Anda di halaman 1dari 12

Biografi BOB SADINO

Beliau bernama
lengkap Bob Sadino. Lahir
di Lampung, tanggal 9
Maret 1933, wafat pada
tanggal 19 Januari 2015.
Beliau akrab dipanggil
dengan sebutan ‘om Bob’.
Ia adalah seorang
pengusaha asal Indonesia
yang berbisnis di bidang
pangan dan peternakan. Ia
adalah pemilik dari
jaringan
usaha Kemfood dan Kemc
hick. Dalam banyak
kesempatan, ia sering terlihat menggunakan kemeja lengan pendek dan celana pendek yang menjadi ciri
khasnya. Bob Sadino lahir dari sebuah keluarga yang hidup berkecukupan. Ia adalah anak bungsu dari
lima bersaudara. Sewaktu orang tuanya meninggal, Bob yang ketika itu berumur 19 tahun mewarisi
seluruh harta kekayaan keluarganya karena saudara kandungnya yang lain sudah dianggap hidup mapan.

Bob kemudian menghabiskan sebagian hartanya untuk berkeliling dunia. Dalam perjalanannya itu, ia
singgah di Belanda dan menetap selama kurang lebih 9 tahun. Di sana, ia bekerja di Djakarta Lylod di
kota Amsterdam dan juga di Hamburg, Jerman. Ketika tinggal di Belanda itu, Bob bertemu dengan
pasangan hidupnya, Soelami Soejoed.

Pada tahun 1967, Bob dan keluarga kembali ke Indonesia. Ia membawa serta 2 Mercedes miliknya,
buatan tahun 1960-an. Salah satunya ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan
sementara yang lain tetap ia simpan. Setelah beberapa lama tinggal dan hidup di Indonesia, Bob
memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya karena ia memiliki tekad untuk bekerja secara mandiri.

Pekerjaan pertama yang dilakoninya setelah keluar dari perusahaan adalah menyewakan mobil Mercedes
yang ia miliki, ia sendiri yang menjadi sopirnya. Namun sayang, suatu ketika ia mendapatkan kecelakaan
yang mengakibatkan mobilnya rusak parah.

Karena tak punya uang untuk memperbaikinya, Bob beralih pekerjaan menjadi tukang batu. Gajinya
ketika itu hanya Rp.100. Ia pun sempat mengalami depresi akibat tekanan hidup yang dialaminya.

Suatu hari, temannya menyarankan Bob memelihara ayam untuk melawan depresi yang dialaminya. Bob
tertarik. Ketika beternak ayam itulah muncul inspirasi berwirausaha. Bob memperhatikan kehidupan
ayam-ayam ternaknya. Ia mendapat ilham, ayam saja bisa berjuang untuk hidup, tentu manusia pun juga
bisa.

Sebagai peternak ayam, Bob dan istrinya, setiap hari menjual beberapa kilogram telor. Dalam tempo satu
setengah tahun, ia dan istrinya memiliki banyak langganan, terutama orang asing, karena mereka fasih
berbahasa Inggris. Bob dan istrinya tinggal di kawasan Kemang, Jakarta, di mana terdapat banyak
menetap orang asing.

Tidak jarang pasangan tersebut dimaki pelanggan, babu orang asing sekalipun. Namun mereka mengaca
pada diri sendiri, memperbaiki pelayanan. Perubahan drastis pun terjadi pada diri Bob, dari pribadi feodal
menjadi pelayan. Setelah itu, lama kelamaan Bob yang berambut perak, menjadi pemilik tunggal super
market (pasar swalayan) Kem Chicks. Ia selalu tampil sederhana dengan kemeja lengan pendek dan
celana pendek.

Bisnis pasar swalayan Bob berkembang pesat, merambah ke agribisnis, khususnya holtikutura, mengelola
kebun-kebun sayur mayur untuk konsumsi orang asing di Indonesia. Karena itu ia juga menjalin
kerjasama dengan para petani di beberapa daerah.

Bob percaya bahwa setiap langkah sukses selalu diawali kegagalan demi kegagalan. Perjalanan wirausaha
tidak semulus yang dikira. Ia dan istrinya sering jungkir balik. Baginya uang bukan yang nomor satu.
Yang penting kemauan, komitmen, berani mencari dan menangkap peluang.
Di saat melakukan sesuatu pikiran seseorang berkembang, rencana tidak harus selalu baku dan kaku, yang
ada pada diri seseorang adalah pengembangan dari apa yang telah ia lakukan. Kelemahan banyak orang,
terlalu banyak mikir untuk membuat rencana sehingga ia tidak segera melangkah. “Yang paling penting
tindakan,” kata Bob.

Keberhasilan Bob tidak terlepas dari ketidaktahuannya sehingga ia langsung terjun ke lapangan. Setelah
jatuh bangun, Bob trampil dan menguasai bidangnya. Proses keberhasilan Bob berbeda dengan
kelaziman, mestinya dimulai dari ilmu, kemudian praktik, lalu menjadi trampil dan profesional. Menurut
Bob, banyak orang yang memulai dari ilmu, berpikir dan bertindak serba canggih, arogan, karena merasa
memiliki ilmu yang melebihi orang lain.

Sedangkan Bob selalu luwes terhadap pelanggan, mau mendengarkan saran dan keluhan pelanggan.
Dengan sikap seperti itu Bob meraih simpati pelanggan dan mampu menciptakan pasar. Menurut Bob,
kepuasan pelanggan akan menciptakan kepuasan diri sendiri. Karena itu ia selalu berusaha melayani
pelanggan sebaik-baiknya.

Bob menempatkan perusahaannya seperti sebuah keluarga. Semua anggota keluarga Kem Chicks harus
saling menghargai, tidak ada yang utama, semuanya punya fungsi dan kekuatan.

Seorang Anak Guru


Kembali ke tanah air tahun 1967, setelah bertahun-tahun di Eropa dengan pekerjaan terakhir sebagai
karyawan Djakarta Lloyd di Amsterdam dan Hamburg, Bob, anak bungsu dari lima bersaudara, hanya
punya satu tekad, bekerja mandiri. Ayahnya, Sadino, pria Solo yang jadi guru kepala di SMP dan SMA
Tanjungkarang, meninggal dunia ketika Bob berusia 19.

Modal yang ia bawa dari Eropa, dua sedan Mercedes buatan tahun 1960-an. Satu ia jual untuk membeli
sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan. Ketika itu, kawasan Kemang sepi, masih terhampar sawah
dan kebun. Sedangkan mobil satunya lagi ditaksikan, Bob sendiri sopirnya.

Suatu kali, mobil itu disewakan. Ternyata, bukan uang yang kembali, tetapi berita kecelakaan yang
menghancurkan mobilnya. ”Hati saya ikut hancur,” kata Bob. Kehilangan sumber penghasilan, Bob lantas
bekerja jadi kuli bangunan.

Padahal, kalau ia mau, istrinya, Soelami Soejoed, yang berpengalaman sebagai sekretaris di luar negeri,
bisa menyelamatkan keadaan. Tetapi, Bob bersikeras, ”Sayalah kepala keluarga. Saya yang harus mencari
nafkah.”

Untuk menenangkan pikiran, Bob menerima pemberian 50 ekor ayam ras dari kenalannya, Sri Mulyono
Herlambang. Dari sini Bob menanjak: Ia berhasil menjadi pemilik tunggal Kem Chicks dan pengusaha
perladangan sayur sistem hidroponik.

Lalu ada Kem Food, pabrik pengolahan daging di Pulogadung, dan sebuah ”warung” shaslik di Blok M,
Kebayoran Baru, Jakarta. Catatan awal 1985 menunjukkan, rata-rata per bulan perusahaan Bob menjual
40 sampai 50 ton daging segar, 60 sampai 70 ton daging olahan, dan 100 ton sayuran segar.

”Saya hidup dari fantasi,” kata Bob menggambarkan keberhasilan usahanya. Ayah dua anak ini lalu
memberi contoh satu hasil fantasinya, bisa menjual kangkung Rp 1.000 per kilogram. ”Di mana pun tidak
ada orang jual kangkung dengan harga segitu,” kata Bob.

Om Bob, panggilan akrab bagi anak buahnya, tidak mau bergerak di luar bisnis makanan. Baginya,
bidang yang ditekuninya sekarang tidak ada habis-habisnya. Karena itu ia tak ingin berkhayal yang
macam-macam. Haji yang berpenampilan nyentrik ini, penggemar berat musik klasik dan jazz. Saat-saat
yang paling indah baginya, ketika shalat bersama istri dan dua anaknya.

Meninggal Dunia
Setelah sempat dirawat selama dua bulan, pengusaha nyentrik Bob Sadino akhirnya menghembuskan
napas terakhirnya di Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta pada hari Senin, tanggal 19 januari 2015 setelah
berjuang dengan penyakitnya yaitu infeksi saluran pernafasan kronis.

Bob Sadino dikatakan sudah tak sadar dalam 2-3 minggu. Penyakitnya terkait dengan usianya yang sudah
lanjut serta kondisinya yang makin menurun setelah istrinya meninggal dunia pada Juli 2014.
Biografi THEODORE RACHMAT

Mengenai biografi dan profilnya, Nama lengkapnya adalah


Theodore Permadi Rachmat. Ia merupakan pengusaha keturunan
Tionghoa dengan nama asli Oei Giok Eng. Ia lahir di Majalengka
pada tanggal 15 Desember 1943. Ayahnya bernama Raphael Adi
Rachmat dan ibunya bernama Agustine.

Masa Kecil

Ia akrab dipanggil dengan nama Teddy Rachmat. Walaupun lahir


di Majalengka, Theodore Rachmat menghabiskan masa kecil
serta sekolahnya di kota Bandung.

Ayahnya berprofesi sebagai pedagang mengembangkan


usahanya di Bandung sehingga ia membawa teddy beserta ibu
dan saudaranya pindah kesana.

Lahir dari keluarga berkecukupan, Teddy atau Theodore Rachmat memulai pendidikannya di SD
Indonesia-belanda yang kebanyakan siswanya berasal dari memiliki kehidupan ekonomi yang
berkecukupan.

Fasih Berbahasa Belanda

Di sekolah ini pula, Teddy bisa berbahasa Belanda, ia pun hingga saat ini masih fasih berbahasa Belanda.
Ia juga termasuk salah satu murid yang cukup cerdas dan selalu masuk dalam rangking 10 besar di
kelasnya.

Setelah tamat SD, Theodore Rachmat kemudian masuk di SMP dan SMA Katolik, Alloysius. Di SMP,
Teddy termasuk salah satu murid yang cerdas dan sering masuk dalam tiga besar dikelasnya.

Di SMA, ia menyukai banyak pelajaran dan sering membaca buku yang berhubungan dengan ekonomi
bisnis, filsafat, religi serta hukum. Meskipun dikenal sering bermain-main, ia masih masuk di peringkat
10 besar di kelasnya.

Tamat dari SMA, Theodore Rachmat kemudian melanjutkan pendidikannya di Institut Teknologi
Bandung (ITB) jurusan Teknik Mesin. Ia lulus pada tahun 1968 dan menjadi salah satu lulusan tercepat di
jurusannya.

Bekerja di Astra

Selepas tamat dari ITB, di tahun itu juga, Teddy bekerja di PT Astra milik pamannya William
Soeryadjaya. Meskipun pamannya tersebut merupakan orang nomor satu di PT Astra, Theodore Rachmat
memulai karirnya dari nol yakni sebagai sales PT Astra.

Ketika bergabung, PT Astra ketika itu baru saja mulai berkembang dan masih sangat kecil. Kantor Astra
ketika itu berupa garasi di jalan Juanda III no 11.

Karyawan Astra saat itu masih berjumlah 16 orang termasuk Theodore Rachmat. Disini ia membantu
pamannya dalam mengembangkan anak perusahaan milik Astra ketika itu.

Theodore Rachmat sempat mendirikan perusahaan kontruksi bernama PT Porta Nigra bersama dengan
saudaranya pada tahun 1970. Dan kemudian magang disebuah perusahaan asal Belanda bernama Gevehe
B.

Mengelola United Tractors

Setelah magang, Teddy kemudian menjadi sales alat-alat berat di Allis Chalmers Astra dan mengelola
United Tractors anak usaha PT Astra di tahun 1972 dengan modal $500.000.

Di tahun itu juga, kinerjanya yang bagus membuat Teddy diangkat sebagai direktur PT Astra Honda
Motor. Disinilah kemudian karir dari seorang Theodore Rachmat mulai menanjak.
Direktur PT Astra Honda Motor Hingga CEO Grup Astra

Kemampuan manajemennya yang bagus membuat ia ditunjuk sebagai Presiden Direktur PT Astra
Internasional pada tahun 1984 hingga menjadi CEO Grup Astra Internasional.

Dibawah kendali Theodore Rachmat, Grup Astra berubah menjadi perusahaan konglomerasi dengan
ratusan anak perusahaan nyang menggurita di berbagai sektor bisnis.

Pertumbuhan bisnis Grup Astra dibawah kepemimpinannya menanjak dengan pesat. Kemampuan
manajerial Theodore Rachmat juga patut diancungi jempol.

CEO Terbaik di Indonesia

Teddy percaya bahwa Sumber Daya Manusia merupakan modal terpenting dalam mencetak pemimpin-
pemimpin baru yang top dalam grup Astra disertai dengan membangun kultur yang baik dalam
perusahaanya. Sehingga wajar ia mendapatkan penghargaan sebagai CEO terbaik di Indonesia oleh
majalah SWA.

Kinerja Grup Astra yang bagus dibawah kendalinya, membuat pemilik Grup Astra yang juga pamannya
ketika itu William Soeryadjaya memberikan porsi saham perusahaan sebanyak 5 persen.

Mendirikan PT Tripel A Jaya

Sejak saat itu Theodore Rachmat mulai mendirikan satu demi satu perusahaan sendiri berkat modal yang
diberikan oleh pamannya. Teddy mendirikan perusahaan Induk bersama istrinya Like Rani Imanto
dengan nama PT Tripel A Jaya pada tahun 1979.

Berbekal kemampuan manajemen yang handal, perusahaan tersebut tumbuh pesat dengan berbagai
macam unit-unit usaha. Model bisnis yang dilakukan oleh Theodore Rachmat adalah mendirikan
perusahaan Induk dan Pribadi.

Perusahaan Induk yang ia dirikan seperti PT Tripel A Jaya mewakili kepemilikan usahanya dalam grup
Astra. Sementara untuk pribadi yaitu sebagai bentuk investasi mereka.

Salah satu keputusan yang disesali oleh Theodore Rachmat dalam perjalanan bisnisnya adalah tidak
membeli Astra ketika perusahaan tersebut dihantam krisis moneter pada tahun 1998.

Walaupun begitu, Theodore Rachmat sempat mendirikan perusahan Adira dan kemudian ia jual kepada
bank Danamon sebagai tambahan modal dalam membangun grup bisnisnya.

Mendirikan Grup Truputra

Akhirnya, setelah perusahaan yang dibangun oleh Teddy sudah mulai tumbuh pesat, Teddy memutuskan
keluar dari Astra dan pada tahun 1998 dan mendirikan perusahaan sendiri dengan nama Grup Triputra
yang memiliki berbagai anak perusahaan di bidang energi, manufaktur, agroindustri dan dealer motor.

Grup Triputra milik Theodore Rachmat merupakan salah satu perusahaan yang paling berkembang pesat
dengan nilai omset mencapai triliunan rupiah.

Orang Terkaya di Indonesia

Berkat usahnya tersebut, Theodore Rachmat kini menjadi salah satu dari jajaran orang terkaya di
Indonesia. Kekayaan Theodore Permadi Rachmat ditaksir sebesar 21.4 triliun rupiah pada tahun 2017
versi Majalah Forbes.

Ia juga menjadi salah satu enterpreneur atau pebisnis paling sukses di Indonesia. Pembelajaran T.P
Rachmat judul buku Teddy Rachmat yang berisi kisah atau pengalaman Teddy Rachmat dalam
membangun Astra serta perusahaan miliknya disertai dengan konsep-konsep ilmu manajemen dalam
membangun perusahaan.
Biografi CIPUTRA

Nama lengkap Dr. Ir. Ciputra. Beliau lahir di kota


kecil Parigi, Sulawesi Tengah pada tanggal 24
Agustus 1931 dengan nama Tjie Tjin Hoan. Ia anak
ke 3 dari pasangan Tjie Sim Poe dan Lie Eng Nio
yang juga berlatar belakang keluarga sederhana.

Masa Kecil

Ketika berusia 12 tahun ia kehilangan ayahnya yang


meninggal di tahanan tentara pendudukan Jepang
karena tuduhan palsu dianggap mata-mata Belanda.

Kepahitan masa kecil telah menimbulkan tekad dan


keputusan penting yaitu memiliki cita-cita
bersekolah di Pulau Jawa demi hari depan yang lebih baik, bebas dari kemiskinan dan kemelaratan.

Terlambat Bersekolah

Akhirnya Dr. Ir. Ciputra kecil kembali ke bangku sekolah walau terlambat. Ia terlambat karena negara
kita masih dalam suasana peperangan dengan tentara Belanda maupun Jepang. Ia masuk kelas 3 SD di
desa Bumbulan walau usianya sudah 12 tahun atau terlambat hampir 4 tahun.

Dalam Biografi Ciputra diketahui bahwa ketika usianya 16 tahun lulus dari SD kemudian melanjutkan
SMP di Gorontalo dan jenjang SMA di Manado setelah itu memasuki ITB jurusan arsitektur di Bandung.

Keseluruhan pendidikan masa remaja Dr. Ir. Ciputra memang merupakan gabungan dari pendidikan yang
akademis dan juga non akademis, di dalam kelas dan juga di luar kelas.

Inilah yang dapat disebut sebagai sekolah kehidupan yang membuat seseorang tumbuh menjadi pribadi
yang mandiri dan utuh.

Oleh karena itu tidak heran bila saat ini ia berpendapat bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan
yang membangun manusia seutuhnya dan beberapa cirinya adalah membangun moral, mendorong
kreativitas dan mendidik karakter-karakter mandiri siswa-siswinya.

Merintis Kerajaan Bisnis

Perjalanan bisnis Ciputra dirintis sejak masih menjadi mahasiswa arsitektur Institut Teknologi Bandung.
Bersama Ismail Sofyan dan Budi Brasali, teman kuliahnya, sekitar tahun 1957 Ciputra mendirikan PT
Daya Cipta.

Biro arsitek milik ketiga mahasiswa tersebut, sudah memperoleh kontrak pekerjaan lumayan untuk masa
itu, dibandingkan perusahaan sejenis lainnya. Proyek yang mereka tangani antara lain gedung bertingkat
sebuah bank di Banda Aceh.

Tahun 1960 Ciputra lulus dari ITB. Ia kemudian pindah ke Jakarta. Keputusan ini menjadi tonggak
sejarah yang menentukan jalan hidup Ciputra dan kedua rekannya itu.

Dengan bendera PT Perentjaja Djaja IPD, proyek bergengsi yang ditembak Ciputra adalah pembangunan
pusat berbelanjaan di kawasan senen.  Dengan berbagai cara, Ciputra adalah berusaha menemui Gubernur
Jakarta ketika itu, Dr. R. Soemarno, untuk menawarkan proposalnya.

Gayung bersambut. Pertemuan dengan Soemarno kemudian ditindak lanjuti dengan mendirikan PT
Pembangunan Jaya, setelah terlebih dahulu dirapatkan dengan Presiden Soekarno.

Setelah pusat perbelanjaan Senen, proyek monumental Ciputra di Jaya selanjutnya adalah Taman Impian
Jaya Ancol dan Bintaro Jaya. Melalui perusahaan yang 40% sahamnya dimiliki Pemda DKI inilah Ciputra
menunjukkan kelasnya sebagai entrepreuneur sekaligus profesional.

Pebisnis yang Handal

Ia sangat handal dalam menghimpun sumber daya yang ada menjadi kekuatan bisnis raksasa. Grup Jaya
yang didirikan tahun 1961 dengan modal Rp. 10 juta, kini memiliki total aset sekitar Rp. 5 trilyun.
Dengan didukung kemampuan lobinya, Ciputra secara bertahap juga mengembangkan jaringan
perusahaannya di luar Jaya, yakni Grup Metropolitan, Grup Pondok Indah, Grup Bumi Serpong Damai,
dan yang terakhir adalah Grup Ciputra.

Dalam Biografi Ciputra diketahui bahwa jumlah seluruh anak usaha dari Kelima grup itu tentu di atas
seratus, karena anak usaha Grup Jaya saja 47 dan anak usaha Grup Metropolitan mencapai 54. Mengenai
hal ini, secara berkelakar Ciputra mengatakan: Kalau anak kita sepuluh, kita masih bisa mengingat
namanya masing-masing. Tapi kalau lebih dari itu, bahkan jumlahnya pun susah diingat lagi.

Karya-karya besar Ciputra begitu beragam, karena hampir semua subsektor properti dijamahnya. Ia kini
mengendalikan 5 kelompok usaha Jaya, Metropolitan, Pondok Indah, Bumi Serpong Damai, dan Ciputra
Development yang masing-masing memiliki bisnis inti di sektor properti.

Membangun Berbagai Proyek Besar

Proyek kota barunya kini berjumlah 11 buah tersebar di Jabotabek, Surabaya, dan di Vietnam dengan luas
lahan mencakup 20.000 hektar lebih. Ke-11 kota baru itu adalah Bumi Serpong Damai, Pantai Indah
Kapuk, Puri Jaya, Citraraya Kota Nuansa Seni, Kota Taman Bintaro Jaya, Pondok Indah, Citra Indah,
Kota Taman Metropolitan, CitraRaya Surabaya.

Selain itu ada juga di Kota Baru Sidoarjo, dan Citra Westlake City di Hanoi, Vietnam. Proyek-proyek
properti komersialnya, juga sangat berkelas dan menjadi trend setter di bidangnya. Lebih dari itu, proyek-
proyeknya juga menjadi magnet bagi pertumbuhan wilayah di sekitarnya.

Fasilitas merupakan unsur ketiga dari 10 faktor yang menentukan kepuasan pelanggan. Konsumen harus
dipuaskan dengan pengadaan fasilitas umum dan fasilitas sosial selengkapnya. Tapi fasilitas itu tidak
harus dibangun sekaligus pada tahap awal pengembangan.

Grup Ciputra

Grup Ciputra adalah kelompok usahanya yang Kelima. Grup usaha ini berawal dari PT Citra Habitat
Indonesia, yang pada awal tahun 1990 diakui sisi seluruh sahamnya dan namanya diubah menjadi Ciputra
Development (CD).

Ciputra menjadi dirutnya dan keenam jajaran direksinya diisi oleh anak dan menantu Ciputra.
Pertumbuhan Ciputra Development belakangan terasa menonjol dibandingkan keempat kelompok usaha
Ciputra lainnya.

Dengan usia paling muda, CD justru yang pertama go public di pasar modal pada Maret 1994. Baru
beberapa bulan kemudian Jaya Real properti menyusul. Total aktiva CD pada Desember 1996 lalu
berkisar Rp. 2,85 triliun, dengan laba pada tahun yang sama mencapai Rp. 131,44 miliar.

Aliansi itu semula diberi nama Sang Pelopor, tapi kini telah diubah menjadi si Pengembang. “Nama Sang
Pelopor terkesan arogan dan berorientasi kepada kepentingan sendiri,” ujar Ciputra tentang perubahan
nama itu.

Keluarga Ciputra

Mengenai keluarga Ciputra, diketahui beliau menikah dengan Dian Sumeler. Dari pernikahannya
tersebut, Ciputra mempunyai empat orang anak bernama Rina Ciputra Sastrawinata, Junita Ciputra, Cakra
Ciputra, Candra Ciputra.

Kekayaan Ciputra

Ciputra dikenal sebagai seorang pelopor pembangunan kota skala besar. Ciputra menekankan pentingnya
menyebarkan semangat kewirausahaan. Ciputra adalah adalah seorang pengusaha yang sangat menyukai
seni. Ia juga merupakan salah satu filantropis terbesar di Indonesia.

Menurut data yang diambil dari majalah Globe Asia tahun 2018, PT Ciputra Development Tbk berhasil
membukukan pendapatan sebesar Rp1,3 triliun pada kuartal pertama 2018. Total kekayaan Ciputra
menurut data dari majalah Globe Asia tahun 2018 sejumlah 20.4 Trilun Rupiah. Ia menempati posisi 31
dalam daftar orang terkaya di Indonesia.
Biografi EKA TJIPTA WIDJAJA

Nama asli Eka Tjipta Widjaja adalah Oei Ek


Tjhong, Ia dilahirkan pada tanggal 3 Oktober 1923
di China, Ia terlahir dari keluarga yang amat
miskin. Tekadnya yang ingin mengubah hidup
keluarganya, Eka kemudian memutuskan untuk
merantau keluar dari kampung halamannya
di Quanzhou, China.

…Bersama ibu, saya ke Makassar tahun 1932


pada usia sembilan tahun. Kami berlayar tujuh
hari tujuh malam. Lantaran miskin, kami hanya
bisa tidur di tempat paling buruk di kapal, di
bawah kelas dek. Ada uang lima dollar, tetapi
tak bisa dibelanjakan, karena untuk ke
Indonesia saja kami masih berutang pada
rentenir, 150 dollar – Eka Tjipta Widjaya

Masa Kecil

Ia pindah ke Indonesia saat umurnya masih sangat muda yaitu umur 9 tahun. Tepatnya pada tahun 1932,
Eka Tjipta Widjaya yang saat itu masih dipanggil Oei Ek Tjhong akhirnya pindah ke kota Makassar

Tiba di Makassar, Eka kecil segera membantu ayahnya yang sudah lebih dulu tiba dan mempunyai toko
kecil. Tujuannya jelas, segera mendapatkan 150 dollar, guna dibayarkan kepada rentenir. Dua tahun
kemudian, utang terbayar, toko ayahnya maju.

Eka pun minta Sekolah. Tapi Eka menolak duduk di kelas satu. Eka Tjipta Widjaja bukanlah seorang
sarjana, doktor, maupun gelar-gelar yang lain yang disandang para mahasiswa ketika mereka berhasil
menamatkan studi.

Hanya Tamatan SD

Dalam Biografi Eka Tjipta Widjaja diketahui ia hanya lulus dari sebuah sekolah dasar di Makassar. Hal
ini dikarenakan kehidupannya yang serba kekurangan. Ia harus merelakan pendidikannya demi untuk
membantu orang tua dalam menyelesaikan hutangnya ke rentenir.

Tamat SD, ia tak bisa melanjutkan sekolahnya karena masalah ekonomi. Ia pun mulai jualan. Ia keliling
kota Makassar, dengan mengendarai sepeda.

Ia keliling kota Makasar menjajakan door to door permen, biskuit, serta aneka barang dagangan toko
ayahnya. Dengan ketekunannya, usahanya mulai menunjukkan hasil.

Masa Muda

Saat usianya 15 tahun, Eka mencari pemasok kembang gula dan biskuit dengan mengendarai sepedanya.
Ia harus melewati hutan-hutan lebat, dengan kondisi jalanan yang belum seperti sekarang ini. Kebanyakan
pemasok tidak mempercayainya.

Umumnya mereka meminta pembayaran di muka, sebelum barang dapat dibawa pulang oleh Eka. Hanya
dua bulan, ia sudah mengail laba Rp. 20, jumlah yang besar masa itu. Harga beras ketika itu masih 3-4
sen per kilogram.

Usaha Yang Tak Kenal Menyerah

Rumah berikut halaman Eka, dan setengah halaman tetangga penuh terisi segala macam barang. Ia pun
bekerja keras memilih apa yang dapat dipakai dan dijual.

Terigu misalnya, yang masih baik dipisahkan. Yang sudah keras ditumbuk kembali dan perbaiki sampai
dapat dipakai lagi. Ia pun belajar bagaimana menjahit karung.

Karena waktu itu keadaan perang, maka suplai bahan bangunan dan barang keperluan sangat kurang. Itu
sebabnya semen, terigu, arak Cina dan barang lainnya yang ia peroleh dari puing-puing itu menjadi sangat
berharga.
Ia mulai menjual terigu. Semula hanya Rp. 50 per karung, lalu ia menaikkan menjadi Rp. 60, dan
akhirnya Rp. 150. Untuk semen, ia mulai jual Rp. 20 per karung, kemudian Rp. 40.

Kala itu ada kontraktor hendak membeli semennya, untuk membuat kuburan orang kaya. Tentu Eka
menolak, sebab menurut dia ngapain jual semen ke kontraktor? Maka Eka pun kemudian menjadi
kontraktor pembuat kuburan orang kaya.

Ia bayar tukang Rp. 15 per hari ditambah 20 persen saham kosong untuk mengadakan kontrak pembuatan
enam kuburan mewah.

Ia mulai dengan Rp. 3.500 per kuburan, dan yang terakhir membayar Rp. 6.000. Setelah semen dan besi
beton habis, ia berhenti sebagai kontraktor kuburan.

Demikianlah Eka, berhenti sebagai kontraktor kuburan, ia berdagang kopra, dan berlayar berhari-hari ke
Selayar (Selatan Sulsel) dan ke sentra-sentra kopra lainnya untuk memperoleh kopra murah.

Eka mereguk laba besar, tetapi mendadak ia nyaris bangkrut karena Jepang mengeluarkan peraturan
bahwa jual beli minyak kelapa dikuasai Mitsubishi yang memberi Rp. 1,80 per kaleng. Padahal di pasaran
harga per kaleng Rp. 6.

Pengusaha Kelapa Sawit

Dalam Biografi Eka Tjipta Widjaja diketahui pada tahun 1980, ia memutuskan untuk melanjutkan
usahanya yaitu menjadi seorang entrepreneur seperti masa mudanya dulu.

Ia membeli sebidang perkebunan kelapa sawit dengan luas lahan 10 ribu hektar yang berlokasi di Riau.
Tak tanggung-tanggung, beliau juga membeli mesin dan pabrik yang bisa memuat hingga 60 ribu ton
kelapa sawit.

Bisnis yang dia bangun berkembang sangat pesat dan dia memutuskan untuk menambah bisnisnya. Pada
tahun 1981 beliau membeli perkebunan sekaligus pabrik teh dengan luas mencapai 1000 hektar dan
pabriknya mempunyai kapasitas 20 ribu ton teh.

Merambah Bisnis Perbankan

Selain berbisnis di bidang kelapa sawit dan teh, Eka Tjipta Widjaja juga mulai merintis bisnis bank. Ia
membeli Bank Internasional Indonesia (BII) dengan asset mencapai 13 milyar rupiah.

Namun setelah beliau kelola, bank tersebut menjadi besar dan memiliki 40 cabang dan cabang pembantu
yang dulunya hanya 2 cabang dan asetnya kini mencapai 9,2 trilliun rupiah.

Bisnis Kertas Hingga Properti

Bisnis yang semakin banyak membuat Eka Tjipta Widjaja menjadi semakin sibuk dan kaya. Ia juga mulai
merambah ke bisnis kertas.

Hal ini dibuktikan dengan dibelinya PT Indah Kiat yang bisa memproduksi hingga 700 ribu pulp per
tahun dan bisa memproduksi kertas hingga 650 ribu per tahun.

Pemilik Sinarmas Group ini juga membangun ITC Mangga Dua dan Green View apartemen yang berada
di Roxy, dan tak ketinggalan pula ia bangun Ambassador di Kuningan.

Sektor Bisnis Sinar Mas

Pengusaha sukses memiliki pilar bisnis yang bergerak di berbagai sektor seperti kertas, agribisnis dan
makanan, jasa keuangan, telekomunikasi serta properti dan infrastruktur dibawah naungan Kelompok
Usaha Sinar Mas.

Keluarga Eka Tjipta Widjaja

Eka Tjipta Widjaja mempunyai keluarga yang selalu mendukungnya dalam hal bisnis dan kehidupannya.
Beliau menikah dengan seorang wanita bernama Melfie Pirieh Widjaja dan mempunyai 7 orang anak.

Konglomerat pemilik Sinar Mas Group ini wafat pada tanggal 26 Januari 2019 di RS Gatot Subroto
Jakarta. Ia wafat dengan meninggalkan bisnis yang menggurita di berbagai sektor melalui grup Sinar Mas
yang ia dirikan.
Biografi RUSDI KIRANA

Rusdi Kirana yang dilahirkan pada tanggal 17 Agustus 1963.


Terlahir dari keluarga pedagang, bapak tiga anak ini memang
dididik dengan keras oleh keluarganya. Hal itulah yang
menjadi bekalnya untuk membesarkan Lion Air.

Menjadi Penjual Mesin Ketik

Rusdi Kirana memulai karir sebagai penjual mesin ketik


Amerika `Brother`. Bersama saudara laki-lakinya Kusnan
Kirana, awalnya mereka membangun sebuah perusahaan biro
perjalanan bersama.

Pria yang berkumis tebal ini diketahui mengenal bisnis


penerbangan ketika ia sedang kuliah di fakultas Ekonomi
Universitas Pancasila.

Setelah menyelesaikan kuliahnya, Rusdi Kirana mempersiapkan bisnis Travel Agent bernama Lion Tour.
Selama 10 tahun, Rusdi Kirana dikenal oleh orang-orang sebagai penjual tiket penerbangan atau menjadi
calo tiket.

Mendirikan Maskapai Lion Air

Ketika Departemen Perhubungan melakukan deregulasi Industri penerbangan pada tahun 1999, Rusdi
Kirana kemudian melihat peluang besar dalam bisnis penerbangan Indonesia.

Ia kemudian mengajak para koleganya di pasar Glodok untuk menanamkan modalnya di bisnis barunya
ini. Ada sebagian yang percaya dan ada juga yang tidak percaya dengan ide bisnis Rusdi Kirana ini.

Berbekal modal yang terkumpul sekitar 80 miliar rupiah, Rusdi Kirana dan saudaranya Kusnan Kirana
mendirikan Mentari Lion Airlines pada tanggal 2 september 1999.

Perusahaan itu sebgian sahamnya dikuasai oleh Rusdi Kirana dan saudaranya. Saat awal berdirinya
Mentari Lion Airlines, Rusdi Kirana merangkap sebagai direktur dan saudaranya lebih banyak dibelakang
layar.

Lion Air adalah nama yang dipilih oleh Rusdi Kirana dengan logo kepala singa. Adapun kantor pertama
Lion Air berada di sebuah rumah toko (Ruko) sewaan di kawasan Harmoni, Jakarta Pusat.

Hari bersejarah berdirinya Lion Air bagi Rusdi Kirana terjadi pada bulan Juli tahun 2000. Dengan
berbekal Pesawat Boeing 737-200 sewaan, Lion Air milik Rusdi Kira terbang perdana dari Jakarta ke
Pontianak.

Tahun-tahun pertama merupakan tahun yang sulit bagi Rusdi Kirana karena tak banyak orang yang
percaya dengan maskapainya.

Pengalaman menjalankan bisnis biro perjalanan dianggap sangat berbeda dengan menjadi operator
pesawat sendiri. Selain pekerja keras, Rusdi kirana memang dikenal sebagai orang yang rendah hati.

Rusdi mudah bergaul dengan banyak orang dan selalu tampil sederhana di setiap kesempatan. Rusdi
mengatakan bahwa itu semua didapat karena latar belakang pendidikan orangtuanya. Selain itu, Rusdi
juga menyebut bahwa bisnis yang digelutinya bisa sukses karena ia selalu berusaha memberikan kepuasan
kepada orang lain.

Pelopor Penerbangan Murah

Rusdi Kirana kini dikenal sebagai pelopor penerbangan murah di tanah air. Bahkan, ia pernah dinobatkan
sebagai tokoh bisnis paling berpengaruh dari sebuah media ekonomi nasional.

Prinsip Low Cost Carrier yang diterapkan oleh Rusdi Kirana di Lion Air salah satunya dengan
memangkas ongkos-ongkos siluman serta kebijakan yang berbeda dengan maskapai lainnya.

Misalnya, Lion Air selalu membeli suku cadang pesawat secara tunai, memakai aplikasi sendiri, serta
mencari pesawat yang berbadan lebar.
Selain itu, ia juga menekan biaya penerbangan misalnya dengan menghilangkan fasilitas makanan untuk
penerbangan jarak pendek serta biaya lainnya. Kini, perusahaannya juga telah bersiap mendunia dengan
aliansi beberapa maskapai dunia.

Maraknya dunia penerbangan Indonesia saat ini boleh jadi dipelopori oleh munculnya maskapai
penerbangan murah pertama di Indonesia, yaitu Lion Air. Dengan slogannya: “We make people fly” atau
“Kita membuat orang-orang terbang”, maskapai yang baru beroperasi awal tahun 2000-an tersebut seolah
memicu munculnya maskapai low cost lainnya.

Lion sebagai maskapai baru segera menjadi bahan perbincangan karena mampu menyedot banyak
penumpang meski kehadirannya sempat diragukan sebelumnya. Bahkan kini, maskapai tersebut telah
menduduki peringkat kedua sebagai maskapai dengan penumpang paling banyak di tanah air.

Lion Air adalah sebuah perusahaan penerbangan yang keberadaannya sangat mempengaruhi
perkembangan transportasi udara di Indonesia. Dengan kegigihan Rusdi Kirana bersama dengan
kakaknya,perusahaan ini bisa menjadi sebesar sekarang.

Terlihat dari jumlah pelanggan yang banyak mengantri untuk mendapatkan tiket pesawat terbang mereka.
Lion Air merupakan maskapai yang pertama di Indonesia menggunakan pesawat jenis Boeing 737-900ER
dalam jumlah besar.

Menggebrak Dunia Penerbangan

Dalam Biografi Rusdi Kirana diketahui ia bersama saudaranya kemudian kembali menggebrak dunia
penerbangan dunia. Setelah membeli Boeing, Presiden Direktur Lion Air Rusdi Kirana dan Presiden serta
CEO Airbus Fabrice Bregier menandatangani surat pembelian Lion Air kepada 234 pesawat Airbus jenis
A320 di Istana Elysee di Paris, Prancis, Senin (18/3).

Lion Air resmi beli 234 pesawat baru jenis Airbus A320 yang terdiri 109 pesawat A320neo, 65 A321neo,
& 60 A320ceo. Dalam mereka akan mengeluarkan dana sebesar USD 24 miliar (Rp 233 triliun). Padahal,
Tahun 2011 lalu, Lion Air telah mengumumkan pembelian 201 pesawat Boeing yang nilainya USD 22
miliar (Rp 214 triliun).

Kekayaan yang dimiliki oleh Rusdi Kirana membawa dirinya berhasil menyandang predikat orang
terkaya nomor tiga puluh tiga dari empat puluh orang terkaya di Indonesia tahun 2012.

Kekayaan Rusdi Kirana

Semua ini karena usahanya yang sangat sukses dengan tingginya jumlah konsumen yang sangat percaya
pada Lion Air. Kekayaan yang Kusnan dan Rusdi Kirana miliki berkisar antara US$ 900 juta per 2012,
dan tentu saja semua itu tidak didapatkan dengan mudah.

Semua kerja keras yang ia dan sang kakak lakukan membuahkan hasil yang memuaskan sehingga Lion
Air mampu menjadi salah satu maskapai yang paling diminati oleh banyak orang untuk melakukan
perjalanan; baik dalam maupun luar negeri saat ini.

Dengan berbagai kenyamanan dan keamanan yang ditawarkan oleh Kirana Bersaudara dan
perusahaannya, tak pelak berhasil membuat mereka dan perusahaannya semakin sukses sampai sekarang.

Hal ini juga didukung oleh kualitas para pegawai yang ikut mendukung keberhasilan Lion Air, dengan
performa mereka yang ramah dan terampil. Rusdi Kirana memiliki seorang istri dan dikarunia tiga orang
anak.

Rusdi Kirana masih terus berkarya untuk menjadikan perusahaan Lion Air menjadi perusahaan
penerbangan paling sukses di Indonesia. Perusahaan penerbangan dengan segala kenyamanan yang
ditawarkan untuk para penumpangnya.

Di tengah-tengah kesibukannya sebagai pemilik Lion Air, Rusdi Kirana saat ini menjabat sebagai duta
besar Indonesia untuk Malaysia. Sebelumnya ia menjabat sebagai salah satu Anggota dewan
pertimbangan Presiden di era Presiden Joko Widodo.
Biografi ERICK THOHIR

Erick Thohir dilahirkan pada tanggal 30 Mei


1970 di Jakarta, Indonesia. Ia terlahir dari
keluarga pengusaha. Ayahnya bernama Teddy
Thohir. Erick Thohir mempunya saudara
bernama Garibaldi Thohir dan Rika Thohir.

Ayahnya yang bernama Teddy Thohir


bersama William Soeryadjaya merupakan
pemilik dari Grup Astra International. Ibu Erick
Thohir bernama Edna Thohir.

Pendidikan

Erick Thohir menempuh pendidikan sarjananya


di di Glendale University. Kemudian ia
melanjutkan program Masternya dalam bidang
Administrasi Bisnis (Master of Business
Administration) di Universitas Nasional California.

Ia memperoleh gelar masternya pada tahun 1993. Meskipun berasal dari keluarga pengusaha, Erick
Thohir tidak diperkenankan oleh ayahnya untuk mengurus usaha bisnis keluarganya.

Mendirikan Mahaka Grup

Maka, sekembalinya ke Indonesia, Erick Thohir bersama Muhammad Lutfi, Wisnu Wardhana dan R.
Harry Zulnardy, mereka kemudian mendirikan Mahaka Group. Erick Thohir tertarik dengan bisnis media
maka Perusahaannya kemudian mengakuisisi harian Republika pada tahun 2001. Saat itu harian tersebut
tengah didera krisis keuangan dan berada di ambang kebangkrutan.

Karena belum banyak memiliki pengalaman dalam bisnis media, maka ia kemudian belajar dari ayahnya
serta kemudian mendapat bimbingan Jakob Oetama pendiri harian Kompas dan kemudian Dahlan
Iskan yang merupakan bos dari Jawa Pos.

Erick Thohir kemudian menjadi Presiden Direktur PT Mahaka Media hingga 30 Juni 2008. kemudian
setelah iitu ia menjabat sebagai komisioner sejak Juni 2010 hingga saat ini.

Kemudian PT Mahaka Group miliknya membeli pula Harian Indonesia dan diterbitkan ulang dengan
nama Sin Chew-Harian Indonesia dengan konten editorial dan pengelolaan dari Sin Chew Media
Corporation Berhad yang berbasis di Kuala Lumpur, Malaysia.

Media ini kemudian dikelola secara independen oleh PT Emas Dua Ribu, mitra perusahaan Mahaka
Media. Selain itu, Erick juga menjabat sebagai Ketua Komite Konten dan Industri Aplikasi untuk Kamar
Dagang Industri (KADIN).

Hingga tahun 2009, Grup Mahaka milik Erick Thohir telah berkembang di dunia media dan menguasai
majalah a+, Parents Indonesia, dan Golf Digest.

Sementara untuk bisnis media surat kabar, Grup Mahaka memiliki Sin Chew Indonesia dan Republika,
sementara untuk Stasiun TV, Grup Mahaka Miliknya memiliki JakTV, stasiun radio GEN 98.7 FM,
Prambors FM, Delta FM, dan FeMale Radio.

Selain di bidang media Erick juga memiliki usaha di bidang periklanan, jual-beli tiket, serta desain situs
web. Ia juga pendiri dari organisasi amal “Darma Bakti Mahaka Foundation” dan serta menjadi Presiden
Direktur VIVA grup dan Beyond Media.

Dibidang olahraga karena Eick sangat mencintai olah raga bola basket, maka ia mendirikan klub Bola
Basket Mahaka Satria Muda Jakarta dan Mahaputri Jakarta.

Ia bercita-cita menjadikan olah raga tak hanya sebagai hobi, melainkan pula sebagai lahan bisnis yang
menguntungkan bagi atlet dan pemilik klub.

Erick Thohir juga pernah menjabat sebagai Ketua Umum PERBASI pada periode 2006 hingga 2010 dan
kemudian menjabat sebagai Presiden Asosiasi Bola Basket Asia Tenggara (SEABA) selama dua kali.
Yaitu periode 2006 hingga 2010 dan 2010 hingga 2014. Tahun 2012 Erick dipercaya sebagai Komandan
Kontingen Indonesia untuk Olimpiade London 2012.

Pemilik DC United dan Philadelphia 76ers

Pada Tahun 2012, Erick Thohir bersama Levien menjadi pemilik saham mayoritas klub D.C. United, D.C
yang merupakan sebuah klub sepak bola profesional asal Amerika Serikat yang berbasis di Washington,
DC.

Klub ini berkompetisi di Major League Soccer. Transaksi pengambilalihan saham ini membuat Erick
Thohir dikenal sebagai orang Asia pertama yang memiliki Tim Basket NBA setelah sebelumnya ia
membeli saham dari Philadelphia 76ers. Namun pada bulan agustus 2018, Erick Thohir melepas semua
saham kepemilikannya di DC United.

Membeli Klub Inter Milan

Kemudian, pada tahun 2013, Erick Thohir membuat gebrakan dengan membeli kepemilikan 70 Persen
saham Klub Sepakbola asal Italia yaitu Inter Milan, dari pemilik sebelumnya, Massimo Moratti senilai
senilai 350 juta euro atau setara Rp 5,3 triliun.

Lewat pembelian tersebut, Erick menjadi pemilik klub sepakbola besar Eropa terbaru yang berasal dari
negara berkembang. Kepemilikan Erick atas Inter Milan menambah nama dalam daftar pengusaha negara
berkembang yang berhasil mengakuisisi klub sepakbola yang populer di mata dunia.

Pada hari Jum’at, 15 November 2013, Thohir resmi menjabat sebagai presiden klub Inter Milan yang
baru. menggantikan Massimo Moratti yang telah menjabat selama 18 tahun di Inter Milan.

Namun setelah itu, Suning Group sebuah perusahaan dari China kemudian membeli kepemilikan saham
mayoritas Inter Milan dari Erick Thohir.

Meskipun begitu Erich Thohir masih memiliki saham 30 persen di Inter Milan dan masih tetap menjabat
sebagai Presiden klub Inter Milan.

Disela kesibukan Erick Thohir sebagai seorang pengusaha, Ia juga sempat menjabat sebagai ketua
INASGOC sebuah badan yang mengelola Asian Games 2018 yang digelar di Indonesia.

Setelah sukses sebagai ketua INASGOC dalam menjalankan Asian Games 2018, Erick Thohir kemudian
ditunjuk sebagai ketua tim pemenangan Jokowi – Ma’ruf Amin dalam Pilpres 2018.

Anda mungkin juga menyukai