Anda di halaman 1dari 33

Asuhan Keperawatan

Pada Klien Dengan Diabetes Melitus


A. Konsep Dasar
1. Definisi
Diabetes Melitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter,
dengan tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak
adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin
efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang
biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000).
Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan mati
atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkan
oleh infeksi. ( Askandar, 2001 ).
Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan
berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di
tungkai. ( Askandar, 2001).
2. Anatomi Fisiologi
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira – kira 15 cm,
lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata – rata 60 – 90
gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.
Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh
baik hewan maupun manusia. Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas terletak pada
lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan
yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian
ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis,
kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang
membentuk usus.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
(1). Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
(2). Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi
menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau – pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas tersebar
di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau
langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau
langerhans yang terkecil adalah 50 ⎛, sedangkan yang terbesar 300 ⎛, terbanyak
adalah yang besarnya 100 – 225 ⎛. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas
diperkirakan antara 1 – 2 juta.
Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :
(1). Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glikagon yang
manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like
activity “.
(2). Sel – sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.
(3). Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat somatostatin.
Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat
pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat
Askep Klien Diabetes mellitus
Created by @ Ismail, S.Kep, Ns, M.Kes
2
Dan
Asuhan Keperawatan
Pada Klien Dengan Diabetes Melitus
A. Konsep Dasar
1. Definisi
Diabetes Melitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter,
dengan tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak
adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin
efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang
biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000).
Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan mati
atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkan
oleh infeksi. ( Askandar, 2001 ).
Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan
berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di
tungkai. ( Askandar, 2001).
2. Anatomi Fisiologi
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira – kira 15 cm,
lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata – rata 60 – 90
gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.
Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh
baik hewan maupun manusia. Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas terletak pada
lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan
yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian
ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis,
kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang
membentuk usus.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
(1). Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
(2). Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi
menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau – pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas tersebar
di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau
langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau
langerhans yang terkecil adalah 50 ⎛, sedangkan yang terbesar 300 ⎛, terbanyak
adalah yang besarnya 100 – 225 ⎛. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas
diperkirakan antara 1 – 2 juta.
Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :
(1). Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glikagon yang
manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like
activity “.
(2). Sel – sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.
(3). Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat somatostatin.
Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat
pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat
Askep Klien Diabetes mellitus
Created by @ Ismail, S.Kep, Ns, M.Kes
2

DanIABETES MELLITUS
A. Pengertian
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar
glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan
oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik
absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).

B. Klasifikasi

Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :


1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
4. Diabetes mellitus gestasional (GDM)

C. Etiologi
1. Diabetes tipe I:
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi
atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan
pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-
olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin
endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.
2. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada
diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses
terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga

D. Patofisiologi/Pathways

E. Tanda dan Gejala


Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada.
Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik
pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses
menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan
komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena
katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada
tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.

Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10. Neuropati viseral
11. Amiotropi
12. Ulkus Neurotropik
13. Penyakit ginjal
14. Penyakit pembuluh darah perifer
15. Penyakit koroner
16. Penyakit pembuluh darah otak
17. Hipertensi

Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat
muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus
pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap
dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.

Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien DM usia lanjut
dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya
bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas
hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia.
Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak
umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala
dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dan koma
yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa

Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu <> 100-200 >200

- Plasma vena <80 80-200 >200

- Darah kapiler <110 110-120 >126

Kadar glukosa darah puasa <90 90-110 >110

- Plasma vena

- Darah kapiler

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75
gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

G. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan
kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati.
Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1. Diet
2. Latihan
3. Pemantauan
4. Terapi (jika diperlukan)
5. Pendidikan

H. Pengkajian
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
- Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin
jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang
dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
- Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.

- Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus
pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
- Integritas Ego
Stress, ansietas
- Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
- Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan
diuretik.
- Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan
penglihatan.
- Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
- Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
- Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

I. Masalah Keperawatan
1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan
2. Kekurangan volume cairan
3. Gangguan integritas kulit
4. Resiko terjadi injury

J. Intervensi
1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein, lemak.
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
- Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
- Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Intervensi :
- Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
- Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang
dapat dihabiskan pasien.
- Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual, muntahan
makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi.
- Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit dengan
segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui oral.
- Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan indikasi.
- Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit
lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala.
- Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.
- Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
- Kolaborasi dengan ahli diet.

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.


Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer
dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu
dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
- Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik
- Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul
- Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu nafas
- Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
- Pantau masukan dan pengeluaran
- Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang
dapat ditoleransi jantung
- Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung.
- Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur
- Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa, pantau
pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K)

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati


perifer).
Tujuan : gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan penyembuhan.
Kriteria Hasil :
Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi
Intervensi :
- Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge, frekuensi ganti
balut.
- Kaji tanda vital
- Kaji adanya nyeri
- Lakukan perawatan luka
- Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi.
- Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.

4. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan


Tujuan : pasien tidak mengalami injury
Kriteria Hasil : pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami injury
Intervensi :
- Hindarkan lantai yang licin.
- Gunakan bed yang rendah.
- Orientasikan klien dengan ruangan.
- Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
- Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi

DAFTAR PUSTAKA

Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani,


Jakarta:EGC, 1997.

Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan


Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made
Sumarwati, Jakarta : EGC, 1999.

Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa
YasminAsih, Jakarta : EGC, 1997.

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester,
Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.

Ikram, Ainal, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut jilid
I Edisi ketiga, Jakarta : FKUI, 1996.

Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta : Balai


Penerbit FKUI, 2002
Sumber:http://www.ilmukeperawatan.com
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DIABETES MELITUS

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi defisiensi insulin atau
retensi insulin, di tandai dengan tingginya keadaan glukosa darah (hiperglikemia) dan glukosa
dalam urine (glukosuria) atau merupakan sindroma klinis yang ditandai dengan hiperglikemia
kronik dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sehubungan dengan
kurangnya sekresi insulin secara absolut / relatif dan atau adanya gangguan fungsi insulin.
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar
glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Mansjoer, 2000).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar
glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan multifaktorial yang dicirikan dengan
hiperglikemia dan hipoglikemia. ( Mary,2009)

2. Epidemiologi
Diabetes terutama prevalen diantara kaum lanjut usia. Diantara individu yang berusia lebih dari
65 tahun, 8,6% menderita diabetes tipe II. Angka ini mencakup 15% populasi pada panti lansia.

3. Etiologi
Pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat badan, bukan karena mengkonsumsi kalori
berlebih namun karena perubahan rasio lemak-otot dan penurunan laju metabolisme basal. Hal
ini dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya diabetes mellitus. Penyebab diabetes mellitus
pada lansia secara umum dapat digolongkan ke dalam dua besar:
• Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap, penurunan fungsi pankreas,
dan penurunan kualitas insulin sehingga insulin tidak berfungsi dengan baik).
• Gaya hidup(life style) yang jelek (banyak makan, jarang olahraga, minum alkohol, dll.)
Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress juga dapat menjadi penyebab terjadinya
diabetes mellitus.
Selain itu perubahan fungsi fisik yang menyebabkan keletihan dapat menutupi tanda dan gejala
diabetes dan menghalangi lansia untuk mencari bantuan medis. Keletihan, perlu bangun pada
malam hari untuk buang air kecil, dan infeksi yang sering merupakan indikator diabetes yang
mungkin tidak diperhatikan oleh lansia dan anggota keluarganya karena mereka percaya bahwa
hal tersebut adalah bagian dari proses penuaan itu sendiri.
4. Klasifikasi
• Diabetes melitus tipe I:
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik melalui proses
imunologik maupun idiopatik. Karakteristik Diabetes Melitus tipe I:
• Mudah terjadi ketoasidosis
• Pengobatan harus dengan insulin
• Onset akut
• Biasanya kurus
• Biasanya terjadi pada umur yang masih muda
• Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4
• Didapatkan antibodi sel islet
• 10%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
• Diabetes melitus tipe II:
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang
predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. Karakteristik DM tipe II:
• Sukar terjadi ketoasidosis
• Pengobatan tidak harus dengan insulin
• Onset lambat
• Gemuk atau tidak gemuk
• Biasanya terjadi pada umur > 45 tahun
• Tidak berhubungan dengan HLA
• Tidak ada antibodi sel islet
• 30%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
• ± 100% kembar identik terkena
5. Manifestasi Klinis
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada lansia umumnya
tidak ada. Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi,
dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin.
Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat
terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik
pada pembuluh darah dan saraf.
Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran
klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan
yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada
tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh
dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan
adalah :
a. Katarak
b. Glaukoma
c. Retinopati
d. Gatal seluruh badan
e. Pruritus Vulvae
f. Infeksi bakteri kulit
g. Infeksi jamur di kulit
h. Dermatopati
i. Neuropati perifer
j. Neuropati viseral
k. Amiotropi
l. Ulkus Neurotropik
m. Penyakit ginjal
n. Penyakit pembuluh darah perifer
o. Penyakit koroner
p. Penyakit pembuluh darah otak
q. Hipertensi

6. Patofisiologi
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu memasukkan glukosa
ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin adalah suatu zat atau hormon yang
dihasilkan oleh sel beta di pankreas. Bila insulin tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk sel
dengan akibat glukosa akan tetap berada di pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di dalam
darah meningkat.
Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Pasien
diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan predisposisi untuk kerusakan
autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun dipacu oleh aktivitas limfosit, antibodi terhadap
sel pulau langerhans dan terhadap insulin itu sendiri.
Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah insulin normal tetapi
jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang sehingga glukosa yang
masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah menjadi meningkat.

7. Pathway
8. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan
kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan
terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
a. Diet
Suatu perencanaan makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15% Protein, 75% Karbohidrat
kompleks direkomendasikan untuk mencegah diabetes. Kandungan rendah lemak dalam diet ini
tidak hanya mencegah arterosklerosis, tetapi juga meningkatkan aktivitas reseptor insulin.
b. Latihan
Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes. Pemeriksaan sebelum latihan
sebaiknya dilakukan untuk memastikan bahwa klien lansia secara fisik mampu mengikuti
program latihan kebugaran. Pengkajian pada tingkat aktivitas klien yang terbaru dan pilihan gaya
hidup dapat membantu menentukan jenis latihan yang mungkin paling berhasil. Berjalan atau
berenang, dua aktivitas dengan dampak rendah, merupakan permulaan yang sangat baik untuk
para pemula. Untuk lansia dengan NIDDM, olahraga dapat secara langsung meningkatkan fungsi
fisiologis dengan mengurangi kadar glukosa darah, meningkatkan stamina dan kesejahteraan
emosional, dan meningkatkan sirkulasi, serta membantu menurunkan berat badan.
c. Pemantauan
Pada pasien dengan diabetes, kadar glukosa darah harus selalu diperiksa secara rutin. Selain itu,
perubahan berat badan lansia juga harus dipantau untuk mengetahui terjadinya obesitas yang
dapat meningkatkan resiko DM pada lansia.
d. Terapi (jika diperlukan)
Sulfoniluria adalah kelompok obat yang paling sering diresepkan dan efektif hanya untuk
penanganan NIDDM. Pemberian insulin juga dapat dilakukan untuk mepertahankan kadar
glukosa darah dalam parameter yang telah ditentukan untuk membatasi komplikasi penyakit
yang membahayakan.
e. Pendidikan
• Diet yang harus dikomsumsi
• Latihan
• Penggunaan insulin

9. Pemeriksaan Diagnostik
• Glukosa darah sewaktu
• Kadar glukosa darah puasa
• Tes toleransi glukosa
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan:
- Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
- Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
- Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr
karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
10. Komplikasi Diabetes Melitus
Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi akut dan kronis. Yang termasuk
dalam komplikasi akut adalah hipoglikemia, diabetes ketoasidosis (DKA), dan hyperglycemic
hyperosmolar nonketocic coma (HHNC). Yang termasuk dalam komplikasi kronis adalah
retinopati diabetic, nefropati diabetic, neuropati, dislipidemia, dan hipertensi.
• Komplikasi akut
a. Diabetes ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit insulin yang berat pada jaringan
adipose, otot skeletal, dan hepar. Jaringan tersebut termasuk sangat sensitive terhadap
kekurangan insulin. DKA dapat dicetuskan oleh infeksi ( penyakit)
• Komplikasi kronis:
a. Retinopati diabetic
Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada pembuluh retina. Terdapat pula bagian
iskemik, yaitu retina akibat berkurangnya aliran darah retina. Respon terhadap iskemik retina ini
adalah pembentukan pembuluh darah baru, tetapi pembuluh darah tersebut sangat rapuh sehingga
mudah pecah dan dapat mengakibatkan perdarahan vitreous. Perdarahan ini bisa mengakibatkan
ablasio retina atau berulang yang mengakibatkan kebutaan permanen.
b. Nefropati diabetic
Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah glomerulosklerosis yang nodular yang
tersebar dikedua ginjal yang disebut sindrom Kommelstiel-Wilson. Glomeruloskleriosis nodular
dikaitkan dengan proteinuria, edema dan hipertensi. Lesi sindrom Kommelstiel-Wilson
ditemukan hanya pada DM.
c. Neuropati
Neuropati diabetic terjadi pada 60 70% individu DM. neuropati diabetic yang paling sering
ditemukan adalah neuropati perifer dan autonomic.
d. Displidemia
Lima puluh persen individu dengan DM mengalami dislipidemia.
e. Hipertensi
Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan penyakit ginjal, mikroalbuminuria, atau
proteinuria. Pada pasien dengan DM tipe 2, hipertensi bisa menjadi hipertensi esensial.
Hipertensi harus secepat mungkin diketahuin dan ditangani karena bisa memperberat retinopati,
nepropati, dan penyakit makrovaskular.
f. Kaki diabetic
Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu neuropati, iskemia, dan sepsis. Biasanya
amputasi harus dilakukan. Hilanggnya sensori pada kaki mengakibatkan trauma dan potensial
untuk ulkus. Perubahan mikrovaskuler dan makrovaskuler dapat mengakibatkan iskemia jaringan
dan sepsis. Neuropati, iskemia, dan sepsis bisa menyebabkan gangrene dan amputasi.
g. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah di bawah 60 mg/dl, yang merupakan
komplikasi potensial terapi insulin atau obat hipoglikemik oral. Penyebab hipoglikemia pada
pasien sedang menerima pengobatan insulin eksogen atau hipoglikemik oral.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
b. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa,
bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk
menanggulangi penyakitnya.
c. Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
d. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki
yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
e. Integritas Ego
Stress, ansietas
f. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
g. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan
diuretik.
h. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia, gangguan penglihatan.
i. Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
j. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
k. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme
protein, lemak.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik diuresis ditandai dengan tugor kulit
menurun dan membran mukasa kering.
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer)
ditandai dengan gangren pada extremitas.
d. Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang kurang.
e. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.
f. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan penglihatan.

3. Perencanaan Keperawatan
a. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme
protein, lemak.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi pasien dapat
terpenuhi.
Dengan Kriteria Hasil :
▪ Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
▪ Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Tindakan / intervensi Rasional
Mandiri
Timbang berat badan sesuai indikasi. Mengkaji pemasukan makanan yang
adekuat.
Tentukan program diet, pola makan, dan Mengidentifikasikan kekurangan dan
bandingkan dengan makanan yang dapat penyimpangan dari kebutuhan terapeutik.
dihabiskan klien.
Auskultrasi bising usus, catat nyeri Hiperglikemi, gangguan keseimbangan
abdomen atau perut kembung, mual, cairan dan elektrolit menurunkan
muntah dan pertahankan keadaan puasa motilitas atau fungsi lambung (distensi
sesuai inndikasi. atau ileus paralitik).
Berikan makanan cair yang mengandung Pemberian makanan melalui oral lebih
nutrisi dan elektrolit. Selanjutnya baik diberikan pada klien sadar dan
memberikan makanan yang lebih padat. fungsi gastrointestinal baik.
Identifikasi makanan yang disukai. Kerja sama dalam perencanaan makanan.
Libatkan keluarga dalam perencanaan Meningkatkan rasa keterlibatannya,
makan. memberi informasi pada keluarga untuk
memahami kebutuhan nutrisi klien.
Observasi tanda hipoglikemia (perubahan Pada metabolism kaborhidrat (gula darah
tingkat kesadaran, kulit lembap atau akan berkurang dan sementara tetap
dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka diberikan tetap diberikan insulin, maka
rangsang, cemas, sakit kepala, pusing). terjadi hipoglikemia terjadi tanpa
memperlihatkan perubahan tingkat
kesadaran.
Kolaborasi
Lakukan pemeriksaan gula darah dengan Analisa di tempat tidur terhadap gula
ƒinger stick. darah lebih akurat daripada memantau
gula dalam urine.
Pantau pemeriksaan laboratorium (glukosa Gula darah menurun perlahan dengan
darah, aseton, pH, HCO3) penggunaan cairan dan terapi insulin
terkontrol sehingga glukosa dapat masuk
ke dalam sel dan digunakan untuk
sumber kalori. Saat ini, kadaar aseton
menurun dan asidosis dapat dikoreksi.
. Berikan pengobatan insulin secara teratur Insulin regular memiliki awitan cepat dan
melalui iv dengan cepat pula membantu
memindahkan glukosa ke dalam sel.
Pemberian melalui IV karena absorpsi
dari jaringan subkutan sangat lambat.
. Berikan larutan glukosa ( destroksa, Larutan glukosa ditambahkan setelah
setengah salin normal). insulin dan cairan membawa gula darah
sekitar 250 mg /dl. Dengan metabolism
karbohidrat mendekati normal, perawatan
diberikan untuk menghindari
hipoglikemia.
. Konsultasi dengan ahli gizi. Bermanfaat dalam penghitungan dan
penyesuaian diet untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi.

b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik diuresis ditandai dengan tugor kulit
menurun dan membran mukosa kering.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan cairan atau hidrasi pasien
terpenuhi
Dengan kriteria Hasil :
▪ Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat
diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar
elektrolit dalam batas normal.

Tindakan / Intervensi Rasional


Mandiri
Kaji riwayat klien sehubungan dengan Membantu memperkirakan kekurangan
lamanya atau intensitas dari gejala seperti volume total. Adanya proses infeksi
muntah dan pengeluaran urine yang mengakibatkan demam dan keadaan
berlebihan. hipermetabolik yang meningkatkan
kehilangan air.
Pantau tanda tanda vital, catat adanya Hipovolemi dimanifestasikan oleh
perubahan tekanan darah ortostatik. hipotensi dan takikardia. Perkiraan berat
ringannya hipovolemi saat tekanan darah
sistolik turun ≤ 10 mmHg dari posisi
berbaring ke duduk atau berdiri.
Pantau pola napas seperti adanya Perlu mengeluarkan asam karbonat
pernapasan Kussmaul atau pernapasan melalui pernapasan yang menghasilkan
yang berbau keton. kompensasi alkalosis respiratoris terhadap
keadaan ketoasidosis. Napas bau aseton
disebabkan pemecahan asam asetoasetat
dan harus berkurang bila ketosis
terkoreksi.
Pantau frekuensi dan kualitas pernapasan, Hiperglikemia dan asidosis menyebabkan
penggunaan otot bantu napas, adanya pola dan frekuensi pernapasan normal.
periode apnea dan sianosi. Akan tetapi peningkatan kerja pernapasan,
pernapasan dangkal dan cepat serta
sianosis merupakan indikasi dari kelelahan
pernapasan atau kehilangan kemampuan
melalui kompensasi pada asidosis.`
Pantau suhu, warna kulit, atau Demam, menggigil, dan diaphoresis
kelembapannya. adalah hal umum terjadi pada proses
infeksi, demam dengan kulit kemerahan,
kering merupakan tanda dehidrasi.
Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor Merupakan indicator tingkat dehidrasi
kulit, dan membrane mukosa. atau volume sirkulasi yang adekuat.
Pantau masukan dan pengeluaran. Memperkirakan kebutuhan cairan
pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan
terapi yang diberikan.
Ukur berat badan setiap hari. Memberikan hasil pengkajian terbaik dari
status cairan yang sedang berlangsung dan
selanjutnya dalam memberikan cairan
pengganti.
Pertahankan pemberian cairan minimal Mempertahankan hidrasi atau volume
2500 ml/hari. sirkulasi.
. Tingkatkan lingkungan yang menimbulkan Menghindari pemanasan yang berlebihan
rasa nyaman. Selimuti klien dengan kain terhadap klien lebih lanjut dapat
yang tipis. menimbulkan kehilangan cairan.
. Kaji adanya perubahan mental atau Perubahan mental berhubungan dengan
sensori. hiperglikemi atau hipoglikemi, elektrolit
abnormal, asidosis, penurunan perfusi
serebral, dan hipoksia. Penyebab yang
tidak tertangani, gangguan kesadaran
menjadi predisposisi aspirasi pada klien.
. Observasi mual, nyeri abdomen, muntah, Kekurangan cairan dan elektrolit
dan distensi lambung. mengubah motilitas lambung sehinnga
sering menimbulkan muntah dan secara
potensial menimbulkan kekurangan cairan
dan elektrolit.
. Observasi adanya perasaan kelelahan yang Pemberian cairan untuk perbaikan yang
meningkat, edema, peningkatan berat cepat berpotensi menimbulkan kelebihan
badan, nadi tidak teratur, dan distensi cairan dan gagal jantung kronis.
vaskuler.
Kolaborasi
. Berikan terapi cairan sesuai indikasi:
. Normal salin atau setengah normal salin Tipe dan jumlah cairan tergantung pada
dengan atau tanpa dekstrosa. derajat kekurangan cairan dan respon
klien secara individual.

. Albumin, plasma, atau dekstran. Plasma ekspander (pengganti) dibutuhkan


jika mengancam jiwa atau tekanan darah
sudah tidak dapat kembali normal dengan
usaha rehidrasi yang telah dilakukan.
. Pasang kateter urine. Memberikan pengukuran yang tepat
terhadap pengeluaran urine terutama jika
neuropati otonom menimbulkan retensi
atau inkontinensia.

c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer)
ditandai dengan gangren pada extremitas.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidakterjadi komplikasi.
Dengan Kriteria Hasil : - menunjukan peningkatan integritas kulit
• Menghindari cidera kulit

Tindakan / intervensi Rasional


Mandiri
1. Inspeksi kulit terhadap perubahan Menandakan aliran sirkulasi buruk yang
warna,turgor,vaskuler,perhatikan dapat menimbulkan infeksi
kemerahan.
Ubah posisi setiap 2 jam beri bantalan Menurunkan tekanan pada edema dan
pada tonjolan tulang menurunkan iskemia
Pertahankan alas kering dan bebas lipatan Menurunkan iritasi dermal

Beri perawatan kulit seperti penggunaan Menghilangkan kekeringan pada kulit dan
lotion robekan pada kulit
Lakukan perawatan luka dengan teknik Mencegah terjadinya infeksi
aseptik
Anjurkan pasien untuk menjaga agar kuku Menurunkan resiko cedera pada kulit oleh
tetap pendek karena garukan
Motivasi klien untuk makan makanan Makanan TKTP dapat membantu
TKTP penyembuhan jaringan kulit yang rusak

d. Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang kurang.


Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kelelahan dapat teratasi.
Kriteria hasil klien dapat:
• Mengidentifikasikan pola keletihan setiap hari.
• Mengidentifikasi tanda dan gejala peningkatan aktivitas penyakit yang mempengaruhi toleransi
aktivitas.
• Mengungkapkan peningkatan tingkat energi.
• Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.

Tindakan / intervensi Rasional


Mandiri
Diskusikan kebutuhan akan aktivitas. Buat Pendidikan dapat memberikan motivasi
jadwal perencanaan dan identifikasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas
aktivitas yang menimbulkan kelelahan. meskipun klien sangat lemah.
Diskusikan penyebab keletihan seperti Dengan mengetahui penyebab keletihan,
nyeri sendi, penurunan efisiensi tidur, dapat menyusun jadwal aktivitas.
peningkatan upaya yang diperlukan untuk
ADL.
Bantu mengidentivikasi pola energi dan Mengidentifikasi waktu puncak energi dan
buat rentang keletihan. Skala 0-10 (0=tidak kelelahan membantu dalam merencanakan
lelah, 10= sangat kelelahan) akivitas untuk memaksimalkan konserfasi
energi dan produktivitas.
Berikan aktivitas alternatif dengan periode Mencegah kelelahan yang berlebih.
istirahat yang cukup/ tanpa diganggu.
Pantau nadi , frekuensi nafas, serta tekanan Mengindikasikan tingkat aktivitas yang
darah sebelum dan seudah melakukan dapat ditoleransi secara fisiologis.
aktivitas.
Tingkatkan partisipasi klien dalam Memungkinkan kepercayaan diri/ harga
melakukan aktivitas sehari-hari sesuai diri yang positif sesuai tingkat aktivitas
kebutuhan. yang dapat ditoleransi.
Ajarkan untuk mengidentifikasi tanda dan Membantu dalam mengantisipasi
gejala yang menunjukkan peningkatan terjadinya keletihan yang berlebihan.
aktivitas penyakit dan mengurangi
aktivitas, seperti demam, penurunan berat
badan, keletihan makin memburuk.

e. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.


Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi tanda-tanda infeksi
Dengan Kriteria hasil :
• Tidak ada rubor, kalor, dolor, tumor, fungsiolesia.
• Terjadi perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.

Rencana / intervensi Rasional


Mandiri
Observasi tanda-tanda infeksi dan Pasien mungkin masuk dengan infeksi
peradangan sperti demam, kemerahan, yang biasanya telah mencetuskan keadaan
adanya pus pada luka, sputum purulen, ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi
urine warna keruh atau berkabut. nosokomial.
Tingkatkan upaya pencegahan dengan Mencegah timbulnya infeksi nosokomial.
melakukan cuci tangan yang baik pada
semua orang yang berhubungan dengan
pasien termasuk pasiennya sendiri.
Pertahankan teknik aseptik pada prosedur Kadar glukosa yang tinggi dalam darah
invasif. akan menjadi meddia terbaik dalam
pertumbuhan kuman.
Berikan perawatan kulit dengan teratur Sirkulasi perifer bisa terganggu dan
dan sungguh-sungguh, masase daerah menempatkan pasien pada peningkatan
tulang yang tertekan, jaga kulit tetap risiko terjadinya kerusakan pada kulit.
kering, linen kering dan tetap kencang.
Berikan tisue dan tempat sputum pada Mengurangi penyebaran infeksi.
tempat yang mudah dijangkau untuk
penampungan sputum atau secret yang
lainnya.
Kolaborasi
Lakukan pemeriksaan kultur dan Untuk mengidentifikasi adanya organisme
sensitifitas sesuai dengan indikasi. sehingga dapat memilih atau memberikan
terapi antibiotik yang terbaik.
Berikan obat antibiotik yang sesuai Penanganan awal dapat mambantu
mencegah timbulnya sepsis.

f. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan penglihatan.


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi injuri
Dengan Kriteria hasil :
• Dapat menunjukkan terjadinya perubahan perilaku untuk menurunkan factor risiko dan untuk
melindungi diri dari cidera.
• Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.

Rencana / Intervensi Rasional


Mandiri
Hindarkan lantai yang licin. Lantai licin dapat menyebabkan risiko
jatuh pada pasien.
Gunakan bed yang rendah. Mempermudah pasien untuk naik dan
turun dari tempat tidur.
Orientasikan klien dengan ruangan. Lansia daya ingatnya sudah menurun,
sehingga diperlukan orientasi ruangan agar
lansia bisa menyesuaikan diri
terhadap ruangan.
Bantu klien dalam melakukan aktivitas Lansia sudah mengalami penurunan dalam
sehari-hari fisik, sehingga dalam melakukan aktivitas
sehari diperlukan bantuan dari orang
lainsesuai dengan yang dapat ditoleransi
Bantu pasien dalam ambulasi atau Keterbatasan aktivitas tergantung pada
perubahan posisi kondisi lansia.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan


Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati,
Jakarta : EGC, 1999.
Ikram, Ainal, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut jilid I Edisi ketiga,
Jakarta : FKUI, 1996.
Kushariyadi.2010.Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia.Jakarta : Salemba Medika
Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani, Jakarta:EGC, 1997.
Mary Baradero, Mary Wilfrid dan Yakobus Siswandi. 2009. Klien Gangguan Endokrin: Seri Asuhan
Keperawatan. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi
8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC,
2002.

Asuhan Keperawatan gerontik / Lansia


Jumat, 12 September 2008

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN DIABETES MELITUS

DIABETES MELLITUS

Pengertian
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa
dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh
karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun
relatif (Arjatmo, 2002).
Klasifikasi
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
Diabetes mellitus gestasional (GDM)
Etiologi
Diabetes tipe I:
Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau
kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA.
Faktor−faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah−olah sebagai
jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel−sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.
Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes
tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin.
Faktor−faktor resiko :
Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
Obesitas
Riwayat keluarga

Tanda dan Gejala


Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM lansia umumnya tidak ada.
Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada
pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua,
sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang
luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan
pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan
pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala−gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
Katarak
Glaukoma
Retinopati
Gatal seluruh badan
Pruritus Vulvae
Infeksi bakteri kulit
Infeksi jamur di kulit
Dermatopati
Neuropati perifer
Neuropati viseral
Amiotropi
Ulkus Neurotropik
Penyakit ginjal
Penyakit pembuluh darah perifer
Penyakit koroner
Penyakit pembuluh darah otak
Hipertensi
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul
keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien
DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu
tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
Penyakit yang mula−mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien DM usia lanjut dapat
berubah tiba−tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif
sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan
dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi
pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM
usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dan koma yang
merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.
Pemeriksaan Penunjang
Glukosa darah sewaktu
Kadar glukosa darah puasa
Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mgƒdl)
Bukan DM
Belum pasti DM
DM
Kadar glukosa darah sewaktu
Plasma vena
Darah kapiler
Kadar glukosa darah puasa
Plasma vena
Darah kapiler
< 100
<80
<110
<90
100−200
80−200
110−120
90−110
>200
>200
>126
>110
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
Glukosa plasma sewaktu >200 mgƒdl (11,1 mmolƒL)
Glukosa plasma puasa >140 mgƒdl (7,8 mmolƒL)
Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2
jam post prandial (pp) > 200 mgƒdl
Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa
darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada
setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
Diet
Latihan
Pemantauan
Terapi (jika diperlukan)
Pendidikan
Pengkajian
Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa,
bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk
menanggulangi penyakitnya.
Aktivitasƒ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak ƒ berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang
penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
Integritas Ego
Stress, ansietas
Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
Makanan ƒ Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.
Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan penglihatan.
Nyeri ƒ Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang ƒ berat)
Pernapasan
Batuk denganƒtanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi ƒ tidak)
Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Masalah Keperawatan
Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan
Kekurangan volume cairan
Gangguan integritas kulit
Resiko terjadi injury
Intervensi
Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan masukan oral,
anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein, lemak.
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Intervensi :
Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan
pasien.
Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen ƒ perut kembung, mual, muntahan makanan yang
belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi.
Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit dengan segera jika pasien
sudah dapat mentoleransinya melalui oral.
Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan indikasi.
Observasi tanda−tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit lembabƒdingin, denyut
nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala.
Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.
Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
Kolaborasi dengan ahli diet.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.
Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba,
turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam
batas normal.
Intervensi :
Pantau tanda−tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik
Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul
Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu nafas
Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
Pantau masukan dan pengeluaran
Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 mlƒhari dalam batas yang dapat ditoleransi
jantung
Catat hal−hal seperti mual, muntah dan distensi lambung.
Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur
Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa, pantau pemeriksaan
laboratorium (Ht, BUN, Na, K)
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer).
Tujuan : gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan penyembuhan.
Kriteria Hasil :
Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi
Intervensi :
Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge, frekuensi ganti balut.
Kaji tanda vital
Kaji adanya nyeri
Lakukan perawatan luka
Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi.
Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan
Tujuan : pasien tidak mengalami injury
Kriteria Hasil : pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami injury
Intervensi :
Hindarkan lantai yang licin.
Gunakan bed yang rendah.
Orientasikan klien dengan ruangan.
Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari−hari
Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi
DAFTAR PUSTAKA
Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani, Jakarta:EGC, 1997.
Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Jakarta :
EGC, 1999.
Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa YasminAsih, Jakarta : EGC,
1997.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8
Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.
Ikram, Ainal, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut jilid I Edisi ketiga,
Jakarta : FKUI, 1996.
Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI,
2002

Diposkan oleh Asuhan Keperawatan di 08:44

Anda mungkin juga menyukai