Anda di halaman 1dari 12

BISNIS INTERNASIONAL

“Hubungan Antara Omnibus Law Undang – Undang


Cipta Kerja Terhadap Ekonomi dan Bisnis”

OLEH :

NAMA : NI KETUT SARIASIH

NPM : 1832121709

KELAS : C9 MANAJEMEN

SEMESTER :5

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS WARMADEWA DENPASAR

2020

1
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................


1.1 Latar Belakang ..............................................................................................
BAB II KAJIAN PUSTAKA ...............................................................................
2.1 Pengertian Omnibus Law .............................................................................
2.2 Undang – Undang Cipta Kerja .....................................................................
BAB III PEMBAHASAN ...................................................................................
3.1 Manfaat Undang – Undang Cipta Kerja .......................................................
3.2 Kelemahan Undang – Undang Cipta Kerja ...................................................
BAB IV PENUTUP ..............................................................................................
A. Kesimpulan ....................................................................................................
B. Saran ..............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Rancangan Undang - Undang cipta kerja telah diserahkan pemerintah kepada DPR
RI untuk selanjutnya dibahas dengan harapan dapat disepakati bersama untuk disahkan
menjadi Undang – Undang. Bahwa rancangan undang - undang cipta kerja yang
dibuat oleh pemerintah menganut konsep Omnibus Law yang merupakan hal baru dalam
sistim pembentukan Peraturan Perundang - undangan di Indonesia sehingga ketika
gagasan ini dikumandangkan oleh pemerintah dalam hal ini Presiden Joko Widodo
disambut pro dan kontra di masyarakat sehingga terjadi berbagai kelompok diskusi -
diskusi baik dari kalangan perguruan tinggi, para Ahli Hukum dibidang ketenagakerjaan.
Terlepas dari pro dan kontra terhadap konsep Omnibus Law dalam rancangan Undang -
Undang cipta kerja tersebut faktanya pemerintah telah menyerahkan secara resmi
kepada DPR RI untuk dibahas, namun sangat disayangkan draft rancangan undang -
undang cipta kerja tersebut sampai sekarang belum bisa diakses oleh publik. RUU ini
sedang dipersiapkan oleh Pemerintah untuk dijadikan sebuah skema dalam upaya
membangun perekonomian Indonesia agar mampu menarik investor untuk menanamkan
modalnya di Indonesia. Pemerintah memandang perlu adanya RUU Cipta Kerja ini
karena tingginya angka pengangguran di Indonesia yang mencapai 7 juta jiwa
sehingga diharapkan RUU ini mampu membuka lapangan kerja baru.

Indonesia adalah negara dengan potensi ekonomi yang sangat besar namun
masih minim investasi. Banyak faktor yang menghambat kemudahan berusaha sehingga
mengurangi minat investor untuk berinvestasi di Indonesia. Indonesia perlu menerapkan
omnibus law sebagai jawaban atas permasalahan - permasalahan yang menghambat
investasi di Indonesia. Omnibus Law secara sederhana dapat dimaknai sebagai salah
satu Undang – Undang yang bisa mengubah beberapa Undang - Undang sekaligus.
Terdapat tiga keadaan untuk mempraktekkan omnibus law, yakni Undang - Undang
yang akan diubah berkaitan secara langsung, Undang - Undang yang akan diubah tidak
berkaitan secara langsung, dan undang - undang yang akan diubah tidak berkaitan tetapi
dalam praktek bersinggungan. Penerapan omnibus law di Filipina, Amerika Serikat dan
Turki dapat menjadi perbandingan untuk diterapkan omnibus law yang berbudaya

3
hukum Indonesia. Omnibus law sejatinya adalah teknik dalam penyusunan Undang -
Undang yang bertujuan untuk mewujudkan efisiensi dan efektivitas sehingga sangat
mungkin diterapkan di Indonesia. Untuk mewujudkannya diperlukan pemahaman
tentang omnibus law dan komitmen politik yang kuat dari DPR maupun Pemerintah
Indonesia.

4
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN OMNIBUS LAW

Omnibus Law diambil dari kata Omnibus dan Law. Omnibus itu sendiri berasal
dari kata “Omnis” dalam bahasa latin yang bermakna “semua” atau “banyak”.
Sedangkan makna Law adalah “hukum”, sehingga dapat disimpulkan bahwa Omnibus
Law adalah hukum yang mengatur semua hal dalam satu bidang. Dalam konteks ini para
ahli hukum sering membuat istilah Omnibus Law sebagai undang-undang payung.

 Pakar Hukum Tata Negara Fachri Bachmid berpendapat bahwa Omnibus Law
adalah sebuah konsep produk hukum yang berfungsi untuk mengkonsolidir
berbagai tema, materi, subjek, dan peraturan perundang-undangan pada setiap sektor
yang berbeda untuk menjadi produk hukum besar dan holistik.
 Menurut Sofyan Djalil (Menteri Agraria dan Tata Ruang) konsep omnibus law
adalah langkah menerbitkan satu UU yang bisa memperbaiki sekian banyak UU
yang selama ini dianggap tumpang tindih dan menghambat proses kemudahan
berusaha. Dengan diterbitkannya satu undang-undang untuk memperbaiki sekian
banyak undang-undang diharapkan menjadi jalan keluar permasalahan di sektor
ekonomi, sebab dengan banyaknya undang-undang tidak bisa dilakukan
percepatan-percepatan karena banyaknya undang-undang masih mengatur dan bisa
saling bertentangan.

Dari penjelasan pakar hukum diatas maka dapat di simpulkan bahwa konsep
Omnibus Law ini merupakan sebuah aturan yang dibuat untuk memangkas
beberapa aturan yang dianggap tumpang tindih dan menghambat pertumbuhan
negara yang juga sekaligus untuk menyinkronkan beberapa aspek menjadi produk
hukum yang besar.

Konsep undang-undang itu umumnya ditemukan dalam sistem hukum umum


seperti Amerika Serikat, dan jarang ditemui dalam sistem hukum sipil seperti di
Indonesia. Karena ukuran dan cakupannya yang luas, perdebatan dan pengawasan

5
terhadap peracangan undang-undang sapu jagat umumnya dibatasi. Dalam sejarahnya,
undang-undang sapu jagat adakalanya digunakan untuk melahirkan amendemen yang
kontroversial. Oleh sebab itu, beberapa kalangan menilai undang-undang sapu jagat
bertentangan dengan demokrasi.

2.2 UNDANG – UNDANG CIPTA KERJA

Undang-Undang Cipta Kerja atau disingkat UU Ciptaker adalah rancangan


undang-undang (RUU) di Indonesia yang telah disahkan pada tanggal 5 Oktober 2020
oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan tujuan untuk menciptakan lapangan kerja
dan meningkatkan investasi asing dan dalam negeri dengan mengurangi persyaratan
peraturan untuk izin usaha dan pembebasan tanah. Karena memiliki panjang 905 halaman
dan mencakup banyak sektor, UU ini juga disebut sebagai undang-undang sapu jagat.

Undang-Undang Cipta Kerja menuai kritik karena dikhawatirkan akan merugikan


hak-hak pekerja serta meningkatkan deforestasi di Indonesia dengan mengurangi
perlindungan lingkungan. Rangkaian unjuk rasa untuk menolak undang-undang ini masih
berlangsung dan menuntut agar undang-undang ini dicabut.

Omnibus Law yang diusulkan pemerintah kepada DPR RI yakni, RUU Cipta
Kerja, Omnibus Law Perpajakan, Omnibus Law Kota Baru, dan Omnibus Law
Kefarmasian. Omnibus Law Cipta Kerja mencakup 11 klaster yang diantaranya adalah :

1. Penyederhanaan perizinan tanah


2. Persyaratan investasi
3. Ketenagakerjaan
4. Kemudahan, pemberdayaan, dan perlindungan UMKM
5. Kemudahan berusaha
6. Administrasi pemerintah
7. Pengenaan sanksi
8. Pengendalian lahan
9. Dukungan riset dan inovasi
10. Kemudahan proyek pemerintah
11. Kawasan ekonomi kasus (KEK)

6
Dari 11 klaster yang telah disebutkan, maka dalam makalah ini akan dijelaskan
secara spesifik mengenai klaster persyaratan investasi, pentingnya menciptakan iklim
investasi yang kondusif dan memberikan fasilitas yang menunjang akan meningkatkan
investasi di Indonesia. Instrumen untuk menciptakan iklim yang kondusif tersebut adalah
hukum. Diperlukan hukum (dalam hal ini undang-undang/peraturan) yang dapat
mengakomodir keinginan para investor namun tidak mengabaikan kepentingan nasional.
Pemerintah telah berusaha dengan menerbitkan berbagai PP, Peraturan Presiden (Perpres)
maupun Peraturan Menteri (Permen) untuk mengakselerasi pertumbuhan investasi di
Indonesia. Namun hal itu saja tidak cukup, perlu adanya suatu pengaturan yang
terintegrasi sehingga memberikan kepastian hukum dan menghindari adanya disharmoni
peraturan di kemudian hari. Indonesia dapat mengadopsi omnibus law untuk menciptakan
instrumen hukum investasi yang dapat meningkatkan minat investasi di Indonesia.

Hal ini dikarenakan masalah yang diatur dalam hukum investasi sangatlah
kompleks. Tidak hanya persoalan investor datang dan menanamkan modalnya, namun
terkait erat dengan berbagai aspek seperti ketenagakerjaan, infrastruktur, insentif
fiskal maupun non-fiskal dan lain sebagainya. Kompleksitas permasalahan ini lah yang
belum diatur di UU Penanaman Modal. Belakangan baru terpikirkan dan diterbitkan
pengaturannya dalam bentuk PP, Perpres atau Permen. Namun hal itu saja tidak cukup,
perlu adanya suatu pengaturan yang terintegrasi sehingga memberikan kepastian hukum
dan menghindari adanya disharmoni peraturan di kemudian hari.

Pada klaster ketenagakerjaan, pemerintah berupaya untuk mengharmonisasikan


undang-undang agar sejalan sehingga mampu memberikan sebuah ruang kepada investor
untuk melihat regulasi yang telah disempurnakan tanpa perlu khawatir adanya regulasi
yang tumpang tindih dan mengakibatkan kerugian kepada investor itu sendiri.

Adanya RUU ini memberikan sebuah keadilan antara kaum pekerja dengan
pelaku usaha. Ini dikarenakan penghapusan huruf g dan h ayat 3 pasal 156 Undang-
Undang Nomor 13 tahun 2003 dan dihapusnya ketentuan uang penggantian yang
seharusnya diterima tidak serta merta merugikan kaum buruh secara signifikan namun
pemerintah mencoba memberikan sebuah stimulus agar investor mau menanamkan
modalnya dengan sedikit memberikan kelonggaran terhadap perusahaan untuk
meniadakan beberapa kewajiban yang telah tertulis di dalam pasal 89 RUU Cipta Kerja.

7
Sebenarnya langkah tersebut merupakan bentuk upaya pemerintah dalam
membangun perekonomian di Indonesia, sehingga mewujudkan kesejahteraan sosial.
Namun yang menjadi penghalang adalah sering kali buruh selalu menuntut hak-haknya
secara berlebih sehingga terkadang membuat beberapa investor atau pelaku usaha enggan
membuka peluang usaha di Indonesia. Disatu sisi Pemerintah memberikan garansi lain
untuk memberikan kesejahteraan para pekerja ketika di PHK oleh perusahaan yakni
dengan adanya jaminan kehilangan pekerjaan pada pasal 90 RUU Cipta Kerja yang
merubah ketentuan pasal 18 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang sistem
jaminan sosial nasional dan ketentuan pasal 6 Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011
tentang badan penyelenggara jaminan sosial.

Ini merupakan upaya tanggung jawab dengan menghilangkan hak-hak dari para
pekerja sehingga jelas bahwa seharusnya adanya RUU Cipta Kerja pada Klaster
Ketenagakerjaan ini mampu memberikan dampak positif kepada negara dengan tidak
menghilangkan nilai keadilan dari pada adanya hukum tersebut yang diperuntukkan bagi
masyarakat. Melihat dari pada realita kasus yang dialami buruh saat ini, seharusnya RUU
Cipta Kerja memperhatikan beberapa aspek yang menjadi jalan bagi para pengusaha
untuk tidak menunaikan kewajibannya baik sebelum atau setelah adanya pemutusan
hubungan kerja. Karena mengingat dengan dihapuskannya beberapa ketentuan pesangon
pada RUU Cipta Kerja, maka semakin mendeskriditkan posisi buruh yang saat ini banyak
menerima kenyataan yang tidak adil oleh para pengusaha.

8
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 MANFAAT UNDANG – UNDANG CIPTA KERJA

1. UU Cipta Kerja akan membuka lapangan kerja domestik dalam jumlah besar.
Mengingat lapangan kerja yang tersedia saat ini tidak mampu menyerap tingginya
angka pencari kerja baru, termasuk kelompok pengangguran yang terus bertambah di
tengah pandemi Covid-19.
Mengapa kita membutuhkan undang-undang Cipta kerja. Pertama, setiap
tahun ada sekitar 2,9 juta penduduk usia kerja baru anak muda yang masuk ke pasar
kerja sehingga kebutuhan atas lapangan kerja baru sangat sangat mendesak. Apalagi
di tengah pandemi. Terdapat kurang lebih 6,9 juta pengangguran dan 3,5 juta pekerja
terdampak pandemi Covid-19, Dan sebanyak 87 persen dari total penduduk bekerja
memiliki tingkat pendidikan setingkat SMA ke bawah di mana 39 persen
berpendidikan sekolah dasar. Sehingga perlu mendorong penciptaan lapangan kerja
baru khususnya di sektor padat karya. Jadi undang-undang Cipta kerja bertujuan
untuk menyediakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya bagi para pencari kerja serta
para pengangguran.
2. Banjir Investasi dan Lapangan Kerja

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia


memperkirakan 153 investor akan masuk pasca pengesahan Undang-Undang Cipta
Kerja (Ciptaker). Masuknya rencana investasi tersebut merupakan kabar baik karena
akan membuka pasar kerja baru bagi jutaan masyarakat yang membutuhkan
pekerjaan. Priroritas pemerintah adalah tenaga kerja lokal dan tenaga kerja asing
hanya dibutuhkan untuk pekerjaan di level-level tertentu atau posisi yang
membutuhkan keahlian khusus. Pengesahan UU Ciptaker ini juga akan memperbaiki
peringkat kemudahan berusaha Indonesia yang saat ini masih rendah.

3. Dukungan UMKM

UU Cipta Kerja juga diklaim akan memudahkan pelaku usaha Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam mendaftarkan Hak Kekayaan Intelektual
(HAKI) dan mendirikan Perseroan Terbuka (PT) perseorangan. Selain itu, UU ini

9
memberikan kemudahan dengan persyaratan dan biaya terjangkau sehingga terdapat
kepastian legalisasi bagi pelaku UMKM untuk pendirian PT tersebut. Undang-
undang Cipta Kerja berdampak positif terhadap perkembangan UMKM. UMKM ini
menjadi tombak pertumbuhan ekonomi Indonesia karena pelaku usaha di Tanah Air
merupakan UMKM dengan penyerapan tenaga kerja mencapai 97 persen. Dengan UU
Cipta Kerja, maka kemampuan UMKM menyerap lapangan kerja akan semakin besar.

3.2 KELEMAHAN UNDANG – UNDANG CIPTA KERJA


Sejak RUU Cipta Kerja dibahas oleh pemerintah dan DPR, ada beberapa poin yang
merugikan pekerja di dalam UU Cipta Kerja. Di antaranya adalah :
a) Penghapusan upah minimum kabupaten/kota (UMK), diganti dengan upah
minimum provinsi (UMP). Penggantian ini dinilai akan membuat upah pekerja
lebih rendah.
b) Dalam draf omnibus law Bab IV tentang Ketenagakerjaan Pasal 78 disebutkan
bahwa waktu lembur hanya dapat dilakukan paling banyak empat jam dalam
sehari dan 18 jam seminggu. Ketentuan tersebut lebih lama dibandingkan UU
Nomor 13 Tahun 2003 yang menyebut kerja lembur dalam sehari maksimal
tiga jam dan 14 jam dalam satu minggu. Hal lain yang dipermasalahkan adalah
salah satu poin pada Pasal 61 yang mengatur waktu berakhirnya perjanjian
kerja. Jangka waktu kontrak akan berada di tangan pengusaha, sehingga
berpotensi membuat status kontrak pekerja abadi, bahkan pengusaha dinilai
dapat mem-PHK pekerja sewaktu-waktu.
c) Permasalahan cuti yang tertera pada Pasal 79 ayat 2 poin b juga dianggap
bermasalah. Sebab tertulis, waktu istirahat mingguan adalah satu hari untuk
enam hari kerja dalam satu minggu. Selain itu dalam ayat 5, RUU juga
menghapus cuti panjang dua bulan per enam tahun. Cuti panjang akan diatur
dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Pasal 42 dalam RUU ini juga dianggap bermasalah. Ini karena melalui pasal
tersebut, dianggap akan memudahkan izin bagi tenaga kerja asing (TKA)
untuk direkrut. Pasal tersebut mengamandemenkan Pasal 42 UU
Ketenagakerjaan Tahun 2003 yang mewajibkan TKA mendapat izin tertulis
dari menteri atau pejabat yang ditunjuk.

10
BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Ini lah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pemerintah dalam membuat RUU Cipta
Kerja pada klaster ketenagakerjaan. Karena jika semakin melemahkan posisi buruh dimata
perusahaan maka sudah pasti eksploitasi yang dilakukan oleh perusahaan terhadap buruh
akan semakin nyata adanya. Adanya RUU Cipta Kerja ini seharusnya menjadi jalan
penengah antara kepentingan para buruh dan pengusaha. Ketika sudah terjadi relasi yang
harmonis antara buruh dan pengusaha, maka situasi dan kondisi disuatu perusahaan akan
stabil dan secara otomatis akan berdampak pada produktifnya sebuah perusahaan yang
berimplikasi kepada naiknya harga saham, kemudian menarik minat investor untuk
menanamkan sahamnya di Indonesia. Oleh sebab itu agar RUU Cipta Kerja ini bisa
berjalan dengan optimal maka langkah yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah
dalam perancangan RUU tersebut agar lebih efektif yakni Pertama, Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) bersama pemerintah harus melibatkan publik dalam setiap tahapan
penyusunannya, sebab omnibus law memiliki ruang lingkup yang sangat luas dan menuntut
pihak yang membuat menjangkau dan melibatkan banyak pemangku kepetingan
terkait.Kedua, DPR dan pemerintah harus transparan dalam memberikan setiap informasi
perkembangan proses perumusan UU sapu jagat ini. Ketiga, Penyusun harus memetakan
regulasi yang berkaitan secara rinci.Keempat, Penyusun harus ketat melakukan
harmonisasi baik secara vertikal dengan peraturan yang lebih tinggi maupun horizontal
dengan peraturan yang sederajat. Kelima, Penyusun harus melakukan preview sebelum
disahkan, terutama dalam melakukan penilaian dampak yang akan timbul dari UU yang
akan disahkan.

4.2 SARAN

11
DAFTAR PUSTAKA

12

Anda mungkin juga menyukai