(SAP)
A. Tujuan
1. Umum
a. Meningkatkan pemahaman keluarga mengenai hipertensi
b. Meningkatkan perilaku keluarga untuk berperilaku hidup sehat dalam
pencegahan terjadinya hipertensi
c. Meningkatkan status kesehatan keluarga
d. Agar keluarga dapat mengetahui untuk pencegahan hipertensi
e. Agar keluarga dapat menerapkan cara pengobatan tradisional.
2. Khusus
Keluarga Mampu :
a. Menjelaskan defenisi dari hipertensi
b. Mengetahui penyebab terjadinya hipertensi
c. Mengetahui klasifikasi tekanan darah pada usia dewasa atau lebih
d. Mengetahui tanda dan gejala hipertensi
e. Mengetahui faktor resiko terjadinya hipertensi
f. Mengetahui komplikasi hipertensi
g. Mengetahui pencegahan dan pengobatan hipertensi
B. Sasaran
Keluarga Tn “A”
C. Materi
1. Defenisi Hipertensi
2. Klasifikasi Hipertensi
3. Penyebab Hipertensi
4. Tanda dan gejala Hipertensi
5. Pencegahan dan pengobatan Hipertensi
6. Pemeriksaan Tekanan Darah
D. Pelaksanaan Kegiatan
E. Metode :
1. Ceramah
2. Demonstrasi dan Tanya Jawab
F. Media
1. Flip Chart
2. Leaflet
G. Evaluasi
a. Pertanyaan
1. Apakah ada obat tradisional untuk penderita Hipertensi ?
2. Buah-buahan atau sayuran apa saja yang dapat di konsumsi untuk
penderita Hipertensi ?
3. Apa tanda dan gejala yang sering terjadi pada penderita
Hipertensi ?
b. Jawaban
1. Untuk obat tradisional sebagai berikut :
a) Ini salah satu contoh cara membuat obat tradisional dari
buah ketimun dan belimbing : ½ kg buah ketimun /
belimbing cuci hingga bersih.
b) Kupas kulitnya kemudian diparut
c) Saring airnya dengan menggunakan kain atau penyaring
d) Setelah disaring kemudian diminum
e) Lakukan setiap hari kurang lebih 1 kg untuk 2 kali minum.
MATERI AJAR
A. Pengertian Hipertensi
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90
mmHg. Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan
sistolik 160 mmhg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Smeltzer & Bare, 2012).
Hipertensi atau penyakit darah tinggi sebenarnya adalah suatu
gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan
nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang
membutuhkan. Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh diam-diam
(Silent Killer), karena termasuk penyakit yang mematikan tanpa disertai
dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya
(Sustrani, 2011).
Penyakit hipertensi merupakan penyakit kelainan jantung yang
ditandai oleh meningkatnya tekanan darah dalam tubuh. Seseorang yang
terjangkit penyakit ini biasanya berpotensi mengalami penyakit-penyakit lain
seperti stroke, dan penyakit jantung (Rusdi dan Nurlaela, 2012).
Dari definisi-definisi diatas dapat diperoleh kesimpulan bahwa
hipertensi adalah suatu keadaan di mana tekanan darah menjadi naik, baik
tekanan sistolik maupun diastolik, karena gangguan pada pembuluh darah
yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah
terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya.
B. Etiologi
Menurut Indriyani (2011), Sekitar 20% populasi dewasa mengalami
hipertensi, lebih dari 90% diantara mereka menderita hipertensi essensial
(primer), dimana tidak dapat ditentukan penyebab medisnya. Sisanya
mengalami kenaikan tekanan darah dengan penyebab tertentu (hipertensi
sekunder).
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis :
1. Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak/belum
diketahui penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh
hipertensi).
2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan/sebagai akibat dari
adanya penyakit lain.
Hipertensi primer kemungkinan memiliki banyak penyebab; beberapa
perubahan pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-sama
menyebabkan meningkatnya tekanan darah.
Jika penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi sekunder. Pada
sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada
sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat
tertentu (misalnya pil KB).
Penyebab hipertensi lainnya yang jarang adalah feokromositoma,
yaitu tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin
(adrenalin) atau norepinefrin (noradrenalin).
C. Klasifikasi
Beberapa klasifikasi hipertensi:
1. Klasifikasi Menurut Joint National Commite 7
Komite eksekutif dari National High Blood Pressure Education
Program merupakan sebuah organisasi yang terdiri dari 46 professionalm
sukarelawan, dan agen federal. Mereka mencanangkan klasifikasi JNC
(Joint Committe on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of
High Blood Pressure) pada tabel 1, yang dikaji oleh 33 ahli hipertensi
nasional Amerika Serikat (Sani, 2012).
Tabel 1
Klasifikasi Menurut JNC (Joint National Committe on Prevention,
Detection, Evaluatin, and Treatment of High Blood Pressure)
Klasifikasi Tekanan Darah untuk Dewasa Usia 18 Tahun atau Lebih *
Kategori Sistolik (mmhg) Diastolik (mmhg)
Normal < 130 <85
Normal tinggi 130-139 85-89
Hipertensi +
Tingkat 1 (ringan) 140-159 90-99
Tingkat 2 (sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (berat) ≥180 ≥110
(Sumber: Sani, 2008)
Data terbaru menunjukkan bahwa nilai tekanan darah yang
sebelumnya dipertimbangkan normal ternyata menyebabkan
peningkatan resiko komplikasi kardiovaskuler. Data ini mendorong
pembuatan klasifikasi baru yang disebut pra hipertensi (Sani, 2012).
2. Klasifikasi Menurut WHO (World Health Organization)
WHO dan International Society of Hypertension Working Group
(ISHWG) telah mengelompokkan hipertensi dalam klasifikasi optimal,
normal, normal-tinggi, hipertensi ringan, hipertensi sedang, dan hipertensi
berat (Sani, 2012).
Tabel 2
Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO
Kategori Tekanan Darah Tekanan Darah
Sistol (mmHg) Diatol (mmHg)
Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Normal-Tinggi 130-139 85-89
Tingkat 1 (Hipertensi Ringan) 140-159 90-99
Sub-group: perbatasan 140-149 90-94
Tingkat 2 (Hipertensi Sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (Hipertensi Berat) ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 < 90
(Isolated systolic
hypertension)
Sub-group: perbatasan 140-149 <90
(Sumber: Sani, 2012)
D. Manifestasi
Menurut Damayanti (2013), pada sebagian besar penderita, hipertensi
tidak menimbulkan gejala, meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala
terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi
(padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala,
perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa
saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan
tekanan darah yang normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul
gejala berikut:
1. Sakit kepala
2. Kelelahan
3. Mual
4. Muntah
5. Sesak nafas
6. Gelisah
7. Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak,
mata, jantung dan ginjal.
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran
dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut
ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera.
F. Patofisiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2012), Mekanisme yang mengontrol
konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada
medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang
berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis
ke ganglia simpatis di torak dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system
saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion
melepaskan asetilkolin, yang merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan
dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan
vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut
bias terjadi.
Pada saat bersamaan dimana system simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respon rangsang emosi. Kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medula adrenal
mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal
mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran darah ke ginjal, mengakibatnkan pelepasan rennin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, saat vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi
natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume
intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan
hipertensi.
G. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit hipertensi
menurut Sustrani (2010) adalah sebagai berikut, diantaranya :
1. Penyakit pembuluh darah otak seperti stroke, perdarahan otak, transient
iskemik attack (TIA).
2. Penyakit jantung seperti gagal jantung, angina pectoris, infark miocard
akut (IMA).
3. Penyakit ginjal seperti gagal ginjal.
4. Penyakit mata seperti perdarahan retina, penebalan retina, oedema pupil.
H. Penatalaksanaan
Olahraga lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan hipertensi,
karena olahraga isotonik seperti bersepeda, jogging, dan senam aerobik yang
teratur dapat memperlancar peredaran darah sehingga dapat menurunkan
tekanan darah. Olahraga juga dapat digunakan untuk mengurangi/mencegah
obesitas dan mengurangi asupan garam ke dalam tubuh (tubuh yang
berkeringat akan mengeluarkan garam lewat kulit).
Pengobatan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis
menurut Kowalski (2010), yaitu:
1. Pengobatan non obat (non farmakologis)
Pengobatan non farmakologis kadang-kadang dapat mengontrol
tekanan darah sehingga pengobatan farmakologis menjadi tidak diperlukan
atau sekurang-kurangnya ditunda. Sedangkan pada keadaan dimana obat
anti hipertensi diperlukan, pengobatan non farmakologis dapat dipakai
sebagai pelengkap untuk mendapatkan efek pengobatan yang lebih baik.
Pengobatan non farmakologis diantaranya adalah :
a. Diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh
b. Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh.
Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan makan
penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit
dilaksanakan. Cara pengobatan ini hendaknya tidak dipakai sebagai
pengobatan tunggal, tetapi lebih baik digunakan sebagai pelengkap
pada pengobatan farmakologis.
c. Ciptakan keadaan rileks
Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat
mengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan
darah.
f. Melakukan olah raga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-
45 menit sebanyak 3-4 kali seminggu.
e. Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol
3. Pengobatan Tradisional
Menurut Damayanti (2013), pengobatan tradisional yang paling
umum dilakukan masyarakat dan mudah caranya adalah dengan
meminum perasan air timun. Secara klinis, mentimun mengandung zat-zat
saponin (yang berfungsi mengeluarkan lendir), protein, Fe atau zat besi,
sulfur, lemak , kalsium, Vitamin A, B1 dan juga C. Jika memakai
pendekatan matematis, maka dalam 100 gram mentimun terdapat 0,7
gram protein, 12 kkl kalori, 0,1 gram lemak, 21 miligram fosfor, 0,3
miligram Fe, 0,3 karbohidrat, 8,0 vitamin C, dan 0,3 miligram Vitamin A
dan juga vitamin B1. Berbagai zat ini bersifat porgonik yang disinyalir
mampu menurunkan tekanan darah dalam tubuh.
Para ahli menjawab alasan mengapa khasiat mentimun untuk darah
tinggi sangat baik. Alasannya tak lain adalah sifat uretic pada mentimun
yang terdiri dari 90% air mampu mengeluarkan kandungan garam dari
dalam tubuh. Mineral yang kaya dalam buah mentimun memang mampu
mengikat garam dan dikeluarkan melalui urin.
DAFTAR PUSTAKA
Elsanti, Salma. 2015. Panduan Hidup Sehat Bebas Kolesterol, Stroke, Hipertens
& SeranganJantung. Yogyakarta : Araska.
Hanns Peter, W. 2011. Hipertensi. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer Gramedia.
Indriyani, W.N. 2012. Deteksi Dini Kolesterol, Hipertensi, dan Stroke. Jakarta:
Millestone.
Rusdi, & Nurlaela, I. 2012. Awas! Anda bisa mati cepat akibat hipertensi &
diabetes. Yogyakarta: Power Books (IHDINA).
FOTOH BERSAMA