Editor:
Jaya Miharja
i
PENGANTAR PENULIS
ii
TRANSLITERASI ARAB LATIN
I. Konsonan Tunggal
Huruf Arab Nama Huruf Keterangan
Latin
أ alif - tidak dilambangkan
ba' B be
ta' T te
a es (dengan titik di atas)
ج jim J je
ح ha ḥ ha (dengan titik di bawah)
خ kha Kh ka dan ha
د dal D de
a Ze (dengan titik di atas)
ر ra' R er
za' Z zet
sin S es
syin Sy es dan ye
ص şad Ş es (dengan titik di bawah)
ض dad ḍ de (dengan titik di bawah)
ط Ta ṭ te (dengan titik di bawah)
ظ za ẓ zet (dengan titik di bawah)
ع ‘ain ‘ koma terbalik di atas
gain G ge
ف Fa F ef
ق qaffa Q qi
kaf K ka
lam L ‘el
mim M ‘em
ن nun N ‘en
و waw W w
Ha’ H ha
ء hamzah ‘ apostrof
ya’ Y ye
iii
II. Konsonan Rangkap (karena syaddah), ditulis rangkap
ين م ditulis muta'aqqidīn
ع ditulis 'iddah
V. Vokal Panjang
1. Fathah + alif ditulis ā
هي ج ditulis jāhiliyyah
2. Fathah + ya' mati ditulis ā
ي ditulis yas'ā
3. Kasrah + ya' mati ditulis ī
ي م ditulis madīd
4. Dammah + waw mati ditulis ū
وض ف ditulis furūd
v
DAFTAR ISI
PENGANTAR PENULIS................................................................................ ii
TRANSLITERASI ARAB LATIN ................................................................ ix
DAFTAR ISI ................................................................................................. xvi
vii
BAB I
KAJIAN TEORITIS TENTANG RETORIKA
A. Pengertian Retorika
1. Makna Etimologi
Di dalam Islam retorika sering disebut dengan “ khutbah jamaknya
khitâbah” , dalam bahasa Arab merupakan bentuk mashdar dari asal
kata خطابة- خطبة- يخطب- خطبyang berarti menyampaikan pidato, khutbah
atau orasi.1 Syeikh Ali Mahfudz, pakar ilmu dakwah mengatakan
retorika (khitâbah) secara bahasa adalah menyampaikan perkataan
kepada orang lain dengan tujuan untuk dipahami.2
2. Makna Terminologi
Sedangkan terminologi retorika, akan dipaparkan beberapa
deinisi dari para ilmuwan/pakar, sebagai berikut:
Ibnu Rusyd mengatakan, retorika adalah kemampuan seseorang
untuk meyakinkan orang lain3, Yusuf Zainal Abidin mengatakan bahwa
retorika merupakan seni berpidato dan berargumentasi menggunakan
tata bahasa yang baik, lancar dan benar untuk memengaruhi
pendengar, juga mengajak seseorang yang bersifat menggugah.4
Syeikh Ali Mahfûdz mendeinisikan retorika sebagai kumpulan
undang-undang atau nilai-nilai yang digunakan untuk memahamkan
orang lain pada topik-topik tertentu. 5 Mushlih Bayûmi menyebutkan
pengertian retorika sebagai salah satu seni dari seni-seni bertutur
(berbicara) yang bertujuan untuk mempengaruhi orang lain dengan
cara mendengar dan melihat secara bersamaan.6
Dari paparan tersebut di atas dapat dikatakan bahwa pengertian
ilmu retorika adalah ilmu yang mempelajari tentang teknik-teknik
berbicara untuk memahamkan serta meyakinkan pendengar dengan
menggunakan seni-seni dalam berbicara. Kesimpulannya, ilmu retorika
(khitâbah) adalah ilmu yang membahas bagaimana cara
menyampaikan sesuatu kepada orang lain, menggunakan berbagai
bentuk seni-seni berbicara dengan maksud dapat mempengaruhi
perasaan dan keinginan orang lain.7 Apapun deinisi yang diberikan
terhadap ilmu retorika, pada dasarnya dapat dikatakan bahwa ilmu
retorika itu adalah suatu ilmu pengetahuan yang memiliki dasar-dasar
dan aturan-aturan main yang menjelaskan hal-hal yang harus dimiliki
1 Ibnu Manzûr, Lisân al-‘Arab, pada pembahasan khatab, Libanon: Dar al-Fikr, h. 301
2 Syeikh Ali Mahfûdz, fan al-Khithâbah, (Kairo: Mathba’ah al-Islamiyah, 1976), h. 13.
3 Ibnu Rusyd, Talkhîs al-Khitâbah, (t.tmp, t.p, t.th), h. 15.
4 Yusuf Zainal Abidin, Pengantar Retorika, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), h. 17.
5 Syeikh Ali Mahfûdz, Mudzakkirah al-Khitâbah, (Kairo: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah,
1987), h. 45.
6 Mushlih Bayûmi dkk, al-Khithâbah ii al-Islâm, (ttp, percetakan Al-Madany, 1976),
Cet I, h. 4.
7 Ahmad Ghalusy, Qawâid al-Khithâba wa Fiqh al-Idain, (Beirut, Dar al-Fikr, 1982), h.
9.
1
oleh seorang khatîb (orator) dari sifat-sifat serta tata cara (etika) dalam
menyampaikan retorika. Dengan demikian, diharuskan bagi setiap
khatîb (orator) mempelajari ilmu retorika, agar khutbah atau retorika
yang disampaikan diterima orang lain sehingga tercapai tujuan yang
diharapkan.
Retorika tentu berbeda dengan poetika. Dalam pandangan
Aristoteles sebagaimana dikutip oleh Jalaludin Rahmat bahwa retorika
merupakan seni berbicara di depan umum, sedangkan poetika, adalah
seni berpuisi ((termasuk seni kesusastraan pada umumnya). Lebih
lanjut Aristoteles menjelaskan bahwa ada tiga hal yang utama dalam
retorika, yaitu:
a. Ethos yaitu karakter pembicara yang dapat dilihat dari cara
seseorang berkomunikasi, yaitu menunjukkan kepada khalayak
bahwa kita memiliki kepribadian yang terpercaya dan pengetahuan
luas;
b. Pathos, yaitu perasaan emosional khalayak yang dapat dipahami
dengan pendekatan “psikologi massa”, oleh karenanya kita harus
dapat “mempermainkan” perasaan pendengar;
c. Logos, yaitu pemilihan kata atau kalimat atau ungkapan oleh
pembicara dengan benar, dalam arti memiliki bukti dan contoh
yang konkrit pada khalayak.8
2
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, sejarah munculnya retorika
berawal pada masa permulaan (pertama). Hal ini dimulai dengan
adanya manusia itu sendiri, di mana manusia selalu menggunakan
retorika pada saat menyampaikan akan maksud, tujuan, keinginan,
pendapat dan lain-lain, seperti menggunakan retorika pada saat
meyakinkan orang lain dengan pendapat, pandangan, keyakinan, dan
pikiran-pikirannya. Artinya retorika itu sudah ada semenjak adanya
manusia, dan selama itu retorika diperlukan.
3
berpendapat bahwa retorika mempunyai dua tujuan pokok yang
bersifat suasio (anjuran) dan dissuasio (penolakan).9
4
semua penjuru.10 Selain itu, karena keistimewaan daerah Makkah dengan
Ka’bahnya, yang setiap tahun selalu didatangi oleh para jamaah haji
yang ingin melaksanakan ibadah haji.
Dengan latar belakang tersebut, menjadikan masyarakat Arab
tunduk kepada seorang pemimpin yang tegas, terampil beretorika guna
memenangkan usaha perebutan-perebutan daerah baru. Di antara topik-
topik penting yang selalu dikumandangkan oleh pemimpin Arab dalam
retorikanya adalah ajakan untuk persatuan masyarakat Arab kepada
sebuah kesatuan utuh, penuh dengan kasih sayang dan berusaha
menjauhi segala bentuk konlik dan konfrontasi.
10 Lihat Mahmud Muhammad Ruslan, Fajr al-Dakwah al-Islamiyah, (Libanon: Dar al-
Kutub al-Ilmiyah, 1978), h. 24. juga buku; Abdul Gafâr ‘Azîz, Ushûl al-Khitâbah al-‘Arabiyah,
(ttp: Dar al-Haqiqah Li I’lam al-Dauly, 1992), h. 30.
11 Ibnu Hisyâm, Sîrah Ibnu Hisyâm, (Editor, Muhyiddin Abdul Hamid), (Beirut: Dar al-
Fikr, t.th), Juz 1, h. 204
5
6
BAB II
RETORIKA DAKWAH
PADA MASA RASULULLAH DAN SAHABAT
قوإلقلىا ت ق.صقبتت
قوإلقلى اتللجقبالل قكتيقف خن ل. قوإلقلى السسقمالء قكتيقف خرلفقعتت.للبلل قكتيقف خخلق تت خ ق
.ض قكتيقف خسلطقحتت
لتر ل أقفقل قيتنظخروقن إلقلى ا ت ل
Artinya:
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana
dia diciptakan, Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan
gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi
bagaimana ia dihamparkan”. (al-Ghâsyiah: 88: 17-20)
3 Ibnu Jarir Al-Thabary, Târîkh al-Thabary, (Bairut: Dar al-Fikr, t.th), Juz 3, h. 203.
وشــاورهم فى المـــر
Artinya:
" Dan bermusyawarahlah dalam semua urusan” (Q.S. al-Imran:
3: 159)
“Wahai manusia! Saya akan sampaikan retorika ini dalam bentuk doa,
untuk itu ucapkanlah amin. Ya Allah, sungguh hati hambamu ini keras
sekali, maka, lembutkanlah hatiku agar senantiasa melaksanakan
ketaatan kepada-Mu, sesuai dengan tuntunan-Mu, untuk selalu
mendapatkan ridha-Mu. Ya Allah, berikanlah ketabahan serta kekuatan
untuk bisa memerangi musuh-musuh-Mu, orang-orang yang berbuat
dosa, orang-orang yang munaik tanpa harus kami mendzalimi mereka
dan tanpa ada rasa permusuhan”.
“Ya Allah ya Tuhanku, Kami menyadari kalau kami ini kikir, rakus dan
tamak, maka jadikan kami hamba-hamba-Mu yang dermawan, bisa
menyantuni orang-orang yang membutuhkan dengan cara yang tidak
berlebihan dan mubadzir, jauh dari sikap riya dan sombong. Jadikan itu
semua bagi kami sebagai sarana mendekatkan diri kepada-Mu dan hari
akhirat-Mu”.
“Ya Allah, sungguh kami merupakan hamba yang lalai dan pelupa,
berikan kekuatan bagi kami untuk bisa selalu mengingatmu dan hari
kematian dalam keadaan bagaimana pun”.
“Ya Allah, hiasilah hati kami dengan keyakinan mendalam, serta nilai-
nilai kebajikan dan takwa agar selalu ingat akan kemulian-Mu dan
memiliki rasa malu terhadap-Mu untuk melakukan perbuatan yang
tidak engkau ridhai. Berikan kami rasa khusu’ di dalam beribadah agar
kami selalu bisa introspeksi diri serta memperbaiki keadaan, dan
menjaga diri dari hal-hal yang syubhat”.
لايمـــان لمـن ل أمـــانــة له ولدين لمن لعــهد له ولصـلة لمن لزكاة له
Artinya:
“tidak beriman mereka yang tidak amanah, dan tidak dianggap
beragama mereka yang tidak menepati janji, dan tidak dianggap
sahalat mereka yang enggan membayar zakat”.
اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الســلم دينا
Artinya:
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu,
dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-
ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barangsiapa
terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa,
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (Q.S. al-Maidah: 5: 3)
ياأيـها الذين آمنوا اذا لقيتم فئة فاثبتـوا واذكروا الله لعلكم تفلحــون
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi
pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan
sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu
beruntung” (Q.S. al-Anfal: 8: 45)
BAB IV
PERKEMBANGAN RETORIKA
DAKWAH MODERN
2 Ibid.
lainnya seperti ilmu logika ( ilm al-manthiq), psikologi (‘ilm an-Nafs), etika
(ilm al-Akhlak), serta ilmu Sosiologi (ilm al-‘Ijtima’).
Suara adalah salah satu dari karunia yang diberikan Allah swt.
kepada hambanya khususnya para khathib. Tanpa suara maka akan
sulit untuk menyampaikan keinginan, maksud dan tujuan. Suara juga
sangat memiliki arti penting di dalam penyampaian suatu retorika,
karena dengan suara seorang bisa memahami apa-apa yang keluar
dari mulat sang khathib. Suara bisa membuat orang tersihir (tertegun),
tertawa, terkesan dengan indahnya.
Oleh karena itu seorang khathib harus selalu menjaga kesehatan
suaranya, jangan menyampaikan suatu retorika dengan lantang, keras
diluar kemampuan suara sehingga membuat suara parau dan
kehabisan. Yang terpenting gunakan suara sesuai dengan kebutuhan
kapan harus meninggikan atau merendahkan suara.
4. Menampakkan kewibawaan
7 Imâm Ibn al-Qayyim al-Jauziyah, Zâd al-Ma’âd fî Khair al-‘Ibâd, ttp, Mathba’ah al-
Mishriyah, tth, h. 117.
BAB V
TEKHNIK MENYUSUN KHUTBAH (PIDATO)
a. Agama
Tentu yang dimaksud di sini adalah Agama Islam, yang
mempunyai dua sumber utama yaitu, al-Quran dan Sunnah Nabi
Muhammad saw. maka seorang khathib dalam menyampaikan
retorikanya harus mengambil dalil-dalil serta bukti dari dua sumber
tersebut, karena keduanya sangat memiliki pengaruh yang kuat
bagi manusia khususnya kaum Muslimin.
Syeikh Muhammad Zahrah berkata, “menjadikan agama
sebagai sebuah refrensi akan melahirkan keyakinan dan kekuatan,
dan perintah-perintah agama semuanya benar adanya. Kalau itu
sebagai sumber maka tidak akan ada lagi keraguan, karena
merupakan bagian dari perintah agama”.7
b. Hukum adat/kebiasaan
Adat itu merupakan sumber hukum dan memiliki kekuatan
hukum dalam sebuah komunitas masyarakat. Hal semacam itu
harus difahami oleh seorang khathib sebelum melangkah lebih jauh
atau menyampaikan retorika. Dikatakan bahwa Ahnaf bin Qais
disaat sedang berkhatbah dengan semangat menggebu-gebu
diajukan kepadanya sebuah pertanyaan, “apa landasan/sumber
dasarmu dalam menyampaikan retorika?”, Beliau menjawab
dengan sangat diplomatis, “ sekiranya masyarakat di sini tidak
suka dengan air, maka saya tidak akan menyuruh mereka minum” 8.
Ini artinya bahwa Beliau sangat menghargai adat/kebiasaan yang
berlaku, karena pada dasarnya masyarakat akan terpengaruh kalau
kita menyelami mereka sesuai dengan kebiasaan yang berlaku.
3) Memberikan contoh-contoh
Selain apa yang disebutkan di atas yang bisa dijadikan dalil/bukti
dalam menyampaikan retorika adalah dengan memberikan
contoh-contoh yang bisa mendekatkan pendengar kepada
pemahaman yang benar. Tentu saja contoh tersebut benar
adanya dan tidak bertentangan dengan sumber pokok Islam
yaitu al-Quran dan al-Hadist. Karena bagaimanapun, kadang-
kadang contoh lebih cepat mempengaruhi dan meresap di hati
pendengar. Untuk itu seorang orator perlu mempertimbangkan
hal tersebut dalam menyampaikan retorika.
4) Penyampaian Materi
Tujuan dari disampaikannya retorika adalah untuk mempengaruhi
serta meyakinkan para pendengar. Sementara tujuan tersebut
tidak mungkin diterima dengan baik kecuali disampaikan dengan
jelas sesuai kadar pemahaman para pendengar. Untuk itu
seorang khathib (orator) harus baik dalam menyampaikan
materi, baik itu dari segi cara, dari kata-kata yang jelas dan
mudah dipahami. Selain itu dia harus menjauhi kata-kata yang
gharib (aneh) dari pendengaran audien.
Bashar bin Muktamir mengatakan, “Barangsiapa yang mau
didengar dengan baik oleh orang lain, hendaklah dia berbicara
dengan cara yang baik pula. Karena tujuan mulia harus
disampaikan dengan cara yang mulia pula”.
Seorang khathib pula di dalam menyampaikan retorikanya harus
mampu menyesuaikan diri dengan tempat di mana ia berada.
Misalnya kalau dia menyampaikan retorika pada kalangan
masyarakat awam, maka kata-kata yang digunakan juga harus
yang sesuai dengan kemampuan mereka, begitu pula sebaliknya,
kalau pendengarnya kaum intelek juga harus disampaikan sesuai
dengan kemampuannya.
Bashar bin al-Mu’tamir melanjutkan wasiatnya terhadap para
khathib dengan mengatakan, “Seorang orator sukses adalah
yang mampu mengkomunikasikan materi dengan baik yaitu dari
cara dan bahasa”.9
Pada saat khathib menyampaikan materi dengan cara dan
bahasa yang menarik dan indah harus selalu memperhatikan
tahap-tahap sebelumnya di dalam berpidato yaitu tidak keluar
dari tema yang dibahas, cara penyampaian yang mengesankan
dan yang terpenting lagi adalah konsisten terhadap waktu.
Misalnya berapa waktu yang dibutuhkan untuk menyampaikan
retorikanya sehingga para pendengar bisa memahami dengan
baik.
a. Pendahuluan (muqaddimah)
Pendahuluan adalah merupakan yang pertama kali didengar oleh
para pendengar dalam berkhatbah. Ia yang akan menggiring
pendengar untuk sampai kepada isi materi yang disampaikan. Selain
itu, pendahuluan juga yang mendekatkan para pendengar kepada
pemahaman dengan baik sehingga bisa mempengaruhi mereka.
Kalau pendahuluannya bagus maka akan sangat berpengaruh
kepada para pendengar seperti menerimanya, membangunkan
mereka dari tidur atau lupa sehingga bisa mengarah kepada
perubahan.
Untuk sampai kepada maksud di atas, perlu diperhatikan
beberapa hal penting dalam penyusunan pendahuluan
(muqaddimah) materi pidato:
1) Pendahuluan itu harus sesuai dengan kondisi tempat dan
keadaan para audien.
2) Pendahuluan tersebut disampaikan dengan kata-kata padat, jelas
dan ringkas.
3) Pendahuluan harus berhubungan dengan tema yang dibahas
dengan tidak terlalu sering mengulang-ulang pada saat
menyampaikannya. Al-Jâhidz mengatakan, “Hendaklah seorang
khathib itu membedakan antara pendahuluan/pembukaan pidato
pernikahan dengan pidato hari raya, pidato perdamaian, pidato
pengukuhan. Di mana semua itu memiliki pendahuluan masing-
masing sebagai identitas yang membedakannya. Karena itu tidak
berguna suatu perkataan yang disampaikan kalau tidak pada
tempat dan tujuannya”.10
Syeikh Muhammad Abu Zahrah, al-Khithâbah…….. h. 127.
Al-Jâhidz, al-Bayân wa al-Ta’bîr, Juz 1, h. 116.
4) Dalam pendahuluan sebaiknya diikutkan beberapa ayat al-Quran
atau hadist, kata-kata hikmah, atau syair-syair.
b. Materi
Materi adalah yang terpenting dalam menyampaikan pidato,
karena ia yang akan menentukan sukses atau tidaknya apa yang
disampaikan. Penguasaan terhadap materi tidaklah mudah namun
dibutuhkan suatu usaha pembelajaran yang intensif. Sangat perlu
diperhatikan khathib dalam penyampaian materi yaitu tidak
menyampaikannya dalam sekali saja namun harus bertahap
(gradual). Bahkan kalau perlu disampaikan dalam bentuk bab per
bab. Jadi kalau materi yang disampaikan bisa mencapai tujuan,
jangan sekali-sekali kita memaksakan para pendengar untuk
memahami apa yang disampaikan dalam waktu yang singkat.
Selain itu materi yang akan disampaikan terlebih dahulu harus
menjiwai di dalam hati dan perasaan khathib sehingga pada waktu
menyampaikannya materi tersebut cepat mempengaruhi para
pendengar. Seperti kata sebuah syair: kalau engkau menginginkan
aku untuk menangis, hendaklah engkau menangis terlebih dahulu.
c. Penutup
Ia adalah bagian akhir dari pidato yang menjadi pusat perhatian
para pendengar. Bagian ini juga penting dalam berpidato, karena
dengan penyampaian penutup yang baik akan memberi pengaruh
positif terhadap para pendengar. Seperti dikatakan bahwa sebaiknya
para khatib menyampaikan penutup dengan uslub yang baik, indah,
penuh makna agar apa yang disampaikan berpengaruh terhadap
pendengar.11
Untuk itu setelah menyampaikan penutup terdapat dua pilihan
bagi seorang khathib. Pertama meninggalkan para
pendengar/hadirin puas, suka cita bahkan penuh penasaran karena
mereka merasa kurang terhadap materi yang tersampaikan, atau
kedua para hadirin jemu, bosan karena cara penyampaian, materi
maupun penutup tidak sesuai dengan yang diharapkan para
pendengar.
11 Lihat Alia Hawi, Fan al-Khithabah wa Thatawwuruhu ‘inda al-Arab, Bairut: Dar al-
Tsaqafah, tt, h. 20-21.
B. Retorika Dalam Acara-acara Tertentu
Islam adalah agama yang sangat menekankan kepada nilai-nilai
kebersamaan, sehingga dalam ajarannya banyak sekali moment-moment
yang bertujuan untuk tercapainya maksud diatas. Moment-moment yang
dimaksud tersebut, dalam retorika melahirkan satu model retorika yang
disebut dengan Retorika Mahfaliyah. Retorika mahfaliyah ini adalah
retorika yang sering disampaikan dalam acara-acara tertentu baik dalam
bentuk penghormatan, bela sungkawa atau sebagai rasa syukur atas
nikmat yang didapatkan, atau juga sebagai penyampaian solusi terhadap
problematika masyarakat.12 Retorika ini terdiri dari beberapa macam
jenis, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Retorika Penghormatan
Retorika ini yang paling sering kita dengar, di mana seorang
orator dengan gaya bahasa yang indah didengar memberikan pujian
kepada orang-orang tertentu, baik atas kesuksesan karier, pangkat,
kedudukan atau karena rezeki yang didapatkannya
2. Urgensinya
Retorika semacam ini sangat perlu untuk dibudayakan karena
tujuannya sangat mulia yaitu memberikan rasa kebahagiaan dan
kebanggaan terhadap orang yang mengalaminya. Selain itu pula
sebagai motivasi untuk orang lain/hadirin yang mendengarnya agar
lebih giat, rajin serta tekun bekerja, belajar agar bisa sepertinya.
Artinya:
“Dan sesungguhnya kamu datang kepada Kami sendiri-sendiri
sebagaimana kamu Kami ciptakan pada mulanya, dan kamu
tinggalkan di belakangmu (di dunia) apa yang telah Kami
karuniakan kepadamu; dan Kami tiada melihat besertamu
pemberi syafaat yang kamu anggap bahwa mereka itu sekutu-
sekutu Tuhan di antara kamu. Sungguh telah terputuslah
pertalian antara kamu dan telah lenyap daripada kamu apa
yang dahulu kamu anggap sebagai sekutu Allah”.16
E. Khutbah Pernikahan
Khutbah ini biasa disampaikan saat akan dilaksanakan akad nikah,
sebagai bentuk ucapan selamat kepada kedua mempelai dan keluarga
atas pernikahan. Biasanya wali nikah atau yang mewakili berdiri untuk
menyampaikan khutbah, memuji dan memberkati kedua mempelai dan
keluarga yang sedang berbahagia.
2. Urgensinya
Pidato semacam ini sangat baik untuk disampaikan dalam acara
pernikahan, karena materi yang disampaikan selain membicarakan
tentang keutamaan mempererat tali keluarga antara dua keluarga
yang berlainan, juga mengingatkan pentingnya mencari bibit unggul
agar menghasilkan benih yang unggul pula, dan lain sebagainya.
Artinya:
“Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan kita semua
keluarga besar Nabi Ibrahim as. dan telah melahirkan Ismail,
juga yang menjadikan negeri haram dan rumah Allah yang
selalu dikunjungi jama’ah haji. Allah yang telah menjadikan kita
sebagai hakim atas seluruh manusia. Ketahuilah bahwasanya
Muhammad bin Abdullah ini adalah anak dari saudaraku satu-
satunya, tidak ada satupun dari pemuda Quraish yang bisa
menyamainya dalam segala hal seperti, kemuliaan, kebaikan,
kepintaraan, kesungguhan dan kecerdasan. Ketahuilah bahwa
dia hanya memiliki sedikit harta karena baginya harta itu ibarat
bayangan yang tidak kekal abadi. Sedangkan dia sangat
mencintai Khadijah binti Khuwailid sebagaimana Khadijah juga
cinta kepadanya. Maka, apapun yang engkau minta sebagai
maharnya maka Kami sudah mempersiapkannya.
2 Lihat kembali contoh-contoh retorika yang pernah disampaikan pada masa Islam
khususnya pada masa Umawiyah dan Abbasiyah.
BAB VII
KHUTBAH JUM’AT DAN HARI RAYA
يا أيها الذين آمنوا اذا نودى للصلة من يوم الجمعة فاسعوا الى ذكر
1
الله وذروا البيع ذلكم خير لكم ان كنتم تعلمون
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk
menunaikan sembahyang pada hari jum’at, maka bersegeralah
kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang
demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”.
A. Khutbah Jum’at
Mishriyah.
Pada waktu itu terdapat sekitar empat puluh orang laki-laki yang
ikut melaksanakan shalat jum’at, bersamaan dengan itu maka turunlah
ayat al-Quran yang memerintahkan untuk melakukan shalat jum’at.3
Maka inilah shalat jum’at pertama kali yang dilakukan dalam
islam, hal ini sesuai pula dengan riwayat dari Abu Daud dalam
musnadnya dari ‘Abdurrahman bin Ka’ab dari Bapaknya Ka’ab ra,
bahwa ketika waktu jum’at tiba, maka kami adzan dan menjadikan
As’ad sebagai pemimpin dalam shalat, pada waktu itu jumlah yang ikut
shalat mencapai empat puluh orang laki-laki. Hadist riwayat Abu Daud
dan Ibnu Majah. Dikatakan pula bahwa jum’at tersebut adalah yang
pertama kali sebelum Rasulullah saw datang dari Makkah.
ان الله وملئكته يصلون على النبي ياأيها الذين آمنوا صلوا عليه وسلموا
8
تسليما
Bahkan Imam Syai’i dan Hambali berpendapat bahwa shalawat atas
Nabi Muhammad adalah merupakan rukun wajib dalam khutbah,
baik menyebutkan nama Rasul dengan jelas (Sharih) ataupun samar-
samar. Dalam pendapat ini kalau seseorang berkhutbah tanpa
mengucapkan shalawat, maka khutbahnya tidak sah.
Akan tetapi Imam Hanai dan Imam Malik berpendapat bahwa
shalawat atas Nabi dalam khutbah hukumnya adalah sunnat
(dianjurkan) dan bukan termasuk rukun maupun syarat sahnya
khutbah.9
c. Dalam penyampaian khutbah harus terdapat ajakan/wasiat untuk
bertaqwa kepada Allah swt. Dalam hal ini para ulama sepakat (ijma’)
untuk menjadikannya sebagai rukun khutbah baik disebutkan secara
eksplisit maupun implicit, walaupun Imam Syai’i dan Hambali
mensyaratkan secara sharih (jelas) dalam menyebutnya pada saat
Artinya:
”Sesungguhnya Rasulullah saw. apabila sedang berkhutbah
kedua matanya agak memerah, suaranya lantang lagi keras,
seperti dalam kondisi marah sehingga Beliau bagaikan seorang
komando atau panglima perang, pada saat itu beliau berucap
semoga kamu semua dalam keadaan sehat wal’aiat baik pada
waktu pagi maupun sore hari. Selanjutnya Beliau mengatakan:
sesungguhnya aku diutus kepada kamu sekalian pada saat hari
kiamat sudah sangat dekat, beliau mencontohkannya seperti
kedekatan jari telunjuk dan jari tengah”.
11 Ibn al-Qayyim al-Jauziyah, Zâd al-Ma’âd fî Hadyi Khairi al-‘Ibâd, (edit: Syu’aib al-
Arnhuth dan kawan-kawan), juz 1, h. 425-440.
3) tidak mengulang-ulang materi yang disampaikan pada khutbah
pertama pada saat menyampaikan khutbah kedua, karena pada
dasarnya khutbah kedua adalah lanjutan dari khutbah pertama.
4) khutbah yang disampaikan singkat, padat serta tidak terlalu
panjang sehingga tidak membuat para hadirin merasa jenuh.
Untuk itu dalam Islam, ukuran nilai kebaikan yang terlahir dari
retorika keagamaan/khutbah adalah tercerminnya sikap amar makruf
nahi munkar dalam kehidupan masyarakat. Karena kalau hal tersebut
terealisasi dalam kehidupan manusia maka yang akan terlihat adalah
nilai-nilai kebaikan dan hilanglah nilai-nilai kemunkaran. Peranan nilai
kebaikan bagi manusia sangat signiikan, yang karenanya seseorang
selalu merasa di dalam lindungan Allah swt.14
Oleh karena itu perintah ini sangat urgen untuk disosialisasikan
kepada seluruh umat khususnya umat Islam. Sebagai bukti
bahwasanya Rasulullah saw. orator pertama umat Islam sendiri
pernah menyampaikan pidatonya yang berkaitan dengan perintah ini.
Beliau menjelaskan pentingnya amar makruf nahi munkar ini, dengan
berkata:
“Wahai semua manusia, hendaklah kamu memerintahkan kepada
perbuatan kebajikan dan mencegah dari kemunkaran agar doa yang
engkau panjatkan didengar oleh Allah swt. dan engkau senantiasa
memperoleh ampunan-Nya. Sesungguhnya perbuatan itu dapat
menjauhkan seseorang dari kematian, ketahuilah bahwasanya para
tokoh agama Yahudi dan pendeta Nashrani dilaknat oleh Allah dan
kaumnya diberikan cobaan melalui para nabi-Nya, disebabkan
mereka meninggalkan amar makruf nahi munkar”.15
Dalam riwayat lain Rasulullah saw. menjelaskan pentingnya
menjauhi segala sifat yang buruk serta memuji perbuatan-perbuatan
baik seperti menjaga lidah dan tangan, juga hijrah seperti yang
diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar ra. Berkata, Rasulullah saw
pernah berkhatbah, “Jauhilah semua bentuk kedzaliman, karena
kedhaliman itu benar-benar menutupi kebaikan pada hari kiamat,
jauhkan olehmu perbuatan jahat dan menjahati, jangan sekali-sekali
kamu menjadi pelit, karena orang-orang sebelum kamu hancur
disebabkan oleh sifat tersebut. Mereka dilarang saling memutuskan
tali silaturrahmi, tapi mereka lakukan, dilarang berbuat bakhil tetapi
mereka melanggarnya, begitu juga mereka dilarang berbuat jahat
namun mereka melakukannya. Seorang dari sahabat bertanya,
Artinya:
“Sesungguhnya apabila seseorang melihat suatu
kemungkaran kemudian ia enggan untuk merubahnya, maka
16 Al-Mundziri, al-Targhib wa al-Tarhib, Juz 3, h. 158.
ditakutkan adzab/murka Allah akan diturunkan untuk semua
orang”.17
2. Takwa
Perbuatan baik selanjutnya yang akan tercermin sebagai buah
dari tersampaikannya retorika Islam/khutbah adalah sifat takwa.
Takwa dapat dikategorikan ke dalam keimanan yang mendalam
sehingga akan membawa seseorang untuk selalu berbuat kebajikan
dan kebaikan, selanjutnya orang tersebut akan selalu merasa di
bawah naungan-Nya dan akan tampak darinya sikap taat dalam
ibadah maupun mu’amalah baik dalam kesendirian maupun dalam
keramaian, dalam jual beli atau dalam semua aspek kehidupan di
dunia. Singkatnya takwa adalah senantiasa melaksanakan semua
perintah-Nya, selalu berada dalam koridor yang sudah ditetapkan-
serta menjauhi segala bentuk larangan-Nya. Dalam kaitannya dengan
sifat takwa ini, sangat tepat untuk kita merenungkan kembali irman
Allah swt. yang berbunyi:
Artinya:
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat
itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu
ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-
malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang
dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-
orang miskin, musair (yang memerlukan pertolongan) dan
orang-orang yang meminta-minta; dan memerdekakan
hamba sahaya, mendirikan shalat dan menunaikan zakat;
dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji,
dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan
dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang
benar imannya; dan mereka itulah orang-orang yang
bertakwa”.18
17 Lihat Muhammad ‘Allan al-Syaii, Dalil al-Falihin liThuruq Riyadh al-Shalihin, Juz 2,
h. 295.
Lihat Q.S. al-Baqarah [2]: 177.
kaum muslimin untuk bertakwa. Beliau menjelaskan kedudukan dan
mampaat daripada takwa.
Beliau menyampaikan khutbah setelah sebelumnya mengucap
hamdalah serta pujian-pujian atas-Nya: “Aku berwasiat kepadamu
agar selalu bertakwa kepada Allah, karena sesungguhnya sebaik-baik
wasiat adalah perintah untuk selalu mempersiapkan diri untuk hari
akhirat serta takwa kepada-Nya. Maka berhati-hatilah kamu sekalian
terhadap apa-apa yang diperingatkan/dilarang kepadamu. Tidak ada
perbuatan yang paling berharga selain nasehat-menasehati, dan
mengingatku. Ketahuilah bahwa kamu semua akan selalu berada
dalam kebaikan, selama kamu semua bertakwa kepada-Ku baik
secara terang-terangan maupun tersembunyi dan kamu tidak
mengharapkan selain keridhaan-Ku. Barangsiapa yang bertakwa dan
berdzikir kepada-Ku, maka aku akan selalu menyebutnya dan itu
bagian dari tabungannya (bekal) nanti di hari akhirat di mana hari itu
setiap orang akan membutuhkan sesuatu untuk membantunya.
Sesungguhnya Allah swt selalu memberikan peringatan
kepadamu, dan ketahuilah bahwa Allah swt sangat sayang kepada
semua hamba-Nya. Oleh karena itu cepat atau lambat bertakwalah
kamu semua kepada Allah, baik dalam keadaan kesendirian maupun
keramaian”. Allah swt berirman:
ومن يتق الله يكفر عنه سيئاته ويعظم له اجرا
Artinya:
“Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya akan
dihapuskan segala bentuk kesalahannya dan akan dilipat
gandakan pahalanya.19
Ibn al-Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, juz II, h. 312, khutbah tersebut kami
sebutkan secara ringkas.
Lihat Muhammad Khalil al-Khathib, khutab al-Musthafa Sallallahu ‘alaihi wasallam,
Mesir: Dar al-I’tisham, h. 109.
semacam itupun diikuti oleh semua orator dari para khulafa al-
Rasyidun yang empat.21
Inilah hakekat takwa yang selalu didengungkan oleh Islam dan
menjadikannya sebagai sebaik-baik pakaian dan mode (trend) yang
harus menghiasi setiap umat manusia, sebagaimana irman-Nya:
Artinya:
“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan
kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian
indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling
baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda
kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat”.22
Maka tidak salah lagi kalau takwa ini adalah merupakan implikasi
terbaik dari khutbah yang selalu disampaikan di mana-mana dan
dalam kondisi bagaimanapun.
Artinya:
“Hendaklah engkau malu dari Allah swt. dengan sebenar-benar malu.
Para sahabat menjawab: al-Hamdulillah Kami semua malu terhadap
Allah swt dan Rasul-Nya. Rasul berkata; bukan seperti itu, karena
malu sebenarnya kepada Allah swt. adalah kamu menjaga kepalamu
dari pikiran-pikiran busuk dan perutmu dari hawa nafsu, selain itu
kamu selalu mengingat akan musibah dan kematian. Dan barang
21 Ibnu Qutaibah, ‘Uyun al-Akhbar, Juz II, hal. 230, dan pembahasan seterusnya.
22 Lihat Q.S. al-‘Araf [7]: 26.
siapa yang menginginkan kehidupan akhirat, maka ia akan
meninggalkan perhiasan kehidupan dunia demi kebaikan kehidupan
akhiratnya, maka barang siapa yang melakukan hal tersebut,
sesungguhnya itulah sebenar-benar malu kepada Allah swt”.23
23 Hadist tersebut diriwayatkan oleh al-Tirmidzi dalam kitab Sunannya, 4/637, pada
kitab sifat al-Qiyamah, bab 24, penerbit Musthafa al-halaby.
24 Al-Suyuthi, al-jami’ al-Shagir, Juz I, h. 83.
25 Hadist tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Sunan, 2/1347, Kitab al-Fitan,
bab Dzihab al-Amanah, percetakan ‘Isa al-Halaby, editor: muhammad Fuad ‘Abd al-Baqy.
orator/khathib jangan pernah takut dicaci atau dimaki karena dia
mempertahankan rasa malu. Apalagi takut yang berlebihan sehingga
dia tidak takut lagi kepada Allah swt. Dari sini terlihat bahwasanya
rasa malu dalam Islam adalah merupakan perbuatan mulia dan agung
yang harus dikomunikasikan melalui retorika keagamaan.
4. Persaudaraan (al-Ukhuwwah)
Sejak zaman azali, Islam sudah mengajarkan persaudaraan dan
persamaan di antara manusia semua. Karena pada prinsipnya
manusia itu berasal dari satu keturunan, satu bapak dan satu ibu,
yang seharusnya menjadikan mereka bersaudara satu sama lainnya.
Manusia itu ibarat saudara sekandung, sama-sama saling mencintai
dan tidak akan pernah berpisah karena perbedaan atau perselisihan.
Tidak akan pernah ada lagi permusuhan di antara mereka atau
terhadap yang lemah, juga berbuat dzhalim terhadap yang lebih kecil.
Warna kulit, suku, ras, jenis kelamin maupun negara bukan sebagai
perbedaan di antara sesama mereka, karena sesungguhnya al-Quran
memanggil setiap orang dengan panggilan yang sama. Allah swt.
berirman:
Artinya:
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah
menciptakan kamu dari diri yang satu, dan dari padanya Allah
menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah
memperkembang biakkan laki-laki dan permpuan yang banyak. Dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan mempergunakan nama-Nya
kamu saling meminta satu sama lain, dan peliharalah hubungan
silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi
kamu”.26
Persaudaraan (ukhuwwah) dalam ajaran Islam adalah merupakan
sarana untuk menghilangkan sifat fanatisme yang berkembang di
tengah-tengah masyarakat, karena Islam tidak membenarkan adanya
perbedaan bagi manusia bahkan lebih jelas Islam mengajarkan
persamaan hak seseorang baik dalam kewajiban sebagai seorang
hamba, ganjaran maupun siksaan. Dengan persamaan tersebut maka
akan tercipta suatu kekuatan, kemuliaan dan kebahagiaan.
Untuk itu kita tidak akan menemukan suatu ajaran yang sangat
mulia dan dipandang sebagai bagian dari akhlak terpuji selain dari
ajaran Islam yang selalu disampaikan dalam khutbah/retorika Islam,
di mana hal tersebut tidak pernah kita dengarkan pada masa-masa
jahiliyah.27
Oleh karenanya kita tidak akan pernah dapat memisahkan antara
khutbah/retorika Islam dengan nilai persaudaraan ini, kedua-duanya
memiliki hubungan yang sangat erat, di mana materi persaudaraan
26 Lihat Q.S. al-Nisa [4]: 1.
Artinya:
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang
menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang shaleh dan
berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang
berserah diri”.2
1 Del Karenji, al-Ta’tsir i al-Jamahir ‘an Thariq al-Khitabah, (terj) Ramzi Yasi, h. 15.
2 Lihat Q.S. Fushilat [41]: 33.
Kedua; mereka yang berkecimpung/ikut serta dalam aktivitas
khutbah ini, namun tidak dibarengi secara mendalam dengan ilmu-ilmu
pendukung dalam retorika dari dasar-dasar, metode dan lain-lain. Saya
tidak mengatakan bahwa aktivitas dakwah khususnya khutbah ini
terbatas hanya kepada orang-orang tertentu saja, karena Rasulullah saw.
bersabda:
بلغوا عني ولو أيه
Artinya:
“Sampaikan dariku walau hanya satu ayat”
فاسألو أهل الذكر ان كنتم ل.وما ارسلنا من قبلك ال رجـال نوحي اليهم
تعلمون
Artinya:
“Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang
lelaki yang kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah
kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak
mengetahui”.3
Artinya:
“Katakanlah; Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan
matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu
bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan
aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri kepada
Allah”.5
B. Mempersiapkan Khathib/Orator
كبر مقتا عند الله أن تقولوا مال,ياأيها الذين آمنوا لم تقولون مال تفعلون
7
تفعلون
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu
mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar
kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa
yang tiada kamu kerjakan”.
Artinya:
“Saya melihat dalam perjalan isra’-ku ada beberapa orang laki-laki
yang kedua bibirnya tertutup oleh api neraka. Aku bertanya kepada
Jibril, ”siapakah gerangan mereka”? Jibril berkata, ”mereka adalah
para khathib dari umatmu wahai Muhammad, mereka mengajak
kepada kebajikan namun melupakan diri sendiri padahal mereka
selalu membaca al-Kitab, tetapi mereka tidak mengetahui”.8
Artinya:
“Orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah,
mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut
kepada seorangpun selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah
sebagai pembuat perhitungan”.10
يابني أقم الصله وأمر بالمعروف وانه عن المنكر واصبر على ما
12
أصابك ان ذلك من عزم المور
Artinya:
“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia)
mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari
perbuatan yang munkar dan bersabarlah terhadap apa yang
menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk
hal-hal yang diwajibkan oleh Allah”.
11 Hadist diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam kitab Shahih-nya, Juz I, h. 150.
12 Q.S. Luqma [31]: 17.
Diriwayatkan dari Said al-Khuderi bahwa Rasulullah saw
bersabda, “Orang-orang di antara kamu membakar dirinya sendiri.
Para sahabat bertanya. ”Bagaimana mungkin seseorang dapat
membakar dirinya sendiri”? Nabi menjawab, ”sesungguhnya Allah
swt. menyuruhnya untuk berbicara terhadap kemungkaran tetapi
dia diam, maka Allah swt pada berkata hari kiamat, ”apa yang
membuat kamu enggan angkat bicara dalam hal ini dan itu”?
Mereka menjawab, ”kami takut terhadap manusia”, maka Allah swt
berkata, ”siapakah yang paling berhak untuk ditakuti”?13
Untuk itu seorang khathib atau para da’i wajib tegas di dalam
menyampaikan kebenaran dan memerangi kebathilan, dengan
metode yang baik seperti yang sudah kita sebutkan di atas. Dan
yang terpenting di dalam membahas permasalahan yang berkaitan
dengan masyarakat harus dibarengi dengan argumen kuat baik dari
al-Quran maupun al-Hadist, sehingga masyarakat dakwah dapat
menerima dan Allah swt pun meridhainya.
Artinya:
“Siapakah yang paling baik perkataannya daripada orang
yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang shaleh
dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang
yang berserah diri. Dan tidaklah sama kebaikan dan
kejahatan. Tolaklah kejahatan itu dengan cara yang lebih
baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia
ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang
sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan
melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak
dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang
mempunyai keberuntungan yang besar”.15
d. Dapat Menjaga Diri serta Merasa Puas Terhadap apa yang dimiliki
Artinya:
“Katakanlah: “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari
Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya
16 Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Juz III, h. 201.
17 Abu al-Hasan al-Nadawi, Rijal al-Fikr wa al-Dakwah i al-Islam, Dar al-Qalam, Juz I,
h. 55.
dan siapa pulakah yang mengharamkan rezeki yang baik?
Katakanlah: “Semuanya itu disediakan bagi orang-orang
yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus untuk mereka
saja di hari kiamat. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-
ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui”.18
Artinya:
“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan,
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah,
dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah, yang mengajar manusia
dengan perantaraan qalam. Dia mengajarkan kepada manusia
apa yang tidak diketahuinya”.21
Beliau adalah ‘Abdullah bin ‘Amir bin Kuraiz adalah seorang yang
sangat berani dan dermawan. Pada masa kepemimpinan Utsman bin
Afan beliau diangkat menjadi gubernur Bashrah pada tahun 29 H.
Maka pada saat hari raya iedul adha beliau menyampaikan khutbah,
namun sebelumnya beliau menyampaikan kekurangan-kekurangannya.
Beliau termasuk orator yang demam panggung. Dalam pidatonya
beliau berkata, “wahai sekalian para hadirin, adalah tidak masalah bagi
siapa saja yang membawa kambingnya ke sini untuk dikurbankan,
bahkan kalaupun mau dibayar datanglah kemari saya akan
membayarnya”.26 Maka dengan cara ini beliau bisa memalingkan
perhatian para hadirin dari kekurangan yang ada.
7. Selain itu, para khathib harus lebih dekat kepada para pendengar
(masyarakat dakwah) dan bukan sebaliknya yaitu berusaha menjauhi
mereka. Juga tidak boleh menggiring atau memaksa mereka untuk
selalu mengikuti pendapatnya dengan banyak berdebat.
9. knya bagi khathib membatasi diri dari hal-hal yang bersifat khilaiyah (masih
dalam pertentangan) yang masih banyak terjadi di tengah-tengah masyarakat. Kalau
perlu dia harus merinci mana di antara masalah-masalah tersebut yang tergolong kepada
ashliyah (yang disepakati) atau yang furu’iyah (masih dalam perdebatan), sehingga
masyarakat dapat mengetahui mana yang harus/wajib dikerjakan atau ditinggalkan dan
mana yang terdapat kebolehan untuk dikerjakan atau ditinggalkan.
10. Seorang da’i/khathib perlu membuat semacam schedule atau planning dari materi
maupun metode penyampaian, jangan sampai terjadi pengulangan materi atau metode
yang sama pada tempat yang sama pula. Karena dengan cara tersebut ia dapat melihat
problem yang dihadapi masyarakat sekaligus memberikan solusi terhadap masalah itu.
11. Para da’i/khathib seharusnya mengetahui bahwa mengatasi problem
masyarakat tidak cukup dengan menyampaikan khutbah sekali atau
dua kali saja, akan tetapi harus sering disampaikan serta
mengingatkan para pendengarnya. Hitler mengatakan: propaganda
atau retorika akan berpengaruh kepada para pendengar apabila
disampaikan secara sitematis dan kontinyu. Dan seharusnya pula kita
mengulangi atau mengingatkan para pendengar dari sudut pandang
yang berbeda.27
ب
ن ل بهذ م
م ن قبوم ن
مهن ل ني ذب بي ل ب ل إ ننل ب نل ن ب
سا ن سو د
ن بر ذ سل مبنا ن
م م ما أمر ب
وب ب
Artinya:
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan
bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan
terang kepada mereka”. (Q.S. Ibrahim: 14: 4).
12. Sekali lagi saya tekankan bahwa dalam penyampaian materi, jangan
sampai menyakiti/menjelekkan orang lain, kelompok atau lembaga-
lembaga dakwah yang tidak sepaham dengannya. Selain itu, sang
khathib jangan terlalu banyak menyentuh/membahas hal-hal yang
bersifat khilaiyah apalagi fanatik terhadap satu pendapat tertentu.
Tugas seorang khathib adalah menyatukan umat Islam yang satu
dalam barisan umat Islam dan meredam segala bentuk konlik yang
ada. Saya pikir banyak sekali materi-materi yang berbicara tentang
hal tersebut.
13. Sebaiknya sang khathib menjauhi hal-hal yang dapat memicu konlik
yaitu dengan mencoba membenturkan diri dengan budaya-budaya
ataupun kepercayaan yang sudah mengakar, karena hal tersebut
membuat masyarakat menjadi tidak simpatik terhadapnya.
Seperti yang diketahui bahwa tempat yang paling agung dan mulia
bagi umat Islam adalah masjid di mana tempat tersebut adalah tempat
berkumpulnya orang-orang yang bersih dan suci, jasmani maupun rohani,
tempat bertemunya kaum muslimin pagi dan petang, serta sebagai
tempat berkomunikasi antara hamba dan Tuhannya, mengharapkan
pertolongan dari-Nya.
Tempat ini merupakan point central dalam upaya membangun
suatu komunitas masyarakat, menggalang suatu kekuatan spiritual yang
tiada batasnya, terlebih lagi pada saat masyarakat muslim melakukan
shalat bersama, penuh ketenangan dan khusu’ seraya mendengar
petuah (khutbah) yang disampaikan oleh khathib. Masjid adalah tempat
belajar tentang Islam, tempat menjelaskan tentang hukum-hukum atau
batasan-batasan Allah swt yang terdapat dalam al-Quran, menjelaskan
tentang kewajiban setiap muslim dari ibadah maupun muamalat. Selain
Selain itu, banyak di antara para imam atau khathib yang sudah
tidak lagi konsen terhadap tugas mulia ini terutama memakmurkan
masjid. Mereka kurang peduli dengan masjid, sehingga kalaupun mereka
melakukan tugas hanya sebagai sebuah rutinitas belaka. Kalau ini yang
terjadi, maka jangan harap masjid dapat difungsikan secara optimal.
Perlu kita cermati tujuan dibangunnya masjid pada masa permulaan
Islam, masjid tidak terbatas sebagai tempat ibadah semata melainkan
lebih jauh dari itu yaitu sebagai tempat membahas soal-soal politik,
sosial kemasyarakatan dan juga ilmu pengetahuan. Cobalah kita kembali
kepada sejarah permualaan berdirinya masjid dalam Islam. 31 Di mana
masjid memiliki peranan yang signiikan karena Islam adalah agama
yang universal, mengatur semua aspek kehidupan manusia, baik untuk
kebahagiaan hidup seorang di dunia maupun akhirat.
Untuk itu sangat urgen sekali pada masa sekarang ini
mengoptimalkan peranan masjid dalam pengembangan umat manusia
menuju yang lebih baik. Ketahuilah bahwa masjid dari masa ke masa
tidak akan pernah alpa dari peranan dan fungsi, sebagaimana yang
terjadi pada masa lampau bahkan masa sekarang ini masjid lebih
diharapkan lagi untuk pembinaan umat. Satu contoh riil dari
keistimewaan masjid adalah bahwa tidak akan pernah dimasuki kecuali
oleh orang-orang yang berhati bersih, atau paling tidak mereka yang
ingin kembali kepada yang lebih baik, serta mengharap ampunan Allah
swt. Karena setiap yang datang kesana serasa seperti di rumah Allah
yang tiada lagi di dalamnya selain Allah, sebagaimana irman-Nya:
ب ب
دا معب الل نهن أ ب
ح م جد ب ل نل نهن فببل ت بد م ذ
عوا ب سا ن ن ال م ب
م ب وبأ ن
Artinya:
31 Coba lihat kembali buletin Syari’ah dan Studi Islam, tahun ketiga, terbitan yang
keenam, h. 174.
“Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah.
Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di
samping (menyembah) Allah”. (Q.S. al-Jinn: 72: 18).
Oleh karena itu pada masa sekarang masjid bisa saja sebagai
tempat pemberdayaan ekonomi masyarakat dengan menyediakan
kebutuhan-kebutuhan mereka. Terlebih lagi masalah yang dihadapi
masyarakat modern begitu kompleks yang mungkin saja tidak terdapat
pada masa lampau khususnya yang dinamakan dengan istilah “Gazwul
ikri” sehingga masjid harus dipungsikan sebagaimana lazimnya.
Kita sekarang ini berada pada zaman yang sangat
memperihatinkan, di mana kita dihadapkan kepada perang ideologi dan
pemikiran baik dari golongan Islam maupun diluarnya, banyak orang-
orang yang sudah menghalalkan segala cara demi mencapai sebuah
tujuan, kita melihat penyalahgunaan obat-obat terlarang sebagai suatu
yang lumrah, maka seharusnya Islam tampil dengan karakteristiknya
yang Shalih likulli Zaman wa Makan, sehingga dapat memberikan solusi
terhadap permasalahan yang sedang menimpa umat manusia.
Maka kalau kita ingin menampilkan wajah Islam seutuhnya, mari
kita optimalkan peranan masjid seperti yang pernah terjadi pada masa
lalu. Di sinilah peran kita semua khususnya lembaga-lembaga
keagamaan untuk lebih aktif mengidupkan kembali peranan masjid
sebagaimana mestinya. Islam bukan hanya agama ritual yang
memerintahkan untuk menyembah semata, akan tetapi islam adalah
aktualisasi dari nilai-nilai luhur yang dibawanya.
Di sini saya akan sebutkan ciri-ciri yang harus dimiliki masjid
sehingga dapat memfungsikan peranannya secara optimal:
1. Pemilihan lokasi pembangunan masjid yang strategis dengan gaya
arsitek modern, lengkap dengan semua fasilitas penunjang.
2. Membangun tempat khusus bagi Imam dan khathib atau sejenis
perumahan yang layak sehingga memudahkannya untuk selalu tekun
di masjid.
3. Masjid juga harus dilengkapi dengan perpustakaan yang bisa
menampung banyak buku-buku bacaan sehingga para jamaah juga
dapat mengambil mampaat dengan membaca di masjid.
4. Masjid juga harus dilegkapi dengan sound sistem yang memada’i
sehingga memudahkan para hadirin dalam mendengarkan ceramah-
ceramah agama ataupun pengumuman.
5. Seyogyanya juga di dalam masjid terdapat aula khusus bagi mereka
yang ingin menekuni bidang hapalan al-Quran baik untuk laki-laki
maupun perempuan, tua maupun muda. Juga aula khusus untuk
menyelenggarakan pendidikan agama sejenis TPA (taman pendidikan
al-Quran).
6. Para ulama membolehkan dan menyarankan agar masjid pada masa
sekarang ini mempunyai halaman yang luas yang digunakan untuk
aktivitas-aktivitas tertentu seperti olah raga, tempat pameran atau
bahkan tempat pertunjukkan atau kegiatan islami. Semua itu
bertujuan agar para pemuda Islam tertambat hatinya dengan masjid,
dan juga kalau jiwa itu sehat maka menjadi aset berharga untuk
membela agama Allah. Hal ini dibolehkan dalam Islam dengan
berlandaskan kepada dalil Qiyas di mana Rasulullah saw. pernah
mengizinkan para prajurit perang untuk menampilkan seni berperang
di halaman masjid dan Rasul pada waktu itu hadir menyaksikannya
termasuk isteri beliau Aisyah ra. yang melihat dengan muka
tertutup.32
7. Dianjurkan pula supaya masjid-masjid modern sekarang untuk
memiliki aula-aula besar yang dapat digunakan untuk seminar,
melangsungkan pernikahan atau bahkan untuk memutar ilm-ilm
atau pertunjukan islami, dengan tujuan agar masyarakat umum
merasa dekat dengan masjid selain pada waktu beribadah.
8. Selain sebagai central ibadah maka di dalam masjid sendiri harus ada
ruang khusus untuk pengobatan atau klinik yang diperuntukkan
kepada orang-orang miskin atau masyarakat yang kurang mampu,
sehingga mereka juga dapat merasakan mampaat dari masjid,
tentunya dengan memilih para dokter yang juga mengerti agama
sehingga dapat memberikan pengertian tentang Islam kepada para
pasien.
9. Juga diperlukan di dalam masjid semacam ruangan khusus untuk
menyelesaikan konlik atau lebih dikenal dengan ruang BP (bimbingan
dan penyuluhan) yang mungkin terjadi di masyarakat sehingga
masalah yang terjadi tidak menyebar ke semua orang.
10. Dan terakhir masjid harus memiliki manajemen yang baik serta diisi
oleh orang-orang yang ahli dibidangnya, sehingga dapat
mencerminkan manajemen yang islami, penuh dengan etika,
aktivitas dan program yang baik.
Inilah beberapa hal penting yang dapat dilaksanakan dalam
pengembangan masjid agar sebuah masjid dapat melaksanakan
fungsinya dengan baik. Dan hal-hal di atas tidaklah inal dalam artian
masih dapat ditambah sesuai dengan kebutuhan suatu masyarakat.
32 Hadist dirawayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab shahih-nya, Kitab al-Shalat,
Bab Ashhab al-Hirab i al-Masjid, 1/549.
BAB IX
CONTOH-CONTOH RETORIKA DAKWAH
صحلة ح د
موا ال ن
قي د
فاحء وحي د ه
حن ح ح
ن د
دي ح ن لح د
ه ال ل صي ح
خل ه ه م مه د دوا الل ن ح
مدروا إ هنل ل هي حعمب د دما أ ه وح ح
مة ه ن ال م ح
قي ل ح ك هدي دكاة ح وحذ حل ه ح وحي دؤ مدتوا النز ح
Artinya:
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah
dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka
mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian
itulah agama yang lurus”.
Hadirin kaum muslimin yang berbahagia,
Artinya:
Dan barangsiapa yang (tetap) kair sesudah (janji) itu, maka
mereka itulah orang-orang yang fasik.
Artinya:
“Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk
negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu
adalah sangat pedih lagi keras”. (Q.S. Hud: 11: 102).
.صيةرا قدم ك كن م ك
ت بد ع و دمى د ع دشمرت دعني أ د مح دم د ب لع دل در ب قا د د.
سى م ت كن م د ك ال مي د م
و د وك دذدل ع د
ها د
سيت د د
فن د عءاديات كدنا د
ك دك أ دت دت م د
ل ك دذدل ع د د
قا د
Artinya:
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka
sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami
akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan
buta". Berkatalah ia: "Ya Tuhanku, mengapa Engkau
menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku
dahulunya adalah seorang yang melihat?" Allah berirman:
"Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka
kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun
dilupakan".(Q.S. Thaha: 20: 124-126).
اقول قولي هذا واستغفر الله لي ولكم وتوبوا الى الله جميعا ايها
المؤمنون لعلكم ترحمون
ن
فو ح
ص د
ما ي ح ه
ش عح ن ن الل نهه حر ل م سد ححتا فح د ه لح ح
ة إ هنل الل ن د ل حوم ح
ب العحمر ه حا ح
سب م ح ف ح ما حءال ههح ة
ن هفيهه ح
كا ح
Artinya:
“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah,
tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah
yang mempunyai `Arsy daripada apa yang mereka sifatkan”. (Q.S.
al-Anbiya: 21: 22).
Itulah aqidah dalam ajaran Islam yang sangat mudah, praktis serta
tidak memberatkan. Tidak memerlukan penjelasan yang panjang lebar
atau tafsiran yang menyulitkan. Yang ada hanyalah konsekwensi dari
aqidah ini yaitu percaya kepada adanya nabi utusan Allah, serta
mendengarkan dan melaksanakan/ taat kepada semua yang
diperintahkan oleh Allah swt. Hal tersebut sesuai dengan irman-Nya:
Artinya:
“Rasul telah beriman kepada Al Qur'an yang diturunkan
kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang
beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-
Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan):
"Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan
yang lain) dari rasul rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami
dengar dan kami ta`at". (Mereka berdo`a): "Ampunilah kami ya
Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali". (Q.S. al-
Baqarah: 2: 285).
فــإ د د د
فــاذمك ككروا
م د
من مت كــ م
ذا أ عو كرك مدباةنا د ع جاةل أ مر د
ف عم د خ م
فت ك م ن ع د.
فإ ع م
ن عل د ك
مو د كوكنوا ت د مم تد كما ل د مم د عل ت د
مك ك م ما د الل ت د
ه كد د
Artinya:
“Peliharalah segala shalat (mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa.
Berdirilah karena Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu`. Jika
kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil
berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman,
maka sebutlah Allah (shalatlah), sebagaimana Allah telah
mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui”. (Q.S.
al-Baqarah: 2: 238-239).
Inilah hikmah dan rahasia kenapa Allah swt begitu tegas dan keras
terhadap perintah shalat. Walaupun begitu, dalam shalat terdapat rahmat
(kasih sayang) dan keadilan serta kemudahan dari Allah swt kepada para
hambanya. Kemudahan atau keringanan ini dimulai sejak pertama kali
shalat itu diwajibkan kepada setiap hamba. Sebagaimana yang kita
ketahui bahwa shalat yang pertama kali diwajibkan pada saat Rasulullah
isra’ dan mi’raj adalah sebanyak 50 kali shalat, kemudian Allah swt
memberikan kemudahn dan keringanan kepada hambanya sehingga
shalat menjadi 5 kali.
Selain ibadah shalat yang dipermudah oleh Allah swt. juga amalan-
amalan sebelum melakukan shalat. Wudhu’ misalnya wajib pada saat air
tersedia, akan tetapi pada saat air tidak ada, maka seseorang
diperkenankan untuk melakukan tayammum. Begitu mudahnya
seseorang untuk shalat, sehingga setiap bumi Allah ini dapat dijadikan
masjid atau tempat shalat. Selain itu pula Islam membolehkan seseorang
untuk shalat dengan cara duduk apabila tidak memungkinkan baginya
berdiri, apabila duduk tidak mampu maka dengan cara berbaring,
kalaupun tidak bisa maka dapat dilakukan dengan isyarat-isyarat anggota
badannya.
Dalam kondisi seseorang bepergian, maka Islam membolehkan
seseorang untuk menjama’ (mengumpulkan) dan qashar (memendekkan)
shalat. Itulah kemudahan yang diberikan agama kepada pemeluknya.
اقول قولي هذا وأستغفر الله لي ولكم وتوبوا الى الله جميعا أيها
المؤمنون لعلكم تفلحون
الحمد لله الذي خلق فسوى وقدر فهدى وهو الخلق العليم
وأشهد أن لاله الالله يسأل كل انسان يوم القيامة عن
وأشهد أن محمدا,شبابه فيما أبله وعن عمره فيما أفناه
اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أله وصحبه.عبده ورسوله
أجمعين.
أما بعد,
Hadirin yang dirahmati Allah swt.,
Dan seperti yang kita ketahui bahwa Allah swt memilih serta
mengutus para nabi dan rasul yang semuanya memiliki keistimewaan
dalam kesehatan jasmani maupun rohani, serta kepandaian yang luar
biasa. Lihatlah bagaimana Allah swt menganugerahkan kepada nabi
Musa kekuatan jasmani yang sempurna, sebagaimana irman-Nya:
Artinya:
“Dan Musa masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang
lengah, maka didapatinya di dalam kota itu dua orang laki-laki
yang berkelahi; yang seorang dari golongannya (Bani Israil) dan
seorang (lagi) dari musuhnya (kaum Fir`aun). Maka orang yang
dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk
mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu Musa meninjunya,
dan matilah musuhnya itu”. (Q.S. al-Qashash: 28: 15).
4 Hadits riwayat Imam al-Tirmidzi dalam Sunan-nya 5/518. Kitab al-Da’awat bab
Kumpulan Doa Nabi Muhammad saw.
5 Hadist riwayat Abu Dawud dalam Sunan-nya 1/355, Kitab Al-Witr pada pembahasan
tentang al-‘Isti’adzah (perlindungan).
6 Diriwayatkan oleh al-Turmudzi dalam Sunan-nya 5/604. Kitab al-Manaqib pada
pembahasan tentang Sifat-sifat Nabi Muhammad saw.
Artinya:
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang
agung”. (Q.S. al-Qalam: 68: 4).
Artinya:
“Orang mukmin yang kuat lebih baik dan sangat dicintai oleh Allah
swt daripada seorang mukmin yang lemah”.7
7 Imam Muslim, Shahih Muslim, 4/2052. Kitab al-Qadar, pada pembahasan tentang
perintah untuk menjadi seorang yang kuat serta menjauhi sifat lemah.
' Lihat al-Tirmidzi dalam Sunan-nya, 4/247, Kitab al-Libas, Bab al-‘Amaim ‘ala al-
Qalais.
Artinya:
“Ajarkan kepada generasimu kemampuan berenang dan
memainkan anak panah”.9
الحمد لله الذي جعل المة السلمية أمة وسطا وجعلها خير أمة أخرجــت
م
ن
مدرو حس حتــأ د
ت هللننــا ه
جــ م مــةد أ د م
خره ح
د
خميــحر أ ن
م ح ك دن مدتــ م:للنــاس فقــال وقــوله الحــق
وأشــهد أن لالــه الاللــه. ن ب هــالل نهه من دــو ح ن ال م د
من مك حــره وحت دؤ م ه ن ع حــ ه
ف وحت حن مهحوم ح هبال م ح
معمدرو ه
وحده لشريك له جعل المر بالمعروف والنهي عن المنكــر أخــص المهــام
.التي بعث الله بها النبيين والمرسلين
وأشهد أن محمدا عبد الله ورسوله وصفيه من خلقــه وحــبيبه وصــفه ربــه
عز وجل في التوراة والنجيل بأنه في قومه يــأمرهم بــالمعروف وينهــاهم
عن المنكر ويحل لهم الطيبات ويحرم عليهم الخبائث ويضع عنهم اصرهم
.والغلل التي كانت عليهم
( Riwayat tersebut disebutkan oleh al-‘Ajluni dalam kitab Kasyf al-Khafa’ wa Muzil al-
Ilbas, 2/88. (Halab: Cet; Maktabah al-Turats al-Islamy).
اللهم صل وسلم عليــه وعلــى ألــه وأصــحابه وأتبــاعه المريــن بــالمعروف
والناهين عن المنكر ومن سار على نهجه
. أمـا بعــد,الى يوم الدين
Hadirin yang berbahagia,
Artinya:
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan
mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang
beruntung”. (Q.S. al-‘Imran: 3: 104).
Artinya:
“(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka
di muka bumi, niscaya mereka mendirikan sembahyang,
menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma`ruf dan mencegah
dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala
urusan”. (Q.S. al-Hajj: 22: 41).
.
أقول قولي هذا وأستغفر الله لي ولكم وتوبوا الى الله جميعا
أيها المؤمنون لعلكم تفلحون
ة الله وححبر ح
كادته م د
ح ح م وححر مم ع حل حي مك د مسل ح د
ال ن
ح ن ال ن ح
جي مم ه
ن النر هشي مطا ه م حأع دومذ د هبالله ه
حميم
ن النر ه حم ه سم ه الله النر م به م
ح
سحنا شدرومره أمنف ه ن د م م فدره د وحن حعدومذ د هبالله ه ست حغم هست حعهي مدنه وحن ح ممد ده د وحن ح مح حمد د ل هل لهه ن ح م ح م ال م ح
ح
هاد هيح ل فحل ح ح ضل ه م ن يد مم م وح ح,ه ل لح د ض لم ه ه فحل ح د ن ي حهمد ههه الل د م م.مـال هحنا ت أع م ح سي لحئا ه وح ح
ح ح ح
دا ع حب مد ده دم د
ح ل
م ح
ن د شهحد د أ ن ه وحأ م ك لح د شرهي م ح حد حه د ل ح ح ن ل حهاله ال ل الله وح م شهحد د أ م وحأ م.ه لح د
حب ههه اجمعين ومن ص م على آل ههه وح ح مد د وح حل ع ححلى سي لد هحنا مح ن ص لم ح ال حل لهد ن.ه سومل د د وححر د
تبعهم باحسان الى يوم الدين.
ما بعد ا ل,
ون ق ممت ن د م
قد م حفاحز ال د وى الله فح ح ق حسي ب هت ح م ف ه
م وحن ح مصي مك د م د
اوم ه,عحباد ح الله فيا ه
Hadirin sidang jum’at yang berbahagia,
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt. dzat yang Maha
Pengasih dan Penyayang, sehingga pada siang hari yang berbahagia ini
kita dapat menunaikan salah satu kewajiban kita selaku seorang hamba
yaitu shalat jumat. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada
junjungan alam nabi Muhammad saw. yang telah sukses membawa umat
manusia dari alam kehancuran menuju alam kedamaian.
Contoh tersebut di atas adalah satu dari banyak kasus korban yang
berjatuhan akibat dari maraknya penyalahgunaan NAZA (Narkotika,
alkohol dan zat adiktif lainnya) atau dalam istilah sekarang sering
disebut sebagai penyakit masyarakat. Dalam pandangan Islam semua
bentuk yang memabukkan (khamar) ataupun merusak akal pikiran
adalah perbuatan yang dilarang oleh agama. Sebut saja contoh seperti
“miras” yaitu sejenis minuman yang mengandung alkohol. Kebiasaan
meminum miras ini di masyarakat sekarang kondisinya semakin
memperihatinkan, bahkan telah menjadi budaya atau simbol bahkan
status masyarakat modern. Dalam al-Quran, Allah swt. dengan tegas
telah melarang minuman keras sebagaimana irman-Nya:
Artinya:
“Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan
permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum)
khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat
Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari
mengerjakan pekerjaan itu)”. Q.S. al-Maidah: 5: 91).
artinya:
“Sepuluh perkara yang dilaknati Allah swt dalam khamar yaitu: orang
yang memerahnya, yang menyuruh memerahnya, peminumnya, yang
membawanya, yang menanggungnya, yang mengairinya, penjualnya,
yang memakan hasil penjualan, yang membeli dan membelikan
untuknya”. (H.R. Ibnu Majah dan al-Tirmidzi).
Yang terhormat Bapak DR. Ir. H. As’ad Sonief, MT dan seluruh keluarga
besar
Mengawali khutbah nikah ini, saya mengajak semua kita yang hadir
di majelis yang berbahagia ini untuk selalu bersyukur kehadirat Allah
SWT, atas perkenan-Nya kita dapat menghadiri undangan pernikahan
shahibul hajat sekaligus kita menjadi saksi atas nikah dari dua bani Adam
yaitu antara adinda kami Arvy Rizaldy, SE dengan dr. Astrid Deasy
Yulianty. semoga kedua calon pengantin benar-benar mendapat
kebahagiaan dan ridho dari Allah SWT sehingga bisa membangun rumah
tangga yang sakinah, mawaddah dan penuh rahmat. Amin Ya Rabb
al-‘Alamin.
Shalawat dan Salam mari kita haturkan kepada Baginda Rasulullah
Muhammad SAW, junjungan kita, pembawa kabar gembira dan
peringatan, teladan kita dalam membangun rumah tangga bahagia.
Semoga salam sejahtera terus berlimpah kepada beliau, keluarga beliau,
para sahabatnya, dan mereka yang mengikuti jejak-jejaknya hingga hari
kiamat nanti.
ومن أياته أن خلق لكم من أنفسكم أزواجــا لتســكنوا اليهــا وجعــل بينكــم
مودة ورحمة
Artinya:
dan di antara tanda-tanda Kekuasaan-Nya adalah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya
kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. (Q.S. Al-
Rum: 21).
A Rizaldy
أح
ر
ســائ هه
م وحل ه ح ي وحل حك دــ م
ه ــل ــم
م يه ظح ع م
ال ه
ح ــ
ل ال ر
د د فم غح تسم واح ح
ذا ح ه ي
م ه ول ح ق د
ل م و د ق
فدرومه د من حــات حفا م
ســت حغم ه مؤ م ه م
ن وحال د من هي م ح مؤ م ه م
مات وحال د سل ه ح م م م
ن وحال د مي م ح
سل ه ه م م مال د
.حي مم ه فومدر النر ه ه هدوح مالغح د إ هن ن د
DAFTAR PUSTAKA