Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KOLABORASI PERAWAT DENGAN TENAGA KESEHATAN

LAINNYA BERHUBUNGAN DENGAN PELAYANAN KESEHATAN

Disususn unutuk memenuhi tugas mata kuiah trend dan issue keperawatan

Dosen pengampu Ns. Petronela mamentu Skep Mkep

DISUSUN OLEH :

VII C KEPERAWATAN

Kelompok 5

1. Wahyuni Padu 1701032


2. Tirsa Paputungan 1701065
3. Heybi waani 1701092

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MUHAMMADIYAH


MANADO
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan
Rahmat, hidayahdan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
tentang “kolaborasi perawatdengan tenaga kesehatan lainnya berhubungan
dengan pelayanan kesehatan ”

Tak lupa pula kami sadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak
terlepas dari berbagai media dan pihak yang telah membantu untuk menyusun
makalah ini. Sehubungan dengan itu kami ucapkan banyak terima kasih

Akhir kata kami mohon maaf yang sedalam-dalamnya bila ada perkataan atau
tulisan yang tidak berkenaan dihati para pembaca maupun yang menilai. Untuk itu,
kami mengharapkan masukan dalam bentuk kritik, saran maupun tanggapan dari para
pembaca sekalian demi kesempurnaannya makalah ini

Semoga ilmunya bermanfaat bagi para pembaca

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Manado, Januari 2021

Kelompok 1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................2
Daftar Isi........................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................4
A. Latar belakang....................................................................................................4
B. Tujuan Penulisan................................................................................................6
BAB II LANDASAN TEORI........................................................................................7
A. Definisi kolaborasi................................................................................................7
C. Definisi perawat..................................................................................................7
D. Definisi dokter....................................................................................................8
BAB III PEMBAHASAN.............................................................................................9
E. Kolaborasi Dalam Profesi Kesehatan.................................................................9
F. Komponen Dalam Kolaborasi Pelayanan Kesehatan.......................................10
G. Keberhasilan Kolaborasi Perawat Dalam Pelayanan Kesehatan......................12
A. Kolaborasi Antara Dokter Dan Perawat...........................................................14
B. Hambatan Kolaborasi Dokter dan Perawat......................................................14
BAB IV ANALIS KAUS............................................................................................17
BAB V PENUTUP......................................................................................................19
A. Kesimpulan.......................................................................................................19
B. Saran.................................................................................................................19
Daftar Pustaka..............................................................................................................20
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Tim pelayanan kesehatan interdisiplin merupakan sekolompok   


profesional yang mempunyai aturan yang jelas, tujuan umum dan berbeda
keahlian. Tim akan berfungsi baik jika terjadi adanya konstribusi dari
anggota tim dalam memberikan pelayanan kesehatan terbaik. Anggota tim
kesehatan meliputi : pasien, perawat, dokter, fisioterapi, pekerja sosial,
ahli gizi, manager, dan apoteker. Oleh karena itu tim kolaborasi
hendaknya memiliki komunikasi yang efektif, bertanggung jawab dan
saling menghargai antar  sesama anggota tim.
Proses sinergi dan pemahaman antar profesi dapat dibangun sejak
caloncalon tenga professional ini duduk dibangku kuliah. Melakukan
aktifitas  bersama untuk menyelesaikan suatu masalah yang dapat dilihat
dari berbagai macam perspektif profesi akan meningkatkan kesadaran diri
tentang keterbatasan profesi, meningkatkan pemahaman arti pentingya
kerja tim  profesi dan pada akhirnya memunculkan perasaan penghargaan
antar anggota tim kesehatan. Saat ini peraturan yang jelas tertulis hanyalah
rumah sakit  pendidikan untuk dokter dan dokter gigi, sementara profesi
lain tidak diatur. Pertanyaanya adalah, apakah akan tercipta generasi
dokter yang baik jika tenaga kesehatan lain di dalam rumah sakit tidak
diatur untuk menciptakan sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang
lebih baik, Siapakah yang bisa dijadikan contoh peran kolaborasi
professional dalam melayani pasien, Bila dokter memiliki keunggulan
dalam menegakan diagnosa penyakit, bukankah farmasi lebih tahu tentang
pilihan obat yang paling tepat, Bukankah perawat yang lebih tahu tentang
respon akibat penyakit dan pengobatanya.
Sebagai seorang kolaborator, perawat melakukan kolaborasi dengan
klien, pper group serta tenaga kesehatan lain. Kolaborasi yang dilakukan
dalam praktek di lapangan sangat penting untuk memperbaiki. Agar
perawat dapat berperan secara optimal dalam hubungan kolaborasi
tersebut, perawat  perlu menyadari akuntabilitasnya dalam pemberian
asuhan keperawatan dan meningkatkan otonominya dalam praktik
keperawatan. Faktor pendidikan merupakan unsur utama yang
mempengaruhi kemampuan seorang profesional untuk mengerti hakikat
kolaborasi yang berkaitan dengan perannya masingmasing, kontribusi
spesifik setisp profesi, dan pentingnya kerja sama. Setiap anggota tim
harus menyadari sistem pemberian asuhan kesehatan yang  berpusat pada
kebutuhan kesehatan klien, bukan pada kelompok pemberi asuhan
kesehatan. Kesadaran ini sangat dipengaruhi oleh pemahaman setiap
anggota terhadap nilai-nilai profesional. yaitu melakukan sharing
perencanaan,  pengambilan keputusan, pemecahan masalah, membuat
tujuan dan tanggung  jawab, melakukan kerja sama dan koordinasi dengan
komunikasi terbuka. Dilain pihak seorang perawat akan berfikir; apa
masalah pasien ini, Bagaimana pasien menanganinya,, bantuan apa yang
dibutuhkannya, Dan apa yang dapat diberikan kepada pasien?. Perawat
dididik untuk mampu menilai status kesehatan pasien, merencanakan
intervensi, melaksanakan rencana, mengevaluasi hasil dan menilai
kembali sesuai kebutuhan. Para pendidik  menyebutnya sebagai proses
keperawatan. Inilah yang dijadikan dasar  argumentasi bahwa profesi
keperawatan didasari oleh disiplin ilmu yang membantu individu sakit
atau sehat dalam menjalankan kegiatan yang mendukung kesehatan atau
pemulihan sehingga pasien bisa mandiri. Perbedaan antara dokter dan
perawat dalam upaya kolaboratif terlihat cukup mencolok. Dokter dapat
menentukan atau memandang kolaborasi dalam  perspektif yang berbeda
dari perawat. Mungkin dokter berpikir bahwa kerjasama tersirat dalam
tindak lanjut sehubungan dengan mengikuti  perintah /instruksi dari pada
saling partisipasi dalam pengambilan keputusan. Meskipun komunikasi
merupakan komponen yang diperlukan, itu saja tidak cukup untuk
memungkinkan kolaborasi terjadi. Gaya maupun cara  berkomunikasi juga
berpengaruh terhadap efektivitas komunikasi. Pelaksanaan instruksi dokter
oleh perawat dipandang sebagai kolaborasi oleh dokter  sedangkan
perawat merasa mereka sedang diperintahkan untuk melakukan sesuatu.
Kemungkinan kedua adalah bahwa perawat tidak merasa nyaman
“menantang” dokter dengan memberikan sudut pandang yang berbeda..
Atau, mungkin input yang perawat berikan tidak dihargai atau ditindak
lanjuti, sehingga interaksi tersebut tidak dirasakan oleh perawat sebagai
kolaborasi.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan umum Setelah penulisan makalah ini penulis memahami


hubungan perawat dan dokter serta profesi kesehatan lainnya.
2. Tujuan khusus Setelah penulisan makalah ini penulis dapat :
a. Memahami tentang kolaborasi antara perawat dengan profesi
kesehatan yang lain  
b. b.Gambaran kinerja tenaga kesehatan dilahan praktik
c. peran perawat terhadap kolaborasi
d. Kesenjangan antara profesi keperawat dengan dokter 
e. Penerapan hubungan antara perawat – pasien, perawat dan
perawat,  perawat – profesi lain dan perawatan dengan
masyarakat.
f. Memahami etika hubungan tim keperawatan
g. Memahami hubungan perawat dengan dokter.
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Definisi kolaborasi

Kolaborasi adalah suatu proses dimana praktisi keperawatan atau


perawat klinik bekerja dengan dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan
dalam lingkup praktek profesional keperawatan, dengan pengawasan dan
supervisi sebagai pemberi petunjuk pengembangan kerjasama atau mekanisme
yang ditentukan oleh peraturan suatu negara dimana pelayanan diberikan.
Perawat dan dokter merencanakan dan mempraktekan bersama sebagai
kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batas-batas lingkup praktek
dengan berbagi nilainilai dan pengetahuan serta respek terhadap orang lain
yang berkontribusi terhadap perawatan individu, keluarga dan masyarakat.

C. Definisi perawat

Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam
maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan
yang berlaku”. Jadi dari pengertian perawat tersebut dapat artikan  bahwa
seorang dapat dikatakan sebagai perawat dan mempunyai tanggungjawab
sebagai perawat manakala yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa
dirinya telah menyelesaikan pendidikan perawat baik  diluar maupun didalam
negeri yang biasanya dibuktikan dengan ijazah atau surat tanda tamat belajar.
Dengan kata lain orang disebut perawat bukan dari keahlian turun temurun,
malainkan dengan memalui jenjang pendidikan  perawat.( Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 1239/MenKes/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik
Perawat pada pasal 1 ayat 1) 2.3
D. Definisi dokter

Secara operasional, definisi “Dokter” adalah seorang tenaga kesehatan


(dokter) yang menjadi tempat kontak pertama pasien dengan dokternya untuk 
menyelesaikan semua masalah kesehatan yang dihadapi tanpa memandang
jenis penyakit, organologi, golongan usia, dan jenis kelamin, sedini dan
sedapat mungkin, secara menyeluruh, paripurna, bersinambung, dan dalam
koordinasi serta kolaborasi dengan profesional kesehatan lainnya, dengan
menggunakan prinsip pelayanan yang efektif dan efisien serta menjunjung
tinggi tanggung jawab profesional, hukum, etika dan moral. Layanan yang
diselenggarakannya adalah sebatas kompetensi dasar kedokteran yang
diperolehnya selama pendidikan kedokteran. Perasaan saling tergantung
(interdependensi) untuk kerja sama dan  bekerja sama. Bekerja bersama dalam
suatu kegiatan dapat memfasilitasi kolaborasi yang baik. Kerjasama
mencerminkan proses koordinasi pekerjaan agar tujuan atau target yang telah
ditentukan dapat dicapai. Selain itu, menggunakan catatan klien terintegrasi
dapat merupakan suatu alat untuk   berkomunikasi anatar profesi secara
formal tentang asuhan klien. Untuk hasil akhir asuhan kesehatan dapat
dioptimalkan
BAB III

PEMBAHASAN

E. Kolaborasi Dalam Profesi Kesehatan

Proses sinergi dan pemahaman antar profesi dapat dibangun sejak


caloncalon tenga professional ini duduk dibangku kuliah. Melakukan
aktifitas  bersama untuk menyelesaikan suatu masalah yang dapat dilihat
dari berbagai macam perspektif profesi akan meningkatkan kesadaran diri
tentang keterbatasan profesi, meningkatkan pemahaman arti pentingya
kerja tim  profesi dan pada akhirnya memunculkan perasaan penghargaan
antar anggota tim kesehatan. Saat ini peraturan yang jelas tertulis hanyalah
rumah sakit  pendidikan untuk dokter dan dokter gigi, sementara profesi
lain tidak diatur. Pertanyaanya adalah, apakah akan tercipta generasi
dokter yang baik jika tenaga kesehatan lain di dalam rumah sakit tidak
diatur untuk menciptakan sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang
lebih baik, Siapakah yang bisa dijadikan contoh peran kolaborasi
professional dalam melayani pasien, Bila dokter memiliki keunggulan
dalam menegakan diagnosa penyakit, bukankah farmasi lebih tahu tentang
pilihan obat yang paling tepat, Bukankah perawat yang lebih tahu tentang
respon akibat penyakit dan pengobatanya. Ronde bersama di rumah sakit,
diskusi kasus dan pengelolaan kasus  bersama akan sangat bermanfaat
bukan hanya untuk profesi atau mahasiswa kesehatan namun juga untuk
pasien. Dengan kerjasama, duplikasi pemeriksaan dan wawancara serta
duplikasi tindakan akan dapat dihindarkan. Melalui kerja tim, pemeriksaan
dan tindakan serta monitoring data penting tidak akan terlewatkan. Dari
kegiatan ini calon-calon profesioanal tahu bagaimana menjadikan
pelayanan yang efektif dan efisien yang berfokus pada kebutuhan  pasien.
Kebutuhan pembelajaran dilakukan tetap dalam koridor beneficiency dan
non maleficiency.
Setiap profesi tenaga kesehatan memiliki keunggulan yang tidak bisa
digantikan oleh profesi lain. Namun dalam beberapa area, setiap profesi
memiliki kemiripan dan kedekatan hubungan yang luar biasa yang sering
dikenal sebagai area abu-abu atau gray area. Pada wilayah ini setiap
profesi merasa memiliki kemampuan dan hak untuk menjalankan praktek   
profesionalnya. Sehingga area abu menjadi daerah yang ‘diperebutkan’.
Paradigma perebutan wilayah seperti ini harus dirubah menjadi paradigma
baru yang lebih konstruktif, yaitu menjadikan daerah abu-abu menjadi
area of  common interest. Area yang menjadi perhatian bersama para
profesi karena  besarnya magnitude area itu dan resiko dampak yang juga
luar biasa sehingga harus ditangani bersama. Area ini bila tidak ditangani
dapat menimbulkan  potensi bahaya penyakit dan bahaya social yang
sangat besar bagi masyarakat. Contoh masalah ini adalah persalinan
normal, imunisasi dan vaksinasi serta  pengobatan rutin masyarakat. Bila
karena suatu hal profesi kesehatan lain tidak  ada dan profesi kesehatan
lainya tidak diperkenankan menangani masalah ini, maka dimanakah
nurani para hamba-hamba kesehatan, Apakah persalinan bisa ditunda,
Apakah hanya demam tinggi dan diare yang tidak spesifik harus dirujuk
hingga 45 kilometer atau ditunda hingga dua hari, Bila kesepakatan antar
profesi tenaga kesehatan dalam menangani area of common interest ini
dapat dilakukan dengan baik, kehidupan bersama profesi-profesi
kesehatan akan lebih mulia dan dimuliakan oleh masyarakat.

F. Komponen Dalam Kolaborasi Pelayanan Kesehatan

Tim pelayanan kesehatan interdisiplin merupakan sekolompok   


profesional yang mempunyai aturan yang jelas, tujuan umum dan berbeda
keahlian. Tim akan berfungsi baik jika terjadi adanya konstribusi dari
anggota tim dalam memberikan pelayanan kesehatan terbaik. Anggota tim
kesehatan meliputi : pasien, perawat, dokter, fisioterapi, pekerja sosial,
ahli gizi, manager, dan apoteker. Oleh karena itu tim kolaborasi
hendaknya memiliki komunikasi yang efektif, bertanggung jawab dan
saling menghargai antar  sesama anggota tim.
Pasien secara integral adalah anggota tim yang penting. Partisipasi
pasien dalam pengambilan keputusan akan menambah kemungkinan suatu
rencana menjadi efektif. Tercapainya tujuan kesehatan pasien yang
optimal hanya dapat dicapai jika pasien sebagai pusat anggota tim.
Perawat sebagai anggota membawa persfektif yang unik dalam
interdisiplin tim. Perawat memfasilitasi dan membantu pasien untuk 
mendapatkan pelayanan kesehatan dari praktek profesi kesehatan lain.
Perawat  berperan sebagai penghubung penting antara pasien dan pemberi
pelayanan kesehatan. Dokter memiliki peran utama dalam mendiagnosis,
mengobati dan mencegah penyakit. Pada situasi ini dokter menggunakan
modalitas  pengobatan seperti pemberian obat dan pembedahan. Mereka
sering  berkonsultasi dengan anggota tim lainnya sebagaimana membuat
referal  pemberian pengobatan. Kolaborasi menyatakan bahwa anggota
tim kesehatan harus bekerja dengan kompak dalam mencapai tujuan.
Elemen penting untuk mencapai kolaborasi yang efektif meliputi
kerjasama, asertifitas, tanggung jawab, komunikasi, otonomi dan
koordinasi seperti skema di bawah ini.
Dasar-dasar kompetensi koLaborasi :
a. Komunikasi
b. Respek dan kepercayaan
c. Memberikan dan menerima feed back 
d. Pengambilan keputusan
e. Manajemen konflik  
Komunikasi sangat dibutuhkan daam berkolaborasi karena kolaborasi
membutuhkan pemecahan masalah yang lebih kompleks, dibutuhkan
komunikasi efektif yang dapat dimengerti oleh semua anggota tim. Pada
dasar  kompetensi yang lain, kualitas respek dapat dilihat lebih kearah
honor dan harga diri, sedangkan kepercayaan dapat dilihat pada mutu
proses dan hasil. Respek dan kepercayaan dapat disampaikan secara
verbal maupu non verbal serta dapat dilihat dan dirasakan dalam
penerapannya sehari-hari.Feed back  dipengaruhi oleh persepsi
seseorang, pola hubungan, harga diri, kepercayaan diri, kepercayaan,
emosi, lingkungan serta waktu, feed back juga dapat bersifat negatif
maupun positif. Dalam melakukan kolaborasi juga akan melakukan
manajemen konflik, konflik peran umumnya akan muncul dalam proses.
Untuk menurunkan konflik maka masing-masing anggota harus
memahami  peran dan fungsinya, melakukan klarifikasi persepsi dan
harapan, mengidentifikasi kompetensi, mengidentifikasi tumpang tindih
peran serta melakukan negosiasi peran dan tanggung jawabnya.

G. Keberhasilan Kolaborasi Perawat Dalam Pelayanan Kesehatan

Menurut Hanson & Spross, 1996 terwujudnya suatu kolaborasi


tergantung pada beberapa kreiteria yaitu:
2. Adanya rasa saling percaya dan menghormati.
3. Saling memahami dan menerima keilmuan masing-masing.
4. Memiliki citra diri positif.
5. Memiliki kematangan profesional yang setara (yang timbul dari
pendidikan dan pengalaman.
6. Mengakui sebagai mitra kerja bukan bawahan.
7. Keinginan untuk bernegosiasi
Kolaborasi dapat berjalan dengan baik jika :
a. Semua profesi mempunyai visi dan misi yang sama  
b. Masing-masing profesi mengetahui batas-batas dari pekerjaannya
c. Anggota profesi dapat bertukar informasi dengan baik 
d. Masing-masing profesi mengakui keahlian dari profesi lain yang
tergabung dalam tim.

Model Praktek Kolaborasi :

a. Interaksi Perawat-Dokter, dalam persetujuan pratek.  


b. Kolaborasi Perawat – Dokter, dalam memberikan pelayanan.
c. Tim Interdisiplin atau komite. Pemahaman mengenai prinsip
kolaborasi dapat menjadi kurang berdasar   jika hanya dipandang
dari hasilnya saja.

Pembahasan bagaimana proses kolaborasi itu terjadi justru menjadi point


penting yang harus disikapi. Bagaimana masing-masing profesi memandang
arti kolaborasi harus dipahami oleh kedua belah pihak sehingga dapat
diperoleh persepsi yang sama. Penerapan hubungan antara perawat dan
profesi lain yang memiliki  bidang kesehatan yang saling berketergantungan
satu sama lain misalnya seorang dokter pasti membutuhkan, perawat, apoteker
dan lain-lain , yang saling berkaitan satu sama lain.

Selain penerapan-penerapan dengan perawat dan profesi lain, perawat


juga harus menerapkan hubungan antara perawat dan masyarakat Perawat
mengemban tugas tanggung jawab bersama masyarakat untuk memprakarsai
dan medukung berbagai kegiatan dalam memenuhi kebutuhan kesehatan
masyarakat.dan tetap menghargai privasi yang ada dalam masyarakat berupa
Privasi pasien. Menghargai harkat martabat pasien,Sopan santun dalam
pergaulan,saling menghormati, saling membantu, peduli terhadap lingkung.
A. Kolaborasi Antara Dokter Dan Perawat

Pada saat ini berkembang paradigma baru dalam upaya pemberian


palayanan kesehatan yang bermutu dan konfrehensif, tentu hal ini dipicu
ketika WHO pada tahun 1984 mendefinisikan sehat yang meliputi sehat
fisik,sehat psikis,sehat sosial, dan sehat spiritual. Dulu orang memandang
masing –masing berdiri sendiri, hanya sedikit keterkaitan antara satu sama
lainnya. Oleh karena itu penanganan kesehatan pada umumnya akan
melibatkan berbagai elemen disiplin ilmu yang saling menunjang.
Hubungan dokter dan perawat dalam pemberian asuhan kesehatan kepada
pasien merupakan hubungan kemitraan ( partnership) yang lebih mengikat
dimana seharusnya terjadi harmonisasi tugas, peran dan tanggung jawab
dan sistem yang Terbuka.Sebagaimana American Medical Assosiasi
( AMA ), 1994, menyebutkan kolaborasi yang terjadi antara dokter dan
perawat dimana mereka merencanakan dan praktek bersama sebagai
kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batasan-batasan lingkup
praktek mereka dengan  berbagai nilai – nilai yang saling mengakui dan
menghargai terhadap setiap orang yang berkontribusi untuk merawat
individu, keluarga dan masyarakat. Apabila kolaborasi antara dokter dan
perawat berjalan sebagaimana dimaksudkan tentu berdampak langsung
terhadap pasien, karena banyak aspek   positif yang dapat dihasilkan tetapi
pada kenyataannya terutama dalam praktek   banyak hambatan kolaborasi
antara dokter dan perawat sehingga kolaborasi sulit tercipta.

B. Hambatan Kolaborasi Dokter dan Perawat

b. Dominasi Kekuasan
Dari pengamatan penulis terutama dalam praktek Asuhan
Keperawatan  perawat belum dapat melaksanakan fungsi kolaborasi
dengan baik  khususnya dengan dokter walaupun banyak pekerjaan
yang seharusnya dilakukan dokter dikerjakan oleh perawat, walaupun
kadang tidak ada  pelimpahan tugasnya dan wewenang. Hal ini karena
masih banyaknya dokter yang memandang bahwa perawat merupakan
tenaga vokasional. Degradasi keperawatan ke posisi bawahan dalam
hubungan kolaborasi  perawat-dokter, secara empiris hal ini
menunjukkan bahwa dokter berada di tengah proses pengambilan
keputusan dan perawat melaksanakan keputusan tersebut. Pada tahun
1968, psikiater Leonard Stein menggambarkan hubungan perawat-
dokter pada kenyataanya perawat menjadi pasif.

c. Perbedaan Tingkat Pendidikan/Pengetahuan


Perbedaan tingkat pendidikan dan pengetahuan dokter dan perawat
secara umum masih jauh dari harapan hal ini dapat berdampak pada
interprestasi terhadap masalah kesehatan pasien yang berbeda, tentu
juga akan berdampak pada mutu asuhan yang diberikan.
d. Komunikasi
Komunikasi dibutuhkan untuk mewujudkan kolaborasi yang efektif,
bertanggung jawab dan saling menghargai antar kolaborator, catatan
kesehatan pasien akan menjadi sumber utama komunikasi yang secara
terbuka dapat dipahami sebagai pemberi informasi dari disiplin profesi
untuk pengambilan keputusan. Kesenjangan tingkat pendidikan dan
pengetahuan akan menghambat proses komunikasi yang efektif..
a. Cara Pandang
Perbedaan antara dokter dan perawat dalam upaya kolaboratif
terlihat cukup mencolok. Dokter dapat menentukan atau memandang
kolaborasi dalam perspektif yang berbeda dari perawat. Mungkin
dokter berpikir   bahwa kerjasama tersirat dalam tindak lanjut
sehubungan dengan mengikuti  perintah /instruksi dari pada saling
partisipasi dalam pengambilan keputusan. Meskipun komunikasi
merupakan komponen yang diperlukan, itu saja tidak cukup untuk
memungkinkan kolaborasi terjadi.
Gaya maupun cara berkomunikasi juga berpengaruh terhadap
efektivitas komunikasi. Pelaksanaan instruksi dokter oleh perawat
dipandang sebagai kolaborasi oleh dokter sedangkan perawat merasa
mereka sedang diperintahkan untuk melakukan sesuatu. Kemungkinan
kedua adalah bahwa perawat tidak merasa nyaman “menantang”
dokter  dengan memberikan sudut pandang yang berbeda.. Atau,
mungkin input yang perawat berikan tidak dihargai atau ditindak
lanjuti, sehingga interaksi tersebut tidak dirasakan oleh perawat
sebagai kolaborasi
BAB IV

ANALIS JURNAL

REVIEW BUKTI DASAR KEPERAWATAN


PENELITI, TAHUN, DESAIN/ JUMLAH
PROSEDUR
NO TEMPAT METODOLOGI RESPONDEN/ HASIL
PENELITIAN
PENELITIAN PENELITIAN PARTISIPAN
1. Nama peneliti : Pnelitian ini Responden dalam Instrument yang Hasil penelitian sikap
Lucia utami, dkk menggunakan rancangan penelitian ini adalah digunakan untuk dokter-perawat terhadap
deskriptif analitik dengan dokter spesialis dan mengukur sikap, perilaku kolaborasi interprofesi di
2. Tahun penelitian : pendekatan cross sectional perawat yang terlibat dokter, terhadap inhalasi rawat inap
2016 teknnik pengumpulan dalam pelayanan dan kolaborasi adalah the rumah sakit panti rapih
dilakukan dengan jsurvei istalasi rawat inap Jefferson scale of didaptkan nilai p 0,752
3. Tempat penelitian : dan observasi ( IRNA) rumah sakit attitudes toward ( p, 0,05 ) yang
Di ruang rawat inap pengambilan sampel panti Yogyakarta. physician nurse menunjukan secara
rumah sakit panti rapih secara purposive sampling Sampel yang collaboration behavior stastik tidak dapat
untuk sampel dokter dan memenuhi kriteria scale Teknik obsrvasi ini perbedaan yang
simple randomized inklusi berjumlah 134 digunakan untuk bermakna. Sehingga dapt
sampling untuk sampel orang ( perawat 84 mengerahui pelaksanaan disimpulkan baik dokter
perawat orang dan dokter 50 praktik kolaborasi maupun perwat memiliki
Metode yang digunakan orang). Usia berkisar perawat dan dokter di sikap yang postif
dalam penelitian ini yaitu antara ( 20-60 tahun , inhalasi rawat inap. terhadap kolaborasi
“Metode Kuantitatif” lama bekerja antara 2- interprofesi.hal tersebut
karena data yang 34 tahun Sebagian menununjkan adanya
dikumpulkan berupa besar tingkat kecenderungan sikap
angka. Pendidikan dokter dokter dan perawat yang
adalah sarjana S2 dan semakin positif terhadap
perwat adalah kolborasi.
akademik D3.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setiap profesi tenaga kesehatan memiliki keunggulan yang tidak bisa


digantikan oleh profesi lain. Namun dalam beberapa area, setiap profesi
memiliki kemiripan dan kedekatan hubungan yang luar biasa yang sering
dikenal sebagai area abu-abu atau gray area. Pada wilayah ini setiap profesi
merasa memiliki kemampuan dan hak untuk menjalankan praktek   
profesionalnya. Sehingga area abu menjadi daerah yang ‘diperebutkan’.
Paradigma perebutan wilayah seperti ini harus dirubah menjadi paradigma
baru yang lebih konstruktif, yaitu menjadikan daerah abu-abu menjadi area
of  common interest. Area yang menjadi perhatian bersama para profesi
karena  besarnya magnitude area itu dan resiko dampak yang juga luar
biasa sehingga harus ditangani bersama. Area ini bila tidak ditangani dapat
menimbulkan  potensi bahaya penyakit dan bahaya social yang sangat
besar bagi masyarakat

B. Saran

1. Untuk Pendidikan: Perlu adanya sosialisasi praktik kolaborasi dan


managed care diantara tim kerja kesehatan atau profesi kesehatan mulai
dari situasi  pendidikan.
2. Untuk Rumah sakit: Untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan
kesehatan perlu adanya peningkatan pendidikan perawat dan
komunikasi yang baik ke pasien maupun antar tim kerja, dan untuk
meningkatkan  praktik kolaborasi perlu adanya komitmen bersama
antara pemimpin (struktural) dan fungsional (profesi kesehatan),
dimana pimpinan dapat mengadopsi managed care dan
mensosialisasikan serta dapat diterapkan  pada pelayanan.
Daftar Pustaka

Departemen kesehatan RI (2004). Profile Indonesia 2004. Ismani, Nila.2001. Etika


Keperawatan. Jakarta: Widia Medika http://bankdata.depkes.go.id/Profil/Indo04/

http://chairulums.wordpress.com/2009/06/30/hubungan-perawat-dokter/

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0705/14/humaniora/3531067.htm.
http://www.kompas.com/ver1/Kesehatan/0711/01/184756.htm ( 24 JANUARI 2021.

Rachmawati, Evy. 2007 Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan Masih Rendah. www.


Kompas.com/kompas-cetak/ 2001. Diskusi Era Baru: Perawat Ingin Jadi Mitra
Dokter.

www.nursingworld. Canon. 2005. New Horizons for Collaborative Partnership.


www. Nursingworld. Gardner. 2005. Ten Lessons in Collaboration

Anda mungkin juga menyukai