Anda di halaman 1dari 32

Seni Budaya Kelas 10 Semester 1

RANGKUMAN
Seni Budaya
“KELAS 10”
D
I
S
U
S
U
N
OLEH: Kelompok 1

NAMA :
1. Anansyah Satrio
2. Annisa Maharani
3. Arjuna Muhammad Athhar
4. Aulia Febrianti
5. Daffa Fathin
6. Dhimika Syaiful

KELAS : XII MIPA 2

Guru Pembimbing : Pak IGGA


Bab 1 (Seni Rupa 2 Dimensi)

SENI RUPA 2 DIMENSI


Seni rupa dua dimensi adalah suatu karya seni rupa yang memiliki dua sisi saja, yaitu
sisi panjang dan lebar, sehingga tidak mempunyai ruang karena tidak mempunyai unsur
ketebalan.

Contoh :

1. Lukisan

2. Seni Grafis
Adalah cabang seni rupa yang berbentuk 2 Dimensi yang proses pembuatan karyanya
dengan menggunakan teknik cetak
Teknik – teknik dalam seni rupa 2 dimensi

1. Teknik Plakat yaitu melukis dengan menggunakan cat poster, cat minyak cat akrelik,
dengan goresan yang tebal, sehingga menghasilkan warna pekat dan padat.
2. Teknik Transparan yaitu teknik menggambar / melukis dengan menggunakan cat air,
dengan sapuan warna yang tipis sehingga hasilnya nampak transparan.
3. Teknik Kolase yaitu melukis dengan memotong kertas yang kemudian ditempel sehingga
membentuk lukisan yang realis atau abstrak.
4. Teknik 3M (melipat, menggunting, dan merekat) adalah merupakan proses manipulasi
lembaran kertas menjadi suatu bentuk tiga dimensi.
Unsur – unsur Seni rupa 2 dimensi
a. Titik /Bintik
Titik/bintik merupakan unsur dasar seni rupa yang terkecil. Semua wujud dihasilkan
mulai dari titik. Titik dapat pula menjadi pusat perhatian, bila berkumpul atau berwarna
beda.Titik yang membesar biasa disebut bintik.

b. Garis
Garis adalah goresan atau batas limit dari suatu benda, ruang, bidang, warna, texture,
dan lainnya. Garis mempunyai dimensi memanjang dan mempunyai arah tertentu, garis
mempunyai berbagai sifat, seperti pendek, panjang, lurus, tipis, vertikal, horizontal,
melengkung, berombak, halus, tebal, miring, patah-patah, dan masih banyak lagi sifat-sifat
yang lain. Kesan lain dari garis ialah dapat memberikan kesan gerak, ide, simbol, dan kode-
kode tertentu, dan lain sebagainya. Pemanfaatan garis dalam desain diterapkan guna
mencapai kesan tertentu, seperti untuk menciptakan kesan kekar, kuat simpel, megah ataupun
juga agung. Beberapa contoh symbol ekspresi garis serta kesan yang ditimbulkannya, dan
tentu saja dalam penerapannya nanti disesuaikan dengan warna-warnanya

c. Bidang
Bidang dalam seni rupa merupakan salah satu unsur seni rupa yang terbentuk dari
hubungan beberapa garis. Bidang memiliki dimensi panjang dan lebar, sedangkan bentuk
memiliki dimensi panjang, lebar, dan tinggi. Atau dengan kata lain bidang bersifat pipih,
sedangkan bentuk memiliki isi atau volume. Dari bentuknya bidang maupun bentuk terdiri
dari beberapa macam, yakni; bidang geometris, bidang biomorfis (organis), bidang bersudut,
dan bidang tak beraturan. Bidang dapat terbentuk karena kedua ujung garis yang bertemu,
atau dapat pula terjadi karena sapuan warna. Bidang dibatasi kontur dan merupakan 2
dimensi, menyatakan permukaan, dan memiliki ukuran Bidang dasar dalam seni rupa antara
lain, bidang segitiga, segiempat, trapesium, lingkaran, oval, dan segi banyak lainnya.

d. Bentuk
Bentuk dalam pengertian bahasa, dapat berarti bangun (shape) atau bentuk plastis
(form). Bangun (shape) ialah bentuk benda yang polos, seperti yang terlihat oleh mata,
sekedar untuk menyebut sifatnya yang bulat, persegi, ornamental, tak teratur dan sebagainya.
Sedang bentuk plastis ialah bentuk benda yang terlihat dan terasa karena adanya unsur nilai
(value) dari benda tersebut, contohnya lemari. Lemari hadir di dalam suatu ruangan bukan
hanya sekedar kotak persegi empat, akan tetapi mempunyai nilai dan peran yang lainnya.

e. Tekstur
Tekstur merupakan sifat permukaan sebuah benda. Sifat permukaan dapat berkesan
halus, kasar, kusam, mengkilap, licin, berpori dan sebagainya. Kesan-kesan tersebut dapat
dirasakan melalui penglihatan dan rabaan. Oleh karena itu terdapat dua jenis tekstur, yaitu
tekstur nyata,yaitu sifat permukaan yang menunjukkan kesan sebenarnya antara penglihatan
mata dan rabaan, dan tekstur semu (maya), yaitu kesan permukaan benda yang antara
penglihatan dan rabaan dapat berbeda kesannya.

f. Warna
Teori warna berdasarkan cahaya dapat dilihat melalui tujuh spectrum warna dalam
ilmu Fisika seperti halnya warna pelangi. Secara teori warna dapat dipelajari melalui dua
pendekatan salah satunya adalah teori warna berdasarkan pigmen warna (Goethe) yakni
butiran halus pada warna. Beberapa istilah yang perlu diketahui dalam teori warna pigmen
diantaranya; 

 Warna Primer, yakni warna dasar atau warna pokok yang tidak dapat diperoleh dari
campuran warna lain. Warna primer terdiri dari merah, kuning, dan biru, 
 Warna Sekunder, yaitu warna yang diperoleh dari campuran kedua warna primer,
misalnya warna ungu, oranye (jingga) , dan hijau, 
 Warna Tersier, yakni warna yang merupakan hasil percampuran kedua warna
sekunder, 
 Warna analogus, yaitu deretan warna yang letaknya berdampingan dalam lingkaran
warna, misalnya deretan dari warna ungu menuju warna merah, deretan warna hijau
menuju warna kuning, dan lain-lain, 
 Warna komplementer, yakni warna kontras yang letaknya berseberangan dalam
lingkaran warna, misalnya, kuning dengan ungu, merah dengan hijau, dan lain-lain. 

g. Gelap Terang
Dalam karya seni rupa dua dimensi gelap terang dapat berfungsi untuk beberapa hal,
antara lain: menggambarkan benda menjadi berkesan tiga dimensi, menyatakan kesan ruang
atau kedalaman, dan memberi perbedaan (kontras). Gelap terang dalam karya seni rupa dapat
terjadi karena intensitas (daya pancar) warna, dapat pula terjadi karena percampuran warna
hitam dan putih.

h. Ruang (kedalaman)
Ruang dalam karya tiga dimensi dapat dirasakan langsung oleh pengamat seperti
halnya ruangan dalam rumah, ruang kelas, dan sebaginya. Dalam karya dua dimensi ruang
dapat mengacu pada luas bidang gambar. Unsur ruang atau kedalaman pada karya dua
dimensi bersifat semu (maya) karena diperoleh melalui kesan penggambaran yang pipih,
datar, menjorok, cembung, jauh dekat dan sebagainya. 

Prinsip Seni Rupa 2 dimensi

1. Kesatuan (Unity)
Prinsip Kesatuan (Unity) adalah wadah unsur-unsur lain di dalam seni rupa sehingga
unsur-unsur seni rupa saling berhubungan satu sama lain dan tidak berdiri sendiri.
Sehingga unsur seni rupa akan bersatu padu dalam membangun sebuah komposisi yang
indah, serasi, dan menarik. Prinsip kesatuan merupakan bahan awal komposisi karya seni.

2. Keseimbangan (Balance)

Prinsip keseimbangan berhubungan dengan berat ringan nya suatu karya seni. Karya
seni diatur agar mempunyai daya tarik yang sama di setiap sisinya.
Prinsip keseimbangan ini memberikan pengaruh besar pada kesan suatu susunan unsur-unsur
seni rupa. Balance bisa dibuat secara formal/simetris dan dengan informal/asimetris serta
keseimbangan radial/memancar.

Terdapat 4 jenis keseimbangan, yaitu:


 Keseimbangan Sentral (Terpusat)
 Keseimbangan Diagonal
 Keseimbangan Simetris
 Keseimbangan Asimetris

3. Irama (Rythme)

Irama atau Ryhme merupakan pengulangan satu atau lebih unsur secara teratur dan
terus menerus sehingga mempunyai kesan bergerak. Pengulangan ini bisa berwujud bentuk,
garis, atau rupa-rupa warna.
Pengulangan unsur bentuk jika diletakkan ditempat yang sama maka akan terlihat
statis, berbeda dengan irama harmonis maka menghasilkan nilai estetika yang unik.
Untuk itu pintar-pintar dalam melakukan variasi warna, ukuran, jarak, dan tekstur.
4.  Komposisi

Prinsip seni rupa Komposisi merupakan salah satu prinsip yang menjadi dasar
keindahan dari sebuah karya seni.
Karena komposisi berhubungan dengan penyusunan unsur-unsur seni rupa sehingga
menjadi susunan yang teratur, serasi.
Sehingga menghasilkan karya seni yang bagus dan menarik sehingga dapat bertujuan
untuk menampilkan ekspresi.

5. Proporsi (Kesebandingan)

Prinsip ini bertanggung jawab membandingkan bagian satu dengan bagian lainnya
sehingga terlihat selaras dan enak dipandang.
Besar kecil, panjang pendek, luas sempit, tinggi rendah adalah masalah prinsip proporsi.
Contoh mudah yang bisa kita jadikan gambaran yaitu ketika akan membuat lukisan
tubuh manusia maka bagian tubuh (kita ambil wajah) ukuran antara alis, mata, hidung, mulus
harus seimbang.

6. Pusat Perhatian (Center of Interes)

Prinsip seni rupa ini disebut juga prinsip dominasi adalah usaha untuk menampilkan
bagian tertentu dari karya seni rupa sehingga terlihat menonjol atau gampang nya terlihat
berbeda dengan bagian yang lain di sekitarnya.
Bisa dilakukan dengan cara mengatur posisi, warna, ukuran, dan unsur lainnya.
7. Keselarasan (Harmoni)

Keselarasan adalah prinsip guna menyatukan unsur yang ada di dalam seni rupa dari
berbagai bentuk berbeda.
Keselarasan muncul dengan adanya kesesuaian, kesamaan, dan tidak bertentangan.
Keselarasan bisa dimunculkan dengan cara mengatur warna, pencahayaan, bentuk dengan
rapi atau tidak terlalu mencolok satu sama lain. Tujuan prinsip harmoni ini untuk
menciptakan perpaduan yang selaras.

8. Gradasi

Gradasi merupakan susunan warna berdasarkan tingkat perpaduan berbagai warna


yang digunakan di dalam karya seni secara berangsur angsur.
Prinsip gradasi sering digunakan saat membuat karikatur, lukisan, mozaik, dan seni rupa 2
dimensi lain. Karena gradasi berperan menghidupkan karya seni.

9. Penekanan (Kontras)

Kontras mengatur perbedaan dari 2 unsur yang berlawanan, perbedaan mencolok


terletak di warna, bentuk, dan ukuran sehingga karya seni tidak terkesan selalu lama.
Contoh tokoh Seni rupa 2 dimensi

1. Raden Saleh Sjarif Boestaman 

Raden Saleh lahir di Semarang tahun 1807 – meninggal di Bogor pada tahun
1880. Raden Saleh dilahirkan dalam sebuah keluarga Jawa ningrat. Dia adalah cucu dari
Sayyid Abdoellah Boestaman dari sisi ibunya. Ayahnya adalah Sayyid Hoesen bin Alwi bin
Awal bin Jahja, seorang keturunan Arab.Ibunya bernama Mas Adjeng Zarip Hoesen, tinggal
di daerah Terboyo, dekat Semarang. Sejak usia 10 tahun, ia diserahkan pamannya, Bupati
Semarang, kepada orang-orang Belanda atasannya di Batavia. Kegemaran menggambar
mulai menonjol sewaktu bersekolah di sekolah rakyat (Volks-School).
Keramahannya bergaul memudahkannya masuk ke lingkungan orang Belanda dan
lembaga-lembaga elite Hindia-Belanda. Seorang kenalannya, Prof. Caspar Reinwardt, pendiri
Kebun Raya Bogor sekaligus Direktur Pertanian, Kesenian, dan Ilmu Pengetahuan untuk
Jawa dan pulau sekitarnya, menilainya pantas mendapat ikatan dinas di departemennya.
Kebetulan di instansi itu ada pelukis keturunan Belgia, A.A.J. Payen yang didatangkan dari
Belanda untuk membuat lukisan pemandangan di Pulau Jawa untuk hiasan kantor
Departemen van Kolonieen di Belanda. Payen tertarik pada bakat Raden Saleh dan
berinisiatif memberikan bimbingan.
Payen memang tidak menonjol di kalangan ahli seni lukis di Belanda, namun mantan
mahaguru Akademi Senirupa di Doornik, Belanda, ini cukup membantu Raden Saleh
mendalami seni lukis Barat dan belajar teknik pembuatannya, misalnya melukis dengan cat
minyak. Payen juga mengajak pemuda Saleh dalam perjalanan dinas keliling Jawa mencari
model pemandangan untuk lukisan. Ia pun menugaskan Raden Saleh menggambar tipe-tipe
orang Indonesia di daerah yang disinggahi.

2. Contoh lukisan Raden Saleh :


2.Vincent van Gogh

Vincent Willem van Gogh (30 Maret 1853 – 29 Juli 1890) adalah pelukis pasca-
impresionis Belanda. Lukisan-lukisan dan gambar-gambarnya termasuk karya seni yang
terbaik, paling terkenal, dan paling mahal di dunia. Van Gogh dianggap sebagai salah satu
pelukis terbesar dalam sejarah seni Eropa. Ia merupakan sulung dari 6 bersaudara, putra
pendeta protestan di Groot Zundert, lukisannya beraliran posimpressionisme yang mewakili
era spontanitas emosional dalam seni lukis. Vincent adalah orang yang muram, gelisah, dan
temperamental, namun pengetahuannya sangat luas. Hal ini dapat dilihat di 700 surat yang
dikirimkannya pada saudara yang paling dikasihinya, Theo, yang juga bertugas sebagai
manajernya. Surat-surat ini kemudian diterbitkan sebagai catatan kehidupan Van Gogh pada
1911. 

Contoh Lukisan Van Gogh


Bab 2 (Seni Rupa Tiga
Dimensi)

 A. Pengertian dan Jenis Karya Seni Rupa Tiga Dimensi


Karya seni rupa tiga dimensi adalah karya seni yang dibatasi tidak hanya dengan sisi
panjang dan lebar, tetapi juga dibatasi oleh kedalaman atau disebut juga dengan karya seni
yang memiliki ruang. Adanya tambahan kedalaman inilah yang menjadi pembeda antara
karya seni rupa dua dan tiga dimensi.

Dalam karya seni tiga dimensi, bahan dan medianya dibagi menjadi dua, yaitu bahan dan
media lunak serta bahan dan media keras. Ada 5 ciri-ciri dari seni rupa ini, diantaranya:
o Memiliki ukuran panjang, lebar, tinggi, atau ketebalan
o Dapat dilihat dari berbagai arah atau posisi
o Berdiri sendiri, tidak memerlukan bidang lain untuk penyajian
o Ruang pada karya 3 dimensi bersifat nyata bukan semu
o Tahan lama karena terbuat dari bahan keras seperti kayu, semen, tanah liat
kering dan logam.

 Macam-macam jenis karya seni rupa tiga dimensi.


o Seni patung
Seni patung adalah bentuk padat yang diwujudkan dalam tiga dimensi. Terdapat tiga
teknik yang dapat digunakan dalam seni patung, yaitu teknik pahat, teknik membusir, dan
teknik cetak atau cor.

o Seni keramik
Suatu bentuk dari tanah liat yang telah mengalami proses pembakaran. Terdapat
empat teknik yang dapat digunakan dalam seni keramik, yaitu teknik putar/ butsir, teknit pijit,
teknik gulung, dan teknik cetak.

o Anyaman
Anyaman dalam bentuk tiga dimensi yang ketahanannya baik, yang umum dipakai
adalah bambu, rotan dan bahan sintesis. Hasil anyaman 3 dimensi dari bambu umumnya
berupa perabotan rumah tangga, tetapi seiring perkembangan zaman, kreativitas anyaman
bambu kini merambah ke dunia fasion.

 B. Nilai Estetis Karya Seni Rupa Tiga Dimensi


Nilai estetis karya seni rupa dapat bersifat obyektif dan subyektif

 Nilai Estetis Objektif


Nilai estetis obyektif adalah nilai estetis yang memandang keindahan karya seni rupa
berada pada wujud karya seni itu sendiri. Artinya keindahan dari objek seni adalah tampak
kasat mata

 Niali Estetis Subjektif


Nilai estetis bersifat subyektif adalah estetis yang memandang keindahan tidak hanya
pada unsur-unsur fisik yang diserap oleh mata secara visual, namun ditentukan oleh selera
penikmatnya atau orang yang memihatnya.
BAB 3 (Musik Tradisional)
Musik adalah salah satu cabang kesenian yang mempergunakan bunyi, suara, dan
nada sebagai bahan bakunya (substansi dasar). Musik Tradisional adalah musik yang hidup
dan berkembang secara turun temurun di suatu daerah tertentu.

Ciri-Ciri Musik Tradisional


 Dipelajari Secara Lisan
Musik tradisional adalah musik yang diwariskan secara turun-temurun, maka proses
pembelajarannya terbatas secara lisan. Generasi sebelumnya mewariskan sebuah seni musik
tradisional kepada generasi penerusnya dengan secara langsung dari mulut ke mulut.
 Tidak Memiliki Notasi
Karena pembelajaran secara lisan membuat para pelakunya tidak memiliki catatan
apapun sehingga tidak ada notasi yang tertuang di dalam kertas, partitur, atau semacamnya.
 Bersifat Informal
Musik tradisional secara umum digunakan sebagai suatu bentuk ekspresi masyarakat.
Dengan demikian, keberadaan musik ini kebanyakan digunakan dalam kegiatan rakyat biasa
untuk hiburan atau seni karya yang dapat menghibur masyarakatnya.
 Syair Lagu Berbahasa Daerah
Musik tradisional pada umumnya menggunakan bahasa daerahnya masing-masing.
Namun tidak sebatas itu, seni musik tradisional biasanya turut menghadirkan melodi atau
alunan musik yang sesuai dengan karakter daerahnya. Seperti syair lagu jawa memiliki
alunan musik yang mendayu-dayu dan halus seperti karakter kebanyakan orang jawa.
 Pemainnya Tidak Terspesialisasi
Pemain musik tradisional belajar untuk dapat memainkan setiap instrumen yang ada
dalam suatu jenis musik daerah. Secara umum mereka akan belajar memainkan instrumental
mulai dari yang termudah hingga yang terumit. Dengan demikian, pemain musik daerah yang
sudah mahir akan mempunyai kemampuan untuk memainkan semua instrumen musik
tersebut.
 Lebih Melibatkan Alat Musik Daerah
Umumnya, permainan musik dalam lagu-lagu daerah di Indonesia dibawakan dengan
alat-alat musik khas dari daerah itu sendiri. Contohnya, pagelaran musik sunda dimana
penyanyinya membawakan lagu ‘bubuy bulan’ akan diiringi oleh alat musik khas sunda
seperti karinding dan degung.
 Merupakan Bagian dari Budaya Masyarakat
Musik tradisional merupakan salah satu bentuk kebudayaan yang berkembang di
dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian, setiap ciri kebudayaan masyarakat
penciptanya pasti sudah melekat erat didalamnya.

Fungsi Musik Tradisional


1. Sarana Upacara Budaya/Ritual.
Di beberapa daerah, bunyi yang dihasilkan oleh instrumen atau alat tertentu diyakini
memiliki kekuatan magis. Oleh karena itu, instrumen seperti itu dipakai sebagai sarana
kegiatan adat masyarakat.
2. Sarana Hiburan.
Dalam hal ini, musik merupakan salah satu cara untuk menghilangkan kejenuhan
akibat rutinitas harian, serta sebagai sarana rekreasi dan ajang pertemuan dengan warga
lainnya
3. Sarana Ekspresi Diri.
Bagi para seniman (baik pencipta lagu maupun pemain musik), musik adalah media
untuk mengekspresikan diri mereka. Melalui musik, mereka mengungkapkan perasaan,
pikiran, gagasan, dan cita- cita tentang diri, masyarakat, Tuhan, dan dunia.
4. Sarana Komunikasi.
Di beberapa tempat di Indonesia, bunyi- bunyi tertentu yang memiliki arti tertentu
bagi anggota kelompok masyarakatnya. Umumnya, bunyi- bunyian itu memiliki pola ritme
tertentu, dan menjadi tanda bagi anggota masyarakatnya atas suatu peristiwa atau kegiatan.
5. Pengiring Tarian.
Di berbagai daerah di Indonesia, bunyi- bunyian atau musik diciptakan oleh
masyarakat untuk mengiringi tarian- tarian daerah. Oleh sebab itu, kebanyakan tarian daerah
di Indonesia hanya bisa diiringi oleh musik daerahnya sendiri.
6. Sarana Ekonomi.
Bagi para musisi dan artis professional, musik juga merupakan sumber penghasilan.
Mereka merekam hasil karya mereka dalam bentuk pita kaset dan cakram padat (Compact
Disk/CD) serta menjualnya ke pasaran. Dari hasil penjualannya ini mereka mendapatkan
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Jenis Musik Tradisional


Secara umum, bahasa musik dapat digolongkan menjadi tiga bentuk penyajian yaitu musik
vokal, musik instrumen, dan musik campuran.
1. Musik vokal adalah seni suara yang dihasilkan melalui mulut manusia.
2. Musik Instrument adalah seni suara yang dihasilkan oleh suara alatalat musik atau
media bunyi-bunyian.
3. Seni musik campuran adalah seni suara yang dihasilkan dari paduan seni suara vokal
dan bunyi instrumen.

Dilihat dari segi pergelarannya, seni karawitan atau musik tradisional dapat dibagi dalam tiga
kelompok besar, yaitu:
1. Karawitan Sekar
Karawitan Sekar adalah seni suara, atau vokal daerah yang diungkapkan melalui suara mulut
manusia yang bersentuhan dengan nada, bunyi atau instrumen pendukungnya.
2. Karawitan Gending
Karawitan Gending adalah seni suara yang diungkapkan melalui alat musik daerah, atau alat
bunyi-bunyian.
3. Karawitan Sekar Gending
Karawitan Sekar Gending adalah bentuk penyajian seni suara daerah yang memadukan sekar
dan gending. Sekar gending memiliki arti bentuk sajian seni suara dalam bentuk nyanyian
yang diiringi instrumen.

Jenis Alat Musik Tradisional Berdasarkan Bunyinya:


1. Membranophone
Alat musik yang sumber bunyinya berasal dari membran atau selaput tipis. Alat musik
membranophone umumnya dimainkan dengan cara ditabuh, hal ini karena pada alat musik
membranophone, suara yang dihasilkan berasal dari selaput atau membran yang ditabuh.
Getaran yang tercipta dari pukulan pada kulit tersebut nantinya akan menghasilkan suara.
2. Idiophone
Alat musik yang menggunakan getaran pada badan alat musik itu sendiri sebagai sumber
bunyi. Cara memainkannya pun bermacam-macam, ada yang digoyang-goyangkan, dipukul,
ditepukkan, dan sebagainya. Bunyi yang ditimbulkan juga sangat bervariasi, tergantung dari
jenis bahannya.
3. Chordophone
Alat musik yang menghasilkan suara dengan cara menggetarkan string yang membentang
antara dua titik dengan cara dipetik, digesek, atau ditekan. Umumnya, alat musik jenis ini
memiliki rongga resonansi di bawah dawai-dawainya. Rongga ini berguna untuk memperkuat
bunyi yang dihasilkannya.
4. Aerophone
Alat musik sumber bunyinya dari udara yang masuk melalui pipa melalui alat musik itu
sendiri. Alat musik jenis ini memiliki bagian yang berisi udara. Getaran udara di dalam alat
musik inilah yang menimbulkan bunyi. Alat musik jenis ini biasa dimainkan dengan cara
ditiup atau dipompa.

Fungsi Alat Musik Tradisional


1. Fungsi Melodi
Alat musik ini bertugas memperdengarkan nada-nada suatu lagu. Syaratnya, alat musik
tersebut harus memiliki nada-nada yang bisa digunakan untuk menyanyikan suatu lagu.
Misalnya, gambang dan gender pada gamelan Jawa bisa berfungsi melodi karena masing-
masing memiliki titinada.
2. Fungsi Ritme
Alat musik dengan fungsi ritme menjadi penanggung jawab kecepatan melodi. Misalnya,
dalam gamelan Jawa, Bali dan Sunda, kendang berfungsi sebagai ritme.
3. Fungsi Harmoni
Alat musik yang memiliki fungsi harmoni berperan menyelaraskan beberapa unsur bunyi
dalam satu kepaduan, dengan cara melengkapi unsur bunyi dari kekhasannya. Misalnya,
dalam musik degung peran harmoni diperankan oleh bonang, jengglong, dan gong.
Bab 4 (Pertunjukan Musik)

 A. Konsep Dasar
Pada hakekatnya pertunjukan musik adalah sebagai media komunikasi untuk
memperlihatkan karya hasil berekspresi dan berkreasi seseorang kepada orang lain. Kegiatan
pertunjukan sebuah karya seni baik musik, tari, rupa, dan atau pertunjukan kolaborasi dari
tiga jenis bidang seni tersebut dapat memberi pengaruh kepada perubahan kognisi dan afeksi
penikmatnya, meski tidak bisa memperoleh umpan balik secara langsung. 
Berdasarkan pertunjukkan seni itu pula akan dapat tertanam berbagai perubahan
afeksi yang tumbuh dan berkembang dari kegiatan pertunjukan seni tersebut, antara lain
memupuk sikap percaya diri, tanggung jawab, disiplin, berani tampil di depan orang banyak,
dan berani mengekspresikan diri.
Tahukah kamu bahwa dalam pertunjukan seni ada faktor positif yang tertanam? Dapat
diketahui bahwa pada kegiatan berekspresi dan berkreasi, seseorang diberi pengalaman
mencipta atau memproduksi karya baru dan pengalaman mempertunjukan serta mereproduksi
karya yang sudah ada. Dalam pertunjukan seni dan kolaborasi seni musik, tari dan rupa,
kegiatan mereproduksi (memperagakan dan mempertunjukkan) karya yang telah ada
merupakan bentuk kreasi. 
Kreasi pada hakekatnya adalah melahirkan sesuatu, dan menciptakan sesuatu yang
belum ada. Adapun kolaborasi seni dapat diartikan sebagai kerja sama dari atau antara dua
atau lebih suatu cabang seni.
Hubungan yang erat  antara musik dan gerakan telah lama diketahui oleh para ahli
pendidikan musik. Sebagaimana dikemukakan oleh Barrett, McCoy, dan Veblen (1997) 
bahwa, “ melalui gerakan tubuh, bernyanyi, dan memainkan musik. Misalnya,
memperlihatkan cara seseorang menggunakan organ tubuhnya untuk mempelajari musik,
internalisasi ritmik, serta menghubungkan antara bunyi dan gerakan ”.
BAB 5 (Gerak Dasar Tari)
Para ahli memiliki beberapa pengertian dari gerak dasar tari, diantara lainnya ialah
berikut:
Tari merupakan sebuah expresi di penjiwaan melalui sebuah pergerakan ritmis yang
sangat estetis (indah). Maksud dari pada expresi di penjiwaan yakni cetusan emosianal serta
rasa yang diiringi dari kemauan diri. Maksud dari gerak ritmis pula yakni gerak tari yang ikut
serta kepada irama, sehingganya dapat memberikan daya tarik kepada penonton ataupun
penikmatnya. (Soedarsono)
Tari merupakan sebuah ungkapan perasaan didalam hati si penarinya, yang membawa
sebuah ungkapan menggunakan gerakan tubuh yang melalui tarian yang sangat indah. (Corie
Hartong)
Di dalam gerak terkandung tenaga / energi yang mencakup ruang dan waktu. Artinya
gejala yang menimbulkan gerak adalah tenaga dan bergerak berarti memerluang ruang dan
membutuhkan waktu ketika proses gerak berlangsung. Rudolf Von Laban membagi aspek
gerak menjadi beberapa bagian yaitugerak bagian kepala, kaki, tangan dan badan (the Body),
jarak.
Rentangan atau tingkatan gerak (space) dan gerak yang kuat, lemah, elastis, penekanan
(dynamich). Oleh karena itu timbulnya gerak tari tberasal dari hasil proses pengolahan yang
telah mengalami stilasi (digayakan) dan distorsi (pengubahan), yang kemudian melahirkan
dua jenis gerak yaitu gerak murni dan gerak maknawi.
Berikut ini merupakan beberapa gerak murni yang terdapat pada tari tradisi:

Gerak Dasar Tangan


 Nyekiting merupakan pertemuan ibu jari pada jari tengah yang membentuk lingkaran,
jari yang lainnya melengkung
 Ngrayung merupakan ibu jari yang ditekuk sampai di depan sebuah telapak tangan
serta jari yang lain itu lurus.
 Ngruji ialah ibu jari yang menekuk sampai dapat menempel di depan dari telapak
tangan, jari yang lainnya lurus ke atas serta merapat.
 Nyempurit ialah ibu jari yang bertemu jari telunjuk jari yang lainnya menekuk yang
berurutan.
 Ngrekoto yakni ibu jari yang ditekuk didepan telapak tangan serta jari telunjuk yang
menekuk ke bawah sehingganya saling berhadapan tetapi tak menempel serta jari yang
lainnya lurus serta merapat.
 Baya mangap yakni membuka ke samping serta jari yang lainnya lurus merapat.
 Nggregem ialah ibu jari yang membuka kesamping serta menekuk sedangkan jari
yang lainnya menggregem ataupun mengepal.
 Ranggah menjangan yakni kedua tangan yang melakukan baya mangap serta
diletakan di atas bahunya.
 Kambeng yakni kedua tangan itu melakukan nggregem lalu diangkat ke depan dada,
lalu siku membentuk sebuah sudut 90 derajat.
Gerak Dasar Kaki
 Adeg-adeg (Jawa) adalah kesiapan sikap dasar kaki pada saat mulai menari.
 Wedhi kengser (Jawa) dan seser (sunda) adalah gerak menggeser tel apak kaki ke
samping kanan dan kiri.
 Trecet adalah gerakan bergeser ke samping (kiri atau kanan) dengan kaki jinjit dan
lutut di tekuk.
 Trisig (Jawa) adalah gerakan berpindah tempat, maju mundur dan berputar dengan
berlari kecil, jinjit dan tubuh agak merendah.
Gerak Dasar Kepala
 Gilek adalah kepala membuat lengkungan ke bawah, kiri dan kanan.
 Galieur adalah gerak halus pada kepala yang dimulai dari menarik dagu, kemudian
ditarik dengan leher kembali ke arah tengah.
 Pacak gulu dan jiling adalah gerak kepala ke kiri dan ke kanan secara cepat.

Setiap etnis di Indonesia memiliki gerak dasar tari berbeda. Salah satu factor yang
mempengaruhi perbedaan gerak adalah factor sosial. Hal ini terjadi karena tari merupakan
bagian dari kehidupan masyarakat pendukungnya. Gerak dasar tari Minang misalnya lebih
banyak diambil dari ragam gerak pencak silat. Demikian juga jika diperhatikan beberapa
ragam gerak daerah Banyuwangi memiliki kemiripan dengan ragam gerak Banyumasan.
Gerak tari dapat dilakukan secara baik dan benar jika teknik dan prosedur sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dari mana gerak tari itu berasal. Gerak pada tari tradisi sering
memiliki standar atau aturan baku yang harus dilakukan. Gerak agem pada tari Bali memiliki
teknik dan prosedur baku sehingga kesalahan sedikit akan terlihat dengan jelas. Seorang
penari dapat melakukan teknik dan prosedur gerak tari tradisi dengan baik jika dilakukan
secara terus menerus dan berkesinambungan. Penari-penari tradisi melakukan satu jenis tari
berulang dan semakin dilakukan semakin terlihat kemampuan keterampilan melakukan gerak
semakin meningkat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa teknik dan prosedur setiap
gerak dilakukan berbeda-beda.
BAB 6 (Bentuk, Jenis dan Nilai Estetis Gerak Tari)
Gerak tari dapat dilakukan secara baik dan benar jika teknik dan prosedur sesuai
dengan ketentuan yang berlaku dari mana gerak tari itu berasal. Gerak pada tari tradisi sering
memiliki standar atau aturan baku yang harus dilakukan. Gerak agem pada tari Bali memiliki
teknik dan prosedur baku sehingga kesalahan sedikit akan terlihat dengan jelas.
Seorang penari dapat melakukan teknik dan prosedur gerak tari tradisi dengan baik jika
dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan. Penari-penari tradisi melakukan satu
jenis tari berulang dan semakin dilakukan semakin terlihat kemampuan keterampilan
melakukan gerak semakin meningkat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa teknik dan
prosedur setiap gerak dilakukan berbeda-beda.
Berdasarkan dari pengertian bentuk tari di atas maka dapat disimpulkan bahwa bentuk tari
berdasarkan geraknya, yaitu terdiri atas:
a. Tari representasional.
Tari representasional yaitu tari yang secara utuh menggambarkan sesuatu dengan jelas
(wantah), misalnya tari tani yang menggambarkan seorang petani, tari nelayan yang
menggambarkan seorang nelayan atau tari Bondan yang menggambarkan tentang kasih
sayang ibu kepada anaknya.
b. Tari non representasional.
Tari non representasional adalah tari yang melukiskan atau menggambarkan sesuatu
dengan cara simbolis yang biasanya menggunakan gerak-gerak yang bersifat maknawi.
Contohnya tari ini misalnya, Tari Topeng Klana, Tari Srimpi, dan Tari Bedaya.
Berdasarkan dari pengertian bentuk tari di atas maka dapat disimpulkan bahwa bentuk tari
berdasarkan geraknya, yaitu terdiri atas:
a. Tari representasional.
Tari representasional yaitu tari yang secara utuh menggambarkan sesuatu dengan jelas
(wantah), misalnya tari tani yang menggambarkan seorang petani, tari nelayan yang
menggambarkan seorang nelayan atau tari Bondan yang menggambarkan tentang kasih
sayang ibu kepada anaknya.
b. Tari non representasional.
Tari non representasional adalah tari yang melukiskan atau menggambarkan sesuatu
dengan cara simbolis yang biasanya menggunakan gerak-gerak yang bersifat maknawi.
Contohnya tari ini misalnya, Tari Topeng Klana, Tari Srimpi, dan Tari Bedaya.
Nilai estetika pada gerak tari tidak hanya dilihat secara keseluruhan tapi juga dapat dilihat
pada gerakannya. Nilai estetika gerak tari dapat diperoleh dengan melihat atau visual dan
pendengaran atau auditif.

Nilai estetika secara visual berdasarkan pada gerak yang dilakukan, sedangkan secara
pendengaran atau auditif berdasarkan iringan tarinya. Perlu diketahui pula bahwa nilai
estetika bersifat subjektif dengan maksud bahwa gerak bagi orang tertentu mungkin memiliki
nilai estetika yang baik namun bagi orang lain mungkin belum tentu baik, namun meskipun
demikian penilaian ini bukan berarti bahwa tari yang ditampilkan baik atau kurang baik.
Contohnya Gerak pada tari merak, merupakan ungkapan keindahan dari gerak gerik
kehidupan burung merak dimana keindahan tersebut dituangkan dalam bentuk dari gerak
yang satu ke gerakan yang lainnya sehingga menjadi satu kesatuan gerak yang utuh.
Demikian pula tari yang berkembang di daerah Dayak (Kalimantan) terinspirasi dari
keindahan burung Enggang. Kepak sayap burung Enggang diwujudkan dalam bentuk gerakan
tari yang lemah gemulai namun cekatan serta tangkas.
Setiap tarian memiliki simbol dan jenis ragam gerak dasar untuk menjadikan ciri khas
gerak pada tarian tersebut. Sehingga tarian tersebut memiliki nilai estetis yang tinggi untuk
dapat dinikmati oleh penonton.
Ragam gerak dasar yang berbeda antara tarian satu dengan yang lainnya akan menjadi ciri
khas tersendiri, menghargai perbedaan tersebut dan mensyukurinya bahwa Tuhan Yang Maha
Esa telah menciptakan suku dan bangsa yang berbeda-beda
BAB 7 (Teater)
A.      PENGERTIAN TEATER TRADISIONAL
1.         Arti Teater
Kata “Teater” berasal dari kata yunani kuno yakni theatron, yang dalam bahasa
inggris seeing place dan dalam bahasa Indonesia “tempat untuk menonton” yaitu cabang dari
seni pertunjukan yang berkaitan dengan akting/seni kiprah di depan penonton dengan
menggunakan gabungan dari ucapan, gestur (gerak tubuh), mimik, boneka, musik, tari dan
lain-lain.
Teater yaitu salah satu bentuk kegiatan insan yang secara sadar menggunakan
tubuhnya sebagai unsure utama yang menyatakan dirinya yang mewujudkan dalam suatu
karya seni pertunjukan (pementasan) yang didukung dengan unsur gerak, suara, bunyi, dan
rupa yang dijalin dalam kisah (lakon).
Secara etimologis : Teater yaitu gedung pertunjukan atau auditorium. Dalam arti
luas : Teater ialah segala tontonan yang dipertunjukkan di depan orang banyak. Dalam arti
sempit : Teater yaitu drama, kisah hidup dan kehidupan insan yang diceritakan di atas pentas
dengan media : Percakapan, gerak dan laris didasarkan pada naskah yang tertulis ditunjang
oleh dekor, musik, nyanyian, tarian, dsb. Misalnya wayang orang, ketoprak, ludruk, arja,
reog, lenong, topeng, dagelan, sulapan akrobatik, bahkan pertunjukan grup band dan lain
sebagainya. Dalam arti sempit/khusus: drama, kisah hidup dan kehidupan insan yang
diceritakan di atas pentas, disaksikan oleh penonton, dengan media percakapan, gerak dan
laku, dengan atau tanpa dekor (setting), didasarkan atas naskah yang tertulis (hasil dari seni
sastra) dengan atau tanpa musik, nyanyian, tarian.

2.      Definisi Teater Tradisional


Sejarah teater tradisional di Indonesia dimulai semenjak sebelum Zaman Hindu. Pada
zaman tersebut, terdapat gejala bahwa unsur-unsur teater tradisional banyak digunakan untuk
mendukung upacara ritual. Dimana Teater tradisional yaitu adalah kepingan dari suatu
upacara keagamaan ataupun upacara adat-istiadat dalam tata cara kehidupan masyarakat.
Penyebutan teater pada ketika itu sebetulnya gres yaitu unsur-unsur teater, dan belum yaitu
suatu bentuk kesatuan teater yang utuh. Setelah melepaskan diri dari kaitan upacara, unsur-
unsur teater tersebut membentuk suatu seni pertunjukan yang lahir dari spontanitas rakyat
dalam masyarakat lingkungannya.
Proses terjadinya atau munculnya teater tradisional di Indonesia sangat bervariasi dari
satu tempat dengan tempat lainnya. Hal ini disebabkan oleh unsur-unsur pembentuk teater
tradisional itu berbeda- beda, tergantung kondisi dan perilaku budaya masyarakat, sumber
dan tata-cara di mana teater tradisional lahir.
Teater tradisional atau yang juga dikenal dengan istilah “Teater daerah” yaitu adalah suatu
bentuk pertunjukan dimana para pemainnya berasal dari tempat setempat dengan
membawakan kisah yang bersumber dari kisah-kisah yang semenjak dulu telah berakar dan
dirasakan sebagai milik sendiri oleh setiap masyarakat yang hidup di lingkungan tersebut,
contohnya mitos atau legenda dari tempat itu. Dalam teater tradisional, segala sesuatunya
diubahsuaikan dengan kondisi adat istiadat, diolah sesuai dengan keadaan sosial masyarakat,
serta struktur geografis masing-masing daerah. Teater Tradisional mempunyai ciri-ciri yang
spesifik kedaerahan dan menggambarkan kebudayaan lingkungannya.
Teater yang berkembang dikalangan rakyat disebut teater tradisional, sebagai lawan
dari teater modern dan kontemporer. Teater tradisional tanpa naskah (bersifat inprovisasi).
Sifatnya supel, artinya dipentaskan disembarang tempat. Jenis ini masih hidup dan
berkembang didaerah-daerah seluruh Indonesia. Teater tradisional tidak menggunakan
naskah. Sutradara Istimewa untuk menugasi pemain untuk memainkan tokoh tertentu. Para
pemain di tuntut mempunyai spontanitas dalam berimprovisasi yang tinggi.
Contoh teater tradisional antara lain: ludruk (Jawa timur), ketoprak (Jawa tengah), dan
lenong (Jawa barat) .Yang disebut teater tradisional itu, oleh Kasim Ahmad diklarifikasikan
menjadi 3 macam, yaitu:
a.         Teater rakyat
Sifat teater rakyat sama halnya menyerupai tradisional, yaitu improvisasi, sederhana,
impulsif dan menyatu dengan kehidupan rakyat. Contohnya antara lain: Makyong dan Mendu
didaerah Riau dan Kalimantan Barat, Randai dan Bakaba di Sumatera Barat, Ketoprak,
Srandul, Jemblung di Jawa Tengah dan lain sebagainya.
b.        Teater Klasik
Sifat teater ini sudah mapan, artinya segala sesuatunya sudah teratur, dengan cerita,
pelaku yang terlatih, gedung pertunjukkan yang memadai dan tidak lagi menyatu dengan
kehidupan rakyat (penontonnya). Lahirnya jenis teater ini dari sentra kerajaan. Sifat
feodalistik tampak dalam jenis teater ini. Contohnya: wayang kulit, wayang orang dan
wayang golek. Ceritanya statis, tetapi mempunyai daya tarik berkat kretatifitas dalang atau
pelaku teater tersebut dalam menghidupkan lakon.
c.         Tetaer Transisi
Teater transisi yaitu teater yang bersumber dari teater tradisional, tetapi gaya
penyajiannya sudah dipengaruhi oleh teater barat. Jenis teater menyerupai komedi istambul,
sandiwara dardanela, srimulat dan sebagai contoh, pola ceritanya sama dengan ludruk atau
ketoprak, tetapi jenis ceritanya diambil dari dunia modern. Musik, dekor dan properti lain
menggunakan tehnik barat.

B.       UNSUR-UNSUR TEATER TRADISIONAL


Unsur-unsur dalam pementasan teater tradisional yaitu sebagai berikut.
1.         Tema
Tema yaitu pikiran pokok yang mendasari kisah drama. Pikiran pokok tersebut di
kembangkan sedemikian rupa sehingga menjadi kisah yang seru dan menarik.  Tema sanggup
di persempit menjadi topik kemudian topik tersebut di kembangkan menjadi kisah dalam
teater dengan dialpg-dialognya. Sementara itu, judul sanggup diambil dari isi ceritanya.

2.         Plot
Plot yaitu rangkaian insiden atau jalan kisah dalam drama. Plot terdiri atas konflik yang
berkembang secara bertahap, dari sederhana menjadi kompleks, klimaks, hingga
penyelesaian. Tahapan plot yaitu sebagai berikut

a.         Eksposisi
Perkenalan tokoh melalui adegan-adegan dan obrolan yang mengantarkan penonton pada
keadaan yang nyata.

b.        Konflik
Pada tahapan ini mulai ada insiden atau insiden atau insiden yang melibatkan tokoh dalam
masalah.
c.            Komplikasi
Insiden yang terjadi mulai berkembang dan menjadikan konflik semakin banyak, rumit dan
saling terkait tetapi belum tampak pemecahan masalahnya.

d.        Klimaks
Berbagai konflik telah hingga pada puncaknya atau puncak ketegangan bagi para penonton.
Disinilah konflik atau pertikaian antar tokoh semakin memanas.
e.            Penyelesaian
Tahap ini yaitu final penyelesaian konflik. Disini, penentuan ceritanya akan berakhir
menyenangkan,mengharukan, tragis, atau menjadikan sebuah teka-teki bagi para penonton.

3.         Penokohan
Penokohan dalam teater meliputi beberapa hal di antaranya sebagai berikut.
a.         Aspek Fsisikologis
Aspek ini berkaitan dengan penamaan, ekspo dan keadaan fisik tokoh. Keadaan fisik antara
lain tinggi, pendek, warna rambut, rambut panjang, gemuk, kurus atau warna kulit.
b.        Aspek Sosiologis
Aspek ini berkaitan dengan keadaan sosial tokoh, yaitu interaksi atau kiprah sosial tokoh
dengan tokoh lain.
c.         Aspek sosiologis
Aspek ini berkaitan dengan abjad yaitu keseluruhan ciri-ciri jiwa atau kepribadian
seorang tokoh. Jenis abjad dalam sebuah pementasan teater antara lain protagonis, antagonis,
figuran serta tritagonis.
Penokohan/karakter pelaku utama yaitu pelukisan karakter/kepribadian pelaku utama.
Penokohan bersahabat hubungannya dengan perwatakan. Penokohan berafiliasi dengan nama
pelaku, jenis kelamin, usia, bentuk fisik, dan kejiwaannya. Perwatakan berafiliasi dengan
sifat pelaku. Dalam teater penokohan sanggup dikelompokkan ke dalam tiga macam, yaitu:
 Tokoh protagonis, yaitu tokoh yang pertama kali mengambil prakarsa dalam cerita.
Tokoh protagonis yaitu tokoh yang pertama mengalami benturan-benturan atau masalah,
mempunyai sifat yang baik sehingga penonton biasanya berempa
 Tokoh antagonis, yaitu tokoh yang menentang tokoh protagonis atau tokoh yang
menentang cerita. Tokoh antagonis biasanya mempunyai sifat jahat.
 Tokoh tritagonis, yaitu tokoh penengah serta pendamai dua pihak (tokoh protagonis
dan tokoh antagonis) dan penyelesaian ketegangan.

4.         Dialog
Dialog yaitu percakapan antar tokoh (yang bersamaan dalam satu gerak atau adegan) untuk
merangkai jalannya kisah. Dialog harus mendukung abjad tokoh, mengarahkan plot dan
mengungkap makna yang tersirat.
5.         Bahasa
Bahasa yaitu materi dasar naskah atau skenario dalam wujud kata dan kalimat. Kata
dan kalimat harus sanggup mengungkapkan pikiran dan perasaan secara komunikatif dan
efektif.

6.         Ide dan Pesan


Ide dan pesan dalam pertunjukan harus sanggup di tuliskan oleh penulis dan di
implementasikan di atas panggung oleh pemeran. Ide sanggup di sanggup dengan cara
merekayasa secara logis, sehingga selain sanggup menghibur, pementasan teater juga
menampilkan pesan moral melalui nilai-nilai pendidikan.

7.         Setting
Setting atau latar yaitu keadaan tempat dan suasana terjadinya suatu adegan di
panggung. Setting ini sanggup meliputi tata panggung dan tata lampu.
C.      CIRI-CIRI TEATER TRADISIONAL

Teater tradisional tiap-tiap tempat mempunyai keunikan yang berbeda-beda. Namun,


secara umum teater tradisional mempunyai ciri-ciri yang bersifat sama (kecuali teater
transisi), yaitu :
1.         Tidak ada naskah
Teater tradisional biasanya tidak menggunakan naskah. Para pelaku istimewa untuk
diberi garis besar ceritanya (Wos). Mereka berbicara secara impulsif mengikuti pembicaraan
pelaku lain. Oleh lantaran itu, pelaku dituntut sanggup berimprovisasi. Jika tidak bisa,
jalannya pertunjukan akan tersendat-sendat.

2.         Persiapan dilakukan secara sederhana


Pada umumnya teater tradisional tidak mempunyai perencanaan yang formal dan
tidak ada penjadwalan secara rinci. Persiapan, latihan, dan persiapan dilaksanakan secara
sederhana. Misalnya, persiapan dilakukan tanpa menggunakan naskah, pelaku Istimewa
untuk diberi garis besar ceritanya. Sutradara tidak menciptakan perencanaan latihan secara
formal, latihan Istimewa untuk dilakukan pada ketika akan pentas. Pada ketika pelaksanaan,
persiapan peralatan pun dilakukan secara sederhana. Dekorasi, tata rias, tata busana, tata
lampu, dan tata musik dipersiapkan secara sederhana juga.

3.         Ceritanya monoton
Cerita teater tradisional biasanya monoton, tidak bermacam-macam dan tidak
bervariasi menyerupai bervariasinya kehidupan manusia. Biasanya kisah diambil dari kisah
rakyat tempat setempat, menyerupai dongeng, hikayat, atau kisah kepahlawanan (epos)
tempat setempat. Ini berbeda dengan teater modern yang ceritanya lebih bervariasi. Teater
modern bercerita perihal segala aspek kehidupan manusia, menyerupai keagamaan, ekonomi,
kemasyarakatan dan budaya.
4.         Menyatu dengan masyarakat 
Teater tradisional bersifat fleksibel, artinya pertunjukan itu sanggup dilaksanakan
dimana saja, teater tradisional tidak memerlukan tempat khusus. Bahkan, sanggup menyatu
dengan masyarakat. Hal ini disebabkan lantaran teater tradisonal tidak memerlukan
perlengkapan yang kompleks.

D.      MACAM-MACAM TEATER TRADISIONAL

1. Wayang
Wayang dikenal semenjak zaman prasejarah yaitu
sekitar 1500 tahun sebelum Masehi. Masyarakat Indonesia
memeluk kepercayaan animisme berupa pemujaan roh nenek
moyang yang disebut hyang atau dahyang, yang diwujudkan
dalam bentuk arca atau gambar. Wayang yaitu seni
tradisional Indonesia yang terutama berkembang di Pulau
Jawa dan Bali. Pertunjukan wayang telah diakui oleh
UNESCO pada tanggal 7 November 2003, sebagai karya
kebudayaan yang mengagumkan dalam bidang kisah narasi
dan warisan yang indah dan sangat berharga. G.A.J. Hazeu
menyampaikan bahwa wayang dalam bahasa/kata Jawa
berarti: bayangan
2. Ketoprak
Ketoprak merupakan teater tradisional yang populer di
Jawa Tengah. Pada mulanya Ketoprak hanyalah permainan
orang - orang desa yang sedang menghibur diri dengan
menabuh lesung di bulan Purnama, yang disebut gejogan.
Pada perkembangannya menjadi suatu bentuk tontonan teater
tradisional yang lengkap. Semula disebut ketoprak lesung,
kemudian dengan dimasukkannya musik gendang, terbang,
suling, nyanyian dan lakon yang menggambarkan kehidupan
rakyat di pedesaan, maka lengkaplah Ketoprak sebagaimana
yang sekarang kita kenal. Ketoprak pertama kali dipentaskan
sekitar tahun 1909.

3. Lenong
Lenong merupakan teater tradisional Betawi yang
menggunakan musik Gambang Kromong. Lenong terbagi
menjadi Lenong Denes dan Lenong Preman. Tontonan
Lenong Denes (yang lakonnya tentang raja - raja dan pangeran)
sekarang sudah jarang kita jumpai, karena hampir tidak ada
penerusnya. Pertunjukan Lenong Preman (yang lakonnya
tentang rakyat jelata) seperti yang kita kenal sekarang, pada
mulanya dimainkan semalam suntuk. Karena jaman berkembang
dan tuntutan keadaan, maka terjadi perubahan- perubahan.
Bersamaan dengan diresmikannya Pusat Kesenian Jakarta (Taman Ismail Marzuki), lenong
yang tadinya hanya dimainkan di kampung - kampung, oleh SM. Ardan dibawa ke Taman
Ismail Marzuki, tapi waktu pertunjukannya diperpendek menjadi satu sampai dua
setengah jam saja. Teater tradisional Betawi yang lain adalah Topeng Betawi,
Topeng Blantek dan Jipeng (Jinong). Topeng Betawi menggunakan musik Tabuhan Topeng
Akar, Topeng Blantek menggunakan musik Tabuhan Rebana Biang dan Jipeng atau Jinong
menggunakan musik Tanjidor.  Bahasa yang digunakan adalah bahasa Betawi.
Berdasarkan sejarahnya, Lenong mendapat pengaruh dari teater Bangsawan.

4. Longser
Longser merupakan teater tradisional di Jawa
Barat. Menurut pendapat, kata Longser berasal dari kata
"Melong"  yang berarti melihat dan "seredet" yang berarti
tergugah. Diartikan bahwa siapa yang melihat
pertunjukan hatinya akan tergugah. Sebagaimana dengan
tontonan teater tradisional yang lain, tontonan Longser
juga bersifat hiburan. Sederhana, jenaka
dan menghibur. Tontonan Longser bisa diselenggarakan
di mana saja, karena tanpa dekorasi yang rumit. Dan
penonton bisa menyaksikannya dengan duduk melingkar.

5. Ludruk
Ludruk merupakan teater tradisional di Jawa
Timur yang bersifat kerakyatan. Asalnya dari Jombang.
Menggunakan bahasa Jawa dialek Jawa Timuran.
Pada perkembangannya,Ludruk menyebar ke daerah - daerah di sebelah barat, karesidenan
Madiun, Kediri sampailah ke Jawa Tengah.Pada tontonan Ludruk, semua perwatakan
dimainkan oleh laki - laki. Cerita yang dilakonkan biasanya tentang sketsa kehidupan rakyat
atau masyarakat, yang dibumbui dengan perjuangan melawan penindasan. Unsur parikan atau
kidungan di dalam Ludruk pengaruhnya sangat besar. Misalnya, parikan yang
dilantunkan oleh Cak Durasim di zaman penjajahan Jepang, membuat Cak Durasim
berurusan dengan kempetei Jepang.

6. Mamanda
Mamanda merupakan teater tradisional yang berasal dari
Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Tahun 1897, datanglah
rombongan bangsawan Malaka ke Banjar Masin, yang ceritanya
bersumber dari syair Abdoel Moeloek. Meskipun masyarakat
Banjar sudah mengenal wayang, topeng, joget, Hadrah, Rudat,
Japin, tapi rombongan Bangsawan ini mendapat tempat tersendiri
di masyarakat.Pada perkembangannya nama Bangsawan merubah
menjadi Badamuluk. Dan berkembang lagi menjadi Bamanda atau
mamanda. Kata Mamanda berasal dari kata “mama” yang berarti
paman atau pakcik dan “nda” yang berarti yang terhormat.
Mamanda berarti Paman yang terhormat. Struktur dan perwatakan pada tontonan Mamanda
sampai sekarang tidak berubah. Yang berubah hanyalah tata busana, tata musik dan ekspresi
artistiknya.

7. Arja
Arja merupakan teater tradisional di Bali. Cukup banyak
bentuk teater tradisional yang ada di Bali. Arja juga
merupakan teater tradisional Bali yang bersifat kerakyatan.
Penekanan pada pertunjukan Arja adalah tarian dan nyanyian.
Pada awalnya tontonan Arja dimainkan oleh laki - laki, tapi pada
perkembangannya lebih banyak pemain wanita, karena
penekanannya pada tari. Arja umumnya mengambil lakon dari
Gambuh, yaitu yang bertolak dari cerita Gambuh. Namun seiring
perkembangan, dimainkan juga lakon dari Ramayana dan
Mahabharata. Tokoh - tokoh yang muncul dalam Arja adalah
Melung (Inye, Condong) pelayan wanita, Galuh atau Sari, Raja Putri, Limbur atau
Prameswari, mantri, dll.

8. Kemidi Rudat
Kemidi Rudat merupakan teater tradisional kebudayaan
Melayu. Irama musiknya pun bernuansa Melayu. Dengan instrumen
musik rebana, tambur, biola dan gamelan. Bahkan lakon - lakonnya
pun bersumber dari cerita Melayu lama dan dialognya diucapkan
dalam bahasa Melayu.

9. Kondobuleng
Kondobuleng merupakan teater tradisional yang berasal
dari suku Bugis, Makassar. Kondobuleng berasal dari kata
"kondo" yang berarti bangau dan "buleng" yang berarti putih.
Yang kalau di artikan berarti bangau putih.
Tontonan Kondobuleng ini mempunyai makna simbolis. Sebagaimana teater tradisional
umumnya, tontonan Kondobuleng juga dimainkan secara spontan. Ceritanya simbolik,
tentang manusia dan burung bangau. Dan dimainkan dengan gaya lelucon, banyolan yang
dipadukan dengan gerak stilisasi. Yang unik dari tontonan ini adalah tidak adanya batas
antara karakter dengan properti yang berlangsung pada adegan tertentu. Mereka pelaku, tapi
pada adegan yang sama mereka adalah perahu yang sedang mengarungi samudera. Tapi pada
saat itu pula mereka adalah juga penumpangnya.

10. Dulmuluk
Dulmuluk merupakan teater tradisional di
Palembang, Sumatera Selatan. Nama dulmuluk diambil dari nama
tokoh cerita yang terdapat dalam Hikayat Abdoel Moeloek. Teater
tradisional Dulmuluk ini juga dikenal dengan sebutan Teater Indra
Bangsawan. Tontonan Dulmuluk ini juga menggunakan sarana tari,
nyanyi dan drama sebagai bentuk ungkapannya. Musik
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tontonan, karena
pemain juga menyanyikan dialog-dialognya. Humor dan banyolan
sangat dominan dalam tontonan Dulmuluk, yang memadukan unsur-
unsur tari, nyanyi dan drama ini.

11. Randai
Randai merupakan teater tradisional yang berasal dari
Minangkabau, Sumatera Barat. Teater Randai bertolak dari sastra
lisan yang disebut kaba yang berarti “cerita”. Kaba yang berbentuk
gurindam dan pantun didendangkan dengan iringan saluang, rabab,
bansi dan rebana. Tontonan berlangsung dalam pola melingkar
berdasarkan gerak - gerak tari yang bertolak dari silat. Gerak - gerak
silat ini disebut gelombang. Cerita - cerita yang digarap menjadi
tontonan adalah cerita - cerita lisan berupa legenda dan dongeng yang
cukup popular di tengah masyarakat. Randai adalah tontonan yang
menggabungkan musik, nyanyian, tari, drama dan seni bela diri silat. Umumnya
dipertontonkan dalam rangka upacara adat maupun festival.

12. Makyong
Maknyong merupakan teater tradisional yang berasal
dari pulau Mantang, Riau. Pada mulanya tontonan
makyong berupa tarian dan nyanyian, tapi seiring
perkembangan, kemudian dimainkan cerita - cerita rakyat,
legenda dan cerita kerajaan. Makyong juga digemari oleh
para bangsawan dan para sultan, sehingga sering
dipertontonkan di istana - istana. Tontonan Makyong diawali
dengan upacara yang dipimpin oleh seorang panjak (pawang)
agar semua yang terlibat dalam persembahan diberi
keselamatan. Unsur humor, tari, nyanyi dan musik
mendominasi tontonan. Tidak seperti tontonan teater
tradisional lainnya dimana umumnya dimainkan oleh laki -
laki, pada tontonan Makyong yang mendominasi justru perempuan. Kalau pemain laki - laki
muncul, mereka selalu memakai topeng, sementara pemain wanita tidak memakai
topeng. Cerita lakon yang dimainkan berasal dari sastra lisan berupa dongeng dan legenda
yang sudah dikenal oleh masyarakat disana.
No Nama Provinsi Ibukota Nama Teater Indonesia

1 Aceh Banda Aceh Didong

2 Sumatera Utara Medan Bangsawan dan Tumut-tumut

3 Sumatera Barat Padang Randai dan Bakaba

4 Riau Pekanbaru Makyong

5 Kepulauan Riau Tanjung Pinang Makyong

6 Jambi Jambi Nengade

7 Bengkulu Bengkulu Nadai batebah

8 Sumatera Selatan Palembang Dulmuluk

Kepulauan Bangka
9 Pangkal Pinang Timot kesambet
Belitung

10 Lampung Banda Lampung Warahan

11 Banten Serang Ubrug

12 Jawa Barat Bandung Banjet, Rudet dan Tarling

13 DKI Jakarta Jakarta Lenong

14 Jawa Tengah Semarang Kethoprak

15 DI Yogyakarta Yogyakarta Garasi

16 Jawa Timur Surabaya Ludruk dan Reog

17 Bali Denpasar Drama gong

18 Nusa Tenggara Barat Mataram Cupak gerantang

19 Nusa Tenggara Timur Kupang Kemidi rudat

20 Kalimantan Utara Tanjungselor Mendu

21 Kalimantan Barat Pontianak Abstrak mendu

22 Kalimantan Tengah Palangkaraya Bawi lamus

23 Kalimantan Selatan Banjarmasin Mamanda


24 Kalimantan Timur Samarinda Mamanda

25 Gorontalo Gorontalo Cipoa

26 Sulawesi Utara Manado Pagi dan bening

27 Sulawesi Barat Mamuju Koa-koayang

28 Sulawesi Tengah Palu Copo palu

29 Sulawesi Selatan Makassar Kondobuleg

30 Sulawesi Tenggara Kendari Gandrang bulo

31 Maluku Utara Sofifi cakalele

32 Maluku Ambon Kalana hitate bulane

33 Papua Barat Manokwari -

34 Papua Jayapura Nug Nug Wan


E.       FUNGSI SENI TEATER TRADISIONAL
Peranan seni teater  telah mengalami  pergeseran seiring dengan berkembangnya
teknologi. Seni teater tidak Istimewa untuk dijadikan sebagai sarana upacara maupun
hiburan, namun juga sebagai sarana pendidikan. Sebagai  seni,  teater  tidak Istimewa untuk
menjadi konsumsi masyarakat sebagai hiburan semata, namun juga berperan dalam nilai
afektif masyarakat. Adapun beberapa fungsi seni teater, diantaranya meliputi:
1.         Teater sebagai Sarana Upacara
Pada awal munculnya, teater hadir sebagai sarana upacara persembahan kepada tuhan
Dyonesos dan upacara pesta untuk tuhan Apollo. Teater  yang berfungsi  untuk  kepentingan 
upacara  tidak  membutuhkan  penonton lantaran penontonnya yaitu kepingan dari akseptor
upacara itu sendiri.
Di Indonesia seni teater yang dijadikan sebagai sarana upacara dikenal dengan istilah teater 
tradisional.

2.         Teater sebagai Media Ekspresi


Teater yaitu salah satu bentuk seni dengan fokus utama pada laris dan dialog. Berbeda
dengan seni musik yang mengedepankan aspek bunyi dan seni tari yang menekankan pada
keselarasan gerak dan irama. Dalam praktiknya, Seniman teater akan mengekspresikan
seninya dalam bentuk gerakan badan dan ucapan-ucapan.

3.         Teater sebagai Media Hiburan


Dalam kiprahnya sebagai sarana hiburan, sebelum pementasannya sebuah teater itu
harus dengan persiapkan dengan usaha yang maksimal.  Sehingga harapannya penonton akan
terhibur  dengan pertunjukan yang digelar.

4.         Teater sebagai Media Pendidikan


Teater yaitu seni kolektif, dalam artian teater tidak dikerjakan secara individual.
Melainkan untuk mewujudkannya dibutuhkan kerja tim yang harmonis. Jika suatu teater
dipentaskan  diharapkan pesan-pesan yang ingin diutarakan penulis dan pemain tersampaikan
kepada penonton. Melalui pertunjukan biasanya insan akan lebih gampang mengerti nilai
baik jelek kehidupan dibandingkan Istimewa untuk membaca lewat sebuah cerit
Seni Budaya BAB 8 (Menyusun Naskah Lakon)
A. Pengertian Lakon
Kata lakon sama halnya dengan istilah ‘ngalalakon-boga lalakon’ (dalam, Bahasa
Sunda), atau ‘lelakon’ (dalam, Bahasa Jawa) artinya melakukan, melakoni peran atau
memerankan tokoh cerita dengan berkata-kata (verbal) atau tanpa berkata-kata (non verbal)
di atas pentas.
Kedudukan lakon dalam pementasan teater merupakan nyawa, nafas atau ruh dalam
menjalin hubungan atau membangun susunan (struktur) cerita melalui penokohan atau peran
yang dibawakan seorang atau lebih pemeran. Lakon dalam pemetasan teater adalah hasil
karya kolektif masyarakat, seniman dan atau sastrawan yang diwujudkan dalam bentuk
naskah lakon dengan cara ditulis atau tidak tertulis (leluri). Lakon di mata seniman atau
kreator seni teater merupakan bahan baku atau sumber ide, gagasan dalam menyampaikan
pesan estetis (bentuk/wujud pementasan) dan pesan moral (makna kehidupan) melalui
kreativitas pementasan seni teater.
B. Jenis dan Bentuk Lakon

1. Jenis Lakon
Berdasarkan jumlah babak, lakon dapat dibedakan menjadi dua jenis yakni lakon
pendek dan lakon panjang. Lakon pendek biasanya, lakon terdiri dari satu babak dengan
beberapa peristiwa adegan di dalamnya. Lakon panjang dapat dipentaskan mencapai tiga
sampai lima babak dengan beberapa adegan didalamnya. Panjang pendeknya lakon sangat
tergantung pada muatan isi atau tematik yang disampaikan. Apakah bersifat naratif ( paparan
kronologis, sejarah atau biografi) dengan waktu, kejadian dan peristiwa lebih dari satu tempat
(setting cerita), sehingga alur cerita pun cukup rumit tidak sederhana dan memakan waktu,
antara 90 – 120 menit atau lakon pendek hanya menghabiskan waktu 45 – 60 menit.

2. Bentuk Lakon
Bentuk-bentuk lakon di dalam seni teater dan seni drama pada dasarnya sama, yakni
lakon; tragedi, komedi, tragedi komedi dan melodrama. Lakon berbentuk tragedi, biasanya
mengandung unsur sejarah perjuangan, memiliki pola penceritaan kejayaan dan keruntuhan
dan ciri-ciri lain bahwa peran utama mengalami irama tragis. Bentuk lakon komedi, biasanya
pola penceritaaan diulang-ulang, menjadi bahan tertawaan, menghibur orang lain, penuh
dengan satir (sindiransindiran) dan berujung peran utama mengalami kebahagian atau tragis
akibat perbuatan dirinya sendiri. Lakon tragedi komedi, bahwa peran utama mengalami atau
menjadi bahan tertawaan orang lain berujung dengan tragis atau mengalami penderitaan atau
kematian. Lakon melodrama, biasanya mengangkat tema-tema keluarga, percintaan atau
kisah-kisah dua sejoli yang berjuang dalam memadu kasih, berujung dengan kebahagian atau
happy ending.

C. Unsur Lakon Teater


Pesona atau daya tarik (keindahan) di dalam sastra, setidaknya dapat dipahami melalui :
bentuk, isi, ekspresi, dan bahasa ungkap seorang sastrawan dengan persyaratan unsur-unsur
di dalamnya, yaitu adanya; Alur, tema, tokoh, karakter, setting, dan sudut pandang pengarang
Unsur-unsur tersebut, hendaknya mengandung muatan;
(1) Keutuhan (unity),; artinya setiap bagian atau unsur yang ada menunjang kepada usaha
pengungkapan isi hati sastrawan. Dengan kata lain tidak adanya unsur kebetulan, semuanya
direncanakan dan dipertimbangkan secara seksama.
(2) Keselarasan (harmony), artinya berkenaan dengan hubungan satu unsur dengan unsur
lain, harus saling menunjang dan mengisi bukan mengganggu atau mengaburkan unsur yang
lain.
(3) Keseimbangan (balance), ialah bahwa unsur-unsur atau bagian-bagian karya sastra, baik
dalam ukuran maupun bobotnya harus sesuai atau seimbang dengan fungsinya. Sebagai
contoh, adegan yang kurang penting dalam naskah drama akan lebih pendek daripada adegan
yang penting. Demikian juga halnya di dalam puisi bahwa yang dianggap penting akan terjadi
pengulangan kata atau kalimat dalam baris lain.
(4) Fokus atau pusat penekanan sesuatu unsur (right emphasis), artinya unsur atau bagian
yang dianggap penting harus mendapat penekanan yang lebih daripada unsur atau bagian
yang kurang penting. Unsur yang dianggap penting akan dikerjakan sastrawan lebih seksama,
sedang yang kurang penting mungkin hanya garis besar dan bersifat skematik saja.

Unsur Lakon Teater


a. Alur atau Jalan cerita
Alur dalam bahasa Inggris disebut plot. Alur dapat diartikan sebagai jalan cerita,
susunan cerita, garis cerita atau rangkaian cerita yang dihubungkan dengan sebab akibat
(hukum kausalitas). Artinya, tidak akan terjadi akibat atau dampak, kalau tidak ada sebab
atau kejadian sebelumnya.

b. Tema
Tema adalah pokok pikiran. Di dalam tema terkandung tiga unsur pokok, yaitu (1)
masalah yang diangkat, (2) gagasan yang ditawarkan, dan (3) pesan yang disampaikan
pengarang.

c. Penokohan
Penokohan di dalam teater dapat dibagi dalam beberapa peran, antara lain protagonis,
antagoni, deutragonis, foil, tetragoni, confident, raisonneur dan utilit
d. Karakter
Karakter adalah watak atau perwatakan yang dimiliki tokoh atau pemeran di dalam
lakon. Watak atau perwatakan yang dihadirkan pengarang dengan ciri-ciri secara khusus,
misalnya berupa; status sosial, fisik, psikis, intelektual, dan religi.

e. Setting
Setting dalam sebuah lakon merupakan unsur yang menunjukan; tempat dan waktu
kejadian peristiwa dalam sebuah babak. Berubahnya setting berarti terjadi perubahan babak,
begitu pula dengan sebaliknya. Perubahan babak berarti terjadi perubahan setting.

f. Point of view
Setiap lakon, termasuk lakon teater anak-anak, remaja, dewasa atau pun untuk semua
umur pasti melibatkan sudut pandang pengarang atau penulis. Sudut pandang pengarang atau
penulis ini disebut point of view. Sebagai gambaran intelektualitas dan kepekaan pengarang
atau creator dalam menangkap dan memaknai fenomena yang terjadi.

D. Teknik Menyusun Naskah Lakon


1. Teknik Menterjemahkan
Menterjemahkan merupakan salah satu teknik menyusun naskah lakon yang dapat
dilakukan guna memenuhi pengadaan lakon teater. Dalam kenyataannya lakon hasil
terjemahan atau kisah sangat sulit didapat, lebihlebih lakon kisah berbahasa asing. Oleh
karena itu bentuk pementasan atau kisah satu-satu hanya ada di Indonesia, dan salah satu
bentuk yang mendekati bentuk atau kisah milik asing adalah Opera.
2. Teknik Adaptasi
Adaptasi secara harfiah dapat diartikan menyesuaikan atau penyesuaian diri sesuai
dengan situasi, kondisi dan kebutuhan yang dihadapi. Adaptasi dalam hubungan naskah lakon
merupakan salah satu teknik menyusun naskah lakon yang dapat dimanfaatkan untuk
melengkapi perbendaharaan naskah lakon seni teater bersumber cerita, kisah atau lakon yang
ada dan pernah tumbuh dan berkembang di daerah.

3. Teknik Sadur
Sadur adalah teknik menyusun naskah dengan cara menggubah atau merubah
sebagian unsur karya orang lain menjadi karya kita, tetapi dengan tidak menghilangkan,
merusak unsur-unsur pokok lakon dari pengarangnya. Lakon saduran dengan tidak
mencantumkan sumber cerita dan pengarang aslinya dapat disebut plagiat (mencaplok,
mengaku karya orang lain menjadi karya sendiri).

4. Sanggit
Sanggit atau menyanggit dalam hubungan dengan menyusun naskah lakon tidak sama
dengan menggubah atau teknik sadur. Sanggit lebih mengandung pengertian membuat atau
menyusun cerita atau lakon bersifat baru, tetapi tidak melepaskan dari lakon atau cerita
aslinya. Dapat pula dikatakan bahwa Sanggit adalah proses pengembangan cerita dari tematik
yang ada atau pengembangan lakon dari sebuah adegan atau babak di dalam lakon sehingga
lakon yang disusun benar-benar baru dan tidak sama dengan lakon asli yang kita jadikan
sumber gagasan lakon baru. Dengan demikian teknik menyusun naskah lakon dengan cara
nyanggit diilhami oleh tematik – tematik lakon yang telah ada dan ditulis orang sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai