Anda di halaman 1dari 8

LEARNING OBJECTIVE

BLOK 7 : Hormon Paratiroid

“Kram Otot Wajah”

DISUSUN OLEH :

Nama : Cindy Amalia Octaviani P

Stambuk : N 101 18 068

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TADULAKO

September 2020
1. Mekanisme fisiologis dan regulasi hormone paratiroid
Jawab :
Kalsium (Ca2+) merupakan regulator utama bagi sekresi hormon paratiroid.
dijelaskan sebagai berikut, membran sel chief mempunyai sensor Ca2+ ( calcium-sensing
receptor / CaSR ) yang dapat mendeteksi penurunan konsentrasi kalsium ekstraseluler.
CaSR berpasangan dengan adenilsiklase ( melalui protein Gs ). Apabila terjadi penurunan
konsentrasi kalsium ekstraseluler maka adenilsiklase teraktivasi dan mengkatalisis
konversi ATP menjadi cAMP. Setelah melewati sejumlah proses fosforilasi, maka terjadi
eksostosis PTH dari vesikel sekretoris kedalam aliran darah.
Target organ tempat kerja PTH adalah tulang, ginjal (efek langsung) dan intestinal
(efek tak langsung melalui vitamin D). Kerja PTH pada ginjal dan tulang terjadi melalui
sistem adenilsiklase dimana PTH menstimulasi aktivitas adenilsiklase dan meningkatkan
kadar cyclic - AMP pada ginjal dan tulang. Mekanisme ini dipicu oleh ikatan PTH pada
reseptor PTH di ginjal dan tulang .
2. Perbedaan tanda gejala hiperparatiroid dan hipoparatiroid
Jawab :
Hiperparatiroid
Pasien mungkin tidak atau mengalami tanda-tanda dan gejala akibat terganggunya
beberapa sistem organ. Gejala apatis, keluhan mudah lelah, kelemahan otot, mual,
muntah, konstipasi, hipertensi dan aritmia jantung dapat terjadi; semua ini berkaitan
dengan peningkatan kadar kalsium dalam darah. Manifestasi psikologis dapat bervariasi
mulai dari emosi yang mudah tersinggung dan neurosis hingga keadaan psikosis yang
disebabkan oleh efek langsung kalsium pada otak serta sistem saraf. Peningkatan kadar
kalsium akan menurunkan potensial eksitasi jaringan saraf dan otot.
Pembentukan batu pada salah satu atau kedua ginjal yang berkaitan dengan
peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor merupakan salah satu komplikasi
hiperparatiroidisme primer. Kerusakan ginjal terjadi akibat presipitasi kalsium fosfat
dalam pelvis da ginjal parenkim yang mengakibatkan batu ginjal (rena calculi),
obstruksi, pielonefritis serta gagal ginjal.
Gejala muskuloskeletal yang menyertai hiperparatiroidisme dapat terjadi akibat
demineralisasi tulang atau tumor tulang, yang muncul berupa sel-sel raksasa benigna
akibat pertumbuhan osteoklast yang berlebihan. Pasien dapat mengalami nyeri skeletal
dan nyeri tekan, khususnya di daerah punggung dan persendian; nyeri ketika menyangga
tubuh; fraktur patologik; deformitas; dan pemendekkan badan. Kehilangan tulang yang
berkaitan dengan hiperparatiroidisme merupakan faktor risiko terjadinya fraktur.
Insidens ulkus peptikum dan prankreatis meningkat pada hiperparatiroidisme dan
dapat menyebabkan terjadinya gejala gastroitestinal. (Brunner & Suddath, 2001)
Hipoparatiroid
Gejala-gejala utama adalah reaksi-reaksi neuromuscular yang berlebihan
yang disebabkan oleh kalsium serum yang sangat rendah. Keluhan-keluhan dari penderita
(70 %) adalah tetani atau tetanic aequivalent. Tetani menjadi manifestasi sebagai spasmus
corpopedal dimana tangan berada dalam keadaan fleksi sedangkan ibu jari dalam adduksi
dan jari-jari lain dalam keadaan ekstensi. Juga sering didapatkan articulatio cubitti dalam
keadaan fleksi dan tungkai bawah dan kaki dalam keadaan ekstensi. Dalam tetanic
aequivalent:
 Konvulsi-konvulsi yang tonis atau klonis
 Stridor laryngeal (spasme ) yang bisa menyebabkan kematian
 Parestesia
 Hipestesia
 Disfagia dan disartria
 Kelumpuhan otot-otot
 Aritmia jantung
 Gangguan pernapasan
 Epilepsi
 Gangguan emosi seperti mudah tersinggung, emosi tidak stabil
 Gangguan ingatan dan perasaan kacau
 Perubahan kulit rambut, kuku gigi, dan lensa mata
 Kulit kering dan bersisik
 Rambut alis dan bulu mata yang bercak-bercak atau hilang
 Kuku tipis dan rapuh
 Erupsi gigi terlambat dan tampak hipoplastik
Pada pemeriksaan kita bisa menemukan beberapa refleks patologis:
a) Erb’s sign: Dengan stimulasi listrik kurang dari 5 milli-ampere sudah ada kontraksi
dari otot (normal pada 6 milli-ampere)
b) Chvostek’s sign: Ketokan ringan pada nervus fasialis (didepan telinga tempat
keluarnya dari foramen sylomastoideus) menyebabkan kontraksi dari otot-otot
muka.
c) Trousseau’s sign: Jika sirkulasi darah dilengan ditutup dengan manset (lebih dari
tekanan sistolik) maka dalam tiga menit tangan mengambil posisi sebagai pada
spasme carpopedal.
d) Peroneal sign: Dengan mengetok bagian lateral fibula di bawah kepalanya akan
terjadi dorsofleksi dan adduksi dari kaki
Pada ± 40 % dari penderita-penderita kita mencurigai adanya hipoparatiroidisme
karena ada kejang-kejang epileptik. Sering pula terdapat keadaan psikis yang berubah,
diantaranya psikosis. Kadang-kadang terdapat pula perubahan-perubahan trofik pada
ektoderm:
 Rambut : tumbuhnya bisa jarang dan lekas putih.
 Kulit : kering dan permukaan kasar, mungkin terdapat pula vesikula dan bulla.
 Kuku : tipis dan kadang-kadang ada deformitas.
Pada anak-anak badan tumbuh kurang sempurna, tumbuhnya gigi-gigi tidak baik
dan keadaan mental bisa tidak sempurna. Juga agak sering terdapat katarak pada
hipoparatiroidisme.
3. Menjelaskan komplikasi hiperparatiroid dan hipoparatiroid
Jawab :
1) Hiperparatiroid
 peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor
 Dehidrasi
 batu ginjal
 hiperkalsemia
 Osteoklastik
 osteitis fibrosa cystica
2) Hipoparatiroid
 Hipokalsemia
Keadaan klinis yang disebabkan oleh kadar kalsium serum kurang dari 9
mg/100mL. Keadaan ini mungkin disebabkan oleh terangkatnya kelenjar paratiroid
waktu pembedahan atau sebagai akibat destruksi autoimun dari kelenjar-kelenjar
tersebut.
 Insufiensi ginjal kronik
Pada keaadaan ini kalsium serum rendah, fosfor serum sangat tinggi, karena retensi
dari fosfor danureum kreatinin darah meninggi. Hal ini disebabkan oleh adanya
kerja hormone paratiroid yang diakibatkan oleh keadaan tersebut.
4. Patofisiologi hiperparatiroid
Jawab :

Hiperparatiroidisme dapat bersifat primer (yaitu yang disebabkan oleh


hiperplasia atau neoplasma paratiroid) atau sekunder, dimana kasus biasanya
berhubungan dengan gagal ginjal kronis.
Pada 80% kasus, hiperparatiroidisme primer disebabkan oleh adenoma paratiroid
jinak; 18% kasus diakibatkan oleh hiperplasia kelenjar paratiroid: dan 2% kasus
disebabkan oleh karsinoma paratiroid (damjanov,1996). Normalnya terdapat empat
kelenjar paratiroid. Adenoma atau karsinoma paratiroid ditandai oleh pembesaran satu
kelenjar, dengan kelenjar lainnya tetap normal. Pada hiperplasia paratiroid, keempat
kelenja membesar. Karena diagnosa adenoma atau hiperplasia tidak dapat ditegakan
preoperatif, jadi penting bagi ahli bedah untuk meneliti keempat kelenjar tersebut. Jika
teridentifikasi salah satu kelenjar tersebut mengalami pembesaran adenomatosa,
biasanya kelenjar tersebut diangkat dan laninnya dibiarkan utuh. Jika ternyata keempat
kelenjar tersebut mengalami pembesaran ahli bedah akan mengangkat ketiga kelelanjar
dan meninggalkan satu kelenjar saja yang seharusnya mencukupi untuk
mempertahankan homeostasis kalsium-fosfat.
Hiperplasia paratiroid sekunder dapat dibedakan dengan hiperplasia primer,
karena keempat kelenjar membesar secara simetris. Pembesaran kelanjar paratiroid dan
hiperfungsinya adalah mekanisme kompensasi yang dicetuskan oleh retensi format dan
hiperkalsemia yang berkaitan dengan penyakit ginjal kronis. Osteomalasia yang
disebabkan oleh hipovitaminosis D, seperti pada riketsia, dapat mengakibatkan dampak
yang sama.
Hiperparatiroidisme ditandai oleh kelebihan PTH dalam sirkulasi. PTH terutama
bekerja pada tulang dan ginjal. Dalam tulang, PTH meningkatkan resorpsi kalsium dari
limen tubulus ginjal. Dengan demikian mengurangi eksresi kalsium dalam urine. PTH
juga meningkatkan bentuk vitamin D3 aktif dalam ginjal, yang selanjutnya
memudahkan ambilan kalsium dari makanan dalam usus. Sehingga hiperkalsemia dan
hipofosatmia kompensatori adalah abnormlitas biokimia yang dideteksi melalui analisis
darah. Konsentrasi PTH serum juga meningkat. ( Rumahorbor, Hotma,1999)
Produksi hormon paratiroid yang berlebih disertai dengan gagal ginjal dapat
menyebabkan berbagai macam penyakit tulang, penyakit tulng yang sering terjadi
adalah osteitis fibrosa cystica, suatu penyakit meningkatnya resorpsi tulang karena
peningkatan kadar hormon paratiroid. Penyakit tulang lainnya juga sering terjadi pada
pasien, tapi tidak muncul secara langsung. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 5)
Kelebihan jumlah sekresi PTH menyebabkan hiperkalsemia yang langsung bisa
menimbulkan efek pada reseptor di tulang, traktus intestinal, dan ginjal. Secara
fisiologis sekresi PTH dihambat dengan tingginya ion kalsium serum. Mekanisme ini
tidak aktif pada keadaan adenoma, atau hiperplasia kelenjar, dimana hipersekresi PTH
berlangsung bersamaan dengan hiperkalsemia. Reabsorpsi kalsium dari tulang dan
peningkatan absorpsi dari usus merupakan efek langsung dari peningkatan PTH.
Pada saat kadar kalsium serum mendekati 12 mg/dL, tubular ginjal mereabsorpsi
kalsium secara berlebihan sehingga terjadi keadaan hiperkalsiuria. Hal ini dapat
meningkatkan insidens nefrolithiasis, yang mana dapt menimbulkan penurunan kreanini
klearens dan gagal ginjal. Peningkatan kadar kalsium ekstraselular dapat mengendap
pada jaringan halus. Rasa sakit timbul akibat kalsifikasi berbentuk nodul pada kulit,
jaringan subkutis, tendon (kalsifikasi tendonitis), dan kartilago (khondrokalsinosis).
Vitamin D memainkan peranan penting dalam metabolisme kalsium sebab dibutuhkan
oleh PTH untuk bekerja di target organ.

5. Mengapa hipoparatiroid banyak terjadi pada wanita dan terjadi pada Negara maju
Jawab :
Salah satu proses penuaan yang dialami oleh wanita adalah menopause. Wanita
yang telah memasuki masa menopause akan mengalami penurunan produksi hormon
estrogen yang menyebabkan kadar kalsium dalam darah menurun. Apabila kadar kalsium
dalam darah rendah maka tubuh akan mengambil kalsium dari tulang untuk menjalankan
fungsi tubuh, hal ini menyebabkan kadar kalsium dalam tulang mengalami penurunan
DAFTAR PUSTAKA
1. Bollerselv, J., Rejnmark,L., others. 2015. Treatment of chronic hypoparathyroidism
in adults. European Society of endocrinology Clinical Guideline, 173:2
2. Ekadamayanti,A.S., Zufry,H., Sucipto,K.W., 2019. Hiperparatiroidisme Primer
dengan Normokalsemia. Vol 2(3). Viewed on 23 September 2020.
From<http://jurnal.umsu.ac.id>
3. Ganong.1998. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
4. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi. 7nd ed, Vol.2. Jakarta: Penerbit
Kedokteran EGC, 2007
5. Sahab,A., et all., 2017. Dasar-Dasar Endokrinologi. Jakarta: Rayyana
komunikasindo
6. Selvianti . 2018 . Anatomi Dan Fisiologi Kelenjar Paratiroid . Viewed : 23
September 2020 . From : (http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-
thtkl466a3c887c2full.pdf )
7. Tjokoprawiro,A.,et all., 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 2. Surabaya:
Airlangga university press
8. Tola,S.M.,2018. Effectiveness of Etelcalcitide on Secondary Hyperparathyroidism in
Patients Chronic Kidney Failure. Vol 10(1). Viewed on 23 September 2020. From
<http://academicjurnal.yarsi.ac.id>

Anda mungkin juga menyukai