Disusun oleh :
Kelompok 5
Cun : 010116A012
Della : 010116A041
Eka y : 010116A049
Endah
Nafi
Novi
Tidak lupa kami sampaikan terima kasih kepada Ibu Yunita Galih selaku dosen
pembimbing mata kuliah Psikososial dan Budaya. Untuk ridho dan barokah dari beliau sangat
kami harapkan menuju jalan ilmu yang bermanfaat. Terimah kasih juga atas semua pihak
yang telah membantu terselesaikannya penulisan makalah ini.
Mengingat makalah ini jauh dari sempurna,kami sangat mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca sehingga ilmu dalam makalah ini dapat sempurna dan bermanfaat bagi
penulis, terlebih lagi bermanfaat bagi pembaca. Amin.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ....................................................................... i
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehilangan adalah suatu keadaan ketika individu berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada atau dimiliki, baik sebagian atau keseluruhan (Riyadi dan Purwanto, 2009).
Menangis, memanggil nama orang yang sudah meninggal secara terus-menerus, marah, sedih
dan kecewa merupakan beberapa respon yang tampak saat seseorang mengalami peristiwa
kehilangan, terutama akibat kematian orang yang dicintai. Keadaan seperti inilah yang
menurut Puri, Laking, dan Treasaden (2011) disebut sebagai proses berduka, yang
merupakan suatu proses psikologis dan emosional yang dapat diekspresikan secara internal
maupun eksternal setelah kehilangan.
1.3 Tujuan
Kehilangan adalah situasi aktual atau potensial ketika sesuatu (orang atau
objek) yang dihargai telah berubah, tidak ada lagi, atau menghilang. Seseorang dapat
kehilangan citra tubuh, orang terdekat, perasaan sejahtera, pekerjaan, barang milik
pribadi, keyakinan, atau sense of self baik sebagian ataupun keseluruhan. Peristiwa
kehilangan dapat terjadi secara tiba-tiba atau bertahap sebagai sebuah pengalaman
traumatik. Kehilangan sendiri dianggap sebagai kondisi krisis, baik krisis situasional
ataupun krisis perkembangan (Mubarak & Chayatin, 2007).
2.2 Kematian
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang
melalui pengamatan terhadap perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan itu
akan terjadi dari mulai terhentinya suplai oksigen. Manifestasinya akan dapat dilihat
setelah beberapa menit, jam, dan seterusnya. Setelah beberapa waktu, timbul
perubahan pascamati yang jelas memungkinkan diagnosis kematian lebih pasti
(Simpson, 1985).
2.3 Berduka (grief)
Rx pertama kehilangan syok, tdk percaya atau menyangkal kenyataan bahwa kehilangan
itu memang terjadi.
Rx sering dg perkataan
“Ini tidak mungkin”
“Saya tidak percaya itu terjadi”
Biasanya kematian pada orang yg dicintai, dia tetap merasa orang itu masih hidup
2. Fase marah
Rx (dg kata-kata) :
“Kenapa harus terjadi dengan keluarga saya”
“Kalau saja yg sakit bukan anakku”
“Seandainya saya hati-hati.”
4. Fase depresi
Menunjukkan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa.
Gejala fisik : menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.
5. Fase Penerimaan
Perhatian individu beralih pada objek baru. Pikiran pada objek atau orang yg hilang mulai
berkurang atauhilang.
Dinyatakan dg kata-kata:
“Apa yg dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh”
“Yah akhirnya saya harus operasi”
Bila individu dapat melalui fase-fase sampai fase penerimaan, proses berduka dan
mengatasi perasaan berduka dapat dengan tuntas terlewati.
Bila individu tidak sampai fase penerimaan sulit masuk fase penerimaan jika kehilangan
lagi individu mungkin berada tetap pada fase depresi.
KESIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/49678/4/Chapter%20II.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31673/4/Chapter%20II.pdf
https://aipdijateng.files.wordpress.com/2009/02/kehilangan-berduka-compatibility-mode2.pdf