lebih dini pada bagian trabekula. Pada usia 40-45 tahun, baik wanita maupun
pria akan mengalami penipisan tulang bagian trabekula pada usia lebih mudah.
Pada pria seusia wanita menopause mengalami penipisan tulang berkisar 20-30%
dan pada wanita 40-50%. Penurunan massa tulang lebih cepat pada bagian-bagian
tubuh seperti metacarpal, kolum femoris, dan korpus vertebra. Bagian-bagian tubuh
yang sering fraktur adalah vertebrata, paha bagian proksimal dan radius bagian
distal

E. Tanda Dan Gejala

1. Nyeri dengan ataupun adnya fraktur yang nyata

2. Nyeri timbul secara mendadak

3. Nyeri dirasakan ringan pada pagi hari (bangun tidur)

4. Nyeri akan bertambah karena melakukan aktifitas atau pekerjaan sehari-hari atau
karena pergerakan yang salah

5. Rasa sakit karena oleh adanya fraktur pada anggota gerak

6. Rasa sakit karena adanya kompresi fraktur pada vertebra

7. Rasa sakit hebat yang terlokalisasi pada daerah vertebra

F. Komplikasi

1. Fraktur tulang panggul

2. Fraktur pergelangan tangan

3. Fraktur columna vertebralis dan paha

4. Fraktur tulang iga

11
5. Fraktur radius

G. Pemeriksaan Penunjang

Osteoporosis teridentifikasi pada pemeriksaan sinar-x rutin bila sudah terjadi


demineralisasi 25% sampai 40%. Tampak radiolusensi tulang. Ketika vertebra
kolaps, vertebra torakalis menjadi berbentuk baji dan vertebra lumbalis menjadi
bikonkaf.

Pemeriksaan laboratorium ( missal: kalsium serum, fosfat, serum, fosfatase


alkali, eksresi kalsium urine, eksresi hidroksi prolin urine, hematokrit, laju endap
darah), dan sinar-x dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis medis
lain (missal : osteomalasia, hiperparatiroidisme, dll) yang juga menyumbang
terjadinya kehilangan tulang.

Absorbsiometri foton-tunggal dapat digunakan untuk memantau massa tulang


pada tulang kortikal pada sendi pergelangan tangan. Absorpsiometri dual-foton, dual
energy x-ray absorpsiometri (DEXA), dan CT mampu memberikan informasi
mengenai massa tulang pada tulang belakang dan panggul. Sangat berguna untuk
mengidentifikasi tulang osteoporosis dan mengkaji respon terhadap terapi

H. Pencegahan

 Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dengan mengkonsumsi


kalsium yang cukup. Mengkonsumsi kalsium yang cukup dalam umlah yang
cukup sangat efektif, terutama sebelum tercapainya kepadatan tulang maksimal
(sekitar umur 30 tahun)
 Melakukan olahraga dengan beban olahraga (misalnya berjalan dan menaiki
tangga) akan meningkatkan kepadatan tulang. Berenang tidak meningkatkan
kepadatan tulang
 Hindari makanan tinggi protein, minum alcohol, merokok, minum kopi, minum
antasida yang mengandung aluminium

12
I. Pengobatan
a. Penatalaksanaan farmakologi. Prinsip pengobatan pada osteoporosis yaitu :
- Meningkatkan pembentukan tulang. Obat-obatan yang dapat meningkatkan
pembentukan tulang, misalnya steroid anabolic
- Menghambat resorpsi tulang. Obat-obatan yang dapat menghambat resorpsi
tulang yaitu estrogen, kalsitonim, difosfat, dan modulator reseptor selektif.
Seluruh pengobatan ini harus ditambah dengan konsumsi kalsium dan vitamin
D yang cukup.

13
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.2 Pengkajian Data


1. Anamnesis
a. Riwayat Kesehatan. Anamnesis memegang peranan penting pada evaluasi
klien osteoporosis. Kadang-kadang keluhan utama mengarahkan ke
diagnosis (mis : fraktur kolum femoris pada osteoporosis). Factor lain
yang di perhatikan adalah usia, jenis kelamin, ras, status haid, fraktur pada
trauma minimal, imobilisasi lama, penurunan tinggi badan pada orang tua,
kurangnya paparan sinar matahari, asupan kalsium, fosfat dan vitamin D,
latihan yang teratur dan bersifat weight bearing.
Obat-obatan yang diminum jangka panjang harus diperhatikan, seperti
kortikosteroid, hormone tiroid, anti konvulsan, antasid yang mengandung
aluminium, natrium fluoride, dan etidronat bifosfonat, alcohol, dan
merokok merupakan factor resiko terjadinya osteoporosis.
Penyakit lain yang harus ditanyakan dan berhubungan dengan
osteoporosis adalah penyakit ginjal, saluran cerna hati, endokrin, dan
insufisiensi pancreas. Riwayat haid, usia menarche dan menopause,
penggunaan obat kontrasepsi juga diperhatikan. Riwayat keluarga dengan
osteoporosis juga diperhatikan karena ada beberapa penyakit tulang
metabolic yang bersifat herediter.
b. Pengkajian Psikososial. Gambaran klinis klien osteoporosis adalah wanita
pascamenopause dengan keluhan nyeri punggung yang merupakan factor
predisposisi adanya factor multiple karena trauma. Perawat perlu mengkaji
konsep diri klien terutama citra diri, terutama pada klien kifosis berat.
Klien mungkin membatasi interaksi social karena perubahan yang tampak
atau tidak nyaman selama posisi interkoitus. Osteoporosis dapat
menyebabkan fraktur berulang sehingga perawat perlu mengkaji perasaan
cemas dan takut pada klien.

14
c. Pola aktivitas sehari-hari. Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan
dengan olahraga, pengisian waktu luang dan rekreasi, berpakaian, makan,
mandi, dan toilet. Lansia memerlukan aktivitas yang adekuat untuk
mempertahankan fungsi tubuh. Aktivitas tubuh memerlukan interaksi yang
kompleks antara saraf dan muskuloskleletal. Beberapa perubahaan yang
terjadi sehubungan dengan menurunya gerak persendian adalah agility
(kemampuan gerak cepat dan lancar) menurun, stamina
menurun,koordinasi menurun, dan dexterity (kemampaun memanipulasi
keterampilan motorik halus) menurun.
2. Pemeriksaan fisik
a. BI (Breathing). Inspeksi : ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan
tulang belakang. Palpasi : taktil fremitus seimbang kanan dan kiri. Perkusi
: cuaca resonan pada seluruh lapang paru. Auskultasi : pada kasus lanjut
usia biasanya didapatkan suara ronkhi
b. B2 (Blood) pengisian kapiler kurang dari 1 detik, sering terjadi keringat
dingin dan pusing. Adanya pulsus perifer memeberi makna terjadi
gangguan pembuluh darah atau edema yang berkaitan dengan efek obat
c. B3 (Brain). Kesadaran biasanya kompomentis. Pada kasus yang lebih
parah, klien dapat mengeluh pusing dan gelisah
1. Kepala dan wajah : ada sianosis
2. Mata : sclera biasanya tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis
3. Leher : biasanya JVP dalam batas normal.
4. Nyeri punggung yang disertai pembatasan pergerakan spinal yang
disadari dan halus merupakan indikasi adanya satu fraktur atau lebih,
fraktur kompresi vertebra
d. B4 (Bladder). Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada
keluhan pada system perkemihan
e. B5 (Bowel). Untuk kasus osteoporosis, tidak ada gangguan eliminasi,
namun perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi,warna, serta bau fesef
f. B6 (Bone) pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis, klien
osteoporosis sering menunujukan kifosis atau gibbus (dowager’s hump)

15
dan penurunan tinggi badan dan berat badan. Ada perubahan gaya
berjalan, deformitas tulang, leg-lengh inequality, dan nyeri spinal. Lokasi
fraktur yang sering terjadi adalah antara verte-bra torakalis 8 dan lumbalis
3

2.3 Pathway

Normal

Genetik,gaya hidup,alkohol Penurunan prod,hormon

Penurunan masa tulang

Osteoprosis(gangguan
musculoskeletal)

Kiposis Gibbus

Pengaruh pada fisik Pengaruh pada psikososial

Keterbatasan gerak
Konsep diri menurun

-Isolasi sosial

-Inefektif koping
Gangguan mobilitas fisik
individu
ffiifisik
Defisit Pengetahuan
Fraktur Spasme otot

Reseptor nyeri
Resiko cedera

16
Nyeri akut
2.4 Diagnosa Keperawatan
Masalah yang biasa terjadi pada klien osteoporosis adalah sebagai berikut
1. Nyeri akut yang berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur
vertebra
2. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan keterbatsan gerak
3. Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal
dan ketidaseimbangan tubuh
4. Defisit pengetahuan yang berhubungan dengan salah persepsi, kurang
informasi

2.5 Intervensi
NO SDKI SLKI SIKI
1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
Definisi : keperawatan selama 1x24 Tindakan:
pengalaman senorik atau jam maka tinkat nyeri Observasi
emosional yang berkaitan menurun dengan criteria - Identifikasi lokasi,
dengan kerusakan jaringan hasil : durasi, frekuensi,
atau actual fungsional, 1. keluhan nyeri kualitas, intensitas
dengan onset mendadak menurun nyeri
atau lambat dan 2. meringis menurun - Identifikasi skala
berintesitas ringan hingga 3. sikap protektif nyeri
berat yang berlangsung menurun - Identifikasi respons
kurang dari 3 bulan 4. gelisah menurun nyeri non verbal
5. kesulitan tidur - Identifikasi faktor
Penyebab: menurun yang memperberat
1. Agen pencedera 6. frekuensi nadi dan memperingan
fisiologis (mis, membaik nyeri
inflamasi, iskemia, - Indentifikasi

17
neoplasma) pengetahuan dan
2. Agen pencedera keyakinan tentang
kimiawi (mis, nyeri
terbakar, bahan - Identisikasi
kimia iritan) pengaruh
3. Agen pencedera budayaterhadap
f isik (mis, abses, respon nyeri
amputasi, terbakar, - Identifikasi
terpotong, pengaruh nyeri pada
mengangkat berat, kualitas hidup
prosedur operasi, - Monitor keberhasilan
trauma, Latihan fisik terapi komplementer
berlebihan. yang sudah diberikan
- Monitor efek
Gejala Dan Tanda Mayor : samping penggunaan
Data Subjektif : analgetic
1. Mengeluh nyeri
Objektif : Terpeutik
1. Tampak meringis - Berikan teknik non
2. Bersikap protektif farmakologi untuk
(mis. Wadpada, mengurangi rasa
posisi menghindari nyeri mis, TENS,
nyeri hypnosis, terapi
3. Gelisah music, terapi pijat,
4. Frekuensi nadi kompres hangat.
meningkat - Control lingkungan
5. Sulit tidur yang memperberat
Gejala Dan Tanda Minor : rasa nyeri mis, suhu
Data sebjektif : ruangan,
(Tidak Tesedia) pencahayaan,
Data Objektif : kebisingan.

18
1. Tekanan darah - Fasilitasi istrahat dan
meningkat tidur.
2. Pola napas berubah - Pertimbangkan jenis
3. Nafsu makan dan sumber
berubah nyeridalam
4. Proses berfikir pemilihan strategi
terganggu meredakan nyeri
5. Meanarik diri
6. Berfokus pada diri Edukasi
sendiri - Jelaskan penyebab,
7. Diaphoresis periode, dan pemicu
nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri,
anjurkan
menggunakan
analgetic secara tepat
- Ajarkan teknik non
farmakologi untuk
mengurangi rasa
nyeri

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetic jika perlu.
2 Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan Dukungan ambulasi:
keperawatan 1x24 jam Tindakan:
Definisi: maka: Observasi
Keterbatasan dalam Ekspetasi meningkat - Identifikasi adanya

19
Gerakan fisik dari satu Kriteria hasil: nyeri atau keluhan
ataulebih ekstremitas 1. Pergerakan ektremitas fisik lainnya
secara mandiri. meningkat - Identifikasi toleransi
2. Kekuatan otot fisik melakukan
Penyebab: meningkat ambulasi
1. Kerusakan integritas 3. Rentang gerak - Monitor frekuensi
struktu rtulang (ROM)meningkat jantung dan tekanan
2. Perubahan metabolism 4. Nyeri menurun darah sebelum
3. Ketidakbugaran fisik 5. Kecemasan menurun memulai ambulasi
4. Penurunan kendali otot 6. Kaku sendi menurun - Monitor kondisi
5. Penurunan massa otot umum selama
6. Penurunan kekuatan melakukan ambulasi
otot
7. Keterlambatan Terapeutik
perkembangan - Fasilitas aktivitas
8. Kekakuan sendi ambulasi dengan alat
9. Kontraktur bantu mis, tongkat,
10. Malnutrisi kruk.
11. Gangguan - Fasilitasi melakukan
musculoskeletal mobilita sfisik, jika
12. Gangguan perlu
neuromuscular - Libatkan keluarga
13. Indeks masa tubuh untuk membantu
diatas persentil ke-75 pasien dalam
sesuai usia meningkatkan
14. Efek agen farmakologis ambulasi
15. Program pembatas
angerak Edukasi
16. Nyeri - Jelaskan tujuan dan
17. Kurang terpapar prosedur ambulasi
informasi tentang - Anjurkan melakukan

20
aktifitas fisik ambulasi dini
18. Kecemasan - Ajarkan ambulasi
19. Gangguan kognitif sederhana yang harus
20. Keengganan melakukan dilakukan, mis,
pergerakan berjalan dari tempat
21. Gangguan sensori tidur kekursi roda
persepsi

Gejala dan tanda mayor


Data subjektif :
1. mengeluh sulit
menggerakkan
ekstremitas
Data Objektif :
1. Rentang gerak
(ROM) Menurun

Gejala dan tanda minor


Data subjektif :
1. Nyeri saat bergerak
2. Enggan melakukan
pergerakan
3. Merasa cemas saat
bergerak
Data objektif :
1. Sendi kaku
2. Gerakan tidak
terkoordinasi
3. Gerakan tidak
terbatas
4. Fisik lemah

21
3 Risiko Cedera Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Cedera
Definisi : keperawatan selama 1x24 Tindakan
Beresiko mengalami jam tingkat cedera Observasi
bahaya atau kerusakan menurun dengan criteria- - Indetifikasi area
fisik yang menyebabkan hasil : lingkungan yang
sesorang tidak lagi1. 1. Kejadian cedera berpotensi
sepenuhnya sehat atau menurun menyebabkan cedera
dalam kondisi baik 2. 2. Luka/lecet menurun - - Identifikasi obat yang
berpotensi
Gejala Tanda Mayor : menyebabkan cedera
(Tidak Tersedia) - - Identifikasi kesesuain
Gejala Tanda Minor : alas kaki atau stoking
(Tidak Tersedia) elastic pada ekstremitas
bawah
Terapeutik
- - Sediakan pencahayan
yang memadai
- - Gunakan lampu tidur
selama jam tidur
- - sosialisasikan pasien
dan keluarga dengan
linkungan ruang rawat
(mia. Penggunaan
telepon, tempat tidur,
penerangan ruangan
dan lokasi kamar
mandi)
- - Gunakan alas lantai
jika berisiko
mengalami cedera
serius

22
- - Sediakan alas kaki
antislip
- - Sediakan pispot atau
urinal untuk elimnasi,
jika perlu
- - Pastikan bel
panggilan atau telepon
mudah dijangkau
- - Pastikan barang-
barang pribadi mudah
dijangkau
- - Pastikan barang-
barang pribadi mudah
dijangkau
- - Pertahankan posisi
tempat tidur di posisi
terendah saat
digunakan
- - Pastikan roda tempat
tidur atau kursi roda
dalam kondisi terkunci
- - Gunakan pengaman
tempat tidur sesuai
dengan kebijakan
fasilitas pelayanan
kesehatan
- - Pertimbangkan
penggunaan alam
elektronik pribadi atau
alarm sensor pada
tempat tidur atau kursi

23
- - Diskusikan mengenai
latihan dan terapi fisik
yang diperlukan
- - Diskusikan mengenai
alat bantu mobilitas
yang sesuai (mis.
Tongkat atau alat bantu
jalan
- - Diskusikan bersama
anggota keluarga yang
dapat mendampingi
pasien
- - Tingkatkan frekuensi
observasi dan
pengawasan pasien,
sesuai kebutuhan

Edukasi
- - Jelaskan alas an
intervensi pencegahan
jatuh kepasien dan
keluarga
- Anjurkan berganti
posisi secara perlahan
dan duduk selama
beberapa menit
sebelum berdiri
-

4 Deficit Pengetahuan Setelah dilakukan tindakan Edukasi Kesehatan


Definisi : keperawatan selama 1x24 Tindakan

24
Ketiadaan atau kurangnya jam maka tingkat Observasi
informasi kognitif yang pengetahuan meningkat- - Identifikasi kesiapan
berkaitan dengan topic dengan criteria hasil : dan kemampuan
tertentu. 1. Perilaku sesuai menerima informasi
anjuran meningkat - - Identifikasi factor-
Penyebab : 2. Verbalisasi minat faktor yang dapat
1. 1. Keteratasan kognitif dalam belajar meningkatkan dan
2. 2. Gangguan fungsi meningkat menurunkan motivasi
kognitif 3. Kemampuan perilaku hidup dan
3. 3. Kekeliruan mengikuti menjelaskan sehat
anjuran pengetahuan tentang
4. 4. Kurang terpapar suatu topic meningkat Terapeutik
informasi 4. Kemampuan - - Sediakan materi dan
5. 5. Kurang minat dalam menggambarakan media pendidikan
belajar pengalaman kesehatan
6. 6. Kurang mampu sebelumnya yang
- - Jadwalkan pendidikan
mengingat sesuai dengan topic kesehatan sesuai
7. 7. Ketidaktahuan meningkat kesepakatan
menemukan sumber 5. Perilaku sesuai dengan
- - Berikan kesempatan
informasi pengetahuan untuk bertanya
meningkat Edukasi
Gejala Dan Tanda Mayor 6. Pertanyaan tentang- - jelaskan factor risiko
Data subjektif : masalah yang di yng dapat
1. Menanyakan masalah hadapi menurun memepengaruhi
yang dihadapi 7. Persepsi yang keliru kesehatan
Data Objektif : terhadap masalah- - ajarkan perilaku
1. Menunjukan perilaku menurun hidup bersih dan sehat
tidak sesuai anjuran - - Ajarkan strategi yang
2. Menunjukan persepsi dapat digunakan untuk
yang keliru twrhadap meningkatkan perilaku
masalah hidup bersih dan sehat

25
Gejala Dan Tanda Minor:
Data Subjektif :
(Tidak Tersedia)
Data Objektif :
1. 1. Menjalani pemeriksaan
yang tidak tepat
2. 2. Menunjukan perilaku
(mis. Apatis, bermusuhan,
agitasi, hysteria)

26
BAB IV

PENUTUP

3.1.Kesimpulan
Osteoporosisi adalah kelainan dimana terjadi penurunan massa tulang total. Terdapat
perubahan pergantian tulang hemeostatis normal, kecepatan resorpsi tulang lebih
besar dari kecepatan pembentukan tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan
tulang, mengakibatkan penurunan massa tulang total. Tulang secara profresif menjadi
porus, rapuh dan mudah patah . tulang menjadi mudah fraktur dan stress yang tidak
akan menimbulkan pengaruh pada tulang normal
Semakin bertambah umur, gambaran kepadatan tulang semakin menurun yang berarti
risiko untuk mengalami osteoporosis semakin besar dan korelasinya sangat kuat
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasanya. Fraktur dapat terjadi jika tulang dukenai stress yang lebih besar dari yang
dapat di arbsopsi
3.2 Saran
Meskipun proses penuaan tidak dapat dihindari, tetapi kita dapat memperlambat
bahkan mencegah terjadinya osteoporosis dan kejadian patah tulang di usia lanjut
dengan melakukan usaha pencegahan sedini mengkin.

27
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and suddart.2019. buku ajar keperawatan medical bedah vol 3. Jakarta : EGC

http://id.wikipedia.org/wiki/osifikasi diunduh pada tanggal 15 maret 2018 pikul 13.00

http://id.wikipedia.org/wiki/osteoporosis diunduh pada tanggal 15 maret 2018

Ackley, B. J. Ladqwig, G. B. & Makick, M. B. F (2017). Nursing diagnosis handbook


An evidence-based guide to planning care.

28

Anda mungkin juga menyukai