Anda di halaman 1dari 48

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Program perbaikan gizi pada pembangunan kesehatan menuju Indonesia

sehat 2010 bertujuan meningkatkan status gizi masyarakat yang diarahkan pada

peningkatan kecerdasan dan produktivitas kerja dalam rangka menunjang

peningkatan sumber daya manusia (WHO, 2000).

Perbaikan gizi diperlukan pada seluruh siklus kehidupan, mulai sejak masa

kehamilan, bayi, anak balita, pra sekolah, anak sekolah dasar (SD), remaja,

dewasa dan sampai usia lanjut. Pentingnya perbaikan gizi anak SD dikarenakan

jumlah anak SD cukup besar yaitu sekitar 15% dari total penduduk (DepKes,

2005).

Anak sekolah juga termasuk dalam kelompok rentan gizi. Pada umumnya

kelompok ini berhubungan dengan pertumbuhan yang relatif pesat, yang

memerlukan zat-zat gizi dalam jumlah yang cukup (Endarwati dkk., 2006).

Masalah gizi pada anak sekolah masih cukup tinggi dan memerlukan

perhatian yang lebih serius. Berdasarkan hasil survei terhadap 600 ribu anak SD

di 27 propinsi menemukan bahwa anak sekolah hanya mengkonsumsi sekitar

70% dari kebutuhan energi setiap harinya (Soekirman, 1996). Selain itu menurut

UNICEF (2003), bahwa jutaan penduduk mengalami defisiensi beberapa dari

vitamin dan mineral diantaranya adalah zat besi.


Menurut Yeung (2003) kekurangan zat besi dapat memberikan dampak

yang merugikan bagi individu yang mengalaminya. Penyebab masalah ini cukup

banyak namun penyebab utamanya adalah kekurangan makanan yang

mengandung zat besi (Tampubolon, 2005). Berdasarkan Survei Kesehatan

Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 prevalensi anemia pada anak usia 5-11

tahun sebesar 24%. Suatu survei yang dilakukan oleh Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM) asing tahun 2005 melaporkan bahwa prevalensi anemia pada

anak sekolah dasar di Riau sebesar 55,6%. Prevalensi ini lebih tinggi bila

dibandingkan dengan prevalensi anemia di Sumatera Barat yaitu 43,34% dan

Bengkulu 26% (Mercy Corps, 2005).

Kekurangan zat gizi pada anak usia sekolah akan mengakibatkan anak

menjadi lemah, cepat lelah dan sakit-sakitan. Anak-anak seringkali absen dari

pelajaran serta mengalami kesulitan untuk mengikuti dan memahami pelajaran

(Jalal dan Sumali, 1998).

Kebiasaan makan pagi membantu seseorang untuk memenuhi kecukupan

gizinya sehari-hari (DepKes, 2003). Memberikan makan pagi pada anak-anak

adalah rutinitas terbaik bukan saja untuk memenuhi kebutuhan energi tetapi

asupan zat gizi lainnya yang diperlukan anak-anak dalam proses

perkembangannya (Suririnah, 2005).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tingginya persentase anak

sekolah dasar yang tidak biasa makan pagi yaitu di Jakarta Barat ditemukan

sebesar 55,4% anak sekolah dasar tidak biasa makan pagi (Utami dkk, 2006)

dan di Padang
ditemukan 46% tidak biasa makan pagi (Yulizar dkk, 2004) serta di Yogyakarta

25% tidak biasa makan pagi (Kurniasari dkk, 2005).

Masih banyaknya ditemukan anak sekolah yang tidak makan pagi sangat

memprihatinkan karena makan pagi sangat penting bagi kesehatan, hal ini sesuai

dengan salah satu pesan dalam 13 pesan dasar gizi sembang pada Pedoman

Umum Gizi Seimbang (PUGS) yaitu “biasakan makan pagi”. Menurut Nadesul

(1996), tanpa makan pagi kemampuan menangkap pelajaran menjadi rendah,

anak-anak lesu dan lemah, mudah terserang penyakit. Menurut Apriadji (2001),

berangkat ke sekolah tanpa makan pagi dapat mempengaruhi daya pikir dan

daya mengingatnya menjadi lebih rendah. Sedangkan menurut Moehji (2003),

anak yang tidak diberi makan pagi sebelum berangkat ke sekolah akan diganggu

rasa lapar sehingga mereka tidak dapat memusatkan perhatian dengan baik

terhadap pelajaran.

Menurut Khomsan (2003), hal ini disebabkan tubuh kekurangan glukosa

karena tidak adanya masukan energi. Menurut Martianto (2006), bila glukosa

darah anak rendah maka akan terjadi penurunan konsentrasi belajar atau daya

ingat, tubuh melemah, pusing dan gemetar. Bagi anak sekolah, makan pagi

dapat meningkatkan konsentrasi belajar dan memudahkan menyerap pelajaran

sehingga prestasi belajar menjadi lebih baik (DepKes, 2003).

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik meneliti di SDN 036

Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru. SD ini merupakan salah satu SD yang

tidak termasuk 10 SDN yang mendapat rata-rata ujian sekolah tertinggi (Dinas

Pendidikan dan Pengajaran Kota Pekanbaru, 2007). Hal ini mungkin

dikarenakan
tidak terbiasanya anak SD tersebut untuk makan pagi sebelum berangkat

kesekolah atau dikarenakan kurangnya asupan zat gizi makan pagi. Situasi ini

dapat berpengaruh terhadap konsentrasi anak yang juga dapat mempengaruhi

prestasi belajar mereka.

Maka peneliti ingin melakukan penelitian tentang konsentrasi anak

berdasarkan kebiasaan makan pagi dan asupan zat gizi makan pagi pada murid

SDN 036 Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru.

B. Rumusan Masalah

Belum diketahuinya konsentrasi anak berdasarkan kebiasaan makan pagi

dan asupan zat gizi makan pagi pada murid SDN 036 Kecamatan Bukit Raya

Kota Pekanbaru. Maka peneliti ingin mengetahui:

1. Apakah ada hubungan kebiasaan makan pagi dengan konsentrasi pada murid

SDN 036 Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru?

2. Apakah ada hubungan asupan energi makan pagi dengan konsentrasi pada

murid SDN 036 Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru?

3. Apakah ada hubungan asupan Fe makan pagi dengan konsentrasi pada murid

SDN 036 Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum:

Mengetahui konsentrasi anak berdasarkan kebiasaan makan pagi dan

asupan zat gizi makan pagi pada murid SDN 036 Kecamatan Bukit Raya

Kota Pekanbaru.
2. Tujuan Khusus:

1. Mengetahui hubungan kebiasaan makan pagi dengan konsentrasi pada

murid SDN 036 Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru.

2. Mengetahui hubungan asupan energi makan pagi dengan konsentrasi

pada murid SDN 036 Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru.

3. Mengetahui hubungan asupan Fe makan pagi dengan konsentrasi pada

murid SDN 036 Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru.

D. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi SDN 036 Kecamatan Bukit Raya Kota

Pekanbaru mengenai konsentrasi anak berdasarkan kebiasaan makan pagi

dan asupan zat gizi makan pagi anak SDN tersebut sehingga dapat

meningkatkan prestasi belajar menjadi lebih baik.

2. Sebagai salah satu acuan bagi kepala sekolah dalam peningkatan konsentrasi

anak pada murid SDN 036 Kecamatan Bukit Raya tersebut.

3. Bagi STIKES Hang Tuah Pekanbaru, hasil penelitian ini dapat menjadi

sumbangan pemikiran dan informasi penelitian dimasa mendatang.

4. Bagi peneliti, dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam

mengaplikasikan ilmu-ilmu yang telah diperoleh selama kuliah sehingga

dapat melakukan penelitian ini.


E. Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah:

1. Utami, dkk (2006) meneliti konsentrasi belajar berdasarkan kebiasaan

sarapan pagi siswi kelas 4, 5 dan 6 SDN Meruya Utara 02 Pagi Jakarta

Barat. Desain penelitian adalah cross sectional dengan variabel penelitian

terdiri dari tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pengetahuan

ibu, kebiasaan sarapan pagi, jenis susunan hidangan ketika sarapan pagi dan

tingkat konsentrasi belajar. Tes konsentrasi menggunakan metode match

maker berupa daftar pertanyaan yang bersifat analogi. Hasil penelitian ini

menemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan

sarapan pagi dengan konsentrasi belajar tetapi diduga dipengaruhi oleh cara

guru menyampaikan materi di kelas, kondisi lingkungan dan instrumental.

Persamaan penelitian adalah pada desain penelitian, variabel kebiasaan

sarapan pagi dan konsentrasi anak. Perbedaan penelitian pada variabel

asupan energi dan asupan Fe makan pagi, subjek penelitian murid kelas 4

dan 5, tempat penelitian di SDN 036 Kecamatan Bukit Raya Kota

Pekanbaru. Tes konsentrasi menggunakan subtes simbol B dari WISC dan

subtes latihan simbol (ME) dari IST.

2. Kurniasari, dkk (2005) meneliti hubungan frekuensi dan asupan gizi makan

pagi dengan kadar hemoglobin darah dan konsentrasi di sekolah pada murid

kelas 5 dan 6 di SDN Jetis 1 dan SDN Jetishardjo 1 Yogyakarta. Desain

penelitian adalah cross sectional. Variabel yang diteliti terdiri dari frekuensi

makan pagi, asupan energi, asupan protein, asupan Fe makan pagi, kadar

Hb,
konsentrasi di sekolah. Tes konsentrasi menggunakan subtes simbol B dari

WISC. Hasil penelitian menemukan ada hubungan yang signifikan antara

frekuensi makan pagi, asupan energi, asupan protein makan pagi, kadar Hb

dengan konsentrasi belajar dan tidak adanya hubungan yang signifikan

antara asupan Fe makan pagi dengan konsentrasi belajar. Persamaan

penelitian adalah pada desain penelitian, variabel asupan energi, asupan Fe

makan pagi. Perbedaan penelitian pada variabel kebiasaan makan pagi,

subjek penelitian murid kelas 4 dan 5, tempat penelitian di SDN 036

Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru. Tes konsentrasi menggunakan

subtes simbol B dari WISC dan subtes latihan simbol dari IST.

3. Yulizar, dkk (2004) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi sarapan pagi

dan hubungannya dengan prestasi belajar murid kelas 4, 5 dan 6 SDN 31

Ujung Magek, Kecamatan Tilatang Kamang, Kabupaten Agam, Padang.

Desain penelitian adalah cross sectional. Variabel penelitian adalah besar

uang jajan, jarak rumah ke sekolah, ketersediaan makanan, lingkungan

keluarga, kesehatan badan, fasilitas belajar, sarapan pagi dan prestasi belajar.

Hasil penelitian menemukan ada hubungan yang signifikan antara sarapan

pagi dengan prestasi belajar. Persamaan penelitian adalah pada desain

penelitian, variabel sarapan pagi. Perbedaan penelitian pada variabel asupan

energi dan asupan Fe makan pagi, konsentrasi anak, subjek penelitian murid

kelas 4 dan 5, tempat penelitian di SDN 036 Kecamatan Bukit Raya Kota

Pekanbaru.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kebiasaan Makan Pagi

Kebiasaan adalah sesuatu yang biasa dikerjakan atau merupakan pola

untuk melakukan tanggapan terhadap situasi tertentu yang dipelajari oleh

seorang individu dan yang dilakukannya secara berulang untuk hal yang sama

(Departemen Pendidikan Nasional, 2002). Pendapat ini diperkuat lagi oleh

Olson (1996) yang mengatakan kebiasaan adalah melaksanakan pekerjaan yang

sama dengan cara yang sama dan dalam situasi dan kondisi yang sama pula.

Menurut DepKes (2001), makan pagi atau sarapan adalah makanan yang

dikonsumsi pada pagi hari sebelum berangkat ke sekolah atau sebelum

melakukan kegiatan di sekolah.

Makan pagi atau sarapan pagi sangat bermanfaat bagi setiap orang. Bagi

orang dewasa, makan pagi dapat memelihara ketahanan fisik, mempertahankan

daya tahan saat bekerja dan meningkatkan produktivitas kerja. Bagi anak

sekolah, makan pagi dapat meningkatkan konsentrasi belajar dan memudahkan

menyerap pelajaran sehingga prestasi belajar menjadi lebih baik (DepKes,

2003).

B. Konsumsi Makan Pagi

Makanan adalah bahan selain obat yang mengandung zat-zat gizi dan

atau unsur-unsur/ikatan kimia yang dapat diubah menjadi zat gizi oleh tubuh

yang berguna bila dimasukkan ke dalam tubuh (Almatsier, 2003). Makanan

berfungsi untuk menjamin kelangsungan hidup karena ada yang berfungsi

sebagai sumber
tenaga, pembangun dan pelindung atau pengatur segala proses. Oleh karena itu

seseorang perlu makan untuk menjaga agar tubuhnya tetap melakukan segala

proses fisiologis (Irianto dan Waluyo, 2004).

Konsumsi makanan merupakan suatu faktor yang bepengaruh langsung

terhadap keadaan status gizi seseorang. Jumlah zat gizi yang dikonsumsi melalui

makanan dapat menentukan taraf hidup seseorang, untuk itu jumlah zat gizi

yang diperoleh melalui konsumsi pangan harus mencukupi kebutuhan tubuh

agar dapat melakukan kegiatan pemeliharaan tubuh dan pertumbuhan bagi yang

masih dalam taraf perkembangan (Hardinsyah dan Martianto, 1989).

Makan pagi secara teratur dan setiap hari dalam jumlah yang cukup

sangat penting untuk menjaga kondisi tubuh serta dapat meningkatkan

konsentrasi belajar di sekolah sehingga prestasi belajar dapat dipertahankan

(Muhilal, 1998).

Menurut Martianto (2006), bahwa idealnya sarapan memenuhi

seperempat hingga setengah kebutuhan energi dan zat gizi lainnya. Kontribusi

energi dan zat- zat gizi untuk sarapan yaitu sebanyak 25 persen, makan siang 30

persen, makan malam 25 persen dan makan selingan pagi dan sore masing-

masing 10 persen.

Jenis makanan yang dimakan untuk makan pagi sangat menentukan

kestabilan kadar gula darah karena gula yang didalam darah merupakan sumber

energi untuk bekerja. Kadar normalnya adalah 80-120 miligram per 100 cc

darah. Makan pagi sebaiknya terdiri dari makanan sumber zat tenaga, sumber

zat pembangun dan sumber zat pengatur (Emilia, 2003).

Sarapan pagi yang hanya terdiri dari karbohidrat seperti kue, roti serta

minuman dan lain-lain akan menaikkan kadar gula dengan cepat lalu
10

menurunkannya ke bawah normal selama kurang dari 2 jam. Sehingga kadar

gula dalam darah yang berada di bawah normal ini akan menimbulkan perasaan

tidak bergairah dan letih (Hutapea, 2004).

Menurut Mahadi sebagai Medical Nutrition Services Nestle Indonesia

mengatakan bahwa jenis sarapan yang ideal adalah makanan lengkap, yang

terdiri atas serealia (nasi/jagung/gandum/umbi-umbian), ditambah sayuran,

buah, lauk pauk hewani, dan kacang-kacangan (Martianto, 2006).

Sarapan pagi yang baik adalah makanan yang lengkap yaitu yang

mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh. Antara lain: nasi goreng yang

dimasak dengan sayur-sayuran seperti buncis, wortel, seledri dan sebagainya,

yang dipotong kecil-kecil atau nasi dan lauk pauk. Bahkan gado-gadopun tidah

salah untuk dijadikan makanan pagi. Kalau memungkinkan, susu dapat

ditambahklan ke menu makanan pagi (Hutapea, 2004).

Melalui kebiasaan makan pagi dapat membantu seseorang untuk

memenuhi kecukupan gizinya sehari-hari. Jenis hidangan untuk makan pagi

dapat dipilih dan disusun sesuai dengan keadaan. Namun akan lebih baik bila

terdiri dari makanan sumber zat tenaga, sumber zat pembangun dan sumber zat

pengatur (DepKes, 2003).

1. Asupan Energi Makan Pagi

Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup sehingga

dapat menunjang proses pertumbuhan dan melakukan aktifitas harian

(Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2007). Manfaat energi bagi tubuh

adalah sebagai pemberi tenaga (sumber tenaga), cadangan tenaga dan pemberi
rasa kenyang (Moehji, 2003). Asupan energi diperlukan untuk mencegah

terjadinya tekanan darah rendah yang menyebabkan anak lemas, pusing atau

tidak dapat berkonsentrasi (Suprayatmi, 2007).

Menurut Apriadji (2001), menu sarapan yang baik harus mengandung

karbohidrat, protein dan lemak serta cukup air untuk mempermudah pencernaan

makanan dan penyerapan zat gizi. Sumber karbohidrat tidak hanya berasal dari

nasi, namun pilihan lainnya dapat berupa roti, mie, bihun, spageti, makaroni,

kentang, umbi-umbian. Protein bisa didapat dari daging, telur, ikan, kacang-

kacangan, tahu, tempe, susu. Lemak diperoleh dari minyak goreng, margarin,

mentega, santan maupun lemak yang tersimpan dalam makanan seperti daging,

keju, susu.

Studi tentang sarapan menunjukkan, anak yang sarapan dengan gizi

lengkap (karbohidrat, sayuran, dan daging) akan lebih aktif dan berinisiatif

dibandingkan yang sarapannya hanya dengan karbohidrat dan sayuran

(Martianto, 2006).

Berdasarkan angka kecukupan gizi yang dianjurkan untuk asupan energi

sehari anak umur 7-9 tahun adalah 1800 kkal sedangkan untuk anak pria dan

wanita umur 10-12 tahun adalah 2050 kkal (Hardinsyah dan Tambunan, 2004).

Menurut Martianto (2006), bahwa kontribusi energi untuk sarapan pagi

sebanyak 25 persen dari kecukupan energi sehari yaitu untuk anak umur 7-9

tahun adalah 450 kkal sedangkan untuk anak pria dan wanita umur 10-12 tahun

adalah 512,5 kkal.


2. Asupan Fe Makan Pagi

Fe atau zat besi adalah salah satu unsur penting dalam proses

pembentukan sel darah merah (DepKes, 2003). Otak kita banyak tergantung

kepada darah. Dalam otak terdapat banyak sekali pembuluh darah dan aliran

darah di otak lebih cepat dibandingkan dengan aliran di bagian lain tubuh kita.

Kalau otak kita sedang bekerja keras maka oksigen yang diperlukannya lebih

banyak dari pada yang biasa. Jika ada bagian otak yang untuk sementara waktu

tidak mendapat darah maka dalam waktu beberapa menit saja bagian itu akan

rusak. Dapatlah kita simpulkan bahwa kemampuan kita berpikir akan berkurang

apabila kita berada dalam keadaan kurang sehat dan juga betapa pentingnya

peranan oksigen dalam darah (Hutabarat, 1995).

Fe adalah bagian penting dari hemoglobin, mioglobin dan enzim, namun

zat gizi ini tergolong esensial sehingga harus diperoleh dari makanan. Sumber

Fe dapat berupa daging, hati, ikan, ayam, dll. Absorbsi Fe dalam pencernaan

dipengaruhi oleh simpanan serta hal-hal lain yang terkait dengan cara Fe

dikonsumsi. Zat penghambat absorbsi Fe diantaranya adalah tanin (teh), phitat

(serealia) dan serat. Sementara itu, zat peningkat absorbsi adalah sistein

(daging), vitamin C, sitrat, malat dan laktat yang umum terdapat dalam buah-

buahan (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2007). Melalui

keanekaragaman konsumsi makanan maka dapat berperan penting dalam

membantu meningkatkan penyerapan Fe didalam tubuh (DepKes, 2003).


Berdasarkan angka kecukupan gizi yang dianjurkan untuk asupan Fe

sehari anak umur 7-9 tahun adalah 10 mg dan untuk anak pria umur 10-12 tahun

adalah 13 mg sedangkan untuk anak wanita umur 10-12 tahun adalah 20 mg

(Kartono dan Soekatri, 2004).

Menurut Martianto (2006), bahwa kontribusi Fe untuk sarapan pagi

sebanyak 25 persen dari kecukupan Fe sehari yaitu untuk anak umur 7-9 tahun

adalah 2,5 mg dan untuk anak pria umur 10-12 tahun adalah 3,25 mg sedangkan

untuk anak wanita umur 10-12 tahun adalah 5 mg.

C. Konsentrasi

4. Pengertian Konsentrasi

Konsentrasi adalah suatu aktivitas mental yang berhubungan dengan

pemusatan perhatian secara khusus terus menerus terhadap suatu objek atau

bagian objek, pengalaman atau bagian pengalaman (Ensiklopedia Nasional

Indonesia, 1990). Pendapat ini diperkuat lagi oleh Idrus (1993) yang

mengatakan bahwa konsentrasi adalah pemusatan pikiran terhadap suatu hal

dengan menyampingkan semua hal lainnya yang tidak berhubungan.

2. Gangguan Konsentrasi

Menurut Ensiklopedia Nasional Indonesia (1990), gangguan atau

kesukaran konsentrasi berkaitan dengan fungsi inteligensi, gangguan kefaalan

atau kelainan organis yang menetap. Sedangkan menurut Thabrany (1994),

gangguan konsentrasi dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu gangguan dari

dalam dan gangguan dari luar.


1. Gangguan dari dalam (internal) merupakan gangguan yang datang dari diri

sendiri. Misalnya tekad kita yang kurang kuat untuk belajar, sifat emosi kita

(reaksi kita terhadap lingkungan dapat mengganggu konsentrasi), haus,

lapar, kurang sehat badan, masalah pribadi dengan orang tua atau guru, rasa

bersalah karena sesuatu hal, juga dapat menyebabkan kesulitan kita

berkonsentrasi. Menurut Slameto (2003), seorang anak yang lapar akan

menaruh perhatian pada segala sesuatu yang mengingatkannya pada

makanan seperti bau makanan, bunyi jam memukul dua belas kali, bunyi

piring beradu dan lain sebagainya.

2. Gangguan dari luar (eksternal) merupakan gangguan yang bersumber dari

luar diri kita. Misalnya suara gaduh, teman atau orang-orang di sekitar kita

bisa jadi sumber gangguan konsentrasi, tidak tersedianya alat-alat yang

diperlukan di meja belajar, ruangan belajar, juga dapat menimbulkan

gangguan kita berkonsentrasi.

3. Cara Pengukuran Konsentrasi Anak

Pengukuran konsentrasi anak dapat menggunakan beberapa tes, diantaranya:

1. Subtes simbol B

Subtes simbol B dari Wechsler Intellegence Scale for Children (WISC).

WISC adalah tes intelegensi yang dikembangkan oleh David Wechsler pada

tahun 1950. Subtes simbol B yaitu suatu cara untuk mengukur koordinasi

visual motoris meliputi ketelitian, kecepatan, konsentrasi, ingatan mekanik

dan pengenalan kembali (Anastasi, 1991).


Cara pengukuran dilaksanakan sebagai berikut:

Terhadap semua anak dibagikan satu lembar kertas dengan gambar-

gambar tertentu untuk dilihat dan disimak dengan seksama. Kemudian dalam

waktu 120 detik anak-anak diminta menuliskan gambar-gambar sesuai angka

gambar-gambar yang ada sebanyak 9 macam dengan 90 soal. Nilai dihitung

dengan cara melihat jumlah jawaban yang benar yaitu banyaknya gambar

yang sesuai dengan angka-angka tersebut.

2. Subtes latihan simbol/ Merkaufgaben (ME)

Subtes latihan simbol (ME) dari Intelligenz Struktur Test (IST). IST

adalah tes intelegensi yang dikembangkan oleh Rudolf Amthauer di

Frankfurt/Main Jerman pada tahun 1953. Latihan simbol (ME) ini berguna

untuk mengukur daya ingat, daya konsentrasi yang menetap dan yang lama

(Sari dan Ullum, 1999).

Cara pengukuran dilaksanakan sebagai berikut:

Terhadap setiap anak diberi satu lembar soal yang berisi 5 kelompok

kata yaitu kelompok bunga, perkakas, burung, kesenian dan kelompok

binatang yang harus dihafal selama 3 menit, kemudian lembar soal

dikembalikan dan anak diberi satu lembar soal lagi yang berisi sejumlah

pertanyaan mengenai kata-kata yang telah dihafalkan sebelumnya.

Selanjutnya, anak diminta untuk melingkari jawaban yang sesuai pada

lembar jawaban. Waktu yang digunakan untuk menyelesaikan soal-soal

tersebut selama 9 menit dan nilai dihitung sesuai dengan jumlah jawaban

yang benar.
D. Survei Konsumsi Makanan

Menurut Supariasa dkk (2001), tujuan survei konsumsi makanan yaitu

untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan

makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga dan perorangan.

Untuk mengukur konsumsi makanan perorangan salah satunya dapat diketahui

melalui metode recall.

Menurut Sediaoetama (2000), metode ini adalah metode wawancara,

dimana pewawancara menanyakan apa yang telah dikonsumsi oleh responden.

Tanggal dan waktu makan serta besar porsi setiap makanan harus dicatat dengan

teliti.

Hal penting yang perlu diketahui adalah bahwa dengan recall konsumsi

makanan maka data yang diperoleh cenderung lebih bersifat kualitatif, oleh

karena itu untuk mendapatkan data kuantitatif maka jumlah konsumsi makanan

individu ditanyakan secara teliti dengan menggunakan alat ukur URT (sendok,

gelas, piring dan lain-lain) atau ukuran lainnya yang biasa dipergunakan sehari-

hari (Supariasa dkk, 2001).

Hasil pencatatan wawancara kemudian diolah dan dihitung zat-zat

gizinya dengan menggunakan Nutrisurvey. Menurut Supariasa dkk (2001),

metode recall konsumsi makanan ini mempunyai beberapa kelebihan dan

kekurangan, diantaranya:

Kelebihan metode recall konsumsi makanan yaitu: 1) mudah

melaksanakannya serta tidak terlalu membebani responden; 2) biaya relatif

murah, karena tidak memerlukan peralatan khusus dan tempat yang luas untuk
wawancara; 3) cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden; 4) dapat

digunakan untuk responden yang buta huruf; 5) dapat memberikan gambaran

nyata yang benar-benar dikonsumsi individu sehingga dapat dihitung asupan zat

gizinya.

Kekurangan metode recall konsumsi makanan yaitu: 1) tidak dapat

menggambarkan konsumsi makan pagi sehari-sehari, bila hanya dilakukan

recall satu hari; 2) ketepatannya sangat tergantung pada daya ingat responden.

Oleh karena itu responden harus mempunyai daya ingat yang baik, sehingga

metode ini tidak cocok dilakukan pada anak usia dibawah 7 tahun, orang tua

berusia di atas 70 tahun dan orang yang hilang ingatan atau orang yang pelupa;

3) the flat slope syndrome, yaitu kecenderungan bagi responden yang kurus

untuk melaporkan konsumsinya lebih bayak (over estimate) dan bagi responden

yang gemuk cenderung melaporkan lebih sedikit (under estimate); 4)

membutuhkan tenaga atau petugas yang terlatih dan terampil dalam

menggunakan alat-alat bantu URT dan ketepatan alat bantu yang dipakai

menurut kebiasaan masyarakat. Pewawancara harus dilatih untuk dapat secara

tepat menanyakan apa-apa yang dimakan oleh responden dan mengenal cara-

cara pengolahan makanan serta pola pangan daerah yang akan diteliti secara

umum; 5) responden harus diberi motivasi dan penjelasan tentang tujuan dari

penelitian.

E. Hubungan Kebiasaan Makan Pagi dengan Konsentrasi

Menurut Rarback, seorang ahli gizi anak di Universitas Miami, pola diet

dengan menyertakan sarapan pagi bagi anak akan memacu pertumbuhan yang

tepat dan memaksimalkan kemampuan di sekolah. Hal ini disebabkan karena


kebutuhan makanan sehari telah terpenuhi sejak dini, oleh karena itu anak yang

terbiasa makan pagi setiap harinya memiliki kemampuan lebih baik di sekolah

(Ward, 2003).

Anak-anak sekolah yang mempunyai kebiasaan sarapan pagi mempunyai

daya tangkap dan kreatifitas yang lebih baik dari pada anak-anak yang tidak

sarapan pagi. Memberikan sarapan pagi pada anak-anak adalah rutinitas terbaik

bukan saja untuk memenuhi kebutuhan energi tapi juga asupan zat gizi lainnya

yang diperlukan anak-anak dalam proses perkembangannya (Suririnah, 2005).

Menurut DepKes (2001), akibat bila tidak makan pagi adalah konsentrasi

belajar menurun yang ditandai dengan lemah, keluar keringat dingin, bahkan

pingsan atau kesadarannya menurun dan prestasi belajar dapat menurun juga.

Menurut Apriadji (2001), anak-anak yang tidak terbiasa sarapan akan sulit

berkonsentrasi, lambat menanggapi, rentang perhatiannya terhadap pelajaran

sangat rendah, gerak-geriknya lamban dan akibat jangka panjangnya nilai-nilai

pelajarannya umumnya rendah dibandingkan anak yang terbiasa sarapan.

Menurut penelitian Kurniasari dkk (2005), yang dilakukan terhadap 115

anak murid kelas V dan VI SDN Jetis 1 dan SDN Jetishardjo 1 Yogyakarta,

bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan makan pagi dengan

konsentrasi di sekolah. Hal ini diperkuat lagi oleh Yulizar dkk (2004), yang

mengatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara makan pagi dengan

prestasi belajar.
Menurut Soekirman (2000), anak yang tidak makan pagi kurang dapat

mengerjakan tugas di kelas yang memerlukan konsentrasi. Mereka umumnya

mempunyai nilai hasil ujian yang lebih rendah, mempunyai daya ingat yang

terbatas dan sering absen.

F. Hubungan Asupan Energi Makan Pagi dengan Konsentrasi

Menurut Suprayatmi (2007), makan pagi sangat berarti bagi anak

sekolah karena memberikan asupan energi untuk kegiatannya selama di sekolah

sebelum waktu makan siang, dengan asupan energi makan pagi yang cukup

maka dapat mencegah terjadinya tekanan darah rendah, yang menyebabkan anak

lemas, lesu, pusing atau tidak dapat berkonsentrasi.

Jumlah asupan energi makan pagi yang cukup sangat penting untuk

dapat meningkatkan konsentrasi belajar di sekolah sehingga prestasi belajar

dapat dipertahankan (Muhilal, 1998). Menurut penelitian Kurniasari dkk (2005),

yang dilakukan terhadap 115 anak murid kelas V dan VI SDN Jetis 1 dan SDN

Jetishardjo 1 Yogyakarta, bahwa ada hubungan asupan energi makan pagi

dengan konsentrasi di sekolah, dikarenakan dengan asupan energi yang cukup

dapat meningkatkan kadar gula darah dan hemoglobin sehingga mempengaruhi

konsentrasi belajar.

Berdasarkan penelitian Faridi (2002) pada sejumlah siswa SD di Duren

Sawit Jakarta Timur membuktikan, persentase anak hipoglikemia yang diukur

pada pukul 09.00 pada anak yang sarapan ternyata lebih rendah (55 persen)

dibandingkan anak yang tidak sarapan (73 persen). Penelitian ini

mengindikasikan dua hal yaitu anak yang tidak sarapan rentan terhadap

hipoglikemia dan sarapan


20

yang tidak memadai juga memungkinkan terjadinya hipoglikemia. Melalui

asupan energi makan pagi yang cukup maka dapat mencegah terjadinya

hipoglikemia yang dapat mengakibatkan anak kurang berkonsentrasi (Mansor,

2006).

G. Hubungan Asupan Fe Makan Pagi dengan Konsentrasi

Menurut Almatsier (2003), fungsi Fe dalam tubuh yaitu untuk

metabolisme energi, kemampuan belajar, sistem kekebalan dan sebagai pelarut

obat-obatan. Menurut Lozoff dan Youdim (1988) dalam Almatsier (2003),

defisiensi besi berpengaruh negatif terhadap fungsi otak, terutama terhadap

fungsi sistem neurotransmitter (pengantar saraf). Akibatnya, kepekaan reseptor

saraf dopamin berkurang yang dapat berakhir dengan hilangnya reseptor saraf

sehingga dapat mengakibatkan daya konsentrasi, daya ingat dan kemampuan

belajar terganggu.

Menurut Muhilal (2002), Fe mempunyai kemampuan untuk mengikat

oksigen, didalam mitochondria untuk pembentukan energi (ATP) diperlukan

serangkaian enzim yang berperan dalam elektron transpor yang dikelompokan

dalam citochrom oksidase. Untuk bekerjanya citochrom oksidase ini besi

berperan sebagai ko-faktor, karena besi sebagai ko-faktor dari enzim oksidase

maka kekurangan besi akan dibarengi rendahnya pembentukan energi dan

selanjutnya menyebabkan rendahnya produktivitas.

Pemberian zat besi kepada anak dapat membantu meningkatkan

kemampuan berkonsentrasi, logika berpikir dan daya tangkap terhadap pelajaran

yang diberikan. Untuk memperoleh prestasi belajar yang baik, kebutuhan zat

besi harus diperhatikan (Wirakusumah, 1999).


H. Kerangka Teori

Inteligensi

Kebiasaan Makan Pagi

Asupan energi makan pagi Konsentrasi Prestasi Belajar

Asupan Fe makan pagi

- Gangguan Internal
- Gangguan Eksternal

Gambar 1. Kerangka teori


Modifikasi dari DepKes (2001); Apriadji (2001); Soekirman (2000);
Muhilal (1998); Almatsier (2003); Ensiklopedia Nasional Indonesia (1990);
Thabrany (1994); DepKes (2003)

I. Kerangka Konsep

Variabel Independen
Kebiasaan Makan Pagi
Variabel Dependen
Konsentrasi Anak
Asupan Energi Makan Pagi

Asupan Fe Makan Pagi

Prestasi Belajar

Gambar 2. Kerangka konsep


Keterangan:
= Variabel yang diteliti
= Variabel yang tidak diteliti
J. Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan kebiasaan makan pagi dengan konsentrasi pada murid SDN

036 Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru.

2. Ada hubungan asupan energi makan pagi dengan konsentrasi pada murid

SDN 036 Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru.

3. Ada hubungan asupan Fe makan pagi dengan konsentrasi pada murid SDN

036 Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan rancangan

penelitian cross sectional, dimana pengumpulan data dilakukan dalam suatu

periode tertentu dan setiap subjek studi hanya dilakukan satu kali pengumpulan

data selama penelitian (Budiarto, 2003).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di SDN 036 Kecamatan Bukit Raya Kota

Pekanbaru. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-April 2008.

C. Populasi dan Subjek Penelitian

Populasi dalam penelitan ini adalah seluruh murid kelas IV dan V SDN

036 Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru. Subjek penelitian ini yaitu yang

memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut:

1. Usia 9-11 tahun

2. Bersedia menjadi subjek penelitian

3. Mampu berkomunikasi

Adapun kriteria eksklusi subjek penelitian, adalah:

1. Dalam keadaan sakit

2. Pernah tidak naik kelas


D. Besar Sampel

Untuk menjawab pertanyaan penelitian, maka rumus besar sampel yang

digunakan yaitu: (Lemeshow et al., 1997)

n = Z1-  2P(1-P) + Z1- P1 (1-P1) + P2 (1-P2)2

(P1-P2) 2
Keterangan:

Z1- = Deviat baku alpha (= 5% = 1,96)

Z1- = Deviat baku beta (= 5% = 1,64)

P2 = Proporsi pada kelompok standar, tidak beresiko, tidak terpajan atau

kontrol (dapat diketahui dari penelitian Kurniasari dkk, (2005) = 0,75)

P1 = Proporsi pada kelompok uji, beresiko, terpajan atau kasus

(P1-P2 = 0,2 maka P1 = 0,2 + 0,75 = 0,95 )


P1-P2 = Selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna = 0,2

P = Proporsi total = P1 + P2 = 0,95 + 0,75 = 0,85


2 2

Maka:

n = 1,96  20,85 (1-0,85) + 1,64  0,95 (1-0,95) + 0,75 (1-0,75)2

(0,2) 2
n = 80

Jadi, besar sampel yang digunakan agar dapat menjawab pertanyaan

penelitian yaitu 80 subjek.


E. Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini secara probability

sampling (pemilihan berdasarkan peluang) yaitu dengan cara acak stratifikasi

proporsional (proportionate stratified simple random sampling). Apabila

banyaknya anggota populasi untuk suatu strata lebih besar dari pada anggota

populasi dalam strata yang lain maka banyaknya sampel dari strata tersebut

harus juga lebih banyak dibanding strata yang lainnya (Soleh, 2005).

F. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional (DO)

1. Variabel = Kebiasaan makan pagi

DO = Tindakan murid dalam mengkonsumsi makanan pada pagi

hari sebelum berangkat ke sekolah atau sebelum melakukan

kegiatan di sekolah setiap hari (DepKes, 2001).

Cara ukur = Wawancara

Alat ukur = Kuesioner

Hasil ukur = - Biasa makan pagi:  4 kali seminggu

- Tidak biasa makan pagi: < 4 kali seminggu

Skala = Ordinal

2. Variabel = Asupan energi makan pagi

DO = Asupan energi sebanyak 25% dari kecukupan energi sehari

yang dikonsumsi saat makan pagi, yaitu (Martianto, 2006):

- Anak umur 7-9 tahun = 450 kkal

- Anak pria dan wanita umur 10-12 tahun = 512,5 kkal


Cara ukur = Survei konsumsi melalui recall makan pagi selama 5 hari

berturut-turut dengan rumus (Willet, 1990):

n = (ZCVw/Do)2

Dimana:

n = Jumlah asupan recall makan pagi yang dibutuhkan

Z = Standar deviasi normal 0,05 (1,96)

CVw = Koefisien variasi asupan gizi (27%)

Do = Presisi dalam penelitian

(1,96 x 27%)
n = = 3 hari
30%

Berdasarkan jumlah hari recall untuk asupan Fe yaitu 5 hari recall maka

untuk asupan energi dilakukan penyamaan hari recall. Hal ini dikarenakan

dalam menghitung kecukupan energi dan Fe dapat dilakukan analisis zat gizi

secara bersamaan.

Alat ukur = Kuesioner

Hasil ukur = Diolah menggunakan program analisis zat gizi yaitu

Nutrisurvey. Setelah jumlah asupan energi makan pagi

didapat maka dikelompokan dalam:

¤ Baik : Jika asupan energi makan pagi, yaitu:

· Anak umur 7-9 tahun  450 kkal

· Anak pria dan wanita umur 10-12 tahun

 512,5 kkal
¤ Kurang : Jika asupan energi makan pagi, yaitu:

· Anak umur 7-9 tahun < 450 kkal

· Anak pria dan wanita umur 10-12 tahun

< 512,5 kkal

Skala = Ordinal

3. Variabel = Asupan Fe makan pagi

DO = Asupan Fe sebanyak 25% dari kecukupan Fe sehari yang

dikonsumsi saat makan pagi, yaitu (Martianto, 2006):

- Anak umur 7-9 tahun = 2,5 mg

- Anak pria umur 10-12 tahun = 3,25 mg

- Anak wanita umur 10-12 tahun = 5 mg

Cara ukur = Survei konsumsi melalui recall makan pagi selama 5 hari

berturut-turut dengan rumus (Willet, 1990):

n = (ZCVw/Do)2

Dimana:

n = Jumlah asupan recall makan pagi yang dibutuhkan

Z = Standar deviasi normal 0,05 (1,96)

CVw = Koefisien variasi asupan gizi (34%)

Do = Presisi dalam penelitian

(1,96 x 34%)
n = = 5 hari
30%
Alat ukur = Kuesioner

Hasil ukur = Diolah menggunakan program analisis zat gizi yaitu

Nutrisurvey. Setelah jumlah asupan Fe makan pagi didapat

maka dikelompokan dalam:

¤ Baik : Jika asupan Fe makan pagi, yaitu:

· Anak umur 7-9 tahun  2,5 mg

· Anak pria umur 10-12 tahun  3,25 mg

· Anak wanita umur 10-12 tahun  5 mg

¤ Kurang : Jika asupan Fe makan pagi, yaitu:

· Anak umur 7-9 tahun < 2,5 mg

· Anak pria umur 10-12 tahun < 3,25 mg

· Anak wanita umur 10-12 tahun < 5 mg

Skala = Ordinal

4. Variabel = Konsentrasi

DO = Kemampuan seorang murid untuk konsentrasi terhadap materi

yang diberikan (Idrus, 1993).

Cara ukur = Dilakukan pengukuran dengan subtes simbol B dari Wechsler

Intellegence Scale for Children (WISC) dan subtes latihan

simbol (ME) dari Intelligenz Struktur Test (IST).


Alat ukur = Subtes simbol B dari WISC dan subtes latihan simbol (ME)

dari IST.

Hasil ukur = - Baik : rata-rata hasil pengukuran  31

- Kurang : rata-rata hasil pengukuran <

31 Skala ukur = Ordinal

G. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi:

1. Data primer, yang terdiri dari:

a. Karakteristik sampel yang meliputi: nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan

orang tua dan pendidikan orang tua.

b. Kebiasaan makan pagi

c. Asupan energi makan pagi

d. Asupan Fe makan pagi

e. Konsentrasi anak

2. Data sekunder, yang terdiri dari:

a. Gambaran umum lokasi penelitian.

b. Data jumlah populasi murid kelas IV dan V di SDN 036 Kecamatan Bukit

Raya Kota Pekanbaru.


30

Cara pengumpulan data, meliputi:

1. Data Primer

a. Data tentang karakteristik sampel diperoleh dengan memberikan angket

kepada anak yang bersangkutan.

b. Data tentang kebiasaan makan pagi diperoleh dengan wawancara kepada

anak yang bersangkutan melalui kuesioner makan pagi .

c. Data tentang asupan energi makan pagi diperoleh dengan wawancara

kepada anak yang bersangkutan melalui formulir food recall makan pagi.

d. Data tentang asupan Fe makan pagi diperoleh dengan wawancara kepada

anak yang bersangkutan melalui formulir food recall makan pagi.

e. Data tentang konsentrasi anak diperoleh dengan melakukan pengukuran

kepada anak yang bersangkutan melalui pemberian formulir subtes simbol

B dan subtes latihan simbol (ME).

2. Data sekunder

a. Data tentang gambaran umum SDN 036 Kecamatan Bukit Raya Kota

Pekanbaru diperoleh dari profil SD.

b. Data tentang jumlah populasi murid kelas IV dan V di SDN 036

Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru diperoleh dari daftar absen

masing-masing kelas.
H. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut (Hastono,

2001):

a. Editing

Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian formulir atau

kuesioner apakah jawaban yang ada di kuesioner sudah lengkap, jelas,

relevan dan konsisten.

b. Coding

Merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data

berbentuk angka/bilangan. Kegunaan dari coding adalah untuk

mempermudah pada saat analisis data dan juga mempercepat pada saat entry

data.

c. Processing

Setelah semua isian kuesioner terisi penuh dan benar, dan juga sudah

melewati pengkodingan maka langkah selanjutnya adalah memproses data

agar dapat dianalisis. Pemprosesan data dilakukan dengan cara meng-entry

data dari kuesioner ke program di komputer.

d. Cleaning

Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di-entry

apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan tersebut dimungkinkan terjadi

pada saat kita meng-entry ke komputer.


I. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan bantuan program SPSS 13,0 for Windows,

yaitu:

1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dari

masing-masing variabel tersebut.

2. Analisis Bivariat

Uji statistik yang digunakan untuk menjawab hipotesis penelitian ini

adalah uji chi-square. Uji chi-square adalah untuk menguji apakah terdapat

hubungan yang bermakna antara variabel independent dengan variabel

dependent. Untuk mengetahui kekuatan hubungan dua variabel independent

tersebut digunakan nilai Odds Ratio (OR) sehingga dapat mengetahui

kelompok mana yang memiliki resiko lebih besar dibanding kelompok yang

lain. Untuk melihat hasil kemaknaan perhitungan statistik digunakan batas

kemaknaan () = 5% = 0,05

a. Mengetahui hubungan kebiasaan makan pagi dengan konsentrasi, yaitu:

- Bila p value  0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima = Ada hubungan

kebiasaan makan pagi dengan konsentrasi.

- Bila p value > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak = Tidak ada

hubungan kebiasaan makan pagi dengan konsentrasi.


b. Mengetahui hubungan asupan energi makan pagi dengan konsentrasi, yaitu:

- Bila p value  0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima = Ada hubungan

asupan energi makan pagi dengan konsentrasi.

- Bila p value > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak = Tidak ada

hubungan asupan energi makan pagi dengan konsentrasi.

c. Mengetahui hubungan asupan Fe makan pagi dengan konsentrasi, yaitu:

- Bila p value  0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima = Ada hubungan

asupan Fe makan pagi dengan konsentrasi.

- Bila p value > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak = Tidak ada

hubungan asupan Fe makan pagi dengan konsentrasi.

J. Jadwal Penelitian

No. Kegiatan Jan Feb Mar Apr Mei Juni


1. Pembuatan proposal
2. Seminar proposal
3. Perbaikan proposal
4. Pengumpulan data
5. Pengolahan dan analisis data
6. Penulisan skripsi
7. Ujian skripsi
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Sekolah Dasar Negeri 036 terletak di Jalan H. Imam Munandar

Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru yang terdiri dari dua lantai. Proses

belajar mengajar diselenggarakan pada pagi hari, dimulai pukul 07.00 WIB

sampai dengan pukul

12.20 WIB dengan dua kali istirahat yaitu pada pukul 09.20-09.35 WIB dan

pukul 10.50-11.05 WIB. Jumlah murid kelas 1 sampai kelas 6 adalah 637

orang, sedangkan jumlah populasi yang berasal dari kelas IV dan V berjumlah

217 orang. Fasilitas yang tersedia di SDN 036 Kecamatan Bukit Raya ini,

selain ruangan belajar 13 ruangan, ada juga kantor kepala sekolah, kantor

majelis guru, perpustakaan, ruangan UKS serta lapangan olah raga yang

merupakan lapangan

bersama dengan SDN 025 Bukit Raya.

2. Karakteristik Responden

Populasi sampel yang diteliti adalah murid kelas IV dan V SDN 036

Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru. Besar sampel yang dapat menguji

hipotesis penelitian ini sebesar 80 subjek. Karakteristik responden meliputi jenis

kelamin, jenis pekerjaan ayah dan ibu serta tingkat pendidikan ayah dan ibu

responden yang disajikan pada tabel 1 berikut:


Tabel 1
Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin, Jenis Pekerjaan Ayah dan
Ibu serta Tingkat Pendidikan Ayah dan Ibu di SDN 036
Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2008

Jumlah
No. Karakteristik Responden
n %
1. Jenis Kelamin
a. Laki-laki 29 36,3
b. Perempuan 51 63,8
2. Jenis Pekerjaan Ayah
a. PNS 5 6,3
b. Pegawai swasta 27 33,8
c. Wiraswasta 48 60
3. Jenis Pekerjaan Ibu
a. PNS 5 6,3
b. Pegawai swasta 1 1,3
c. Wiraswasta 1 1,3
d. Ibu Rumah Tangga (IRT) 73 91,4
4. Tingkat Pendidikan Ayah
a. SD 7 8,8
b. SMP 17 21,3
c. SMU 45 56,3
d. PT 11 13,8
5. Tingkat Pendidikan Ibu
a. SD 12 15
b. SMP 14 17,5
c. SMU 46 57,5
d. PT 8 10

Berdasarkan tabel 1, diketahui bahwa sebagian besar responden berjenis

kelamin perempuan (63,8%). Sebagian besar jenis pekerjaan ayah reponden

sebagai wiraswasta (60%) dan jenis pekerjaan ibu responden sebagian besar

sebagai IRT (91,4%). Tingkat pendidikan ayah dan ibu responden sebagian

besar adalah SMU (56,3% dan 57,5%) dan sebagian kecil tingkat pendidikan

ayah responden adalah SD (8,8%) sedangkan tingkat pendidikan ibu responden

sebagian kecil adalah PT (10%).


3. Kebiasaan Makan Pagi

Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa 55% responden biasa makan

pagi dan sebanyak 45% tidak biasa makan pagi.

Tabel 2
Distribusi Responden Menurut Kebiasaan Makan Pagi
di SDN 036 Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2008

Jumlah
No. Kebiasaan Makan Pagi
n %
1. Biasa makan pagi 44 55
2. Tidak biasa makan pagi 36 45
Total 80 100

4. Asupan Energi Makan Pagi

Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa responden yang asupan

energi makan paginya cukup 48,8% sedangkan sebanyak 51,3% asupan energi

makan paginya kurang.

Tabel 3
Distribusi Responden Menurut Asupan Energi Makan Pagi
di SDN 036 Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2008
Jumlah
No. Asupan Energi Makan Pagi
n %
1. Baik 39 48,8
2. Kurang 41 51,3
Total 80 100
5. Asupan Fe Makan Pagi

Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa responden yang asupan Fe

makan paginya cukup 33,8% sedangkan sebanyak 66,3% asupan Fe makan

paginya kurang.

Tabel 4
Distribusi Responden Menurut Asupan Fe Makan Pagi
di SDN 036 Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2008

Jumlah
No. Asupan Fe Makan Pagi
n %
1. Baik 27 33,8
2. Kurang 53 66,3
Total 80 100

4. Konsentrasi Responden

Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa 46,3% responden memiliki

konsentrasi yang baik dan sebanyak 53,8% kurang berkonsentrasi.

Tabel 5
Distribusi Responden Menurut Tingkat Konsentrasi
di SDN 036 Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2008

Jumlah
No. Tingkat Konsentrasi
n %
1. Baik 37 46,3
2. Kurang 43 53,8
Total 80 100
5. Hubungan Kebiasaan Makan Pagi dengan Konsentrasi

Hubungan kebiasaan makan pagi dengan konsentrasi dapat dilihat pada

tabel 6.

Tabel 6
Hubungan Kebiasaan Makan Pagi dengan Konsentrasi
di SDN 036 Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2008

Konsentrasi
Kebiasaan Makan Pagi Total OR
Baik Kurang P value
95% CI
n % n % n %
Biasa makan pagi 26 59,1 18 40,9 44 100
3,28
Tidak biasa makan pagi 11 30,6 25 69,4 36 100 0,02
1,3 – 8,3
Jumlah 37 46,3 43 53,8 80

Hasil analisis hubungan kebiasaan makan pagi dengan konsentrasi

diperoleh bahwa dari 44 responden yang biasa makan pagi ditemukan lebih

banyak anak yang dapat berkonsentrasi dengan baik (59,1%) dibandingkan yang

kurang mampu berkonsentrasi (40,9%). Demikian pula yang tidak biasa makan

pagi maka lebih banyak ditemukan anak yang kurang mampu berkonsentrasi

(69,4%) dibandingkan anak yang dapat berkonsentrasi dengan baik (30,6%).

Hasil uji statistik diperoleh p= 0,02 (p value ≤ 0,05) maka dapat

disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan makan pagi

dengan kemampuan konsentrasi. Hasil ini menjawab hipotesis 1 yang berbunyi

ada hubungan kebiasaan makan pagi dengan konsentrasi. Hasil dari analisis ini

diperoleh juga nilai Odds Ratio (OR) = 3,28.


8. Hubungan Asupan Energi Makan Pagi dengan Konsentrasi

Hubungan asupan energi makan pagi dengan konsentrasi dapat dilihat

pada tabel 7.

Tabel 7
Hubungan Asupan Energi Makan Pagi dengan Konsentrasi
di SDN 036 Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2008

Konsentrasi
Asupan Energi Total OR
Baik Kurang P value
Makan Pagi 95% CI
n % n % n %
Baik 25 64,1 14 35,9 39 100
4,31
Kurang 12 29,3 29 70,7 41 100 0,004
1,69 – 11,03
Jumlah 37 46,3 43 53,8 80

Hasil analisis hubungan asupan energi makan pagi dengan konsentrasi

diperoleh bahwa dari 39 responden yang asupan energi makan paginya baik

ditemukan lebih banyak anak yang dapat berkonsentrasi dengan baik (64,1%)

dibandingkan yang kurang mampu berkonsentrasi (35,9%). Demikian pula yang

asupan energi makan paginya kurang maka lebih banyak ditemukan anak yang

kurang mampu berkonsentrasi (70,7%) dibandingkan anak yang dapat

berkonsentrasi dengan baik (29,3%).

Hasil uji statistik diperoleh p= 0,004 (p value ≤ 0,05) maka dapat

disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara asupan energi makan

pagi dengan kemampuan konsentrasi. Hasil ini menjawab hipotesis 2 yang

berbunyi ada hubungan asupan energi makan pagi dengan konsentrasi. Hasil

dari analisis ini diperoleh juga nilai OR= 4,31.


40

9. Hubungan Asupan Fe Makan Pagi dengan Konsentrasi

Hubungan asupan Fe makan pagi dengan konsentrasi dapat dilihat pada

tabel 8.

Tabel 8
Hubungan Asupan Fe Makan Pagi dengan Konsentrasi
di SDN 036 Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2008

Konsentrasi
Asupan Fe Total OR
Baik Kurang P value
Makan Pagi 95% CI
n % n % n %
Baik 18 66,7 9 33,3 27 100
3,58
Kurang 19 35,8 34 64,2 53 100 0,017
1,35 – 9,51
Jumlah 37 46,3 43 53,8 80

Hasil analisis hubungan asupan Fe makan pagi dengan konsentrasi

diperoleh bahwa dari 27 responden yang asupan Fe makan paginya baik

ditemukan lebih banyak anak yang dapat berkonsentrasi dengan baik (66,7%)

dibandingkan yang kurang mampu berkonsentrasi (33,3%). Demikian pula yang

asupan Fe makan paginya kurang maka lebih banyak ditemukan anak yang

kurang mampu berkonsentrasi (64,2%) dibandingkan anak yang dapat

berkonsentrasi dengan baik (35,8%).

Hasil uji statistik diperoleh p= 0,017 (p value ≤ 0,05) maka dapat

disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara asupan Fe makan pagi

dengan kemampuan konsentrasi. Hasil ini menjawab hipotesis 3 yang berbunyi

ada hubungan asupan Fe makan pagi dengan konsentrasi. Hasil dari analisis ini

diperoleh juga nilai OR= 3,58.


B. Pembahasan

1. Karakteristik Responden

Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa jenis pekerjaan ayah responden

sebagian besar sebagai wiraswasta. Pekerjaan sebagai wiraswasta ini seperti

pedagang, sopir, buruh, dll. Kemungkinan jenis pekerjaan seperti ini memiliki

penghasilan yang tidak terlalu besar sehingga dikhawatirkan akan

mempengaruhi tingkat ekonomi seseorang. Faktor ekonomi merupakan faktor

yang memiliki pengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat. Kemiskinan

merupakan lingkungan hidup yang mengancam kesehatan manusia, karena

orang tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan akan makanan yang sehat dan

cukup yang akan melemahkan daya tahan tubuh sehingga terserang suatu

penyakit.

Jenis pekerjaan ibu sebagian besar sebagai IRT (tabel 1), dengan

pekerjaan sebagai ibu rumah tangga maka diharapkan dapat memiliki waktu

yang cukup untuk dapat menyiapkan makanan untuk makan pagi bagi anak

mereka. Jika ibu telah menyiapkan makan pagi buat anak mereka maka

kemungkinan besar anak- anak tersebut akan makan pagi setiap harinya.

Tingkat pendidikan ayah dan ibu responden sebagian besar

berpendidikan SMU (tabel 1). Pendidikan merupakan dasar untuk seseorang

mengetahui ilmu pengetahuan dan memahami semua jenis informasi.

Berdasarkan tabel 1 tersebut, diketahui bahwa tingkat pendidikan ayah dan ibu

responden sudah cukup baik. Ini akan dapat mempermudah dalam proses

penyuluhan ataupun dalam merespon informasi mengenai program kesehatan.

Orang yang mempunyai pendidikan akan lebih mudah memahami dan mencerna

suatu informasi dan juga memahami akan


pentingnya suatu informasi tersebut sehingga dapat mengaplikasikan dalam

kehidupannya (Notoatmodjo, 2003).

2. Hubungan Kebiasaan Makan Pagi dengan Konsentrasi

Untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan kebiasaan makan pagi

dengan konsentrasi dilakukan uji chi square. Berdasarkan hasil uji chi square

tersebut, maka ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara kebiasaan

makan pagi dengan konsentrasi (p=0,02) (tabel 6). Hal ini sesuai dengan

penelitian Kurniasari dkk (2005), yang dilakukan terhadap 115 anak murid kelas

V dan VI SDN Jetis 1 dan SDN Jetishardjo 1 Yogyakarta yang mengatakan ada

hubungan kebiasaan makan pagi dengan konsentrasi di sekolah. Berbeda dengan

penelitian yang dilakukan oleh Utami dkk (2006) terhadap 74 siswi kelas IV, V

dan VI SDN Meruya Utara 02 Pagi Jakarta Barat yang mengatakan tidak ada

hubungan yang signifikan antara kebiasaan makan pagi dengan konsentrasi

belajar, tetapi diduga dipengaruhi oleh cara guru menyampaikan materi di kelas,

kondisi lingkungan dan instrumental.

Penelitian ini menunjukkan bahwa anak yang biasa makan pagi akan

dapat berkonsentrasi dengan baik dibandingkan dengan anak yang tidak biasa

makan pagi. Hal ini sesuai dengan pendapat Rarback, seorang ahli gizi anak di

Universitas Miami bahwa anak yang biasa makan pagi setiap harinya memiliki

kemampuan lebih baik di sekolah (Ward, 2003) dan anak yang tidak makan pagi

umumnya mempunyai nilai hasil ujian yang lebih rendah dan mempunyai daya

ingat yang terbatas (Soekirman, 2000).


Pollitt et al. (1998) dalam penelitiannya mengatakan bahwa anak-anak

yang mengabaikan makan pagi menunjukkan daya ingat yang lebih rendah

dibandingkan dengan anak-anak yang biasa makan pagi. Penelitian Chandler et

al. (1995) menegaskan bahwa kebiasaan makan pagi akan mempengaruhi

kecepatan dan daya ingat dalam tes kognitif yang dilakukan. Begitu juga dengan

penelitian Wesnes et al. (2003) yang mengatakan bahwa anak-anak yang biasa

makan pagi menunjukkan kemampuan daya pikir, perhatian dan daya ingat yang

lebih baik. Selain itu, menurut Rampersaud et al. (2005) mengatakan bahwa

anak-anak yang biasa makan pagi dapat memenuhi asupan zat gizi yang

diperlukan anak-anak tersebut dibandingkan dengan yang tidak biasa makan

pagi.

Secara bivariat didapatkan bahwa nilai Odds Ratio (OR)= 3,28 artinya

bahwa anak yang biasa makan pagi mempunyai peluang 3,28 kali untuk dapat

berkonsentrasi dengan baik dibandingkan anak yang tidak biasa makan pagi.

Diketahui bahwa pagi hari anak sekolah tersebut memerlukan tenaga untuk

konsentrasi dalam mengikuti pelajaran di sekolah. Bila anak tidak makan pagi

maka tubuh akan kekurangan glukosa karena tidak adanya masukan energi. Bila

glukosa darah anak rendah maka akan terjadi penurunan konsentrasi belajar atau

daya ingat, tubuh melemah, pusing dan gemetar (Soekirman, 2000). Jika hal ini

terus berlanjut maka akibat jangka panjangnya nilai-nilai pelajaran mereka

umumnya akan lebih rendah dibandingkan anak yang biasa makan pagi setiap

harinya (Apriadji, 2001). Hal ini diperkuat lagi oleh penelitian Yulizar dkk

(2004), yang mengatakan bahwa ada hubungan sarapan pagi dengan prestasi

belajar.
3. Hubungan Asupan Energi Makan Pagi dengan Konsentrasi

Hasil uji statistik berdasarkan uji chi square diperoleh nilai p=0,004

dengan demikian dapat diketahui bahwa ada hubungan yang signifikan antara

asupan energi makan pagi dengan konsentrasi (tabel 7). Anak yang asupan

energi makan paginya baik akan dapat berkonsentrasi dengan baik dibandingkan

dengan anak yang asupan energi makan paginya kurang. Hal ini sesuai dengan

penelitian Wyon et al. (1997) yang mengatakan asupan energi yang cukup akan

mengurangi tingkat kesalahan dan memiliki kecepatan dalam bekerja saat

dilakukan tes perhitungan dan ketelitian. Penelitian Faridi (2002) pada sejumlah

siswa SD di Duren Sawit Jakarta Timur bahwa asupan energi makan pagi yang

cukup dapat mencegah terjadinya hipoglikemia yang akan mengakibatkan anak

kurang berkonsentrasi (Mansor, 2006).

Secara bivariat didapatkan bahwa nilai OR= 4,31 artinya bahwa anak

yang asupan energi makan paginya baik mempunyai peluang 4,31 kali untuk

dapat berkonsentrasi dengan baik dibandingkan anak yang asupan energi makan

paginya kurang. Jumlah asupan energi makan pagi yang cukup sangat penting

untuk dapat meningkatkan konsentrasi belajar di sekolah, hal ini bertujuan agar

prestasi belajar dapat dipertahankan (Muhilal, 1998).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Kurniasari dkk (2005), yang

dilakukan terhadap 115 anak murid kelas V dan VI SDN Jetis 1 dan SDN

Jetishardjo 1 Yogyakarta, bahwa ada hubungan asupan energi makan pagi

dengan konsentrasi di sekolah, dikarenakan dengan asupan energi yang

cukup dapat
meningkatkan kadar gula darah dan hemoglobin sehingga mempengaruhi

konsentrasi belajar.

4. Hubungan Asupan Fe Makan Pagi dengan Konsentrasi

Hasil uji statistik berdasarkan uji chi square diperoleh nilai p= 0,017

dengan demikian dapat diketahui bahwa ada hubungan yang signifikan antara

asupan Fe makan pagi dengan konsentrasi (tabel 8). Hal ini sesuai dengan

pendapat yang dikemukakan oleh Almatsier (2003) bahwa asupan Fe yang

kurang dapat berpengaruh negatif terhadap fungsi otak, terutama terhadap fungsi

sistem neurotransmitter (pengantar saraf). Akibatnya, kepekaan reseptor saraf

dopamin berkurang yang dapat berakhir dengan hilangnya reseptor saraf

sehingga dapat mengakibatkan daya konsentrasi, daya ingat dan kemampuan

belajar terganggu.

Penelitian ini menunjukkan bahwa anak yang asupan Fe makan paginya

baik akan dapat berkonsentrasi dengan baik dibandingkan dengan anak yang

asupan Fe makan paginya kurang. Asupan Fe yang kurang akan menyebabkan

rendahnya pembentukan energi dan selanjutnya akan menyebabkan rendahnya

produktivitas (Muhilal, 2002). Murray et al. (2007) dalam penelitiannya

menyimpulkan bahwa ada hubungan status zat besi dengan kemampuan daya

pikir. Asupan zat besi yang cukup menunjukkan kemampuan daya pikir yang

lebih baik dibandingkan dengan asupan zat besi yang kurang.


Secara bivariat didapatkan bahwa nilai OR= 3,58 artinya bahwa anak

yang asupan Fe makan paginya baik mempunyai peluang 3,58 kali untuk dapat

berkonsentrasi dengan baik dibandingkan anak yang asupan Fe makan paginya

kurang. Melalui pemberian zat besi kepada anak maka akan dapat membantu

meningkatkan kemampuan berkonsentrasi, logika berpikir dan daya tangkap

terhadap pelajaran yang diberikan. Untuk memperoleh prestasi belajar yang

baik, kebutuhan zat besi harus diperhatikan (Wirakusumah, 1999).


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

B. Kesimpulan

1. Sebanyak 45% murid SDN 036 Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru

yang tidak biasa makan pagi dan dari jumlah tersebut ditemukan sebagian

besarnya kurang mampu berkonsentrasi. Berdasarkan hasil uji chi square

ditemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan makan

pagi dengan konsentrasi. Anak yang biasa makan pagi mempunyai peluang

3,28 kali untuk dapat berkonsentrasi dengan baik dibandingkan anak yang

tidak biasa makan pagi.

2. Sebanyak 51,3% murid SDN 036 Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru

yang asupan energi makan paginya kurang dan dari jumlah tersebut

ditemukan sebagian besarnya kurang mampu berkonsentrasi. Berdasarkan

hasil uji chi square ditemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara

asupan energi makan pagi dengan konsentrasi. Anak yang asupan energi

makan paginya baik mempunyai peluang 4,31 kali untuk dapat

berkonsentrasi dengan baik dibandingkan anak yang asupan energi makan

paginya kurang.

3. Sebanyak 66,3% murid SDN 036 Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru

yang asupan Fe makan paginya kurang dan dari jumlah tersebut ditemukan

sebagian besarnya kurang mampu berkonsentrasi. Berdasarkan hasil uji chi

square ditemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara asupan Fe

makan pagi dengan konsentrasi. Anak yang asupan Fe makan paginya baik
mempunyai peluang 3,58 kali untuk dapat berkonsentrasi dengan baik

dibandingkan anak yang asupan Fe makan paginya kurang.

C. Saran

1. Pihak sekolah perlu membuat media informasi berupa poster-poster yang

berisi anjuran “Biasakan Makan Pagi” serta manfaatnya bagi anak sekolah

tersebut. Hal ini bertujuan agar murid mengetahui pentingnya makan pagi.

2. Perlu diadakan penyuluhan kepada orang tua murid mengenai pentingnya

asupan zat gizi makan pagi yang cukup setiap harinya sehingga dapat

meningkatkan kemampuan daya pikir dan daya ingat anak dalam belajar.

3. Sebaiknya diselenggarakan kegiatan “Makan Pagi Bersama” yang diadakan

secara rutin oleh pihak sekolah sehingga diharapkan dapat memotivasi anak-

anak yang tidak biasa makan pagi menjadi biasa makan pagi.

Anda mungkin juga menyukai