Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN TEORITIK

A. Pengertian
Sistem muskuloskeletal merupakan sistem yang terdiri dari tulang, otot, kartilago,
ligamen, tendon, fascia, bursae, dan persendian. Trauma merupakan keadaan ketika
seseorang mengalami cedera dan mengakibatkan trauma yang disebabkan paling umum
adalah kecelakaan lalulintas, industri, olahraga, dan pekerjaan rumah tangga.
Trauma muskuloskeletal adalah kondisi dimana terjadinya cedera atau trauma
pada sistem muskuloskeletal yang menyebabkan disfungsi struktur disekitarnya dan
struktur pada bagian yang dilindungi dan penyangganya (Wijaya, 2019, p. 204).
Trauma muskuloskeletal merupakan suatu keadaan ketika seseorang mengalami
cedera pada sistem muskuloskeletal, yaitu tulang, sendi otot, ligamen, kartilago, tendon,
fascia, persendian dan brusae yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, industri,
olahraga dan rumah tangga, Sehingga menyebabkan disfungsi pada struktur sistem
muskuloskeletal.

B. Klasifikasi
Klasifikasi trauma muskulo dapat dibagi menjadi berikut (Alsheihly and Alsheikhly,
2018, pp. 173–189):
1. Trama jaringan lunak
Jaringan lunak adalah istilah yang mencakup semua jaringan yang ada pada tubuh
kecuali tulang. Trauma ini mencangkup kulit, otot, pembuluh, ligamen, tendon, dan
saraf. Trauma yang disebabkan dapat dibedakan dari yang ringan, seperti lutut
tergores, hingga kritis yang mencangkup perdarahan internal, yang melibatkan kulit
dan otot-otot , luka ini dibagi menjadi luka tertutup dan terbuka.
a. Luka tertutup
cidera dimana tidak ada jalur terbuka dari lua lokasi yang terluka dibedakan
menjadi:
1) Kontusio yaitu cedera traumatis pada jaringan di bawah kulit.
2) Ecchymosis yaitu perubahan warna pada kulit yang disebabkan darah bocor
ke jaringan lunak disekitarnya menyebabkan kulit berubah warna.
3) Edema yaitu pembekakan akibat peradangan atau caian abnormal dibawah
kulit.
4) Strain yaitu robeknya otot yang dihasilkan dari peregangan berlebihan atau
terlalu banyak tenaga.
5) Kesleo, cedera sendi yang mengakibatkan kerusakan pada ligan=men dan
dislokasi sebagian atau sementara dari ujung tulang, robekan atau
peregangan ligamen penyokong.

b. Luka terbuka
Cedera dimana kulit terganggu atau rusak, mengekspos jaringan
dibawahnya dapat dibagimenjadi
1) Abrasi yaitu hilangnya lapisan kulit atas.
2) Laserasi yaitu potongan kulit dengan tepi bergerigi.
3) Sayatan yaitu ditandai dengan tepi halus dan menyerupai potongan
kertas.
4) Tusukan yaitu biasanya luka yang didalam dan sempit seperti luka
tusukan akibat paku atau pisau.
5) Avulsi yaitu dimana lipatan kulit secara paksa terkoyak dari perekatanya
6) Amputasi yaitu pelepasan sebagian atau seluruh anggota badan atau
pelengkap tubuh lainya.

c. Fraktur
Patahnya tulang yang mengakibatakan gangguan tualng parsial atau total.
Faraktur diklasifikasikan menjadi tertutup dan terbuka.
1) Fraktur tertutup yaitu dimana tulang patah tanpa penetrasi kulit atau
koneksi dengan permukaan luar.
2) Fraktur terbuka yaitu dimana adanya luka pada kulit atau jaringan ikat
diatasnya karena adanya paparan dari patah tulang.
d. Dislokasi
Sebuah perpindahan daru ujung tulang pada sendi yang mengakibatkan
tidak normalnya ligamen disekitar sendi.juga disebut dengan luxation, terjadi
ketika ada pemisahan abnormal pada sendi diman dua atau lebih tulang
bertemu. Gejala dislokasi meliputi :
1) Gerak terbatas bahkan hilang.
2) Nyeri saat bergerak.
3) Mati rasa disekitar area
4) Parathesia dan perasaan gili dianggota badan.

C. Faktor risiko
Faktor risiko trauma muskulo dapat dibedakan sebagai berikut (Lukman, 2012):
1. Usia
Usia seseorang yang lanjut atau lansia cenderung mengalami nyeri pada tulang
atau pada muskuloskeletal dari sel-sel tubuh yang mengalami kerusakan, dan dapat
beresiko patah tulang dikarenakan kekuatan tulang yang menurun dapat disebabkan
karena jatuh.
2. Pekerjaan
Pekerjaan yang berada pada satu tempat yang sama dan tidak berpindah atau sikap
tubuh yang buruk dapat menyebabkan gangguan pada muskuloskeletal. Pekerjaan
yang berat juga dapat beresiko terjadinya trauma akibat dari beban berlebih pada otot
dan tulang.
3. Tingkat aktivitas
Hal ini dikarenakan aktivitas penggunaan otot yang berlebihan atau terlalu lama
tanpa istirahat seperti para olahragawan hal ini dapat menyebabkan gangguan atau
trauma pada muskuloskeletal.
4. Gaya hidup
Gaya hidup ini dipengaruhi dengan kebiasaan seseorang yang berlebihan dalam
menggunakn sistem muskuloskeletal seperti kebiasaan olahraga tanpa prosedur yang
tepat.
D. Penatalaksanaan
Beberapa penatalaksanaan yang dapt dilakukan antaralain (Alsheihly and Alsheikhly,
2018, pp. 173–187; Pangaribuan, 2019):
1. Penatalaksanaan trauma muskulo dilakukan sesuai klasifikasi kejadian, tindakan
umum yang dapat dilakukan, yaitu:

a. menghilangkan nyeri akibat trauma.


b. Terapi obat-obatan, seperti analgetik, obat anti inflamasi non-streroid,
kartikosteroid.
c. Fisioterapi dan terapi okupasi
Terapi ini digunakan dalam rangka membantu pasien untuk menghilangkan rasa
nyeri yang dialami, serta menjaga rentang gerak agar tidak terdapat kekakuan,
menjaga kekuatan dan juga menyesuakan kegiatan aktivitas sehari-hari sesuai
dengan konsisi saat ini.
2. Penatalaksanaan pada cedera jaringan lunak.
a. Pada cedera tertutup
1) Strain dan kesleo
Pasien dengan kondisi ini biasanya mengaami rasa nyeri dan sensasi terbakar
dengan atau tanpa ekimosis, terdapat kelainan pada bentuk sendi, kehilangan
pergerakan sendi. Tindakan yang dilakukan adalah dengan pengobatan
kontrol nyeri, strapping atau perban suportif, dan mobilisasi dengan splinting
senhingga otot yang terkena pada posisi yang rileks. Kompres dingin juga
dapat dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri.
b. Luka terbuka
1. Abrasi
Penatalaksanaan yang dilakukan adalah dengan pembersiahan luka,
menutup luka dengan perban. Dialanjutkan dengan tindakan sekunder yang
berfokus dengan pencegahan infeksi
2. Leserasi dan sayatan
Perawatan yang dilakukan umumnya sama dengan perawatan abrasi.
Mengaliri luka dengan NaCl, menghilangkan benda asing yang menempel,
mengontrol perdarahan dengan menerapkan kompresi dan pembalutan luka
setempat, memberikan cairan intravena jika diperlukan (mus, pada kasus
perdarahan dan kemungkinan terjadi hemodinamik). Jika tendon dan otot
utama terpotong maka dilakukan imobilisasi.
3. Avulsi
Penatalaksanaan harus dilakukan dengan cermat dan hati-hati untuk
mengindari cedera vaskular dan neurologis. Perdarahan harus dikontrol
dengan tekanan langsung pada tempat perdarahan, bagian avulsi harus
dikelola dengan menerapkan beberapa pembalut yang kuat. Kontaminasi
harus dihindari pastikan penutup avulsi harus rata dengan posisi normal.
4. Amputasi
Perawatan dinilai dengan ABCDE, yang menerapkan managemen jalan
nafas, pernafasan, sirkulasi, kecacartan dan lingkungan pasien dan jontrol
perdarahan dengan tekanan langsung atau aplikasi torniquet. Jika torniquet di
aplikasikan harus menutup aliran arteri, karena sistem vena yang dapat
menigkatkan perdarahan. Penatalaksanaan dengan pengobatan syok melalui
cairan IV dan atau tranfusi darah, vasopresor jika perlu, kontrol rasa sakit dan
pemantauan terus menerus tanda vital pasien.

c. Fraktur
Penatalaksanaan pada pasien fraktur dimulai dengan ABCDE, mengontrol
perdarahan, perawatan syok, menringankan rasa sakit, obati cedera terkait dan
tutupi area yang terluka dengan pembalut steril, imobilisasi fraktur, pemberian
antibiotik IV, jangan menempatkan kembali tulang yang patah, tunggu dokter
ortopedi.
d. Dislokasi
Perawatan dislokasi tergantung pada tempat terjadinya dan tingkat
keparahan, pengobatan awal yang dilakukan adalah istirahat, es, kompresi dan
ketinggian. Manipulasi dan reposisi obat penenang atau anestesi diperlukan untuk
membuat pasien nyaman dan juga memungkinkan otot didekat sendi yang cidera
utnuk rileks dan memudahkan prosedur, lalu lakukan imobilisasi (sling, spint dan
gips beberapa minggu untuk mencegah terulangnya cedera, pemberian obat-
obatan (pereda nyeri dan pelemas otot), yang terakhir adalah rehabilitasi.
Prosedur pembedahan dilakukan hanya jika ada saraf atau pembuluh darah yang
rusak atau pada cedera berulang.

e. Sprain dan Strain


1. Spain
Bentuk cedera berupa pengukuran atau kerobekan pada ligamen (jaringan
yang menghubungkan tulang dengan tulang) atau kapsul sendi yang
memberikan stabilitas sendi. Gejala sprain yaitu nyeri, bengkak, peradangan,
memar, ketidakmampuan menggerakkan tungkai. Penyebab sprain adalah
terpeleset, gerakan yang salah sehingga sendi terenggang melampaui gerakan
normal.
2. Strain (Kram Otot)
Bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan pada struktur musculo-
tendinous (otot dan tendon). Gejala strain yaitu nyeri, spasme otot,
kehilangan kekuatan, keterbatasan gerak lingkup sendi. Penyebab strain
adalah terjadi karena pembebanan secar tiba-tiba pada otot tertentu.
Penanganan Dislokasi Sprain dan Strain, yaitu:
a. RICE (Rest, Ice, Compression, elevation)
Rest = istirahat.
Ice = kompres dengan es.
Compression = dibalut tetapi jangan terlalu kencang.
Elevation = bagian yang memar agak diangkat lebih tinggi
supaya darah dapat mengalir ke jantung.
b. Balut tekan
c. Bantu dengan tongkat atau truk
d. Mulai aktivitas dengan hati-hati secara bertahap
E. Manifestasi Klinis
1. Tidak dapat menggunakan anggota gerak.
2. Nyeri pembengkakan.
3. Terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh di kamar
mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan kerja, trauma
olahraga).
4. Gangguan fungsi anggota gerak.
5. Deformitas.
6. Krepitasi akibat gesekan fragmen satu dengan yang lainnya.

F. Pemeriksaan Penunjang
a. X-ray : Menentukan lokasi/luasnya fraktur.
b. Scan tulang : Memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak.
c. Arteriogram : Dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler.
d. Hitung darah lengkap : Hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada
perdarahan; peningkatan leukosit sebagai respon terhadap peradangan.
e. Kretinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
BAB III
KOSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Identitas klien
Yang harus diketahui perawat meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah,
agama atau kepercayaan, suku bangsa, bangsa yang dipakai, status pendidikan, dan
pekerjaan klien/asuransi kesehatan.
b. Keluhan utama
Pada saat di kaji klien mengalami post of fraktur dan memobilisasikan alasannya
yaitu mengeluh tidak dapat melakukan pergerakan nyeri: lemah dan tidak dapat
melakukan sebagaian aktivitas sehari-hari.
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien di gunakan:
1. Provoking incident apakah ada peristiwa yang menjadi faktor presipitasi nyeri.
2. Quality of pain seperti apa rasa nyeri yang di rasakan atau di gambarkan klien.
3. Region apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit menjalar dan dimana rasa
sakit terjadi.
4. Severity seberapa jauh nyeri yang di rasakan klien.
5. Time berapa lama nyeri berlangsung.
c. Riwayat penyakit saat ini
Pengumpulan data yang di lakuakan untuk menentukan sebab dari nyeri yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien.
d. Riwayat penyakit keluarga
Di dalam anggota keluarga tidak ada mengalami penyakit fraktur.
e. Riwayat Psikososial
Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit klien yang di deritanya dan peran
klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat.
f. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidaktauan akan terjadinya kecacatan
pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup
klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme
kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan
apakah klien melakukan olahraga atau tidak.(Ignatavicius, Donna D,1995).
2. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-
harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu
proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi
dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar
matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal
terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan
mobilitas klien.
3. Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces
pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi,
kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada
kesulitan atau tidak. Pola Tidur dan Istirahat Semua klien fraktur timbul rasa
nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan
kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya
tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan
obat tidur (Doengos. Marilynn E, 2002).
4. Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan
klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang
lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan
klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur
Ns.Arifianato, S,Kep 29 dibanding pekerjaan yang lain.
5. Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.
Karena klien harus menjalani rawat inap (Ignatavicius, Donna D, 1995).
6. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan
body image) (Ignatavicius, Donna D, 1995).
7. Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada
kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat
fraktur (Ignatavicius, Donna D, 1995).
8. Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa
nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya
termasuk jumlah anak, lama perkawinannya (Ignatavicius, Donna D, 1995).
9. Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping
yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
10. Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena
nyeri dan keterbatasan gerak klien
g. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
1. Gambaran Umum
Perlu menyebutkan: Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah
tanda-tanda, seperti: Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmentis tergantung pada keadaan klien. Kesakitan, keadaan penyakit:
akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut. Tanda-
tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.
2. Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
a. Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema,
nyeri tekan.
b. Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan,
tidak ada nyeri kepala.
c. Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan
ada.
d. Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun
bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
e. Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
f. Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri
tekan.
g. Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
h. Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut
tidak pucat.
i. Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
j. Sistem pernafasan
Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung
pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan
lainnya.
Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan onchi.
k. Sistem Kardiovaskuler
Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung.
Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
l. Sistem pencernaan
Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
Palpasi : Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak
teraba.
Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
Auskultasi : Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
m. Sistem Reproduksi : Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen injury fisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi.
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan suplai darah kejaringan.
3. Kerusakan integritas kulit b.d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup).
4. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuromuskular, nyeri, terapi restriktif
(imobilisasi).
5. Resiko infeksi b.d trauma, imunitas tubuh primer menurun, prosedur invasive
(pemasangan traksi).
6. Resiko syok (hipovolemik) b.d kehilangan volume darah akibat trauma (fraktur).
No Diagnosis NOC NIC
1 Nyeri akut NOC NIC
Definisi : pengalaman sensori dan  Pain level Pain management:
emosional yang tidak menyenangkan  Pain control - Lakukan pengkajian nyeri secara
yang muncul akibat kerusakan jaringan  Comport level komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
yang actual atau potensial atau Krikteria hasil: kualitas, dan faktor presipitasi.
digambarkan sedemikian rupa  Mampu mengontrol nyeri (tahu - Observasi reaksi nonverbal dari
(internasional association for the study of penyebab nyeri, mampu menggunakan ktidaknyamanan.
pain): awitan yang tiba- tiba atau lambat teknik nonfarmakologi untuk - Gunakan tehnik komunikasi terapeutik
dari intensitas ringan hingga berat mengurangi nyeri, mencari bantuan) untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien.
dengan akhir yang dapat  Melaporkan bahwa nyeri berkurang - Kaji kultur yang mempengaruhi respon
diantisipasi/diprediksi dan berlangsung dengan menggunakan management nyeri nyeri evaluasi pengalaman nyeri masa
selama 6 bulan.  Mampu mengenali nyeri (skala, lampau.
Batasan karakteristik: intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) - Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan
 Perubahan selera makan  Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri lain tentang ketidakefektifan control nyeri
 Perubahan tekana darah berkurang masa lampau.
 Perubahan frekuensi jantung - Bantu pasien dan keluarga untuk mencari
 Perubahan prekuensi pernapasan dan menemukan dukungan.
 Laporan isyarat - Control lingkungan yang dapat
 Diaphoresis
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
 Perilaku distraksi (mis:gelisah,
pencahayaan dan kebisingan.
meregek, menangis)
 Masker wajah (mis: mata kurang - Kurangi faktor presipitasi nyeri.
bercahaya, tampak kacau, gerakan - Pilih dan lakukan pengan nyeri
mata berpencar, atau tetap pada satu (farmakologi, nonfarmakologi, dan
focus meringis) interpersonal).
 Sikap melindungi area nyeri - Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
 Focus menyempit (mis:gangguan
menentukan intervensi.
presepsi nyeri, hambatan proses
berpikir, penurunan interaksi dengan - Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi.
orang dan lingkungan) - Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
 Indikasi nyeri yang dapat diamat - Evaluasi keefektifan kontrol nyeri.
 Perubahan posisi untuk menghindari - Tingkatkan istirahat.
nyeri - Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan
 Sikap tubuh melindungi
dan tidakan nyeri tidak berhasil.
 Dilatasi pupil
- Monitor penerimaan pasien tentang
 Melaporkan nyeri secara verbal
managemen nyeri.
 Gangguan tidur
Analgesic administration
Faktor yang berhubungan:
- Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
 Agen cedera (mis: biologis, zat kimia,
derajat nyeri sebelum pemberian obat.
fisik, psikologis
- Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi.
- Cek riwayat alergi
- Pilih analgesic yang diperlukan atau
kombinasi dari analgesic tergantung tipe dan
beratnya nyeri.
- Tentukan analgesic pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal.
- Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur.
- Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesic pertama kali.
- Berikan analgesic tepat waktu terutama saat
nyeri hebat.
- Evaluasi efektivitas analgesic, tanda dan
gejala.
2 Ketidakefektifan perfusi jaringan NOC NIC
perifer  Circulation status Peripheral Sensation Management
Definisi: Penurunan sirkulasi darah ke  Tissue perfusion: cerebral (Manajemen sensasi perifer)
perifer yang dapat mengganggu kriteria hasil: - Monitor adanya daerah tertentu yang hanya
kesehatan. Mendemonstrasikan status sirkulasi yang peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul.
Batasan karakteristik: ditandai dengan: - Monitor adanya paretese.
 Tidak ada nadi  Tekanan systole dan diastole dalam - Instruksikan keluarga untuk mengobservasi
 Perubahan fungsi motorik rentang yang diharapkan kulit jika ada isi atau laserasi.
 Perubahan karakteristik kulit (warna,  Tidak ada ortostatik hipertensi - Gunakan sarung tangan untuk proteksi.
elastisitas, rambut, kelembapan,  Tidak ada tanda tanda peningkatan - Batasi gerakan pada kepala, leher dan
kuku, sensasi, suhu) tekanan intrakranial tidak lebih dari punggung.
 Indek ankle-brakhial <0,90 15mmHg - Monitor kemampuan BAB.
 Perubahan tekanan darah diektermitas Mendemonstrasikan kemampuan kognitif - Kolaborasi pemberian analgetik.
 Waktu pengisian kapiler > 3 detik yang ditandai dengan: - Monitor adanya tromboplebitis.
 Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai
 Klaudikasi - Diskusikan menenai penyebab perubahan
dengan kemampuan
 Warna tidak kembali ketungkai saat sensasi.
 Menunjukkan perhatian, konsentrasi dan
tungkai diturunkan
orientasi
 Kelembapan penyembuhan luka
 Memproses informasi
perifer
 Membuat keputusan dengan benar.
 Penurunan nadi Menunjukkan fungsi sensori motorik
 Edema cranial yang utuh: tingkat kesadaran
 Nyeri ektermitas membaik, tidak ada gerakan gerakan
 Bruit femoral involunter
 Pemendekan jarak total yang
ditempuh dalam uji berjalan enam
detik
 Pemendekan jarak bebas nyeri yang
ditempuh dalam uji berjalan enam
detik
 Perestesia
 Warna kulit pucat saat elevasi
Faktor yang berhubungan:
 Kurang pengetahuan tetang faktor
pemberat (mis., merokok, gaya hidup
monoton, trauma, obesitas, asupan
garam, imobilitas)
 Kurangnya pengetahuan tentang
proses penyakit (mis,. diabetes,
hiperlipidemia)
 Diabetes mellitus
 Hipertensi
 Gaya hidup nonoton
 Merokok

3 Kerusakan integritas kulit NOC NIC


 Tissue integrity : skin and mucous Pressure Management
Defenisi: Perubahan/gangguan
 Membranes  Anjurkan pasien untuk menggunakan
epidermis/atau dermis  Hemodyalis akses pakaian longgar
Kriteria Hasil  Hindari kerutan pada tempat tidu
Batasan karakteristik:
 Integritas kulit yang baik bias  Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
 Kerusakan lapisan kulit (dermis) dipertahankan (sensasi, elastisitas, kering
 Gangguan permukaan kulit temperature, hidrasi, pigmentasi)  Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)
(epidermis)  Tidak ada luka/lesi pada kulit setiap dua jam sekali
 Invasi struktur tubuh  Perfusi jaringan baik  Monitor kulit akan adanya minyak/ baby
Faktor yang behubungan :  Meunjukkan pemahaman dalam proses oil pada daerah yang tertekan
 Eksternal perbaikan kulit dan mencegah terjadinya  Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
- Zat kimia, radiasi cedera berulang  Monitor status nutrisi pasien
- Usia yang ekstrim  Mampu melindungi kulit dan  Memandikan pasien dengan sabun dan air
- Kelembapan mempertahankan kelembaban kulit dan hangat
perawatan alami
- Hipertermia, hipotermia
Instision site care
- Factor mekanik (mis; gaya gunting/
 Membersihkan, memantau dan
shering forces) meningkatkan proses penyembuhan pada
- Medikasi
- Lembab luka ditutup dengan jahitan, klip atau
- Imobilitas fisik strapless
 Internal  Monitor proses kesembuhan area insisi
- Perubahan status cairan  Bersikan area sekitar jahitan atau staples,
- Perubahan pigmentasi menggunakan lidi kapas streril
- Perubahan turgor  Gunakan preparat antiseptic, sesuai
- Factor perkembangan program
 Ganti balutan pada interval waktu yang
- Kondisi ketidakseimbangan nutrisi
sesuai atau biarkan luka tetap terbuka
(mis; obesitas, emasasi)
(tidak dibalut) sesuai program
- Penurunan imunologis
- Penurunan sirkulasi
- Kondisi gangguan sensasi
- Tonjolan tulang
4 Hambatan mobilitas fisik NOC NIC
Defenisi: Keterbatasan pada pergerakan  Joint movement: active Exervice therapy: ambulation
 Mobility level - Monitoring vital sign sebelum/sesudah
fisik tubuh atau satu atau lebih
 Self care: ADL latihan dan lihat respon pasien saat latihan
ekstremitas secara mandiri dan terarah.  Transfer performance - Konsultasikan dengan terapi fisik tengtang
Batasan karakteristik: Kriteria hasil: rencana ambulasi sesuai dengan
 Klien meningkat dalam aktivitas fisik kebutuhan
 Penurunan waktu reaksi
 Mengerti tujuan dari peningkatan - Bantu klien untuk menggunakan tongkat
 Kesulitan membolak balik posisi mobilisasi saat berjalan dan cegah terhadap cedera
 Melakukan aktivitas lain sebagai  Memverbalisasi perasaan dalam - Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain
pengganti pergerakan (mis,. meningkatkan kekuatan dan kempuan tengtang teknik ambulasi
meningkatakan perhatian pada berpindah - Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
aktivitas orang lain, mengendalikan Memperagakan penggunaan alat bantu untuk
- Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan
perilaku, focus pada
mobilisasi (walker) ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
ketunadayaan/aktivitas sebelum sakit)
- Damping dan bantu pasien saat mobilisasi
 Dispenea setelah beraktivitas
dan bantu penuhi kebutuhan ADLs
 Perubahan cara berjalan
- Beriakn alat bantu jika klien memerlukan
 Gerakan bergetar - Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi
 Keterbatasan kemampuan melakukan dan beri bantuan jika diperlukan
keterampilan motorik halus
 Keterbatasan kemampuan melakukan
keterampilan motorik kasar
 Keterbatasan rentang pergerakan
sendi
 Tremor akibat pergerakan
 Ketidakstabilan postur
 Pergerakan lambat
 Pergerakan tidak terkoordinasi
Faktor yang berhubungan:
 Intoleransi aktivitas
 Perubahan metabolisme selular
 Ansietas
 Indeks mas atubuh diatas parentil ke
75 sesuai usia
 Gangguan kognitif
 Konstaktur
 Kepercayaan budaya tengtang
aktivitas sesui usia
 Fisik tidak bugar
 Penurunan ketahanan tubuh
 Penurunan kendali otot
 Penurunan massa otot
 Malnutrisi
 Gangguan ,muskuloskeletal, nyeri
 Agens obat
 Penurunan kekuatan otot
 Kurang pengetahuan tengtang
aktivitas fisik
 Keadaan mood depresif
 Keterlambatan perkembangan
 Ketidaknyamanan
 Disuse, kaku sendi
 Kurang dukungan lingkungan (mis,.
fisik dan sosial)
 Keterbatasan ketahanan
kardiovaskuler
 Kerusakan integritas stuktur tulang
 Program pembatasan gerak
 Keegganan memulai pergerakan
 Gaya hidup monoton
 Gangguan sensori perseptual
5 Resiko Infeksi NOC NIC
Definisi: Mengalami peningkatan resiko  Immune status Infection Control ( Kontrol Infeksi)
terserang organisme patogenik  Knowledge : Infection control - Bersihkan lingkungan setelah dipakai
Faktor – faktor resiko:  Risk control pasien lain.
 Penyakit kronis Kriteria Hasil : - Pertahankan teknik isolasi
- Diabetes Mellitus  Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi - Batasi pengungjung bila perlu
- Obesitas  Mendeskripsikan proses penularan - Instrusikan pada pengunjung untuk
 Pengetahuan yang tidak cukup untuk penyakit faktor yang mempengaruhi mencuci tangan saat berkunjung dan
menghindari pemajanan pathogen penularan serta penatalaksanaanya setelah berkunjung mennggalkan pasien
 Pertahanan tubuh primer yang tidak  Menunjukkan kemampuan untuk - Gunakan sabun antimikroba untuk cuci
adekuat mencegah timbulnya infeksi tangan
- Gangguan peristalsis  Jumlah leukosit dalam batas normal - Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
- Kerusakan integritas kulit  Menunjukkan perilaku hidup sehat tindakan keperawatan
(pemasangan kateter intravena, - Gunakan baju, sarung tangan sebagai
prosedur invasif) alat pelindung
- Perubahan sekresi pH - Pertahankan lingkungan aseptic selama
- Penurunan kerja sillaris pemasangan alat
- Pecah ketuban dini - Ganti letak V perifer dan line central dan
- Pecah ketuban lama dressing sesuai dengan petunjuk umum
- Merokok - Gunakan kateter intermitten untuk
- Statis cairan tubuh menurunkan infeksi kandung kencing
- Trauma jaringan (mis. Trauma - Tingkatkan intake nutrisi
destruksi jaringan) - Berikan terapi antibotik bila perlu
 Ketidak adekuatan pertahanan Infection Protection ( proteksi terhadap
sekunder infeksi)
- Penurunan hemoglobin - Monitor tanda dan gejala infeksi
- Imunosupresi (mis.imunitas sistemik local
didapat tidak adekuat, agen - Monitor hitung granulost, WBC
farmaseutikal termasuk - Monitor kerentanan terhadap infeksi
imunosupresan, steroid, antibodi
- Batasi pengunjung
monoclonal, imunomudulator)
- Supresi respon inflamasi - Sering pengunjung terhadap penyakit
 Vaksinasi tidak adekuat menular
 Pemajanan terhadap pathogen - Pertahankan teknik asepsis pada pasien
lingkungan meningkat yang beresiko
- Wabah - Pertahankan teknik isolasi k/p
 Prosedur invasive - Berikan perawatan kuliat pada area
 Malnutrisi epidema
- Inspeksi kulit dan membrane mukosa
terhadap kemerahan panas, drainase
- Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
Dorong masukan nutrisi yang cukup
-
Dorong masukan cairan
-
Dorong istirahat
-
Instruksikan
- pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
- Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
- Ajarkan cara menghindari infeksi
- Laporkan kecurigaan infeksi
- Laporkan kultur positif
6 Resiko syok NOC NIC
 Syok prevention Syok prevention
Definisi: Beresiko terhadap
 Syok management - Monitor status sirkulasi BP, warna kulit,
ketidakcukupan aliran darah kejaringan Krikteria hasil: suhu kulit, denyut jantung, HR, dan ritme,
 Nadi dalam batas yang diharapkan nadi perifer dan kapiler refill
tubuh, yang dapat mengakibatkan
 Irama jantung dalam batas yang - Monitor tanda inadekuat oksigenasi
disfungsi seluler yang mengancam jiwa diharapkan kejaringan
 Prekuensi napas dalam batas yang - Monitor suhu dan pernapasan
Faktor resiko:
diharapkan - Monitor input dan output
 Hipotensi  Irama pernapasan dalam batas yang - Pantau nilai lab: HB,HT,AGD, dan
 Hipovolemi diharapkan elektrolit
 Hipoksemia  Natrium serum dalam batas normal - Monitor hemodinamik invasi yang sesuai
 Hipoksia  Kalium serum dalam batas normal - Monior tanda dan gejala asietas
 Infeksi  Klorida serum dalam batas normal
- Monitor tanda awal syok
 Sepsis  Kalsium serum dalam batas normal
- Tempatkan pasien pada posisi supine, kaki
 Magnesium serum dalam batas normal
 Sindrom respons inflamasi sistemik elevansi untuk peningkatan preload
 PH darah serum dalam batas normal
dengan tepat
Hidrasi
 Indicator: - Lihat dan pelihara kepatenan jalan napas
 Mata cekung tidak ditemukan - Berikan cairan IV dan atau oral dengan
 Demam tidak ditemukan tepat beikan vasodilator yang tepat
- Ajarkan keluarga dan pasien tentang tanda
 TD dbn dan gejala datangnya syok
 Hematokrid DBN - Ajarkan pasien dan keluarga tentang
langkah untuk mengatasi gejala syok

Syok management
- Monitor fungsi neurologis
- Monitor fungsi renal (e.g BUN dan Cr
lavel)
- Monitor tekana nadi
- Monitor status cairan , input dan output
- Catat gas darah arteri dan oksigen
dijaringan
- Monitor EKG, sesuai
- Memanfaatkan pemantauan jalur arteri
untuk meningkatkan akurasi pembacaan
tekanan darah, sesuai
- Menggambarkan gas darah arteri dan
memonitor jaringan oksigenasi
- Memantau tren dalam parameter
hemodinamik, (mis: CVP, MAP, tekanan
kapiler pulmonan/ arteri)
- Memantau faktor penentu pengiriman
faktor oksigen (mis: PaO2 kadar
hemoglobin SaO2,CO), jika tersedia
- Memantau tingkat karbon dioksida
sublingual dan / atau tonometry lambung,
sesuai
- Memonitor gejala gagal pernapasan ( mis:
rendah PaO2, peningkatan PaO2 tingkat,
kelelahan otot pernapasan)
- Monitor nilai LAB (mis: CBC dengan
diferensial) koagulasi propil, ABC, tingkat
laktat, budaya, dan propil kimia)
- Masukan dan memelihara besarnya
kebosanan akses IV
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M. 2016. Nursing interventions classification (NIC) edisi keenam. Singapora dan indonesia: mocca media.

Anda mungkin juga menyukai