NIM : 2020020013
PRODI : Matematika
MATKUL : PAI
Ibnu Sina atau yang lebih dikenal dunia Barat dengan nama Avicenna mempunyai
nama lengkap Abu Ali al-Huseyn bin Abdullah bin Hasan Ali bin Sina. Julukannya
adalah al-Ra’s (puncak gunung pengetahuan). Menurut Ibnu Khallikan, Al-Qifti, dan
Bayhaqi, Ibnu Sina lahir pada bulan bulan Shafar 370 H/ Agustus 980 M, di desa Afsanah,
Bukhara, Uzbekistan. Ayahnya, ‘Abdullah dan Sitarah, ibunya, merupakan keturunan Persia,
karena itu ketika Ibnu Sina masih remaja dia sering menulis puisi dan essai dalam bahasa
Persia.
Keluarga Ibnu Sina bisa dikatakan keluarga yang mampu. Ayahnya diangkat menjadi
gubernur di sebuah distrik di Bukhara, ketika masa pemerintahan penguasa Samaniyah, Nuh
II bin Mansyur. Berangkat dari keluarga yang mampu, orang tua dari Ibnu Sina berusaha
memberi anaknya pendidikan terbaik. Ayah Ibnu Sina merupakan seorang muslim dari sekte
Isma’ili (Syiah). Rumahnya merupakan pusat aktivitas sarjana, dan ulama masyur pada
masanya. Mereka banyak melakukan aktivitas diskusi membahas berbagai permasalahan, dari
diskusi-diskusi inilah Ibnu Sina memahami pengetahuan yang luas.
Ibnu Sina memang telah memperlihatkan kecerdasan yang luar biasa sejak kecil. Selain
mempunyai kemampuan analisa berpikir yang tajam, Ibnu Sina juga dikenal mempunyai daya
ingat yang sangat kuat. Orang tua Ibnu Sina mulai memberikan pendidikan agama dan logika
elementer sejak Ibnu Sina masih berusia 5 tahun. Pada usia 10 tahun, Ibnu Sina telah hafal al-
Qur’an. Dia juga belajar fikih, dan ilmu-ilmu syariat.
Tidak hanya mempelajari ilmu agama, setelah menguasai ilmu teologi Ibnu Sina mulai terjun
ke dunia filsafat hingga umur 16 tahun. Ibnu Sina juga berguru kepada Abu Abdullah An-
Naqili, dan belajar Kitab Isaghuji dalam ilmu logika dan berbagai kegiatan Euklides dalam
bidang matematika. Setelah itu, dia belajar secara otodidak dan menekuni matematika hingga
dia berhasil menguasai buku Almagest karangan Ptolemaeus serta menguasai disiplin ilmu
pengetahuan alam. Sering sekali soal-soal ilmiah yang tidak dapat diselesaikan oleh gurunya,
mampu dia selesaikan.
Semangat untuk belajar Ibnu Sina tidak berhenti di bidang teologi dan matematika saja,
karena dia lalu mempelajari ilmu kedokteran kepada gurunya, Abu Manshur al-Qamari,
penulis kitab Al-Hayat Wa al-Maut, dan Abu Sahal Isa bin Yahya al-Jurjani, penulis
ensiklopedia kedokteran Al-Kitab Al-Mi’ah Fi Shina’atih Thib. Ibnu Sina akhirnya
menguasai ilmu kedokteran dalam waktu satu setengah tahun. Tidak dapat dipungkiri Ibnu
Sina merupakan pribadi yang bijaksana, dia tidak membuang waktu masa mudanya untuk hal
sia-sia, dia selalu memanfaatkan waktunya untuk belajar berbagai ilmu hingga dia
menguasainya.
Tidak mengherankan memasuki usia 16 tahun, Ibnu Sina telah menjadi pusat perhatian para
dokter sezamannya. Mereka sering menemuinya untuk berdiskusi perihal penemuan dalam
bidang kedokteran. Pada usia yang sama, dia dapat menyembuhkan penyakit yang diderita
sultan Samaniyah, Nuh bin Manshur (976-997), sehingga dia diberi hak istimewa untuk
menggunakan perpustakaan besar milik raja.
Dianugerahi dengan kemampuan luar biasa untuk menyerap dan memelihara pengetahuan,
ilmuwan muda dari Persia ini membaca seluruh buku-buku di perpustakaan itu , hingga
akhirnya berhasil menguasai semua ilmu yang ada pada masanya, sekalipun dia lebih
menonjol dalam bidang filsafat dan kedokteran. Memasuki usia 21 tahun, Ibnu Sina mulai
menulis karya-karya monumental di berbagai bidang keilmuwan, dengan karya pertamanya
berjudul Al-Majmu’u (ikhtisar), yang memuat berbagai ilmu pengetahuan umum.
Ibnu Sina tidak pernah berhenti membaca serta tidak pernah bosan menulis buku. Dia
memang dikenal kuat memikul tanggung jawab ilmuih dan sering tidak tidur malam hanya
karena membaca dan menulis. Selain itu, Ibnu Sina tidak mengambil upah dalam mengobati
orang sakit. Bahkan dia banyak bersedekah kepada fakir miskin sampai akhir hayatnya.
Ibnu Sina wafat di Hamdzan, Persia pada tahun 428 H (1037 M) dalam usianya yang ke-58
tahun. Dia wafat karena terserang penyakit usus besar. Selama masa hidupnya Ibnu Sina
memberikan sumbangan luar biasa terhadap kemajuan keilmuwan. Pemikiran-pemikiran Ibnu
Sina di berbagai disiplin ilmu banyak diadopsi oleh ilmuwan masa setelahnya, tidak hanya
oleh ilmuwan muslim tetapi juga ilmuwan Barat banyak yang mengadopsi pengetahuan dari
karya-karya Ibnu Sina. Dalam rangka memperingati 1000 tahun hari kelahirannya, melalui
event Fair Millenium di Teheran pada tahun 1955, Ibnu Sina dinobatkan sebagai “Father of
Doctor” untuk selama-lamanya.
Penemuan Ibnu Sina di Bidang Kedokteran
Ibnu Sina memiliki kontribusi luarbiasa dalam kemajuan bidang kedokteran dan berbagai
cabangnya. Dia telah melakukan penelitian besar dan mendapatkan penemuan penting yang
diabadikan oleh sejarah kedokteran. Berikut ini penemuan-penemuan Ibnu Sina di bidang
kedokteran:
Ibnu Sina membagi pecahnya tempurung kepala kepada dua macam, berdasarkan ada
atau tidak adanya luka pada kepala:
Pecah tertutup: Pecah pada tempurung kepala seperti ini biasanya tidak
disertai luka, akan tetapi ini sangat berbahaya karena bisa berubah menjadi
tumor, dan menyebabkan tertahannya darah dan nanah. Dalam hal ini Ibnu
Sina mengatakan “Kebanyakan tumor terjadi pada kepala yan pecah tetapi
kulitnya tidak terkelupas. Apabila dilakukan pengobatan pada tumor dan tidak
dibelah barang kali akan merusak tulang dari bawah, sehingga si penderita
akan kehilangan akal dan gejala lainna, sehingga perlu untuk dibelah.”
Pecah terbuka: Pecah pada tempurung kepala seperti ini biasanya disertai luka.
Parah atau tidaknya tergantung kepada besarnya luka dan kerasnya benturan.
Sehingga perlu diperhatikan apakah luka sebatas di kulit atau sampai pada
tulang. Selain itu, perlu memperhatiakn gangguan yang dirasakan penderita.
4. Dalam mengobati penyakit dalam
Ibnu Sina dapat membedakan antara mulas pada ginjal dan mulas pada lambung. Dia
juga mampu membedakan antara peradangan paru-paru dengan peradangan pada
selaput otak. Dia adalah orang yang pertama kali mendiagnosa secara akurat antara
peradangan pada paru-paru, dan pembengkakan pada hati. Selain itu, dia juga yang
pertama kali berhasil mengobati kram pada perut yang disebabkan faktor psikologis.
5. Penemuan penyakit parasitic
Ibnu Sina adalah orang yang pertama kali menemukan cacing Ancylostomayang juga
disebut cacing lingkar. Ibnu Sina juga mendeteksi adanya penyakit gajah yang
disebabkan oleh cacing filaria dan menjelaskan bagaimana penyebarannya di tubuh.
6. Dalam kedokteran makanan dan penyakit perut
Ibnu Sina menjelaskan tentang penyakit menular antrak yang dalam bahasa Arab
disebut al-huma al-fasisiyyah, dan cara pengobatannya. Da juga menjelaskan tentang
tuberkulosa paru-paru, dan penularannya melalui air dan tanah.
7. Penyakit ginjal dan saluran kencing
Ibnu Sina menjelaskan tentang gangguan pada saluran kencing akibat penumpukan
zat kapur, dan dia mampu membedakan antara batu pada saluran kencing ini dengan
batu ginjal.
9. Penyakit Saraf
Ibnu Sina menjelaskan tentang keadaan yang terjadi pada orang yang mengidap
penyakit saraf. Dia membedakan antara kelumpuhan saraf wajah yang disebabkan
oleh pengaruh otak, dan yang disebabkan oleh pengaruh anggota badan tersebut. Dia
juga menjelaskan tentang tidak berfungsinya otak akibat penumpukan darah di
dalamnya.
Pemikiran Ibnu Sina Mengenai Filsafat Jiwa Sebenarnya banyak sekali pemikiran
Ibnu Sina mengenai Filsafat, tetapi penulis pada kesempatan kali ini hanya akan
mengambil salah satu dari pembahasan Ibnu Sina mengenai Filsafat, yaitu tentang
jiwa. Menurut Ibnu Sina, jiwa adalah kesempurnaan awal, karena dengannya spesies
(jins) menjadi sempurna, sehingga menjadi manusia nyata. Kesempurnaan bagi Ibnu
Sina adalah sesuatu yang dengan keberadaannya tabiat jenis menjadi manusia.
Artinya, jiwa merupakan kesempurnaan awal bagi tubuh. Sebab, tubuh sendiri
merupakan prasyarat bagi definisi jiwa, lantaran dapat dinamakan jiwa jika aktual di
dalam tubuh dengan satu perilaku dari berbagai perilaku.
Secara garis besar, Ibnu Sina membagi pembahasan jiwa menjadi dua bagian, yaitu
fisika dan metafisika. Dalam pembahasan jiwa dari sisi fisika, Ibnu Sina
membicarakan tentang jiwa tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia.
Bagian Kedua, memuat kosa kata dalam bidang kedokteran, atau obat-obatan, dan
efek pengobatannya.
Bagian ketiga, membahas tentang berbagai macam penyakit pada semua anggota
badan, dari kepala hingga kaki. Ibnu Sina menjelaskan gejala-gejalanya, dan cara
mendiagnosanya.
Bagian keempat, secara khusus memuat macam-macam penyakit komplikasi yang
menyerang lebih dari satu anggota badan. Dia juga menjelaskan tentang tumor, patah
tulang, beserta cara penanganannya.
Bagian kelima, secara khusus membahas tentang jenis obat-obatan buatan, dan
campurannya.
3. Mausu’ah Asy-Syifa’
Karya Ibnu Sina yang satu ini merupakan ensiklopedia berbagai macam ilmu
pengetahuan, seperti: Filsafat, logika, dan ilmu pengetahuan alam. Dalam buku ini,
Ibnu Sina membahas tentang fnomena alam yang penting seperti terbentuknya
gunung, sebab-sebab terjadinya gempa bumi, terbentuknya awan, dan kabut,
terjadinya pengembunan, jatuhnya meteor, munculnya pelangi, dan berbagai
fenomena alam lainnya.