Anda di halaman 1dari 26

ACEH

RAPAI

RAPAI adalah alat musik perkusi tradisional Aceh yang termasuk dalam keluarga frame
drum, yang dimainkan dengan cara dipukul dengan tangan tanpa menggunakan
stick. RAPAI sering digunakan pada upacara-upacara adat di Aceh seperti upacara
perkawinan, sunat rasul, pasar malam, mengiringi tarian, hari peringatan, ulang tahun dan
sebagainya, dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan
masyarakat Aceh baik secara filosofïs atau kultural.
 Rapai berperan mengatur tempo, ritmik, tingkahan, gemerincing serta membuat
suasana menjadi lebih hidup dan meriah. Alat itu mendukung chorus
(melodi) dari Serune Kalee atau buloh merindu (alat tiup berinterval nada diatonis).
Ada pameo yang sering terdengar berisikan “peunajoh timphan, piasan rapai” yang
artinya makanan khas orang Aceh adalah timpan (sejenis kue dari bahan tepung beras di
dalamnya berisi kelapa dan gula aren, atau berisi sarikaya/aso kaya telur, dibungkus
dengan daun pisang muda dan dikukus), kemudian piasan rapai yang diartikan sebagai alat
musik hiburan adalah rapai.
Berdasarkan naskah syair yang dinyanyikan bersama RAPAI, alat musik pukul ini berasal
dari Syeh Abdul Kadir Jailani, ulama besar fiqih dari Persia yang hidup di Baghdad dari
tahun 1077 hingga 1166 Masehi ( 470-560 Hijriah). Syair itu menyebut (dalam bahasa
Indonesia):
Dilangit tinggi bintang bersinar
Cahaya bak lilin memancar kebumi
Asal rapai dari Syeh Abdul Kadir
Inilan yang sah penciptanya lahir kebumi. 
Rapai dibawa oleh seorang penyiar Islam dari Baghdad bernama Syeh Rapi (ada yang
menyebut Syeh Rifai) dan dimainkan untuk pertama kali di Ibukota Kerajaan Aceh,
Banda Khalifak (sekarang Gampong Pandee, Banda Aceh) sekitar abad ke-11.
Rapai dimainkan secara ensemble yang terdiri dari 8 sampai 12 orang pemain yang
disebut awak rapai dan disandingkan dengan instrumen lain seperti serune kalee atau
buloh merindu. Permainan dari ensemble Rapai tersebut dapat menjangkau pendengaran
dari jarak jauh akibat gema yang dipantulkannya dan tidak memerlukan microphone
untuk setiap penampilannya bahkan pada malam hari di daerah pedesaan bisa mencapai
pendengaran dari jarak 5-10 km.
ALAT MUSIK
TRADISIONAL
D

OLEH:

Siti Nabilah Azzahra

Siti Zahira Zahra

Nur Aeni

Ainun Nisya

Andi Muhammad Farid Talabani

Muhammad Naufal Faiq


SULAWESI SELATAN
KESO-KESO

Keso-Keso merupakan alat musik tradisional Sulawesi Selatan yang cukup terkenal
karena suara yang dihasilkan sangat indah dan membuat kita seakan terbawa dengan
suasana daerah asalnya.

Pada bagian tubuh Keso-Keso yang digunakan sebagai resonatornya terbuat dari kayu
nangka yang dipilih dengan cara khusus dan dibentuk menyerupai jantung pisang dengan
rongga di tengahnya agar menciptakan suara yang maksimal.

Setelah dipahat se-demikian rupa sehingga berbentuk cekungan, kekosongan dari kayu
nangka tersebut ditutup dengan membran yang terbuat dari kulit kambing pilihan.

Dari alat menggesek-nya tidak diperlukan kayu khusus karena asalkan kuat, kayu
tersebut bisa digunakan sebagai busur yang digunakan untuk menggesek Keso-Keso.

Namun yang terpenting terletak pada benda yang terlihat seperti tali busur tersebut
yang ternyata menggunakan rambut ekor kuda sebagai bahannya. Bunyi yang dihasilkan
ternyata berasal dari gesekan antara senar pada Keso-Keso dan juga rambut ekor kuda
pada busur.

Asal usul nama “Keso-keso” atau “Keso”

sebenarnya karena cara memainkan alat music

ini adalah dengan cara digesek, tapi ada juga

orang yang menyebutnya “Kere-Kere Galang”.


SULAWESI BARAT

KECAPI/KACAPING

Sulawesi Barat, provinsi baru di Sulawesi yang mempunyai banyak sekali ragam budaya
termasuk alat musik. Dari banyaknya alat musik yang patut menjadi sorotan adalah
Kecapi Mandar. Alat musik yang juga dikenal dengan sebutan Kecaping Tobaine ini
berasal tepatnya dari daerah Polewali Mandar.

Alat musik berbentuk seperti miniatur perahu dan memiliki dua dawai ini mulai sulit
ditemukan yang bisa memainkannya. Peminatnya  hanya dari kalangan orang tua yang
sudah lanjut usia. Kurangnya minat dari generasi muda untuk mempelajari Kecapi Mandar
juga ilmu yang didapat merupakan ilmu turun temurun menjadi faktor langkanya pemain. 

Pada awalnya, Kecapi Mandar adalah alat musik biasa yang dapat dimainkan kapan saja
tanpa adanya pelaksanaan upacara adat. Namun seiring perkembangan waktu, Kecapi
mandar sering dijadikan alat musik pengiring dalam upacara adat dan acara penting
lainnya. Lagu pengiring yang mengiringi permainan alat musik ini biasanya berupa syair
yang terbagi menjadi tiga kategori yaitu "Tolo" cerita yang mengisahkan tentang
kepahlawanan, "Tere" berisi pujian pada seseorang dan "Masala" berisi lagu atau syair
religi. 

Keunikan lain dari Kecapi Mandar adalah dari cara memainkannya. Untuk memainkannya,
pemain harus menaikkan kaki kirinya dan mendekatkan kecapi ke dada. Selain itu dari
segi permainan, bentuk kecapi pun  ada yang berbeda bentuknya. Kecapi yang dimainkan
oleh perempuan cenderung lebih lengkung .

 
SULAWESI UTARA
KOLINTANG

Kolintang atau kulintang adalah alat musik yang terdiri dari barisan gong kecil yang


diletakkan mendatar. Alat musik ini dimainkan dengan diiringi oleh gong tergantung yang
lebih besar dan drum. Kolintang merupakan bagian dari budaya gong Asia Tenggara, yang
telah dimainkan selama berabad abad di Kepulauan Melayu Timur- Filiphina,Indonesia
timur,Malaysia timur,Brunei dan timor.Alat musik ini berkembang dari tradisi pemberia
isyarat sederhana,menjadi bentuk seperti sekarang.Kegunaanya bergantung pada
peradaban yang menggunakannya.Dengan pengaruh Hindu,Budha,Kristen,Islam dan
barat,Kolintang merupakan tradisi gong yang terus berkembang.

Di Indonesia Kolintang dikenal sebagai alat musik perkusi bernada dari kayu yang
berasal dari daerah Minahasa Sulawesi Utara. Kayu yang dipakai untuk membuat
Kolintang adalah kayu lokal yang ringan namun kuat seperti kayu Telur (Alstonia sp),kayu
Wenuang (Octomeles Sumatrana Miq),kayu Cempaka (Elmerrillia Tsiampaca),kayu Waru
(Hibiscus Tiliaceus), dan sejenisnya yang mempunyai konstruksi serat paralel. Nama
kolintang berasal dari suaranya: tong (nada rendah), ting (nada tinggi) dan tang (nada
biasa). Dalam bahasa daerah, ajakan "Mari kita lakukan TONG TING TANG" adalah: "
Mangemo kumolintang". Ajakan tersebut akhirnya berubah menjadi kata kolintang.
SULAWESI TENGAH
PARE’E

Alat musik ini terbuat dari bambu. Pare'e dibuat dari bambu yang dibelah kemudian
salah satu ujungnya dibentuk runcing menyerupai 'paruh burung' atau garpu. Salah satu
sisi belahan terdapat dua lubang jari berukuran kecil. Alat musik ini dimainkan dengan
cara dipukul-pukul ke tangan kiri, sementara jari tangan kanan berada pada lubang
mengatur nada. Suara yang dihasilkan berupa dengungan lembut.

Pare'e dimainkan setelah para petani merayakan pesta panen dan saat mengisi waktu
senggang bagi para remaja. Pada masyarakat suku bangsa Kulawi di Sulawesi Tengah,
Pare'e dianggap memiliki kekuatan magis dan dibunyikan saat upacara adat.

SULAWESI TENGGARA
DIMBA NGGOWUNA

Dimba Nggowuna adalah alat musik tradisional yang terbuat dari bambu dan rotan dan
dulunya dimainkan oleh para kaum wanita disaat mereka bekerja menenun kain,
tujuannya hanyalah sebagai sarana hiburan agar tidak terlalu jenuh.

Alat musik tradisional daerah Sulawesi Tenggara ini diyakini sudah ada sejak zaman
Neolitikum, dengan ukurannya yang berkisar 40 – 45 cm Dimba Nggowana merupakan
perwujudan dari kesenian musik leluhur kita yang dapat kita dengar dengan suara khas
tiap petikannya.
SUMATERA UTARA
ARAMBA

Aramba Alat musik tradisional Suku Nias – Sumatera Utara. Aramba adalah salah satu
alat musik yang terbuat dari tembaga, kuningan, suasa dan nikel. Alat ini dimainkan oleh
satu orang. Fungsi aramba berperan sebagai pembawa pola irama. Selain aramba ada juga
beberapa alat musik tradisional dari Suku Nias antara lain Gondra, doli-doli, fondrahi,
lagia dan rici-rici.

Meskipun Aramba merupakan alat musik tradisional dari Nias, tetapi sebenarnya alat ini
tidak benar-benar dibuat oleh masyarakat Nias. Berdasarkan sejarah, alat musik
Aramba ini adalah hasil kerajinan dari Jawa yang dibawa ke Nias dengan sistem barter.

Aramba yang sering dipergunakan oleh masyarakat Nias dalam pelaksanaan upacara
perkawinan sebanyak satu buah yang disebut aramba fatao yang ukuran garis tengahnya
40 sampai 50 cm, sedangkan aramba yang dipakai oleh ngaoto mbalugu (keturunan
bangsawan) adalah aramba fatao dan aramba hongo yang ukuran garis tengahnya 60
sampai 90 cm.

Bentuk aramba bulat dengan tonjolan bulat kecil pada bagian tengahnya. Aramba
biasanya digantungkan dengan seutas tali pada sebuah palang horizontal.

Aramba memiliki jenis bunyi Ideofon, untuk penggunaannya yaitu dengan cara dipukul
dengan memakai pemukul yang khusus.

Aramba memiliki  fungsi khusus bagi  masyarakat masa prasejarah hingga kini. Yaitu,
merupakan benda keramat, makanya diperlakukan istimewa. Fungsi gong selain sebagai
alat komunikasi dalam masyarakat. Juga dipakai sebagai alat musik tradisional untuk
berbagai kegiatan seperti:

1. Dalam urusan ekonomi, gong hadir saat menanam dan memanen padi
2. Selain itu juga untuk kegiatan religi, acara perkawinan, kematian, dan sebagainya.
SUMATERA BARAT
SALUANG
Saluang adalah alat musik tradisional khas Minangkabau, Sumatera Barat. Yang mana
alat musik tiup ini terbuat dari bambu tipis atau talang (Schizostachyum
brachycladum Kurz). Orang Minangkabau percaya bahwa bahan yang paling bagus untuk
dibuat saluang berasal dari talang untuk jemuran kain atau talang yang ditemukan hanyut
di sungai. Alat ini termasuk dari golongan alat musik suling, tetapi lebih sederhana
pembuatannya, cukup dengan melubangi talang dengan empat lubang. Panjang saluang
kira-kira 40-60 cm, dengan diameter 3-4 cm. Adapun kegunaan lain dari talang adalah
wadah untuk membuat lamang (lemang), salah satu makanan tradisional Minangkabau.
dalam mebuat saluang ini kita harus menentukan bagian atas dan bawahnya terlebih
dahulu untuk menentukan pembuatan lubang, kalau saluang terbuat dari bambu, bagian
atas saluang merupakan bagian bawah ruas bambu. pada bagian atas saluang diserut untu
dibuat meruncing sekitar 45 derajat sesuai ketebalan bambu. untuk membuat 4 lubang
pada alat musik tradisional saluang ini mulai dari ukuran 2/3 dari panjang bambu, yang
diukur dari bagian atas, dan untuk lubang kedua dan seterusnya berjarak setengah
lingkaran bambu. untuk besar lubang agar menghasilkan suara yang bagus, haruslah bulat
dengan garis tengah 0,5 cm.
Pemain saluang legendaris bernama Idris Sutan Sati dengan penyanyinya Syamsimar.
Keutamaan para pemain saluang ini adalah dapat memainkan saluang dengan meniup dan
menarik napas bersamaan, sehingga peniup saluang dapat memainkan alat musik itu dari
awal dari akhir lagu tanpa putus. Cara pernapasan ini dikembangkan dengan latihan yang
terus menerus. Teknik ini dinamakan juga sebagai teknik manyisiahan angok(menyisihkan
napas).
Tiap nagari di Minangkabau mengembangkan cara meniup saluang, sehingga masing-
masing nagari memiliki ciri khas tersendiri. Contoh dari ciri khas itu adalah Singgalang,
Pariaman, Solok Salayo, Koto Tuo, Suayan dan Pauah. Ciri khas Singgalang dianggap
cukup sulit dimainkan oleh pemula, dan biasanya nada Singgalang ini dimainkan pada awal
lagu. Sedangkan, ciri khas yang paling sedih bunyinya adalah Ratok Solok dari
daerah Solok.
Dahulu, kabarnya pemain saluang ini memiliki mantera tersendiri yang berguna untuk
menghipnotis penontonnya. Mantera itu dinamakan   Pitunang Nabi Daud. Isi dari mantera
itu kira-kira : Aku malapehan pituang Nabi Daud, buruang tabang tatagun-tagun, aia
mailia tahanti-hanti, takajuik bidodari di dalam sarugo mandanga bunyi saluang ambo,
kununlah anak sidang manusia......  dan seterusnya
RIAU

RABANA UBI

Rebana Ubi adalah alat musik yang dimainka dengan cara dipukul dengan tangan. Rebana
Ubi dimasukkan ke golongan gendang sekaligus alat musik perkusi. Rebana Ubi
mempunyai ukuran yang lebih besar dengan rebana biasa karena Rebana Ubi mempunyai
diameter terkecil adalah 70 cm dan tinggi 1 meter. Rebana Ubi bisa digantung secara
horizontal atau dibiarkan diatas lantai agar bisa dimainkan. Di zaman dahulu Rebana ini
diyakini mempunyai fungsi sebagai alat penyebar berita adanya pernikahan penduduk
setempat atau adanya bahaya yang datang (seperti contoh angin kencang). Rebana Ubi di
taruh di dataran tinggi dan dipukul dengan menggunakan ritme tertentu tergantung
informasi yang ingin disampaikan.

KEPULAUAN RIAU
GAMBUS
Alat musik tradisiolan  Gambus adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional
yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu. Gambus sekilas menyerupai dengan
gitar, namun memiliki bentuk yang mirip dengan buah labu dibagi dua. Alat musik Gambus
merupakan salah satu alat musik petik yang berdawai.

Alat musik ini memiliki fungsi sebagai pengiring tarian zapin yang Berasal dari Timur
Tengah, Versi melayu menggunakan string 9-12 kawat yang dipetik. Secara umum ada
dua jenis gambus yang digunakan, Gambus Hadramaut dan Gambus Hijaz. 

Alat music ini juga pengiring nyanyian pada waktu diselenggarakan pesta pernikahan
atau acara syukuran. Alat musik ini identik dengan nyanyian yang bernafaskan Islam. 

Dalam mengiringi penyanyi, alat musik ini juga diiringi dengan alat musik lain, seperti
marwas untuk memperindah irama nyanyian.  Bentuknya yang unik seperti bentuk buah
labu siam atau labu air, menjadikannya mudah dikenal. Alat musik ini memiliki fungsi
sebagai pengiring tarian zapin yang Berasal dari Timur Tengah, Versi melayu
menggunakan string 9-12 kawat yang dipetik. Secara umum ada dua jenis gambus yang
digunakan, Gambus Hadramaut dan Gambus Hijaz. Alat music ini juga pengiring nyanyian
pada waktu diselenggarakan pesta pernikahan atau acara syukuran. Alat musik ini identik
dengan nyanyian yang bernafaskan Islam.Dalam mengiringi penyanyi, alat musik ini juga
diiringi dengan alat musik lain, seperti marwas untuk memperindah irama nyanyian. 
Bentuknya yang unik seperti bentuk buah labu siam atau labu air, menjadikannya mudah
dikenal.

Alat musik Gambus dipercaya oleh sebagian masyarakat di Riau sebagai hasil modifikasi
atau peniruan alat musik Al’ud yang berasal dari Arab, namun ada juga yang beranggapan
bahwa Gambus adalah alat musik asli dari daerah Riau.Anggapan sebagian masyarakat
dan para seniman tradisi yang mengatakan bahwa Gambus Melayu adalah alat musik asli
dari daerah Riau, hal ini didasari dari masih adanya dongeng dongeng di tengah
masyarakat Melayu Riau yang menceritakan tentang awal mula adanya alat musik Gambus
Melayu Riau. 

JAMBI
KELINTANG KAYU

Kelintang kayu merupakan alat musik pukul khas Provinsi Jambi. Alat musik ini terbuat
dari kayu. Dalam memainkannya, alat musik ini dipukul seiring dengan alat musik
pengiring lainnya, seperti talempong, gendang, dan akordion. Pada zaman kejayaan
kerajaan Melayu, alat musik ini hanya dimainkan untuk kalangan bangsawan. Dalam
pertunjukannya didendangkan syair lagu-lagu bertuah dan tari-tarian khas Jambi.
Kelintang kayu juga disebut senandung julo  karena para pemainnya sering menjulurkan
kaki (julo = menjulur) sambil memangku kelintang saat memainkannya. Berikut ini gambar
alat musik Kelintang Kayu Jambi.
BENGKULU
DOL

Alat musik dol merupakan bedug tradisional yang berasal dari


Provinsi Bengkulu, Indonesia. Dol termasuk dalam alat musik kategori membranofon.
Alat musik dol biasanya dimainkan oleh pria dan dibuat dengan menggunakan bonggol
dari pohon kelapa. Dalam pembuatannya, bonggol pohon kelapa tersebut dilubangi
tengahnya dan ditutupi dengan kulit lembu atau kulit kambing sebagai selaput penghasil
bunyi. Dol memiliki ukuran diameter 70–125 cm dengan tinggi 75–100 cm.[1] Dol selalu
dimainkan dalam perayaan tabot di Bengkulu. Dol juga sering digunakan sebagai musik
pengiring dalam tari-tarian tradisional di Bengkulu.
Alat musik dol memiliki tiga macam teknik penabuhan, yaitu teknik suwena, teknik
tamatam, dan teknik suwari. Ketiga jenis teknik dimainkan berdasarkan situasi dan
kondisi dimana dol dimainkan. Teknik suwena umumnya dimainkan dengan tempo yang
perlahan. Teknik suwena biasanya dimainkan pada suasana duka cita. Teknik tamatam
dimainkan dengan suasana gembira. Pada teknik tamatam dol akan dipukul dengan tempo
cepat dan meriah. Teknik penabuhan terakhir adalah teknik suwari, teknik suwari
dimainkan dengan tabuhan satu-satu dan dimainkan saat mengiringi parade. Dalam
pementasan alat musik dol biasanya akan dimainkan bersama alat musik lainnya seperi
tassa. Tassa adalah rebana yang dimainkan dengan cara dipukul menggunakan kayu rotan.

SUMATERA SELATAN
KENONG BASEMAH
Kenong Basemah merupakan alat musik tradisional Indonesia dari Sumatera Selatan
yang memiliki bentuk menyerupai bentuk alat musik kenong di daerah lain namun
berukuran sedikit lebih kecil. Nama alat musik ini sesuai dengan daerah asalnya yaitu
suku Basemah yang bermukim di Provinsi Sumatera Selatan sebelah barat.

Alat musik tradisional ini dibuat secara tradisional oleh masyarakat suku Basemah
menggunakan bahan tembaga. Kenong Basemah dimainkan dengan cara dipukul
menggunakan pemukul khusus. Kenong Basemah dalam musik gamelan Sumatera Selatan
berfungsi sebagai alat musik melodis. Berikut ini gambar alat musik Kenong Basemah
dari Sumatera Selatan.
LAMPUNG
BENDE
Bende atau canang adalah sejenis gong kecil yang dapat dijumpai di hampir seluruh
kepulauan Nusantara, dari Sumatera hingga Maluku dan Papua. Pada masa lalu, bende
biasanya digunakan untuk memberikan penanda kepada masyarakat untuk berkumpul di
alun-alun terkait informasi dari penguasa, untuk menyertai kedatangan raja atau
penguasa ke daerah tersebut, atau untuk menandai diadakannya pesta rakyat. Saat ini,
bende biasanya digunakan untuk menandakan adanya keramaian seperti topeng monyet
atau pesta rakyat yang lain.

Bende adalah sejenis gong kecil yang berasal yang dapat dijumpai hamper diseluruh
nusantara.Berikut gambar alat music bende dari provinsi Lampung.

BANGKA BELITUNG
DAMBUS
Dambus merupakan alat musik tradisional Indonesia yang terdapat di Provinsi Bangka
Belitung yang sering digunakan sebagai pengiring tarian tradisional maupun sebagai alat
musik pengiring lagu hiburan rakyat.Alat musik ini sejenis alat musik Gambus Melayu
yang berdawai 6 dengan jumlah senar 12 masing-masing dawai petik berjumlah 2 senar.
Yang membedakan alat musik Dambus dengan dengan alat musik Gambus Melayu adalah
bentuk badan alat musik Dambus yang agak sedikit lonjong serta  pada bagian ujung
kepala berbentuk rusa, sedangkan pada alat musik Gambus Melayu memiliki bentuk agak
sedikit bulat dan ujungnya tanpa hiasan rusa atau hiasan lainnya.

Alat musik ini biasanya terbuat dari kayu meranti namun ada pula yang terbuat dari
kayu gerunggang. Terdapat 2 jenis dambus, yaitu dambus besar dan dambus kecil.
Berikut ini gambar alat musik Dambus Bangka Belitung.

BANTEN
ANGKLUNG BUHUN
Angklung Buhun merupakan salah satu alat musik tradisional di Provinsi Banten.
Angklung Buhun merupakan alat musik tradisional masyarakat Baduy di Kabupaten Lebak,
Banten. Bagi masyarakat Baduy alat musik ini memiliki nilai magis dan sakral sehingga
kesenian angklung buhun hanya dimainkan pada acara tertentu, terutama pada saat
penanaman padi.

Angklung Buhun dalam bahasa sunda berarti angklung kuno atau angklung tuayang lahir


bersamaan dengan hadirnya masyarakat Baduy. Bagi masyarakat Baduy angklung buhun
merupakan sebuah pusaka adat sebagai penyambung amanat dalam mempertahankan
generasi masyarakat Baduy. Berikut ini gambar alat musik Angklung Buhun Banten.
Berikut ini gambar alat musik Angklung Buhun Banten.
DKI JAKARTA
TEHYAN
Tehyan merupakan salah satu jenis alat musik tradisional Betawi (DKI Jakarta) yang
dimainkan dengan cara digesek. Tehyan merupakan salah satu alat musik gesek sejenis
rebab atau biola hasil perpaduan kebudayaan Tionghoa. Terdapat 3 jenis alat musik
tehyan yang dikenal masyarakat Betawi, yaitu Kong ahyan, Tehyan, dan Sukong. Kong
ahyan berukuran kecil dengan nada dasar "D" sering disebut sebagai
melodi. Tehyan  memiliki ukuran sedang dengan nada dasar "A" yang sering disebut
sebagai rythem, sedangkan Sukong  merupakan jenis alat musik gesek Betawi yang
memiliki ukuran paling besar dengan nada dasar "G" atau sering disebut dengan bass.
Berikut ini gambar alat musik Tehyan Betawi DKI Jakarta.

JAWA BARAT
CALUNG
Calung adalah alat musik tradisional Jawa Barat yang merupakan prototipe dari
angklung. Berbeda dengan angklung yang dimainkan dengan cara digoyangkan, cara
menabuh calung adalah dengan memukul batang (Wilahan, bilah) dari ruas-ruas (tabung
bambu) yang tersusun menurut titi laras (tangga nada) pentatonik (da-mi-na-ti-la). Calun
dibuat dari jenis bambu hitam/ wulung (bambu awi) atau bambu putih (awi temen).
Terdapat 2 jenis calung yang dikenal masyarakat Jawa Barat, yaitu calung jinjing dan
calung rantai. Berikut ini gambar alat musik Calung Jawa Barat.
JAWA TENGAH
GAMBANG
Gambang merupakan alat musik pukul kayu bagian dari perangkat musik gamelan Jawa.
Gambang terabuat dari bilah-bilah kayu sebagai penghasil nada yang disusun pada
gerobogan kayu sebagai resonator. Gambang memiliki bilah kayu sebanyak 17 sampai 20
bilah dengan cakupan wilayah oktaf gambang sebanyak dua oktaf atau lebih.

Gambang dimainkan dengan cara dipukul menggunakan pemukul khusus berbentuk


bundar dengan tangkai pegangan yang biasanya terbuat dari tanduk. Gambang
kebanyakan dimainkan dengan gembyangan dalam pola ketukan ajeg. Berikut ini gambar
alat musik Gambang dari Jawa Tengah.

D.I YOGJAKARTA
KENDANG
Kendang atau kendhang adalah instrumen dalam gamelan Jawa Tengah dan Jawa
Barat yang salah satu fungsi utamanya mengatur irama. Instrument ini dibunyikan
dengan tangan, tanpa alat bantu. Jenis kendang yang kecil disebut ketipung, yang
menengah disebut kendang ciblon/kebar. Pasangan ketipung ada satu lagi bernama
kendang gedhe biasa disebut kendang kalih. Kendang kalih dimainkan pada lagu atau
gendhing yang berkarakter halus seperti ketawang, gendhing kethuk kalih, dan ladrang
irama dadi. Bisa juga dimainkan cepat pada pembukaan lagu jenis lancaran ,ladrang irama
tanggung. Untuk wayangan ada satu lagi kendhang yang khas yaitu kendhang kosek.
Kendang kebanyakan dimainkan oleh para pemain gamelan profesional, yang sudah lama
menyelami budaya Jawa. Kendang kebanyakan di mainkan sesuai naluri pengendang,
sehingga bila dimainkan oleh satu orang dengan orang lain maka akan berbeda nuansanya.
JAWA TIMUR
SARONEN
Saronen merupakan alat musik tiup masyarakat Madura. Saronen memiliki bentuk
seperti terompet (kerucut) dengan enam lubang nada dibagian atas/ depan serta satu
lubang nada di bagian bawah/ belakang. Saronen terbuat dari kayu jati sebagai tabung
suara berbentuk kerucut, serta sebuah sayap batas peniup yang terbuat dari ukiran
tempurung kelapa.

Saronen merupakan nama alat musik tradisional sekaligus nama kesenian musik
tradisional Madura, Jawa Timur. Kesenian ini menggunakan kombinasi alat musik seperti
Saronen, Kempul, Gong, Kenong besar, kenong tengahan dan kenong kecil, gendang besar
dan gendang kecil, serta alat musik korca yang masing-masing satu buah. Berikut ini
gambar alat musik Saronen Madura Jawa Timur.

Sering berkunjunganya penguasa Sumenep Arya Panoleh ke tempat kakaknya Batara


Katong yang berkuasa di Ponorogo untuk bersilaturahmi. Saat di ponorogo, rombongan
dari sumenep di sambut dengan persembahan reyog dan atraksi memukau yang dilakukan
oleh orang-orang berpakaian hitam. Dari sinilah awal mulanya Selompret pada gamelan
reyog dikenal oleh rombongan sumenep dengan nama Saronen.

Selain gamelan reyog yang di terapkan di Sumenep, juga pakaian warok serba hitam
dengan kaos bergaris-garis, makanan seperti Sate yang awalnya dari tusuk lidi dan
angklung yang hanya dapat di temukan di sumenep saja di seluruh dataran madura.
Dengan begitu, Sumenep yang merupakan kiblat orang madura, budaya dari ponorogo
yang di terapkan di sumunep mulai menyebar ke seluruh madura. Tetapi bagaimanapun
juga setelah di terapkan di madura, masih terdapat perbedaan anatara budaya dari
tanah budaya Ponorogo dengan budaya madura.Adalah seorang Kyai Khatib Sendang
( cicit Sunan Kudus ) bertempat tinggal di Desa Sendang Kecamatan Pragaan ratusan
tahun silam menggunakan musik ini sebagai media dakwah dalam mensyiarkan Agama
Islam. Konon setiap hari pasaran yang jatuh pada setiap hari senin , Kyai Khatib Sendang
dan para pengikutnya menghibur pengunjung pasar disertai penari berpakaian ala badut.
Setelah para pengunjung pasar pada berkumpul , mulailah Kyai Khatib Sendang
berdakwah memberi pemaparan tentang Islam dan kritik sosial. Gaya dakwah yang kocak
humoris tetapi mampu menggetarkan hati pengujung membuat masyarakat yang hadir
tertarik langsung minta baiat masuk Islam.
KALIMANTAN BARAT
KELEDI
Keledi merupakan nada alat musik tradisional Kalimantan Barat yang dimainkan dengan
cara ditiup.  Keledik atau juga sering disebut Kedire terbuat dari batang bambu yang
disusun atau disatukan rongga lubangnya pada buah labu  kering sebagai pembentuk
suara. Alat musik yang menghasilkan nada pentatonik ini biasanya dimainkan sebagai
pengiring tarian tradisional, nyanyian tradisional pada saat upacara adat masyarakat
dayak. Berikut ini gambar alat musik Keledi dari Kalimantan Barat.Keledi terbuat dari
bambu dan benang. Keledi atau organ mulut dibuat dari buah labu yang sudah tua yang
berumur sekitar 5-6 bulan. Labu tersebut kemudian dikeluarkan isinya, direndam selama
satu bulan, dan selanjutnya dikeringkan. Buah labu dan batang-batang bambu disatukan
dengan menggunakan perekat dari sarang kelulut (sejenis lebah hutan berukuran kecil).

KALIMANTAN SELATAN
KALANG KUPAK
Kalang kupak merupakana salah satu alat musik tradisional Suku Bukit di Provinsi
Kalimantan Selatan. Alat musik perkusi khas Kalimantan selatan ini terbuat dari batang
mambu yang dipotong setengah dan meruncing di bagian ujungnya. Jumlah bambu yang
digunakan adalah 8 ruas bambu berbagai ukuran (panjangnya berlainan) yang disatukan
berjajar menggunakan serat rotan mirip calung di daerah Jawa Barat. Alat musik ini
dimainkan dengan cara dipukul menggunakan pemukul kayu. Berikut ini gambar alat musik
Kalang Kupak Kalimantan Selatan.
KALIMANTAN TENGAH
GANDANG TATAU
Gandang Tatau sering disebut juga Gandang Tunggal adalah jenis gandang (gendang
dalam bahasa Indonesia) yang memiliki ukuran relatif lebih besar dan panjang jika kita
membandingkannya dengan gandang lainnya yang juga sama-sama alat musik tradisional
khas Suku Dayak Kalimantan Tengah (Kalteng), hal ini dikarenakan panjang Gandang
Tatau bisa mencapai satu sampai dua meter dengan ukuran garis lintang tengah atau
disebut diameter bisa mencapai ukuran tidak kurang dari empat puluh sentimeter.

Pada bagian ujung salah satu Gandang Tatau dipasang membran dari kulit hewan seperi
kulit sapi, ular sawah atau penganen bahkan hingga kulit binatang rusa dan pada bagian
ujung pangkalnya biasanya dibiarkan terbuka begitu saja dengan harapan agar bunyi yang
dihasilkan saat sebuah Gandang Tatau ditabuh bisa lebih keras.
Sedangkan untuk mengwencangkan membran biasanya dipasang tali pengencang, tali
pengencang tersebut bisa terbuat dari bahan rotan atau juga kulit hewan yang dibuat
panjang seperti tali. Pada bagian tengah tubuh Gandang, tali tersebut diikatkan lagi pada
sebuah sabuk yang terbuat dari bahan rotan, kemudian disisipkan 4 sampai 5 buah pasak
dari bahan kayu untuk pengunci, pengunci berfungsi agar sabuk dan membran tidak
mudah mengendur.

Gandang Tatau juga termasuk instrumen musik yang berkedudukan sangat tinggi, karena
alat ini selain sebagai alat musik juga digunakan sebagai perlengkapan ritual yang sering
digunakan pada berbagai acara adat suku Dayak seperti upacara ritual Tiwah(upacara
kematian) dan upacara penyambutan tamu kehormatan.
KALIMANTAN UTARA
SLUDING

Sluding atau klentangan merupakan alat musik pukul jenis silofan yang mirip dengan
gambang. Alat musik ini terdiri dari 8 bilah kayu yang ditempatkan pada rak kayu. Pada
sisi kanan dan kiri sluding dihias dengan motif kepala burung Enggang yang dianggap
sebagai hewan sakral oleh suku bangsa Dayak Modang. Alat musik ini dimainkan saat
upacara adat.

Klentangan mempunyai 6 gong kecil yang digunakan dengan cara dipukul di bagian yang
menonjol, gong-gong ini disusun rapih pada sebuah tempat layaknya rak yang sudah
dibentuk dan di ukur hingga gong kecil itu muat dan tersusun dengan rapi sesuai urutan
nadanya.

Tiap gong yang disusun mempunyai nada berbeda entah itu mayor ataukah minor, 2
batang kayu digunakan sebagai pemukul dari klentangan.

Klentangan mempunyai bahan yang utama yaitu kayu yang bergelombang karena bahan
itu bersifat kuat, ringan dan ketika diraut kayu tersebut akan lurus dan gampang
dibentuk tetapi kayu ini sudah langka di hutan Indonesia sehingga kini Klentangan
terbuat dari logam kuningan atau sejenisnya.

Bentuk klentagan yang dibuat dari kayu dan logam berbeda. Untuk klentangan yang
dibuat dari kayu mempunyai bentuk berbilah dan yang logam berbentuk bulat jika anda
ingin pergi ke suku Dayak Tunjung mereka mengenali klentangan dengan bahan besi
kuningan ini dengan nama Serunai.

Untuk membuat klentangan itu mudah dan masih dilakukan dengan cara tradisional, ada
3 tahap yang nantinya akan di lewati saat membuat alat musik ini yaitu saat memilih
bahan , menata bilah-bilahnya dan terakhir jangan lupa untuk pemukulnya.
KALIMANTAN TIMUR
SAMPE
Sampe dalam bahasa lokal suku Dayak dapat diartikan “memetik dengan jari". ] Dari
makna namanya itu diketahui dengan jelas bahwa sampe adalah perangkat musik yang
dimainkan dengan cara dipetik. Namun, penamaan alat musik Melayu Dayak ini ternyata
berbeda-beda di tiap-tiap sub etnis suku Dayak yang ada di Kalimantan
timur. Nama sampe’ digunakan oleh orang-orang suku Dayak Kenyah, orang-orang
suku Dayak Bahau dan Kanyaan menyebutnya dengan nama sape’, suku Dayak
Modang mengenal alat musik ini sebagai sempe, sedangkan orang-orang Dayak Tunjung
dan Banua menamainya dengan sebutan kecapai’ .

Sampe adalah alat musik yang berfungsi untuk menyatakan perasaan, baik perasaan
riang gembira, rasa sayang, kerinduan, bahkan rasa duka nestapa. Dahulu, memainkan
sampe pada siang hari dan malam hari memiliki perbedaan. Apabila dimainkan pada siang
hari, umumnya irama yang dihasilkan sampe menyatakan perasaan gembira dan suka-
ria. Sedangkan jika sampe dimainkan pada malam hari biasanya akan menghasilkan irama
yang bernada sendu, syahdu, atau sedih. Terdapat ungkapan mengenai sampe yang
termuat dalam Tekuak Lawe, sastra lisan yang diturunkan dari generasi ke generasi
dalam tradisi masyarakat Dayak, khususnya suku Dayak Kanyaan dan Kenyah. Ungkapan
yang berbunyi sape' benutah tulaang to'awah itu secara harfiah dapat diartikan Sampe
mampu meremukkan tulang-belulang hantu yang bergentayangan . Ungkapan tersebut
menggambarkan bahwa alat musik sampe mampu membuat orang yang mendengarnya
merinding hingga menyentuh tulang atau perasaan. Bagi para tetua adat Dayak di zaman
dulu, keyakinan akan kesakralan sampe memang betul bisa dirasakan karena suasana
pedesaan dan nuansa adat pada saat itu masih sangat kental.
BALI
RINDIK
Berawal ketika pihak wengker (sekarang Ponorogo) melakukan pemberontakan kepada
majapahit, banyak angklung Reyog yang merupakan senjata kerajaan majapahit juga
bberfungsi sebagai alat musik di tinggal di kerajaan. Sehingga saat serbuan dari Demak
angklung-angklung dan gamelan di bawa ke Bali sehingga mengalami pergesaran dan
kerusakan.
Setiba di bali, orang majapahit mengalami kesulitan saat merangkai gamelan termasuk
Angklung, meski angklung di bali tidak di bentuk sedemikian rupa, tetapi tetap
menghasilkan suara dengan cara di pukul layaknya gamelan yang terbuat dari logam,
angkung ini berubah nama menjadi rindik yang berasal dari bahasa jawa kuno yang
berarti di tata dengan rapi dengan celah yang sedikit.
Meskipun angklung reyog berhasil dirangkai dan terciptanya alat musik Rindik, Angklung
Reyog tetap di gunakan untuk keperluan keagamaan dan kesenian hingga era kerajan Bali.
Tetapi saat ini sudah tidak di teruskan seniman bali karena tidak mencerminkan keraifan
lokal Bali.
Rindik terbuat dari bambu yang bernada selendro dan dimainkan dengan cara dipukul.
Alat musik ini biasa dimainkan oleh 2-5 orang pemain, di mana 2 orang menabuh Rindik
dan sisanya untuk seruling dan gong pulu. Terdapat lima nada dasar yang dimiliki oleh
Rindik. Pada awalnya rindik hanya dibuat sebagai alat untuk menghibur para petani di
sawah. Rindik juga biasa digunakan sebagai musik pengiring hiburan rakyat ' Joged
Bumbung '. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, kini Rindik sudah lebih fleksibel
dalam pemakaiannya. Beberapa diantaranya adalah sebagai pelengkap untuk acara
pernikahan/resepsi serta dapat pula untuk menyambut tamu.
GORONTALO
POLOPALO
Polopalo adalah alat musik tradisional khas semenanjung Gorontalo, Provinsi Gorontalo.
Polopalo merupakan alat musik jenis idiofon atau golongan alat musik yang sumber
bunyinya diproleh dari badannya sendiri. Dalam artian bahwa ketika Polopalo tersebut di
pukul atau sebaliknya memperoleh pukulan, bunyinya akan dihasilkan dari proses
bergetarnya seluruh tubuh Polopalo tersebut.

Alat musik Polopalo adalah alat musik yang bahan dasarnya terbuat dari bambu,
bentuknya menyerupai garputala raksasa dan teknik memainkannya yakni dengan
memukulkan kebagian anggota tubuh yaitu lutut. Pada perkembangannya, Polopalo
mendapatkan penyempurnaan pada beberapa hal, salah satunya adalah kini Polopalo
dibuatkan sebuah pemukul dari kayu yang dilapisi karet agar mempermudah dan
membantu dalam proses memainkan alat musik Polopalo. Hal ini memberi dampak selain
tidak membuat sakit bagian anggota tubuh yang dipukul, juga membuat Polopalo tersebut
berbunyi lebih nyaring. 

Perkembangan lainnya alat musik Polopalo di kembangkan dari 2 (nada) menjadi lebih,
dalam artian musik Polopalo telah dikembangkan jenis organologinya sehingga
menghasilkan beberapa buah alat musik Polopalo dalam bentuk dan nada yang berbeda.
Setelah itu Polopalo yang telah menjadi beberapa buah nada tersebut, dimainkan oleh
beberapa orang dengan menyesuaikan komposisi yang telah dibuat. Secara otomatis
musik Polopalo sudah bisa menghasilkan tangga nada yang bisa kita komposisikan menjadi
suatu karya musik (seperti layaknya kelompok musik angklung).
N USA TENGGARA BARAT
PALOMPONG

Alat musik ini terbuat dari kayu dan logam. Palompong termasuk dalam jenis alat musik
silofan. Cara memainkannya, pemain duduk dengan dua kaki dalam posisi lurus ke depan,
sementara palompong diletakkan di atas paha kemudian bilah dipukul dengan dua
pemukul. Rongga di antara paha dan bilah-bilah palompong berfungsi sebagai resonator.

Dahulu alat ini dimainkan secara tunggal dan biasanya dimainkan oleh laki-laki pada saat
menunggu sawah atau ladang untuk mengusir sepi. Saat ini palompang juga dimainkan oleh
wanita dan menjadi bagian dari orkestra Gong Genang yang berfungsi sebagai alat musik
ritmik untuk mengiringi tari-tarian pada saat irama cepat. Palompang merupakan alat
musik khas Kabupaten Sumbawa, namun ada juga alat musik sejenis ini di daerah Lombok
dengan sebutan "cungklik".

NUSA TENGGARA TIMUR


FOY DOA
Seberapa lama usia musik Foy Doa tidaklah diketahui dengan pasti karena tidak ada
peninggalan- peninggalan yang dapat dipakai untuk mengukurnya. Foy Doa berarti suling
berganda yang terbuat dari buluh/bamabu keil yang bergandeng dua atau lebih.Mungkin
musik ini biasanya digunakan oleh para muda-mudi dalam permainan rakyat di malam hari
dengan membentuk lingkaran. FOY DOA terdiri dari 2 atau bisa saja lebih suling yang
digandeng dan dalam memainkannya digunakan secara bersama-sama.

 
Sistem penadaan, Nada-nada yang diproduksi oleh musik Foy Doa adalah nada-nada
tunggal dan nada-nada ganda atau dua suara, hak ini tergantung selera si pemain musik
Foy Doa. Bentuk syair, umumnya syair-syair dari nyanyian musik Foy Doa bertemakan
kehidupan , sebagai contoh : Kami bhodha ngo kami bhodha ngongo ngangi rupu-rupu, go-
tuka ate wi me menge, yang artinya kami harus rajin bekerja agar jangan kelaparan. Cara
Memainkan, Hembuskan angin dari mulut secara lembut ke lubang peniup, sementara itu
jari-jari tangan kanan dan kiri menutup lubang suara. 
 
Perkembangan Musik Foy Doa, Awal mulanya musik Foy Doa dimainkan seara sendiri, dan
baru sekitar 1958 musisi di daerah setempat mulai memadukan dengan alat-alat musik
lainya seperti : Sowito, Thobo, Foy Pai, Laba Dera, dan Laba Toka. Fungsi dari alat-alat
musik tersebut di atas adalah sebagai pengiring musik Foy Doa.

MALUKU
TOTOBUANG
Totobang merupakan salah satu alat musik tradisional Maluku yaitu berupa gong kecil
berbahan logam kuningan. Totobuang terdiri dari 12 sampai 14 gong kecil berbagai
ukuran yang menghasilkan nada melodis ketika dipukul dengan kayu pemukul. Alat musik
ini termasuk bagian dari alat musik perkusi Daerah Maluku. Tabuhan totobuang
dimainkan sebagai iringan alat musik perkusi lain seperti tifa dan arababu. Berikut ini
gambar alat musik Totobuang Maluku.
MALUKU UTARA
CIKIR

Cikir adalah salah satu alat musik tradisional Indonesia yang terdapat di Provinsi
Maluku Utara yang terbuat dari batok kelapa/labu kering yang diisi  biji-bijian kering
serta diberi pegangan. Bentuk alat musik ini seperti alat musik marakas yang dimainkan
dengan cara digoyangkan. Cikir biasanya digunakan sebagai alat musik pengiring
pertunjukan musik bambu hitadi di kabupaten Halmahera, Maluku Utara. Berikut ini
gambar alat musik Cikir Maluku Utara.

PAPUA BARAT
KROMBI

Krombi adalah alat musik papua yang terbuat dari bambu. Krombi merupakan salah 1 alat
musik yang digunakan untuk mengiringi tarian pada pesta adat masyarakat Papua. Alat
musik ini biasanya dimainkan dengan menggunakan sebuah kayu kecil lalu diketuk-ketuk
pada bambu tersebut. Alat musik ini berasal dari Suku Tehit, Kampung Seremuk,
Kabupaten Sorong Selatan, Provinsi Papua Barat
PAPUA
TIFA
Tifa merupakan alat musik khas Indonesia bagian Timur, khususnya Maluku dan Papua.
Alat musik ini bentuknya menyerupai kendang dan terbuat dari kayu yang di lubangi
tengahnya. Ada beberapa macam jenis alat musik Tifa seperti Tifa Jekir, Tifa
Dasar, Tifa Potong, Tifa Jekir Potong dan Tifa Bas.
Tifa mirip dengan alat musik gendang yang dimainkan dengan cara dipukul. Alat musik ini
terbuat dari sebatang kayu yang dikosongi atau dihilangi isinya dan pada salah satu sisi
ujungnya ditutupi, dan biasanya penutupnya digunakan kulit rusa yang telah dikeringkan
untuk menghasilkan suara yang bagus dan indah. Bentuknyapun biasanya dibuat dengan
ukiran. Setiap suku di Maluku dan Papua memiliki tifa dengan ciri khas nya masing-
masing.
Tifa biasanya digunakan untuk mengiringi tarian perang dan beberapa tarian daerah
lainnya seperti tari Lenso dari Maluku yang diiringi juga dengan alat musik totobuang,
tarian tradisional suku Asmat dan tari Gatsi.
Alat musik tifa dari Maluku memiliki nama lain, seperti tahito atau tihal yang digunakan
di wilayah-wilayah Maluku Tengah. Sedangkan, di pulau Aru, tifa memiliki nama lain yaitu
titir. Jenisnya ada yang berbentuk seperti drum dengan tongkat seperti yang digunakan
di Masjid . Badan kerangkanya terbuat dari kayu dilapisi rotan sebagai pengikatnya dan
bentuknya berbeda-beda berdasarkan daerah asalnya. [1]

Anda mungkin juga menyukai