Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

FAKTOR RESIKO KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU DAN


PENANGANANNYA

OLEH :
ANA PUTRI SANJAYA P27820820005
ELVIN ELSA MAHARENNY P27820820017
IS NANING TYAS NOVITA SARI P27820820027
MUHAMMAD INSAN DZAKY P27820820031
SAFRINA AMALIA P27820820047

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGAM PENDIDIKAN PROFESI NERS SURABAYA
2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha
penyayang. Kami panjatkan puji syukur atas kehadiratNya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayahnya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah maternitas dengan judul “Faktor Resiko Kehamilan
Ektopik Terganggu dan Penanganannya”
 Kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Endah Suprihatin, M.Kep, Sp.
Mat selaku dosen pembimbing di matakuliah maternitas yang telah memberikan
bimbingan, ide, dan saran dalam kesempatan ini dan bantuan dari semua pihak
yang ikut berkontribusi dalam penyelesaian makalah ini.
Semoga makalah yang kami susun dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman kepada pembaca.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, saran dan kritik yang membangun sangat dibutuhkan untuk menyempurnakan
makalah ini.

i
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR.....................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN..............................................................................1
1.1 latar belakang ....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian...............................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian.............................................................................3
BAB 2 PEMBAHASAN.................................................................................4
2.1 Konsep Kehamilan Ektopik...............................................................4
2.1.1 Definisi Kehamilan Ektopik................................................4
2.1.2 Etiologi Kehamilan Ektopik.................................................4
2.1.3 Klasifikasi Kehamilan Ektopik ...........................................9
2.1.4 Faktor resiko Kehamilan Ektopik .....................................10
2.1.5 Penatalaksanaan Kehamilan Ektopik ................................10
2.2 Analisis JurnalTerkait Faktor resiko kehamilan ektopik dan
penanganannya..............................................................................12
BAB 3 PENUTUP .......................................................................................16
3.1 KESIMPULAN...............................................................................16
3.2 SARAN............................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................17

ii
Bab 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehamilan ektopik adalah implantasi yang terjadi ditempat lain selain rongga uterus.
Tempat tersebut meliputi tuba uterina,ovarium, serviks, dan abdomen. Kehamilan ektopik
adalah kehamilan dimana sel telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar
endometrium kavum uterus. Kehamilan ektopik terganggu (KET) dapat menyebabkan
terjadi abortus maupun ruptur yang menyebabkan penurunan keadaan umum pasien.
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40 tahun
dengan umur rata-rata 30 tahun. Lebih dari 60% kehamilan ektopik terjadi pada wanita 20-30
tahun dengan sosio-ekonomi rendah dan tinggal didaerah dengan prevalensi gonore dan
prevalensi tuberkulosa yang tinggi. Penelitian Cunningham di Amerika Serikat melaporkan
bahwa kehamilan ektopik terganggu (KET) lebih sering dijumpai pada wanita kulit hitam
dari pada kulit putih karena prevalensi penyakit peradangan pelvis lebih banyak pada wanita
kulit hitam. Frekuensi kehamilan ektopik terganggu yang berulang 1-14,6%.Trias gejala dan
tanda dari kehamilan ektopik adalah riwayat keterlambatan haid atau amenorrhea yang
diikuti perdarahan abnormal (60-80%), nyeri abdominal atau pelvik (95%). Biasanya
kehamilan ektopik baru dapat ditegakkan pada usia kehamilan 6–8 minggu saat timbulnya
gejala tersebut di atas. Gejala lain yang muncul biasanya sama seperti gejala pada kehamilan
muda, seperti mual, rasa penuh pada payudara, lemah, nyeri bahu, dan dispareunia. Selain itu
pada pemeriksaan fisik didapatkan pelvic tenderness, pembesaran uterus dan massa adneksa.
Faktor risiko yang diperkirakan sebagai penyebabnya ialah: Infeksi saluran telur (salpingitis)
dapat menimbulkan gangguan pada motilitas saluran telur; riwayat operasi tuba; cacat
bawaan pada tuba seperti tuba sangat panjang; kehamilan ektopik sebelumnya; aborsi tuba;
pemakaian IUD; kelainan zigot, yaitu kelainan kromosom; bekas radang pada tuba
menyebabkan perubahan – perubahan pada endosalping sehingga walaupun fertilitas dapat
terjadi, gerakan ovum ke uterus terlambat; operasi plastik pada tuba; dan abortus buatan.
Penanganan kehamilan ektopik pada umunya ialah laparotomi. Dalam tindakan demikian,
beberapa hal harus diperhatikan dan dipertimbangkan yaitu: kondisi penderita, keinginan
penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik, kondisi anatomik organ
pelvis, kemampuan teknik bedah mikro dari dokter operator, dan kemampuan teknologi

3
fertilisasi invitro setempat. Hasil perimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan
salpingektomi pada kehamilan tuba, atau dapat dilakukan ppembedahan konservatif dalam
arti hanya dilakukan salpingostomi atau reanastomosis tuba. Kehamilan ektopik dapat
mengancam nyawa; oleh karena itu deteksi dini dan pengakhiran kehamilan merupakan
tatalaksana yang disarankan yaitu dengan obat-obatan atau operasi.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa saja faktor resiko kehamilan ektopik ?
1.2.2 Bagaimana cara penanganan faktor resiko kehamilan ektopik ?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor resiko kehamilan ektopik dan cara penanganannya
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi Kehamilan Ektopik
2. Mengetahui etiologi Kehamilan Ektopik
3. Mengetahui Klasifikasi Kehamilan Ektopik
4. Mengetahui faktor resiko Kehamilan Ektopik
5. Mengetahui penatalaksanaan Kehamilan Ektopik
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Menambah wawasan dan kemampuan berpikir mengenai penerapan teori yang telah
didapat dari mata kuliah Keperawatan Maternitas tentang faktor resiko kehamilan
ektopik.

4
BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Kehamilan Ektopik


2.1.1 Definisi
Kehamilan ektopik adalah implantasi yang terjadi ditempat lain selain rongga uterus.
Tempat tersebut meliputi tuba uterina,ovarium, serviks, dan abdomen.
2.1.2 Etiologi
1. Faktor tuba
Kerusakan pada tuba fallopi bisa menaikkan angka kehamilan ektopik setinggi 27 %.
Riwayat salpingitis, 30% sampai 50% dari wanita yang di operasi karena kehamilan
ektopik. Salpingitis isthmica nodosa mungkin berkaitan dengan disfungsi tuba faktor-
faktor resiko lainnya:
 Pernah mengalami pembedahan tuba (15%)
 Pernah menderita ektopik (resiko rekurensi 20%)
 Endosalpingitis, menyebabkan terjadinya penyempitan lumen tuba
 Hipoplasiauteri, dengan lumen tuba menyempit dan berkelok-kelok
2. Kegagalan kontrasepsi
Resiko terjadi kehamilan ektopik bisa mendekati 60% pada kehamilan yang terjadi
setelah sterilisasi elektif
3. Efek hormonal
Mengubah motilitas tuba, kehamilan ektopik naik 10 kali lipat pada kegagalan
“Morning After Pill”, kenaikkan 5 kali lipat pada pemakaian pill yang mengandung
hanya progestin 7% pada pasien IVF (In Vitro Fertilization), bisa jadi sebagai akibat
penyakit yang telah ada pada tuba.
4. Faktor pada dinding tuba
 Endometriosis sehingga memudahkan implantasi di tuba
 Divertikel tuba kongenital menyebabkan retensi ovum
5. Faktor di luar dinding tuba
 Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba

5
 Tumor yang menekan dinding tuba
 Pelvic Inflamantory Disease (PID)
6. Faktor lain
 Hamil saat berusia lebih dari 35 thn
 Fertilisasi in vitro
 Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim.
2.1.3 Klasifikasi
1. Kehamilan tuba
2. Kehamilan abdomen
3. Kehamilan ovarium
4. Kehamilan serviks
5. Kehamilan di jaringan parut caesar
2.1.4 Faktor risiko
Beberapa Faktor resiko terjadinya kehamilan ektopik yaitu: bedah tuba, sterilisasi,
kehamilan ektopik sebelumnya, terpajan dietilstilbestron, penggunaan akdr, kelainan
tuba, infertilitas dan penanganan terkait, infeksi saluran genital sebelumnya, pasangan
seksual lebih dari satu, merokok, bilas vagina, pertama kali berhubungan seks saat usia
dini, usia ibu sudah lanjut, dan endometriosis (Lauren A, Jessica E, & Meredith B, 2012).
2.1.5 Penatalaksanaan
Adapun prinsip umum penatalaksanaan kehamilan ektopik adalah sebagai berikut:
1. Segera rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap / rumah sakit.
2. Optimalisasi keadaan umum ibu dengan pemberian cairan dan tranfusi darah,
pemberian oksigen atau bila dicurigai infeksi diberikan juga antibiotik.
3. Pada keadaan syok segera diberikan infus cairan seperti dextrose 5%, glukosa 5%,
garam fisiologis dan oksigen sambil menunggu darah. (kondisi penderita harus
diperbaik, kontrol tekanan darah, nadi dan pernafasan).
4. Penatalaksanaan yang ideal adalah menghentikan sumber perdarahan segera dengan
penatalaksanaan bedah operasi/ laparatomi setelah diagnosis dipastikan. (Anik,
2016).
Penatalaksanaan beberapa macam kehamilan ektopik
1. Penatalaksanaan Kehamilan tuba

6
a. Penatalaksanaan bedah
Laparaskopi adalah terapi bedah yang dianjurkan untuk kehamilan ektopik,
kecuali jika wanita yang bersangkutan secara hemodinamis tidak stabil.
b. Penatalaksanaan medis dengan methotrexate
Antagonis asam folat ini sangat efektif terhadap trofoblas yang cepat
berproliferasi dan telah digunakan selama lebih dari 40 tahun untuk mengobati
penyakit trofoblastik gestasional. Obat ini juga digunakan untuk mengakhiri
kehamilan dini. Pada terapi medis ini, beberapa factor yang memprediksi
keberhasilan antara lain adalah: Kadar HCG serum awal, Ukuran kehamilan
ektopik, Aktivitas jantung janin,
c. Penatalaksanaan ekspektansi
Pada penatalaksanaan ekspektansi, angka kepatenan tuba dan kehamilan
intrauterus selanjutnya setara dengan penatalaksanaan medis atau bedah.
Konsekuensi rupture tuba yang dapat membahayakan, disertai oleh keamanan
terapi medis dan bedah, mengharuskan bahwa terapi ekspektansi hanya dilakukan
pada wanita tertentu yang sudah mendapat konseling. (Cunningham et al, 2013)
2. Penatalaksanaan Kehamilan abdomen
Bila diagnosis sudah ditemukan, kehamilan abdominal harus dioperasi secepat
mungkin mengingat bahaya perdarahan dan ileus. Tujuan operasi hanya melahirkan
anak, sedangkan plasenta biasanya ditinggalkan. Pelepasan plasenta dari dasarnya
pada kehamilan abdominal menimbulkan perdarahan hebat karena plasenta melekat
pada dinding yang tidak mampu berkontraksi. Plasenta yang ditinggalkan lambat- laun
akan diresorbsi. Mengingat kemungkinan perdarahan yang hebat, persediaan darah
harus cukup.
3. Penatalaksanaan Kehamilan ovarium
Penanganan klasik untuk kehamilan ovarium adalah pembedahan. Perdarahan dini dari
lesi yang berukuran kecil dapat diatasi dengan reseksi baji ovarium atau sistektomi.
Pada lesi yang lebih besar, sering dilakukan ovariektomi, dan laparoskopi telah
digunakan untuk reseksi atau ablasi laser (Herndon dkk, 2008). Yang terakhir,
methotrexate dilaporkan berhasil mengobati kehamilan ovarium yang belum rupture.
(Cunningham et al, 2013).

7
4. Penatalaksanaan Kehamilan serviks
Dahulu, sering harus dilakukan histerektomi karena perdarahan hebat yang menyertai
upaya pengankatan kehamilan serviks. Dengan histerektomi, resiko cedera saluran
kemih meningkat karena serviks yang membesar dan berbentuk tong. Untuk
menghindari morbiditas pembedahan dan sterilisasi, diterapkan pendekatan lain:
Cerclage (pemasangan ikatan silk yang kuat mengelilingi serviks), Kuretase dan
tampon, Emboli arteri, dan Penatalaksanaan medis. (Cunningham et al, 2013).
5. Penatalaksanaan Kehamilan di jaringan parut Caesar
Penatalaksanaan bergantung pada usia gestasi dan mencakup terapi methotrexate,
kuretase, reseksi histeroskopik, reseksi dengan laparotomi atau laparoskopi untuk
mempertahankan uterus. (Cunningham et al,2013).
6. Penatalaksanaan Tempat lain kehamilan ektopik
Dianjurkan melakukan laparotomi. (Cunningham et al,2013).
2.2 Analisis PICO
1. Jurnal 1
A. Ringkasan Jurnal
1) Judul : Analisis Faktor Risiko Kehamilan Ektopik
2) Peneliti : Budi Santoso
3) Ringkasan Jurnal : Kehamilan Ektopik merupakan keadaan emergensi yang
menjadi penyebab kematian maternal selama kehamilan trimester pertama.
Beberapa faktor risiko penyebab kehamilan ektopik antara lain faktor tuba, 5-10
kali lipat pada pasien dengan riwayat salfingitis. Perlekatan lumen tuba, kelainan
anatomi tuba akibat Ekspose Diethyl Stilbesterol-DES intrauteri. Riwayat operasi
pada tuba falopii termasuk pasca tubektomi -pasca rekonstruksi tuba, pasca terapi
konservatif pada kehamilan ektopik, kelainan zygot.
4) Tujuan Penelitian : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi
KE dan melakukan analisa terhadap faktor risiko kehamilan ektopik di RSUD Dr.
Soetomo Surabaya.
5) Kelebihan dan Kekurangan

8
Kelebihan : Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif observasional untuk mengetahui prevalensi terjadinya KE serta
menganalisa faktor risiko KE dengan menggunakan data sekunder.
Kekurangan : Dengan teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan
dengan cara total sampling.
B. Metode PICO
1) Problem : Jumlah sampel penelitian penderita KE sebanyak 99 orang dari total
2090 pasien ibu hamil yang berobat atau periksa di RSUD Dr. Soetomo.
Didapatkan pula sebanyak 29 pasien disertai dengan faktor risiko dari 99 pasien
KE.
2) Intervention : Data yang didapat dari penelitian ini menggunakan data sekunder.
Objek penelitian adalah semua ibu hamil yang mengalami KE di Ruang VK
Bersalin Instalasi Rawat Darurat RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode waktu 1
Juli 2008–1 Juli 2010. Jumlah sampel penelitian penderita KE sebanyak 99 orang
dari total 2090 pasien ibu hamil yang berobat atau periksa di RSUD Dr. Soetomo.
Didapatkan pula sebanyak 29 pasien disertai dengan faktor risiko dari 99 pasien
KE.
3) Comparation
Peneliti :
Hasil : Pada penelitian yang dilakukan oleh Bangun, di Rumah Sakit Umum Pusat
Haji Adam Malik Medan tahun 2003–2008 dikatakan bahwa kelompok usia
terbanyak ada pada kelompok usia 31–40 kemudian baru diikuti kelompok usia
21–30 pada urutan kedua. Penelitian ini terjadi pergeseran urutan antara kelompok
usia 21–30 tahun dan kelompok usia 31–40 tahun. Lebih spesifiknya paling
banyak pada kelompok usia 26–30 tahun. Hal ini sama yang dilakukan oleh
Tharaux dari Perancis mengatakan bahwa kelompok usia terbanyak ada pada 25–
29 dengan 34,8% kemudian diikuti pada kelompok usia 30–34 dengan 30,8%
(Tharaux, 1989), Hal ini dapat dikonfirmasikan kembali melalui penelitian ini
bahwa kelompok yang paling tinggi pada kelompok usia 26–30 sejumlah 32,32%.
4) Outcome : Incident rateKE adalah 4,73%, terbanyak pada graviditas kedua
(34,34%) sedangkan 39,39% didapatkan pada pasien yang belum mempunyai

9
anak. Faktor risiko yang didapat, yaitu riwayat operasi 10,34%, pasien dengan KB
20,69%, pasien dengan riwayat abortus 41,38%, pasien dengan riwayat operasi
juga abortus 6,90%, dan pasien dengan KB yang memiliki riwayat abortus
20,69%.
2. Jurnal 2
A. Ringkasan Jurnal
1) Judul : Gambaran Kehamilan Ektopik Terganggu Di RSUP Prof. Dr. R.D.
Kandou Manado Periode 1 Januari 2012 - 31 Desember 2013.
2) Peneliti : Pricilia S. Lomboan, Linda Mamengko, dan John Wantania
3) Ringkasan Jurnal : Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan ovum yang
dibuahi berimplantasi dan tumbuh tidak di tempat yang normal yakni
endometrium kavum uteri. urunan keadaan umum pasien. Sebagian besar wanita
yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40 tahun dengan umur
rata-rata 30 tahun. Faktor risiko yang diperkirakan sebagai penyebabnya ialah:
Infeksi saluran telur (salpingitis) dapat menimbulkan gangguan pada motilitas
saluran telur, riwayat operasi tuba, cacat bawaan pada tuba seperti tuba sangat
panjang, kehamilan ektopik sebelumnya, aborsi tuba, pemakaian IUD, kelainan
zigot, yaitu kelainan kromosom; bekas radang pada tuba menyebabkan perubahan
– perubahan pada endosalping sehingga walaupun fertilitas dapat terjadi, gerakan
ovum ke
uterus terlambat, operasi plastik pada tuba, dan abortus buatan.
4)Tujuan Penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran
kehamilan ektopik terganggu di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado dari segi
umur, pekerjaan suami, status perkawinan, paritas, usia kehamilan, riwayat
abortus, riwayat keputihan, lokasi implantasi, dan kadar Hb.
5) Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif retrospektif.
Kekurangan : Sampel ialah semua penderita yang didiagnosis kehamilan ektopik
terganggu (KET).

10
B. Metode PICO
1) Problem : Sampel ialah semua penderita yang didiagnosis kehamilan ektopik
terganggu (KET) di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado periode 1 Januari 2012 - 31 Desember 2013.
2) Intervention : Tempat penelitian ialah bagian Rekam Medik RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado. Pengolahan data dilakukan secara manual dan menggunakan
komputer. Data disusun dalam bentuk distribusi frekuensi.
3) Comparation
Tidak ada pembanding.
4) Outcome : Dari hasil penelitian yang dilakukan dibagian rekam medic RSUP Prof.
Dr. R. D. Kandou Manado dapat disimpulkan bahwa kasus kehamilan ektopik
terganggu paling banyak ditemukan pada kelompok umur 21-35 tahun, dengan
suami yang tidak mempunyai pekerjaan, status menikah, jumlah paritas 2, usia
kehamilan <8 minggu, tidak ada riwayat abortus, tidak ada riwayat keputihan,
lokasi pada ampula tuba, dengan kadar Hb 9-10 g% dan Hb >10 g%.
2.3 Analisis Kasus
Hasil penelitian pada jurnal 1 yang berjudul “Analisis Faktor Risiko Kehamilan
Ektopik” didapatkan jumlah pasien KE terbanyak adalah kelompok usia 26–30 tahun yaitu
sebanyak 32 pasien (32,32%), KE paling banyak terjadi pada gravida kedua sebanyak 34
pasien (34,34%), 12 pasien (41,38%) KE pernah mengalami abortus, sebanyak 6 pasien
(20,69%) masing-masing pada kelompok pasien KE yang menggunakan KB, dan pada
kelompok yang menggunakan KB serta adanya riwayat abortus.
Hasil penelitian pada jurnal 2 yang berjudul “Gambaran Kehamilan Ektopik Terganggu
Di RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado Periode 1 Januari 2012 - 31 Desember 2013”
didapatkan KET di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado paling banyak ditemukan pada
golongan umur 21–35 tahun yaitu sebanyak 32 kasus (65,30%), ibu dengan suami yang
tidak bekerja yaitu sebanyak 38 kasus (77,55 %), ibu dengan status menikah yaitu sebanyak
36 kasus (73,46%), ibu dengan paritas 2 sebanyak 16 kasus (32,65%), ibu dengan usia
kehamilan <8 minggu sebanyak 27 kasus (55,10%), ibu tanpa riwayat abortus sebanyak 32
kasus (65,30%), ibu tanpa riwayat keputihan, yaitu sebanyak 40 kasus (81,63%), ibu dengan

11
letak kehamilan terdapat pada ampula tuba sebanyak 48 kasus (97,95 %), dan ibu dengan
kadar Hb 9-10g% sebanyak 16 kasus (32,65%).
Dari kedua jurnal tersebut terdapat beberapa faktor risiko kehamilan ektopik terganggu
dengan kasus yang sama dan jumlah persentasenya yang cukup tinggi, misalnya : usia dan
gravida 2.
Usia yang masih dalam rentang usia produktif perlu dibekali dengan pengetahuan
tentang upaya pengenalan dini terhadap faktor risiko oleh para pasangan usia reproduksi
dengan harapan para pasangan dan petugas kesehatan dapat melakukan upaya preventif agar
frekuensi terjadinya KE dapat diperkecil. Menurut Hartanto (2004), umur terbaik bagi
wanita hamil dan melahirkan adalah antara umur 20-35 tahun, pada kehamilan umur <20
tahun wanita masih dalam masa pertumbuhan, sehingga panggulnya relatif masih kecil,
sehingga berisiko tinggi terjadinya kehamilan ektopik. Umur merupakan faktor resiko yang
penting terhadap terjadinya kehamilan ektopik terganggu. Sebagian besar wanita mengalami
kehamilan ektopik berusia 20-40 tahun dengan usia rata-rata 30 tahun. Semakin
bertambahnya usia maka semakin tinggi angka kejadian kehamilan ektopik terganggu yaitu
4 kali lebih besar sebab meningkatnya usia ibu akan diiringi dengan penurunan aktivitas
mioelektrik tuba.
Faktor yang kedua, yaitu paritas 2 atau kehamilan kedua. Paritas 1 dan paritas tinggi
lebih dari 3 mempunyai angka kematian maternal lebih besar. Pada paritas 1 risiko
terjadinya kehamilan ektopik tinggi. Ini dikarenakan paritas 1 adalah risiko tinggi dalam
kehamilan (Prawirohardjo, 2005). Menurut Wiknjosastro (2005), persalinan yang berulang
akan menimbulkan banyak risiko. Ibu dengan paritas lebih dari tiga mempunyai resiko
terjadinya kehamilan ektopik hal ini dikarenakan sudah seringnya plasenta berimplantasi
sehingga segmen bawah rahim menjadi rapuh dan banyak serabut kecil pembuluh darah
yang mengalami kerusakan akibat riwayat persalinan. Hubungan paritas dengan kejadian
kehamilan ektopik terganggu dikarenakan ibu yang paritas tinggi akan mengalami
penurunan fungsi sistem reproduksi apalagi jika ibu yang disertai riwayat abortus dan
kehamilan ektopik sebelumnya. Semua wanita memiliki resiko terkena kehamilan ektopik
terganggu selama hamil tetapi insiden kehamilan ektopik meningkat seiring dengan
pertambahan paritas. Kejadian ini lebih banyak terjadi pada multipara (Kriswedhani dkk,
2016).

12
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kehamilan ektopik adalah implantasi yang terjadi ditempat lain selain
rongga uterus. Tempat tersebut meliputi tuba uterina,ovarium, serviks, dan
abdomen. Terdapat beberapa faktor risiko kehamilan ektopik terganggu dengan
kasus yang sama dan jumlah persentasenya yang cukup tinggi, misalnya : usia dan
gravida 2.
Sebagian besar wanita mengalami kehamilan ektopik berusia 20-40 tahun
dengan usia rata-rata 30 tahun. Semakin bertambahnya usia maka semakin tinggi
angka kejadian kehamilan ektopik terganggu yaitu 4 kali lebih besar sebab
meningkatnya usia ibu akan diiringi dengan penurunan aktivitas mioelektrik tuba.
Faktor yang kedua, yaitu paritas 2 atau kehamilan kedua persalinan yang
berulang akan menimbulkan banyak risiko. Ibu dengan paritas lebih dari tiga
mempunyai resiko terjadinya kehamilan ektopik hal ini dikarenakan sudah
seringnya plasenta berimplantasi sehingga segmen bawah rahim menjadi rapuh dan
banyak serabut kecil pembuluh darah yang mengalami kerusakan akibat riwayat
persalinan.
3.2 Saran
Petugas kesehatan dapat melakukan upaya preventif agar frekuensi
terjadinya KE dapat diperkecil, perlu dibekali dengan pengetahuan tentang upaya
pengenalan dini terhadap faktor risiko oleh para pasangan usia reproduksi dengan
harapan para pasangan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Anik, M. (2016). Asuhan Kegawatdaruratan Dalam Kebidanan. Jakarta: CV. Trans Info Media.
Cunningham, Leveno, Bloom, Hauth, Rouse, & Spong. (2013). Obstetri Williams. Jakarta: EGC
Lauren A, D., Jessica E, D., & Meredith B, T. (2012). Rujukan Cepat Kebidanan. Jakarta:EGC.
Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Ilmu Kebidanan.Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

14

Anda mungkin juga menyukai