Anda di halaman 1dari 13

LEARNING OBJECTIVE

BLOK 7 : Malnutrisi

“maramis oh Maramis”

DISUSUN OLEH :

Nama : Cindy Amalia Octaviani P

Stambuk : N 101 18 068

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TADULAKO

Juni 2020
1. Pencegahan terjadinya malnutrisi
Jawab :
Pencegahan malnutrisi pada balita juga harus dimulai sejak janin masih berada
dalam kandungan karena pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi dan balita
tidak bisa terlepas dari pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. Pencegahan
dapat dimulai dengan menjaga asupan ibu hamil selalu tercukupi sejak awal kehamilan
(Candra. 2017).
Setelah janin dilahirkan, pencegahan malnutrisi dilakukan dengan memberikan
ASI eksklusif yaitu pemberian ASI saja selama 6 bulan berturut-turut. Apabila pemberian
ASI eksklusif tidak memungkinkan karena berbagai alasan, maka bisa diganti atau
ditambah dengan susu formula. Namun sebaiknya diusahakan tetap memberikan ASI
eksklusif. Setelah usia bayi mencapai 6 bulan, selain ASI bayi harus segera diberikan
makanan pendamping ASI secara bertahap, disesuaikan dengan umur bayi. Pemberian
ASI tetap dilanjutkan sampai usia dua tahun (Candra, 2017).
Imunisasi harus diberikan secara rutin sejak usia 0 bulan. Imunisasi yang rutin
dan lengkap akan mencegah bayi terserang penyakit infeksi. Imunisasi dasar lengkap
adalah imunisasi yang sesuai dengan program pemerintah. Imunisasi juga harus diulang
supaya status kekebalan bayi tetap optimal. Selain imunisasi, bayi juga harus
mendapatkan suplementasi vitamin A karena kadar vitamin A dalam ASI tidak tinggi,
tidak bisa mencukupi kebutuhan. Pemerintah sudah membuat program suplementasi
vitamin A yang diberikan setiap bulan Februari dan Agustus (Candra, 2017).
Sumber ;
Candra.A.2017. Suplementasi Mikronutrien dan Penanggulangan Malnutrisi pada
Anak Usia di Bawah Lima Tahun (Balita). JNH(Journal of Nutrition and
Health) Vol.5 No.3. viewed on 13 agustus 2019.
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/actanutrica/article/download/16293/11939
2. Klasifikasi dan perbedaan marasmus, kwashiorkor dan marasmus kwashiorkor
Jawab :
Jenis Tanda gejala Etiologi
malnutrisi
Marasmus Tipe marasmus ditandai dengan Marasmus adalah suatu bentuk
gejala tampak sangat kurus, wajah kurang kalori-protein yang
seperti orang tua, cengeng dan rewel berat. Penyebab utama
meskipun setelah makan, kulit marasmus yaitu asupan kalori
keriput yang disebabkan karena dan protein yang tidak
lemak di bawah kulit berkurang, memadai akibat diet yang tidak
perut cekung, rambut tipis, jarang cukup, atau adanya kelainan
dan kusam, tulang iga tampak jelas, metabolic dan malformasi
pantat kendur dan keriput (baggy kongenital (Liansyah.2015)
pant) serta iga gambang
(Liansyah.2015)

kwashiorkor Gejala umum dari kwashiorkor Kwashiorkor merupakan KEP


adalah hipoalbuminemia, edema, tingkat berat yang disebabkan
penurunan imunitas, dermatitis, oleh asupan protein yang
anemia, apatis, dan terjadi penipisan inadekuat dengan asupan
rambut. Dibandingkan energi yang cukup. Usia paling
marasmus,kwashiorkor memiliki rawan terkena kwashiorkor
tingkat morbiditas dan mortalitas adalah dua tahun karena pada
yang lebih tinggi dengan usia tersebut terjadi peralihan
penanganan yang lebih sulit karena dari ASI ke makanan pengganti
penderita kwashiorkor lebih rentan ASI (Novitasari.2014)
terkena infeksi. Kadar serum
albumin dipilih sebagai indikator
dalam menentukan kondisi
kwashiorkor didasarkan bahwa
albumin adalah plasma
(Anggraeny.2016)

Maramus- marasmik-kwashiorkor merupakan


Kwashiorko gabungan beberapa gejala klinik
r kwashiorkor dan marasmus dengan
Berat Badan (BB) menurut umur
(U)<60% baku median WHO-
NCHS yang disertai edema yang
tidak mencolok (Liansyah.2015)
Sumber :
Anggraeny.O., Dianovita.C., Putri.E.N. 2016. Korelasi Pemberian Diet Rendah
Protein Terhadap Status Protein, Imunitas, Hemoglobin, dan Nafsu Makan
Tikus Wistar Jantan . Indonesian Journal of Human Nutrition. Vol. 3 No.2.
viewed on 13 agustus 2019.
https://ijhn.ub.ac.id/index.php/ijhn/article/download/160/166
Liansyah.T.M. 2015. MALNUTRISI PADA ANAK BALITA. Jurnal Fakutas
Kedokteran Universitas Syiah Kuala. Vol. 2. No. 1. Viewed on 13 agustus 2019
https://buahhati.stkipgetsempena.ac.id/?journal=home&page=article&op...12
Novitasari,D., Puruhita,N. 2014. Faktor-faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk pada
Balita yang Dirawat di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Jurnal Media Medik
Muda. 2(2). Viewed on 21 Agustus 2018. From http://download.portal-garuda.org

3. Etiologi, patofisiologi, gejala klinis, diagnosis, manajemen pada terapi stunting


Jawab :
ETIOLOGI
Faktor-faktor penyebab stunting erat hubungannya dengan kondisi-kondisi yang
mendasari kejadian tersebut, kondisi-kondisi yang mempengaruhi faktor penyebab
stunting terdiri atas:
(1) kondisi politik ekonomi wilayah setempat,
(2) status pendidikan,
(3) budaya masyarakat,
(4) Agriculture dan sistem pangan,
(5) kondisi air, sanitasi, dan lingkungan. Kondisi-kondisi tersebut dapat mempengaruhi
munculnya faktor penyebab sebagai berikut.
- Faktor keluarga dan rumah tangga
Faktor maternal, dapat dikarenakan nutrisi yang buruk selama prekonsepsi,
kehamilan, dan laktasi. Selain itu juga dipengaruhi perawakan ibu yang pendek,
infeksi, kehamilan muda, kesehatan jiwa, IUGR dan persalinan prematur, jarak
persalinan yang dekat, dan hipertensi. Lingkungan rumah, dapat dikarenakan oleh
stimulasi dan aktivitas yang tidak adekuat, penerapan asuhan yang buruk,
ketidakamanan pangan, alokasi pangan yang tidak tepat, rendahnya edukasi
pengasuh.
- Complementary feeding yang tidak adekuat
Kualitas makanan yang buruk meliputi kualitas micronutrient yang buruk, kurangnya
keragaman dan asupan pangan yang bersumber dari pangan hewani, kandungan tidak
bergizi, dan rendahnya kandungan energi pada complementary foods. Praktik
pemberian makanan yang tidak memadai, meliputi pemberian makan yang jarang,
pemberian makan yang tidak adekuat selama dan setelah sakit, konsistensi pangan
yang terlalu ringan, kuantitas pangan yang tidak mencukupi, pemberian makan yang
tidak berespon. 24 Bukti menunjukkan keragaman diet yang lebih bervariasi dan
konsumsi makanan dari sumber hewani terkait dengan perbaikan pertumbuhan
linear. Analisis terbaru menunjukkan bahwa rumah tangga yang menerapkan diet
yang beragam, termasuk diet yang diperkaya nutrisi pelengkap, akan meningkatkan
asupan gizi dan mengurangi risiko stunting.
- Beberapa masalah dalam pemberian ASI
Masalah-masalah terkait praktik pemberian ASI meliputi Delayed Initiation, tidak
menerapkan ASI eksklusif, dan penghentian dini konsumsi ASI.Sebuah penelitian
membuktikan bahwa menunda inisiasi menyusu (Delayed initiation) akan
meningkatkan kematian bayi. ASI eksklusif didefinisikan sebagai pemberian ASI
tanpa suplementasi makanan maupun minuman lain, baik berupa air putih, jus,
ataupun susu selain ASI. IDAI merekomendasikan pemberian ASI eksklusif selama
6 bulan pertama untuk mencapai tumbuh kembang optimal. Setelah enam bulan,
bayi mendapat makanan pendamping yang adekuat sedangkan ASI dilanjutkan
sampai usia 24 bulan. Menyusui yang berkelanjutan selama dua tahun memberikan
kontribusi signifikan terhadap asupan nutrisi penting pada bayi
- Infeksi
Beberapa contoh infeksi yang sering dialami yaitu infeksi enterik seperti diare,
enteropati, dan cacing, dapat juga disebabkan oleh infeksi pernafasan (ISPA),
malaria, berkurangnya nafsu makan akibat serangan infeksi, dan inflamasi.
- Kelainan endokrin
Terdapat beberapa penyebab perawakan pendek diantaranya dapat berupa variasi
normal, penyakit endokrin, displasia skeletal, sindrom tertentu, penyakit kronis dan
malnutrisi. Pada dasarnya perawakan pendek dibagi menjadi dua yaitu variasi
normal dan keadaan patologis. Kelainan endokrin dalam faktor penyebab terjadinya
stunting berhubungan dengan defisiensi GH, IGF- 1, hipotiroidisme, kelebihan
glukokortikoid, diabetes melitus, diabetes insipidus, rickets hipopostamemia. Pada
referensi lain dikatakan bahwa tinggi badan merupakan hasil proses dari faktor
genetik (biologik), kebiasaan makan (psikologik) dan terpenuhinya makanan yang
bergizi pada anak (sosial). Stunting dapat disebabkan karena kelainan endokrin dan
non endokrin. Penyebab terbanyak adalah adalah kelainan non endokrin yaitu
penyakit infeksi kronis, gangguan nutrisi, kelainan gastrointestinal, penyakit jantung
bawaan dan faktor sosial ekonomi.
- Consequences Stunting memiliki dampak pada kehidupan balita, WHO
mengklasifikasikan menjadi dampak jangka pendek dan dampak jangka panjang.
a) Concurrent problems & short-term consequences atau dampak jangka pendek
• Sisi kesehatan : angka kesakitan dan angka kematian meningkat
• Sisi perkembangan : penurunan fungsi kognitif, motorik, dan perkembangan
bahasa
• Sisi ekonomi : peningkatan health expenditure, peningkatan pembiayaan
perawatan anak yang sakit
b) Long-term consequences atau dampak jangka panjang
 Sisi kesehatan : perawakan dewasa yang pendek, peningkatan obesitas dan
komorbid yang berhubungan, penurunan kesehatan reproduksi
 Sisi perkembangan : penurunan prestasi belajar, penurunan learning capacity
unachieved potensial
 Sisi ekonomi : penurunan kapasitas kerja dan produktifitas kerja
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi stunting masih belum sepenuhnya dipahami. Kekurangan nutrisi
prenatal dan setelah lahir, infeksi sistemik, dan infeksi usus diduga berkontribusi
terhadap kejadian stunting. Perawakan orang tua yang pendek, indeks massa tubuh orang
tua yang rendah, serta kenaikan berat badan yang kurang selama kehamilan juga dinilai
berhubungan dengan berat bayi lahir rendah, yang merupakan salah satu risiko stunting.
Kehamilan pada masa remaja, saat ibunya sendiri masih dalam masa
pertumbuhan, meningkatkan risiko stunting maternal dan dapat menyebabkan luaran
obstetrik yang buruk. Jarak antar kelahiran yang dekat juga meningkatkan kebutuhan
nutrisi pada ibu. Perawakan ibu yang pendek disertai dengan kondisi anak dengan berat
lahir rendah dan stunting dapat memperparah lingkaran intergenerasi dari stunting.
Temuan baru menyatakan bahwa environmental enteric dysfunction (EED)
berperan besar dalam patogenesis stunting. EED adalah gangguan umum struktur dan
fungsi usus halus yang sering ditemukan pada anak-anak yang hidup di lingkungan yang 
tidak sehat. Mekanisme EED yang menyebabkan terjadinya gagal tumbuh adalah karena
terjadinya kebocoran usus dan tingginya permeabilitas usus, inflamasi usus, disbiosis dan
translokasi bakteri, inflamasi sistemik, serta malabsorpsi nutrisi.

GEJALA KLINIS
Stunting pada anak akan terlihat dari perawakan anak yang kerdil saat mencapai
usia 2 tahun, atau lebih pendek dibandingkan anak-anak seusianya dengan jenis kelamin
yang sama. Selain pendek atau kerdil, anak yang mengalami stunting juga terlihat kurus.
Walaupun terlihat pendek dan kurus, tubuh anak tetap proporsional. Tetapi perlu diingat,
tidak semua anak yang pendek itu disebut stunting, yah.
Selain mengalami gangguan pertumbuhan, stunting pada anak juga memengaruhi
perkembangannya. Anak dengan stunting akan mengalami penurunan tingkat kecerdasan,
gangguan berbicara, dan kesulitan dalam belajar. Akibatnya, prestasi anak di sekolah
akan buruk. Dampak lebih jauh dari stunting adalah pada masa depan anak, di mana ia
akan sulit mendapatkan pekerjaan ketika dewasa.
Anak dengan stunting juga memiliki sistem kekebalan tubuh yang rendah,
sehingga lebih mudah sakit, terutama akibat penyakit infeksi. Selain itu, anak yang
mengalami stunting akan lebih sulit dan lebih lama sembuh ketika sakit. Stunting juga
memberikan dampak jangka panjang terhadap kesehatan anak. Setelah dewasa, anak akan
rentan mengalami penyakit diabetes, hipertensi, dan obesitas.
Seluruh ciri-ciri anak stunting ini sebenarnya adalah dampak dari kurangnya
nutrisi, seringnya terkena penyakit, dan salahnya pola asuh pada 1000 hari pertama
kehidupan, yang sebenarnya dapat dicegah namun tidak dapat diulang kembali.
Tidak semua anak yang berperawakan lebih pendek mengalami stunting. Stunting
merupakan keadaan tubuh yang sangat pendek dilihat dari standar baku pengukuran
tinggi badan menurut usia berdasarkan standar WHO.
Menurut Kemenkes RI, balita pendek atau stunting bisa diketahui bila seorang balita
sudah diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar, dan hasil
pengukurannya ini berada pada kisaran di bawah normal.
Seorang anak termasuk dalam stunting atau tidak ini tergantung dari hasil pengukuran
tersebut. Jadi tidak bisa hanya dikira-kira atau ditebak saja tanpa pengukuran.
Selain tubuh berperawakan pendek dari anak seusianya, ada juga ciri-ciri lainnya yakni:
 Pertumbuhan melambat

 Wajah tampak lebih muda dari anak seusianya

 Pertumbuhan gigi terlambat

 Performa buruk pada kemampuan fokus dan memori belajarnya

 Pubertas terlambat

 Usia 8-10 tahun anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak melakukan kontak mata
terhadap orang di sekitarnya

DIAGNOSIS
Penilaian status gizi balita yang paling sering dilakukan adalah dengan cara
penilaian antropometri. Secara umum antropometri berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat
gizi. Antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan
energi. Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan adalah berat badan menurut
umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), berat badan menurut tinggi badan
(BB/TB) yang dinyatakan dengan standar deviasi unit z (Z- score).
Stunting dapat diketahui bila seorang balita sudah ditimbang berat badannya dan
diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar, dan hasilnya
berada dibawah normal. Jadi secara fisik balita akan lebih pendek dibandingkan balita
seumurnya. Penghitungan ini menggunakan standar Z score dari WHO.
Normal, pendek dan Sangat Pendek adalah status gizi yang didasarkan pada
indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)
yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek).
Berikut klasifikasi status gizi stunting berdasarkan indikator tinggi badan per
umur (TB/U).
a. Sangat pendek : Zscore < -3,0
b. Pendek : Zscore < -2,0 s.d. Zscore ≥ -3,0
c. Normal : Zscore ≥ -2,0 13

Dan di bawah ini merupakan klasifikasi status gizi stunting berdasarkan indikator
TB/U dan BB/TB. 6

a. Pendek-kurus : -Zscore TB/U < -2,0 dan Zscore BB/TB < -2,0
b. Pendek-normal : Z-score TB/U < -2,0 dan Zscore BB/TB antara -2,0 s/d 2,0
c. Pendek-gemuk : Z-score ≥ -2,0 s/d Zscore ≤ 2,0
MANAJEMEN TERAPI

Jika gizi tidak dicukupi dengan baik, dampak yang ditimbulkan memiliki efek
jangka pendek dan efek jangka panjang. Gejala stunting jangka pendek meliputi
hambatan perkembangan, penurunan fungsi kekebalan, perkembangan otak yang tidak
maksimal yang dapat mempengaruhi kemampuan mental dan belajar tidak maksimal,
serta prestasi belajar yang buruk. Sedangkan gejala jangka panjang meliputi obesitas,
penurunan toleransi glukosa, penyakit jantung koroner, hipertensi, dan osteoporosis.
Untuk mencegah stunting , konsumsi protein sangat mempengaruhi pertambahan
tinggi dan berat badan anak di atas 6 bulan. Anak yang mendapat asupan protein 15
persen dari total asupan kalori yang dibutuhkan terbukti memiliki badan lebih tinggi
dibanding anak dengan asupan protein 7,5 persen dari total asupan kalori. Anak usia 6
sampai 12 bulan dianjurkan mengonsumsi protein harian sebanyak 1,2 g/kg berat badan.
Sementara anak usia 1–3 tahun membutuhkan protein harian sebesar 1,05 g/kg berat
badan. 
Sumber :
Hardani, M., Zuraida, R. 2019. Penatalaksanaan Gizi Buruk dan Stunting Pada Balita
Usia 14 Bulan Dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga. MEDULA. Vol 9 (3). Viewed
on 27 Aug 2020. From https://juke.kedokteran.unila.ac.id/
Aridiyah., et al. 2015. Factor-faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Stuntung Pada Anak
Balita di Wilayah Pedesaan dan Perkotaan. Jurnal Pustaka Kesehatan. Vol 3 (1). Viewed
on 27 Aug 2020. From <jurnal.unej.ac.id/>
World Health Organization. 2017. Nutrition. Stunting in a nutshell. Available from:
https://www.who.int/nutrition/healthygrowthproj_stunted_videos/en/
Scheffler C, Hermanussen M, Bogin B, et al. Stunting is not a synonym of malnutrition.
Eur J Clin Nutr 2019 May 29.
World Health Organization. 2018. Malnutrition. Available from:
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/malnutrition
UNICEF. Nutrition. Available from:
https://www.unicef.org/infobycountry/stats_popup2.html

4. Perbedaan malnutrisi dengan stunting


Jawab :
Malnutrisi
Malnutrisi adalah keadaan dimana tubuh tidak mendapat asupan gizi yang
cukup, malnutrisi dapat juga disebut keadaaan yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan di antara pengambilan makanan dengan kebutuhan gizi untuk
mempertahankan kesehatan. Ini bisa terjadi karena asupan makan terlalu sedikit
ataupun pengambilan makanan yang tidak seimbang. Selain itu, kekurangan gizi
dalam tubuh juga berakibat terjadinya malabsorpsi makanan atau kegagalan
metabolik (Oxford medical dictionary, 2010).
Malnutrisi sebenarnya adalah gizi salah, yang mencakup gizi kurang atau
lebih. Di Indonesia dengan masih tinggi angka kejadian gizi kurang, istilah
malnutrisi lazim dipakai untuk keadaan ini. Secara umum gizi kurang disebabkan
oleh kurangnya energy atau protein. Namun keadaan ini di lapangan menunjukkan
bahwa jarang dijumpai kasus yang menderita deferensiasi murni. Anak yang
dengan defisiensi protein biasanya disertai pula dengan defisiensi energi. Oleh
karena itu istilah yang lazim dipakai adalah malnutrisi Energi Protein dan Nelson
membuat sinonim Malnutrisi Energi Protein dengan kekurangan kalori protein
(Oxford medical dictionary, 2010).
Sumber gizi dapat dibagi kepada dua jenis, yaitu makronutrien dan
mikronutrien. Makronurien adalah zat yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah
yang besar untuk memberikan tenaga secara langsung yaitu protein sejumlah 4
kkal, karbohidrat sejumlah 4 kkal dan lemak sejumlah 9 kkal. Mikronutrien adalah
zat yang penting dalam menjaga kesehatan tubuh tetapi hanya diperlukan dalam
jumlah yang sedikit dalam tubuh yaitu vitamin yang terbagi atas vitamin larut
lemak , vitamin tidak larut lemak dan mineral ( Wardlaw et al , , 2010).
Stunting
Stunting merupakan bentuk kegagalan pertumbuhan (growth faltering) akibat
akumulasi ketidakcukupan nutrisi yang berlangsung lama mulai dari kehamilan sampai
usia 24 bulan. Keadaan ini diperparah dengan tidak terimbanginya kejar tumbuh (catch
up growth) yang memadai. Indikator yang digunakan untuk mengidentifikasi balita
stunting adalah berdasarkan indeks Tinggi badan menurut umur (TB/U) menurut standar
WHO child growth standart dengan kriteria stunting jika nilai z score TB/U < -2 Standard
Deviasi (SD) Periode 0- 24 bulan merupakan periode yang menentukan kualitas
kehidupan sehingga disebut dengan periode emas. Periode ini merupakan periode yang
sensitif karena akibat yang ditimbulkan terhadap bayi pada masa ini akan bersifat
permanen dan tidak dapat dikoreksi. Untuk itu diperlukan pemenuhan gizi yang adekuat
pada usia ini. Banyak faktor yang menyebabkan tingginya kejadian stunting pada balita.
Penyebab langsung adalah kurangnya asupan makanan dan adanya penyakit infeksi
(Mitra, 2015).
Faktor lainnya adalah pengetahuan ibu yang kurang, pola asuh yang salah,
sanitasi dan hygiene yang buruk dan rendahnya pelayanan kesehatan. Selain itu
masyarakat belum menyadari anak pendek merupakan suatu masalah, karena anak
pendek di masyarakat terlihat sebagai anak-anak dengan aktivitas yang normal, tidak
seperti anak kurus yang harus segera ditanggulangi. Demikian pula halnya gizi ibu waktu
hamil, masyarakat belum menyadari pentingnya gizi selama kehamilan berkontribusi
terhadap keadaan gizi bayi yang akan dilahirkannya kelak (Mitra, 2015).
Stunting adalah kondisi dimana anak mengalami gangguan pertumbuhan sehingga
menyebabkan ia mengalami pertumbuhan lebih pendek ketimbang teman-teman
seusianya. Kondisi ini disebabkan oleh tidak tercukupinya asupan gizi anak, bahkan sejak
ia masih dalam kandungan. Menurut WHO menyatakan bahwa 20% kejadian stunting
sudah terjadi ketika bayi masih dalam kandungan. Kondisi ini disebabkan oleh asupan
ibu selama kehamilan kurang berkualitas, sehingga nutrisi yang diterima janin sedikit.
Akhirnya pertumbuhan di dalam kandungan mulai terhambat dan terus berlanjut setelah
kelahiran. Stunting juga dapat rerjadi akibat asupan gizi saat anak berusia dibawah dua
tahun tidak tercukupi. Banyak teori yang menyatakan bahwa kurangnya asupan makanan
yang mengandung zink serta protein ketika anak masih berusia balita adalah salah satu
faktor utama yang menyebabkan stunting (Mitra, 2015).

Sumber :

Burton, J.L, et al. Oxford Concise Medical Dictionary. 7th ed. New York: Oxford
University; 2010 Press:524.

Mitra. 2015. Permasalahan Anak Pendek (Stunting) dan Intervensi untuk Mencegah
Terjadinya Stunting. Jurnal Kesehatan Komunitas. Vol 2 (6). Viewed on 27 aug 2020.
From <jurnal.htp.ac.id>

Wardlaw G.M. et al, 2010. Contemporary Nutrition Issues and Insights. Mosby Year
Book

Anda mungkin juga menyukai