CA SERVIKS
Disusun Oleh:
NIM : 1820161103
Prodi : D3 Keperawatan
Email : sekretariat@stikesmuhkudus.ac.id
Alamat : Jl. Ganesha I Purwosari Telp./Faks. (0291) 442993 / 437218 Kudus 59316
B. PENYEBAB
Etiologi kanker servik idiopatik atau belum diketahui pasti. Ada beberapa faktor resiko dan
faktor predisposisi yang menonjol yaitu :
1. Perilaku seksual
Banyak faktor yang disebut - sebut mempengaruhi terjadinya kanker serviks. Pada berbagai
penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa golongan wanita yang mulai melakukan hubungan
seksual pada usia < 20 tahun atau mempunyai pasangan seksual yang berganti-ganti lebih
berisiko untuk menderita kanker serviks. Faktor risiko lain yang penting adalah hubungan
seksual suami dengan wanita tuna susila (WTS) dan dari sumber itu membawa penyebab kanker
(karsinogen) kepada isterinya. Data epidemiologi yang tersusun sampai akhir abad 20,
menyingkap kemungkinan adanya hubungan antara kanker serviks dengan agen yang dapat
menimbulkan infeksi. Keterlibatan peranan pria terlihat dari adanya korelasi antara kejadian
kanker serviks dengan kanker penis di wilayah tertentu. Lebih jauh meningkatnya kejadian
tumor pada wanita monogami yang suaminya sering berhubungan seksual dengan banyak wanita
lain menimbulkan konsep “Pria Berisiko Tinggi” sebagai vektor dari agen yang dapat
menimbulkan infeksi. Banyak penyebab yang dapat menimbulkan kanker serviks, tetapi penyakit
ini sebaiknya digolongkan ke dalam penyakit akibat hubungan seksual (PHS). Penyakit kelamin
dan keganasan serviks keduanya saling berkaitan secara bebas, dan diduga terdapat korelasi non-
kausal antara beberapa penyakit akibat hubungan seksual dengan kanker serviks.
2. Kontrasepsi
Kondom dan diafragma dapat memberikan perlindungan. Kontrasepsi oral yang dipakai
dalam jangka panjang yaitu lebih dari 5 tahun dapat meningkatkan risiko relatif 1,53 kali. WHO
melaporkan risiko relatif pada pemakaian kontrasepsi oral sebesar 1,19 kali dan meningkat
sesuai dengan lamanya pemakaian.
3. Merokok
4. Nutrisi
Antioksidan dapat melindungi DNA atau RNA terhadap pengaruh buruk radikal bebas yang
terbentuk akibat oksidasi karsinogen bahan kimia. Banyak sayur dan buah mengandung bahan-
bahan antioksidan dan berkhasiat mencegah kanker misalnya advokat, brokoli, kol, wortel, jeruk,
anggur, bawang, bayam, tomat. Dari beberapa penelitian ternyata defisiensi asam folat (folic
acid), vitamin C, vitamin E, beta karoten/retinol dihubungkan dengan peningkatan risiko kanker
serviks. Vitamin E, vitamin C dan beta karoten mempunyai khasiat antioksidan yang kuat.
Vitamin E banyak terdapat dalam minyak nabati (kedelai, jagung, biji-bijian dan kacang -
kacangan). Vitamin C banyak terdapat dalam sayur-sayuran dan buah-buahan.
Semakin tinggi risiko pada wanita dengan banyak anak, apalagi dengan jarak persalinan yang
terlalu pendek. Dari berbagai literatur yang ada, seorang perempuan yang sering melahirkan
(banyak anak) termasuk golongan risiko tinggi untuk terkena penyakit kanker leher rahim.
Dengan seringnya seorang ibu melahirkan, maka akan berdampak pada seringnya terjadi
perlukaan di organ reproduksinya yang akhirnya dampak dari luka tersebut akan memudahkan
timbulnya Human Papilloma Virus (HPV) sebagai penyebab terjadinya penyakit kanker leher
rahim.
Usia > 35 tahun mempunyai risiko tinggi terhadap kanker leher rahim. Semakin tua usia
seseorang, maka semakin meningkat risiko terjadinya kanker laher rahim. Meningkatnya risiko
kanker leher rahim pada usia lanjut merupakan gabungan dari meningkatnya dan bertambah
lamanya waktu pemaparan terhadap karsinogen serta makin melemahnya sistem kekebalan tubuh
akibat usia.
Ketika terdapat virus ini pada tangan seseorang, lalu menyentuh daerah genital, virus ini akan
berpindah dan dapat menginfeksi daerah serviks atau leher rahim Anda. Cara penularan lain
adalah di closet pada WC umum yang sudah terkontaminasi virus ini. Seorang penderita kanker
ini mungkin menggunakan closet, virus HPV yang terdapat pada penderita berpindah ke closet.
(Sarwono.2006)
C. PATOFISIOLOGI
Kanker serviks biasa timbul di daerah yang disebut squamo - columnar junction (SCJ),
yaitu batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviks,
dimana secara histologik terjadi perubahan dari epitel ektoserviks yaitu epitel skuamosa berlapis
dengan epitel endoserviks yaitu epitel kuboid atau kolumnar pendek selapis bersilia. Letak SCJ
dipengaruhi oleh faktor usia, aktivitas seksual dan paritas. Pada wanita muda SCJ berada di luar
ostium uteri eksternum, sedangkan pada wanita berusia di atas 35 tahun SCJ berada di dalam
kanalis serviks, Oleh karena itu pada wanita muda, SCJ yang berada di luar ostium uteri
eksternum ini rentan terhadap faktor luar berupa mutagen yang akan displasia dari SCJ tersebut.
Pada wanita dengan aktivitas seksual tinggi, SCJ terletak di ostium eksternum karena trauma
atau retraksi otot oleh prostaglandin.
Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada epitel serviks, epitel
kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa yang diduga berasal dari cadangan epitel
kolumnar. Proses pergantian epitel kolumnar menjadi epitel skuamosa disebut proses metaplasia
dan terjadi akibat pengaruh pH vagina yang rendah. Aktivitas metaplasia yang tinggi sering
dijumpai pada masa pubertas. Akibat proses metaplasia ini maka secara morfogenetik terdapat 2
SCJ, yaitu SCJ asli dan SCJ baru yang menjadi tempat pertemuan antara epitel skuamosa baru
dengan epitel kolumnar. Daerah di antara kedua SCJ ini disebut daerah transformasi.
Penelitian akhir-akhir ini lebih memfokuskan virus sebagai salah satu factor penyebab
yang penting, terutama virus DNA. Pada proses karsinogenesis asam nukleat virus tersebut dapat
bersatu ke dalam gen dan DNA sel tuan rumah sehingga menyebabkan terjadinya mutasi sel, sel
yang mengalami mutasi tersebut dapat berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi
kelainan epitel yang disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang, displasia
berat dan karsinoma in-situ dan kemudian berkembang menjadi karsinoma invasif. Tingkat
displasia dan karsinoma in-situ dikenal juga sebagai tingkat pra-kanker. (Sjamsuhidajat2008)
D. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala stadium awal Ca Serviks jarang terdeteksi. Pada tahap lanjut, tanda dan
gejalanya lebih jelas terlihat, diantaranya adalah:
1. Perdarahan spontan
2. Hematuria
3. Nyeri pada pinggang bagian bawah
4. Keluar keputihan atau cairan encer dari kelamin wanita
5. Amenorhea
6. Lemah
7. Hipermenorhea (Mardjikoen, 2009)
Komplikasi :
1. Fistula uretra
2. Disfungsi kandung kemih
3. Anemia trombositopenis
4. Mual,muntah, anoreksia
5. Infeksi pelvis
6. Sistitis dan kulit kering
7. Fistula rektovaginal. (Mardjikoen, 1999)
E. PATHWAYS
F. PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan
Pembedahan
Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar), seluruh
kanker sering kali dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah ataupun melalui LEEP (loop
electrosurgical excision procedure) atau konisasi. Dengan pengobatan tersebut, penderita masih
bisa memiliki anak. Karena kanker bisa kembali kambuh, dianjurkan untuk menjalani
pemeriksaan ulang dan Pap smear setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama dan selanjutnya setiap 6
bulan. Jika penderita tidak memiliki rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani
histerektomi. Pembedahan merupakan salah satu terapi yang bersifat kuratif maupun paliatif.
Kuratif adalah tindakan yang langsung menghilangkan penyebabnya sehingga manifestasi klinik
yang ditimbulkan dapat dihilangkan. Sedangkan tindakan paliatif adalah tindakan yang berarti
memperbaiki keadaan penderita. Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan
untuk mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal). Biasanya
dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO). Umur pasien sebaiknya
sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik, dapat juga pada pasien yang berumur kurang
dari 65 tahun. Pasien juga harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti penyakit
jantung, ginjal dan hepar (Tapan, 2005).
Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta mematikan
parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium II B, III, IV sebaiknya diobati
dengan radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan dengan tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif
atau paliatif. Pengobatan kuratif ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke
sekitarnya atau bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan tetap mempertahankan
sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar seperti rektum, vesika urinaria, usus
halus, ureter. Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan diberikan pada stadium I sampai III B.
Apabila sel kanker sudah keluar ke rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang
diberikan secara selektif pada stadium IV A. Terapi penyinaran efektif untuk mengobati kanker
invasif yang masih terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan sinar berenergi
tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan menghentikan pertumbuhannya. Ada dua jenis
radioterapi yaitu radiasi eksternal yaitu sinar berasal dari sebuah mesin besar dan penderita tidak
perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya dilakukan sebanyak 5 hari atau minggu selama
5-6 minggu. Keduannya adalah melalui radiasi internal yaitu zat radioaktif terdapat di dalam
sebuah kapsul dimasukkan langsung ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 1 - 3 hari dan
selama itu penderita dirawat di rumah sakit. Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1 -
2 minggu. Efek samping dari terapi penyinaran adalah iritasi rektum dan vagina, kerusakan
kandung kemih dan rektum dan ovarium berhenti berfungsi (Gale & Charette, 2000).
o Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat melalui infus, tablet, atau
intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan utamanya untuk membunuh sel kanker dan
menghambat perkembangannya. Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung pada jenis kanker dan
fasenya saat didiagnosis. Beberapa kanker mempunyai penyembuhan yang dapat diperkirakan
atau dapat sembuh dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin hanya
diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan adjuvant. Dalam
beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit dalam periode waktu yang
lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker menyebar luas dan dalam fase akhir,
kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup yang lebih baik.
Kemoterapi secara kombinasi telah digunakan untuk penyakit metastase karena terapi dengan
agen-agen dosis tunggal belum memberikan keuntungan yang memuaskan. Contoh obat yang
digunakan pada kasus kanker serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adrem ycin Platamin),
PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain –lain (Prayetni, 1997).
2. Pencegahan
o Screening
Screening untuk memeriksa perubahan-perubahan leher rahim sebelum adanya gejala-
gejala adalah sangat penting. Screening dapat membantu dokter mencari sel-sel abnormal
sebelum kanker berkembang. Mencari dan merawat sel-sel abnormal dapat mencegah
kebanyakan kanker serviks. Screening juga dapat membantu mendeteksi kanker secara dini,
sehingga perawatan akan menjadi lebih efektif. Beberapa hal lain yang dapat dilakukan dalam
usaha pencegahan terjadinya kanker serviks antara lain :
Vaksin HPV
Sebuah studi menyatakan bahwa kombinasi vaksinasi HPV dan skrining dapat
memberikan manfaat yang besar dalam pencegahan penyakit ini. Vaksin HPV dapat berguna dan
cost-effective untuk mengurangi kejadian kanker serviks dan kondisi pra- kanker, khususnya
pada kasus yang ringan. Vaksin HPV yang terdiri dari 2 jenis dapat melindungi tubuh dalam
melawan kanker yang disebabkan oleh HPV (tipe 16 dan 18). Salah satu vaksin dapat membantu
menangkal timbulnya kutil di daerah genital yang diakibatkan oleh HPV 6 dan 11, juga HPV 16
dan 18.
Penggunaan kondom
Penggunaan kondom bila berhubungan seks dapat mencegah penularan penyakit infeksi
menular seperti gonorrhe, clamidia, dan HIV/AIDS.
Sebuah studi menunjukkan bahwa sirkumsisi pada pria berhubungan dengan penurunan
risiko infeksi HPV pada penis dan pada kasus seorang pria dengan riwayat multiple sexual
partners, terjadi penurunan risiko kanker serviks pada pasangan wanita mereka yang sekarang.
Tidak merokok
Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogen baik yang dihisap sebagai rokok atau
sigaret atau dikunyah. Asap rokok menghasilkan polycyclicaromatic hydrocarbon heterocyclic
nitrosamines. Pada wanita perokok konsentrasi nikotin pada getah serviks 56 kali lebih tinggi
dibandingkan di dalam serum. Efek langsung bahan-bahan tersebut pada serviks adalah
menurunkan status imun lokal sehingga dapat menjadi ko-karsinogen infeksi virus.
Nutrisi
Banyak sayur dan buah mengandung bahan-bahan anti-oksidan dan berkhasiat mencegah
kanker misalnya alpukat, brokoli, kol, wortel, jeruk, anggur, bawang, bayam, tomat. Dari
beberapa penelitian ternyata defisiensi asam folat (folic acid), vitamin C, vitamin E, beta karoten
atau retinol dihubungkan dengan peningkatan risiko kanker serviks. Vitamin E, vitamin C dan
beta karoten mempunyai khasiat antioksidan yang kuat. Antioksidan dapat melindungi
DNA/RNA terhadap pengaruh buruk radikal bebas yang terbentuk akibat oksidasi karsinogen
bahan kimia. Vitamin E banyak terdapat dalam minyak nabati (kedelai, jagung, biji-bijian dan
kacang kacangan). Vitamin C banyak terdapat dalam sayur-sayuran dan buah-buahan (Tapan,
2009).
Penatalaksanaan Keperawatan
1. Menjaga nutrisi supaya tetap adekuat selama menjalani terapi biasanya akan kehilangan
nafsu makan.
2. Melakukan aktifitas fisik. Di sarankan aktifitas sedang yang menyenangkan tetapi tidak
menyebabkan kelelahan.
3. Anjurkan klien untuk istirahat yang cukup.
4. Hindarkan klien dari asap rokok.
5. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi obat secara teratur dan terkontrol.
6. Bersihkan area genitalia klien secara teratur dengan teknik anti sectic
7. Berikan lingkungan yang baik dan bersih.(Haffner LJ. 2008)
Manajemen Diet
Gangguan gizi yang dapat timbul pada pasien penyakit kanker disebabkan kurangnya
asupan makanan, tindakan medk, efek psikologik, dan pengaruh keganasan sel kanker. Gejala
kanker dalam keadaan berat dinamakan cachexia yang manifestasinya secara klinis adalah
anoreksia, penurunan berat badan, gangguan refleks, lemah, anemia, kurang energi protein, dan
keadaan deplesi secara keseluruhan (Almatsier, 2004).
Menurut Almatsier (2004) beberapa faktor penyebab gangguan gizi yang dapat timbul pada
penyakit kanker adalah sebagai berikut :
1. Kurang nafsu makan yang disebabkan oleh faktor psikologik dan lost response terhadap
kanker berupa cepat kenyang atau perubahan pada indra pengecap (lidah).
2. Gangguan asupan makanan dan gangguan gizi karena: gangguan pada saluran cerna,
dapat berupa kesulitan mengunyah, menelan, dan penyumbatan, gangguan absorpsi zat
gizi, kehilangan cairan dan elektrolit karena muntah - muntah dan diare.
3. Perubahan metabolism protein, karbohidrat, dan lemak.
4. Peningkatan pengeluaran energi.
Tujuan Diet : untuk mencapai dan mempertahankan status gizi optimal dengan cara (Almatsier,
2004) :
1. Memberikan makanan yang seimbang sesuai dengan keadaan penyakit serta daya terima
pasien.
2. Mencegah atau menghambat penurunan berat badan secara berlebihan.
3. Mengurangi rasa mual, muntah, dan diare.
4. Mengupayakan perubahan sikap dan perilaku sehat terhadap makanan pasien dan
keluarganya.
G. PENGKAJIAN FOKUS
1. Demografi
o Umur
Terjadi pada usia 45-50 tahun tetapi dapat juga terjadi pada usia 18 tahun.
o Lingkungan
o Kebiasaan
2. Riwayat Kesehatan
o Riwayat Kesehatan Keluarga
Anoreksia, BB menurun.
4. Pengkajian Fisik
o Rambut
o Conjungtiva
Anemis
o Wajah.
Pucat
o Abdomen
Distensi abdomen
o Vagina
Keputihan berbau, warna merah, perdarahan merah tua, berbau dan kental
o Serviks
Ada nodul
5. Pemeriksaan Penunjang
o Laboratorium
o Patologi Anatomi
o Pemeriksaan Diagnostik
Pap smear, kalposkopi, biopsy kerucut, MRI atau CT-Scan abdomen ataupun
pelvis.
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
I. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. http://io-note.blogspot.com/2016/05/laporan-pendahuluan-lp-kanker-serviks-io.html
(Senin,5 oktober 2018 . 20:00)
2. https://www.google.com/search?q=laporan+pendahuluahan+ca+cerviks&ie=utf-
8&oe=utf8&client=firefox-b-ab (Senin , 5 oktober 2018)
3. Brunner dan Suddarth.2008.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah . Volume II. Edisi 8.
Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran EGC.